8 Keutamaan Memberi Makan Buka Puasa (1)

ADA beberapa keutamaan memberi makan buka puasa. Ini juga termasuk bagi yang membantu atau menjadi panitia buka puasa karena termasuk dalam orang yang menolong dalam kebaikan.

a- Memberi makan buka puasa akan mendapatkan pahala dari orang yang berpuasa

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

b) Sedekah akan menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat.

Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.” (HR. Ahmad, 4: 147. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

 

INILAH MOZAIK

Menggunakan Obat Penghalang Haid Biar Lancar Puasa

DALAM Al-Mughni (1:450), Ibnu Qudamah rahimahullah menyebutkan, “Diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah, beliau berkata, Tidak mengapa seorang wanita mengkonsumsi obat-obatan untuk menghalangi haidh, asalkan obat tersebut baik (tidak membawa efek negatif).”

Syaikh Abu Malikpenulis kitab Shahih Fiqh As-Sunnahmenerangkan, “Haidh adalah ketetapan Allah bagi kaum hawa. Para wanita di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menyusahkan diri mereka supaya dapat berpuasa sebulan penuh (dengan mengahalangi datangnya haidh, pen).

Oleh karena itu, menggunakan obat-obatan untuk menghalangi datangnya haidh tidak dianjurkan.

Akan tetapi, jika wanita muslimah tetap menggunakan obat-obatan semacam itu dan tidak memiliki dampak negatif, maka tidak mengapa. Jika ia menggunakan obat tadi dan darah haidhnya pun berhenti, maka ia dihukumi seperti wanita yang suci, artinya tetap dibolehkan puasa dan tidak ada qadha baginya. Wallahu alam.” (Shahih Fiqh As-Sunnah, 2:128)

 

INILAH MOZAIK

Dzikir dan Tenang

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Mengetahui segala perbuatan, menggolongkan kita sebagai orang-orang yang senantiasa ingat kepada-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar Rodu [13] : 28)

Ada orang yang bertanya, “Mengapa saya sudah berdzikir tapi hati masih tidak tenang?!” Boleh jadi dzikirnya baru sebatas cangkang, belum kepada isi. Boleh jadi dzikirnya baru hanya gerakan atau ucapan, tidak meresap di dalam hati. Boleh jadi dzikirnya baru lisan, tidak menjadi keyakinan.

Seperti sholat. Sholat adalah bentuk dzikir kepada Allah Swt. Akan tetapi tidak sedikit, bahkan mungkin termasuk diri kita, yang sholat hanya sebatas gerakan dan bacaan saja, sedangkan hati dan pikiran ada di tempat lain, mungkin di tempat kerja atau usaha kita. Tidak heran jika kita sering lupa sudah rokaat berapa, lupa tahiyat awal terlewat. Sholat adalah memuji Allah, tapi kita tidak ingat kalau kita sedang memuji Allah. Saat sujud, tubuh kita bersujud, tapi hati kita entah ke mana. Maasyaa Allah.

Padahal Allah Maha Mengetahui semuanya, Allah melihat fisik kita, mendengar lisan kita, dan mengetahui apa yang terbersit di dalam hati dan pikiran kita. Oleh karena itu, tidak heran pula kalau setelah sholat hati kita tetap gersang, tidak terasa ketenangan. Itulah jikalau dzikir hanya sebatas cangkang, belum kepada isi.

Maka saudaraku, ketenangan hanya akan hadir jika hati dan pikiran kita senantiasa ingat kepada Allah. Dzikir yang terucap dari lisan dan perbuatan kita adalah benar-benar terlahir dari dzikir di dalam diri kita. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa ingat kepada-Nya. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAHMOZAIK

Mengapa Kita Diperintahkan Tawakkal?

SEORANG sarjana yang baru lulus S1 tadi ada yang bertanya kepada saya mengapa kita diperintah tawakkal padahal Allah sudah melengkapi kita dengan akal yang jika digunakan dengan baik bisa memikirkan jalan keluar dari setiap permasalahan. Pertanyaannya bagus dan cara bertanyanya juga sopan. Sayang waktu bertanyanya tidak pas, yakni saat saya sedang ngantuk.

Gunakan akal Anda semaksimal mungkin. Namun yakinkah Anda bahwa semua peristiwa itu berlangsung sesuai harapan Anda? Tak pernah adakah peristiwa unik dalam kehidupan Anda yang berlangsung di luar kendali Anda? Itu adalah pertanyaan ringan yang saya kemukakan sebagai jawaban.

Kekuatan atau kemampuan kita terbatas. Sering kita membutuhkan bantuan di luar kita untuk mewujudkan harapan kita. Kita membutuhkan bantuan orang tua kita, saudara kita, sahabat kita dan orang lain. Lebih dari segalanya, kita membutuhkan petunjuk, bimbingan dan pertolongan Dzat Yang Mahaada di mana-mana dan Mahakuasa atas segalanya, yakni Allah SWT.

Selain itu, sesungguhnya kita tak pernah tahu apa yang terbaik untuk kita pada hari ini dan hari esok. Pengetahuan yang sempurna hanyalah milik Allah. Karena itulah maka setelah berusaha dan berdoa, biarlah hidup berjalan dengan kehendakNya. Tak usah lagi mengeluh dan menjual keluhan. Tak usah lagi protes mengapa harus menjadi begini dan begitu. Jalani dengan penuh sabar dan syukur.

Janji Allah: “Siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupi harapannya.” Tidak percayakah? Landasi tawakkal kita dengan pengakuan kelemahan kita, pengakuan kesalahan dan dosa kita. Bisa jadi ketaknyamanan jalan hidup adalah karena dosa dan kesalahan kita, bukan karena orang lain.

 

KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

 

 

 

 

Lima Hikmah Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman (2)

KEEMPAT: Turunnya Nabi Isa juga adalah untuk membungkam Nashoro. Sungguh Allah akan membinasakan berbagai agama di masa Isa turun kecuali satu agama saja yang tersisa yaitu Islam. Isa pun akan menghancurkan salib-salib, membunuh babi dan menghapuskan jizyah (artinya tidak ada pilihan jizyah, yang ada hanyalah pilihan untuk masuk Islam).

Kelima: Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

“Aku orang yang paling dekat dengan Isa bin Maryam alaihis salam di dunia dan akhirat, dan para Nabi adalah bersaudara (dari keturunan) satu ayah dengan ibu yang berbeda, sedangkan agama mereka satu” (HR. Bukhari no. 3443 dan Muslim no. 2365, dari Abu Hurairah). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah yang terspesial dan yang paling dekat dengan beliau. Isa bin Maryam sendiri telah memberi kabar gembira bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan datang setelah beliau. Beliau pun mengajak umatnya untuk membenarkan dan beriman terhadap hal itu. Sebagaimana Allah Taala berfirman,

“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (QS. Ash Shaff: 6)

Segala puji bagi Allah atas segala nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Lima Hikmah Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman (1)

PERTAMA: Sebagai bantahan bagi Yahudi yang mengklaim bahwa mereka telah membunuh Isa bin Maryam. Sungguh Allah akan mengungkap kedustaan mereka. Isa nantinya yang akan membunuh mereka dan membunuh pemimpin mereka, yaitu Dajjal.

Kedua: Isa bin Maryam telah menemukan dalam Injil mengenai keutamaan umat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

“Dan sifat-sifat mereka (para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam) dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya” (QS. Al Fath: 29). Dari sini, Nabi Isa memohon kepada Allah agar menjadi bagian dari mereka (para sahabat). Allah pun mengabulkan doanya. Allah membiarkan beliau hidup hingga akhir zaman. Beliau pun akan menjadi pengikut Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ketika Dajjal muncul, beliau pun yang menumpasnya.

Ketiga: Turunnya Isa dari langit semakin dekat dengan ajal beliau. Beliau pun akan dimakamkan di muka bumi. Oleh karena itu, ini menunjukkan bahwa tidak ada makhluk yang terbuat dari tanah yang mati di tempat lain selain bumi.

 

INILAH MOZAIK

Buka Puasa dalam Keadaan Ragu Keluar Haid

BAGAIMANA jika ada wanita yang masuk waktu Maghrib (buka puasa) dalam keadaan ragu apakah haidh yang ia temui saat Maghrib keluarnya sebelum buka puasa ataukah sesudahnya?

Misal kebiasaan haidhnya hari tersebut, jam 4 sore ketika dicek tidak keluar darah haidh. Saat berbuka puasa (jam 6) baru ketahuan darah haidh ada. Kalau ternyata keluar sebelumnya, tentu saja puasanya jadi batal dan harus diganti di hari yang lain. Sedangkan kalau darah haidh keluar ketika waktu berbuka tiba, puasanya berarti tidak diqadha.

Jawabannya untuk masalah ini adalah pegang yang yakin dan tinggalkan yang ragu-ragu.

Ada penjelasan sebagai berikut, “Setiap yang meragukan dianggap seperti tidak ada. Setiap sebab yang kita ragukan kapan munculnya, maka tidak ada hukum pada yang akibatnya. Sebab tersebut seperti sesuatu yang dipastikan tidak ada, maka tidak dikenakan hukum ketika itu. Begitu pula setiap syarat yang diragukan keberadaannya, maka dianggap seperti tidak ada sehingga tidak diterapkan hukum untuknya. Begitu pula setiap mani (penghalang) yang diragukan keberadaannya, dianggap seperti tidak ada. Hukum baru ada apabila sebab itu ada. Perlu diketahui, kaedah ini disepakati secara umum.” (Anwar Al-Buruq fi Anwa Al-Furuq, 4:94, Asy-Syamilah)

Dari kaedah di atas dapat dipahami bahwa keadaan yang yakin yang dipegang adalah masih dalam keadaan suci. Sedangkan keadaan ragu-ragu adalah dalam keadaan tidak suci. Sehingga ketika berbuka baru didapati darah haidh dan tidak diketahui keluarnya baru saja ataukah sebelum berbuka puasa, maka keadaan yang dipegang adalah keadaan suci.

Kesimpulannya, masalah di atas tetap dianggap masih dalam keadaan suci ketika masuk buka puasa. Sehingga puasanya tidak perlu diqadha, alias tetap sah.

 

INILAH MOZAIK

Sulis Penganut Syiah? Inilah Jawaban Darinya

Seorang penggemar penyanyi Cinta Rasul Sulis menyeletuk melalui jejaring sosial atas unggahan tentang kehidupan rumah tangga Sulis. Di situ sang penggemar menyeletuk bahwa rekan duet Hadad Alwi itu penganut Syiah. Benarkah Sulis penganut Syiah?

Lulusan Psikologi Universitas Paramadina itu pun langsung menjawabnya dengan tegas pernyataan tersebut.
“Saya tidak pernah merasa mbak ini bertanya apapun kepada saya sehingga kok bisa menyimpulkan saya syiah itu dr mana?” kata Sulis pada Selasa (25/4/2018).
Sulis meminta sang warganet itu untuk hati-hati bila menilai orang, jangan sampai karena lidah salah dan merugikan orang tersebut.
“Semoga bukan bermaksud fitnah terhadap saya. Saya seorang Islam yang cinta Ibu Pertiwi tanpa bermazhab apapun. Mencintai siapa yang dicintai Nabi adalah keharusan bagi saya,” kata Sulis.
“Kalau dengan kecintaan saya terhadap sholawat lalu dikatakan sebagai seorang syiah lalu dimana keimanan kita bahwa ayat Qur’an memerintahkan kita untuk bersholawat sebagaimana yang Allah juga bersholawat pada baginda Nabi? Wallahu a’laam. Sebaiknya mbaknya tabayun terlebih dulu sebelum berbicara di media umum..salaam,” ungkap ibu satu anak ini.
Akun penanya tersebut meminta maaf dan mengaku hanya dapat info itu dari media-media. “Memang saya kurang tahu makanya saya mencari tahu dan alhamdulillah mbaknya sendiri yang balas. Saya hmpir ga percaya karena saya dari kecil ngefans banget sama mbak. Saya sempat kecewa dengar berita miring tsb. Terima kasih sudah menjelaskannya sendiri kepada saya. Semoga kita selalu dilindungi oleh Allah dari fitnah-fitnag yang lain. Aamiin.”
Sulis pun menjawab, “Amiin ya Allaah Yaa Sami’addu’aa. Ini untuk pelajaran bagi saya sendiri juga. Bila kita berkomentar mengenai keyakinan orang lebih baik kita bertabayun, sehingga kita kelak tidak dituntut di akhirat. Afwan wa jazakallaah. Semoga sukses selalu untuk mbaknya,” ungkap Sulis.

Cara Cerdas Ali bin Abi Thalib Selesaikan Kasus Ibu Menolak Anaknya

Seorang pemuda dari kalangan Anshor mengadukan ibunya kepada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Namun, wanita itu menolak mengakui pemuda tersebut sebagai anaknya. Ia justru menuduh pemuda itu berdusta dan menuduhnya berzina.

Amirul mukminin meminta pemuda itu membawakan bukti, namun ia tak memilikinya. Sementara wanita yang diakui sebagai ibunya itu membawa beberapa saksi wanita. “Wanita itu belum menikah, pemuda itulah yang berdusta dan secara tidak langsung menuduh wanita baik-baik telah berzina,” kata mereka hampir seragam.

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu yang kebetulan lewat, menyaksikan peristiwa itu. “Apa yang terjadi?” tanyanya.

Setelah orang-orang menceritakan peristiwa itu, Ali kemudian memanggil semua saksi wanita. Ia meminta klarifikasi kepada mereka. Namun, wanita itu tetap menolak mengakui pemuda tersebut sebagai anaknya.

Lantas Ali memanggil pemuda itu. “Ingkarilah ia sebagai ibumu sebagaimana ia mengingkarimu sebagai anaknya.”

“Wahai putra paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia itu benar-benar ibuku.”

“Ingkarilah ia sebagai ibumu. Aku akan menjadi ayahmu, Al Hasan dan Al Husain akan menjadi saudaramu.”

“Baiklah kalau begitu, aku mengingkarinya sebagai ibuku.”

Ali mendekati wali wanita itu. “Bolehkah aku memutuskan terkait wanita ini?”

“Boleh, putuskan saja wahai menantu Rasulullah.”

“Wahai seluruh yang hadir di sini, bersaksilah. Sesungguhnya aku menikahkan pemuda ini dengan wanita tersebut. Keduanya adalah orang lain, bukan mahramnya,” kata Ali lantang.

Lalu Ali memanggil pelayannya, Qanbar, disuruhnya membawa sekantong dirham. Setelah dihitung, jumlahnya 480 dirham. Uang itu menjadi mahar pernikahan mereka.

“Gandenglah tangan istrimu, jangan kau kembali kepada kami sampai ada bekas pernikahan,” kata Ali sebelum meninggalkan mereka.

 

“Wahai ayah Al Hasan,” kata wanita itu. “Demi Allah, ini adalah dosa. Aku tidak bisa menikah dengannya. Dia itu sebenarnya anakku.”

Semua orang kaget mendengar pengakuan wanita tersebut. Sejak tadi ia menolak mengakui pemuda tersebut anaknya bahkan bersikeras mengatakan pemuda itu berdusta.

“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya Ali.

Wanita itu pun membuka rahasianya. “Aku dinikahkan dengan pria negro, lalu mengandung anak ini. Ketika pergi berperang, suamiku terbunuh. Lalu kubawa anak ini ke Bani Fulan hingga ia tumbuh besar di sana. Sejak itu aku tak mengakuinya sebagai anak.”

“Aku adalah ayahnya Al Hasan. Pertemukan pemuda ini dengan ibunya, sambungkan garis nasabnya,” demikian kecerdasan Ali mampu menyelesaikan masalah ini dengan baik.

Kisah cara cerdas Ali bin Abi Thalib ini diabadikan Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam buknya Ath Thuruq al Hukmiyyah fi as Siyasay asy Syar’iyyah.

Dan bukan kali ini saja Ali membantu Khalifah Umar. Saat ada wanita yang mengaku berzina dengan seorang pemuda tampan dan membawa bukti bekas perzinaan, semua orang tidak bisa tidak untuk mengakui perkataan wanita tersebut. Namun, dengan kecerdasan yang dianugerahkan Allah, Ali bisa mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi dan menyelesaikan kasus itu. Semoga kita bisa mengetengahkan kisahnya pada kesempatan yang akan datang.

 

BERSAMA DAKWAH

Hai Jiwa yang Tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diradai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr [89]: 27-30)

Wahai jiwa yang telah yakin pada kebenaran, tidak diliputi keraguan, tetap pada aturan syariat, tidak tergoda dengan syahwat (nafsu duniawi), serta tidak tergoyahkan dengan keinginan semu, kembalilah pada tempat yang mulia di sisi Tuhanmu, yang telah rida dengan segala amalmu ketika di dunia, keridaan atasmu…maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku yang mulia, tempuhlah jalan mereka…maka nikmatilah segala yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, terdetik dalam hati. Demikian penjelasan Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya, Al-Maraghi, ketika menafsirkan rangkaian ayat di atas.

Di dalam Alquran, kata yang biasa dipakai untuk menunjukkan makna jiwa adalah kata ‘nafs’. Secara eksplisit, Alquran menyebut tiga jenis nafs, yaitu: 1) al-nafs al-muthmainnah, terdapat dalam QS. Al-Fajr [89]: 27; 2) al-nafs al-lawwamah, terdapat dalam QS. Al-Qiyamah [75]: 2; 3) al-nafs al-ammarah bi al-su’, terdapat dalam QS. Yusuf [12]: 53.

Selain ketiga jenis nafs di atas, Alquran juga menyebut istilah nafs zakiyyah, seperti terdapat dalam QS. Al-Kahfi [18]: 74.

Menurut Ahmad Mubarok dalam bukunya, Jiwa dakan Alquran, dari empat tingkatan itu dapat digambarkan bahwa pada mulanya, ketika seorang manusia belum mukallaf, jiwanya maha suci (zakiyah). Ketika sudah mencapai mukallaf dan berinteraksi dengan lingkungan kehidupan yang menggoda, jika ia merespons secara positif terhadap lingkungan hidupnya, maka nafs itu dapat meningkat menjadi nafs muthmainnah, setelah terlebih dahulu berproses di dalam tingkat nafs lawwamah. Akan tetapi, jika nafs itu merespons lingkungan secara negatif, maka ia dapat menurun menjadi nafs ammarah dengan segala karakteristik buruknya.

Dari beragam bentuk nafs yang disebutkan oleh Alquran itu, kita berharap memiliki bentuk nafs yang paling tinggi dan paling mulia, yaitu al-nafs al-muthmainnah, jiwa yang tenang.

Dalam kitab Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil, Al-Baghdadi menjelaskan bahaw makna al-nafs al-muthmainnah adalah jiwa yang tetap pada keimanan dan keyakinan, membenarkan firman Allah, meyakini bahaw Allah adalah Tuhannya, tunduk serta taat kepada perintah Allah, rida dengan ketetapan (qadla) serta takdir (qadar) Allah, yang selalu tenang dan damai dengan terus berzikir kepada Allah.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana agar agar jiwa kita bisa mencapai tingkat tertinggi, yakni jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah)?

Dalam pandangan penulis, setidaknya ada dua faktor yang menentukan seseorang untuk dapat mencapai tingkat kualitas jiwa tertinggi (al-nafs al-muthmainnah), yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.

Pertama, faktor internal, yaitu berasal dari dalam diri seseorang. Dalam setiap diri manusia itu ada yang paling menentukan segala tindakan serta tingkah lakunya. Dia adalah hati. Hati yang dalam bahasa Arab disebut qalb (yang mudah terbolak-balik) adalah penentu segala aktivitas kita. Jika hati kita selalu mengingat Allah, maka perilaku kita akan selalu menghasilkan hal positif, dan jiwa kita pun menjadi tenang. Tetapi sebaliknya, jika hati cenderung lalai kepada Allah, maka perilaku kita akan menghasilkan hal negatif, dan jiwa kita akan gelisah.

Kedua, faktor eksternal, yaitu berasal dari luar diri kita berupa hidayah yang datang dari Allah Swt. Hidayah atau petunjuk Allah akan datang kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Meski demikian, bukan berarti manusia tidak punya peran dalam hal ini. Kita harus terus berusaha untuk menjemputnya. Dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk menjemput hidayat tersebut, maka insya Allah hidayah pun akan datang kepada kita. Dengan datangnya hidayah ini, maka hati kita akan tetap terjaga. Dengan demikian, jiwa pun menjadi tenang.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang kelak disambut dengan panggilan mesra: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” [Didi Junaedi]

 

INILAH MOZAIK