Menag: Mari Menghayati Esensi dari Bulan Ramadhan

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin telah menetapkan umat Islam akan mulai menjadi ibadah puasa Ramadhan pada Sabtu (27/5) besok. Karena itu, Menteri Lukman mengimbau agar umat Islam benar-benar menghayati bulan yang penuh rahmat dan ampunan tersebut.

“Ya sekali lagi kami mengimbau semua kita agar betul-betul menghayati, memahami makna esensi dari Ramadhan. Ramadhan adalah selain bulan suci yang senantiasa kita jaga kesuciannya, Ramadhan juga bulan muhasabah,” ujarnya kepada wartawan usai menggelar konferensi pers Sidang Itsbat di Gedung Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (25/5).

Menurut dia, Bulan Ramadhan merupakan tempat bagi umat Islam untuk melakukan evaluasi dan instrospeksi diri, khususnya dalam melihat keberagaman sehingga bisa menebarkan kemaslahatan antar umat beragama, saling melindungi, dan saling menjaga harkat, derajat, dan martabat antar sesama.

“Karenanya, mudah-mudahan di Ramadhan ini kita melakukan introspeksi lalu kemudian berbenah diri memperbaiki cara keberagamaan kita sehingga semakin berkualitas,” ucapnya.

Selain itu, Menteri Lukman juga mengucapkan selamat kepada umat Islam yang akan menjalani ibadah puasa selama satu bulan penuh. “Saya mengucapkan selamat kepada umat muslim di Indonesia menjalani Ramadhan. Semoga kita penuh sebulan Ramadhan menjalani Ramadhan ini sehingga pada ujungnya nanti kita kembali kepada kefitrian kita. Kita betul-betul kembali suci, kembali ke jati diri kemanusiaan kita,” kata Menteri Lukman.

 

REPUBLIKA

Kisah Seorang Nelayan dan Tiga Ekor Ikan

KONON, di sebuah kolam tinggal tiga ekor ikan: si Pandai, si Agak Pandai, dan si Bodoh. Kehidupan mereka berlangsung biasa saja seperti ikan-ikan lain, sampai pada suatu hari ketika kolam itu kedatangan-seorang manusia.

Ia membawa jala; dan si Pandai melihatnya dari dalam air. Sadar akan pengalamannya, cerita-cerita yang pernah didengarnya, dan kecerdikannya, si Pandai memutuskan untuk melakukan sesuatu.

“Hampir tak ada tempat berlindung di kolam ini,” pikirnya. “Jadi saya akan pura-pura mati saja.”

Ia mengumpulkan segenap tenaganya dan meloncat ke luar kolam, jatuh tepat di kaki nelayan itu. Tentu saja si nelayan terkejut. Karena ikan tersebut menahan napas, nelayan itu mengiranya mati: ia pun melemparkan ikan itu kembali ke kolam. Ikan itu kemudian meluncur tenang dan bersembunyi di sebuah ceruk kecil dekat pinggir kolam.

Ikan yang kedua, si Agak Pandai, tidak begitu memahami apa yang telah terjadi. Ia pun berenang mendekati si Pandai dan menanyakan hal itu.” Gampang saja,” kata si Pandai, “saya pura-pura mati, dan nelayan itu melemparkanku kembali ke kolam.”

Si Agak Pandai itu pun segera melompat ke darat, jatuh dekat kaki nelayan. “Aneh,” pikir nelayan itu, “ikan-ikan ini berloncatan ke luar air.” Namun, si Agak Pandai ini ternyata lupa menahan napas, dan ia pun dimasukkan ke kepis.

Ia kembali mengamat-amati kolam, dan karena agak heran memikirkan ikan-ikan yang berloncatan ke darat, ia pun lupa menutup kepisnya. Menyadari hal ini, si Agak Pandai berusaha melepaskan diri ke luar dari kepis, membalik-balikkan badannya, dan masuk kembali ke kolam. Ia mencari-cari ikan pertama, ikut bersembunyi di dekatnya–napasnya terengah-engah.

Dan ikan ke tiga, si Bodoh, tidak bisa mengambil pelajaran dari segala itu, meskipun ia telah mengetahui pengalaman kedua ikan sebelumnya. Si Pandai dan si Agak Pandai memberi penjelasan secara terperinci, menekankan pentingnya menahan napas agar di darat.

“Terimakasih: saya sudah mengerti,” kata si Bodoh. Sehabis mengucapkan itu, ia pun melemparkan dirinya ke darat, jatuh tepat dekat kaki nelayan. Sang nelayan langsung memasukkan ikan ketiga itu ke dalam kepisnya tanpa memperhatikan apakah ikan itu bernapas atau tidak. Berulang kali dilemparkannya jala ke kolam, namun kedua ikan yang pertama tadi dengan aman bersembunyi dalam sebuah ceruk. Dan kepisnya sekarang tertutup rapat.

Akhirnya nelayan itu menghentikan usahanya. Ia membuka kepisnya, menyadari bahwa ternyata ikan yang di dalamnya tidak bernapas. Ikan itupun dibawanya pulang untuk makanan kucing.[]

Catatan

Konon, kisah ini disampaikan oleh Husein, cucu Muhammad SAW, kepada Khajagan (‘Para Pemimpin’) yang pada abad keempat belas mengubah namanya menjadi Kaum Naqsahbandi.

Kadang-kadang peristiwanya terjadi di sebuah ‘dunia’ yang dikenal sebagai Karatas, di Negeri Batu Hitam. Versi ini dari Abdul ‘Yang berubah’ Afifi. Ia mendengarnya dari Syeh Muhammad Asghar, yang meninggal tahun 1813. Makamnya di Delhi.

 

MOZAIK

Yang Bersama Allah Pantang Takut Masalah

MASIH ingat dengan Muhammad Ali Sang petinju legendaris itu bukan? Ada kata-kata beliau yang mencuri perhatian saya lebih dari perhatian saya pada kepalan tinjunya dan kelincahan gerak kakinya. Beliau berkata: “Tunjukkan segala kelemahanmu di hadapan Allah, tampillah dengan segala kekuatanmu di hadapan mereka manusia.”

Sungguh kalimat ini tak mungkin keluar dari mulut orang yang tak beriman. Kalimat senada muncul dari para pelaku tasawwuf, seperti: “Merendahmu di hadapan Allah dalam shalat, dzikir dan munajatmu adalah ketinggianmu di hadapan masalah-masalahmu.”

Yang menjanjikan bantuan jika dimohon adalah Allah, yang menjaminkan pertolongan jika dijadikan tempat kembali adalah Allah, yang memberikan jalan masuk dan jalan keluar terbaik dari segala hal adalah Allah. Maka tak ada alasan untuk menjauh dari Allah dan berlepas diri dari agama Allah.

Bismillah, mari bersama bersemangat merunduk di hadapanNya, memohon bahagia kepadaNya, dan biarkan alam berbuat dengan apa yang dikehendakiNya sementara kita meresponnya dengan respon terbaik ya g diridlaiNya. Salam, AIM.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2380424/yang-bersama-allah-pantang-takut-masalah#sthash.lJy3KAy0.dpuf

MUI Imbau Umat Islam Jadikan Ramadhan Momentum Kebangkitan Spiritual

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengimbau, agar umat Islam menjadikan bulan Ramadhan 1438 H sebagai momentum kebangkitan spiritual, berdasarkan iman, ilmu, dan amal shaleh, guna mewujudkan keshalihan pribadi menuju keshalihan yang lebih luas.

“Demi terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa,” ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid, saat membacakan tausyiah MUI menyambut datangnya bulan suci Ramadhan di kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat (26/05/2017).

MUI, terang Zainut, juga menyerukan kepada umat Islam agar senantiasa memasuki bulan Ramadhan dengan penuh keimanan, keikhlasan, dan senantiasa mengharap ridha Allah Subhanahu Wata’ala dalam suasana hati yang sejuk, tenang, dan damai.

Serta mengembangkan sikap toleransi (tasamuh) dalam menjalankan agama, tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan termasuk perbedaan paham keagamaan, serta menghindari perbuatan yang sia-sia (tabdzir) dan pemborosan atau konsumtif (isyraaf).

“Dan hal-hal lain yang mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain,” imbuh Zainut.

Dalam kesempatan itu, MUI juga mengajak seluruh organisasi dan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan yang lebih menekankan pada pengayaan nilai dan khazanah Ramadhan, sebagai bulan penuh berkah dan maghfiroh (ampunan).

Yaitu dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermakna untuk keluarga, remaja, dan anak-anak.

“Seperti tadarus al-Qur’an, pesantren kilat, perkemahan Ramadhan, kursus keagamaan, dan lain sebagainya,” pungkasnya.*

 

HIDAYATULLAH

Menag Berikan Dua Sanksi Terhadap Penerbit yang Salah Cetak Alquran

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menanggapi dugaan kasus Alquran salah cetak yang kini menjadi pembicaraan publik. Menteri Lukman mengaku telah memberikan dua sanksi terhadap pihak penerbit yang telah melakukan kesalahan dalam mencetak kitab suci umat Islam tersebut.

Menteri Lukman menuturkan, sebelumnya pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap pihak perusahaan yang mencetak Alquran tersebut, yaitu PT Suara Agung. Menurut dia, pemanggilan tersebut dilakukan untuk meminta keterangan dan pertanggungjawaban terkait kesalahan cetak tersebut. Kata dia, pihak perusahaan telah mengakui atas kesalahannya.

“Yang bersangkutan telah menyatakan kekhilafannya dan karenanya kemudian kami Kemenag meminta agar penerbit untuk menarik semua Alquran yang beredar di masyarakat,” ujarnya kepada wartawan usai menggelar konferensi pers Sidang Itsbat di Gedung Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (25/5).

Sementara, lanjut dia, Alquran salah cetak yang belum diedarkan juga diminta untuk segera dimusnahkan lantaran dapat mengganggu umat Islam yang akan membaca Alquran.

“Jadi itulah bentuk sanksi yang diberikan oleh Kemenag kepada penerbit. Pertama adalah meminta mereka untuk menarik seluruh alquran yang terlanjur beredar di tengah-tengah masyarakat dan yang kedua memusnahkan seluruh Alquran yang belum sempat diedarkan dan kita akan terus memantau, mengawasi. Bagaimana pelaksanaan dari kedua sanski itu,” katanya.

Seperti diketahui, Kasus ini mencuat setelah masyarakat menemukan Al-Quran dengan cetakan tanpa surat Al-Maidah ayat 51-57. Namun, menurut Menteri Lukman, kesalahan penerbit dalam mencetak Alquran tersebut lebih kepada kesalahan dalam menata halaman.

“Jadi itu kan kenyataannya bahwa ayat-ayat yang diduga hilang itu ternyata kan tertukar, ada di halaman yang berbeda begitu penempatannya. Jadi ini lebih pada kesalahan menata halaman demi halaman dari alquran itu sendiri,” jelasnya.

Sebelumnya, PT Suara Agung juga telah mengeluarkan surat klarifikasi dan permintaan maaf kepada umat Islam atas kesalahan dan kelalaian dalam percetakan Alquran. Surat bertanggal Selasa 24 Mei lalu itu menyebut kesalahan penjilidan atau penempatan halaman.

 

REPUBLIKA

Maafkan Aku Ya Ramadhan

Ramadhan telah tiba. Kita selalu menantinya karena bulan ini amat istimewa. Berkah bertabur setiap harinya. Waktu demi waktunya menawarkan harapan tak terperikan.

Sepanjang siang dan malamnya terdapat pembebasan dari api neraka dan doa yang akan dikabulkan. Belum lagi ada Lailatul Qadar, malam yang lebih mulia daripada seribu bulan. Pada malam itu maghfirah turun melimpah dan pahala amal dilipatgandakan tercurah ruah.

Kita lantas menyambutnya dengan ucapan yang terus berulang: “Marhaban Ya Ramadhan”. Bahkan, jauh hari sebelumnya kita pun memanjatkan doa: “Ya Allah pertemukanlah aku dengan Ramadhan. Jadikan amal ibadahku pada bulan ini diterima di sisi-Mu.”

Namun, benarkah kita sungguh siap menyambut Ramadhan? Nyatanya, setiap kali ia hadir terkadang kita masih ribet dengan urusan sana-sini. Sibuk dengan berbagai rutinitas seolah tiada beda dengan bulan-bulan yang lain. Ribut dengan sesama sampai lupa bahwa kita perlu berjeda. Sampai titik ini, kita sesungguhnya mengucapkan, “Maafkan aku Ya Ramadhan. Aku tak sempat menyambutmu.”

Kalaupun ada penyesuaian kegiatan bernuansa Ramadhan, tetap saja miskin dari orientasi ukhrawi. Silaturahim rajin dilaksanakan lebih demi menjaga relasi. Buka puasa bersama digelar untuk ajang berbincang duniawi. Shalat Tarawih hanya dijalankan dalam bilangan hari. Selebihnya, tenggelam dalam hiruk pikuk menyongsong Idul Fitri.

Begitu Ramadhan pergi, tak kunjung tampak perbaikan diri. Lagi-lagi, terpaksa keluar kata, “Maafkan aku wahai Ramadhan. Kehadiranmu tak kusadari.”

Padahal, Ramadhan adalah momentum terbaik untuk memperbaiki diri. Allah SWT mewajibkan kaum beriman untuk berpuasa agar mereka dapat berubah jadi lebih baik. Tersirat dari makna surah al-Baqarah 183-186, setidaknya ada tiga kinerja kaum beriman yang dapat dicapai melalui puasa. Yaitu, menjadi orang yang bertakwa, hidup penuh rasa syukur, dan tetap setia dalam kebenaran.

Ramadhan adalah bulan introspeksi. Saat tepat untuk mengevaluasi perjalanan hidup selama 11 bulan yang dijalani. Marilah kita mulai hal itu dengan sederet pertanyaan. Sudahkah kita beragama dengan baik dan benar? Baik dalam arti menjadikan agama sebagai jalan meniti kebaikan serta menabur kebajikan. Benar dalam arti tidak menyimpang dari sumber-sumber pokok ajaran agama. Atau kita menyelewengkan simbol agama untuk tujuan tak mulia?

Sepanjang tahun, esensi agama—yakni memanusiakan manusia—mungkin sering kita lupakan. Maka, pada momen ini kita kembali bertanya pada diri sendiri. Apakah dalam menjalankan ajaran Islam, kita telah benar-benar dalam rangka menebarkan rahmat bagi alam semesta?

Apakah kita telah dan akan terus berupaya melindungi dan menjaga harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan sesama kita dalam beragama? Ataukah dalam berislam, kita justru telah merendahkan atau bahkan meniadakan sisi-sisi kemanusiaan kita sendiri. Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan sampai mana kita mampu kembali ke jati diri kemanusiaan yang suci. Sejauh mana kita mampu meneladani Sang Nabi, sosok paling manusiawi di muka bumi.

Ramadhan kali ini kita memang perlu lebih banyak bertanya agar tak salah langkah dalam berpuasa. Puasa kita bakal sia-sia jika hanya menahan mulut dari makan dan minum semata. Puasa harus pula mencegah diri dari perbuatan maksiat dan perkataan hina. Sembari membersihkan diri, marilah kita hindari informasi hoaks, kebohongan, fitnah, caci maki, provokasi, dan sejenisnya yang dapat menodai kemuliaan bulan suci.

Sebaliknya, marilah kita memperkuat iman disertai kesadaran tentang makna kemanusiaan. Marilah merajut kembali persaudaraan dan persahabatan agar sadar bahwa kita tidak sendirian hidup di dunia. Semoga dengan cara ini, dosa-dosa kita diampuni dan negeri ini diberkahi.

Selamat bermuhasabah dan beribadah di bulan yang penuh maghfirah. Jangan sampai ketika ia telanjur pergi, kita lagi-lagi tak sanggup membendung kata, “Maafkan aku Ya Ramadhan”.

 

Oleh: Lukman Hakim Saifuddin,

Menteri Agama RI

 

REPUBLIKA

Tiga Cincin Warisan Pembuka Pintu Kekayaan

PADA zaman dahulu, ada seorang bijaksana dan sangat kaya mempunyai seorang anak laki-laki. Katanya kepada anaknya, “Ini cincin permata. Simpanlah sebagai bukti bahwa kau ahli warisku, dan nanti wariskan kepada anak-cucumu. Harganya mahal, bentuknya indah, dan juga memiliki kemampuan untuk membuka pintu kekayaan.”

Beberapa tahun kemudian, si Kaya itu mempunyai anak laki-laki lagi. Ketika anak itu sudah dewasa, ayahnya memberi pula cincin serupa, disertai nasihat yang sama. Hal yang sama juga terjadi atas anak laki-lakinya yang ketiga, yang terakhir.

Ketika si Tua sudah meninggal dan anak-anaknya menjadi dewasa, masing-masing mengatakan keunggulannya sehubungan dengan cincin yang dimilikinya. Tak ada seorangpun yang bisa memastikan cincin mana yang paling berharga.

Masing-masing anak mempunyai pengikut, yang menyatakan cincinnya memiliki nilai dan keindahan lebih unggul. Namun kenyataan yang mengherankan adalah bahwa pintu kekayaan itu selama ini masih juga tertutup bagi pemilik cincin itu, juga bagi pengikutnya terdekat. Mereka tetap saja meributkan hak yang lebih tinggi, nilai, dan keindahan sehubungan dengan cincin tersebut.

Hanya beberapa orang saja yang mencari pintu kekayaan si Tua yang sudah meninggal itu. Tetapi cincin-cincin itu memiliki kekuatan magis juga. Meskipun disebut kunci, cincin-cincin itu tidak bisa langsung dipergunakan membuka pintu kekayaan.

Sudah cukup kalau diperhatikan saja, salah satu nilai dan keindahannya tanpa rasa persaingan atau rasa sayang yang berlebihan. Kalau hal itu dilakukan, orang yang melihatnya akan bisa mengatakan tempat kekayaan itu, dan dapat membukanya dengan hanya menunjukkan lingkaran cincin itu. Harta itu pun memiliki nilai lain: tak ada habisnya.

Sementara itu para pembela ketiga cincin itu mengulang-ngulang kisah leluhurnya tentang manfaatnya, masing-masing dengan cara yang agak berbeda.

Kelompok pertama beranggapan bahwa mereka telah menemukan harta itu. Yang kedua berpikir bahwa kisah itu hanya ibarat saja. Yang ketiga menafsirkannya sebagai kemungkinan membuka pintu ke arah masa depan yang dibayangkan sangat jauh dan terpisah.

Catatan

Kisah ini, yang oleh beberapa pihak dianggap mengacu ke tiga agama: Judaisme, Kristen, dan Islam, muncul dalam bentuk-bentuk yang berbeda dalam Gesta Romarzorum dan karya Boccacio Decameron.

Versi di atas itu konon merupakan jawaban salah seorang guru Sufi Suhrahwardi, ketika ditanya mengenai kebaikan pelbagai agama. Beberapa penanggap beranggapan ada unsur-unsur dalam kisah ini yang menjadi sumber karya Swift, Tale of a Tub, ‘Kisah sebuah Bak mandi.’

 

MOZAIK

Fitur Cek Visa Umroh di Aplikasi Cek Porsi Haji

Bagi Anda yang sudah mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji, maka Anda akan mendapatkan Nomor Porsi Haji. Melalui nomor porsi tersebut, Anda bisa mengecek kepastian jadwal keberangkatan ibadah haji Anda.

Ya, Anda bisa mengeceknya melalui website Kementerian Agama RI (Kemenag.go.id). Namun, untuk memudahkan, Anda bisa mendownload aplikasinya dari smartphone Android Anda. Klik di sini!

Saat ini, aplikasi Cek Porsi Haji besutan Albani Studio ini, dilengkapi berbagai fitur unggulan, di antaranya artikel keislaman yang muncul setiap hari.

Selain itu, yang paling anyar, kini ada fitur baru, yaitu Cek Visa Umroh untuk calon jamaah umroh. Fitur ini bisa memonitor status visa umroh Anda, apakah sudah diproses atau belum.

Tentu saja, tujuan Aplikasi ini untuk memberikan informasi kepastian keberangkatan haji dan umroh Anda ke Tanah Suci. harapannya,dengan aplikasi ini, kita semua terhindar dari pihak-pihak yang merugikan kita, sehingga terhindar dari money game. Semoga banyak bermanfaat. Amien.

Sekolah Ramadhan, Momentum Kembali ke Fitrah

Tanpa terasa, bulan Ramadhan kembali tiba. Bulan penuh keberkahan yang di dalamnya Allah SWT menurunkan banyak anugerah.

Seperti biasanya, bulan ini disambut dengan penuh sukacita dan semangat oleh kaum Muslimin, baik tua maupun muda. “Sebuah kegembiraan yang tidak dapat diukur melalui kacamata dunia yang fana ini,” kata  Ketua umum Rabithah Alawiyah Habib Zen bin Smith dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (25/5).

Habib Zen menambahkan, Ramadhan sejatinya adalah sebuah sekolah yang di dalamnya sarat akan nilai-nilai luhur kemanusiaan. “Nilai-nilai yang dapat menjadikan seorang Muslim kembali kepada fitrahnya, kembali kepada kemuliaannya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang padanya dituntut kedisiplinan fisik, mental dan tentu saja waktu dalam menjalankannya,” tuturnya.

Di dalam bulan ini Allah SWT memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk lebih mendekatkan diri dan membukakan pintu ampunan serta rahmat-Nya yang amat luas bagi mereka yang sungguh-sungguh menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangNya. “Ramadhan dapat diibaratkan sebagai sebuah kawah candradimuka, yang di dalamnya kekuatan sejati kaum Muslimin sebagai rahmatan lil ‘alamin kembali diperbaharui,” paparnya.

DPP Rabithah Alawiyah, kata Zen,  mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi kaum Muslimin. DPP Rabithah Alawiyah  juga ingin kembali mengingatkan hakikat utama puasa, yaitu untuk menjadikan kita orang-orang yang bertakwa.

“Melihat perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara belakangan ini, yang penuh dengan hiruk-pikuk dan seolah tanpa akhir, maka sudah selayaknya momen Ramadhan kali ini dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan introspeksi diri untuk kembali ke fitrah sebagai manusia yang berakhlak luhur,” ujar Zen.

Rabithah Alawiyah, kata Zen, mengajak kaum Muslimin untuk melakukan perenungan kembali atas apa yang telah terjadi seraya menjadikannya sebagai pelajaran berharga untuk melangkah ke arah yang lebih baik. “Ramadhan sebagai sekolah kehidupan tentunya merupakan wahana yang tepat untuk mewujudkannya,” papar  Habib Zen  bin Smith.

 

Habib Zen bin Smith

REPUBLIKA

Saudi Tetapkan Awal Ramadhan Jatuh pada Sabtu

Mahkamah Agung Arab Saudi, Kamis (25/5), menetapkan awal bulan Ramadhan jatuh pada Sabtu (27/5). Seperti dikutip Al Arabiya, Saudi belum lihat bulan baru pada pengamatan kemarin.

Bulan baru merupakan tanda di mulainya Ramadhan yang merupakan bulan kesembilan dari kalender Islam. Umat Islam mengacu pada kalender bulan dalam menghitung tanggal.

Ramadhan merupakan bulan yang suci bagi umat Islam. Pada bulan ini, lebih dari 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia akan berpuasa. Umat Islam dilarang untuk makan dari mulai Subuh hingga terbenamnya matahari.

Di Indonesia, pemerintah akan memulai sidang itsbat pada Jumat malam. Namun diyakini, perkiraan Pemerintah Indonesia tak akan jauh berbeda dengan Saudi. Puasa akan dimulai besok dan tarawih nanti malam.

 

REPUBLIKA