Hari Valentine : Hari Zina Internasional

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah

Di antara bencana yang menimpa pemuda Islam adalah sikap latah meniru kebiasaan orang kafir. Salah satu di antaranya, memeriahkan Valentine’s DayValentine’s day, 100% datang dari orang kafir.

Kita semua sepakat bahwa valentine datang dari budaya non muslim. Terlalu banyak referensi tentang sejarah dan latar belakang munculnya hari valentine, yang mengupas hal itu. Saking banyaknya, mungkin kuranng bijak jika kami harus mengulas ulang pembahasan yang sudah berceceran tentang sejarah valentine’s. Untuk itu, kami di sini hanya ingin meyakinkan bahwa valentine murni dari orang kafir.

Klaim: Kami mengakui bahwa valentine’s day buatan orang kafir, tapi kami sama sekali tidak melakukan ritual mereka. Kami hanya menjadikan hari ini sebagai hari untuk mengungkapkan rasa cinta kepada kekasih. Sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan acara keagamaan. Apakah ini tetap dilarang?

Jawab:

Alasan ini tidak dapat diterima. Setelah Anda memahami bahwa hari valentine adalah budaya orang kafir, ada beberapa konsekuensi yang perlul Anda pahami:

Pertama, turut memeriahkan valentine’s day dengan cara apapun, sama saja dengan meniru kebiasaan orang kafir. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan ancaman yang sangat keras, bagi orang yang meniru kebiasaan orang kafir. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم

Siapa yang meniru suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

وهذا الحديث أقل أحواله أن يقتضي تحريم التشبه بهم ، وإن كان ظاهره يقتضي كفر المتشبه بهم كما في قوله : { وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ }

“Hadis ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru kebiasaan orang kafir. Meskipun zahir (makna tekstual) hadis menunjukkan kufurnya orang yang meniru kebiasaan orang kafir. Sebagaiman firman Allah Ta’ala yang artinya, ‘Siapa di antara kalian yang memberikan loyalitas kepada mereka (orang kafir itu), maka dia termasuk bagian orang kafir itu’. (QS. Al-Maidah: 51).” (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, 1:214)

Pada hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan tujuan meniru kebiasaan orang kafir itu. Beliau juga tidak memberikan batasan bahwa meniru yang dilarang adalah meniru dalam urusan keagamaan atau mengikuti ritual mereka. Sama sekali tidak ada dalam hadis di atas. Karena itu, hadis ini berlaku umum, bahwa semua sikap yang menjadi tradisi orang kafir, maka wajib ditinggalkan dan tidak boleh ditiru.

Kedua, memeriahkan hari raya orang kafir, apapun bentuknya, meskipun hanya dengan main-main, dan sama sekali tidak diiringi dengan ritual tertentu, hukumnya terlarang.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, beliau menjumpai masyarakat Madinah merayakan hari raya Nairuz dan Mihrajan. Hari raya ini merupakan hari raya yang diimpor dari orang Persia yang beragama Majusi. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, beliau bersabda,

قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ ، وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ النَّحْرِ ، وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Saya mendatangi kalian (di Madinah), sementara kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyah. Padahal Allah telah memberikan dua hari yang lebih baik untuk kalian: Idul Qurban dan Idul Fitri”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, dan dishahihkan Syaikh Ali Al-Halabi)

Mari kita simak dengan seksama hadis di atas. Penduduk Madinah, merayakan Nairuz dan Mihrajan bukan dengan mengikuti ritual orang Majusi. Mereka merayakan dua hari raya itu murni dengan main-main, saling memberi hadiah, saling berkunjung, dst. Meskipun demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarang mereka untuk merayakannya, menjadikannya sebagai hari libur, atau turut memeriahkan dengan berbagai kegembiraan dan permainan. Sekali lagi, meskipun sama sekali tidak ada unsur ritual atau peribadatan orang kafir.

Oleh karena itu, meskipun di malam valentine’s sekaligus siang harinya, sama sekali Anda tidak melakukan ritual kesyirikan, meskipun Anda hanya membagi coklat dan hadiah lainnya, apapun alasannya, Anda tetap dianggap turut memeriahkan budaya orang kafir, yang dilarang berdasarkan hadis di atas.

Valentine’s Day Hari Zina Internasional

Sudah menjadi rahasia umum, intensitas zina meningkat pesat di malam valentine. Hari itu dijadikan momen paling romantis untuk mengungkapkan rasa cinta kepada pacar dan kekasih.

Apabila valentine hanya sekadar pacaran dan makan malam, setelah itu pulang ke “kandang” masing-masing, ini cara valentine zaman 70-an, kuno! Saat ini, valentine telah resmi menjadi hari zina.

Bukan hanya mengungkap perasaan cinta melalui hadiah coklat, tapi saat ini dilampiri dengan kondom. Allahu akbar! Apa yang bisa Anda bayangkan? Malam valentine menjadi kesempatan besar bagi para pemuda dan mahasiswa pecundang untuk merobek mahkota keperawanan gadis dan para wanita. Malam valentine diabadaikan dengan lumuran maksiat dan dosa besar. Lebih parah dari itu, semua kegiatan di atas mereka rekam dalam video untuk disebarkan ke berbagai penjuru bumi melalui dunia maya. Bukankah ini bencana besar?! Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun..

Dimanakah rasa malu mereka?! Dimanakah rasa keprihatinan mereka dengan umat?! Akankah mereka semakin memperparah keadan?!

Wahai para pemuda pecundang…, jangan karena kalian tidak mampu menikah kemudian kalian bisa sewenang-wenang menggagahi wanita??

Wahai para pemudi yang hilang rasa malunya…, jangan karena sebatang cokelat dan romantisme picisan Anda merelakan bagian yang paling berharga pada diri Anda. Laki-laki yang saat ini sedang menjadi pacarmu, bukan jaminan bisa menjadi suamimu. Bisa jadi kalian sangat berharap kasih sayang sang kekasih, namun di balik itu, obsesi terbesar pacarmu hanya ingin melampiaskan nafsu binatangnya dan mengambil madumu.

Bertaubatlah wahai kaum muslimin…

Ingatlah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَلاَ ظَهَرَتِ الْفَاحِشَةُ فِى قَوْمٍ قَطُّ إِلاَّ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْمَوْتَ

Jika perbuatan kekejian sudah merebak dan dilakukan dengan terang-terangan di tengah-tengah masyarakat, maka Allah akan menimpakan kehancuran kepada mereka.” (HR. Hakim dan beliau shahihkan, serta disetujui Ad-Dzahabi)

Allahu Akbar, bukankah ini ancaman yang sangat menakutkan. Gara-gara perbuatan mereka yang tidak bertanggung jawab itu, bisa jadi Allah menimpakan berbagai bencana yang membinasakan banyak manusia. Ya.. valentine’s day, telah menyumbangkan masalah besar bagi masyarakat. Sangat tepat seperti kisah Nabi Musa ‘alaihis salam yang berdoa kepada Allah, karena kelancangan yang dilakukan kaumnya yang menyembah anak sapi. Allah abadikan dalam firman-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ (152)وَالَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (153) وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ أَخَذَ الْأَلْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ (154) وَاخْتَارَ مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata, “Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang BODOH di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-A’raf: 153 – 155)

Karena itu, kami mengajak kepada mereka yang masih lurus fitrahnya. Berusahalah untuk banyak istighfar kepada Allah. Perbanyaklah memohon ampunan kepada Allah. Kita berharap, dengan banyaknya istigfar yang kita ucapkan di malam zina ini, semoga Allah mengampuni hamba-hamba-Nya. Musa memohon ampunan kepada Allah, disebabkan ulah kaumnya yang bodoh, yang mengundang murka Allah.

Yaa Allah.., akankah Engkau membinasakan kami disebabkan ulah orang-orang BODOH di malam valentine?

Ampunilah kami Yaa, Allah..

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewab Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Read more https://konsultasisyariah.com/10485-valentines-day-hari-zina-internasional.html

Kisah Pilu di Balik Gemerlap Perayaan Valentine

Esensi perayaan adalah penuh dengan nafsu dan keburukan.

Secara sederhana, premis Hari Valentine pada 14 Februari dipahami sebagai waktu menunjukkan penghargaan rasa sayang pada seseorang. Namun, ternyata perayaan hari kasih sayang tersebut berawal dari kisah seorang Saint Velentine yang dipenggal.

Seperti dilansir di laman Ensyclopedia Britannica (Britannica.com), asal usul Hari Valentine berawal dari festival Romawi di Roma, yakni Lupercalia. Festival itu diadakan pada 13-15 Februari. Festival itu diadakan untuk merayakan kedatangan musim semi, termasuk upacara kesuburan serta perjodohan pria dan wanita dengan undian.

Pada abad kelima, Paus Gelasius I menggantikan Lupercalia dengan Hari St Valentine. Kemudian, 14 Februari diperingati sebagai hari romansa sejak abad ke-14.

Seorang sejarawan Kristen, Lisa Bitel dalam artikel The Gory Origins of Valentine’s Day (Asal-usul Gory dari Hari Valentine) yang terbit di Smithsoniamag.com juga menyebutkan, Hari Valentine berawal sebagai pesta liturgi untuk merayakan pemenggalan martir Kristen abad kedua atau ketiga.

Bitel menyebut, sumber-sumber kuno mengungkapkan beberapa St. Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Dua dari mereka dieksekusi pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Claudius Gothicus pada 269-270 M. Dia menyebut, saat itu penganiayaan terhadap orang Kristen adalah hal biasa.

Robi Afrizan dalam buku Maafkan Tuhan, Saya Pernah Pacaran menulis sejarah singkat Hari Valentine. Tulisan itu bersumber dari buku Udah Putusin Aja yang ditulis Ustaz Felix Siauw.

Ustaz Felix menulis, bangsa Romawi yang menjadi dasar peradaban Barat hidup dengan suatu adat, yaitu menjadikan kepuasan fisik badaniah sebagai tujuan hidup mereka. Money, drink, and sex (uang, minuman, dan seks), itulah setali tiga uang dalam kehidupan mereka.

Jauh sebelum dunia mengenal hari kasih sayang, orang Romawi mengenal perayaan Festival Lupercalia, yaitu rangkaian hari raya yang dipersembahkan kepada Lupercus atau sang Dewa Kesehatan dan Kesuburan, dan Juno Februa yang juga Dewi Pernikahan dan Kesuburan. Perayaan ini digelar setiap tahun pada 13-15 Februari.

Lupercus adalah Dewa Kesuburan Seksual Romawi yang diilustrasikan sebagai manusia berkaki dan berkepala kambing, atau setara dengan Pan dalam mitologi Yunani. Pan inilah yang menjelma menjadi Baphomet—dalam tradisi pemuja setan Yahudi, Dewa Kesuburan yang menjadi kambing regeneratif lelaki dan wanita, sekaligus lambang seks.

Adapun Juno Februa, Dewi Pernikahan dan Kesuburan, yang dilukiskan memakai mantel dari kulit kambing adalah istri dari pemimpin para dewa, Jupiter. Dalam mitologi Yunani, Juno dikenal sebagai Hera yang menikah dengan Zeus pada bulan Gamelion yang terletak antara pertengahan Januari dan Februari.

Perayaan dimulai dengan menaruh nama-nama perawan di sebuah tempat dalam kertas yang terpisah. Kemudian lelaki maju satu per satu untuk mengambil secara acak. Siapa yang terpilih, itulah akan menjadi pasangan melakukan hubungan terlarang sepanjang malam. Setelah berlanjut menjadi pasangan hingga tahun berikutnya.

Begitulah Festival Lupercalia yang dipraktikkan selama berabad-abad pada masa Romawi. Hubungan badan yang dihalalkan dalam bentuk adat istiadat, yang tentu saja bersesuaian dengan misi hidup mereka, yakni menjadikan nafsu sebagai Tuhan.

Setelah kaum Kristiani berkuasa, sekitar 494 M, Paus Gelasius I mengkulturasi Festival Lupercalia menjadi Festival Penyucian Bunda Maria sebagai pengganti penyembahan terhadap Lupercalia. Namun, esensi perayaan ini tetap sama, penuh dengan nafsu dan keburukan, berkelindan dengan kepentingan konsumerisme yang menjadi sangat kapitalis.

Pernah pula gereja menjadikan 14 Februari dengan mencangkokkan tokoh St Valentine yang berjuang demi cinta hingga menjadi martir pada 14 Februari. Hari kematiannya diperingati sebagai hari perjuangan cinta, Valentine Day. Namun, kebenarannya tidak bisa diverifikasi dan esensi perayaannya tetaplah sama, hingga pada 1969 Hari Valentine dihapus dari kalender gereja oleh Paus Paul VI.

Laman Britannica.com menuliskan ada beberapa martis Kristen bernama Valentine. Kemungkinan, Hari Valentine diambil dari seorang imam yang mati sekitar 270 M karena hukuman kaisar Claudius II Gothicus.

Pesan formal, atau perayaan Valentine mulai muncul pada 1500-an dan akhir 1700-an dalam kartu yang dicetak secara komersial. Perayaan Valentine komersial pertama di Amerika Serikat dicetak pada pertengahan 1800-an. Simbol Valentine dilambangkan Cupid (Dewa Cinta Romawi), burung, permen dan bunga, mawar.

Seiring berjalannya waktu, perayaan Hari Valentine semakin populer di Amerika Seikat, serta Inggris, Kanada, dan Australia. Selain itu, Valenite juga dirayakan di negara lain, termasuk Argentina, Prancis, Meksiko, dan Korea Selatan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Pembuktian Cinta Sejati Dengan Menikah, Bukan dengan Coklat

Hari yang ditunggu oleh sepasang muda-mudi yang terperdaya yaitu hari valentine yang diklaim sebagai hari cinta dan kasih. Padahal sudah banyak tersebar mengenai kisah yang sebenarnya mengenai asal usul hari Valentine. Tentu saja hukum merayakannya sudah jelas yaitu HARAM.

Adalah tepatnya sang pemudi yang lebih banyak tertipu daya, sang pemuda membuktikan cinta dengan sekedar surprise ungkapan romantis manis berbalut kata puitis, kemudian buah tangan yang terbingkis berisi coklat dan sepenggal kalimat yang membuat pemudi melayang ke langit impian. Sedangkan sang pemudi terperdaya dengan membuktikan cinta dengan keperawanan atau apalah, yang seharusnya itu dipersembahkan untuk suami halalnya kelak.

Pembuktian cinta hanya dengan menikah

Jika ada mengakui mencinta tetapi tidak menikahi atau segera menikahi maka itu semua hanya cinta kasih yang menjelma saja dalam pandangan mata yang berfatamorgana. Walaupun yang diumbar adalah sajak romantis yang mengalahkan merdu kicauan burung, walaupun sentuhan sayang yang dibelai mengalahkan tetesan embun dan walaupun buah tangan yang diberi adalah rangkaian melati bersanggul jelita. Semuanya tanpa pernikahan adalah semi palsu bahkan tipu daya.

Mengapa? karena orang yang paling mengetahui hakikat pembuktian cinta mengatakan bukti cinta adalah menikah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لم ير للمتحا بين مثل النكاح

Tidak diketahui [yang lebih bermanfaat] bagi dua orang yang saling mencinta semisal pernikahan1

Ulama pakar hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata, “sungguh para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan orang-orang yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit ini [mabuk cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan [yaitu menikah]”.2

Sekali lagi, pembuktian cinta hanya dengan menikah!

Cinta prematur dan cinta lelehan lilin

Sebagian manusia terpedaya dengan cinta prematur, cinta yang belum takdir waktunya untuk diturunkan dari langit. Akan tetapi nafsu merenggut dan menarik paksa sehingga ia turun tertatih, cinta seadanya yang dipaksakan bertahan hidup. Atau mungkin akan lenyap dalam beberapa saat karena ia lahir sebelum garis batas waktunya yaitu pernikahan.

Cinta yang diumbar adalah cinta seumur hidup, padahal ikatannya masih belum mempuyai simpul dan tidak jelas. Cinta yang dikira tulus kepada diri dan jiwanya padahal ia hanya cinta kepada kecantikan rupa, hanya cinta pada harta dan kedudukan. Ketika kecantikan bersaing kuat berlomba dengan usia, maka kecantikan perlahan menyerah. Ketika hilang kecantikan, hilanglah cinta, kemana lagi rayuan yang dulu, kemana lagi buah tangan yang dulu, kemana lagi roman picisan. Apakah telah meleleh lebih cepat dari lelehan lilin yang membakar lenyap diri sendiri?

Mereka mengatakan cinta seumur hidup? Walupun benar, Jika umur telah menjadi perkara malaikat maut, maka usailah cinta, hanya sekedar menjadi sejarah di dunia yang sebentar lagi dilupakan oleh orang-orang karena episode generasi selanjutnya sudah menunggu. Karena semua yang ada di dunia ini adalah akan sirna, termasuk cinta yang hanya mentok dengan cita-cita ujung dunia saja. Allah Azza wa Jalla berfirman,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS. Ar-Rahman: 26)

Dan bisa jadi jika orang yang saling mencintai di dunia tanpa landasan cinta Allah akan menjadi saling bermusuhan di akhirat, Allah Azza wa Jalla berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa” (QS. Az Zukhruf: 67).

Duhai para wanita dan insan yang mencari cinta, apakah ini cinta yang engkau cari? Cinta yang berumur sehari saja? Atau berumur semalam di malam Valentine?

@Pogung Kidul, Yogyakarta tercinta

1 HR. Ibnu Majah no. 1847, Al-Hakim 2/160, Al-Baihaqi 7/78 dishahihkan oleh Al-Albani dalam As- silsilah As-shahihah no. 624

2 Raudhatul Muhibbin hal. 212, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut, 1403 H, Asy-Syamilah

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/20049-pembuktian-cinta-sejati-dengan-menikah-bukan-dengan-coklat.html

Cinta Sejati di Hari Valentine?

Sesaat lagi kawula muda di berbagai belahan dunia akan dibuat gaduh dengan isu “hari cinta”.  Banyak dari pemuda dan pemudi muslim yang turut hanyut dalam perayaan hari cinta ini.

Saudaraku! Bila anda amati perilaku mereka pada hari ini, niscaya anda temukan banyak keanehan. Mitos “cinta” yang diekspresikan dengan sekuntum bunga dan sepotong coklat. Kaum hawa jadi lupa daratan bila telah mendapat sekuntum bunga mawar dan akhirnya pasrah bila telah mendapatkan sepotong coklat. Padahal anda tahu, berapalah harga sekuntum bunga dan sepotong coklat? Harga diri dan kesucian diri diserahkan begitu saja hanya karena bunga atau sepotong coklat yang dibubuhi dengan janji- janji gombal.

Anda tidak percaya, silahkan buktikan dengan anda menuntut untuk segera menikah pada malam itu juga. Anda pasti tahu bahwa tidak ada obat cinta paling manjur selain pernaikahan.

لم ير للمتحابين مثل التزويج

Tidak ada penawar yg lebih manjur bagi dua insan yg saling mencintai dibanding pernikahan“. (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Al Bazzar, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Ash Shahihah, 2/196-198)

Atau pintalah pemuda yang konon pangeran anda untuk membayangkan wajah anda yang telah kriput atau mungkin cacat karena suatu kecelakaan atau penyakit. Mungkinkah dia kuasa melakukannya?

Atau sebaliknya coba anda membayangkan wajah pemuda pujaan hati anda yang telah ompong atau cacat karena suatu kecelakaan atau penyakit. Masihkah cinta anda seperti sedia kala? Atau mungkinkah anda masih siap untuk meneruskan hubungan cinta dengannya?

Atau mungkin bayangkan lelaki lain yang lebih tampan dan lebih berduit yang datang melamar anda, akankah anda masih mencintainya, padahal dia telah jatuh miskin, berpakaian seperti gembel, dan hidup dipinggir kali?

Renungkan baik baik saudara-saudariku, janganlah engkau korbankan kehormatan dirimu hanya demi janji-janji gombal dan isu-isu menyesatkan. Bila anda cinta kepadanya karena penampilannya, maka tidak lama lagi akan luntur bersama pudarnya penampilan. Bila cinta karena harta kekayaan maka akan dengan mudah dibeli oleh orang lain dengan penawaran yang lebih mahal. Bila cinta karena jabatan, maka tidak lama lagi akan luntur bersama habisnya masa jabatannya.

Cinta sejati tidak kenal penampilan atau jabatan atau harta kekayaan. Hanya ada satu alasan cinta abadi yang suci, yaitu karena iman dan akhlak yang mulia.

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ

Biasanya wanita dinikahi karena satu dari empat alasan berikut: hartanya, kedudukan sosialnya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah wanita yang beragama bagus, niscaya engkau beruntung” (Muttafaqun ‘Alaih)

Cinta abadi tidak kenal hari, bulan atau tempat. Namun cinta abadi yang dilandasi oleh iman akan abadi hingga hari akhir nanti.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

Orang yang saling mencintai pada hari itu (hari qiyamat) akan saling memusuhi kecuali orang-orang yg cintanya karena alasan takwa” (QS. Az Zukhruf: 67)

Penulis: Ustadz DR. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19971-cinta-sejati-di-hari-valentine.html

Hadiah Coklat di Hari Valentine

Kenapa yang dihadiahi biasanya adalah coklat di hari valentine? Bolehkah memberi hadiah tersebut pada rekan, teman atau kekasih di hari tersebut? Bagaimana jika kita diberi coklat, apakah boleh kita terima?

Ini Alasannya Kenapa Perayaan Valentine Identik dengan Coklat

Ternyata, coklat mengandung phenylethylamine yang berfungsi membantu penyerapan dalam otak dan menghasilkan dopamine yang akan menyebabkan perasaan gembira, meningkatkan rasa tertarik dan dapat menimbulkan perasaan jatuh cinta. Tidak heranlah coklat menjadi pilihan hadiah tanda cinta. Disebabkan oleh teksturnya yang lembut dan mudah larut secara perlahan memberikan kesan sensual bagi orang yang menikmatinya. Selain itu,coklat dapat memberikan kesan nyaman, rileks dan dapat meningkatkan gairah seksual.

Berarti ada tujuan tidak baik di balik coklat, apalagi jika dilihat pasangan yang diberi masih belum halal karena belum ada akad nikah? Lihat saja, meningkatkan gairah seksual. Apa maksudnya? Apa ingin menghalalkan zina dengan hadiah coklat tersebut? Wallahul musta’an.

Masalah Merayakan Valentine

Intinya, merayakan valentina atau hari kasih sayang, ada beberapa sisi kerusakan:

1- Merayakan perayaan non muslim

Jelas banget, hari valentine bukanlah perayaan muslim. Perayaan atau hari besar kaum muslimin hanyalah dua, tidak ada yang lainnya. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Kita pun dilarang tasyabbuh dengan non muslim, yaitu dilarang meniru non muslim dalam perayaan mereka. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ

Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).

Imam Adz Dzahabi juga berkata,

فإذا كان للنصارى عيد ، ولليهود عيد ، كانوا مختصين به ، فلا يشركهم فيه مسلم ، كما لا يشاركهم في شرعتهم ولا قبلتهم

“Orang Nashrani punya perayaan, demikian pula orang Yahudi, di mana mereka mengistimewakan hari tersebut. Maka janganlah seorang muslim meniru mereka dalam perayaan tersebut. Sebagaimana kita dilarang meniru syari’at dan tidak mengikuti kiblat mereka.” (Tasyabbuh Al Khosis bi Ahlil Khomis, tersebut dalam Majalah Al Hikmah 4: 193)

Jelas sekali, merayakan valentine termasuk dalam meniru orang kafir. Karena perayaan tersebut sama sekali bukanlah perayaan muslim, namun diimpor dari barat. Sejarah valentine bermula dari:

– Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.

– Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.

– Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.

– Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.

Jadi pemuda yang merayakannya saat ini hanyalah latah mengikuti budaya barat.

2- Cinta kasih yang tidak halal

Yang ada di hari kasih sayang atau valentine day adalah cinta kasih yang tidak halal. Karena yang merayakannya adalah muda-mudi dengan saling memberi hadiah, kencan berdua, bergandengan tangan, bahkan mejeng di kegelapan demi menyatakan cinta di hari tersebut. Ini tentu saja cinta kasih yang tidak halal. Cinta kasih yang halal dalam Islam hanyalah dinyatakan lewat nikah. Cinta kasih bukan dinyatakan lewat pesan singkat, telepon, jalan berdua, berdua-duaan, kencan dinner, dinyatakan dengan pemberian coklat, bahkan ada yang membuktikannya dengan zina. Cinta sejati dibuktikan dengan menikah karena itulah yang halal bahkan berpahala di sisi Allah.

Inilah manfaat nikah. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”

Jadi dengan menikah berarti menjaga agama. Sebaliknya, menyalurkan cinta lewat pacaran malah merusak agama seseorang.

3- Berzina atau melakukan hal-hal yang merupakan perantara menuju zina

Inilah yang nyata saat merayakan valentine, setiap pasangan akan menyatakan cinta pada yang lain. Bahkan ada yang membuktikan dengan cara yang parah sampai berzina. Padahal mendekati zina saja tidak boleh apalagi sampai berzina,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32). Kata Al Qurthubi, ayat ini sangat bagus dan lebih menunjukkan larangan daripada perkataan “Janganlah melakukan zina”. Maksudnya, larangan tersebut untuk mendekati, tentu saja jika sampai terjerumus, jelas terlarangnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

4- Menghambur-hamburkan uang

Memberi coklat dan hadiah pada pasangan pada hari valentine juga termasuk tabdzir atau menghambur-hamburkan uang. Karena yang disebut tabdzir adalah menyalurkan harta pada suatu yang haram dan sia-sia.

Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 68).

Menghambur-hamburkan harta dalam hal yang sia-sia ini termasuk temannya setan sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Bolehkah Menerima Coklat yang Diberi di Hari Valentine?

Sama halnya dengan acara perayaan yang tidak ada tuntunan lainnya -seperti ulang tahun-, maka menerima hadiah dari coklat di hari valentine mesti menimbang maslahat dan mudhorot.

Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata mengenai hukum menerima kado ulang tahun, “Menerima hadiah dari acara yang tidak ada tuntunan tidak dibolehkan karena hal itu termasuk menyokong acara tersebut tetap laris manis. Maka hendaklah menolak hadiah tersebut dengan cara yang halus. Namun jika khawatir merusak hubungan dengan rekan kita, maka jelaskan padanya bahwa kita menerima hadiah karena itu hadiah saja bukan maksud mendukung acara yang tidak ada tuntunan tersebut. Dengan menambahkan keterangan bahwa kita tidak lagi akan menerima kado seperti itu di masa akan datang. Juga tidak perlu membalas memberikan hadiah di hari ulang tahunnya.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 146449). Menerima hadiah di hari valentine seperti itu pula, timbang-timbanglah maslahat dan bahayanya.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

Disusun di waktu Dhuha di Pesantren Darush Sholihin, 11 Rabi’uts Tsani 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/20072-hadiah-coklat-di-hari-valentine.html

Valentine No, Bagaimana dengan Produk Orang Kafir?

“Mengapa kalian melarang-larang merayakan valentine. Padahal kalian masih menggunakan produk orang kafir?”

Demikian salah satu komentar dari yang tidak setuju kalau merayakan valentine dilarang.

Kenyataan di Hari Valentine

Merayakan Valentine’s Day berarti meniru kebiasaan orang kafir. Karena budaya kaum muslimin tidaklah seperti itu.

Kenyataan di hari Valentine:

  • Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
  • Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
  • Hari Valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
  • Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.

Merayakan Berarti Meniru

Merayakan hari Valentine tadi berarti meniru-niru mereka, yang sejatinya perayaan tersebut bukan dari Islam. Meniru mereka dalam hal perayaan berarti meniru mereka secara lahiriyah. Meniru secara lahiriyah ini bisa berpengaruh pada ketertarikan secara batin. Ujung-ujungnya agama non-muslim yang diagungkan.

Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya tasyabbuh (meniru gaya) orang kafir secara lahiriyah mewariskan kecintaan dan kesetiaan dalam batin. Begitu pula kecintaan dalam batin mewariskan tasyabbuh secara lahiriyah. Hal ini sudah terbukti secara inderawi atau eksperimen. Sampai-sampai jika ada dua orang yang dulunya berasal dari kampung yang sama, kemudian bertemu lagi di negeri asing, pasti ada kecintaan, kesetiaan dan saling berkasih sayang. Walau dulu di negerinya sendiri tidak saling kenal atau saling terpisah.” (Iqtidha’ Ash-Shiroth Al-Mustaqim, 1: 549)

Di tempat lain, Ibnu Taimiyah berkata,

أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ

“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.” (Majmu’ Al-Fatawa, 22: 154).

Patokan meniru yang tercela adalah jika meniru pada sesuatu yang jadi ciri khas mereka. Valentine sudah jadi ciri khas perayaan non-muslim sejak masa silam.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Patokan disebut tasyabbuh adalah jika melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang yang ditiru. Misalnya yang disebut tasyabbuh pada kafir adalah seorang muslim melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang kafir. Adapun jika sesuatu sudah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan tidak jadi kekhasan atau pembeda dengan orang kafir, maka tidak lagi disebut tasyabbuh. Seperti itu tidaklah dihukumi tasyabbuh, namun bisa jadi dinilai haram dari sisi lain.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 30)

Mengenai larangan tasyabbuh disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad, 2: 50; Abu Daud, no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidha’, 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi, no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kalau Menggunakan Produk Orang Kafir

Adapun menggunakan produk orang kafir masuk dalam ranah perkara duniawi. Tak mungkinlah orang menggunakan produk orang kafir lantas mendukung dan membenarkan agama non-muslim. Coba saja lihat para pedagang di pasar atau di toko yang menjual produk orang kafir, apa lantas membenarkan ajaran mereka? Tentu tidak bukan? Kecuali kalau menggunakan produk mereka malah merugikan kaum muslimin. Sedangkan tasyabbuh (meniru mereka) secara lahiriyyah dapat mengantarkan pada kesukaan terhadap ajaran mereka dalam batin.

Bukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih menggunakan produk orang kafir.

[Pertama]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai baju buatan Yaman sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit, beliau keluar memakai baju qithriyyah (yaitu baju bercorak dari Yaman yang terbuat dari katun) (Lihat Mukhtashar Asy-Syamail, hlm. 49. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih). Perlu diketahui bahwa kebanyakan penduduk Yaman ketika itu adalah orang-orang kafir.

[Kedua]

Diceritakan pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggunakan khuf buatan Habasyah (Ethiopia) yang ketika itu adalah negeri kafir. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Buraidah,

أن النجاشي أهدى النبي صلى الله عليه و سلم خفين أسودين ساذجين فلبسهما ثم توضأ ومسح عليهما

Raja Najasyi pernah memberi hadiah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana, kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut” (Lihat Mukhtashar Asy-Syamai, hlm. 51. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih).

Meski Menggunakan Produk Orang Kafir, Perayaan Orang Kafir Tidak Dirayakan

Coba perhatikan hadits berikut,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, dahulu orang-orang Jahiliyyah memiliki dua hari di setiap tahun yang amalan mereka biasa bersenang-senang ketika itu (yaitu Nairuz dan Mihrajan). Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, beliau bersabda,

Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.” (HR. Abu Daud no. 1134; An-Nasa’i no. 1556. Sanad hadits ini shahih menurut Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 4: 142)

Kalau kita melihat keterangan para ulama, hari Nairuz adalah perayaan awal tahun Syamsiyah. Sedangkan Mihrajan adalah perayaan enam bulan setelahnya. Lihat keterangan dalam Minhah Al-‘Allam, 4: 142.

Hadits di atas menunjukkan bahwa Allah telah membatalkan dua perayaan yang diadakan orang-orang jahiliyah tersebut dan diganti dengan dua hari ied yang dimiliki oleh umat Islam saat ini yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Dan dinyatakan bahwa dua hari ied kita lebih baik, namun itu bukan pertanda bahwa dua hari besar jahiliyah sebelumnya ada kebaikan. Tetap tidak ada kebaikan pada dua hari jahiliyah tersebut.

Hari Idul Fithri dan Idul Adha adalah hari kegembiraan dan hari besar. Idul Fithri adalah hari di mana kita bersyukur karena telah menjalankan puasa sebulan penuh. Idul Adha adalah hari di mana kita bersyukur karena telah diberi kemudahan melaksanakan manasik haji dan ibadah qurban. Semua ibadah yang dilaksanakan tersebut memiliki kebaikan yang banyak.

Coba perhatikan, untuk merayakan perayaan Nairuz dan Mihrajan tidak dilakukan oleh Nabi. Bahkan beliau menggantinya dengan perayaan yang kita rayakan saat ini, Idul Fithri dan Idul Adha. Padahal beliau masih menggunakan produk non-muslim, namun untuk merayakan say “no”.

Silakan merenungkan hal ini bagi yang mau berpikir.  Wallahu waliyyut taufiq.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Pengasuh Rumaysho.Com)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/27454-valentine-no-bagaimana-dengan-produk-orang-kafir.html

Jujur, Kiat Menuju Selamat

Mukadimah

Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya.

Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”

Definisi Jujur

Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.

Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).

Allah berfirman,

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (QS. al-Maidah: 119)

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zumar: 33)

Keutamaan Jujur

Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,

“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”

Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama.

Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,

“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”

Dalam kehidupan sehari-hari –dan ini merupakan bukti yang nyata– kita dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain, rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlomba-lomba datang untuk bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut mendapatkan kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah baginya kebahagian dunia dan akherat.

Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.

Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan. Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.

Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk jujur dan benar, sebagaimana firman-firman Allah yang berikut,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. at-Taubah: 119)

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (QS. al-Maidah: 119)

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)

“Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)

Nabi bersabda, “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu, sesungguhnya kejujuran, (mendatangkan) ketenangan dan kebohongan, (mendatangkan) keraguan.”

Macam-Macam Kejujuran

  1. Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.
  2. Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
  3. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah:
    “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)
  4. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin, sebagaimana dikatakan oleh Mutharrif, “Jika sama antara batin seorang hamba dengan lahiriahnya, maka Allah akan berfirman, ‘Inilah hambaku yang benar/jujur.’”
  5. Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah,“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15)

Realisasi perkara-perkara ini membutuhkan kerja keras. Tidak mungkin seseorang manggapai kedudukan ini hingga dia memahami hakikatnya secara sempurna. Setiap kedudukan (kondisi) mempunyai keadaannya sendiri-sendiri. Ada kalanya lemah, ada kalanya pula menjadi kuat. Pada waktu kuat, maka dikatakan sebagai seorang yang jujur. Dan jujur pada setiap kedudukan (kondisi) sangatlah berat. Terkadang pada kondisi tertentu dia jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya.

Khatimah

Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah,

“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ‘Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.” (QS. al-Isra’: 80)

Allah juga mengabarkan tentang Nabi Ibrahim yang memohon kepada-Nya untuk dijadikan buah tutur yang baik.

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. asy-Syu’ara’: 84)

Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Allah berfirman,

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 177)

Di sini dijelaskan dengan terang bahwa kebenaran itu tampak dalam amal lahiriah dan ini merupakan kedudukan dalam Islam dan Iman. Kejujuran serta keikhlasan keduanya merupakan realisasi dari keislaman dan keamanan.

Orang yang menampakkan keislaman pada dhahir (penampilannya) terbagi menjadi dua: mukmin (orang yang beriman) dan munafik (orang munafik). Yang membedakan diantara keduanya adalah kejujuran dan kebenaran atas keyakinannya. Oleh sebab itu, Allah menyebut hakekat keimanan dan mensifatinya dengan kebenaran dan kejujuran, sebagaimana firman Allah,

“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyr: 8)

Lawan dari jujur adalah dusta. Dan dusta termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah,

“Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61)

Dusta merupakan tanda dari kemunafikan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)

Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat, maka wajib bagi kita untuk selalu jujur dalam ucapan, perbuatan, dan muamalah kita. Dengan demikian jika kita senantiasa menjauhi kedustaan, niscaya kita akan mendapatkan pahala sebagai orang-orang yang jujur dan selamat dari siksa para pendusta. Waallahu A’lam.

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. az-Zumar: 32-35)

Referensi:

  1. Makarimul-Akhlaq, karya Syakhul-Islam Ibn Taimiyah ; cet. Ke-1. 1313 ; Dar- alkhair, Bairut, Libanon.
  2. Mukhtashar Minhajul-Qashidin, karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, Maktabah Dar Al-Bayan, Damsiq, Suria.
  3. Mukhtarat min Al-Khutab Al-Mimbariah, karya Syaikh Shalih ibn Fauzan ; cet. Ke – 1, Jam’iayah Ihya’ At-Turats Al-Islamy.
  4. Syarh Riyadhus As-Shalihin, karya Syaikh Mahammad ibn Shalih Al-Utsaimin ; cet – 1 ; Dar- Wathan, Riyadh, KSA.

(Diambil dari majalah Fatawa)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/38-jujur-kiat-menuju-selamat.html

Rela Berutang Asal Bisa Akikah Anak, Bolehkah?

SEORANG muslim dituntut untuk menghidupkan sunnah-sunah nabi shallallahu alaihi wa sallam. Aqiqah hukumnya sunnah muakkadah dan tidak wajib menurut pendapat yang kuat, dan hendaknya orang yang memiliki kemampuan melaksanakan sunnah ini.

Adapun orang yang belum mampu saat itu maka jika dia memiliki sumber penghasilan yang dia berharap bisa membayar hutang dengannya di kemudian hari maka tidak mengapa dia berhutang.

Imam Ahmad rahimahullahu berkata: “Kalau dia tidak memiliki harta untuk aqiqah kemudian berhutang maka aku berharap Allah menggantinya karena dia telah menghidupkan sunnah.” (Al-Mughny, Ibnu Qudamah 13/395)

Namun kalau tidak memiliki penghasilan tetap maka jangan dia berhutang karena nanti akan memudharati dia dan orang yang menghutanginya. (Lihat Kasysyaf Al-Qina an Matnil Iqna, Manshur bin Yunus Al-Bahuti 2/353)

Allah taala berfirman: “Bertaqwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian.”

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu: “Dan adapun meminjam uang untuk keperluan aqiqah maka dilihat, kalau dia berharap bisa mengembalikan seperti seorang pegawai misalnya, akan tetapi ketika waktu aqiqah dia tidak memiliki uang, kemudian dia meminjam uang sampai datang gaji maka ini tidak mengapa, adapun orang yang tidak punya sumber penghasilan tetap yang dia berharap bisa membayar hutang dengannya maka tidak selayaknya dia berhutang.” (Liqa Al-Babil Maftuh, Al-Maktabah Asy-Syamilah)

Wallahu taala alam. [Ustadz Abdullah Roy, Lc]

INILAH MOZAIK

Ketika Lelah, Tengoklah Kembali Ka’bah

Dunia adalah tempat manusia untuk berlelah-lelah, namun bukan berarti harus tersiksa selama-lamanya. Karena manusia harus lelah di dunia yang hanya sementara ini, maka tengoklah Ka’bah di kala lelah melanda perjalanan kehidupan yang ada.

Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 125 berbunyi: “Wa idz ja’alnal-bayta mastabatan linnasi wa amnan wattakhidzuu min maqomi Ibrahima mushallan wa ahdina ila Ibrahima wa Ismaila an thahira baytiy lithaifina wal-akifina wa-rukka’i as-sujudi,”.

Yang artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (baitullah/Ka’bah) Matsabatan (tempat berkumpul) bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah dari maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: bersihkanlah rumahKu untuk orang-orang yang thawaf, dan yang i’tikaf, serta yang rukuk dan sujud,”.

Dalam kitab Tafsir Al Mishbah karya Prof Quraish Shihab disebutkan, kata Matsabatan dalam ayat tersebut berarti tempat berkumpul dan berlindung. Atau tempat untuk memperoleh ganjaran atas pahala ibadah seperi haji, umrah, atau ibadah-ibadah lainnya dengan ganjaran berlipat ganda dibanding dengan beribadah di tempat lain.

Sedangkan Ka’bah, kata beliau, dinamai baytun (rumah). Karena rumah adalah tempat kembali untuk beristirahat. Jika seseorang lelah di jalan, atau gelisah, maka hendaknya mereka perlu untuk kembali ke rumahnya.

Dengan kembali menengok ke Ka’bah, rasa lelah dan gelisah niscaya akan hilang. Demikian jelasnya sampai-sampai hati manusia selalu terpanggil untuk berkunjung ke sana. Ketika sampai ke sana (Ka’bah), hampir semua manusia merasakan urusan dan problem sejenak terlupakan. Karena pikiran dan hati hanya tertuju kepada pemilik rumah tersebut, yakni Allah SWT.

IHRAM


Melalui Dakwah Gubernur Ini, 2.000 Orang Eropa Masuk Islam

Gubernur muslim ini dipuji oleh Syaikh Tariq Suwaidan dan ulama lainnya. Pasalnya, ia bukan pemimpin biasa. Ia menggunakan kekuasaannya sebagai sarana dakwah. Melalui dakwahnya, 2.000 orang Eropa masuk Islam.

“Dalam sebuah hadits shahih Bukhari disebutkan, ‘satu orang mendapat hidayah Allah melalui dakwahmu, itu lebih baik bagimu daripada seekor unta merah.’ Lalu bagaimana jika 2.000 orang?” tulis Syaikh Tariq Suwaidan dalam bukunya Al Andalus at Tarikh al Mushawwar. Buku ini telah diterjemahkan dengan judul Dari Puncak Andalusia.

Nama Gubernur ini adalah Uqbah bin al Hajjaj al Saluli. Ketika diberi pilihan untuk memimpin Afrika Utara atau Andalusia, Uqbah memilih memimpin Andalusia.

“Aku mencintai jihad, dan Andalusia adalah medan jihad,” kata Uqbah.

Ia pun ditunjuk menjadi Gubernur Andalusia pada Syawal 116 Hijriyah, bertepatan dengan November 734 Masehi.

Uqbah adalah sosok pemimpin yang mencintai jihad dan dakwah. Menjadi Gubernur Andalusia, ia melakukan berbagai penaklukan hingga mencapai Narbonne, Galicia dan Pamplona. Basis-basis militer Visigoth semua dikalahkannya kecuali Covadonga. Ia belum sempat menaklukkannya.

Saat menang perang dan mendapat tawanan, Uqbah tak pernah membunuh mereka. Mereka diperlakukan dengan baik dan didakwahi Uqbah. Para tawanan itu kemudian masuk Islam setelah melihat kebenaran Islam dan kemuliaan akhlak kaum muslimin.

“Di tangannya, sebanyak 2.000 orang masuk Islam,” tulis Syaikh Tariq Suwaidan.

Dakwah Islam di Andalusia tentunya tak hanya dilakukan oleh Uqbah. Begitu banyak mujahid sejak Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziyad juga berdakwah pada saat dan pasca pembebasan kota demi kota di Andalusia.

Sejak masa Rasulullah dan sahabat Nabi, Islam tak pernah memaksa negeri-negeri yang dibebaskannya untuk masuk Islam. Mereka diberikan kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya. Sebab Islam mengajarkan: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas perbedaan jalan yang benar dan jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256)

Mereka tak hanya berdakwah dengan kata-kata. Justru dakwah yang paling efektif adalah ketika orang-orang Andalusia melihat keseharian mereka. Kebenaran aqidah Islam, kemuliaan akhlak, kejujuran dan kebaikan-kebaikan kaum muslimin. Andalusia pun berbondong-bondong masuk Islam.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]