Budaya Suap: Tradisi Mendarah Daging Bangsa Yahudi

Tahukah kita, bahwa budaya memberi suap dan uang sogok adalah budaya dan tradisi yang mengakar kuat (mendarah daging) di kalangan bangsa Yahudi? Allah Ta’ala berfirman,

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu (orang-orang Yahudi) adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan ‘as-suht’ (QS. Al-Maidah [5]: 42).

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ([as-suht] السحت)  adalah harta haram, yaitu risywah (uang suap atau uang sogok) (Tafsir Jalalain, 1/144).

Ibnu Katsir rahimahullah juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ([as-suht] السحت)  adalah harta haram, yaitu risywah, sebagaimana penjelasan shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu (Tafsir Ibnu Katsir, 3/106).

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata tentang ayat di atas,

كَانَ الْحَاكِمُ مِنْهُمْ إِذَا أَتَاهُ أَحَدٌ بِرُشْوَةٍ جَعَلَهَا فِي كُمِّهِ فَيُرِيهَا إِيَّاهُ وَيَتَكَلَّمُ بِحَاجَتِهِ فَيَسْمَعُ مِنْهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَى خَصْمِهِ، فَيَسْمَعُ الْكَذِبَ وَيَأْكُلُ الرُّشْوَةَ. وَعَنْهُ أَيْضًا قَالَ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الْحَكَمِ إِذَا رَشَوْتَهُ لِيُحِقَّ لَكَ بَاطِلًا أَوْ يُبْطِلَ عَنْكَ حَقًّا

Para hakim dari kalangan bangsa Yahudi dulu, jika mereka didatangi seseorang (salah satu pihak yang memiliki perkara atau bersengketa, pen.) dengan membawa uang suap yang disembunyikan di balik lengan bajunya untuk kemudian diperlihatkan (uang suap tersebut) kepada sang hakim, maka orang yang membawa uang suap itu lalu menyampaikan keperluannya (yaitu, menyampaikan tuntutannya). Hakim (yang sudah disuap tersebut, pen.) hanya mendengarkan perkataan orang yang memberi suap dan tidak melihat kepada kasus yang mereka tangani (artinya, tidak memperhatikan lagi pihak lawan yang tidak membawa suap). Mereka suka mendengar perkataan dusta dan memakan uang suap.” Beliau rahimahullah juga berkata,”Yang demikian itu hanyalah dalam masalah hukum. Mereka disuap untuk mengubah yang salah menjadi benar, atau mengubah yang benar menjadi salah” (Tafsir Al-Baghawi, 3/58).

Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa [4]: 60).

Di dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan sebab turunnya ayat di atas. Al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Asy-Sya’bi yang mengatakan,

كان بين رجل من المنافقين ورجل من اليهود خصومة، فدعا اليهودي المنافق إلى النبي صلى الله عليه وسلم، لأنه علم أنه لا يقبل الرشوة. ودعا المنافق اليهودي إلى حكامهم، لأنه علم أنهم يأخذون الرشوة في أحكامهم، فلما اختلفا اجتمعا على أن يحكما كاهنا في جهينة

“Terjadi sengketa antara seorang Yahudi dan seorang munafik (orang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Maka orang Yahudi mengajak orang munafik untuk mendatangi Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam (untuk memutuskan sengketa di antara mereka, pen.) karena dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tidak menerima uang suap. Sedangkan orang munafik tadi mengajak si Yahudi untuk mendatangi hakim dari kalangan bangsa Yahudi, karena dia tahu bahwa hakim dari kalangan Yahudi bisa disuap ketika membuat putusan. Ketika mereka berbeda pendapat (siapa yang didatangi), akhirnya mereka bersepakat untuk mendatangi seorang dukun di daerah Juhainah”  (Tafsir Al-Qurthubi, 5/623).

Allah pun lalu menurunkan ayat di atas untuk mencela keduanya: (1) “Orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu” adalah orang munafik; dan (2) “dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu” adalah orang Yahudi.

Al-Qurthubi juga menyebutkan jalur riwayat dari Adh-Dhahak yang menjelaskan bahwa thaghut (dukun) yang didatangi oleh orang Yahudi dan orang munafik tadi adalah Ka’ab bin Al-Asyraf (Tafsir Al-Qurthubi, 5/623). Di dalam Tafsir Jalalain juga disebutkan bahwa keduanya kemudian mendatangi Ka’ab bin Al-Asyraf  (Tafsir Jalalain, 1/144).

Demikianlah, budaya sogok-menyogok dalam membuat putusan hukum, ternyata budaya warisan turun-temurun dari bangsa Yahudi. Kita mencela dan melaknat orang-orang Yahudi, namun justru kita sendiri (mungkin) mengikuti budaya mereka, tanpa kita sadari. Wallahu a’lam.

***

Selesai disusun di malam hari, Masjid Nasuha ISR Rotterdam, 17 Shafar 1436

Yang selalu mengharap ampunan Rabb-nya,

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24040-budaya-suap-tradisi-mendarah-daging-bangsa-yahudi.html

Rincian Hukum Tepuk Tangan

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur setiap sendi kehidupan manusia. Urusan yang besar maupun yang kecil, kita temukan bimbingan Islam di dalamnya. Dalam tulisan singkat ini, kami akan membahas masalah rincian hukum tepuk tangan.

Ibadah Orang-Orang Musyrik Jahiliyyah dengan Bertepuk Tangan

Tepuk tangan merupakan salah tata cara ibadah orang-orang musyrik jajiliyyah. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

“Sembahyang mereka di sekitar baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al-Anfaal [8]: 35)

Ibadah orang-orang musyrik di baitullah, berupa siulan dan tepuk tangan, mereka sebut dengan istilah “shalat” untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Inilah hasil dari tipu daya setan atas mereka, yang menghias-hiasi perbuatan yang mereka lakukan sehingga tampak sebagai sebuah kebaikan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Padahal, setiap ibadah haruslah berdasarkan tuntunan dari syariat, bukan hasil kreativitas dan olah pikir inovasi manusia. [1]

Rincian Hukum Tepuk Tangan 

Berdasarkan ayat di atas, sebagian ulama mengatakan bahwa hukum tepuk tangan itu haram secara mutlak, karena mengandung unsur menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang musyrik. 

Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,

“Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan haramnya dua perkara ini, yaitu siulan dan tepuk tangan, meskipun seseorang tidak memaksudkannya dalam rangka ibadah. Hal ini karena perbuatan tersebut merupakan bentuk tasyabbuh dengan orang-orang musyrik.” [2]

Tepuk tangan hanya dibolehkan untuk kaum wanita, itu pun hanya jika ada hajat (kebutuhan). Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,

“Tepuk tangan hanyalah dibolehkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk wanita secara khusus ketika ada hajat. Misalnya, mengingatkan imam ketika lupa dalam shalat. Hal ini karena dalam suara wanita -dalam kondisi ada kaum laki-laki- termasuk fitnah. Tidak boleh bagi kaum laki-laki untuk tasyabbuh dengan orang kafir, demikian pula dengan kaum wanita, dalam masalah tepuk tangan. 

Jika tepuk tangan bagi laki-laki itu tidak diperbolehkan meskipun ada hajat, yaitu mengingatkan imam jika lupa dalam shalat (karena kaum laki-laki hanyalah mengingatkan imam dengan mengucapkan tasbih), maka lebih-lebih lagi tidak boleh tepuk tangan jika tidak ada kebutuhan. Sehingga penjelasan ini adalah bantahan untuk kaum laki-laki yang bertepuk tangan dalam pertemuan-pertemuan, karena tasyabbuh dengan orang-orang kafir.” [3]

Diperbolehkannya tepuk tangan bagi wanita ketika shalat adalah berdasarkan hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ، وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

“Ucapan tasbih hanyalah buat laki-laki, sedangkan bertepuk tangan buat wanita.” (HR. Bukhari no. 1203 dan Muslim no. 422)

Dari sahabat Sahal bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِي رَأَيْتُكُمْ أَكْثَرْتُمُ التَّصْفِيقَ، مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ، فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ التُفِتَ إِلَيْهِ، وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

“Mengapa kalian tadi banyak bertepuk tangan? Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepuk tangan itu untuk wanita.” (HR. Bukhari no. 684 dan Muslim no. 421)

Akan tetapi, pendapat yang lebih tepat adalah memberikan rincian terkait dengan hukum tepuk tangan, tidak mutlak haram untuk kaum laki-laki sebagaimana penjelasan di atas. Oleh karena itu, yang lebih tepat adalah memberikan rincian sebagai berikut. Rincian ini diberikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam syarh beliau untuk kitab Iqtidha’ Shirathal Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Tepuk Tangan dalam Rangka Ibadah

Jika dalam rangka ibadah, maka haram, karena termasuk bid’ah. Contoh menjadikan tepuk tangan sebagai bagian dari ibadah adalah yang kita jumpai dari para pengikut thariqat shufiyyah yang bertepuk tangan ketika mereka mengamalkan dzikir-dzikir kepada Allah Ta’ala.

Tepuk Tangan dalam Rangka Bersenang-Senang

Menjadikan tepuk tangan sebagai bagian dari permainan dan senang-senang. Perbuatan semacam ini menyelisihi (merusak) muru’ah (nama baik atau kehormatan) seseorang. Termasuk dalam masalah ini adalah budaya tepuk tangan wanita di sebagian bangsa Arab setelah akad nikah. Namun ada catatan bahwa standar muru’ah itu berbeda-beda seiring dengan perbedaan negeri, jaman, dan status (kedudukan) seseorang. Sebagaimana pada jaman dahulu, makan di warung pinggir jalan merupakan perbuatan yang dinilai menodai muru’ah seorang penuntut ilmu (thalibul ‘ilmi).

Oleh karena itu, jika tepuk tangan dalam permainan itu tidak merusak muru’ah seseorang di suatu jaman atau negeri tertentu, maka hal ini tidak mengapa. Namun jika dinilai merusak atau menodai muru’ah, maka selayaknya tidak dilakukan. Misalnya, seorang thalibul ‘ilmi yang bermain dengan loncat-loncat dan tepuk tangan, bisa jadi hal itu menodai muru’ah-nya sebagai seorang thalibul ‘ilmi.

Tepuk Tangan yang Menyelisihi Syariat

Tepuk tangan yang menyelisihi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Misalnya, seorang laki-laki yang tepuk tangan untuk mengingatkan imam dalam shalat. Maka hal ini terlarang karena menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tepuk Tangan dalam Rangka Menyemangati

Jika dalam rangka menyemangati dan memberikan motivasi (agar makin semangat dalam suatu perlombaan), maka tidak masalah (boleh). Demikian juga untuk menunjukkan sikap setuju dengan orasi yang dia dengar.

Tepuk tangan dengan tujuan semacam ini satu hal yang dibenci oleh sebagian ulama. Karena asal muasalnya adalah budaya yang diimpor dari luar kaum muslimin. Sehingga sepatutnya tidak dilakukan, namun kita tidak berani mengatakan hukumnya makruh ataupun haram karena hukum syar’i itu dibangun di atas dalil.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang tepuk tangan untuk memberikan semangat bagi anak-anak sekolah dan selain mereka, apakah hal itu termasuk dalam tepuk tangan yang tercela?

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah kemudian menjawab,

لا بأس في التصفيق في هذه المناسبات للتشجيع . والتصْدِية المذكورة في الآية (وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً) تتعلق بالعبادة فهي محرمة ممنوعة فيها أما ما يقع في الحفلات فليس من هذا الباب كما ظهر لنا .

“Tidak masalah dengan tepuk tangan dalam kondisi ini untuk memberikan semangat (motivasi). Adapun tepuk tangan yang disebutkan dalam ayat (yang artinya), “Sembahyang mereka di sekitar baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan” (QS. Al-Anfaal [8]: 35), maka hal itu berkaitan dengan (menjadikannya sebagai) ibadah. Dalam kondisi tersebut (dijadikan sebagai ibadah), maka haram dan terlarang. Adapun tepuk tangan yang terjadi dalam perkumpulan-perkumpulan, maka tidak termasuk dalam bab ini (ibadah) sebagaimana yang tampak dalam pandangan kami.” [4]

Terkait dengan masalah tasyabbuh, sesuatu yang telah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan selain mereka, hal itu berarti tidak lagi menjadi ciri khas orang-orang kafir. Sehingga tidak tepat kalau dinilai tasyabbuh dengan mereka. [5]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51701-rincian-hukum-tepuk-tangan.html

Menjalankan Hal yang Disukai Allah

Allah menciptakan seluruh manusia di bumi, sekaligus mengurusnya setiap saat.

Allah menciptakan seluruh manusia di bumi, sekaligus mengurusnya setiap saat. Maka, sudah sepantasnya setiap Muslim mencintai Allah kapan pun dan di ma na pun.

KH Abdullah Gymnastiar mengatakan, Allah pun lebih menyayangi kita dibandingkan lainnya. “Orang tua sayang pada kita, tapi tidak sebanding dengan sayang nya Allah pada ciptaan-Nya,” ujar pria yang akrab disapa Aa Gym tersebut dalam Kajian al-Hikam di Masjid Alatief, Melawai, Jakarta, pada belum lama ini.

Ia menjelaskan, kasih sayang manusia ibarat seratus dibagi seluruh mahluk di Bumi. Sedangkan, kasih sayang Allah tidak ter nilai serta mulia. Dia yang menginginkan semua ciptaan-Nya mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat sehingga memberikan risalah Islam agar manusia senantiasa selamat dan bisa kembali ke surga.

Ia menjelaskan, kasih sayang manusia ibarat seratus dibagi seluruh mahluk di Bumi. Sedangkan, kasih sayang Allah tidak ter nilai serta mulia. Dia yang menginginkan semua ciptaan-Nya mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat sehingga memberikan risalah Islam agar manusia senantiasa selamat dan bisa kembali ke surga.

Seperti diketahui, nenek moyang manusia, yaitu Nabi Adam AS dan Siti Hawa merupakan ahli surga. “Hanya saja, di akhirat ada dua tempat, surga dan neraka. Maka, kalau mendengar perintah Allah jangan ragu, yakinlah itu jalan kemuliaan, jalan kebahagiaan, serta keselamatan dunia akhirat,” kata Aa Gym.

Jika Allah melarang sesuatu dan tetap kita lakukan, niscaya hidup kita tidak ba hagia dan celaka. Itulah kenapa, kata dia, penting belajar agama lebih dalam, supaya tahu mana yang Allah sukai dan tidak sukai. Bila Allah menyukai sebuah perka ra, maka Dia memerintahkannya. Sebalik nya, Allah melarang hal yang tidak disu kai-Nya.

“Yang Allah suka, tapi nafsu tidak suka. Sebaliknya juga yang Allah tidak suka nafsu suka. Celakanya, kita lebih nurut pada nafsu, jadilah kita sengsara dan hina. Kita harus paham betul pola ini. Cari tahu apa yang Allah suka, lalu lakukan dengan ikhlas, insya Allah bahagia,” tutur Aa Gym.

Namun, lanjut dia, terkadang manusia enggan mencari tahu apa yang Allah sukai dengan alasan memiliki banyak persoalan hidup. Padahal, persoalan merupakan ba gi an dari karunia manusia. Tanpa masalah, kehidupan manusia tidak bernilai. “Jadi, bukan persoalan hidupnya yang berbahaya, tapi salah menyikapi persoalan itu yang berbahaya. Ibaratnya, tidak ada soal ujian yang bahaya karena orang tidak lulus ujian bukan karena soalnya, tapi karena salah jawabannya,” tutur dia.

Pendiri Pesantren Darut Tauhid ini menegaskan, jangan terpedaya oleh nafsu. Lawan nafsu lewat ibadah yang tidak pernah putus. Misalnya pada suatu malam, hawa nafsu menginginkan kita tidur, sementara Allah suka bila kita bangun untuk shalat Tahajud. Maka niatkan, Allah tahu kalau hati kita mau shalat Tahajud sehingga kita bisa bangun di sepertiga malam terakhir. “Contoh, saat shalat Tahajud kita inginnya membaca surat-surat pendek. Jadi, saat ingin membaca surah al-Ashr ganti ke luarin dengan surah al-A’la. Nggak bisa kita selalu mengikuti nafsu,” kata Aa Gym.

Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka? Para sahabat berkata ‘Mau wahai Rasulullah!’ Beliau menjawab: Yaitu orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.”

Aa Gym menjelaskan, Hayyin adalah orang yang memiliki ketenangan juga keteduhan lahir maupun batin. “Orangnya ajeg, tidak labil, tidak gampang marah, ti dak temperamental, tidak celetak-celetuk. Semua tindakannya terkendali dan penuh pertimbangan sehingga lahir keteduhan,” ujar dia.

Sikap orang Hayyin, lanjutnya, mem buat kita ingat pada Allah. Meski tidak ba nyak bicara, setiap yang keluar dari mulutnya benar, tidak berdusta, tidak zalim, ti dak kotor, serta tidak sia-sia.

Berikutnya, Layyin adalah orang yang lembut dan santun. Lalu, Qarib, yakni ramah sekaligus menyenangkan diajak bicara. Terakhir Sahl, yaitu orang yang tidak mempersulit sesuatu. “Harus punya empat ini karena dijamin haram disentuh api neraka. Yakinlah semua terjamin sama Allah,” kata Aa Gym. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Faedah Surat Yasin: Hari Berbangkit Hingga Nikmat Surga

Bagaimana keadaan hari berbangkit dan gambaran kenikmatan di surga?

Tafsir Surah Yasin

Ayat 51-55

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ (51) قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (52) إِنْ كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ (53) فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (54) إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ (55)

Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Rabb) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba- tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).” (QS. Yasin: 51-55)

Penjelasan Ayat

Ketika ditiup sangkakala pada tiupan untuk membangkitkan seperti disebutkan dalam ayat 51 dari surah Yasin, maka segera orang-orang keluar dari kuburnya segera menghadap Rabbnya. Tidak ada istilah telat dalam keadaan seperti ini. Para pendusta nampak bersedih. Kerugian dan kesedihan nampak ketika itu.

Mereka ketika itu mengatakan “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?”. Tempat tidur di sini maksudnya adalah kubur. Lantas dijawab panggilan Allah, “Inilah yang dijanjikan (Rabb) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya)”. Maksudnya, inilah yang Allah janjikan dan Rasul katakan kepada mereka, maka hal itu benar-benar nyata terjadi.

Dibangkitkan dari kubur itu hanyalah satu teriakan saja. Tiupan itu ditiup oleh Israfil, maka hiduplah (bangkitlah) yang telah mati. Semua yang awal dan belakangan, jin dan manusia bangkit dan dihisab untuk setiap amalan mereka.

Pada hari itu, Allah tidak menzalimi sedikit pun, Allah tidak mengurangi kebaikan sedikit pun, dan tidak mungkin menambah suatu dosa pun. Yang dibalas adalah sesuai amalan masing-masing.

Tentang balasan pada hari kiamat disebutkan mengenai balasan bagi penduduk surga. Mereka sibuk dengan kenikmatan masing-masing.

Pelajaran dari Ayat

  1. Tiupan sangkakala yang pertama adalah seluruh makhluk dikagetkan dan dimatikan. Tiupan yang kedua seperti yang disebutkan dalam ayat yaitu seluruh makhluk dibangkitkan dari kuburnya, dengan segera menuju Rabb mereka. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 739)
  2. Ibnu Katsir menyatakan bahwa tiupan sangkakala itu tiga kali. Pertama adalah tiupan untuk mengagetkan atau menakuti sehingga orang-orang yang berada di pasar dan yang sedang sibuk dengan urusan dunia pada berlarian sambil meneriakkan “yaa layta, yaa layta” (andai saja, andai saja), seperti diisyaratkan dalam surah Yasin ayat 49. Kedua adalah tiupan untuk mematikan. Ketiga adalah tiupan untuk membangkitkan makhluk dari kubur seperti yang disebut dalam surah Yasin ayat 51. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:345-346)
  3. Ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat 52 adalah orang kafir ketika dihadapkan pada Jahannam, maka yang mereka rasakan pada siksa kubur sebelumnya hanya seperti tidur. Makanya mereka katakan, “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?” (Tafsir Al-Baghawi, 23:644)
  4. Bangkit dari kubur hanya satu kali tiupan saja lalu bangkitlah semua makhluk ketika itu dari orang yang terdahulu dan belakangan, kemudian akan dihisab amal-amal mereka. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 739)
  5. Pada hari kiamat tidak mungkin ada yang dikurangi kebaikannya dan tidak mungkin lagi ditambah dosanya. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan amal kebaikan dan kejelekan yang ia perbuat. Karenanya siapa yang mendapat kebaikan, pujilah Allah. Sebaliknya siapa yang mendapatkan kejelekan, janganlah ia salahkan kecuali dirinya sendiri. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 739)
  6. Yang dimaksud penghuni surga dalam keadaan sibuk, kata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, “Mereka sibuk menikmati kenikmatan yang ada di surga, sedangkan penduduk neraka sibuk dengan azab di neraka.” Ibnu Kisan mengatakan bahwa yang dimaksud adalah di surga mereka sibuk berziarah (berkunjung) satu dan lainnya. (Tafsir Al-Baghawi, 23:644).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah mereka sibuk karena berhubungan intim dengan bidadari yang masih perawan di surga. Ini adalah pendapat dari Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id Al-Musayyib, ‘Ikrimah, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Al-A’masy, Sulaiman At-Taimi, dan Al-Auza’i. Salah satu pendapat Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa yang dimaksud adalah penduduk surga sibuk mendengar senar alat musik (awtar) [padahal dulunya musik haram di dunia, pen.]. Al-Hasan Al-Bashri dan Isma’il bin Abi Khalid menyatakan bahwa penduduk surga sibuk dan bebas dari siksa yang didapati penduduk neraka. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:347.

Moga menjadi renungan berharga.

Referensi:

1-   Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

2-   Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedelapan, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

3-   Tafsir AlBaghawi.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/18258-faedah-surat-yasin-hari-berbangkit-hingga-nikmat-surga.html

Siapakah Manusia yang Kaya Raya Menurut Buya Hamka?

Manusia kaya tidak ditentukan pada harta belaka.

Tiap orang tentu ingin menjadi kaya raya. Manusia bekerja sehari-hari baik sebagai pegawai, wiraswasta maupun tenaga lepas, berharap segala keinginan dan kebutuhannya dapat terpenuhi. 

Namun apa sebenarnya kaya itu? Dan apakah kaya menurut manusia kebanyakan adalah makna sebenarnya?

Adalah Buya Hamka, sosok ulama yang berupaya menjelaskan makna kaya yang sejati dalam bukunya “Tasawuf Modern”. 

Dalam bukunya tersebut, Hamka yang bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah itu, menulis bahwa orang kaya ialah orang yang sedikit keperluannya.  

Menentukan apakah seseorang itu kaya atau miskin, pada dasarnya bukan atas dasar materi yang dimiliki, melainkan keperluannya. 

“Siapa yang paling sedikit keperluannya, itulah orang yang paling kaya dan siapa yang amat banyak keperluan itulah orang yang miskin,” tulis Hamka.

Bagi Hamka, Allah-lah yang paling kaya, karena tidak punya keperluan maupun keinginan. Sementara raja-raja adalah orang yang paling miskin karena memiliki banyak keperluan. Kehidupan di dunia akan selalu diikat dengan aturan dan keperluan. 

Karena itu, menurut Hamka, orang yang ingin menjadi kaya maka tipsnya adalah, cukupkan apa yang ada. Jangan tergoda dengan apa yang dimiliki orang lain. Tetap taat kepada Allah, dan miliki jiwa yang tenteram dalam menghadapi kehidupan.

Orang yang ingat pada sesuatu yang belum ada, ingin ini ingin itu, maka orang tersebut berarti menginginkan kemiskinan. Sedangkan orang yang menginginkan datangnya kekayaan, hidupnya berdiri di atas kesederhanaan karena menyalurkan hartanya pada sesuatu yang bermanfaat.

Dalam pandangan Hamka, kekayaan hakiki ialah mencukupkan apa yang ada, sudi menerima berapapun karena itulah nikmat Tuhan. Juga tidak kecewa bila jumlahnya berkurang, karena harta hanyalah titipan. Datang dan pergi. 

Jika dilimpahkan banyak harta, penggunaannya harus untuk amal dan ibadah, untuk membina keteguhan hati menyembah Tuhan. “Harta tidak dicintai karena dia harta. Harta hanya dicintai sebab dia pemberian Tuhan. Dipergunakan kepada yang berfaedah,” kata Hamka, yang lahir 17 Februari 1908, di Sungai Batang Maninjau, Sumatra Barat.

KHAZANAH REPUBLIKA


Fatwa Ulama: Menjamak Shalat Jumat Dan Shalat Ashar

Fatwa Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad

Soal:

Apakah boleh menjamak shalat Jum’at dan shalat Ashar?

Jawab:

Pendapat yang nampak lebih tepat bagiku, hal demikian tidak diperbolehkan. Karena tidak ada riwayat shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang hal ini. Menjamak shalat yang dibolehkan adalah shalat zhuhur dengan ashar. Adapun menjamak shalat Jum’at dengan shalat ashar, tidak ada riwayat shahih yang menyatakannya. Sehingga tidak dibenarkan bagi seseorang untuk menjamak shalat Jum’at dengan shalat ashar.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/32071

Penerjemah: Yulian Purnama
A

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/14917-fatwa-ulama-menjamak-shalat-jumat-dan-ashar.html

Agar Khutbah Jumat Bermanfaat Dan Berkesan Bagi Jamaah

Godaan setan memang sangat kuat, ketika sebelum jumatan, badan segar tetapi ketika mulai khutbah jumat jamaah bisa saja “terserang” rasa kantuk yang luar biasa bahkan sampai tertidur dan ajaibnya, setelah selesai shalat Jumat rasa kantuk itu hilang entah kemana.

Tidur ketika shalat Jumat merupakan hal yang dibenci oleh para salaf. Seorang Ulama di kalangan tabi’in, Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata,

كانوا يكرهون النوم والإمام يخطب ويقولون فيه قولا شديدا. قال ابن عون: ثم لقيني بعد ذلك فقال: تدري ما يقولون؟ قال: يقولون مثلهم كمثل سرية أخفقوا

Mereka (para sahabat) membenci orang yang tidur ketika imam sedang berkhutbah. Mereka mencela dengan celaan yang keras.”

Ibnu Aun mengatakan, saya bertemu lagi dengan Ibnu Sirin. Beliau pun bertanya, “Apa komentar sahabat tentang mereka?” Ibn Sirin mengatakan,

Mereka (para sahabat) berkata, orang semisal mereka (yang tidur ketika mendengarkan khutbah) seperti pasukan perang yang gagal. (tidak menang dan mendapatkan ghanimah).” 1

Dari sekian faktor penyebab rasa kantuk ini salah satunya adalah dari sisi khatib dan materi khutbah. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan agar khutbah jumat bermanfaat dan berkesan bagi jamaah.

[1] Hendaknya Khatib adalah orang yang benar-benar berilmu dan bukan khatib “karbitan”

Mesikpun punya banyak gelar dan gelar tinggi di urusan dunia, tetapi jika belum cukup ilmu untuk menjadi khatib hendaknya jangan menjadi khatib. Ini membuat khutbah jumat menjadi tidak menarik dan tidak menyentuh bahkan bisa salah.

Khatib-khatib “karbitan” (baik khatib jumat ataupun penceramah diberbagai tempat) seperti ini yang disebut sebagai “ruwaibidhah”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas,”2

[2] Khatib menjiwai dan menguasai materi khutbah

Para Khathib hendaknya menguasai dan menjiwai khutbahnya. Bukan sekedar pembacaan pidato yang kaku dan terkesan tidak menjiwai.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ

Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,”Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya tinggi, dan kemarahannya sungguh-sungguh. Seolah-olah Beliau memperingatkan tentara dengan mengatakan:’ Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi’, ‘Musuh akan menyerang kamu pada waktu sore’.”3

Dan hendaknya berkata dengan jelas dan dipahami

Dalam riwayat lain,

وَلَكِنَّهُ كَانَ يَتَكَلَّمُ بِكَلاَمٍ بَيِّنٍ فَصْلٍ, يَحْفَظُهُ مَنْ جَلَسَ إِلَيْهِ

“Tetapi Beliau berbicara dengan pembicaraan yang terang, jelas, orang yang duduk bersama Beliau dapat menghafalnya.”4

[3] menyiapkan materi khutbah yang ringkas dan mengena

Karena khutbah yang ringkas menunjukkan khatib itu berilmu. Sebaiknya Khutbah hendaknya pendek dan tidak betele-tele, shalatnya lebih panjang, namun keduanya itu sedang-sedang saja. Khutbah terlalu panjang juga akan membuat bosan, ditambah lagi suasana siang yang cukup terik.

قَالَ أَبُو وَائِلٍ خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا

“Abu Wa’il berkata: ’Ammar berkhutbah kepada kami dengan ringkas dan jelas. Ketika dia turun, kami berkata,”Hai, Abul Yaqzhan (panggilan Ammar). Engkau telah berkhutbah dengan ringkas dan jelas, seandainya engkau panjangkan sedikit!” Dia menjawab,”Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya panjang shalat seseorang, dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekanlah khutbah! Dan sesungguhnya diantaranya penjelasan merupakan sihir’.”5

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat

***

@laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa

Penyusun: Raehanul Bharaen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/28217-agar-khutbah-jumat-bermanfaat-dan-berkesan-bagi-jamaah.html

Adab Ketika Mendengar Khutbah Jumat

Bagaimanakah adab ketika mendengar khutbah Jumat?

Saat khutbah jumat sedang berlangsung, seorang dilarang menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa memalingkan konsentrasinya dari menyimak khutbah. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ: (أَنْصِتْ) وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

Jika kamu berkata kepada temanmu, “Diamlah” sementara imam sedang berkhutbah di hari jumat, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Seruan dia kepada kawannya supaya diam di saat imam sedang khutbah merupakan bentuk amar ma’ruf nahi munkar. Namun karena dilakukan pada saat yang tidak tepat, perbuatan tersebut menjadi tidak berpahala. Bahkan justru berdampak buruk bagi pelakunya. Karena jelas di akhir hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” فقد لغوت”, artinya: “sungguh kamu telah berbuat sia-sia.” Terlebih pembicaraan yang hukum asalnya mubah. Tentu lebih terlarang lagi.

Maksud sabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam: فقد لغوت

(-faqod laghouta- artinya: “..sungguh ia telah berbuat sia-sia.”) dalam hadis di atas adalah, ia terluputkan dari pahala shalat jumat. Dalam riwayat Tirmidzi terdapat kalimat tambahan:

ومن لغا فلا جمعة له

“…barangsiapa berbuat sia-sia, maka tidak ada pahala shalat jumat untuknya.” (Imam Tirmidzi berkata: hadis ini hasan shahih. Para ulama hadis lainnya menilai hadis ini dha’if, hanya saja maknanya benar).

Dalam riwayat lain disebutkan,

ومن لغا وتخطَّى رقاب الناس، كانت له ظهرًا

“Dan barangsiapa yang berbuat sia-sia dan melangkahi pundak-pundak manusia, maka Jum’atannya itu hanya bernilai salat Zhuhur.” (HR. Abu Dawud, no. 347. Dihasankan oleh Al-albani dalam Shahih Abi Dawud

Hal ini bukan berarti shalat jumatnya batal. Shalatnya tetap sah, hanya saja ia terluput dari pahala shalat jumat. Dan cukuplah ini kerugian yang besar bagi seorang mukmin.

Ada pengecualian di sini, yaitu dibolehkan bagi khatib untuk berinteraksi dengan jama’ah, bila memang diperlukan. Begitu pula sebaliknya; seorang jamaah boleh berinteraksi dengan Sang Khatib. Namun ini sebatas kebutuhan saja. Artinya jangan sampai menyebabkan konsentrasi jamaah yang lain terganggu.

Seperti ini pernah terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau sedang khutbah, salah seorang sahabat masuk ke masjid kemudian langsung duduk. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan dia supaya berdiri untuk shalat tahiyyatul masjid. (Lihat Shahih Al-bukhari, hadis no. 931)

Dalam kesempatan yang lain, ketika Madinah sedang ditimpa paceklik, salah seorang sahabat meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya mendoakan turun hujan. Saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang khutbah jumat. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan beliau, sejajar dengan wajah beliau serambi berdoa,

اللَّهُمَّ اسْقِنَا

(Allahummas Qinaa) “Ya Alllah, turunkan hujan kepada kami.”

Hujan pun turun ketika itu juga sampai hari jumat yang berikutnya. (Lihat Sunan An-Nasa’i, hadis no. 1515)

Diperbolehkan pula bagi makmum untuk melakukan hal-hal yang ada kaitannya dengan khutbah. Seperti mengamini doa khatib dan bershalalawat kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Adapun hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan khutbah: seperti mencatat faidah-faidah khutbah, menjawab salam (red. menjawabnya cukup dengan isyarat), men-tasymit orang yang bersin (mengucapkan yarhamukallah saat saudaranya mengucapkan alhamdulillah ketika bersin, ed) dll, maka tidak diperbolehkan.

Ada hadis lain yang menjelaskan tentang adab ketika khatib sedang khutbah Jumat, berikut ini hadisnya:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمْعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ, غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمْعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ, وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَى

“Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian dia mendatangi shalat Jum’at, dia mendengarkan khutbah dan diam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at ini dengan Jum’at yang akan datang, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang bermain kerikil, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (HR. Muslim)

Hadis kedua ini menjelaskan tentang larangan yang berkaitan dengan perbuatan. Adapun hadits pertama tadi menjelaskan tentang larangan yang berkaitan dengan ucapan.

Kesimpulannya adalah, saat khatib sedang berkhutbah, seorang makmum tidak boleh menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa membuyarkan kosentrasinya dari mendengarkan khutbah Jumat. Baik hal tersebut berkaitan dengan ucapan maupun perbuatan.

Bagaimana dengan orang yang bermain handphone ketika khutbah jumat?

Jawabannya adalah bermain handphone di saat khatib sedang berkhutbah juga tidak boleh. Hukumnya sama dengan orang yang bermain kerikil yang disinggung dalam hadis di atas. Jadi seorang yang sibuk bermain handphone ketika khatib sedang khutbah, ia juga terluputkan dari kesempurnaan pahala shalat jum’at.

Bagaimana bila seorang ingin merekam khutbah jum’at dengan handphone-nya?

Jawabannya adalah tetap terlarang bila dilakukan saat khatib sedang berkhutbah. Bila ia hendak merekam khutbah, sebaiknya dipersiapkan sebelum khatib memulai khutbah. Seperti saat khatib sedang naik mimbar atau sejak sebelumnya. Yang terpenting selama khatib belum memulai khotbah, maka dibolehkan bagi Anda untuk mengobrol atau mempersiapkan handphone Anda untuk merekam dst. Karena konteks hadisnya berbunyi: “Jika kamu berkata kepada temanmu, “Diamlah” sementara imam sedang berkhutbah di hari jumat, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Artinya bila imam tidak sedang berkhutbah; seperti saat sedang naik mimbar atau saat duduk antara dua khutbah, maka dibolehkan bagi Anda apa yang dilarang dalam hadiss tersebut.

(Tulisan ini adalah rangkuman faidah dari kajian Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad hafizhahullah, saat membahas Kitab Al-Jum’ah dari Shahih Muslim, di Masjid Nabawi Asy-Syarif)

____

Madinah An-Nabawiyyah, 11 Muharram 1436

Penulis: Ahmad Anshori

Editor: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/23375-adab-mendengar-khutbah-jumat.html

Syarhus Sunnah: Hari Manusia Dibangkitkan dan Dikumpulkan

Apa saja yang terjadi pada hari berbangkit? Kita sekarang pelajari tentang hari kiamat dalam bahasan Imam Ismail Al-Muzani dari kitabnya Syarhus Sunnah.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

وَبَعْدَ البِلَى مَنْشُوْرُوْنَ وَيَوْمَ القِيَامَةِ إِلَى رَبِّهِمْ مَحْشُوْرُوْنَ وَلَدَى العَرْضِ عَلَيْهِ مُحَاسَبُوْنَ بِحَضْرَةِ الموَازِيْنِ وَنَشْرِ صُحُفِ الدَّوَاوِيْنَ وَنَسُوْهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ لَوْ كَانَ غَيْرُ اللهِ الحَاكِمَ بَيْنَ خَلْقِهِ لَكِنَّهُ اللهُ يَلِي الحُكْمَ بَيْنَهُمْ بِعَدْلِهِ بِمِقْدَارِ القَائِلَةِ فِي الدُّنْيَا يَوْمَئِذٍ يَعُوْدُوْنَ فَرِيْقٌ فِي الجَنَّةِ وَفَرِيْقٌ فِي السَّعِيْرِ

“Setelah hancur, manusia dibangkitkan. Dan pada hari kiamat, manusia dikumpulkan di hadapan Rabb-Nya. Di masa penampakan amal manusia dihisab. Dengan dihadirkannya timbangan-timbangan dan ditebarkannya lembaran-lembaran (catatan amal). Allah menghitung dengan teliti, sedangkan manusia melupakannya. Hal itu terjadi pada hari yang kadarnya di dunia adalah 50 ribu tahun. Kalaulah seandainya bukan Allah sebagai hakimnya niscaya tidak akan bisa, akan tetapi Allahlah yang menetapkan hukum di antara mereka secara adil. Sehingga lama waktunya (bagi orang beriman) adalah sekadar masa istirahat siang di dunia, dan Allah Yang Paling Cepat Perhitungan Hisabnya. Sebagaimana Allah memulai menciptakan mereka, ada yang sengsara atau bahagia, pada hari itu mereka dikembalikan. Sebagian masuk surga, sebagian masuk neraka.”

Setelah jasad hancur, manusia dibangkitkan dan dikumpulkan

Setelah jasad hancur, manusia kemudian dibangkitkan yaitu mereka dihidupkan dan dikeluarkan dari kubur mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun: 7)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ شَهْرًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً قَالَ أَبَيْتُ قَالَ ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنْ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Jarak antara kedua tiupan empat puluh.” Abu Hurairah bertanya, “(Apakah) empat puluh hari.” Beliau menjawab, “Aku belum bisa memastikan.” Abu Hurairah bertanya, “(Apakah) empat puluh bulan.” Beliau menjawab, “Aku belum bisa memastikan.” Abu Hurairah bertanya, “(Apakah) empat puluh tahun.” Beliau menjawab, “Aku belum bisa memastikan.” Beliau bersabda, “Kemudian Allah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mereka pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya tanaman. Tidak ada sesuatu pun dari jasad manusia kecuali telah hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya, dan dari sanalah manusia tersusun kembali pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari, no. 4935 dan Muslim, no. 2955)

Dalil lainnya yang menunjukkan adanya hari berbangkit adalah firman Allah Ta’ala,

يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ ۗ

(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan.” (QS. At-Taghabun: 9).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa maksudnya adalah At-Taghabun itu di antara nama kiamat. Karena saat itu penduduk surga membuat penduduk neraka bersedih hati, sebagaimana pendapat ini dikatakan oleh Qatadah dan Mujahid. Muqatil bin Hayyan menyatakan bahwa tidak ada hari yang membuat seseorang bersedih selain ketika melihat ada yang masuk surga dan ada yang masuk neraka.

Dalam Tadabbur Al-Mufashshal (hlm. 51) menyebutkan at-taghabun adalah hari di mana ditampakkan orang kafir benar-benar merugi karena enggan beriman dan orang mukmin merasa rugi karena kurangnya dalam berbuat baik.

Dalil-dalil adanya hari berbangkit

Pertama: Dalil yang menunjukkan Allah menciptakan langit dan bumi, seperti dalam ayat,

لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghafir/ Al-Mukmin: 57)

Kedua: Dalil yang menunjukkan dihidupkannya bumi setelah matinya, seperti pada firman Allah,

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan di antara tanda-tanda-Nya (Ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat: 39)

Ketiga: Dalil yang menunjukkan adanya penciptaan manusia. Allah yang mampu menciptakan manusia tentu mampu untuk mengembalikan dengan menghidupkannya kembali. Hal ini sebagaimana dalam ayat,

قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin: 79)

Keempat: Dalil yang menunjukkan Allah membangunkan orang yang mengalami mati sugro (mati kecil yaitu tidur), lalu bangun dari tidurnya. Hal ini seperti dipahami dari doa ketika bangun tidur,

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ

ALHAMDULLILLAHILLADZI AHYAANAA BADA MAA AMAATANAA WA ILAIHIN NUSHUR” (artinya: Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan). (HR. Bukhari, no. 6325)

Kelima: Manusia diciptakan dari mani yang hina (yang keluar dari tempat najis) hingga ia tumbuh besar. Seperti ini mau mengingkari dan mendustakan Allah yang Mahamampu untuk membangkitkannya. Makanya Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ

Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” (QS. Yasin: 77)

Keenam: Allah menciptakan api dari kayu yang hijau seperti disebutkan dalam ayat,

الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ

Yaitu Rabb yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS. Yasin: 80). Ini saja bisa Allah wujudkan, termasuk membangkitkan manusia dari matinya.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/21840-syarhus-sunnah-hari-manusia-dibangkitkan-dan-dikumpulkan.html

Agar Tidak Tertidur Ketika Khutbah Jumat

Tertidur Ketika Khutbah Jumat

Bisa jadi ketika khutbah Jumat, ada beberapa jamaah yang sangat mengantuk. Jika sampai tertidur ketika khutbah, tentu hal ini sangat tidak disukai oleh syariat. Seorang Ulama di kalangan tabi’in, Muhammad bin Sirin berkata,

كانوا يكرهون النوم والإمام يخطب ويقولون فيه قولا شديدا. قال ابن عون: ثم لقيني بعد ذلك فقال: تدري ما يقولون؟ قال: يقولون مثلهم كمثل سرية أخفقوا

“Mereka (para sahabat) membenci orang yang tidur ketika imam sedang berkhutbah. Mereka mencela dengan celaan yang keras.”

Ibnu Aun mengatakan, saya bertemu lagi dengan Ibnu Sirin. Beliau pun bertanya, “Apa komentar sahabat tentang mereka?” Ibn Sirin mengatakan, “Mereka (para sahabat) berkata, orang semisal mereka (yang tidur ketika mendengarkan khutbah) seperti pasukan perang yang gagal (tidak menang dan mendapatkan ghanimah).” [1]

Tips Mudah Menghalau Rasa Kantuk Saat Khutbah Jumat

Ada tips yang mudah dan insyaallah bisa segera menghilangkan rasa mengantuk ketika khutbah Jumat berlangsung, yaitu segera pindah tempat

1. Berpindah Tempat Duduk

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ

“Apabila kalian ngantuk pada hari Jumat, maka berpindahlah dari tempat duduknya.”[2]

Hikmahnya  adalah perpindahan dan bergerak akan menghilanhkan rasa ngantuk dengan mudah. Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury menjelaskan hadits ini, beliau berkata,

ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﺘﺤﻮﻝ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺗﺬﻫﺐ ﺍﻟﻨﻌﺎﺱ

“Hikmah perintah untuk pindah tempat adalah pergerakan pindah akan menghilangkan rasa ngantuk.”[3]

2. Mandi sebelum berangkat shalat Jumat

Karena mandi memberikan rasa segar dan menghilangkan penat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

غُسْل يوم الجُمُعة واجبٌ على كلِّ محتل

“Mandi pada hari Jumat, wajib bagi setiap orang yang sudah baligh.”[4]

3. Berusaha fokus mendengarkan khutbah

Dengan cara menghadapkan muka ke arah khatib dam fokus memperhatikan khatib

Ibnu Mas’ud berkata,

قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ إِذَا اسْتَوَى عَلَى الْمِنْبَرِ اسْتَقْبَلْنَاهُ بِوُجُوهِنَا.

“Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau.”[5]

Untuk bisa fokus, perlu juga menghindari hal-hal atau perbuatan yang bisa melalaikan dari khutbah seperti memainkan ujung baju, mengelupas kuku, memainkan kunci dan lain-lain.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَ

“Barangsiapa yang memegang (memain-mainkan) batu kerikilberarti dia telah berbuat sia-sia.”[6]

4. Hindari duduk memeluk lutut

Karena ini adalah posisi yang bisa menyebabkan mengantuk

Muadz bin Jabal berkata,

أَن النَبيَ صَلى اللهُ عَليه وَسَلمَ نَهَى عَنْ الْحَبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk memeluk lutut pada hari ketika imam sedang berkhutbah.”[7]

Imam Al-Khattabi menjelaskan hadits ini, beliau berkata,

نهى عنها لأنها تجلب النوم فتعرض طهارته للنقض، ويمنع من استماع الخطبة

“Perbuatan ini dilarang, karena ini bisa menyebabkan ngantuk,sehingga bisa jadi wudhunya batal (jika tertidur sangat pulas, adapun hanya tidur ringan maka tidak batal, pent), dan terhalangi mendengarkan khutbah.”[8]

Demikian semoga bermanfaat

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29913-agar-tidak-tertidur-ketika-khutbah-jumat.html