Imam Al-Ghazali Jelaskan Cara Mendirikan Shalat

Menurut Imam Al-Ghazali untuk bisa mendirikan shalat tidak boleh lengah saat shalat.

Allah SWT memerintahkan manusia untuk mendirikan shalat. Menurut Imam Al-Ghazali untuk bisa mendirikan shalat tidak boleh lengah atau lalai saat melaksanakan shalat.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengutip Surat Thaha Ayat 14. “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku,” demikian bunyi ayat tersebut.

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa mendirikan shalat untuk mengingat Allah adalah perintah yang wajib dilaksanakan. Lengah atau lalai adalah lawan dari mengingat.

Menurut Imam Al-Ghazali, apabila ada orang yang lalai atau lengah saat melaksanakan shalat secara keseluruhan, bagaimana bisa orang tersebut mendirikan shalat untuk mengingat Allah. Allah juga melarang manusia bersikap lalai atau lengah.

Terkait ini Imam Al-Ghazali mengutip Surat Al-A’raf Ayat 205. Ayat tersebut berrbunyi “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.

Itu sebabnya Islam melarang umatnya meminum minuman yang memabukkan. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa mabuk terjadi pada orang yang lalai dan tenggelam dalam keraguan serta pikiran-pikiran duniawi

KHAZANAH REPUBLIKA

Apakah Muslimah Boleh Juga Berhaji untuk Orang Lain?

Islam membolehkan Muslimah berhaji atas nama orang lain dengan skema badal.

Melaksanakan ibadah haji atas nama orang lain yang sudah meninggal memang pernah dicontohkan sahabat pada masa Rasulullah SAW.

Apakah ketentuan tersebut berlaku juga untuk Muslimah yang hendak berhaji bukan untuk dirinya? 

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam karnya yang diterjemahkan, Fiqih Wanita, dengan merujuk hadis riwayat Imam at-Tirmidzji yang statusnya Hasan sahih,  menjelaskan kesepakatan ulama, Muslimah diperbolehkan untuk menunaikan ibadah haji bagi wanita Muslimah lainnya. Sedangkan menurut empat imam yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali  diperbolehkan juga baginya menunaikan haji untuk orang laki-laki.     

“Sebagaimana Rasulullah pernah memerintahkan seorang wanita dari Kabilah Khats’amiyah menunaikan ibadah haji untuk ayahnya,ketika dia bertanya kepada Rasulullah. 

“Wahai Rasulullah sesungguhnya kewajiban haji itu berlaku atas semua hamba-Nya, ayahku telah mendapatkan kewajiban itu, sedangkan ia sudah sangat tua. Untuk itu apa yang harus aku lakukan? Maka beliau memerintahkannya untuk menunaikan haji bagi ayahnya. 

Sementara menurut para ulama dari kalangan sahabat nabi dan juga yang lainnya diperbolehkan untuk mengamalkan hal itu. pendapat senada juga disampaikan ats-Tsauri, Ibnu Mubarok Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Dalam hal ini Imam Malik menegaskan, jika hal itu diwasiatkan, maka harus ditunaikan. 

“Adapun Syafi’i dan Ibnu Mubarok memberikan keringanan untuk menghajikan orang dewasa yang masih hidup, akan tetapi dalam keadaan tidak mampu menunaikannya,” kata Syekh Kamil Muhammad Uwaidah.

yekh Kamil Muhammad Uwaidah mengatakan, dari hadis di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Muslimah diperbolehkan menunaikan haji bagi orang laki-laki dan juga wanita lainnya. Sebaliknya laki-laki Muslimah juga boleh menunaikan haji untuk orang laki-laki dan juga  Muslimah yang lain serta tidak ada nash yang menentang akan hal ini. 

IHRAM


Maksiat Delapan Anggota Badan yang Harus Dihindari

Delapan anggota badan bisa berbuat maksiat.

Manusia dianugerahi oleh Allah anggota badan yang lengkap, seperti perut, mulut, mata, telinga, tangan, kaki, kemaluan, dan tubuh secara keseluruhan. Anggota badan tersebut memiliki fungsinya masing-masing yang patut disyukuri oleh umat Islam.

Namun, delapan anggota badan tersebut juga bisa berbuat maksiat, sehingga umat Islam harus berusaha menghindarinya. Maksiat anggota badan tersebut dijelaskan dalam buku “Buku Ar-Risalah Jami’ah: Fiqih Praktis Seputar Ibadah” yang ditulis oleh al-Habib al-Allamah Ahmad bin Zain bin Alwi bin Ahmad al-Habsyi.

Pertama, maksiat perut. Menurut Habib Ahmad bin Zain,  yang termasuk maksiat perut di antaranya, memakan harta riba, meminum segala sesuatu yang memabukkan, memakan harta anak yatim, dan segala hal yang diharamkan Allah dari makanan dan minuman.

Habib asal Hadhramaut ini menjelaskan, Allah dan rasul-Nya telah melaknat pemakan harta riba, dan siapapun yang mendukung seseorang untuk memakannya. Selain itu, Allah juga melaknat peminum arak dan siapapun yang mendukung seseorang untuk meminumnya, begitu juga penjualnya.

Kedua, maksiat mulut atau lisan. Maksiat anggota tubuh  yang satu ini banyak sekali. Di antaranya menggunjing, mengadu domba, berdusta, mencemarkan nama baik, mencaci, dan lain-lain.

Ketiga, maksiat mata. Perbuatan yang termasuk dalam maksiat mata di antaranya, memandang perempuan yang bukan mahramnya, memandang aurat orang lain, memandang dengan pendangan meremehkan muslim lainnya, dan memandang ke dalam rumah lain tanpa izin.

Keempat, maksiat teliga, yang diantaranya, mendengarkan pergunjingan dan hal-hal lainnya yang diharamkan. Kelima, maksiat tangan, seperti mengurangi takaran dalam neraca dan timbangan, mencuri, membunuh, dan memukul tanpa kebenaran.

Keenam, maksiat kaki. Di antaranya, berjalan untuk mengadukan seorang muslim, untuk membunuh, atau untuk membahayakannya tanpa alasan yang benar.  Ketujuh, maksiat kemaluan, seperti berzina, berhubungan seks yang menyimpang atau homo seks, onani dengan tangan, dam maksiat-maksiat kemaluan lainnya.

Kedelapan, maksiat badan. Habib Ahmad bin Zain menjelaskan, maksiat dengan seluruh badan itu seperti durhaka kepada orang tua, lari meninggalkan peperangan, memutuskan tali silaturrahim, dan mendzalimi manusia. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa-Doa Nabi Ibrahim AS yang Diabadikan dalam Alquran

Nabi Ibrahim AS memanjatkan doa dan dibadikan dalam surah al-Baqarah.

Sebagai Muslim, ayat-ayat Alquran bisa menjadi rujukan dan sandaran untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT. 

Di antara doa-doa pilihan yang bisa digunakan rujukan berdoa adalah contoh doa yang dibaca Nabi Ibrahim AS. Doa Nabi Ibrahim AS beberapa tertuang dalam surah al-Baqarah sebagai berikut:   

QS al- Baqarah ayat 126: 

 رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Rabbij’al hadza baladan aminan warzuq ahlahu minatsamarati man amana minhum billahi wal yauwmil akhiri

“Ya Tuhanku jadikanlah negeri Mekkah ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.”

Doa ini bisa dibaca agar tempat seperti rumah, kampung, desa, kota, dan negara yang kita tinggal di dalamnya diberikan keberkahan Allah SWT seperti halnya kota Makkah. 

QS al- Baqarah ayat 127:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

Rabbana taqabbal minna innaka ‘antas sami’ul ‘alim

“Ya Tuhan kami terimalah amal dari kami sungguh Engkaulah yang Mahamendengar Mahamengetahui.” 

Doa ini menegaskan bahwa segala sesuatu amal yang sudah kita kerjakan harus mendapat ridha Allah. Maka dari itulah doa ini sangat baik digunakan setelah kita mengerjakan amal kebajikan agar amal itu diterima Allah. 

QS al- Baqarah ayat 128:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Rabana waj’alna muslimaini laka wa min dzurriyatina ummatan muslimatallaka waarina manasikana wa tub ‘alaina innaka antas sami’ul alim  

“Ya Tuhan kami jadikanlah kami orang yang Berserah diri kepada-Mu dan anak cucu kami juga umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami sungguh Engkau Allah yang Mahapenerima tobat Mahapenyayang.” 

Doa ini bisa dijadikan contoh untuk meminta keturunan yang saleh dan salehah dan agar dipermudah dalam melaksanakan ibadah haji.  

QS al-Baqarah 129:

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.

Rabbana wab’ats fihim rasulam minum yatlu ‘alaihim ayatika wa yu’allimuhumul kitaba wal hikmata wa yuzakkihim, innaka antassami’ul ‘alim 

“Ya Tuhan kami utuslah ditengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-MU dan mengajarkan kitab dan Hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh Engkaulah yang Mahaperkasa Mahabijaksana.”

Sangat direkomendasikan bagi suatu masyarakat atau umat yang ingin mendapatkan seorang pemimpin yang diridhai Allah. Karena dalam ayat 129 itu ada kalimat indah yang disampaikan Nabi Ibrahim.  

KHAZANAH REPUBLIKA


Terimalah Taubat Kami Yaa Allah

Allah Maha Pengampun

Saudara-saudaraku, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Semua orang pasti pernah berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang rajin bertaubat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dia Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Az-Zumar [39] : 53).

Saudara-saudaraku, kezaliman apa pun yang pernah kau lakukan, maka ketahuilah bahwa pintu ampunan Allah sangatlah lebar. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغۡفِرَةٖ لِّلنَّاسِ عَلَىٰ ظُلۡمِهِمۡۖ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

Sesungguhnya Rabbmu adalah pemilik ampunan bagi umat manusia atas kezaliman mereka, dan sesungguhnya Rabbmu benar-benar keras siksanya. (QS. Ar-Ra’d [13] : 6).

Saudara-saudaraku, kemanakah hendak kau cari ampunan itu kalau bukan kepada-Nya yang berada di atas langit sana?? Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغۡفِرَةٖ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٖ

Sesungguhnya Rabbmu adalah pemilik ampunan sekaligus pemilik siksaan yang amat pedih.” (QS. Fushshilat [41] : 43).

Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan membenci orang-orang yang berpaling

Saudara-saudaraku, tidakkah engkau ingin termasuk orang-orang yang dicintai-Nya, tidakkah engkau ingin menjadi orang yang diampuni kesalahan dan dosa-dosanya? Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang rajin bertaubat dan (Allah) mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri.” (QS. Al-Baqarah [2] : 222).

Saudara-saudaraku, apakah kamu enggan untuk bertaubat dan menerima ampunan dari-Nya? Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. Allah Ta’ala berfirman:

أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى ٱللَّهِ وَيَسۡتَغۡفِرُونَهُۥۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan-Nya. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Maa’idah [5] : 74).

Saudara-saudaraku, apakah kita tidak ingin terbebas dari azab yang sangat pedih? Apakah kita tidak ingin mendapatkan kebaikan? Allah Ta’ala berfirman:

فَإِن تُبۡتُمۡ فَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَإِن تَوَلَّيۡتُمۡ فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُمۡ غَيۡرُ مُعۡجِزِي ٱللَّهِۗ وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Apabila kalian bertaubat maka itulah yang lebih baik bagi kalian. Apabila kalian justru berpaling, ketahuilah bahwa kalian tidak akan bisa melemahkan Allah, dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang kafir bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih. (QS. At-Taubah [9] : 3).

Saudara-saudaraku, kembalilah kepada Dzat Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, sungguh Dia tidak akan menyia-nyiakan doa dan amal-amal kalian. Nabi Syu’aib ‘alaihis salam memerintahkan kepada kaumnya, sebagaimana tercantum dalam ayat:

وَٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٞ وَدُودٞ

Mintalah ampunan kepada Rabb kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Rabbku Maha pengasih lagi Maha penyayang.” (QS. Hud [11] : 90).

Saudara-saudaraku, marilah kita sambut kebahagiaan dan kesuksesan hidup dengan senantiasa bertaubat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

Bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kalian berbahagia. (QS. An-Nur [24] : 31).

Allah gantikan dosa-dosa dengan kebaikan dan merekalah orang yang beruntung

Saudara-saudaraku, tidak inginkah kita amal-amal buruk dan kemaksiatan kita terhapus dan dimaafkan oleh Allah kemudian Allah gantikan dengan kebaikan dan ketaatan kepada-Nya? Allah Ta’ala berfirman :

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلٗا صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّ‍َٔاتِهِمۡ حَسَنَٰتٖۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا

Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan melakukan amal salih, maka mereka itulah orang-orang yang akan diganti kejelekan mereka dengan kebaikan. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Furqan [25] : 70).

Saudara-saudaraku, marilah kita gapai ampunan Allah dan keberuntungan dari-Nya dengan taubat yang murni, iman yang tulus dan lurus, serta amal yang ikhlas dan mengikuti tuntunan. Allah Ta’ala berfirman :

فَأَمَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَعَسَىٰٓ أَن يَكُونَ مِنَ ٱلۡمُفۡلِحِينَ

Adapun orang yang bertaubat, beriman, dan beramal salih, maka semoga saja dia termasuk golongan orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Qashash : 67).

Saudara-saudaraku, Allah Maha Mengetahui isi hati kita dan keinginan-keinginan yang terbetik di dalamnya. Tidakkah kita tergerak untuk segera menyambut ampunan-Nya dan bersimpuh di hadapan-Nya untuk memperbaharui taubat kita. Allah Ta’ala berfirman :

وَهُوَ ٱلَّذِي يَقۡبَلُ ٱلتَّوۡبَةَ عَنۡ عِبَادِهِۦ وَيَعۡفُواْ عَنِ ٱلسَّيِّ‍َٔاتِ وَيَعۡلَمُ مَا تَفۡعَلُونَ

Dialah (Allah) yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan. Allah Maha mengetahui apa yang kalian lakukan.” (QS. Asy-Syura [42] : 25).

Ya Allah, terimalah taubat hamba-hamba-Mu ini…

Sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang…

Penulis: Ari Wahyudi

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/9999-terimalah-taubat-kami-yaa-allah.html

Nasihat Imam Nawawi dari Banten Supaya Selamat di Dunia

Imam Nawawi al-Batani menyampaikan nasihat agar selamat dari fitnah dunia.

Imam Nawawi al-Bantani, dalam kitabnya Nashaih al-Ibad, mengutip nasihat-nasihat dari Syafiq Al Bakhli, seorang ulama yang terkenal sangat wara’dan zahid. Nasihat ini begitu berharga, sehingga pantas bagi kita merenungkannya dalam upaya untuk memaksimalkan kesempatan beribadah selama hidup di dunia.  

Pertama, teruslah beribadah kepada Allah SWT sebab manusia pasti membutuhkan-Nya. Allah SWT telah memberikan fitrah kepada manusia agar beriman kepada-Nya. Bahkan, sebelum manusia itu sendiri lahir ke dunia, Allah SWT telah mengambil janji seluruh keturunan Adam untuk meyakini bahwa hanya Allah SWT satu-satunya Tuhan yang harus disembah. 

Kedua, ambillah harta duniawi sekadar cukup memenuhi hidup. Sebagaimana ketika sedang makan, Rasulullah SAW menganjurkan untuk mengatur perut kita, dengan tidak memenuhi perut dengan makanan hingga tanpa batas. 

Kita pun mesti menyisihkan sepertiga isi perut untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga lagi untuk bernapas. Maka, be gitu juga dengan urusan dunia, kita diperintahkan Allah SWT untuk mengambil seperlunya saja sebagai penguat untuk beribadah kepada-Nya. 

Ketiga, berbuat maksiatlah kepada Allah jika kalian kuat menahan siksa-Nya. Alangkah malunya seorang manusia yang telah dikaruniai kepadanya nikmat yang berlimpah, tapi berani bermaksiat kepada Allah. Maka, bersiaplah menerima siksa api neraka yang menyala-nyala hingga menembus kulit. 

Keempat, persiapkan bekal di dunia menurut ukuran lamanya tinggal di alam kubur. Jika melihat umur manusia yang begitu singkat di dunia, dan begitu panjang akan tinggal di alam kubur, tentu ia akan berusaha untuk menjadikan hidupnya penuh arti dan tak sia-sia belaka. Demikian pula tentunya akan semakin dekat dan takut kepada Allah SWT. 

Kelima, beramallah untuk meraih surga sesuai dengan tingkatan yang diinginkan. Allah SWT telah menjanjikan surga-surga yang indah kepada mereka yang dekat dan bertakwa kepada Allah SWT. Semakin baik amalan diperbuat, akan semakin tinggi tingkatan surga yang akan kita dapatkan. Semoga Allah SWT menjadikan kita orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak dengan memperoleh surga keabadian. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Mendengarkan Al-Qur’an adalah Pintu Menuju Rahmat Allah swt

Allah swt berfirman :

وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

‘Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS.Al-A’raf:204)

Allah swt memerintahkan kita untuk bukan sekedar mendengar ketika Al-Qur’an dibacakan. Tapi yang dimaksud adalah mendengarkan dengan perhatian. Dan disana Allah swt telah berjanji akan mengucurkan Rahmat-Nya kepada mereka yang mau menjalankan perintah ini.

Karena Al-Qur’an adalah kitab rahmat, siapa yang membacanya akan mendapat rahmat dan siapa yang mendengarnya juga akan mendapat rahmat. Apalagi bagi mereka yang mendengarkan lalu mengamalkannya, maka kehidupannya akan dipenuhi dengan rahmat Allah swt.

Ketahuilah bahwa mendengarkan Al-Qur’an adalah pintu untuk masuk ke dalam halaman keagungan Al-Qur’an. Dari mendengarkan itu akan muncul kecintaan untuk membacanya dan muncul gerakan dalam hati untuk mengamalkannya.

Bila untuk mendengar Al-Qur’an saja seseorang tidak punya waktu, bagaimana mungkin ia akan mengamalkan isinya?

Karena itu mendengarkan Al-Qur’an merupakan proses yang sangat penting untuk kita bisa hidup sesuai konsep Al-Qur’an. Mendengarkan isi Al-Qur’an adalah pintu untuk kita mencintai Al-Qur’an.

Kemudian diatas semua itu, apakah layak ketika Kalamullah diperdengarkan lalu kita bersikap acuh tak acuh dan meremehkannya? Kemudian tidak ada rasa takut sama sekali dalam hati kita padahal benda-benda mati di dunia ini bergetar dan khusyuk dihadapan Al-Qur’an.

Allah swt berfirman :

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٖ لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعٗا مُّتَصَدِّعٗا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

“Sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (QS.Al-Hasyr:21)

Ingatlah dan renungkanlah bahwa yang memerintahkanmu untuk mendengar perkataan-Nya adalah Dia yang memberimu pendengaran.

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Kala Shalat Jadi Media Istirahat dan Penghilang Rasa sakit

Rasulullah SAW dan generasi salaf menjadikan shalat media istirahat.

Rasulullah SAW dan para sahabat dahulu menjadikan shalat sebagai terminal peristirahatan setelah hati ini lelah menjalani kehidupan, setelah jiwa ini penat menapaki ujian hidup yang begitu berat.

Bila masuk waktu shalat, Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan seraya berkata, ”Wahai Bilal, tenteramkan hati kami dengan shalat.” (HR Daruqutni) Bagi seorang aktivis dakwah, shalat bisa menjadi ajang untuk kembali menjernihkan dan menyegarkan hati.

Bersyukurlah kita karena Allah SWT telah memerintahkan kepada kita shalat lima kali dalam sehari. Itu artinya lima kali input energi yang bisa kita dapatkan. Namun, Rasulullah bersabda, ”Betapa banyak yang melakukan shalat, namun ia hanya mendapatkan letih dan payah.”(HR an-Nasai). 

Hadis ini mengisyaratkan bahwa tidak selamanya shalat yang kita lakukan akan berpengaruh kepada ketenangan jiwa dan mengembalikan kesegaran hati yang tidak terhingga. Salah satu syarat diterimanya shalat adalah dengan memusatkan seluruh perhatian kita terhadap gerakan shalat yang kita lakukan atau yang lebih dikenal dengan kata khusyuk. 

Khusyuk, menurut Imam Ghazali, adalah hudurul qalbi, menghadirkan segenap hati, perhatian dan ketundukan kita kepada Allah SWT. Umar Radiyallahu’anhu berkata, ”Khusyuk bukanlah menundukkan kepala, melainkan menghadirkan hati.” 

Alquran menempatkan orang-orang yang khusyuk dalam shalat sebagai orang-orang beruntung, ”Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS. 23: 1-2) Inilah mungkin shalat yang–seperti diisyaratkan Rasulullah, dapat kembali menyegarkan jiwa, bukan hanya gerakan-gerakan shalat tanpa makna dan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari kita. 

Bahkan, Ali bin Abi Thalib menjadikan shalat sebagai penghilang rasa sakit ketika beliau terluka oleh panah dan harus dicabut dari tubuhnya. Itulah orang-orang saleh. Kekhusyukan mereka dalam shalat membawa ketundukan mereka di luar shalat. 

KHAZANAH REPUBLIKA



Mengenal Nama Allah “Al-Hakiim”

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, sungguh ilmu tentang Allah ‘Azza wa Jalla adalah ilmu yang paling mulia. Tidak ada jalan untuk mengenal Allah melainkan hanyalah melaui nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Penyebutan “Al-Hakiim” dalam Alquran

Dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengenalkan salah satu nama-Nya dalam firman-Nya,

وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Dan dia adalah “Al-‘Aliim” (Maha mengetahui) dan “Al-Hakiim” (Maha Bijaksana).” (QS. At-Tahriim [66]: 2)

Allah Ta’ala berfirman,

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]: 32)

Dan juga ayat-ayat lainnya yang sangat banyak menyebutkan nama Allah Ta’ala “Al-Hakiim”.

Dua makna “Al-Hakiim”

Penjelasan Makna “Al-Hakiim”

Para ulama menjelaskan bahwa “Al-Hakiim” memiliki dua makna,

  • “Al-Hakiim” dengan makna “Al-Haakim”  (الحاكم)

Yaitu, Allah Ta’ala adalah Dzat yang berhak untuk membuat hukum. Hukum Allah Ta’ala itu ada dua, yaitu hukum syar’i dan hukum kauni.

Hukum syar’i adalah syariat agama yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta terkandung dalam Al-Qur’an dan As-SunnahAllah Ta’ala berfirman berkaitan dengan hukum syar’i sebagai penutup ayat yang menceritakan tentang hukum terkait pernikahan dan mahar,

ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 10)

Adapun hukum kauni adalah apa yang Allah Ta’ala tetapkan kepada hamba-Nya, baik berupa penciptaan, rizki, hidup, mati, dan semacamnya. Allah Ta’ala berfirman tentang salah satu saudara Yusuf,

فَلَمَّا اسْتَيْأَسُوا مِنْهُ خَلَصُوا نَجِيًّا قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الْأَرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ

“Maka ketika mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Yang tertua di antara mereka berkata, “Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.” (QS. Yusuf [12]: 80)

  • Al-Hakiim” dengan makna “Al-Muhkim”  (المحكم)

Yaitu, Allah Ta’ala memiliki sifat hikmah. Makna asal hikmah adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Syariat atau hukum yang Allah Ta’ala tetapkan itu memiliki hikmah. Akan tetapi, ada di antara hikmah tersebut yang kita ketahui dan ada yang tidak kita ketahui. Hal ini karena Allah Ta’ala hanya memberikan kita sedikit ilmu saja, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’ [17]: 85)

Hukum Allah Ta’ala, baik hukum kauni atau hukum syar’i, semuanya memiliki hikmah. Allah Ta’ala mengatakan,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ

“Bukankah Allah adalah hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At-Tiin [95]: 8)

Dua Macam Hikmah Allah Ta’ala

Terdapat dua macam hikmah Allah Ta’ala,

Hikmah pertama

Hikmah berupa tatacara ibadah sebagaimana yang Allah Ta’ala syariatkan. Misalnya, tatacara ibadah shalat, sejak mulai dari takbiratul ihram sampai salam. Juga shalat tersebut dimulai dengan bersuci dari hadats, baik hadats besar ataupun hadats kecil. Gerakan shalat juga sudah ditentukan, baik berdiri, ruku’, sujud, atau duduk. 

Demikian pula dalam ibadah zakat. Yaitu ibadah kepada Allah Ta’ala dengan memberikan kelebihan harta yang kita miliki kepada orang-orang yang membutuhkan harta tersebut dan telah ditentukan oleh syariat. 

Hikmah ke dua

Hikmah berupa maksud atau tujuan dari suatu hukum. Hal ini karena semua hukum Allah Ta’ala, baik baik hukum kauni atau hukum syar’i, semuanya memiliki tujuan dan maksud yang baik serta buah (pahala) yang besar. 

Kita lihat misalnya hikmah Allah Ta’ala dari hukum kauni, berupa musibah yang Allah Ta’ala tetapkan untuk hamba-Nya. Musibah tersebut adalah untuk hikmah yang mulia, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum [30]: 41)

Ayat tersebut merupakan bantahan bagi orang-orang yang menganggap bahwa ketetapan Allah itu hanya semata-mata karena kehendak (masyi’ah) saja. 

Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, hal. 122-123 (cetakan ke empat tahun 1427, penerbit Daar Ibnul Jauzi KSA) dengan tambahan contoh dari penulis.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54573-mengenal-nama-allah-al-hakiim.html

Siapakah Ash-Shiddiquun?

Di antara empat golongan yang Allah Ta’ala sebutkan dalam ayat di atas adalah ash-shiddiquun. Siapakah mereka?

Tunjukilah Kami ke Jalan yang Lurus

Setiap hari, kita berdoa kepada Allah Ta’ala,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ؛ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah [1]: 6-7)

Lalu, siapakah orang-orang yang telah Allah Ta’ala beri nikmat tersebut, sehingga kita sangat ingin diberi hidayah agar mengikuti jalan mereka?

Orang-orang yang telah Allah Ta’ala beri nikmat tersebut Allah Ta’ala sebutkan di firman Allah Ta’ala yang lain,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu  para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang salih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 69)

Lalu, Siapakah Ash-Shiddiquun?

Di antara empat golongan yang Allah Ta’ala sebutkan dalam ayat di atas adalah ash-shiddiquun. Siapakah mereka? Tafsir atau penjelasan terbaik tentang siapakah ash-shiddiquun ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zumar [39]: 33)

Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan,

{وَاَلَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ} هُوَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَصَدَّقَ بِهِ} هُمْ الْمُؤْمِنُونَ

“Dan orang yang membawa kebenaran” maksudnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Dan orang yang membenarkannya” maksudnya adalah orang-orang yang beriman.” 

Juga ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ أُولَئِكَ هُمُ الصِّدِّيقُونَ

“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itulah orang-orang shiddiqin.” (QS. Al-Hadiid [57]: 19)

Ketika menjelaskan makna “ash-shiddiquun”, dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan,

الْمُبَالِغُونَ فِي التَّصْدِيق

“Yaitu yang sangat membenarkan.”

Dari ayat-ayat tersebut, kita ketahui bahwa ash-shiddiquun adalah orang yang benar-benar merealisasikan iman dari dalam hatinya. Dan mewujudkan iman tidaklah mungkin terjadi kecuali dengan bersikap jujur (ash-shidqu) dan membenarkan (at-tashdiiq) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jujur dalam Aqidah, Perkataan dan Perbuatan

Jujur berkaitan dengan aqidah adalah dengan merealisasikan keikhlasan. Dan perkara ini merupakan perkara yang sangat sulit. Sampai-sampai sebagian ulama salaf mengatakan,

ما جاهدت نفسي على شيئ مجاهدتها على الإخلاص

“Aku tidaklah berjuang untuk diriku sendiri melawan sesuatu yang lebih berat daripada mewujudkan ikhlas.” 

Maksudnya, perjuangan mewujudkan keikhlasan adalah perjuangan yang paling berat. 

Jujur berkaitan dengan perkataan adalah dengan berkata-kata (berucap) yang sesuai dengan realita (fakta) senyatanya, baik ucapan itu terkait dengan dirinya sendiri atau terkait dengan orang lain. 

Jujur berkaitan dengan perbuatan adalah dengan menyesuaikan amal ibadahnya dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan termasuk jujurnya perbuatan adalah amal tersebut bersumber dari keikhlasan. Jika bukan karena ikhlas, maka bukanlah amal yang jujur. 

Ash-shiddiquun adalah Martabat yang Bisa Diraih Oleh Laki-Laki dan Perempuan

Di antara umat ini, ash-shiddiquun yang paling utama adalah sahabat Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Karena umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling utama -setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Ash-shiddiquun adalah martabat (kedudukan) yang bisa diraih baik oleh kaum laki-laki ataupun perempuan. Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Isa ‘alaihis salaam,

مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ

“Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul. Sesungguhnya, telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya adalah ash-shddiqah.” (QS. Al-Maidah [5]: 75)

Oleh karena itu, ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq (karena ayah beliau adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu)Dan tentu saja, Allah Ta’ala memberikan keutamaan kepada siapa saja di antara hamba-Nya sebagaimana yang Allah Ta’ala kehendaki. 

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54543-siapakah-ash-shiddiquun.html