Inilah yang Paling Utama Membentuk Pribadi Anak

SERASA terkoyak sembilu hati ini, membaca berita seorang anak yang gusar pada ibundanya karena menganggap sang bunda yang sudah renta terlalu lama membelikan nasi uduk untuk sarapan si anak. Kegusaran yang mendorong sang anak tega memukul kepala sang bunda dengan gagang cangkul hingga sang bunda yang naas ini menghembuskan napas terakhirnya di tangan anak semata wayangnya.

Sebelum kejadian menyedihkan itu berlangsung, sang bunda renta yang sedang sibuk mencuci baju kotor sudah berusaha tergopoh berlari membelikan nasi uduk untuk sang anak yang baru bangun kesiangan, merasa lapar, dan dengan kasar memerintahkan ibundanya untuk segera menyiapkan sarapan. Bukannya, merasa malu dan segera mengambil alih kerepotan ibundanya. Satu contoh dari sekian kasus yang relatif sama yang cukup banyak kita baca atau dengar. Duh, ada apa dengan kalian nak?

Sebagai seorang ibu, tercenung aku membaca headline berita, “Kenakalan Remaja Sudah Tak Wajar Dan Mulai Bergeser Ke Arah Kriminal”. Atau membaca opini yang berisi kekurangyakinan atas efektifitas pemberlakuan kurikulum pendidikan.

Muncul pertanyaan pada diri sendiri, sebagai seorang ibu, siapakah yang paling dominan membentuk kepribadian anak-anak kita? Pemerintah? Lingkungan? Masyarakat? Guru-guru atau sekolah? Pembantu? Atau..berat dan lirih aku menyebutkannya, orang tua? Ibu? Kita? Saya?

Apakah kita masih ingat untuk terus menanamkan nilai-nilai mulia ini pada anak-anak kita? “Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya . Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS Al-Israa : 23-24)

Bagaimana dengan konsep, prioritas keutamaan manusia di hadapan anak-anaknya, “ibumu, ibumu, ibumu, baru ayahmu”? Sesuai hadits berikut,

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan berkata, Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Nabi shalallaahu alaihi wasallam menjawab, Ibumu! Dan orang tersebut kembali bertanya, Kemudian siapa lagi? Nabi shalallaahu alaihi wasallam menjawab, Ibumu! Orang tersebut bertanya kembali, Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, Ibumu. Orang tersebut bertanya kembali, Kemudian siapa lagi, Nabi shalallahu alaihi wasallam menjawab, Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari dan Muslim)

Atau apa yang terjadi dengan mengajarkan keyakinan bahwa doa restu orang tua adalah sesuatu yang begitu sakral untuk memotivasi dan mendorong kesuksesan seorang anak?

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tiga do’a yang tidak tertolak yaitu do’a orang tua, do’a orang yang berpuasa dan do’a seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro)

Dalam pembicaraan sehari-hari, ada istilah ibukota, untuk menggambarkan kota yang utama di suatu wilayah atau negeri, tempat berpusat semua aktifitas-aktifitas penting. Ada juga ibu jari, untuk menyebut jari yang paling besar dan menonjol di telapak tangan kita. Pada sebuah computer, motherboard adalah bagian tempat pusat pemrosesan. Ada juga ibu pertiwi, ada sel induk, ada pasar induk dan seterusnya. Tentu saja, maksud tulisan ini bukan untuk membahas istilah-istilah, tapi lebih untuk mengangkat bahwa sadar ataupun tidak sadar, ketika kita ingin menyebut satu bagian dalam suatu sistem, adalah bagian yang terpenting atau sebagai pusat pengorganisasian bagian-bagian lain, maka tak ayal, kata ibu, mother atau induk akan digunakan.

Masihkah anak-anak kita menganggap bahwa kita adalah bagian terpenting di rumah-rumah kita? Ketika, wujud dan keberadaan kita hampir-hampir tidak nampak di mata anak-anak kita, dengan berbagai alasan. Mengejar karir, eksistensi diri, atau bahkan kegiatan-kegiatan menghabiskan waktu untuk keasyikan dan kesenangan diri kita semata. Bagaimana dengan anak-anak? Cukup kita sediakan buat mereka pembantu-pembantu yang dengan sigap melayani kebutuhan mereka. Pendidikan mereka? Cukup kita sekolahkan mereka pada sekolah-sekolah yang kita anggap baik seharian penuh, ditambah dengan kursus-kursus tambahan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka.

Sebagian ibu sekarang ketika ditanya, “Sekarang kerja dimana?”, meresponnya dengan berat, atau bahkan berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Malu!

Apalagi jika yang menanyakan itu, seorang ibu yang “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Apalagi jika yang ditanya adalah ibu lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude tapi telah “menyia-nyiakan kepandaiannya” dengan menjadi ibu rumah tangga.

Wahai ibu, posisi dan peran kita begitu mulia. Realitanya sekarang menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Bagaimana mungkin pekerjaan menanamkan budi pekerti yang baik di dada-dada anak-anak kita bisa dikalahkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bergengsi? Atau kepuasan eksistensi diri kita?

Tapi, bisa saja banyak ibu-ibu penuh waktu mereka di rumah, namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anak-anak mereka, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. “Full” di rumah tapi tidak peduli dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan dan uang jajan saja.

Bukan masalah bekerja atau tidak bekerja, atau masalah keluar atau tidak keluar rumah, tapi yang utama adalah kesadaran kita bahwa mendidik anak-anak kita bukanlah hanya bertujuan menginginkan serta mengarahkan anak-anak kita bahwa kesuksesan mereka adalah keberhasilan akademis dan karir mereka, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar sekian pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di tempat-tempat rekreasi. Bukan hanya itu!

Wahai ibu. Di usia tua kita, dalam kondisi makin lemah, apakah anak-anak kita akan teringat keutamaan kita kalau kita tidak optimal mendidik anak-anak kita?

Apakah justru mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu selalu kita bangga-banggakan melebihi kebanggaan atas keberhasilan mereka belajar menata perilaku dan akhlak mereka? Atau mungkin mereka sedang asyik dengan istri dan anak-anak mereka?

Sedangkan kita? Sosok renta yang membebani mereka, tidak berguna, dan mengganggu kesenangan mereka? Hangat terasa air mataku mengalir, tak sanggup membayangkannya. [Ustadzah Dra.Indra Asih]

 

MOZAIK

Hukumnya Menyusui Anak Lebih dari Dua Tahun Menurut Islam

ADA beberapa pihak yang mulai menggaungkan dan mempopulerkan serta mengajak agar para ibu tetap menyusui anaknya walaupun telah berusia lebih dari dua tahun atau disebut extended breastfeeding. Berikut pembahasannya mengenai hal ini.

Tetapi tentu saja, bila usianya sudah lebih dari dua tahun, dengan aneka makanan pengganti susu yang sudah bisa ia konsumsi, anak sudah boleh dilepas dari minum ASI.

Hukumnya dalam Islam

Hukumnya mubah/boleh, karena hal ini merupakan perkara dunia sebagaimana kaidah fiqhiyah, “hukum asal urusan dunia adalah mubah/boleh”

Jika tidak ada dalil yang melarang maka hukum asalnya adalah mubah/boleh

Demikian juga perkataan para ahli tafsir mengenai ayat,

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 233).

Al-Qurthubi rahimahullah berkata,

“Menambah lebih dari dua tahun atau menguranginya, jika tidak menimbulkan bahaya bagi bayi dan kedua orang tua rida (setuju).”

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Firman Allah “selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”, menunjukkan inilah sempurnanya persusuan. Adapun setelah dua tahun maka sama saja seperti makanan biasa.”

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya,

Apa hukum menambah masa menyusui lebih dari dua tahun? Apakah benar bahwa anak yang menyusui lebih dari dua tahun akan menjadi nakal?

Beliau menjawab,

Yang menjadi keharusan adalah menyusui bayi selama dua tahun, kecuali jika kedua orang tua bersepakat untuk menyapihnya sebelum sempurna dua tahun. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. Maksud kata “jika ingin” yaitu kedua orang tua adalah jikia ingin menyapih, dengan rida dan musyawarah keduanya, maka hal ini tidak mengapa.

Boleh menambah (waktu menyusui lebih dua tahun) jika ada kebutuhan yang menuntut. Adapun perkataan: menyusui lebih dari dua tahun anak akan menjadi nakal, maka saya tidak mengetahui asalnya bahkan itu merupakan kedustaan sebagian orang.

Di kesempatan lain beliau menjelaskan,

“Adapun menambah menyusui lebih dari dua tahun jika ada kebutuhan yang menuntut maka tidak mengapa. Misalnya anak tidak berselera makan, atau sebab yang lain. Jika ada kebutuhan yang menuntut maka tidak mengapa.”

Memang ada riwayat dari seorang tabiin (murid sahabat) larangan hal ini, Al-Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya meriwayatkan

Dari Ibrahim, bahwa Alqamah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menyusui bayinya setelah dua tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia setelah itu”.

Larangan beliau di sini bukanlah pengharaman akan tetapi menyusui dua tahun lebih utama karena itulah nash dari Alquran.

 

MOZAIK

Tiga Nasihat Burung kepada si Bodoh

PADA suatu hari ada seseorang menangkap burung. Burung itu berkata kepadanya, “Aku tak berguna bagimu sebagai tawanan. Lepaskan saja aku, nanti kuberi kau tiga nasihat.”

Si Burung berjanji akan memberikan nasihat pertama ketika masih berada dalam genggaman orang itu, yang kedua akan diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon, dan yang ketiga ia sudah mencapai puncak bukit.

Orang itu setuju, dan meminta nasihat pertama. Kata burung itu, “Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun kau menghargainya seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal.”

Orang itu pun melepaskannya, dan burung itu segera melompat ke dahan.

Di sampaikannya nasihat yang kedua, “Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti.”

Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari sana ia berkata, “O manusia malang! Diriku terdapat dua permata besar, kalau saja tadi kau membunuhku, kau akan memperolehnya!”

Orang itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya, namun katanya, “Setidaknya, katakan padaku nasihat yang ketiga itu!”

Si Burung menjawab, “Alangkah tololnya kau, meminta nasihat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama sekali. Sudah kukatakan padamu agar jangan kecewa kalau kehilangan, dan jangan mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Aku toh tidak cukup besar untuk bisa menyimpan dua permata besar!

Kau tolol. Oleh karenanya kau harus tetap berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia.”

Catatan

Dalam lingkungan darwis, kisah ini dianggap sangat penting untuk “mengakalkan” pikiran siswa Sufi, menyiapkannya menghadapi pengalaman yang tidak bisa dicapai dengan cara-cara biasa.

Di samping penggunaannya sehari-hari di kalangan Sufi, kisah ini kedapatan juga dalam klasik Rumi, Matsnawi. Kisah ini ditonjolkan dalam Kitab Ketuhanan karya Attar, salah seorang guru Rumi. Kedua pujangga itu hidup pada abad ke tiga belas.[]

 

MOZAIK

Mahfud Sebut Tiga Gerakan Islam Perlu Ditertibkan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud MD menyebut, ada tiga gerakan organisasi masyarakat Islam di Indonesia yang perlu ditertibkan. Penertiban terkait kegiatan ketiga organisasi yang menentang ideologi negara ini.

“Dalam disertasi Pak Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah di Indonesia itu ada tiga gerakan Islam yang perlu ditertibkan,” kata Mahfud usai menjadi narasumber pada sarasehan Peringatan Hari Jadi Bantul di Pendopo Parasamya Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Rabu sore (24/5).

Mahfud mengatakan, gerakan Islam pertama yang ingin mengubah ideologi negara menjadi kekhalifahan yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bahkan, organisasi masyarakat (ormas) ini segera masuk gugatan pembubaran oleh pemerintah di pengadilan.

Kemudian, kata Mahfud, ormas yang ingin berlakukan negara hukum Islam yaitu Mujahidin dan ormas yang akan memberlakukan hukum islam di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas Muslim yaitu Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan. “Nah gerakan yang begitu berdasarkan hasil penelitian dan itu fakta di lapangan, sehingga memang harus ditertibkan,” kata Mahfud.

Dikatakan Mahfud, sejauh ini upaya penertiban oleh pemerintah secara prosedural atau instrumen hukumnya belum lengkap, apalagi dalam aturan harus diperingatkan terlebih dulu sampai tiga kali, baru kemudian dicabut izinnya.

“Kalau prosedur itu memang lama, karena dulu prosedur yang lama itu diperingatkan sekali, peringatan kedua kali dan tiga kali, dan itu diperuntukkan untuk membubarkan ormas lain yang dulu suka melakukan sweeping,” katanya.

Akan tetapi, menurut dia ada ormas dengan gerakannya tidak melakukan “sweeping-sweeping” atau razia tidak resmi terhadap kegiatan-kegiatan yang menyimpang menurut faham. “Namun langsung menduduki negara untuk ganti ideologi, dan kalau itu ‘clear’ kampanyekan di mana-mana, dipidatokan di mana-mana,” katanya.

Christine: Sejuknya Melihat Umat Islam Shalat Berjamaah

Keputusan Christine Wu memeluk Islam pernah mendapatkan perlawanan keras dari keluarga, terutama sang ayah. Lahir dan besar di lingkungan Kristen, pendiri Sekolah Bisnis Swastika Prima Sidoarjo ini tak pernah melewatkan pergi ke gereja setiap Minggu. Didikan ayah yang berlatar belakang militer benar-benar mewajibkan disiplin ritual keagamaan tersebut. Chritine pun mengakui, dia pernah menjadi anak altar.

Namun, begitulah hidayah. Jika Allah SWT menghendaki, dia akan datang kepada siapa saja. Perkenalan sosok yang pernah meraih sejumlah penghargaan, antara lain, sebagai ‘wanita pilihan’ Jawa Timur dan perempuan inspiratif dari sebuah majalah perempuan itu dengan Islam berawal dari aktivitasnya selama di perguruan tinggi.

Pemilik nama lengkap Christine Wuryanano ini mendapatkan banyak keajaiban sebagai Muslim yang terpanggil. Islam dikenalnya melalui teman dekat di kampusnya. Saat menginap di rumah kawannya, dia mengamati keluarga mereka merupakan Muslim taat dan terasa sejuk.

Pernah, satu ketika dia melihat keluarga temannya shalat berjamaah lima waktu. “Saya tanya teman saya, kamu ibadah kok setiap hari bareng-bareng, itu apa, kok saya melihatnya sejuk ya,” tanya Christine kepada temannya, seperti dikisahkan kepada Republika, akhir pekan lalu.

Sejak saat itu, Christine mulai mempelajari Islam, dari buku-buku, internet, bertanya dengan teman, belajar shalat, belajar Alquran. Tetapi, saat kuliah hingga lulus pun hatinya belum tergerak untuk memeluk Islam. Meskipun dia terus menerus belajar Islam. Dia pun melakukannya dengan diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya.

Setelah lulus kuliah, fokusnya teralih sementara dengan Islam. Dia sibuk bekerja sampai bertemu dengan pria idaman yang kelak akan menjadi suaminya pada 1992. Christine yang saat itu bekerja sebagai marketing di salah satu perusahaan valas bertemu dengan seorang pria.

Pria tersebut merupakan seorang pebisnis yang ingin berinvestasi kepada perusahaan tempat Christine bekerja. Christine pun tertarik dengan sikap dan keluarganya yang hidup sebagai Muslim taat.

Wunarno nama pria tersebut, kembali menyemangatinya belajar mendalami Islam. Sampai, satu hari, dia mengajak Christine mengucapkan syahadat. Kedekatan Wunarno dengan Christine tak terhenti di sana.

Setelah mengucap kedua kalimat syahadat, Wunarno mengajak menikah Christine. Christine pun mengenalkan calon suaminya kepada kedua orang tuanya. Tapi, sayang, hubungan mereka mendapatkan pertentangan.

Sang ayah kecewa karena selain anak perempuan satu-satunya, Christine juga merupakan anak kesayangan dari empat bersaudara. Setelah berdiskusi panjang, ibu dari Christine pun luluh. “Ibu saya menyerahkan kembali keputusan kepada saya sebagai anaknya, tetapi berbeda dengan ayah saya,” ujar dia.

Ayah Christine marah besar setelah anaknya berterus terang. Kendati, akhirnya, kedua orang tuanya mengizinkan mereka menikah di rumah keluarga Christine.

Masalah kembali muncul, ayah Christine kembali murka sesaat sebelum ijab kabul terucap. Saat itu, wali hakim yang akan menikahkannya meminta atribut agama lain di ruangan diturunkan.

Luapan emosi sang ayah pun tak tertahankan, sampai seluruh keluarga dan wali hakim pun menenangkannya. Ijab kabul pernikahan terus dilanjutkan mereka berdua pun sah sebagai suami istri.

“Kedua orang tua saya masih berbeda keyakinan dengan saya, tetapi mereka lambat laun mengerti mengapa Islam menjadi agama pilihan saya. Islam itu agama yang damai, meskipun kami berbeda keyakinan, silaturahim masih terjalin,” jelas dia.

Semasa orang tuanya hidup, Christine masih sering berkunjung. Saat perayaan hari besar mereka pun, Christine datang untuk menghormati kedua orang tuanya.

Sampai saat ini pun, anak kedua dari empat bersaudara masih sering dikunjungi oleh adik-adiknya. Karena, saudaranya hingga saat ini masih berbeda keyakinan dengan dia.

Mereka pun tidak mempermasalahkan keyakinan Christine, begitu juga Christine. Hubungan kakak adik dan dengan keluarga lainnya tetap rukun hingga saat ini.

Setelah menikah dan belajar mendalami Islam bersama suami, dia pun mengajarkan kepada kedua anaknya tentang pendidikan Islam. Sejak dari kandungan saya selalu mengajak anak-anak saya berbicara dan mengajarkan mereka Islam, sehingga setelah lahir mereka tidak bingung ketika bertemu dengan orang tua saya yang berbeda agama, jelas dia.

Perjalanan rumah tangga Christine tak selalu mulus, meski dia akhirnya tetap bersyukur, di tengah masalah yang dihadapi banyak keajaiban menghampirinya.

“Saya banyak mendapatkan ujian ekonomi selama berumah tangga. Tetapi, saya ingat, saya merupakan orang panggilan (orang yang mendapatkan hidayah). Saya kuatkan doa saya dan hanya berharap kepada Allah untuk selesaikan masalah-masalah saya. Alhamdulillah, Allah selalu kabulkan permintaan saya melalui jalan yang telah menjadi takdirnya, tutur dia.

Christine mengisahkan, saat itu krisis moneter terjadi di Indonesia pada 1998, kebangkrutan pun tak terhindarkan. Kondisi ini pun memukul bisnis Christine dan suaminya.

Christine memutar otak untuk membantu ekonomi keluarga. Setelah menikah, saya berhenti bekerja sebagai marketing dan hanya menjadi ibu rumah tangga, tetapi saat bisnis suami saya bangkrut, saya mulai mencari ide untuk membantu perekonomian keluarga. Ide ini muncul setelah saya meminta jalan keluar kepada Allah, jelas dia.

Ternyata, jalan untuk memperbaiki ekonomi keluarga melalui sekolah bisnis yang Christine Wu dirikan. Tak menyangka, karena sekolah ini didirikan hanya untuk kegiatan sosial di lingkungan rumahnya.

Di luar dugaan, sekolah ini menjadi terkenal hingga tingkat nasional. Lantas,

Christine dan suaminya pun mengembangkan sekolah ini tak hanya untuk kegiatan sosial bagi mereka yang tidak mampu, tetapi juga bagi anak-anak berekonomi kecukupan yang ingin belajar bisnis.

Tak hanya sekolah, bisnis properti yang dimilikinya pun mulai kembali beranjak meningkat. Setelah menikmati kesuksesan Christine kembali menemui aral.

Pada 2015 keluarganya terlilit utang. Tidak tanggung-tanggung, dia terlilit utang bank senilai Rp 17 miliar. Christine pun mendapatkan keajaiban dari Allah SWT.

Dia kembali bersimpuh, berharap mendapatkan solusi dari masalahnya. Saya kembali ditunjukkan penyebab dan solusi dari masalah yang saya dapatkan hingga terlilit utang, jelas dia.

Penyebab utang hingga mengganggu perekonomian keluarganya adalah karena riba. Bisnis propertinya memang tidak terlepas dari riba. Setelah dia sadar diingatkan batu apa yang menghalanginya, Christine melepas keterikatannya dengan riba.

Bersyukur, setelah saya melepaskan diri dari jerat riba, dan memulai bisnis dengan syariah, utang saya pelan-pelan lunas dan ekonomi saya kembali membaik, jelas dia.

 

REPUBLIKA

Tonton The Legacy of Prophet Muhammad, Lopez Menangis

Lopez Casanova terlahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Protestan yang sangat taat. Dalam keluarganya ada bebe rapa pastor, penginjil, pendeta, dan guru. Kedua orang tuanya menginginkan agar Lopez menjadi pemimpin Kristen. Karenanya, sejak kecil ia dimasukkan di sekolah Bibel.

Namun, Allah memberinya hidayah. Dalam perjalanan hidupnya, Lopez akhirnya menemukan Islam. Ia pun memeluk agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai agama terakhirnya. Perjalanannya menemukan Islam berawal dari Bibel yang dipelajarnya sejak kecil.

“Aku bersyukur dilahirkan dalam keluarga Protestan yang religius yang memungkinkanku mempelajari Bibel. Jika tidak, aku mungkin tidak mampu memahami pesan Islam,” ujarnya.

Lopez menjadi seorang Muslimah karena kepercayaan dan keyakinannya terhadap Tuhan. “Itulah yang kemudian membuatku mengakui validitas Islam sebagai agama dari Tuhan.” Lalu, bagaimana perjalanan spiritualnya dalam menemukan Islam?

Lopez tumbuh dalam keluarga yang religius, di Kalifornia, Amerika Serikat. Keluarga dari pihak ibu Lopez adalah penganut Kristen Protestan yang taat. Mereka adalah orang-orang yang khusyuk dan senantiasa hidup dengan perasaan takut terhadap Tuhan. Sedangkan, keluarga sang ayah adalah pemeluk Katolik Roma.

Oleh karenanya, jadilah Lopez sebagai seorang Kristen Protestan. Di sekolah menengah, Lopez bergaul dengan teman-teman Kristen dari sektor atau denominasi yang bermacam-macam. Ia juga berteman dengan mereka yang beragama Yahudi, juga seorang Saksi Yehuwa.

“Aku tak pernah menghakimi apa yang mereka yakini dan aku pun tidak memiliki ketertarikan terhadap kelompok agama mana pun,’’ ujarnya.

Menurut dia, Kristen nondenominasi seperti dirinya selalu diajarkan bahwa, “Jika kamu percaya Kristus, kamu adalah seorang umat Kristen, dan kita semua sama di mata Tuhan, apa pun denominasi yang membedakan kita.”

Meski ada banyak kepercayaan di sekitarnya, Lopez selalu diyakinkan bahwa hanya ada satu Tuhan. Menurut Lopez, perbedaan interpretasi dan perbedaan versi Bibel yang digunakan oleh umat Kristen membuat agama tersebut terbagi menjadi beberapa bagian.

Padahal, kata dia, menambah dan mengurangi naskah Bibel adalah dosa. Namun, selalu saja muncul sektor baru yang menciptakan versi Bibel yang baru. Untuk itu, ibunya selalu menekankan sejak ia masih kecil untuk menolak buku-buku agama, pamflet, maupun literatur Kristen dari orang lain.

“Bibel sudah cukup menjadi rujukan,” katanya menirukan ucapan ibunya. Seiring perjalanan Lopez dihadapkan pada sebuah kegamangan akan agama yang dianutnya. “Aku tidak mengetahui seberapa lama Bibel telah diubah dan dimodifikasi. Setiap golongan dalam Kristen selalu mengklaim bahwa golongan merekalah yang benar, sedang yang lainnya salah.”

Sebagai seorang Kristiani, Lopez memercayai bahwa Kristen adalah kelanjutan dari Yudaisme. Sejatinya, ia tidak pernah mengenal Islam pada waktu itu. Ia pertama kali mendengar nama “Allah” dari pengajarnya di sekolah Bibel. “Orang Cina berdoa pada Buddha, dan orang Arab berdoa pada Allah.” Saat itu, ia menyimpulkan bahwa Allah adalah nama sebuah berhala.

Kuliah di jurusan bisnis internasional membuat Lopez merasa perlu menguasai bahasa asing untuk menunjang kariernya di masa depan. Atas saran teman kuliahnya, Lopez mempelajari bahasa Arab.

“Temanku beralasan, negara mana pun yang memiliki penduduk Muslim menggunakan bahasa Arab karena itu merupakan bahasa asli Alquran,” katanya.

Saat itu, pada 2006, Lopez mendengar kata “Alquran” untuk pertama kalinya. Di kelas bahasa Arab yang diikutinya, Lopez mengenal banyak mahasiswa Muslim. Mereka umumnya keturunan Timur Tengah yang lahir dan besar di AS.

Kelas pertama yang diambilnya pada 2006 bertepatan dengan bulan Ramadhan. Lopez terkesan dengan amalan puasa yang dilakukan temanteman Muslimnya. Ia memandangnya sebagai bentuk ketundukan hamba di hadapan Tuhannya.

Lopez pun mencoba berpuasa, bukan karena tertarik menjadi Muslim, melainkan semata untuk mengekspresikan ketundukannya sebagai umat Kristen yang taat. “Itu pun karena puasa juga ada dalam agama Kristen. Yesus pernah berpuasa selama 40 hari,” katanya.

Pada bulan Ramadhan itu, seorang teman Muslim memberinya literatur Islam dan sekeping compact disk(CD) yang ditolaknya. Ia teringat ucapan ibunya, “Semua agama yang salah adalah benar menurut kitab mereka.” Lopez tak tergoda untuk mengenal Islam, agama asing yang salah di matanya.

Musim panas 2008, Lopez bergabung dengan para misionaris Kristen dan melakukan perjalanan ke Jamaika untuk sebuah misi Kristenisasi. Ia dan timnya membantu orang-orang miskin di sana. Ia dan timnya dan berhasil mengkristenkan sekitar 55 ribu orang dalam sepekan.

Sepulang dari Jamaika, Lopez berdoa memohon petunjuk. Ia ingin melakukan lebih banyak pengabdian pada Tuhan. Permintaan itu dijawab-Nya dengan memberiku seorang teman Muslim, katanya.

Ia beberapa kali mengajak teman Muslimnya ke gereja dan berpikir bahwa temannya akan terpengaruh dan menjadi seorang Kristen sepertinya. Suatu saat, temannya mengatakan bahwa gereja adalah tempat yang bagus, tetapi ia menyayangkan kepercayaan jamaatnya yang memercayai Trinitas.

Sayangnya, temanku salah menguraikan pengertian dari Trinitas itu. Aku hanya tertawa dan meralatnya, kata Lopez. Ia sempat berpikir tentang betapa fatalnya jika ia melakukan hal yang sama. Memberikan komentar soal agama lain yang tidak dipahami dengan baik adalah sesuatu yang dinilainya sebagai ucapan yang kurang berpendidikan.

Ia pun memutuskan mempelajari hal-hal mendasar tentang Islam. Lopez mulai menemukan persamaan antara Kristen dan Islam. Itu terjadi ketika ia mengetahui bahwa ternyata Yudaisme, Kristen, dan Islam berbagi kisah dan nabi serta ketiganya dapat diusut asal muasalnya hingga bertemu dalam silsilah sejarah yang sama. Sebenarnya, lebih banyak persamaan antara Kristen dan Islam di banding perbedaan antara kedua nya, kata Lopez.

Suatu hari, ia kagum dengan teman Muslimnya yang tidak malu berdoa dan shalat di tempat umum, dengan lutut dan kepala di atas lantai. Sementara, aku bahkan terkadang malu untuk sekadar menundukkan kepala sambil memejamkan mata (berdoa) saat hendak makan di tempat-tempat umum.

Di lain hari, teman Muslimnya kembali ikut serta pergi ke gereja bersama Lopez. Di tengah perjalanan dengan menggunakan mobil itu, temannya memohon izin memutar CD Alquran di mobilnya karena ia sedang mempersiapkan diri untuk shalat. Agar sopan, aku mengizinkannya. Selanjutnya, aku hanya ikut mendengarkan dan menyimaknya, kata Lopez.

Hal yang tidak diduga pun terjadi. Ia masih ingat bagaimana ayat-ayat Alquran yang didengarnya memunculkan sebuah perasaan aneh. Perasaan itu berbaur dengan kebingungan yang tak bisa dijelaskan. gAku tidak bisa memahami mengapa diriku bisa mengalami perasaan semacam itu terhadap sesuatu di luar Kristen. Setelah pengalaman di mobil waktu itu, perasaan takut sekaligus ingin tahu ikut menyergapnya. Ia memutuskan melihat isi sebuah DVD berjudul The Legacy of Prophet Muhammad (Warisan Nabi Muhammad).

Usai memutarnya, Lopez menangis untuk alasan yang lagi-lagi tak dipahaminya. Ia mengagumi sosok Muhammad SAW dan belajar tentang bagaimana menjadi umat yang baik dari sosoknya. Lopez berkesimpulan, kedisiplinan dalam Islam membuatnya menjadi umat Kristen yang lebih baik dan itu menjadi alasannya untuk terus mempelajari Islam. Keingintahuan Lopez membawanya belajar lebih jauh tentang Islam dan ia sampai pada konsep monoteisme.

Aku berhenti sejenak, karena itu seperti sebuah persimpangan. Aku hanya berniat mempelajari kesamaan Islam dan Kristen, sedangkan monoteisme berlawanan dengan konsep Trinitas. Pada titik sulit itu, ia berusaha tidak terpengaruh oleh siapa pun, baik dari kelompok Kristen maupun Islam, sehingga ia memutuskan untuk mempelajarinya seorang diri.

Lopez pun membaca seluruh bagian tentang Yesus dalam Bibel dan menelaah kata-kata yang dikutip dari perkataan Yesus. Saat itu, ia menyadari bahwa ternyata Yesus mengajarkan monoteisme, bukan Trinitas seperti yang diyakininya sejak lama. Di sini aku menemukan bahwa pesan Yesus selaras dengan Islam.

Sampai di situ, Lopez merasa tertipu dan kecewa. Ia menyadari bahwa segala praktik agama yang diamalkannya bukanlah yang diajarkan Yesus. Yang terjadi adalah aku merasa dibelokkan dari menyembah Tuhan menjadi menyembah Yesus. Aku menjadi paham mengapa ada bagian dari Kristen yang tidak memercayai Trinitas.

Selesai dengan penjelasan Bibel, Lopez memberanikan diri meminjam salinan terjemahan Alquran dari seorang teman Muslim yang juga mengajarinya cara shalat. Lopez mulai melakukan shalat lima kali sehari untuk belajar karena ia belum menjadi Muslim. Setiap selesai, aku berdoa pada Tuhanku agar mengampuniku karena telah melakukan shalat, seolah aku telah melakukan sesuatu yang salah. Ada pertempuran dalam batinku.

Setelah beberapa lama pergolakan batin itu dirasakannya. Lopez akhirnya memutuskan untuk mengenal jauh tentang Islam. Namun, hingga hari penting itu, ia masih menyimpan perasaan takut. Hingga saat menyetir mobilnya, ia berdoa, Tuhan, lebih baik aku mati dan dekat dengan-Mu daripada hidup selama satu hari, namun jauh dari-Mu.

Lopez berpikir, mengalami kecelakaan mobil lebih baik dialaminya jika menuju Islamic Center San Diego untuk bersyahadat adalah pilihan yang salah. Ia tiba di tujuan dengan selamat dan mengikrarkan keislam annya di hadapan publik.

Jumat itu, 28 Agustus 2008, beberapa hari menjelang Rama dhan, Lopez memeluk Islam. Sejak itu, aku adalah seorang Muslim yang bahagia, yang mencintai shalat dan puasa. Keduanya mengajarkanku kedisiplinan sekaligus ke tun dukan kepada Tuhan. 

 

Disarikan dari Pusat Data Republika

 

Mary: Dengan Shalat, Saya Berinteraksi dengan Tuhan Setiap Hari

“Umat Islam beribadah lima kali sehari, menyerahkan diri kepada Tuhan setiap hari. Melihatnya, saya iri. Saya merasa sangat kurang hanya pergi berdoa sepekan sekali. Sementara, mereka dapat melakukannya setiap hari, dapat berinteraksi dengan Tuhan setiap hari,” ujar Mary Qatarneh menyampaikan hal yang ia sukai dari Islam.

Shalat lima waktu menjadi perhatian Mary saat ia tertarik pada agama yang dibawa Rasulullah ini. Ibadah yang dianggap berat oleh sebagian orang yang berislam sejak lahir ini justru merupakan kabar gembira bagi Mary. Ia akan sangat gembira jika dapat berinteraksi dengan Tuhan setiap hari, setiap waktu. Demikian hal yang ada di pikirannya saat mempelajari agama Islam.

Sebelum tertarik pada Islam, Mary mengaku tak pernah yakin 100 persen atas apa yang ia anut. Ia taat beragama, tapiia pun ragu di dalam hati. Ia rutin beribadah, tapi tak pernah mengerti esensi ibadah sebenarnya. “Saya selalu percaya pada Tuhan, selalu memiliki iman, tapi itu bukan iman yang benar. Itu bukan sesuatu yang selalu saya rasakan,” kata wanita kelahiran AS ini.

Dari kegelisahan akan agama tersebut, Mary pun mencari kebenaran. Ia mempelajari beragam keyakinan dan agama. Ia berinteraksi dengan banyak orang dari beragam ras dan agama di seluruh penjuru dunia melalui internet. Ia membaca banyak buku tentang teologi. Hingga, kemudian Mary mengenal Islam dan mulai mempelajarinya. “Pencarian saya akan kebenaran membawa saya pada banyak pelajaran tentang Islam. Saya membaca banyak buku dan punya banyak teman dari seluruh penjuru dunia,” tuturnya.

Saat mempelajari Islam, ia mulai merasa tertarik. Melihat gaya beribadah Muslimin, Mary pun kemudian jatuh hati. Ia makin meragukan agamanya yang hanya beribadah sepekan sekali. “Kaum Muslimin beribadah lima kali sehari. Interaksi lima kali sehari ini benar-benar membuat saya merasa nyaman,” kata Mary menggambarkan perasaannya setelah merasakan nikmatnya “bertemu” Allah lima kali sehari.

Keyakinannya pada Islam pun makin menjadi ketika mengetahui kisah Nabi Isa dalam Islam. Tak hanya itu, Mary pun tak lagi kebingungan mengenai pengakuan dosa. Ia pun lega, setelah berislam tak perlu mengumbar dosa kecuali di hadapan Allah semata. “Saya percaya Islam karena hal-hal yang membingungkan saya di masa lalu. Semua hal membingungkan itu hilang setelah mengetahui Islam,” ujar Mary tersenyum simpul.

Setelah memantapkan hati, Mary pun mendapatkan kesempatan bertemu seorang imam Muslim di sebuah acara pernikahan kerabatnya. Mary yang telah mencari kebenaran Islam itu pun mendapat nasihat dari sang imam. “Imam bertanya, apakah saya ingin masuk Islam. Saya pun mengatakan bahwa sebagai seorang remaja, hidup saya adalah hidup merdeka. Kau tahu orang Amerika menganggap biasa remaja 18 tahun pergi dari rumah,” ujar Mary mengisahkan pengalamannya berislam.

Maksud Mary, yakni ia berhak memilih jalan hidupnya sendiri saat itu. Apalagi, memeluk Islam adalah hal yang sangat penting. Jikalau mendapat pertentangan dari keluarga, ia telah siap. Dengan tekad bulat tersebut, Mary pun bersyahadat dibantu sang imam. “Saat imam bertanya hal itu, sebenarnya dalam hati saya memang sudah menerima Islam. Hanya saja, aku belum melafalkannya secara lisan. Maka, saat imam bertanya, aku pun bersyahadat. Saya baru benar-benar menjadi seorang Muslim. Saat itu, tanggal 23 Juli 1983,” ujar Mary dengan wajah berseri-seri. n ed: anjar fahmiarto

Tentangan keluarga kemudian menguji kehidupan Mary setelah menjadi mualaf. Saat baru memeluk Islam, Mary masih bisa menutupinya dari keluarga. Tapi, setelah berjilbab, terbongkarlah rahasianya yang telah berislam. Penolakan keras datang dari keluarga, terutama sang ibu. Bahkan, hingga kini sang ibu masih belum menerima Mary meski ia telah memberikan penjelasan panjang lebar.

“Begitu mulai mengenakan kerudung. Saya mendapat reaksi yang sangat buruk dari keluarga, terutama ibuku. Ibu sampai hari ini tak bisa memahami alasan saya mengapa berubah begitu banyak. Dan, ibu meyakini bahwa saya berubah karena suami saya. Meski saya telah menjelaskan bahwa saya sungguh-sunggu memeluk Islam, dia tetap tidak menerimanya. Namun, adik saya selalu mendukung saya selama ini. Ia tak pernah protes dan juga mengaku mencintai Islam. Dia mempelajarinya. Dia selalu menjadi teman saya. Saya berharap, suatu hari adik saya menjadi seorang Muslim,” ujar Mary, berkisah pengalamannya.

Saat ini, Mary tinggal di Yordania bersama suami dan keenam anaknya. Mary tak mengisahkan alasannya pindah, tapi ia mengaku bahagia tinggal di Yordania. Di sana, ia mengajar bahasa Inggris di lembaga Educational Techniques and Skills Training and consulting (ESTA). Mengingat ia merupakan penutur asli Bahasa Inggris. Mary mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak maupun dewasa.

 

Disarikan dari Pusat Data Republika

 

Rasulullah Mengenali Umatnya yang Berselawat

BAGAIMANA bisa engkau (Rasul) tak mengenaliku? Bukankah aku ini salah satu dari umatmu?

Dikisahkan suatu ketika, seorang pemuda berjumpa Rasulullah Saw dalam mimpinya. Namun, ia terheran-heran saat pemimpin Islam dunia yang konon ramah lagi bersahaja itu, justru berbanding terbalik dengan apa yang ia dengar. Rasul berpaling muka darinya.

Melihat demikian, pemuda itu pun segera mendekati Nabi utusan Allah itu, “Wahai lelaki gagah di depanku, apakah benar engkau Muhammad Nabiyallah?”

“Ya, aku Muhammad utusan Allah.”

“Lantas, mengapa engkau tidak memandang ke arahku?” tanyanya penasaran. “Apakah engkau marah kepadaku?” lanjut sang pemuda ragu.

“Tidak. Aku tidak marah padamu. Aku tidak memandang ke arahmu, karena aku tidak mengenalimu, Anak Muda,” jawab Rasul ramah.

“Bagaimana bisa engkau tak mengenaliku? Bukankah aku ini salah satu dari umatmu? Dan, bukankah para ulama pernah meriwayatkan bahwa engkau (Rasulullah) mengenal umatmu seperti seorang ibu pada anak kandungnya?.”

“Para ulama benar. Tetapi kamu tidak pernah menyebutku dalam selawat. Aku mengenal umatku karena mereka berselawat padaku. Aku mengenal mereka sungguh karena jumlah selawat yang mereka baca untukku.”

“Anak Muda, apakah kau tahu, bahwa Allah pun berselawat kepadaku?”

Lelaki itu tiba-tiba terbangun. Keringat mengucur deras di sekujur tubuhnya. Segera kemudian ia bangkit dan mencari penjelasan terkait mimpinya. Benar saja, dalam kitab suci, tertuang penjelasan yang begitu gamblang bahwa Allah dan para malaikat pun bershalawat untuk Nabi.

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56)

Tunggu apa lagi, mari kita berselawat dan berterimakasih atas segala perjuangan Rasul Saw. yang begitu luar biasa kepada umatnya. Yang begitu gigih membebaskan umat manusia dari zaman jahilah ke zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Mari buktikan cinta kita kepada Rasul utusan Allah dengan terus menyebut dan memanggil namanya. Bukankah Dia, Sang Maha Pencipta (saja) mau mengucap selawat atas Nabi (kita)?

 

Sumber: diolah dari Mukasyafatul Qulub

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2379857/rasulullah-mengenali-umatnya-yang-berselawat#sthash.7hGtgz63.dpuf

Kekhawatiran Rasulullah terhadap Umatnya

Akankah Rasulullah mengkhawatirkan umatnya sepeninggalnya? Ternyata, Rasulullah juga mengkhawatirkan apa yang akan dialami umatnya kini.

Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ibnu Syihab, Rasulullah SAW  bersabda, “Hai para sahabat, aku khawatir terjadi tiga perkara yang menimpa komunitas bangsa dan masyarakat.” Lantas para sahabat bertanya, ”Apa ya Rasulullah yang engkau khawatirkan?”

Pertama, kata Rasulullah, zaalatul ‘aalimin, yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh para ulama atau tokoh agama. Ulama tidak berfungsi sebagai warosatul anbiya. Ulama tidak lagi menjadi penerang dan panutan umatnya.

Rasulullah juga khawatir jika hal itu terjadi pada bangsa manapun. Bahkan, yang paling dikhawatirkan adalah manakala ulama telah menyimpang dari keulamaannya. Bukan membimbing umat kepada hal yang benar, justru mengarahkan umat kepada yang menyelamatkan dirinya atau justru mengantarkan umat kepada kebinasaan.

Kedua, wahukmun zairin, yakni supremasi hukum yang tidak benar. Penegakan hukum tidak mencerminkan keadilan. Kalau ini terjadi, kata Rasulullah, hancurlah masyarakat dan bangsa di manapun. Hukum yang mandul, hanya akan menjatuhkan wibawa penguasa, dan orang semakin mudah mempermainkan hukum.

Pada sisi lain, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum semakin menurun. Orang berkantong tebal dan berpangkat tinggi semakin berani berbuat kejahatan, sebab akan sangat sulit dijerat hukum.

Sementara masyarakat kecil tidak ada yang terlewatkan dari jeratan hukum, sekecil apa pun pelanggaran yang dilakukan. Praktik seperti ini hanya akan menyuburkan berbagai ketidakadilan sosial, suburnya kemaksiatan, dan kejahatan berskala besar.

Kekhawatiran Rasulullah yang ketiga adalah wahwan muttaba’un, manusia sudah mengikuti nafsunya masing-masing. Bila setiap orang sudah memikirkan dan mementingkan dirinya sendiri sesuai hawa nafsunya dan tidak lagi mementingkan orang banyak, maka hancurlah tatanan masyarakat tersebut.

Inilah egoisme, sifat yang sangat dibenci Islam. Paradigma kaum egois, orang lain tidak dipandang sebagai saudara, tetapi sebagai objek. Objek untuk memuaskan nafsu dan syahwat duniawinya.

Inilah yang dikhawatirkan Rasulullah. Kekhawatiran yang sudah beliau ungkapkan sejak 14 abad lalu. Dan realitas yang terjadi saat ini hendaknya perlu menjadi renungan dan upaya bersama, sehingga dapat mencapai kondisi yang lebih baik.

 

MOZAIK

Berobat dengan Bersedekah (2)

ALI bin Al-Hasan bin Syaqiq berkata, “Saya mendengar Ibnu ‘Al-Mubarak ditanya seseorang, ‘Wahai Abu Abdurrahman, luka yang mengeluarkan nanah dari lututku sudah berlangsung selama tujuh tahun lamanya. Saya telah mengobatinya dengan berbagai obat dan bertanya kepada beberapa dokter, namun semuanya tak ‘manjur.’

Ibnu Al-Mubarak berkata, ‘Pergilah ke suatu tempat di mana orang-orang memerlukan air di tempat itu, lalu galilah sumur di sana. Karena saya berharap di sana muncul air hingga lukamu berhenti.’ Orang itu melakukan yang disarankan oleh Ibnu Al-Mubarak dan penyakitnya pun sembuh. Walhamdulillah.”

Al-Baihaqi berkata, “Ada cerita dari Al-Hakim Abu Abdullah. Wajahnya terluka dan berbagai pengobatan telah dicoba. Tetapi, sekitar setahun lamanya lukanya tak kunjung sembuh. Ia memohon kepada seorang guru, Imam Abu Utsman Ash-Shabarani, agar mendoakannya sembuh di majelisnya pada hari Jumat.

Sang guru mendoakannya dan sebagian orang mengamini. Ia bersungguh-sungguh berdoa untuk Al-Hakim bin Abdullah, kemudian bermimpi melihat Rasulullah bersabda kepadanya, ‘Katakan kepada Abu Abdullah agar ia memberikan air untuk kaum muslimin.’

Kemudian ia memerintahkan Al-Hakim agar membangun tempat air di depan rumahnya. Seusai membangunnya, ia menumpahkan air dan memberi es. Orang orang kemudian memanfaatkan air itu untuk keperluan minum.

Tidak berselang satu pekan lamanya, terlihatlah kesembuhan dan lukanya hilang. Wajahnya kembali seperti sediakala, dan setelah kejadian itu ia hidup beberapa tahun.”

 

*/Hasan bin Ahmad Hamma et.al., dalam bukunya Terapi dengan Ibadah.

HIDAYATULAH