Singgah ke Taman Surga

Sungguh, dianugerahi anak yang saleh menjadi dambaan bagi setiap orang tua. Namun, titipan Allah SWT itu bukanlah taken for grantedatau barang jadi yang sudah terbentuk apa adanya. Melainkan, ia akan tumbuh menjadi pribadi sesuai dengan tempaan orang tua dan lingkungan.

 

Orang tua wajib memilih sekolah terbaik untuk anak, agar fitrah Ilahiyah terjaga dan terhindar dari keburukan serta mendoakannya dengan tulus di setiap waktu (QS 66:6, 25:74).

 

Sepekan yang lalu, saya menghadiri wisuda santri Pondok Pesantren Rafah Bogor yang diasuh oleh KH Muhammad Nasir Zein, di mana ananda Ihza belajar selama enam tahun.

 

Tampak raut wajah orang tua santri begitu bangga atas pencapaian anak-anaknya. Terlebih, pendidikan adab yang telah mewarnai sikap, kata, dan perilaku buah hatinya.

 

Pengasuh pondok yang bersahaja itu memberi tiga petuah yang mengharukan, hingga air mata pun berlinang, yakni: Pertama, pesantren adalah surga dunia. Kehadiran seorang santri merupakan karunia Allah SWT. Karena itu, dituntut keikhlasan dan kesungguhan para guru untuk mendidiknya sepanjang waktu.

 

Pondok bukanlah bengkel yang menjual jasa pendidikan yang transaksional, melainkan surga dunia yang dihiasi adab, ilmu, dan zikir. Santri tidak pernah lepas dari tilawah dan tahfidz Alquran, membaca kitab, muzakarah, dan shalat berjamaah. Mengharukan ketika ada empat santri yang hafalannya mencapai 30 juz.

 

Sejatinya santri yang belajar di pondok itu laksana tinggal di taman surga duniawi. Karena itu, patutlah jika mengajak anak-anak dan kerabat kita untuk singgah atau belajar ke pesantren. Nabi SAW berpesan, Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka nikmatilah. Para sahabat pun bertanya, apakah taman-taman surga itu? Nabi SAW menjawab, majelis zikir” (HR Abu Daud).

 

Kedua, bergaul dengan orang saleh. Beliau mengutip nasihat gurunya bahwa tiadalah berkumpul 40 orang mukmin yang saleh, kecuali di antaranya ada satu waliullah. Jika tak mampu mengundang mereka, maka hadirilah majelis- majelisnya. Minta doa untuk kedua orang tua dan guru-guru kita serta orang baik yang membantu perjuangan mendidik generasi yang beriman, berilmu, dan beradab. Kiranya, kita berada dalam rombongan ash-shiddiqiin, asy-syuhada, dan ash-shalihin(QS 4:69).

 

Ketiga, memuliakan guru. Pencapaian kita hari ini tentulah bermula dari jasa seorang guru. Begitu pula para guru, juga belajar kepada gurunya, hingga sampai kepada guru mulia Nabi Muhammad SAW. Bahkan, beliau pun berguru kepada Sang Mahaguru, yakni Allah SWT. Selain beliau yang maksum (terjaga dari dosa), tiada seorang guru pun yang lepas dari salah.

Jika mereka salah, diingatkan bukan diancam, apalagi dipenjarakan.

 

Menghormati guru saat seorang murid menjadi orang terpandang adalah adab yang mulia. Berterima kasih atas adab dan ilmu yang diajarkannya, lalu mendoakan mereka agar diberi kebaikan dunia dan akhirat. Suasana haru pun menyentuh rasa, ketika Pak Kiai mengundang dan menyebut nama gurunya satu per satu sewaktu masih sekolah di madrasah dahulu.

 

Guru beliau di Gontor, KH Hasan Abdullah Sahal, juga bangga melihat pencapaian muridnya. Kiai Hasan berpesan agar guru tetap menjaga integritas dan moralitas dalam mendidik santri. Nilai dan karakter yang wajib dijaga adalah amanah (bertanggung jawab), tsiqoh(dipercaya), uswah (teladan), tha’ah(ketaatan), dan barakah(tambah kebaikan). Semoga anak-anak kita kelak menjadi orang baik insya Allah, amin. Allahu a’lam bishawab.

 

OLEH DR HASAN BASRI TANJUNG 

REPUBLIKA

Al Mutakabbir, Pemilik Segala Keagungan

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Mengetahui segala isi hati, menggolongkan kita sebagai ahli syukur. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al Hasyr [59] : 23)

Salah satu asma Allah adalah “Al Mutakabbir”, Allah Yang Maha Memiliki Kebesaran. Nama ini di dalam Al Quran disebutkan hanya satu kali. Akar kata dari nama ini bisa diartikan “angkuh” , “keengganan” atau “ketidaktundukan”. Hanya Allah Swt yang berhak sombong, karena Allah Yang Maha Memiliki Segala Keagungan.Segala sesuatu ada dalam kekuasaan-Nya.

Maka dari itu, makhluk yang paling hina adalah makhluk yang sombong, sudah tidak berdaya, lemah, tidak punya apa-apa, tapi dia sombong. Penyakit yang membuat syaitan membangkang kepada perintah Allah adalah penyakit sombong, sehingga Allah mengutuknya untuk selama-lamanya. Naudzubillaahi mindzalik!

Dalam hadits qudsi Allah Swt berfirman, “Sombong itu adalah selendang-Ku dan kebesaran itu adalah pakaian-Ku, maka barangsiapa mencabut salah satunya dari-Ku, Aku akan melemparkan orang itu ke neraka”. (HR. Ibnu Majah)

Menurut Imam Al Ghazali, Al Mutakabbir adalah memandang yang selain dirinya adalah rendah, lemah, hina, seperti pandangan seorang raja yang sangat besar kekuasaannya kepada hamba sahayanya. Nah, sifat seperti itu tidak mungkin dimiliki oleh selain Allah Swt karena hanya Allah yang berhak menyandang sifat ini. Allah Yang Menciptakan segala makhluk, mengurus seluruhnya, memenuhi segala kebutuhannya, dan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini tunduk dan takluk di hadapan-Nya.

Dengan segala keagungan-Nya, Allah menciptakan kita dan seluruh ala mini. Kemudian, melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita dan seluruh makhluk dengan memenuhi segala kebutuhan kita. Makhluk selalu membutuhkan Allah, sedangkan Allah tidak membutuhkan apapun dari makhluk. Bahkan ibadah yang kita lakukan kepada Allah, kebaikannya adalah untuk kita sendiri. Maasyaa Allah.

Semoga dengan semakin mengenal asma dan sifat Allah, semakin kuat keimanan kita kepada-Nya. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

 

INILAH MOZIK

Doa Dikuatkan Iman dan Islam

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Dialah Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu di alam semesta ini. Segala kejadian yang kecil maupun yang besar ada dalam genggaman-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Rasulullah Saw seringkali mengulang-ulang doa ini, “Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi alaa diinik(Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah Saw., kenapa doa tersebut sering beliau baca. Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi)

Saudaraku, mengapa kita perlu memanjatkan doa ini kepada Allah Swt? Karena nikmat iman dan nikmat Islam adalah karunia Allah kepada kita. Sungguh sangat mudah bagi Allah untuk menarik kembali nikmat tersebut dari diri kita. Mungkin ada yang bertanya, “Mengapa Allah berbuat zholim dengan mengambil iman dan Islam dari hati kita?!”Sungguh Allah mustahil berbuat zholim kepada hamba-Nya. Iman dan Islam bisa tercerabut dari hati kita disebabkan kita menganggap remeh dosa dan jauh dari taubat. Naudzubillaahi mindzalik!

Oleh karena itu, marilah kita deraskan doa kita kepada Allah, meminta kepada-Nya agar dikuatkan iman dan Islam di dalam hati kita. Diiringi dengan menjaga kualitas ibadah, menjauhi dosa dan segera bertaubat manakala iman kita goyah atau kita sempat tergoda syaitan untuk berbuat dosa.

Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan hidayah kepada kita dan memberi kita kekuatan untuk istiqomah di jalan-Nya. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Perusak Amal Ramadan: Puasa tapi Tak Sholat

LIMA hal ini patut dihindari ketika kita menjalankan puasa di Bulan Ramadhan. Inilah hal-hal perusak di bulan Ramadhan.

Perusak #04: Puasa tetapi tidak shalat

Pakar fikih Kerajaan Saudi Arabia pada masa silam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?” Beliau rahimahullah menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Taala,

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah: 11)

Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah melanjutkan, “Kami katakan, Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa. Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah darinya.” (Majmu Fatawa wa Rosa-il Ibnu Utsaimin, 17:62)

 

INILAH MOZAIK

Kisah Air Zamzam

Bagi pengunjung dua Tanah Suci (Makkah dan Madinah), air zamzam yang sumbernya tak pernah mengering, menjadi tujuan utama. Kisah penemuan mata air zamzam selalu didengungkan sehingga umat Islam di berbagai zaman selalu mendengarnya.

Dahulu, Nabi Ibrahim AS (Lahir 2510 SM) mendambakan anak. Sementara istrinya, Sarah, tak kunjung hamil. Kisah-Kisah Shahih dalam Alquran dan Sunnahkarya Syekh Umar Sulaiman al- Asyqor menyebutkan, Ibrahim memohon kepada Allah untuk diberi keturunan yang baik.

Allah mewujudkan keinginan itu. Saat Ibrahim menetap di Baitul Maqdis, Sarah berkata kepada Ibrahim untuk menikah dengan hamba sahayanya Ha jar agar memiliki anak. Ibrahim kemu di an menikah dan setelah itu Hajar ha mil.

Ismail anak dari Hajar dan Ibrahim lahir di bumi yang diberkahi, Palestina. Hajar melahirkan Ismail saat Ibrahim ber usia 86 tahun, tepat tiga tahun sebelum kelahiran Ishaq.

Setelah Ismail lahir, Allah menurunkan wahyu kepada Ibrahim berisi berita gembira kelahiran Ishaq dari Sarah. Ibrahim langsung bersujud. Allah berfirman kepadanya, Aku telah mengabulkan permintaanmu terkait Ismail, Aku memberkahinya, Aku akan memperbanyak keturunannya, dan ia akan memiliki 12 orang besar dan Aku akan menjadikannya seorang pemimpin suku bangsa yang besar.

Saat Hajar melahirkan Ismail, kecemburuan Sarah semakin besar dan me minta Ibrahim agar membawanya per gi, supaya Sarah tidak lagi melihat wa jahnya. Ibrahim akhirnya membawa Hajar pergi bersama anaknya, lalu ditem patkan di sebuah padang pasir, Makkah. Ismail saat itu masih disusui.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab sahihnya, Hajar mengikat kakinya ketika berjalan sehingga tak mening galkan jejak dan tidak ada yang bisa mengikutinya. Makkah ketika itu tak berpenghuni, hanya hamparan padang pasir tandus.

Saat Ibrahim meninggalkan kedua nya di sana dan beranjak pergi, Hajar menghampirinya dan menarik bajunya. Ia berkata, Ibrahim! Hendak pergi ke ma na engkau dan meninggalkan kami di sini tanpa perbekalan untuk mencu kupi keperluan kami? Ibrahim tidak me nya hut.

Namun, karena terus mendesak bertanya tanpa diberi jawaban, Hajar akhir nya bertanya, Allah-kah yang menyu ruhmu untuk melakukan hal ini? Ibra him mengiyakan. Hajar kemudian me yakini hidupnya tak akan terlantar.

 

IHRAM

Perusak Amal Ramadan: Salat Tarawih Terburu-Buru

LIMA hal ini patut dihindari ketika kita menjalankan puasa di Bulan Ramadhan. Inilah hal-hal perusak di bulan Ramadhan.

Perusak #05: Salat tarawih super ngebut

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR. Muslim, no. 756)

Dari Abu Hurairah, beliau berkata,

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari, no. 1220 dan Muslim, no. 545).

Ibnu Hajar rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitab beliau Bulughul Maram, Bab “Dorongan agar khusyu dalam shalat.” Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thumaninah ketika membaca surat, ruku dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Maram, Syaikh Athiyah Muhammad Salim, 49:3, Asy-Syamilah)

Semoga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan dijauhkan dari kesia-siaan dalam beramal.

[Artikel Kajian Akbar di Dlingo Bantul/ Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Mengonsumsi Makanan di Negara-Negara Non-Muslim

Pola hidup berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain terkadang harus dialami seseorang. Termasuk seorang Muslim.

Sebagai orang yang memahami menu halal dan haram, kaum Muslimin juga perlu berhati-hati terkait makanan yang dikonsumsinya apakah halal atau haram. Terutama, ketika berada di negara non-Islam.

Meskipun hampir semua negara tersedia daging sapi, kambing, atau binatang yang halal dikonsumsi, belum tentu halal dikonsumsi karena cara penyembelihannya yang tidak sesuai dengan syariat. Kondisi ini membuat beberapa dari mereka membutuhkan penjelasan.

 

Dikutip dari lamanresmi Fatwa Tarjih PP Muhammadiyah, menerangkan, syariat Islam telah memberikan penjelasan tentang halal-haram makanan dan minuman. Termasuk makanan yang halal dikonsumsi meskipun disembelih oleh ahlul kitab.

 

Sebagaimana surah al-Maidah (5): 5 Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.

 

Dari ayat tersebut, dihalalkan mengonsumsi makanan dari negara-negara non-Muslim asalkan daging yang dimakan berasal dari hewan yang halal dikonsumsi. Contohnya saja sapi, kambing, ayam, dan yang halal lainnya. Namun, harus didahului membaca basmalah sebelum memakannya.

 

Makanan ini pun tetap diharamkan apabila makanan tersebut berasal dari hewan yang tidak diperbolehkan secara syariat seperti babi dan anjing. Hadis nabi yang diriwatkan oleh Hakim yang berbunyi Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, ia berkata: Sesungguhnya dihalalkan sembelihan Yahudi dan Nasrani itu adalah karena mereka beriman kepada Taurat dan Injil.

 

Jika umat Muslim tidak mengetahui apakah ketika disembelih membaca basmalah, diwajibkan membaca basmalah sebelum mengonsumsinya. Namun, apabila makanan yang dikonsumsinya diragukan kehalalannya, lebih baik ditinggalkan.

 

Umat Islam juga diingatkan, meskipun penyembelihannya dilakukan dengan cara yang halal, harus tetap berhati-hati karena sering kali juga ada yang dicampur dengan daging yang penyembelihannya dengan cara yang haram.

 

Bisa jadi mereka juga mencampur daging yang haram dan yang haram dimasak ke dalam satu alat masak. Sehingga, mengakibatkan bercampurnya makanan yang halal dan haram.

 

Masih dalam artikel dalam Fatwa Tarjih Muhammadiyah disebutkan, para ulama bersepakat apabila makanan tersebut disembelih oleh orang kafir selain ahlul kitab, seperti orang musyrik, penyembah berhala, orang ateis, zindiq, dan murtad.

 

Hal tersebut sebagaimana surah al-Maidah (5):3 Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah (yang mengalir), daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala,.

 

REPUBLIKA

Hati adalah Rajanya Anggota Badan

FAEDAH Hadits: Ketujuh: Para ulama katakan bahwa hati adalah malikul adhoo (rajanya anggota badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). Lihat Jaami Al-Ulum wa Al-Hikam, 1:210.

Kedelapan: Para ulama mengungkapkan baiknya hati dengan istilah yang berbeda sebagai berikut:

  • Yang dimaksud baiknya hati adalah rasa takut kepada Allah dan siksa-Nya.
  • Yang dimaksud adalah niat yang ikhlas karena Allah, ia tidak melangkahkan dirinya dalam ibadah melainkan dengan niat taqorrub kepada Allah, dan ia tidak meninggalkan maksiat melainkan untuk mencari ridha Allah.
  • Yang dimaksud adalah rasa cinta kepada Allah, juga cinta pada wali Allah dan mencintai ketaatan.

Kesembilan: Rusaknya hati adalah dengan terjerumus pada perkara syubhat, terjatuh dalam maksiat dengan memakan yang haram. Bahkan seluruh maksiat bisa merusak hati, seperti dengan memandang yang haram, mendengar yang haram. Jika seseorang melihat sesuatu yang haram, maka rusaklah hatinya. Jika seseorang mendengar yang haram seperti mendengar nyanyian dan alat musik, maka rusaklah hatinya. Hendaklah kita melakukan sebab supaya baik hati kita. Namun baiknya hati tetap di tangan Allah. Lihat Al-Minhah Ar-Rabbaniyah fii Syarh Al-Arbain An-Nawawiyyah, hlm. 110.

Semoga Allah terus memberikan ketakwaan kepada kita. [Referensi: Artikel Hadits Arbain Kajian MTMH/ Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Samar Hukumnya, Hati-Hati Terjerumus Keharaman

FAEDAH Hadits: Kelima: Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang bermudah-mudahan dan seenaknya saja memilih yang ia suka padahal perkara tersebut masih samar hukumnya, maka ia bisa jadi terjerumus dalam keharaman.

Ibnu Daqiq Al-Ied mengatakan bahwa orang yang terjerumus dalam syubhat bisa terjatuh pada yang haram dilihat dari dua sisi: (1) barangsiapa yang tidak bertakwa pada Allah lalu ia mudah-mudahan memilih suatu yang masih syubhat (samar), itu bisa mengantarkannya pada yang haram, (2) kebanyakan orang yang terjatuh dalam syubhat, gelaplah hatinya karena hilang dari dirinya cahaya ilmu dan cahaya sifat wara, jadinya ia terjatuh dalam keharaman dalam keadaan ia tidak tahu. Bisa jadi ia berdosa karena sikapnya yang selalu meremehkan. Lihat Syarh Al-Arbain An-Nawawiyyah, penjelasan Ibnu Daqiq Al Ied, hlm. 49.

 

 

Namun catatan yang perlu diperhatikan, sebagian orang mengatakan bahwa selama masih ada khilaf (perselisihan ulama), maka engkau boleh memilih pendapat mana saja yang engkau suka. Kami katakan, Tidak demikian. Khilaf ulama tidak menjadikan kita seenaknya saja memilih pendapat yang kita suka. Namun hendaknya kita pilih mana yang halal atau haram yang kita yakini. Karena jika sikap kita semacam tadi, dapat membuat kita terjatuh dalam keharaman. Lihat Al-Minhah Ar-Rabbaniyah fii Syarh Al-Arbain An-Nawawiyyah, hlm. 107.

Keenam: Jika perkaranya syubhat (samar), maka sepatutnya ditinggalkan. Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram, maka ia berarti telah berlepas diri. Jika ternyata halal, maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu. Karena asalnya, perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya. (Fath Al-Bari, 4:291)

 

INILAH MOZAIK

Mengganti Puasa Menjelang Ramadhan, Bolehkah?

Menurut Syekh Abdul Azis bin Baz, seseorang yang belum menqadha puasa Ramadhan sampai datangnya Ramadhan tahun berikutnya maka ia berdosa.

Sya’ban menjadi salah satu bulan yang paling diberkahi menjelang Ramadhan. Umat Islam pun kerap menanti bulan ini bahkan sebelum Rajab tiba. Dalam hadis yang diriwayatkan Anas RA, ia berkata, “Se tiap bulan Rajab tiba, Rasulullah SAW selalu memanjatkan doa. ‘Allahum ma barik lanaa fi rajaba wa sya’bana wa ballighna ramad- han.’ (Ya Allah berkati kami pada Rajab dan Sya’ban dan antarkan kami sampai Ramadhan).”

 

Beberapa kelompok umat Islam pun berpuasa untuk menghormati Sya’ban, bahkan pertengahannya. Namun, puasa tersebut tidak cuma dilakukan untuk penghormatan. Masih ada yang berpuasa untuk mengganti (qadha) kekalahan pada Ramadhan tahun lalu karena alasan lupa atau uzur yang lain.

 

Secara fikih, orang yang meninggalkan puasa Ramadhan, sengaja atau tidak sengaja, dapat diganti dengan mengqadha. Namun, Rasulullah SAW memperingatkan bahwa tanpa uzur syar’i (yang dibolehkan agama), puasa Ramadhan yang diting- galkan dengan sengaja oleh seorang Muslim, tidak dapat tergantikan walau dia berusaha meng gantinya dengan puasa qadha sepanjang tahun.

 

Hal ini jelas ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Barang siapa yang membatalkan puasa Ramadhannya tanpa uzur atau sakit, maka dia tidak bisa menggantinya walau dengan berpuasa sepanjang tahun.” (HR Abu Daud, al-Tirmizi, Ibn Majah, Ahmad, dan al-Darimi). Pesan Nabi SAW menunjukkan betapa besar keutamaan puasa Rama dhan. Untuk membayarnya pun harus memenuhi syarat uzur syar’i, seperti dalam perjalanan, sakit berat, hingga haid (bagi wanita).

 

Menurut Syekh Abdul Azis bin Baz, seseorang yang belum mengqadha puasa Ramadhan sampai datangnya Ramadhan tahun berikutnya maka ia berdosa. Kaidah ini berlaku jika ia tidak mengganti puasanya padahal tidak ada alasan syar’i.

 

Jika utangnya tak dibayar lalu bertemu Ramadhan berikutnya, ia wajib bertobat dan memperbanyak istighfar. Meski begitu, kewajibannya untuk mengganti pua sa Ramadhan tidak gugur. Ia tetap dibebankan mengganti puasa Ramadhan sebanyak puasa yang ia tinggalkan.

 

Syekh Abdul Azis menambahkan, selain mengganti puasa, mereka yang belum mengqadha sampai Ramadhan berikutnya juga wajib memberi makan orang fakir. Jumlah makanan yang dibayarkan sebanyak setengah sha atau 1,5 kilogram makanan pokok. Jumlah orang miskin yang diberi makan sebanyak jumlah puasa yang ia tinggalkan. Kewajiban membayar puasa dan memberi makan orang miskin tidak terlepas hanya karena Muslimah tersebut tidak tahu.

 

Hal ini berdasar dari hadis Aisyah RA, “Kami diperintahkan un tuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqa dha shalat.” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Jika termasuk golongan fakir miskin, ia berkewajiban memberi makan orang fakir miskin otomatis gugur. Ia hanya dibebankan mem- bayar puasa sejumlah hari yang ia tinggalkan. Syekh Abdul Azis bin Baz beralasan, kewajib an memberi makan orang miskin hanya dibeban kan kepada mere ka yang mam pu. Allah SWT ber firman, “Ber takwalah kepada Allah se mam pu kalian.” (QS at-Taghabun [64]: 16)

 

Adapun terkait puasa setelah memasuki nisfu Sya’ban atau pertengahan Sya`ban, ulama ber beda pendapat. Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama menjelaskan, sebagian ulama mengharamkan puasa pada pertengahan Sya`ban hingga Ramadhan tiba. Mereka mendasarkan pada, antara lain, ha dis riwayat Abu Dawud beri kut ini, Dari Abu Hurairah RA, Ra sulullah SAW bersabda, `Bila hari mema- suki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.’

 

Sementara, ulama yang membolehkan puasa pada pertengahan bulan Sya’ban juga bersandar pada hadis riwayat Ummu Sa lamah dan Ibnu Umar RA yang ditahqiq oleh At-Thahawi. Perbe daan pen- dapat dan argumentasi masing- masing ulama ini diang kat oleh Ibnu Rusyd sebagai berikut:

 

Artinya, Adapun mengenai puasa di paruh kedua bulan Sya’ban, para ulama berbeda pendapat. Sekelompok menyatakan, makruh. Sementara, seba- gian lainnya, boleh. Mereka yang menyatakan `makruh’ mendasarkan pernyataannya pada hadis Rasulullah SAW, `Tidak ada puasa setelah pertengahan Sya’ban hingga masuk Ramadhan.’

 

Sementara, ulama yang mem- bolehkan berdasar pada hadis yang diriwayatkan Ummu Salamah RA dan Ibnu Umar RA. Menurut Salamah, `Aku belum pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali puasa Sya’ban dan Ramadhan.’ Ibnu Umar RA menyatakan, Rasulullah SAW menyam- bung puasa Sya’ban dengan puasa Ramadhan. Hadis ini ditakhrij oleh At-Thahawi, (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid fi Nihayatil Muqtashid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2013 M/1434 H], cetakan kelima, halaman 287).

 

Utang puasa memang harus segera dilunasi. Jika mengqadha puasa ditangguhkan hingga datang Ramadhan berikutnya, seba- gian ulama menilai, yang bersangkutan wajib membayar kafarat. Imam Malik, Imam Syafi’i, hingga Imam Ahmad cenderung pada pendapat ini. Sementara itu, sebagian yang lain seperti Imam Hasan al-Bashri dan Ibrahim An- Nakha’i berpendapat jika dia hanya wajib mengqadha dan ti dak wajib membayar kafarat. Wallahualam.

REPUBLIKA