Makan Berlebihan Sumber Utama Penyakit

Di zaman modern ini, pola makan bisa jadi tidak terkendali. Banyaknya makanan dan minuman siap saji dengan kalori dan gula yang tinggi menyebabkan munculnya penyakit. Kemudahan mendapatkan makanan dan minuman siap saji, jajan dan kue sebagai cemilan setiap saat juga menjadi pola hidup zaman modern. Tentunya manusia yang sangat minim bergerak karena dimanjakan oleh teknologi juga mendukung berbagai penyakit muncul dengan mudah.

Dalam ajaran Islam yang mulia, manusia diperintahkan oleh Allah agar makan secukupnya saja dan tidak berlebihan.

Allah berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,

قال بعض السلف : جمع الله الطب كله في نصف آية : ( وكلوا واشربوا ولا تسرفوا )

“Sebagian salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.” [1]

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa perut manusia adalah wadah yang paling buruk yang selalu diisi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas” [2]

Maksudnya, perut yang penuh dengan makanan bisa merusak tubuh. Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury menjelaskan,

ﻭﺍﻣﺘﻼﺅﻩ ﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺪﻧﻴا

“Penuhnya perut (dengan makanan) bisa menyebabkan kerusakan agama dan dunia (tubuhnya)” [3]

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.” [4]

Jika sampai full kekenyangan yang membuat tubuh malas dan terlalu sering kekenyangan, maka hukumnya bisa menjadi haram. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,

وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat perut penuh dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Hukumnya dapat berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, pent).” [5]

Demikian semoga bermanfaat

 

MUSLIMorid

Kembalilah Ke Tugas Utamamu

Akhir-akhir ini, banyak orang bahkan penuntut ilmu dan ustadz tersedot waktu, energi dan pikiran untuk mengikuti berita perkembangan politik praktis negeri ini yang semakin carut marut.

Beberapa penuntut ilmu bahkan ustadz mendadak berubah profesi dari pendakwah menjadi pengamat politik bahkan politikus yang mengulas dan menganalisa peta politik sehingga tersibukkan dari tugas mulia yang inti.

Lebih para lagi, para awam yang tidak mengerti thaharah (bersuci) dan shalat pun berani berbicara masalah besar tanpa kontrol dan kendali seakan ulama kibar dan Mufti.

Saudaraku, manhaj salaf yang saya kenal sejak dulu adalah menyibukkan diri dengan ilmu, amal dan dakwah, bukan dengan politik praktis zaman ini yang penuh dengan noda-noda yang bertentangan dengan syariat Islam yang mulia. Dahulu Syaikh Albani berkata:

من السياية اليوم ترك السياية

“Termasuk politik syar’i zaman ini adalah meninggalkan politik praktis”.

Sungguh, sebuah nasehat dan ucapan yang sangat indah. Dan lebih indah lagi jika kita mengamalkannya, lebih-lebih dalam situasi hiruk-pikuk politik yang melelahkan saat ini.

Ayo kembali ke tugas kita, ilmu, amal dan dakwah. Mari kita menghargai waktu kita, kembali membenahi hubungan kita dengan Allah saat fitnah seperti ini. Bukankah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

العبادة في الهرج كهجرة إلي

Ibadah saat kacau pahalanya sepertinya hijrah padaku” (HR. Muslim no. 2948).

Mungkin Anda bertanya-tanya, kenapa bisa begitu? Karena saat situasi kacau, biasanya banyak orang lalai dari ibadah kepada Allah.

Bukan berarti kita tidak memikirkan masalah negeri, tapi kita punya cara sendiri menghadapinya berdasarkan tuntunan ilahi yaitu dengan menyibukkan ibadah. Kalaupun berbicara tentang politik, biarlah hal itu kita serahkan kepada orang-orang yang ahli di bidangnya dari ulama dan umara’ tanpa menyibukkan umat dan memprovokasi menuju anarkisme, demonstrasi dan pertumpahan darah.

Sekali lagi, mari bersikap tenang, jangan sibukkan diri kita dengan politik praktis.

Wahai para penuntut ilmu dan para ustadz, tolong ajarkanlah kami kembali kepada ilmu yg bermanfaat, gandenglah tangan kami menuju surga, jangan sibukkan kami terlibat dan terjun dalam dunia politik praktis yang kotor.

Semoga Allah memperbaiki keadaan negeri ini.

***

Penulis: Ust. Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi

 

 

Artikel Muslim.or.id

10 Terapi Mabuk Cinta

Kata orang, cinta itu buta. Virus hati yang mengatasnamakan cinta ternyata telah menelan banyak korban. Sering kita dengar seorang remaja yang nekat bunuh diri karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Bahtera rumah tangga bisa hancur jika ada cinta terlarang di dalamnya. Ada pula cinta yang membinasakan dan sekaligus memalukan, yaitu mencintai kepada sesama jenis.

Cinta kepada orang lain yang didominasi karena syahwat disebut al ‘isyq. Jika hawa nafsu menuruti cinta ini akan terjerat dalam mabuk cinta. Ini adalahpenyakit. Jika tidak dibentengi oleh aturan syariat yang benar, cinta ini bisa menjadi mabuk cinta yang terlarang.  Mabuk cinta bisa menjangkiti siapa saja. Tidak hanya pemuda, bahkan mereka yang sudah berkeluarga. Berikut 10 terapi bagi orang sedang dimabuk cinta.

(1). Menikah

Jika memungkinkan bagi orang yang sedang mabuk cinta untuk meraih cinta pujaan hatinya dengan ketentuan syariat, maka inilah terapi yang paling utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

“ Wahaii sekalian pemuda, barangsiapa yang sudah mampu untuk menikah maka hendaklah dia segera menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran perbuatan zina. ” (H.R Bukhari dan Muslim)

Hadits ini memberikan dua solusi, yaitu solusi utama dan solusi alternatif. Solusi petama adalah menikah. Jika ini bisa dilakukan, maka inilah yang terbaik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَمْ أَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ

Saya belum pernah melihat (solusi) untuk dua orang yang saling jatuh cinta selain menikah (HR. Ibnu Majah, shahih).

Adapun bagi yang belum mampu menikah, maka ada solusi alternatif yaitu berpuasa untuk meredam gejolak syahwatnya.

(2). Meninggalkan Si Dia

Jika tidak memungkinkan untuk menikahi orang yang dicintai, solusinya adalah meninggalkan pujaan hatinya sejauh-jauhnya. Menjauh dari kota tempat tinggal si dia adalah di antara obat mabuk asmara, sebagaimana sebuah perkataan :

البعيد عن العين بعيد عن القلب

Sesuatu yang jauh dari pandangan mata, akan jauh pula di hati”.

Maka hendaknya orang yang sedang mabuk cinta pergi ke daerah lain dan meninggalkan kota tempat tinggal orang yang dia cintai. Orang yang dia cintai memiliki peran penting, maka hendaknya dia menjauh darinya sehingga dia tidak lagi mendengar kabar berita si dia, tidak melihatnya , serta tidak mendengar ucapannya. Dengan demikian sedikit demi sedikit dia bisa melupakannya dan hilanglah penderitaann mabuk cinta yang dialaminya.

(3). Membayangkan Kejelekan Pujaan Hati

Dalam pandangan orang yang sedang mabuk cinta, pujaan hatinya seolah-olah tidak punya aib sama sekali. Yang tampak darinya hanya kebaikan, tanpa cela dan cacat sedikitpun. Maka termasuk obat bagi hawa nafsu yang sedang mabuk cinta adalah dengan membayangkan kejelekan yang ada pada orang yang dia cintai. Ibnu Mas’ud radhiyalllahu ‘anhu pernah berkata :

إذا أعجبت أحدكم امرأة فليذكر مناتنها

” Jika kalian kagum terhadap seorang wanita, maka ingatlah hal-hal buruk yang ada padanya “

(4). Meninggalkan Keharaman

Cinta buta yang dialami orang yang mabuk asmara ternyata sebagiannya merupakan cinta yang terlarang. Seperti mencintai wanita yang merupakan istri orang lain. Cinta seperti ini jelas merupakan perbuatan haram dan harus ditinggalkan.

Demikian pula termasuk cinta terlarang adalah mencintai sesama jenis. Ini merupakan perbuatan haram sebagaimana Allah melaknat dan membinasakan kaum Luth :

فَطَمَسْنَا أَعْيُنَهُمْ

“ lalu Kami butakan mata mereka “ (Al Qomar : 37)

فَلَمَّا جَاء أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. “ ( Huud : 82)

فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ

Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. “ (Al Hijr : 73)

Inilah ancaman berat dan mengerikan bagi pecinta sesama jenis. Cinta yang terlarang dan merupakan keharaman yang harus ditinggalkan.

(6). Memperhatikan Akibat Buruk dari Penyakit ‘Isyq

Penyakit ‘isyq bisa mengakibatkan bahaya besar yang merusak. Mabuk cinta akan menjadikan manusia bodoh, lupa diri, dan akan mengurangi akal dan kebijaksanaannya. Mabuk cinta juga menyebabkan kegundahan, kekhawatiran, ketakutan akan perpisahan, rasa kesempitan di dunia, dan juga ancaman di akhirat.

Jika pada diri seseorang ada penyakit yang akan menyebabkan kebinasaan, maka dia pasti akan menempuh berbagai cara  mengobatinya. Demikian pula penyakit ‘isyq, ini merupakan penyakit hati yang membinasakan sehingga harus segera diobati apabila seseorang sudah terjangkiti penyakit ini.

(7). Banyak Berdoa

Bagi seorang mukmin, doa adalah senjata ampuh, obat untuk segala macam penyakit, dan solusi untuk beragam persoalan. Allah Ta’ala berfirman :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku “ (Al Baqarah : 182)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengajarkan doa :

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

“ Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, kejelakan pada penglihatanku, kejelekan pada lisanku, kejelekan pada hatiku, serta kejelakan pada mani atau kemaluanku .“ (HR. Tirmidzi, hasan)

Doa lain yang Nabi ajarkan :

اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

“ Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina.” (HR. Muslim)

(8). Bersabar

Untuk mengobati penyakit ‘isyq memang membutuhkan kesabaran ekstra. Kesabaran hasil akhirnya adalah sesuatu yang terpuji. Pertolongan bagi seorang hamba akan senantiasa menyertai kesabarannya. Berat dan pahitnya sabar di dunia saat ini lebih baik daripada beratnya menanggung siksaan di neraka jahannam nanti.

(9). Bersungguh-Sungguh  

Dibutuhkan kesungguhan hati dalam mengobati penyakit ini. Dengan niat yang benar dan usaha yang penuh dengan kesungguhan, niscaya Allah akan beri jalan kemudahan. Allah Ta’alaberfirman :

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

Dan orang-orang yang berjihad bersunggguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami “ (Al Ankabut :69)

(10)  Berkonsultasi dengan Orang Yang Selamat dari Penyakit  ‘Isyq

Hendaknya orang yang sedang terjangkit penyakit ‘isyq berkonsultasi dengan orang yang pernah mengalami mabuk cinta dan selamat darinya. Meminta solusi dan nasihat darinya akan membantu untuk mengobati penyakit ini.

Demikianlah di antara kiat agar selamat dari bahaya mabuk cinta. Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad.

 

Penulis: dr. Adika Mianoki
Artikel: Muslim.or.id

Maraknya Zina Di Hari Valentine

Hari valentine bagi pemuda-pemudi barat tidak lepas dari hubungan seks, baik pra nikah maupun pasca nikah. Padahal hubungan seks pra-nikah adalah perbuatan zina yang sangat menjijikan dan merupakan dosa besar.

Hari Valentine dan Zina

Tahukah anda bahwa hari Valentine bagi sebagian pemuda-pemudi barat adalah hari yang spesial sehingga mereka berharap bisa melakukan hubungan seks pertama kali di hari itu? Bahkan hari valentine bagi mereka tidak lepas dari pembicaraan mengenai hubungan seks. Dengan mudah anda bisa membaca “rahasia umum” ini dari bahasa-bahasa menjijikkan mereka di social media seputar hari valentine. Bahkan statistia.com merilis bahwa 32% responden mereka yang merupakan warga Amerika berusia 18 tahun ke atas, menyatakan berniat untuk melakukan hubungan seks di hari Valentine1. Masih dari situs statistia.com, bahwa 16% responden yang berstatus lajang, berniat untuk melakukan hubungan seksual dan 59% responden yang berstatus berpacaran juga demikian2. Angka-angka ini menunjukkan betapa hari Valentine tidak lepas dari budaya zina. Allahul musta’an!

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid menyebutkan:

عيد الحب عيد روماني جاهلي ، استمر الاحتفال به حتى بعد دخول الرومان في النصرانية ، وارتبط العيد بالقس المعروف باسم فالنتاين الذي حكم عليه بالإعدام في 14 فبراير عام 270 ميلادي ، ولا زال هذا العيد يحتفل به الكفار ، ويشيعون فيه الفاحشة والمنكر

“Hari Valentine adalah hari raya bangsa Romawi jahiliah. Hari tersebut terus berlangsung hingga masuknya bangsa Romawi ke dalam agama Nashrani. Hari ini dikaitkan dengan seorang pastur yang bernama Valentine yang dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270M. Hingga kini hari tersebut masih dirayakan orang-orang kafir dan mereka sebarkan perbuatan fahisyah (zina) serta berbagai kemungkaran di dalamnya”3.

Nahasnya, budaya zina ini mulai ditiru oleh pemuda-pemudi Islam. Awalnya mereka sekedar meniru perayaan hari Valentine saja dengan mengadakan perayaan-perayaan, membagi hadiah dan semacamnya. Namun lambat laun mereka juga meniru budaya zina di hari Valentine.

Besarnya dosa zina

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32).

Tingkat fatalitas zina dalam ayat ini bisa kita ketahui dari beberapa poin:

  1. Penggunaan kata “jangan dekati” ini menunjukkan kerasnya larangan berzina karena mencakup juga semua hal-hal yang bisa menjerumuskan kepada zina. Maka semua hal yang bisa menjerumuskan kepada zina itu terlarang.
  2. Zina disebut sebagai fahisyah yaitu dosa yang sangat buruk karena dipandang buruk oleh syariat, oleh akal dan oleh fitrah yang lurus. Karena dengan melakukan zina maka ia telah melanggar hak Allah, melanggar hak wanita dan suaminya, merusak rumah tangga, mengacaukan nasab dan kerusakan yang lainnya
  3. Zina disebut sebagai “jalan yang buruk”, yaitu maknanya dosa yang besar.

(Taisir Karimirrahman, Syaikh As Sa’di).

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya: “dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab: “engkau menjadikan tandingan bagi Allah (baca: berbuat syirik) padahal Ia yang menciptakanmu”. Ibnu Mas’ud bertanya: “lalu apa lagi?”. Beliau menjawab: “Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu”. Ibnu Mas’ud bertanya: “lalu apa lagi? Beliau menjawab: “engkau berzina dengan istri tetanggamu“” (HR. Al Bukhari no. 4483).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن

Pezina tidak dikatakan mukmin ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57).

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:

الإيمان نزه فمن زنا فارقه الإيمان ، فمن لام نفسه وراجع راجعه الإيمان

Iman itu suci. Orang yang berzina, iman meninggalkannya. Jika ia menyesal dan bertaubat, imannya kembali” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Syu’abul Iman, di-shahihkan Al Albani dalam Takhrij Al Iman, 16).

Pelaku zina, hukumannya dicambuk atau dirajam

Karena sangat keji dan buruknya perbuatan zina, hukuman bagi pelaku zina pun sangat mengerikan dan menyakitkan. Agar manusia menjauh sejauh-jauhnya dari perbuatan ini. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al Karim:

الزَّانِيَة وَالزَّانِي فاجلدوا كل وَاحِد مِنْهُمَا مائَة جلدَة وَلَا تأخذكم بهما رأفة فِي دين الله إِن كُنْتُم تؤمنون بِاللَّه وَالْيَوْم الآخر وليشهد عذابهما طَائِفَة من الْمُؤمنِينَ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (QS. An Nur: 2).

Hukuman yang disebutkan ayat ini adalah bagi pezina yang belum menikah dan belum pernah menikah. Adapun bagi muhshan, orang yang sudah pernah menikah walaupun sekali, jika berzina maka hukumannya adalah dirajam sampai mati. Imam Adz Dzahabi Asy Syafi’i mengatakan:

قَالَ الْعلمَاء هَذَا عَذَاب الزَّانِيَة وَالزَّانِي فِي الدُّنْيَا إِذا كَانَا عزبين غير متزوجين فَإِن كَانَا متزوجين أَو قد تزوجا وَلَو مرة فِي الْعُمر فَإِنَّهُمَا يرجمان بِالْحِجَارَةِ إِلَى أَن يموتا

“Para ulama mengatakan ini (cambukan) adalah hukuman bagi pezina laki-laki maupun pezina perempuan di dunia. Namun jika mereka berdua masing-masing sudah menikah, atau pernah menikah walaupun hanya sekali, maka hukumannya adalah dirajam sampai mati” (Al Kabair, 50).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata,

أن رجلاً من أسلمَ، جاء النبيَّ صلى الله عليه وسلم فاعترف بالزنا، فأعرض عنه النبيُّ صلى الله عليه وسلم حتى شَهِدَ على نفسِه أربعَ مراتٍ، قال له النبيُّ صلى الله عليه وسلم:أبك جنونٌ؟ قال: لا، قال: آحصَنتَ؟. قال: نعم، فأمرَ به فرُجِمَ بالمصلى، فلما أذلقته الحجارةُ فرَّ، فأُدرِك فرُجِمَ حتى مات. فقال له النبيُّ صلى الله عليه وسلم خيرًا، وصلى عليه

Ada seorang lelaki, yang sudah masuk Islam, datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengakui dirinya berbuat zina. Nabi berpaling darinya hingga lelaki tersebut mengaku sampai 4 kali. Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah engkau gila?’. Ia menjawab: ‘Tidak’. Kemudian beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau pernah menikah?’. Ia menjawab: ‘Ya’. Kemudian beliau memerintah agar lelaki tersebut dirajam di lapangan. Ketika batu dilemparkan kepadanya, ia pun lari. Ia dikejar dan terus dirajam hingga mati. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan hal yang baik tentangnya. Kemudian menshalatinya” (HR. Bukhari no. 6820).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، إلا بإحدى ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه التارك للجماعة

Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676)

Demikianlah ngerinya dosa zina, maka hukumannya pun berat dan ngeri. Namun pezina yang ditegakkan dihukuman atasnya, itu menjadi penghapus dosa zinanya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ

Barangsiapa yang melakukan salah satu dari itu (syirik, mencuri, berzina, membunuh anak) maka hukuman yang ditegakkan atasnya di dunia adalah kafarah (penghapus dosa) baginya” (HR. Al Bukhari no. 18).

Dan ditegakkannya hukuman demikian bagi pezina, merupakan perlindungan bagi keamanan dan kehormatan umat manusia. Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan:

تطبيق الحدود فيها حماية؛ حمايةٌ للنفس، وحماية للعِرض، وحماية للمال، وحماية للأمن، أمن الجميع. وفيها حماية للمسلمين والضرورات الخمس التي هى: حفظ الدين، حفظ النفس، حفظ العِرض، حفظ المال،هذه هى الضرورات الخمس. وكل واحدة لها عقوبةً محددة، حتى يأمنَّ الناس على دمائهم وعلى أعراضِهم وعلى أموالهم، وكل حدود الله رحمة

“Penerapan hudud merupakan upaya perlindungan. Yaitu perlindungan bagi jiwa, kehormatan, harta serta sebagai penjagaan stabilitas keamanan masyarakat. Dan dalam penerapan hudud juga terdapat perlindungan bagi kaum Muslimin dalam dharuriyatul khams (lima perkara urgen), yaitu: penjagaan agama, penjagaan jiwa (nyawa), penjagaan kehormatan, penjagaan akal, dan penjagaan harta. Inilah dharuriyatul khams. Pelanggaran terhadap setiap poin ini terdapat hukuman tertentu. Sehingga terciptalah keamanan bagi darah manusia, kehormatan mereka, dan harta mereka. Setiap hudud yang Allah tetapkan itu merupakan rahmat”4.

Tentu saja yang berwenang menegakkan hukum ini adalah ulil amri atau orang yang mewakili ulil amri, bukan setiap orang.

Merebaknya zina merupakan sebab Allah timpakan bencana kepada suatu kaum

Allah Ta’ala berfirman:

كُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” (Qs. Al-Ankabut: 40).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ما ظهرتِ الفاحشةُ في قومٍ قطُّ يعملُ بها فيهم علانيةً ؛ إلا ظهر فيهم الطاعونُ والأوجاعُ التي لم تكن في أسلافِهم

Tidaklah merebak perbuatan fahisyah di suatu kaum secara yang dilakukan terang-terangan, kecuali akan menyebar di kaum tersebut penyakit tha’un, dan berbagai penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang sebelum mereka” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 3/1225, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 2187).

Dari Ummu Salamah radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

إذا ظهرت المعاصي في أمتي، عَمَّهم بعذاب من عنده” . فقلت: يا رسول الله، أما فيهم أناس صالحون؟ قال: “بلى”، قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قال: “يصيبهم ما أصاب الناس، ثم يصيرون إلى مغفرة من الله ورضوان“

Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih? Rasulullah menjawab: Ya. Ummu Salamah berkata: Mengapa mereka terkena juga? Rasulullah menjawab: Mereka terkena musibah yang sama sebagaimana yang lain, namun kelak mereka mendapatkan ampunan Allah dan ridha-Nya” (HR. Ahmad no.27355. Al Haitsami berkata: “Hadits ini ada 2 jalur riwayat, salah jalurnya diriwayatkan oleh para perawi yang shahih”, Majma Az Zawaid, 7/217).

Merebaknya zina merupakan tanda akhir zaman

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن من أشراط الساعة : أن يرفع العلم ويثبت الجهل ، ويشرب الخمر ، ويظهر الزنا

Tanda-tanda datangnya kiamat diantaranya: Ilmu agama mulai hilang, dan kebodohan terhadap agama merajalela, banyak orang minum khamr, dan banyak orang yang berzina terang-terangan” (HR. Bukhari no.80).

Tolak dan jauhi budaya Valentine

Telah jelas bagi kita bahwa perayaan Valentine bukan berasal dari Islam, bahkan berasal dari kaum kuffar. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

Orang yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).

Umar bin Khathab radhiallahu’anhu juga mengatakan:

اجْتَنِبُوا أَعْدَاءَ اللَّهِ فِي عِيدِهِمْ

Jauhi perayaan hari-hari raya musuh-musuh Allah” (HR. Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir no. 1804, dengan sanad hasan).

Ditambah lagi dengan kerusakan yang ada pada peringatan ini, yaitu budaya zina, semakin menambah lagi alasan untuk menolak dan menjauhi peringatan ini bagi seorang Muslim yang takut kepada Allah.

Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

ما يترتب على ذلك من المفاسد والمحاذير كاللهو واللعب والغناء والزمر والأشر والبطر والسفور والتبرج واختلاط الرجال بالنساء أو بروز النساء أمام غير المحارم ونحو ذلك من المحرمات، أو ما هو وسيلة إلى الفواحش ومقدماتها، ولا يبرر ذلك ما يعلل به من التسلية والترفيه وما يزعمونه من التحفظ فإن ذلك غير صحيح، فعلى من نصح نفسه أن يبتعد عن الآثام ووسائلها

“Perayaan (hari valentine) ini mengandung berbagai kerusakan dan hal-hal yang dilarang syari’at, seperti perbuatan yang sia-sia, permainan yang sia-sia, nyanyian, musik, kesombongan, terbukanya aurat wanita, tabarruj (menampakkan keindahan wanita) di depan lelaki non mahram, campur baur antara laki-laki wanita, keluarnya wanita dari rumahnya tanpa mahramnya, dan perkara-perkara haram lainnya. Atau perayaan seperti ini juga menjadi sarana terjadinya zina dan hal-hal yang mendekati zina. Hal tersebut tidak dibenarkan hanya dengan alasan mencari hiburan dan selingan, serta pengakuan mereka bahwa mereka dapat menjaga diri mereka. Ini tidak dibenarkan. Maka siapa yang sayang terhadap dirinya, hendaknya dia menjauhi perbuatan dosa dan sarana-sarananya”5.

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah dan taufik kepada kaum Muslimin kepada jalan yang lurus. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru ‘alaihi.

***

 

MUSLIMorid

Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran (3)

5.  Mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah Salah Satu Tujuan Diturunkannya Al-Qur`an

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah telah menjelaskan,

فالقرآن الكريم نزل لأمور ثلاثة: التعبد بتلاوته، وفهم معانيه والعمل به

“Al-Qur`an itu diturunkan untuk tiga tujuan: beribadah dengan membacanya, memahami maknanya dan mengamalkannya” [1]

 

Perhatikanlah, Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah menunjukkan tiga perkara yang menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an. Tentunya ketiga perkara ini sama-sama pentingnya, sama-sama baiknya, sama-sama menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an.

Yang pertama dari tujuan tersebut adalah beribadah kepada Allah dengan membacanya, tentunya membacanya dengan tajwid dan ilmu qira`ah, kedua: memahami makna atau tafsirnya,

ketiga: mengamalkannya

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah salah satu tujuan diturunkannya Al-Qur`an.

Jika seseorang sudah bisa membaca Al-Qur`an atau menghafalnya, ia barulah meraih sepertiga dari tujuan diturunkannya Al-Qur`an. Janganlah berhenti sampai di situ saja, teruskan dengan mempelajari tafsirnya, sehingga ia dapat mengamalkan isi Al-Qur`an.

6. Kesempurnaan Agama dan Dunia Seseorang Didapatkan dengan Mengetahui Tafsir Kitabullah dan Mengamalkannya

Berkata Al-Ashbahani rahimahullah:

و أما من جهة شدة الحاجة فلأن كل كمال ديني أو دنيوي عاجلي أو آجلي مفتقر إلى العلوم الشرعية و المعارف الدينية و هي متوقفة على العلم بكتاب الله تعالى.

“Adapun ditinjau dari kebutuhan (manusia) yang sangat (terhadap Tafsir Al-Qur`an), maka hal ini karena seluruh kesempurnaan agama atau dunia, baik yang disegerakan ataupun diakhirkan, membutuhkan kepada ilmu Syar’i dan pengetahuan agama, sedangkan semua itu terkait erat dengan pengetahuan tentang Kitabullah Ta’ala.” [2]

Sungguh benar ucapan beliau, “bukankah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya dijamin keluar dari kegelapan kepada cahaya?”

Allah Ta’ala berfirman tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS. Ibrahim: 1).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menyampaikan manfa’at kepada makhluk, mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan, kekufuran, akhlak yang buruk dan berbagai macam kemaksiatan kepada cahaya ilmu, iman, dan akhlak yang baik.  Firman Allah بِإِذْنِ رَبِّهِمْyang artinya dengan izin Tuhan mereka, maksudnya: tidaklah mereka mendapatkan tujuan yang dicintai oleh Allah, melainkan dengan kehendak dan pertolongan dari Allah, maka di sini terdapat dorongan bagi seorang hamba untuk memohon pertolongan kepada Tuhan mereka (semata). Kemudian Allah menjelaskan tentang cahaya yang ditunjukkan kepada mereka dalam Alquran, dengan berfirman, إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ yang artinya:“(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” maksudnya: yang mengantarkan kepada-Nya dan kepada tempat yang dimuliakan-Nya, yang mencakup atas ilmu yang benar dan pengamalannya. Dalam penyebutan العزيز الحميد setelah penyebutan jalan yang mengantarkan kepada-Nya, terdapat isyarat kepada orang yang menitinya, bahwa ia adalah orang yang mulia dengan pengaruh kemuliaan Allah, lagi kuat walaupun tidak ada penolong kecuali Allah, dan terpuji dalam urusan-urusannya lagi memperoleh akibat yang baik” (Tafsir As-Sa’di, hal. 478).

Dari penjelasan di atas, sangatlah jelas bahwa barangsiapa yang ingin keluar dari dosa-dosa, ingin keluar dari kekurangan dan kelemahannya menuju kepada kesempurnaan, maka perbanyaklah mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, bukannya justru menyedikitkan hal itu sembari sibuk dengan urusan-urusan dunia, sehingga lalai dari belajar dan mengamalkan Al-Qur`an.

7. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah Sebab yang Besar Didapatkannya Kelezatan dalam Membacanya

Berkata Imam Ahli Tafsir di zamannya dan zaman setelahnya, sekaligus penulis kitab tafsir Jami’ul Bayan, Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah,

إني لأعجب ممن قرأ القرآن ولم يعلم تأويله كيف يلتذ بقراءته؟

“Sesungguhnya saya benar-benar heran kepada orang yang membaca Al-Qur`an, namun ia tidak mengetahui tafsirnya, maka bagaimana ia bisa merasakan kelezatan bacaannya?” (Mu’jamul Adibba`: 8/63, dinukil dari Muhadharat fi ‘Ulumil Qur`an).

Dengan demikian, jelaslah urgensi mempelajari tafsir  Al-Qur`an Al-Karim. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang dimudahkan mempelajari tafsir Kalam-Nya dan mengamalkannya. Amiin.

[Selesai]

 

MUSLIMorid

Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran (2)

Ucapan Emas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah!

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,

العادة تمنع أن يقرأ قوم كتاباً في فن من العلم، كالطب والحساب، ولايستشْرِحوه، فكيف بكلام الله الذي هو عصمتهم، وبه نجاتهم وسعادتهم، وقيام دينهم ودنياهم

“Adat kebiasaan manusia itu menolak jika ada sekelompok orang yang membaca suatu buku dalam disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran dan matematika, namun mereka tidak mau mengetahui makna/maksudnya,(jika demikian kenyataannya),bagaimana dengan Kalamullah yang menjadi penyebab tercegahnya seseorang dari kebinasaan, penyebab kesuksesan, kebahagiaan mereka dan penyebab tegaknya urusan agama serta dunia mereka.”[1]

3.  Ancaman bagi Orang yang Tidak Mentadaburi Al-Qur`an adalah Akan Dikunci Hatinya

Firman Allah Ta’ala

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`an bahkan hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

يقول تعالى آمرا بتدبر القرآن وتفهمه، وناهيا عن الإعراض عنه، فقال: {أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها} أي: بل على قلوب أقفالها ، فهي مطبقة لا يخلص إليها  شيء من معانيه

“Allah Ta’ala berfirman, memerintahkan (hamba-Nya) untuk mentadaburi dan memahami Al-Qur`an dan melarangnya berpaling darinya, dengan berfirman,{أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها},yaitu bahkan hati mereka terkunci, maka hati tersebut tertutup, tidak ada satu makna Al-Qur`an pun yang masuk ke dalam hatinya” (Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah, jilid.4 hal. 459).

Berkata Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah,

أن الله تعالى وبخ أولئك الذين لا يتدبرون القرآن، وأشار إلى أن ذلك من الإقفال على قلوبهم، وعدم وصول الخير إليها

“Bahwa Allah Ta’ala mencela orang-orang yang tidak mentadaburi Al-Qur`an,dan mengisyaratkan bahwa hal itu termasuk bentuk dari penguncian hati mereka serta tidak bisa sampainya kebaikan kepada hati mereka” (Ushulun fit Tafsir, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, hal.23)

4. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an sebagai Sebab Terhindar dari Kesesatan Di Dunia dan Tercapai Kebahagiaan di Akhirat

Di antara keutamaan mempelajari tafsir Al-Qur`an adalah terhindar dari kesesatan di dunia dengan meniti jalan lurus yang ditunjukkan Al-Qur`an, serta masuk kedalam Surga dan selamat dari siksa di akhirat. Imam Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan dalam kitab Tafsirnya,

“Amr bin Qais Al-Mula`i dari Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,

تضمن الله لمن قرأ القرآن، واتبع ما فيه أن لا يضل في الدنيا ولا يشقى في الآخرة ، ثم تلا هذه الآية

“Allah menjamin barangsiapa yang membaca Al-Qur`an dan mengikuti ajaran yang terkandung didalamnya, maka ia akan tidak sesat di dunia dan tidak sengsara di akhirat, lalu Ibnu Abbas membaca ayat berikut ini.

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

Lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (QS. Thaha: 123).

[Bersambung]

 

MUSLIMorid

Keutamaan Mempelajari Tafsir Alquran (1)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Apakah “Tafsir” itu?

Tafsir (التفسير), secara bahasa diambil dari kata الفسر yang bermakna menyingkap sesuatu yang tertutup sehingga menjadi jelas.[1] Jadi, sebagaimana dijelaskan oleh pakar bahasa Arab, Ibnul Faris dalam Mu’jam Maqayis Al-Lughah bahwa makna bahasa dari kata tafsir adalah penjelasan sesuatu.[2] Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala

وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) syubhat, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” (QS. Al-Furqan: 33).

Adapun secara istilah, beragam para ulama dalam mendefinisikannya, Syaikh Al-Utsaimin dalam kitabnya Ushulun fit Tafsir mendefinisikan istilah tafsir dengan definisi berikut.

بيان معاني القرآن الكريم

“Penjelasan makna Al-Qur`an Al-Karim.”[3]

Az-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan fi ‘Ulumul Qur`an mendefinisikan tafsir sebagai berikut.

علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه.

“Ilmu yang dengannya dapat diiketahui (kandungan) Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dapat diketahui penjelasan makna-maknanya serta bisa dikeluarkan hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya” (Al-Burhan fi ‘Ulumul Qur`an, hal. 22).

 

Wallahu a’lam, definisi yang tepat adalah definisi yang disampaikan oleh Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah di atas, dan insyaallah akan ditulis sebuah artikel yang menjelaskan tentang alasan ilmiahnya.

Keutamaan Mempelajari Tafsir Al-Qur`an

Ilmu tafsir Al-Qur`an termasuk ilmu yang paling mulia. Hal ini ditinjau dari beberapa alasan berikut ini.

1. Materi Ilmu Tafsir adalah Materi Pelajaran yang Paling Mulia

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Miftah Daris Sa’adah: 1/86 mengatakan,

وهو أن شرف العلم تابع لشرف معلومه

“Bahwa kemuliaan sebuah ilmu mengikuti kemuliaan materi yang dipelajari dalam ilmu tersebut.”

Jelaslah bahwa ilmu Tafsir termasuk ilmu yang paling mulia karena materi yang dipelajari darinya adalah kalamullah. Hal ini karena tidak ada satu pun dari ucapan yang lebih mulia dari firman Allah Ta’alaoleh karena itu pantaslah jika termasuk diantara ilmu yang paling mulia.

2. Mempelajari Tafsir Al-Qur`an adalah Jenis Mempelajari Al-Qur`an yang Paling Mulia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya” (HR. Imam Al-Bukhari).

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah setelah membawakan hadits di atas, lalu menjelaskan,

وتعلم القرآن وتعليمه يتناول تعلم حروفه وتعليمها، وتعلم معانيه وتعليمها

Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup:

  • (1) mempelajari dan mengajarkan huruf-hurufnya, dan
  • (2) mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya,

وهو أشرف قسمي تعلمه وتعليمه , فإن المعنى هو المقصود، واللفظ وسيلة إليه.

“Yang terakhir inilah (no.2) merupakan jenis mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya yang paling mulia, karena makna Al-Qur`an itulah yang menjadi tujuan yang dimaksud, sedangkan lafadz Al-Qur`an  adalah sarana untuk mencapai maknanya.”

فتعلم المعنى وتعليمه تعلم الغاية وتعليمها

“Maka  mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sebuah tujuan.”

وتعلم اللفظ المجرد وتعليمه  تعلم الوسائل وتعليمها

“sedangkan mempelajari dan mengajarkan lafadz semata (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sebuah sarana.

وبينهما كما بين الغايات والوسائل

“Dan (perbandingan) diantara keduanya seperti perbandingan antara tujuan dan sarana.”[4]

[Bersambung]

 

 

MUSLIMor.id

Sejarah Penafsirkan al-Qur’an di Indonesia (2)

Bagaimanapun, akhirnya, terjemahan tidak beredar luas di masyarakat. Polemik terjemahan The Holy Quran ini membuat seorang ulama, bernama Syeikh Imran Basyuni dari Sambas, tergerak untuk menanyakan keabsahan Holy Quran sebagai sumber ilmu agama kepada Rashid Ridha melalui Majalah Al Manar di Mesir. (Ichwan : 2001). Nyatanya Tafsir Al Manar karya Muhammad Abduhlah yang lebih mewarnai perkembangan tafsir di Hindia Belanda.

Tafsir Al Manar, dimuat oleh Majalah Al Imam sejak 1908. Majalah ini ditenggarai merupakan pers Islam pertama di nusantara, dipimpin oleh Syeikh Thahir Jalaluddin. Majalah ini sangat mempengaruhi Haji Rasul (ayah dari Buya Hamka), sehingga ia membuat majalah Al Munir.

Dari tangan Haji Rasul pula lahir sebuah Tafsir Juz Amma, yang berjudul Al Burhan, Tafsir Juz Amma, di Padang tahun 1922.

Tafsir ini masih menggunakan bahasa Melayu-Jawi yang beraksara Arab. Dari Sumatera Barat pula, ditahun yang sama, lahir sebuah tafsir yang nantinya menjadi cikal bakal tafsir lengkap 30 juz yang berbahasa Indonesia. Tafsir ini dikenal dengan nama Tafsir Al Qur’an Al Karimkarya Mahmud Yunus. (Gusmian : 2002)

Tafsir Mahmud Yunus ini awalnya terbit hanya 3 juz pertama dalam Al Quran saja. Semula tafsir ini ditulis dalam huruf Arab berbahasa Melayu Jawi. Kemudian penulisan tafsir ini dilanjutkan oleh H. Ilyas Muhammad Ali dibawah bimbingan Mahmud Yunus. Lalu pada tahun 1935 penulisan itu dilanjutkan oleh HM Kasim Bakry sampai juz ke 18. Sisanya dilanjutkan oleh Yunus sendiri dan rampung pada tahun 1938. (Gusmian : 2002).*

Tafsir Depag

Di tahun 1930-an penulisan tafsir sedang bergeliat. Selain Tafsir karya Mahmud Yunus, muncul pula Al Furqan Tafsir Qur’an karya A. Hassan dari Persis. Tafsir ini mulanya diterbitkan pada tahun 1928 hanya juz pertama saja. Kesibukan A. Hassan memaksanya menunda kelanjutan tafsir tersebut. Pada tahun 1953, tafsir tersebut ditulis kembali sebanyak 30 juz. Selain tafsir Al Furqon, hadir juga tafsir Al Quran Al-Karim karya tiga serangkai dari Binjai, Langkat, Sumatera Timur. Di tulis oleh Ustadz H. A. Halim Hassan, H. Zainal Arifin Abbas dan Abdurrahim Haitami. Pertama kali diterbitkan dalam bentuk majalah sebanyak 20 halaman, dimulai pada April 1937 dan terbit sebulan sekali.

Selama tahun 1937-1941, tafsir ini terbit dengan memuat juz I dan II dalam bahasa Melayu beraksara arab. Tafsir ini kala itu dipakai diseluruh Sembilan kerajaan di Malaysia. (Gusmian : 2002)

Di era tahun 50-an, dikerjakan penulisan Tafsir Al Quran oleh H. Zainuddin Zamidy dan Fachruddin HS. Tafsir ini kemudian terbit di tahun 1959. Namun tahun 1958, menjadi penanda lahirnya sebuah tafsir yang cukup fenomenal. Lahir dari tangan Buya Hamka, seorang ulama sekaligus sastrawan yang disegani. Awalnya penafsiran ini diberikan melalui kuliah subuh di Masjid Al Azhar, Kebayoran baru, Jakarta.  Dan dimulai dari surah Al Kahfi, Juz ke-15. Kemudian sejak 1962, ceramah tafsir ini dimuat di Majalah Gema Islam dalam suasana politik rezim otoriter orde lama. Pada tanggal 27 Januari 1964, Buya Hamka ditangkap karena dituduh berkhianat pada pemerintah. Selama 2,5 tahun dia ditahan tanpa dibuktikan kesalahannya. Namun dimasa itu pula ia berjabat dengan hikmah. Selama masa penahanannya-lah tafsir fenomenal itu diselesaikan dan akhirnya diterbitkan pada tahun 1967 dengan namaTafsir Al Azhar. (Gusmian : 2002)

Di tahun yang sama pula, 1967, Departemen agama mengeluarkan Tafsirnya yang dikerjakan secara kolektif, berjudul Quran dan Tafsirnya. Tafsir Departemen Agama RI ini, dibawah Yayasan Penyelenggara Penerjemah atau Penafsiran Quran. Salah satu anggota yayasan ini, TM Hasby Ash-Siddieiqy, juga menulis tafsir sejak era 50an dan kemudian diterbitkan tahun 1971 dengan nama Tafsir Al Quran Al karim Al Bayan. (Gusmian : 2002)

Geliat penulisan tafsir setidaknya dimulai sejak ratusan tahun yang lalu. Geliat penulisan tafsir, tampaknya bertolak dari titik yang sama. Buya Hamka ketika menulis tafsir Al Azhar menjelaskan;

“Bangkitnya angkatan muda Islam di tanah air Indonesia dan di daerah-daerah yang berbahasa Melayu hendak mengetahui isi Al Qur’an di jaman sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan mempelajari bahasa Arab. Beribu bahkan berjuta sekarang angkatan muda Islam mencurahkan minat kepada agamanya, karena menghadapi rangsangan dan tantangan dari luar dan dari dalam. Semangat mereka terhadap agama telah tumbuh, tetapi ‘rumah telah kelihatan, jalan ke sana tidak tahu,’ untuk mereka inilah khusus yang pertama ‘tafsir’ ini saya susun.” (Hamka : 2004)

Mungkin semangat inilah yang juga bertolak dari para penafsir Quran di tanah air. Bertolak pada niat mencondongkan hati dan pikiran umat kepada Al Qur’an, yang dirintangi oleh kendala bahasa. Dan mungkin saja diantara banyak tafsir tersebut, ada yang luput dari tulisan singkat ini. Namun setidaknya kita dapat melihat sebuah benang merah yang merangkai penulisan tafsir Qur’an di Indonesia. Meskipun jenisnya beragam, dan ditulis oleh bermacam-macam penafsir dengan latar belakang yang berbeda-beda, namun, kita dapat melihat, di setiap karya mereka, selalu bersandar pada tafsir-tafsir yang lebih awal dan senantiasa merujuk pada tafsir-tafsir yang terkemuka dan diakui keilmuannya.*

Daftar Pustaka

Beck, Herman L. 2005. The Rupture Between The Muhammdiyah and The Ahmadiyya dalam Bijdragen Tot de Taal,- Land en Volkenkunde (BKI) 161-2/3.
Federspiel, Howard M. 1996. Kajian Al-Quran di Indonesia. Bandung: Mizan
Feener, Michael R. 1998. Notes Towards The History of Quranic Exegesis In Southeast Asia dalam Studia Islamika vol. 5 No. 3
Gusmian, Islah. 2002. Khzanah Tafsir Indonesia. Jakarta: Teraju.
Nur Ichwan, Moch. 2001. Differing Responses to An Ahmadi Translation and Exegesis. The Holy Quran in Egypt and Indonesia dalam Archipel Vol. 62
Prof. Dr. Hamka. 2004. Tafsir Al Azhar Jilid I. Jakarta. Pustaka Panjimas.
Riddel, Peter. 1989. Earliest Quranic Exegetic Activity in The Malay Speaking States dalam Archipel Vol 38.
Van Bruissen, Martin. 2012. Kitab Kuning: Buku-buku Berhuruf Arab yang Dipergunakan di Lingkungan Pesantren dalam Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Yogyakarta: Gading

 

Oleh: Beggy Rizkiyansyah

Ilustrsi: Tafsir quran karim oleh prof h mahmud junus … cetakan ke 15 … 1973 m

HIDAYTULLAH

Sejarah Penafsirkan al-Qur’an di Indonesia (1)

Al Qur’an, telah lama menjadi bagian dari umat Islam di Indonesia. Sedari dini, anak-anak di ajarkan dekat dan berinteraksi dengan Al Quran. Salah satu usaha mendekatkan dengan Al Qur’an adalah dengan menafsirkan Qur’an, sehingga Al Qur’an sebagai pedoman hidup mampu lebih dipahami oleh umat. Usaha-usaha menafsirkan Quran oleh para ulama di Nusantara setidaknya telah tercatat sejak abad ke 16. (Gusmian : 2002)

Sebuah naskah tafsir surat Al Kahfi setidaknya telah ditulis pada abad ke 16. Naskahnya dibawa dari Aceh ke Belanda pada awal abad ke 17, oleh seorang ahli bahasa Arab bernama Erpinus (wafat 1624). Manuskrip itu kini menjadi koleksi Cambridge University. Meskipun tidak diketahui penulisnya, namun diperkirakan tafsir ini ditulis pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), dengan muftinya adalah Syams Al Din Sumatrani. Bahkan mungkin pula sebelum masa itu, yaitu pada masa Sultan ‘Ala Al-Din Ri’ayat Syah Sayyid Al Mukammil (1537-1604), dengan mufti Hamzah Al-Fansuri. Tafsir yang bercorak sufistik ini mengacu pada tafsir Al Baydlawi dan Al-Khazin. Dari tafsir ini juga terlihat penulisnya menguasai bahasa Arab dengan baik dan keilmuan yang tinggi. (Riddel;1989)

Satu abad kemudian, masih di Aceh, ditemukan tafsir yang lebih lengkap, 30 juz, yaitu Tarjuman Al Mustafid karya Abd Al Rauf Al Sinkili (1615-1693). Diperkirakan ia menulis tafsir ini sepulangnya dari menuntut ilmu selama 19 tahun di Hijaz.

Tafsir Tarjuman Al Mustafid ini merujuk pada tafsir terkemuka seperti Jalalayn, Al Baydlawi dan Al Khazin. Namun tafsir Jalalayn-lah yang menjadi rujukan paling banyak dalam tafsir ini. Tafsir ini memang ditujukan untuk pendidikan dalam skala luas.

Bahkan, tafsir Tarjuman Al Mustafid terus dicetak berulang kali dan dipakai hingga saat ini, khususnya di Malaysia. (Riddel;1989)
Usaha-usaha penafsiran al-Quran terus dilakukan. Bahkan oleh ulama nusantara yang bermukim di Hijaz. Muhammad Al Nawawi Tanara Bantan (1813-1879) atau yang lebih dikenal dengan Syeikh Nawawi Al Bantani, turut menjejakkan ilmunya dengan menulis tafsir Munir li Ma’alim Al-Tanzil (atau disingkat menjadi Al Munir).

Menurut Snouck Hughronje, tafsir ini dicetak di Makkah pada tahun 1884. Namun baru pada tahun 1887, ketika tafsir ini dicetak di kairo, menjadi lebih dikenal luas.(Gusmian;2002)

Bagaimanapun, tafsir-tafsir yang dihasilkan ulama-ulama nusantara hingga abad ke 19 tidak bisa disebut banyak. Di pesantren-pesantren di Jawa, pelajaran tafsir al-Qur’an bukanlah pelajaran pokok. Kitab-kitab tafsir yang dipakai oleh pesantren biasanya berkisar antara tafsir Jalalayn, Al Baydawi atau Al munir di sebagian kecil tempat.(Van Bruissen : 2012) Kendala bahasa tampaknya menjadi masalah tersendiri.

Meskipun tafsir-tafsir kebanyakan ditulis dengan menggunakan huruf Arab berbahasa Melayu, tetapi kuatnya pengaruh bahasa daerah di tiap wilayah menjadi salah satu rintangan. Bahasa Melayu harus bersaing dengan bahasa daerah setempat.

Tafsir Al Mustafid mungkin saja akan lebih mudah dipahami di wilayah Sumatera yang memang akrab dengan bahasa Melayu.

Namun di Jawa hal ini menjadi lain lagi. Masyarakat awam yang terbiasa dengan bahasa Jawa atau bahasa sunda mungkin tidak terbiasa untuk membaca tafsir berbahasa melayu. (Gusmian; 2002) Hal ini semakin dipersulit dengan romanisasi huruf Arab pegon yang tadinya dipakai untuk perantara tulis menulis.

Persoalan ini membawa dampak serius. Tersendatnya persebaran tafsir disebabkan kendala pencetakan. Segala pencetakan kitab-kitab harus dicetak di Mesir. Di Hindia belanda, mesin cetak yang dipakai telah dirajai oleh mesin cetak beraksara latin. Kairo memang pada akhirnya menjadi era baru pusat penyebaran informasi bagi umat Islam. Membawa pengaruh pula dalam kehidupan pemahaman keagaman di Hindia Belanda.

Pengaruh gerakan reformasi Islam yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh di Kairo terasa hingga ke Nusantara. Murid serta pengikut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dari nusantara seperti Syeikh Tahir Jalaluddin membawa gerakan reformasi Islam ke nusantara melalui penerbitan Majalah Al Imam.

Dalam terbitannya, Al Imam turut memuat Tafsir Al Manar yang ditulis oleh Muhammad Abduh dan diteruskan oleh Rashid Ridha. Pengaruh tersebut begitu kuat pada kaum muslim reformis di Hindia Belanda.

Namun fenomena kebangkitan muslim reformis ini ditanah air menyimpan sebuah kendala. Mereka, para penggerak reformasi Islam di Hindia Belanda sebagian besar adalah para didikan barat yang tak menguasai bahasa Arab.

Akses untuk mendapatkan pengajaran Islam bergantung pada sumber-sumber berhuruf latin atau buku-buku berbahasa asing. Hausnya dahaga akan tafsir Qur’an beraksara latin ini kemudian menimbulkan perkara baru.

Ahmadiyah dan The Holy Quran

Tafsir Quran oleh Maulana Muhammad Ali yang berjudul “The Holy Quran” hadir di Hindia Belanda ditengah kehausan akan tafsir beraksara latin.

Muhammad Ali adalah seorang intelektual Ahmadiyah Lahore (setelah sebelum bersama Ahmadiyah Qadiani). Ia menulis tafsir itu pada tahun 1909. Judul lengkapnya adalah “The Holy Quran Containing the Arabic Text with English Translation and Commentary”. (Ichwan; 2001) Ahmadiyah (Lahore), melalui Mirza Wali Ahmad Baig diperkirakan menjejakkan kaki di Jogjakarta pada tahun 1924.

Nama Ahmadiyah saat itu memang masih samar. Belum diketahui segala tindak tanduknya. Yang diketahui hanyalah Ahmadiyah yang menawarkan semangat yang hampir sama dengan semangat reformasi Islam yang sedang melanda tanah air.

Ahmadiyah juga saat itu dikenal sebagai penentang gigih kristenisasi. Sehingga Ahmadiyah, mulanya diterima dengan baik oleh para aktivis Islam dari kalangan reformis, terutama Muhammadiyah. Penyimpangan Ahmadiyah saat itu belum terkuak. (Beck;2005)

Kehadiran Mirza Wali Ahmad Baig yang langsung mendapatkan tempat spesial di Muhammadiyah, hingga ia, dapat berkenalan dengan berbagai aktivis Islam kala itu. Termasuk dengan HOS Tjokroaminto.

Lewat Mirza Wali Ahmad Baig inilah kemungkinan Tjokroaminoto membaca dan tertarik pada Holy Quran hingga berupaya menerjemahkan tafsir tersebut ke bahasa melayu. Apalagi Usaha penerjemahan ini mendapatkan persetujuan pribadi dari H. Fachrodin, seorang tokoh Muhammadiyah dan Sarekat Islam.  

Namun hal ini segera menjadi kontroversi, ketika kemudian Haji Rasul (ayah Buya Hamka) menentang kehadiran Ahmadiyah dan menyingkap penyimpangan Ahmadiyah. Sejak itu Muhammadiyah mulai menjauhi Ahmadiyah. Imbasnya juga berdampak pada proyek penerjemahan Tafsir Holy Quran Tjokroaminoto. Pada Kongres Ulama tahun 1928, yang berafiliasi dengan Sarekat Islam, kritik mulai berdatangan pada tafsir tersebut. Polemik ini semakin memanas, karena sebagian terjemahan tersebut telah dipublikasikan di Harian Fajar Asia pimpinan Tjokroaminoto. Kritik yang berdatangan, menyayangkan kurangnya pengetahuan Tjokroaminoto dan hanya bergantung pada Mirza Wali Ahamd Baig. (Beck:2005)*/bersambung Tafsir Depag

 

 

Oleh: Beggy Rizkiyansyah, Penulis adalah pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)

Ilustrasi: Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri as-Singkili penulis Tarjuman Al Mustafid

HIDAYATULLAH

Jejak Ahli Tafsir Alquran

Perkembangan ilmu tafsir Alquran sangatlah dinamis. Pada masa kodifikasi ilmu tafsir, yang dimulai pada masa Bani Umayyah dan permulaan Dinasti Abbasiyah, pembahasan tafsir Alquran sudah mulai dipisah dari disiplin hadis dan dibukukan secara terpisah menjadi satu buku tersendiri.

Muncullah beragam metode penafsiran Alquran dengan ragam madrasahnya, di antaranya metode tafsir Alquran bi al-ma’tsur. Metode ini fokus pada riwayat-riwayat yang sahih, baik menggunakan ayat dengan ayat, hadis, dan perkataan sahabat atau tabiin. Ada beberapa tokoh yang dikenal memomulerkan metode ini. Berikut ini jejak terakhir para imam mufasir bi al-ma’tsur:

Imam at-Thabari 

Entah Anda percaya atau tidak. Makam yang berlokasi di Al-A’dhamiyah, Baghdad, ini disebut-sebut sebagai makam Ibnu Jarir at-Thabari. Kondisi makam tokoh kelahiran Tabaristan, Persia ini, jauh dari kata layak. Bahkan memprihatinkan.

Padahal ia adalah imam besar, sejarawan, sekaligus seorang mufasir. Tokoh yang wafat pada 923 M/310 H ini mengarang kitab tafsir monumental, yaitu Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al-Qur’an. Tafsir yang lebih dikenal dengan Tafsir at-Thabari ini menjadi rujukan para ulama pada masa berikutnya, seperti al-Baghawi, as-Suyuthi, dan juga Ibnu Katsir.

Ibnu Katsir

Selain disebut sebagai sejarawan lewat karyanya al-Bidayah wa an-Nihayah, tokoh yang lahir di Busra 1301 M di Busro, Suriah ini dikenal juga sebagai seorang mufasir andal. Pemikir dan ulama Muslim ini mengarang kitab tafsir berjudul Tafsir al-Qurad al-Azhim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Ibn Katsir.

Makam yang berada di Damaskus, Suriah ini, sebenarnya adalah makam Ibnu Taimaiyah, guru Ibnu Katsir, tetapi makam Ibnu Katsir bersebelahan dengan makam sang guru. Ibnu Katsir wafat pada 1372 M di Damaskus Suriah.
As-Suyuthi

Imam as-Suyuthi dimakamkan tak jauh dari makam Imam as-Syafii di el-Qarafa el-Kubra. Selain dikenal sebagai pakar fikih Mazhaf Syafi’i, pemilik nama lengkap Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi’i al-Asy’ari itu dikenal pula sebagai mufasir.

Di antara karyanya di bidang tafsir adalah kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur. Kitab tokoh kelahiran Kairo, pada 849 H/ 1445 M ini di bidang Alquran adalah al-Itqan fi ‘Ulum al-Alquran

 

REPUBLIKA