Ini Kesepakatan MUI Soal Penghasilan Wajib Zakat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, telah menyepakati sejumlah komponen penghasilan yang wajib dizakati.

“Komponen penghasilan yang dikenakan zakat meliputi setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lainnya yang diperoleh secara halal,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalu keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Minggu (10/6/2018) malam.

Penetapan tersebut juga berlaku pada penghasilan yang diperoleh secara rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Dengan demikian, objek zakat bagi pejabat dan aparatur negara termasuk — tetapi tidak terbatas pada– gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji pokok, tunjangan kinerja, dan penghasilan bulanan lainnya yang bersifat tetap.

“Penghasilan yang wajib dizakati dalam zakat penghasilan adalah penghasilan bersih, sebagaimana yang diatur dalam fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003,” tutur Niam.

Sedangkan untuk penghasilan bersih yang dimaksud ialah penghasilan setelah dikeluarkan kebutuhan pokok atau “al-haajah al-ashliyah”.

Niam memaparkan, kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan diri seperti sandang, pangan, papan, kebutuhan orang yang jadi tanggungannya seperti kesehatan dan pendidikan.

Kebutuhan pokok pun diatur dengan berdasarkan pada standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).

Sedangkan kebutuhan pokok sebagaimana yang tercantum pada petikan di atas ialah Penghasilan Tidak Kena Zakat (PTKZ).

“Pemerintah sudah menetapkan besaran kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud di atas, yang jadi dasar dalam menetapkan apakah seseorang itu wajib zakat atau tidak,” kata Niam. [tar]

 

INILAH MOZAIK

Tobat Nabi Yunus

Yunus bin Matta merupakan seorang nabi dan rasul. Allah memberikan wahyu kepadanya sama seperti nabi-nabi lainnya. Rasulullah menjelaskan kisah Yunus yang kabur dari umatnya. Hal itu karena dia menjanjikan azab kepada kaumnya setelah sekian lama mereka mendustakan ajaran Allah.

Yunus menyatakan bahwa azab akan turun menimpa mereka setelah tiga hari. Ketika telah yakin bahwa azab pasti turun, mereka bertobat dan kem bali kepada Allah. Mereka menyesali sikap mereka yang mendus takan nabi mereka. Saat bertobat, umat Na bi Yunus kemudian memisahkan anak hewan dari induknya dan anak manusia dari ibunya.

Kemudian mereka keluar dan berdoa kepada Allah. Suara mereka bercampur-baur. Mereka berdoa. Ibu-ibu dan induk-induk hewan berteriak sebagaimana anak-anak berteriak mencari ibu-ibu mereka. Allah pun menerima tobat mereka.

Kisah penyesalan mereka pun diriwayatkan dalam sebuah hadis Ibnu Kasir: “Ibnu Mas’ud, Mujahid, Said bin Jubair dan banyak ulama dari kalangan Sa laf dan Khalaf berkata, ‘Manakala Yunus keluar dari kota, dan mereka yakin azab akan turun, Allah memberi mereka taufik untuk bertobat dan kembali kepada-Nya, dan mereka menyesal atas sikap mereka selama ini. Maka mereka memakai pakaian ibadah dan memisahkan semua ternak dengan anaknya, kemudian mereka berdoa kepada Allah.

Dalam Alquran surah Yunus ayat 98, Allah berfirman: “Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada me reka sampai kepada waktu yang tertentu.”

Tiga hari yang dijanjikan oleh Yunus kepada kaumnya telah berlalu. Yunus datang untuk melihat terwujudnya janji Allah atas mereka. Saat itu Yunus menyendiri, sehingga dia tidak mengetahui jika umatnya telah bertobat. Ketika Yunus menengok mereka, ternyata umatnya selamat dari azab.

Lalu Yunus merasa marah karena khawatir dianggap berdusta dan dibunuh. Dia melarikan diri. Yunus terus berjalan hingga mencapai pantai. Kepergiannya pun tanpa diridhai Allah SWT. Sehingga, Yunus disebut orang yang abiq(pergi tanpa permisi).

Abiq adalah hamba sahaya yang melarikan diri dari majikannya. “Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, ingatlah ketika dia lari ke kapal yang penuh muatan.” (QS ash- Shaffat: 139-140).

Seharusnya Yunus tidak kabur dari umat-Nya sebelum Allah memberikan perintah. Sebagai seorang nabi sepatutnya dia berserah diri kepada Sang Pencipta. Allah melarang rasul-Nya agar ti dak seperti orang yang ditelan ikan besar, yaitu Yunus. “Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada di dalam perut ikan besar.” (QS al-Qalam: 48).

Ketika tiba di pantai, yunus mendapati suatu kaum berada di sebuah perahu. Ketika perahu sampai di tengah lautan, ia tiba-tiba terhenti dan tidak bergerak. Ini benar-benar aneh. Perahu- perahu lain di kanan dan kirinya berjalan hilir-mudik, sementara ia sendiri berhenti di atas air dan tidak bergerak.Yunus mengetahui bahwa berhentinya perahu adalah disebabkan oleh dirinya.

Dia menyampaikan kepada penghuni perahu tentang sebab berhentinya, karena adanya seorang hamba yang lari dari Tuhannya di perahu mereka, yakni dirinya sendiri. “Ketika dia berlari kepada perahu yang penuh muatan.”(QS ash-Shaffat: 140).

Perahu itu tidak berjalan sementara hamba itu berada di atasnya. Dia harus dibuang ke laut agar perahu bisa berjalan seperti perahu-perahu lainnya. Mereka menolak karena mereka mengetahui bahwa Yunus adalah Nabi Allah yang mempunyai kemuliaan di sisi-Nya.

Yunus berkata kepada mereka: “Lakukanlah undian. Siapa yang men dapatkan undian, maka dialah yang dilempar ke laut.” Mereka mengundi.Yunus memperoleh undian, hingga diulang kedua dan ketiga kalinya.

Selalu Yunus, dan undian inilah yang dimaksud oleh firman Allah: “Kemudian dia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka dia ditelan ikan besar dalam keadaan tercela.” (QS ash- Shaffat: 141-142).

Setelah mengetahui hasil undian yang selalu keluar dengan namanya.Maka, dia menceburkan dirinya ke laut.Begitu tenggelam, dia langsung disambut oleh ikan besar. Tertelannya Nabi Yu nus oleh ikan besar dilihat oleh penumpang perahu, pastilah jika orang biasa yang tertelan ikan maka sudah mati. Tidak ada seorang pun yang ditelan ikan besar bisa selamat.

Yunus pergi dalam keadaan tercela.Dia meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, hanya karena azabnya tidak turun tanpa izin dari Allah. Allah memerintahkan ikan agar tidak mencelakai Yunus. Maka ikan besar itu mem bawanya ke dasar lautan.

Di dalam perut ikan itu Yunus mendengar tasbih kerikil dan hewan-hewan laut di dasar laut. Dia pun memanggil Tuhannya dengan bertasbih kepada- Nya, mengakui kesalahannya, dan menyesali apa yang dilakukannya.

“Maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku ter masuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Anbiya: 87).

Kalau bukan karena tasbihnya dan to bat, niscaya Yunus akan binasa di perut ikan dan diam di dalamnya sampai kiamat.

Setelah Yunus berdoa, Allah meminta agar ikan memuntahkannya di pantai. Maka ikan itu melakukan apa yang diminta Allah. Yunus dimuntahkan dalam keadaan sakit, kulitnya mengelupas dan tanpa kekuatan.

Di tempat Yunus terdampar, Allah menumbuhkan pohon sejenis labu.Rasulullah juga mengisahkan ketika telah keluar dari perut ikan, Yunus bernaung di bawah pohon itu dan makan darinya. Pohon itu mengering setelah beberapa waktu.

Namun, Nabi menangisi kematian pohon tersebut. Lalu Allah mewahyukan kepadanya untuk memperingatkannya.

Oleh: Ratna Ajeng Tedjomukti

REPUBLIKA

Waspadalah, Keburukan Akhir Zaman Sedang Terjadi

RASULULLAH menyebutkan ada lima keburukan yang akan terjadi di akhir zaman.

Mari kita berkaca apakah lima keburukan ini telah terjadi di zaman kita seraya bermuhasabah agar lima keburukan ini tidak menjangkiti kita dan keluarga kita.

“Hari kiamat tidak akan terjadi hingga orang yang dapat dipercayai didustakan, sedangkan orang-orang yang berkhianat justru dipercaya, kemesuman dan kata-kata kotor merupakan fenomena umum di tengah masyarakat, terputusnya tali silaturahim, dan hubungan bertetangga yang buruk” (HR. Ahmad; shahih)

1. Orang yang dapat dipercayai didustakan

Para ulama, dai, serta Muslim yang jujur dan amanah justru didustakan. Mungkin karena propaganda media, tirani penguasa atau memang orang-orang telah sangat durhaka.

2. Orang yang berkhianat justru dipercaya

Orang munafik atau orang yang suka menipu, mereka justru dipercaya. Dipercaya kata-katanya, dipercaya teori-teorinya bahkan dipercaya sebagai pemimpin dan penguasa.

3. Kemesuman dan kata-kata kotor menjadi fenomena umum

Pikiran kotor melahirkan kata-kata kotor. Ketika orientasi syahwat menguasai, lisan pun tak bisa menjaga kehormatan diri. Kalimat-kalimat mulia semakin terkikis, termarjinalkan oleh gejolak nafsu yang mendominasi.

4. Terputusnya silaturahim

Ketika nafsu dan syahwat mendominasi, orang semakin bersifat nafsi-nafsi. Individualisme makin kuat, hubungan dan interaksi semata hanya bermotif duniawi. Di saat yang demikian, terputus sudah silaturahim. Bukan hanya kepada teman dan sahabat, bahkan terputus pula silaturahim dengan kerabat dekat.

5. Hubungan bertetangga yang buruk

Dengan tetangga tidak kenal, tidak tahu ketika tetangga sebelah rumah sakit atau kelaparan, ketika tetangga meninggal tidak ikut mensalati dan memakamkan. Bahkan saling iri dengan tetangga, bermusuhan dan saling menjatuhkan.

Apakah lima keburukan ini sudah ada di zaman sekarang? Setiap orang berhak memberikan jawaban. Mungkin tidak sepenuhnya terjadi, namun tanda-tandanya mulai bisa diamati.

Ada indikasi umat Islam dijauhkan dari ulamanya. Integritas ulama coba diusik dengan propaganda. Dikesankan ulama bersikap politis, plin-plan dalam berfatwa, terlalu mencampuri urusan dunia yang bukan bidangnya, hingga dikorek kesalahannya saat ada ulama yang berupaya menguatkan perekonomian umat dan mengokohkan posisi umat dalam meraih kepemimpinan.

Telah ada tanda-tanda bahwa yang dipilih menjadi pemimpin adalah mereka yang gemar mengkhianati janjinya. Orang-orang kemudian kecewa dan mencelanya, namun anehnya mereka kembali mengangkat orang-orang serupa. Pengkhianatan kembali terulang. Seakan seperti sebuah narasi besar dalam cerita nyata.

Banyak orang-orang baik dan menjaga kehormatan lisannya, tetapi tidak bisa kita mungkiri bahwa di zaman kita tidak sedikit suara nyaring yang menjajakan kemesuman. Bahkan di kalangan remaja, diksi tak pantas pun dengan mudah didapati, apalagi di era gadget ini.

Dan merebaknya gadget ini, disadari atau tidak membawa efek negatif yang perlu diwaspadai. Ialah ketika silaturahim mulai digantikan dengan pesan. Senyum dan wajah diganti dengan simbol mati. Tidak jarang perangkat teknologi itu membuat yang jauh menjadi dekat, namun yang dekat justru menjadi jauh.

Fenomena tidak peduli tetangga juga mulai terasa. Terutama di perumahan elit di kota-kota. Tidak mengenal tetangga, tidak menjenguk tetangga, bahkan ketika ada yang meninggal, kesibukan masing-masing orang membuat mereka tak sempat mengantar tetangga ke liang lahat. [Bersamadakwah]

 

INILAH MOZAIK

Menuntut Diri Sendiri

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Tiada yang luput dari pengetahuan Allah setiap kejadian sekecil apapun, setiap bisikan sehalus apapun. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “..Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al Anfal [8] : 53)

Saudaraku, boleh jadi kita sering mengharapkan orang lain untuk bersikap baik pada diri kita. Berharap orang lain bertutur kata dengan sopan, menghormati kita, membantu kita, dan berbagai kebaikan yang kita sukai. Pasangan suami-istri yang kadang mengalami perselisihan dalam rumah tangganya, seringkali mengharapkan pasangannya itu bisa berubah dan memperbaiki diri.

Demikianlah, kita seringkali menuntut orang lain untuk berubah. Namun, kita sering lupa menuntut diri sendiri agar berubah menjadi lebih baik. Sepatutnya kita merenungkan hal ini: jika kita berharap orang lain bersikap baik pada kita, apakah kita sudah berbuat baik pada orang lain? Jika kita ingin orang lain menghargai kita, apakah kita sudah menghargai orang lain? Begitu seterusnya, setiap kebaikan mestinya kita awali dari diri kita sendiri.

Apalagi, sesungguhnya apa yang kita lakukan pasti akan kembali pada diri kita, baik itu kebaikan maupun keburukan. Maka, marilah untuk menuntut diri kita sendiri agar lebih baik akhlaknya. Jikalau setiap orang menuntut dirinya sendiri daripada orang lain untuk menjadi pribadi yang mulia akhlaknya, maka betapa indah hidup ini. Perselisihan akan lebih mudah dihindari, kesalahpahaman akan lebih mudah diluruskan, permasalahan akan lebih mudah ditemukan jalan keluarnya.

Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang rendah hati, yang senantiasa memperbaiki diri agar setiap hari berganti menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

 

INILAH MOZAIK

Umat Terbaik

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allog Yang Maha Mengetahui segala kejadian yang nampak maupun yang tersembunyi, menggolongkan kita sebagai hamba-hamba yang ahli syukur. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imron [3] : 110)

Dalam ayat ini Allah Swt menyanjung kita sebagai umat yang terbaik di antara sekian banyak umat manusia. Akan tetapi, Allah memberikan beberapa catatan mengenai kriteria dari umat terbaik itu. Diantaranya adalah umat yang beramar maruf nahyi munkar dan beriman kepada Allah Swt. Jika kriteria ini tidak ada pada diri kita, maka tidak patut kita menyandang gelar sebagai umat terbaik.

Semaju apapun kehidupan kita, secanggih apapun perlengkapan kita, selama tidak ada iman di hati kita, maka sebenarnya kita tidak terhormat. Senyaman apapun tempat kita tinggal, seelit apapun lingkungan tempat kita berada, kalau tidak ada semangat amar marruf nahyi munkar di dalamnya, maka kita bukanlah manusia yang terhormat. Di hadapan Allah semua itu hampa tak bernilai.

Sedangkan sesederhana apapun kehidupan kita, jika kita senantiasa menghadirkan keimanan pada Allah dalam setiap sendi kehidupan kita, maka kita memiliki posisi terhormat di hadapan Allah Swt. Dan, sesederhana apapun lingkungan tempat tinggal kita jika ada suasana saling mengingatkan, suasana amar maruf nahyi munkar, maka ini akan menghadirkan keberkahan di tengah-tengah kita.

Semoga kita termasuk pada golongan hamba-hamba Allah yang layak menyandang gelar umat terbaik itu, yaitu umat yang beriman kepada Allah dan menebarkan amar maruf nahyi munkar di tengah-tengah kita. Aamiin yaa Robbaaalamiin. [smstauhiid]

 

INILAH MOZAIK

Keindahan Amaliah Ramadhan

Suatu hari di bulan suci Ramadhan, seorang laki-laki asing menyusuri lorong sempit di antara dinding tua kota kuno Fez, Maroko. Dalam keremangan, di berbagai sudut tampak beberapa orang tuna daksa duduk melantunkan ayat suci Alquran dengan penuh kekhusyukan.

Merasakan suasana damai dan menikmati keindahan suara para pelantun ayat-ayat suci (qari) tersebut, laki-laki asing itu tergerak membagi uang kepada mereka di sepanjang lorong itu. Terdengar lantunan merdu dari salah seorang qari. Qari tersebut mendapat uang paling banyak.

Ia lantas memberikan sebagian uangnya kepada teman di sebelahnya. Temannya itu kakinya buntung sebelah. Suara maupun bacaannya kurang bagus sehingga hanya dapat uang sedikit.

Menyaksikan peristiwa tersebut, laki-laki asing tersebut sangat takjub dan heran. Qari yang memberi uang itu bahkan sama sekali tak memiliki kaki! Sebagai seorang bukan Muslim, pria asing itu merasa teramat heran.Ia melihat seseorang yang bernasib lebih malang, tetapi masih beramal dan menolong orang yang kondisinya jauh lebih baik dari dirinya.

Kejadian di lorong Kota Fez di bulan Ramadhan itu membuka mata hati sang lelaki asing. Pria bernama Steven Copperfield itu pun bersyahadat. Ia tidak hanya merasakan keindahan lantunan bacaan Alquran, tetapi juga keindahan implementasinya pada bulan Ramadhan.

Dari kisah itu, kita bisa mendapatkan inspirasi tentang bagaimana mela kukan amalan di bulan puasa.

Puasa sesungguhnya ada tiga jenis, yaitu: puasa fisik, puasa emosi, dan puasa spiritual. Puasa fisik adalah menahan dorongan nafsu dari makan, minum, pakaian, atau kebutuhan biologis. Puasa emosi adalah menahan diri dari amarah, dendam, serakah, dll. Sedangkan, puasa spiritual adalah membersihkan dari hal-hal yang mengotori nilai-nilai spiritualitas.

Becermin pada kisah di atas, kita melihat qari yang cacat secara fisik tersebut telah melakukan ketiga jenis puasa. Ia telah puasa fisik, yaitu menahan dorongan nafsu untuk makan dan minum.

Ia juga sudah melakukan puasa emosi sehingga mampu menahan dorongan nafsu keserakahan dengan justru berempati pada teman di sebelahnya. Terakhir, ia juga sudah puasa secara spiritual karena telah menunjukkan nilai-nilai kasih sayang dengan memberi dan menolong.

Melihat fenomena dewasa ini, sulit dimungkiri bahwa masih banyak di antara kita yang berpuasa baru sebatas fisik, yaitu menahan makan dan minum. Sering kali kita sulit menahan nafsu amarah, bergunjing, berdusta, menghasut, dan nafsu negatif lainnya. Puasa juga sering kali belum mampu membersihkan nilai- nilai spiritualitas sehingga potensi fitrah kebaikan menjadi terpancar.

Puasa akan menjadikan jiwa kita bersih dan fitrah diri kita kembali muncul. Dengan demikian, nilai kebaikan seperti kasih sayang, kepedulian, kejujuran, dan kesung guhan menjadi terpancar dari dalam diri ke sekitar kita yang selama ini tertutupi belenggu nafsu. Oleh karenanya, selagi masih bulan Ramadhan, mari kita hiasi dengan amalan terbaik.Pertanyaannya, apa amalan unggulan kita pada Ramadhan tahun ini?

OLEH ARY GINANJAR AGUSTIAN

REPUBLIKA

Komisi Fatwa MUI: Hindari Gerakan Pemurtadan Terselubung

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan perlunya upaya sungguh-sungguh berbagai pihak untuk menjaga harmoni dan kerukunan yang selama ini telah terbangun. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menghindari gerakan pemurtadan terselubung sehingga bangsa ini terhindar dari konflik dan perpecahan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (7/6), mengatakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI Tahun 2018 menegaskan perlunya dibangun tiga ukhuwah atau persaudaraan sebagai pilar penguatan NKRI, yakni persaudaraan antarsesama Muslim, antarwarga bangsa, dan antarmanusia.

Ukhuwah insaniyah atau persaudaraan antarmanusia dapat menjadi pendorong terjadinya tolong menolong antarsesama umat manusia tanpa memandang perbedaan ras, etnis, suku, bangsa, agama, dan kelompok. “Upaya tolong-menolong antarsesama manusia tidak layak dan tidak patut dijadikan gerakan terselubung memurtadkan umat Islam,” kata dia.

Dia mengatakan dalam sebuah negara yang majemuk tidak mudah dan juga tidak murah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa karena masing-masing kelompok memiliki kepentingan dan aspirasi yang bervariasi, yang bisa menimbulkan konflik.

Oleh karena itu, setiap penduduk Indonesia diikat dengan komitmen kebangsaan sehingga harus hidup berdampingan secara damai dan rukun sebagai sesama anak bangsa dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebangsaan yang telah menjadi kesepakatan bersama.

“Semua pihak dan komponen bangsa ini harus senantiasa dengan penuh kesadaran menjaga hubungan persaudaraan yang rukun antarsesama Muslim, antarsesama anak bangsa, dan antarsesama manusia,” kata Niam.

Indikasi Kesuksesan Pasca Ramadan (1)

BAGI mereka yang gagal mendulang kemuliaan dari jamuan tersebut, sungguh tak ada kalimat yang bisa menggambarkan betapa meruginya mereka. Karena memang, tidak semua dari kedua golongan tersebut sukses meraih kemuliaan Ramadhan.

“Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu, kecuali rasa lapar dan haus.” [Hadits Shahih, Ahmad: II/441 dan 373]

Jika demikian, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui apakah kita termasuk orang-orang yang sukses mendulang rahmat dan maghfirah Allah di bulan Ramadhan. Setidaknya ada beberapa indikasi pasca Ramadhan yang bisa Anda jadikan parameter ukur dalam masalah ini.

(1) Menjadi Orang yang Ikhlas

Puasa Ramadhan menggembleng kita dalam mengikhlaskan niat, dimana puasa Ramadhan hanya dilakukan untuk Allah semata, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Setiap amal anak Adam akan dibalas berlipat ganda. Satu kebaikan akan dibalas 10 kali lipat sampai 700 kali lipat. Allah berfirman: Kecuali puasa. Puasa ini untuk diri-Ku dan Aku akan membalasnya (dengan pahala tanpa batas). Dia meninggalkan syahwat dan makanannya demi diri-Ku.” [Shahih Muslim: 1151]

Inilah esensi ajaran tauhid. Jika ibadah Anda setelah Ramadhan tidak lagi bergantung pada tendensi selain-Nya, seperti riya dan sumah yang tergolong syirik kecil (lebih-lebih syirik besar), maka ini boleh jadiInsya Allahpertanda yang baik diterimanya amal Ramadhan Anda.

 

INILAH MOZAIK

Inilah Keutamaan Berderma Pada Bulan Ramadhan (Bagian 2)

Malik bin Anas Rahimahullah menyebutkan hadits ini dalam kitabnya Al-Muwatha`.Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan secara mutlak.

Kedermawanan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terlihat dari berbagai aspek kehidupan, berupa mempersembahkan ilmu dan harta, mempersembahkan jiwa raga kepada Allah Ta’ala dalam membela agama dan menuntun para hamba-Nya ke jalan yang benar.

Di samping itu, beliau memberikan hal-hal yang bermanfaat kepada manusia dengan segala cara berupa memberi makan kepada yang lapar, menasihati orang yang jahil, menunaikan kebutuhan mereka, serta ikut menanggung beban berat mereka.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa menjalankan sifat-sifat terpuji ini sejak beliau mulai beranjak dewasa. Oleh karena itu, Khadijah Radhiyallahu Anha pada awal masa beliau diutus sebagai nabi mengatakan,

“Demi Allah, Dia tidak akan menghinakan engkau selamanya karena engkau terbiasa menyambung silaturahmi, memuliakan tamu, ikut menanggung beban orang lain, memberi bantuan kepada yang tidak mampu, serta membantu orang yang berada dalam kesulitan.”

Kemudian sifat-sifat mulia ini bertambah sempurna setelah beliau diutus menjadi Nabi. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia menuturkan,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَأَجْوَدَ النَّاسِ وَأَشْجَعَ النَّاسِ

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling baik, paling dermawan, dan paling berani.” (Muttafaq Alaih)

Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, disebutkan,

مَا سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى اْلإِسْلاَمِ شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ قَالَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَأَعْطَاهُ غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ فَرَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءً لاَ يَخْشَى الْفَاقَةَ

 “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah menolak permintaan seseorang untuk dakwah Islam. Suatu saat seorang laki-laki datang, lalu beliau memberinya kambing yang sangat banyak, sebanyak isi tengah lapangan antara dua gunung. Kemudian dia pulang kepada kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuk Islamlah kalian, karena Muhammad itu memberi suatu pemberian seperti orang yang tidak takut melarat” (Muttafaq Alaih).

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Inilah Keutamaan Berderma Pada Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan bulan yang mulia. Banyak keutamaan di dalamnya seperti banyak diterangkan dalam Al-Qur`an dan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Di antaranya adalah keutamaan berderma di bulan Ramadhan.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia menuturkan,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

 “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi ketika bulan Ramadhan, yaitu ketika ditemui Jibril. Jibril menemui beliau pada tiap malam bulan Ramadhan untuk membacakan Al-Qur`an. Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling dermawan terhadap kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (Muttafaq Alaih).

Fudhail bin Iyadh menuturkan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala pada setiap malam berfirman, ‘Akulah Yang Maha Memberi, dan dari-Ku datangnya pemberian. Akulah Yang Mahamulia dan dari-Ku datangnya kemuliaan.’ Allah Ta’ala adalah Maha Memberi, pemberian-Nya berlipat-lipat pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Ramadhan, di dalamnya Allah turunkan ayat,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Dalam hadits lain diterangkan,

أَنَّهُ يُنَادِيْ فِيْهِ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَللهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

“Pada malam itu, ada suara yang menyeru, “Wahai pencari kebaikan datanglah, wahai pencari keburukan berhentilah.” Allah memiliki orang-orang yang dimerdekakan dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam.” (HR. At-Tirmidzi).

Allah Ta’ala telah menanamkan pada diri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yaitu akhlak yang paling sempurna dan mulia sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bukhari)

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH