Cara Melaksanakan Badal Haji

Berikut ini cara melaksanakan badal haji?. Secara sederhana, badal haji adalah ibadah haji yang melakukannya adalah seseorang sebagai pengganti dari orang lain yang tidak mampu melaksanakannya.

Menurut para ulama, badal haji hukumnya adalah boleh dan sah.  Kebolehan itu dengan catatan apabila orang yang dibadalkan memiliki uzur sehingga tidak bisa berhaji sendiri. Baik karena sakit parah, sudah tua renta atau karena sudah wafat. Apa dalil badal haji? Bagaimana cara melaksanakan badal haji?

Dalil yang menjadi dasar oleh para ulama mengenai kebolehan dan keabsahan badal haji adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim berikut;

كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ

Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah Saw. Lalu datang perempuan dari Khats’am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak Al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi Saw memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi lain (agar tidak melihatnya).

Lalu perempuan itu berkata; Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya? Rasulullah Saw menjawab; Ya. Peristiwa itu terjadi dalam haji wada’.

Cara Melaksanakan Badal Haji

Adapun mengenai tata cara melaksanakan badal haji dan ketentuannya, maka semuanya sama dengan tata cara dan ketentuan haji pada umumnya.  Mulai dari rukun, syarat dan lainnya. Bedanya hanya terletak pada niat saja.

Di dalam niat badal haji, orang yang menjadi badal harus berniat haji dan ihram untuk orang yang dibadalkan, tidak boleh berniat haji dan ihram untuk dirinya sendiri.

Ini sebagaimana Syaikh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin menyebutkannya dalam kitab Busyral Karim berikut;

وإن حج أو اعتمر عن غيره قال نويت الحج أو العمرة عن فلان وأحرمت به لله تعالى ولو أخر لفظ عن فلان عن وأحرمت به لم يضر على المعتمد إن كان عازما عند نويت الحج مثلا أن يأتي به وإلا وقع للحاج نفسه

Jika seseorang melaksanakan ibadah haji atau umrah untuk membadalkan orang lain, maka ia mengatakan; Nawaitul hajja awil ‘umrata ‘an fulaan wa ahramtu bihii lillaahi ta’aalaa. Tetapi jika ia meletakkan kata ‘an fulaan’ setelah kata ‘wa ahramtu bihii’, maka tidak masalah menurut pandangan muktamad.

Akan tetapi dengan catatan ia merencanakan pelafalannya di akhir. Tetapi jika tidak bermaksud melafalkannya, maka ibadah haji atau umrah yang dia lakukan jatuh untuk dirinya (bukan untuk orang yang dibadalkan).

BINCANG SYARIAH

Calhaj Termuda dari Padang Panjang Berangkat Haji Gantikan Ayah

Jamaah calon haji (JCH) termuda dari Kota Padang Panjang adalah Raihan Aufa Fakhri yang masih berusia 28 tahun. Raihan berangkat menunaikan ibadah rukun Islam ke lima ini untuk menggantikan ayahnya Maidi Erianto. Maidi meninggal dunia pada Oktober 2020 lalu. Sehingga slot haji miliknya bisa diserahkan kepada anak.

“Semangat ayah menjadi motivasi bagi saya menyempurnakan rukun Islam yang kelima. Semoga amalan ini akan mengalir pada ayah,” kata Raihan, Senin (27/6).

Sulung dari tiga bersaudara ini, berasal dari Kelurahan Silaing Bawah, Kecamatan Padang Panjang Barat. Saat ini bekerja di salah satu BUMN.

Raihan bersama JCH Kota Padang Panjang lainnya, dilepas secara resmi oleh Wali Kota, Fadly Amran, BBA Datuak Paduko Malano, Senin (27/6) di Balai Kota.

Keberangkatan tahun ini merupakan jadwal yang tertunda lantaran pandemi Covid-19. “Doakan kami semoga jadi haji yang mabrur,” ujar Raihan.

Tahun ini ada 37 orang Jemaah Calon Haji (JCH) Kota Padang Panjang. Jamaah calon haji dari Padang Panjang akan bergabung ke dalam kelompok terbang (kloter) VIII. Mereka akan bergabung dengan beberapa jamaah cadangan dari berbagai kabupaten dan kota di Sumbar.

Jamaah kloter VIII ini akan diterbagkan ke Arab Saudi melalui Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

IHRAM

Hukum Badal Haji Menurut Ulama 4 Madzhab

Berikut ini penjelasan hukum badal haji menurut ulama 4 Madzhab. Perbedaan pendapat adalah rahmat, selagi tidak menyinggung masalah pokok (ushul) dalam agama dan hanya berkutat dalam masalah cabang (furu’). Mungkin hal tersebut juga yang terjadi dalam masalah “badal” atau pengganti/wakil haji.

Hukum Badal Haji Menurut Ulama 4 Madzhab

Berikut penulis hadirkan pendapat ulama 4 madzhab terkait permasalahan badal haji.

Pertama, Madzhab Malikiyah

Malikiyah berpendapat bahwa ibadah haji termasuk dari ibadah yang tidak menerima untuk diganti (wakilkan). Ketika seseorang memiliki kewajiban haji maka ia tidak boleh mewakilkannya kepada orang lain, meski dalam keadaan sakit sekalipun.

Dan jika ia menyewa seseorang untuk mewakilinya menjalankan ibadah haji, maka haji tersebut akan dianggap menjadi bagian wakilnya sebagai haji sunnah, sedang ia yang mewakilkannya mendapatkan pahala membantu melaksanakan ibadah haji.

Dalil Boleh Badal Haji

Sebagaimana Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam kitabnya “Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah Juz 1  hal 634 berkata:

المالكية قالوا: الحج وإن كان عبادة مركبة من بدنية ومالية, لكنه غلب فيه جانب البدنية فلا يقبل النيابة, فمن كان عليه حجة الاسلام وهي حجة الفريضة فلا يجوز له أن ينيب من يحج عنه, سواء كان صحيحا او مريضا ترجى صحته.

Malikiyah berpendapat: Haji, meski merupakan ibadah yang tersusun dari ibadah badaniyah (badan) dan maliyah (harta), akan tetapi di dalamnya lebih condong pada ibadah badaniyah. Oleh karenanya ibadah Haji tidak dapat/boleh badal (wakilkan)  pada orang lain. 

Orang yang memiliki kewajiban Haji, tidak boleh baginya untuk mewakilkannya kepada orang lain, baik itu ia sehat, maupun sakit yang masih diharapkan sembuh.

Lebih lanjut Syekh al-Jaziri berkata:

ومن عجزعن الحج بنفسه, ولم يقدر عليه في أي عام من حياته, فقد سقط عنه الحج بتاتا, ولا يلزم استئجار من يحج عنه إذا كان قادرا على دفغ الأجرة. وإذا استأجر الشخص من يحج عنه سواء كان صحيحا أو مريضا وسواء كان الحج الذي استأجر عليه فرضا أو نفلا فلا يكتب له أصلا, بل يقع الحج نفلا للأجير وإنما يكون للمستأجير ثواب مساعدة الأجير على الحج وبركة الدعاء الذي يدعو به..

Orang yang tidak mampu untuk melaksanakan Haji dengan sendirinya, dan ia tidak mampu melaksanakannya di tahun-tahun kehidupannya, maka telah gugur kewajiban haji darinya. Dan tidak wajib baginya untuk menyewa orang lain untuk menghajikannya, meski ia mampu untuk hal tersebut.

Dan jika ia menyewa seseorang untuk menghajikannya, baik ia dalam keadaan sehat maupun sakit, baik itu haji fardhu maupun sunnah maka haji tersebut jatuh untuk orang yang disewa sebagai haji sunnah. 

Sedangkan yang menyewa hanya mendapatkan pahala membantu haji dan mendapatkan berkah doa darinya”.

Kedua, Madzhab Hanafiyah

Hukum badal haji dalam mazhab Hanafiyah, menyatakan bahwa ibadah haji dapat diwakilkan. Mereka yang tidak mampu melaksanakan kewajiban ibadah haji dengan dirinya sendiri wajib mencari wakil untuk melaksanakan haji untuknya. Syekh al-Jaziri berkata:

الحنفية قالوا: الحج مما يقبل النيابة, فمن عجز عن الحج بنفسه وجب عليه أن يستنيب غيره ليحج عنه

Hanafiyah berpendapat: Haji boleh hukumnya badal (wakilkan). Mereka yang tidak mampu untuk melaksanakan haji dengan sendirinya maka wajib untuk meminta orang lain menghajikannya.”

Syarat Tambahan badal haji

Namun, hal tersebut berlaku ketika memenuhi beberapa syarat:

  1. Ketidak mampuan si muwakkil (orang yang mewakilkan; orang yang di hajikan) prediksi berlangsung sampai ia wafat, secara adat. Seperti orang sakit yang tidak bisa  sembuh, buta atau orang yang lumpuh.
  2. Niat haji untuk si muwakkil. Seperti contoh: “Ahramtu ‘an Fulan wa Labbaytu ‘an Fulan”, saya niat Ihram untuk Fulan dan saya niat memenuhi panggilan untuk Fulan. Jika wakil niat untuk diri sendiri maka tidak mencukupi untuk haji muwakkil.
  3. Biaya haji kebanyakan dari yang di hajikan. Ketika seseorang berbuat baik dengan menghajikan orang lain dari hartanya, maka hal tersebut tidak mencukupkan meski orang yang di hajikan berwasiat untuk menghajikannya. Namun, jika tidak berwasiat kemudian salah satu ahli warisnya melaksanakan haji untuknya, maka ia berharap haji tersebut mendapatkan pahala dan jadi haji mabruk oleh Allah.
  4. Tidak menyaratkan adanya upah bagi wakil. Jika ada kelebihan biaya dari pelaksanaan haji, maka wakil wajib mengembalikannya. Kecuali jika si muwakkil merelakannya.
  5. Tidak menyalahi syarat yang diajukan oleh muwakkil, dengan semisal ia meminta untuk haji Ifrad maka yang dilaksanakan ialah haji Ifrad
  6. Baik wakil maupun muwakkil ialah muslim yang berakal.
  7. Wakil telah masuk usia tamyiz. Maka tidak sah jika si badal haji oleh yang belum tamyiz.

Syarat-syarat tersebut berlaku untuk haji fardhu. Adapun haji sunnah maka hanya di syaratkan untuk keduanya muslim, berakal, tamyiznya wakil serta tidak adanya akad sewa.

Ketiga, Madzhab Syafiiyah

Menurut Madzhab Syafiiyah, sama seperti halnya Hanafiyah, Syafiiyah menyatakan haji termasuk ibadah yang dapat di wakilkan. Perbedaan keduanya terletak pada ketentuan bolehnya badal (wakil) dalam Syafiiyah untuk menyewa seseorang dengan memberikannya upah. Sebagaimana pendapat Syekh al-Jaziri berikut:

الشافعية قالوا: الحج من الأعمال التى تقبل النيابة فيجب على من عجز عن الحج أن ينيب غيره ليحج بدله إما باستئجاره لذلك أو بالانفاق عليه

Syafiiyah berpendapat: Haji termasuk amal ibadah yang menerima untuk wakilkan. Maka wajib bagi yang tidak mampu melaksanakannya dengan diri sendiri untuk meminta orang lain untuk menjadi gantinya. Dengan menyewanya (memberi upah) atau dengan memberi biaya kepadanya

Ketidakmampuan tersebut bisa karena cacat, umur yang sudah tua, sakit yang panjang, yang harapan sembuh sangat tipis dengan khabar dari dokter yang adil.

Keempat, Madzhab Hanabilah

Imam Hanafi dalam hal ini sama halnya dengan Hanafiyah dan Syafiiyah, Hanabilah berpendapat bahwa haji hukumnya boleh badal (wakilkan) kepada oleh orang lain. Syekh al-Jaziri berkata:

الحنابلة قالوا: الحج يقبل النيابة وكذلك العمرة, فإذا عجز من وجبا عليه عن أدائهما وجب عليه أن ينيب من يؤديهما عنه وجوبا فوريا

Hanabilah berpendapat: Haji boleh badal (wakilkan), begitu juga umrah. Ketika seseorang tidak mampu melaksanakannya maka wajib baginya untuk mencari ganti (wakil) untuk melaksanakannya dengan segera.”

Demikian, sekilas terkait hukum badal haji menurut ulama 4 Madzhab. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hati-Hati Iklan “Badal Haji” yang Menipu

Hendaknya kaum muslimin berhati-hati dan tidak tergiur dengan iklan “badal haji” (menggantikan haji) yang menipu dan tidak bisa dipastikan keabsahan badal haji tersebut. Iklan badal haji ini umumnya bukan badan resmi yang berada di Saudi, mereka meminta sejumlah uang dari orang yang ingin “dibadal-hajikan” untuk biaya haji dan membayar hadyu (sembelihan), padahal faktanya mereka menipu dan melanggar beberapa kaidah “badal haji”.

“Badal haji” adalah menggantikan seseorang untuk berangkat haji karena tidak mampu lagi secara fisik maupun sudah meninggal. apabila ingin melakukan “badal haji”, perlu memperhatikan kaidah “badal haji”. Berikut berapa kaidah “badal haji” yang dilanggar oleh mereka:

1. “Badal Haji” hanya boleh dilakukan apabila orang tersebut tidak mampu secara fisik permanen saja atau sudah meninggal sedangkan syarat lainnya dia telah mampu semisal harta yang cukup. Jadi, apabila belum mampu secara harta, maak tidak boleh “dibadal-hajikan”. Faktanya iklan “badal haji” yang menipu ini tidak peduli dengan hal ini, mereka meminta sejumlah uang yang tidak terlalu banyak untuk dibayar kepada mereka, yaitu hanya untuk membayar hadyu (sembelihan) dan transportasi sekedarnya karena mereka sudah di Mekkah.

An-Nawawi berkata,

والجمهور على أن النيابة في الحج جائزة عن الميت والعاجز الميئوس من برئه

“Jumhur ulama berpendapat bahwa badal haji hanya boleh untuk orang yang sudah meninggal atau orang yang lemah fisik (cacat/sakit) yang sudah tidak bisa sembuh lagi.” [Syarh An-Nawawi Ala Muslim 8/27]

2. Yang melakukan ibadah badal haji (penggantinya) harus sudah berhaji terlebih dahulu untuk dirinya sendiri. Faktanya “iklan badal haji” yang menipu tersebut, belum tentu anggotanya sudah berhaji semuanya. Meskipun mereka tinggal Saudi, tetapi tidak semua orang yang tinggal di Saudi mendapatkan jatah haji dan sudah berhaji.

Sebagaimana dalam satu hadits dijelaskan ada seseorang yang berhaji untuk orang lain, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya apakah dia sudah berhaji untuk dirinya atau belum. Orang tersebut menjawab belum, maka beliau memerintahkan agar berhaji untuk dirinya sendiri dahulu. Ibnu Abbas berkata,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang lelaki berkata,

لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَة

Ya Allah aku memenuhi panggilanmu untuk menghajikan Syubrumah”,

maka Nabi bertanya kepadanya“Siapakah Syubrumah?”,

lelaki itu berkata, “Kerabatku”,

Nabi berkata, “Engkau sudah pernah haji?”,

lelaki itu berkata, “Belum”,

Nabi berkata,

فَاجْعَلْ هَذِهِ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ احْجُجْ عَنْ شُبْرُمَةَ

“Jadikanlah haji ini untuk dirimu kemudian berhajilah untuk Syburumah !” [HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah]

Dalam Fatwa Al-Lajnah AD-Daimah dijelaskan,

لا يجوز للإنسان أن يحج عن غيره قبل حجه عن نفسه

“Tidak bolehseseorang menghajikan orang lain sebelum ia sendiri melakukan haji untuk dirinya.” [Fatwa Al-Lajnah 11/50]

3. “Badal haji” untuk satu orang saja, satu orang menggantikan satu orang. Faktanya “iklan badal haji” yang menipu ini melakukan badal haji untuk banyak orang sedangkan yang melakukan ibadah haji hanya satu orang saja. Foto satu orang melakukan haji dikirim ke beberapa orang yang mereka minta uangnya untuk “dibadal-hajikan”

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,

ولا يجوز للشخص أن يحج مرة واحدة ويجعلها لشخصين ، فالحج لا يجزئ إلا عن واحد

“Tidak boleh bagi seseorang melakukan haji hanya sekali tetapi menggantikan untuk dua orang. Haji tidak sah kecuali untuk seseorang saja.” [Fatwa Al-Lajnah 11/58]

Demikian pemaparan singkat ini, semoga tidak ada lagi kaum muslimin yang tertipu oleh iklan badal haji yang tidak bertanggung jawab.

@ Lombok, Pulau seribu masjid

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/50516-hati-hati-iklan-badal-haji-yang-menipu.html

Mufti Malaka Imbau Umat Waspada Iming-Iming Badal Haji

Mufti Negara di Malaka, Malaysia, Datuk Abdul Halim Tawil mengingatkan umat Islam di negara bagian agar tidak mudah tertipu oleh layanan Badal Haji. Haji yang dilakukan atas nama orang lain yang secara fisik tidak layak atau meninggal, oleh pihak-pihak tertentu tahun ini, yang dipandang tidak hanya menimbulkan keraguan, tapi resiko penipuan.

“Ini karena pemerintah Arab Saudi telah mengkonfirmasi sistem pembatasan peziarah haji hanya 1.000 orang mulai 29 Juli, dengan menerapkan SOP ketat untuk menahan penyebaran COVID-19,” katanya seperti dikutip Bernama, Ahad (26/7).

Untuk diketahui, badal haji adalah menghajikan orang lain dan hukumnya boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan haji wajib bagi dirinya dan yang diwakili (dihajikan itu) telah mampu untuk pergi haji tetapi dia tidak dapat melaksanakan sendiri karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya. (Udzur Syar’i) yang menghilangkan istitha’ahnya (kemampuannya) atau karena meninggal dunia setelah dia berniat haji.

Orang laki-laki boleh mengerjakan untuk laki-laki dan perempuan, demikian pula sebaliknya. Di utamakan yang mengerjakan itu adalah keluarganya.

Seperti diketahui, Kerajaan Arab Saudi telah memutuskan membatasi jumlah jamaah haji pada tahun ini. Penduduk dari 160 negara yang berbeda atau ekspatriat di Arab Saudi ditetapkan memenuhi 70 persen kuota dari jumlah total jamaah. Adapun jumlah jamaah yang diizinkan menunaikan haji tak lebih dari 10 ribu jamaah.

IHRAM


Sejumlah Pertanyaan tentang Badal Haji

Badal haji adalah menghajikan orang lain dan hukumnya boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan haji wajib bagi dirinya dan yang diwakili (dihajikan itu) telah mampu untuk pergi haji tetapi dia tidak dapat melaksanakan sendiri karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya. (Udzur Syar’i) yang menghilangkan istitha’ahnya (kemampuannya) atau karena meninggal dunia setelah dia berniat haji.

Orang laki-laki boleh mengerjakan untuk laki-laki dan perempuan, demikian pula sebaliknya. Di utamakan yang mengerjakan itu adalah keluarganya.

Apa syarat orang yang melakukan badal haji?

Syarat orang yang  melakukan badal haji  adalah dia  harus memenuhi  syarat  wajib haji  dan  sudah  haji untuk dirinya.

Apakah boleh laki-laki membadalkan perempuan atau sebaliknya? 

Boleh, laki-laki boleh membadalkan perempuan dan sebaliknya.

Apakah yang  menjadi  wakil  dalam  badal haji  harus keluarga?

Orang yang menjadi wakil badal haji diutamakan adalah keluarga yang  berangkat dari  tempat tinggal orang  yang  dibadali.  Namun  juga bisa dilakukan  oleh  orang  lain  dengan  cara  keluarganya melakukan perjanjian sesuai kesepakatan dengan orang tersebut.

Sumber: Tuntunan Manasik Haji dan Umrah 2020 Kemenag / Kemenag.go.id

Apakah Muslimah Boleh Juga Berhaji untuk Orang Lain?

Islam membolehkan Muslimah berhaji atas nama orang lain dengan skema badal.

Melaksanakan ibadah haji atas nama orang lain yang sudah meninggal memang pernah dicontohkan sahabat pada masa Rasulullah SAW.

Apakah ketentuan tersebut berlaku juga untuk Muslimah yang hendak berhaji bukan untuk dirinya? 

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam karnya yang diterjemahkan, Fiqih Wanita, dengan merujuk hadis riwayat Imam at-Tirmidzji yang statusnya Hasan sahih,  menjelaskan kesepakatan ulama, Muslimah diperbolehkan untuk menunaikan ibadah haji bagi wanita Muslimah lainnya. Sedangkan menurut empat imam yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali  diperbolehkan juga baginya menunaikan haji untuk orang laki-laki.     

“Sebagaimana Rasulullah pernah memerintahkan seorang wanita dari Kabilah Khats’amiyah menunaikan ibadah haji untuk ayahnya,ketika dia bertanya kepada Rasulullah. 

“Wahai Rasulullah sesungguhnya kewajiban haji itu berlaku atas semua hamba-Nya, ayahku telah mendapatkan kewajiban itu, sedangkan ia sudah sangat tua. Untuk itu apa yang harus aku lakukan? Maka beliau memerintahkannya untuk menunaikan haji bagi ayahnya. 

Sementara menurut para ulama dari kalangan sahabat nabi dan juga yang lainnya diperbolehkan untuk mengamalkan hal itu. pendapat senada juga disampaikan ats-Tsauri, Ibnu Mubarok Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Dalam hal ini Imam Malik menegaskan, jika hal itu diwasiatkan, maka harus ditunaikan. 

“Adapun Syafi’i dan Ibnu Mubarok memberikan keringanan untuk menghajikan orang dewasa yang masih hidup, akan tetapi dalam keadaan tidak mampu menunaikannya,” kata Syekh Kamil Muhammad Uwaidah.

yekh Kamil Muhammad Uwaidah mengatakan, dari hadis di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Muslimah diperbolehkan menunaikan haji bagi orang laki-laki dan juga wanita lainnya. Sebaliknya laki-laki Muslimah juga boleh menunaikan haji untuk orang laki-laki dan juga  Muslimah yang lain serta tidak ada nash yang menentang akan hal ini. 

IHRAM


Memahami Badal Haji

Badal haji memang kerap menjadi perbincangan di kalangan pakar fikih. Ada yang pro sementara lainnya kontra.

Bagi yang berpendapat bahwa badal haji tidak sah, berpegang kepada beberapa ayat Alquran. Di antaranya surah al-Baqarah ayat 286….Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang di kerjakannya …

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, (Yaitu) bahwasanya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seseorang manusia tidak memperoleh sesuatu selain dari apa yang telah diusahakannya. (QS an-Najm [53]: 38- 39).

Sementara bagi yang membolehkan mengambil dalil dari beberapa hadis sahih soal badal haji. Di antaranya, dari Ibnu Abbas RA bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata, Ibu saya telah bernazar untuk pergi haji, tapi belum sempat pergi hingga wafat, apakah saya harus berhaji untuknya? Rasulullah SAW menjawab, Ya pergi hajilah untuknya. Tidak kah kamu tahu bila ibumu punya utang, apakah kamu akan membayarkannya? Bayarkanlah utang kepada Allah karena utang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan. (HR Bukhari).

Dalam hadis lain, seorang wanita dari Khas’am berkata kepada Rasulullah SAW, Ya Rasulullah se sungguhnya ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah dalam berhaji, dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung unta. Lalu Nabi SAW bersabda, Hajikanlah dia. (HR Muslim).

Majelis Tarjih PP Muhammadiyah menjelaskan, ada ulama yang berpendapat jika hadis-hadis soal badal haji bertentangan dengan ayat-ayat Alquran soal amal seseorang. Pendapat ini didukung ulama dari kalangan Hanafiyah. Maka, kalangan ini berpendapat hukum dalam hadis- hadis tersebut tidak bisa berlaku.

Sementara, ulama lain seperti Ibnu Hazm berpendapat bahwa hadis Ahad mempunyai kekuatan qath’i sehingga dapat mengecualikan atau mengkhususkan ayat Alquran. Pendapat ketiga dikemukakan oleh ulama Muta kal limin, khususnya ulama Syafi’iyah, yang mengatakan bahwa hadis Ahad apalagi hadis Mutawatir dapat menakhsis atau mengecualikan ayat-ayat Alquran.

Oleh karena itu, menurut mereka anak bahkan orang lain pun dapat melaksanakan haji atas nama orang tuanya atau orang lain.

Majelis Tarjih PP Muhammadiyah sendiri mengambil pendapat bahwa hadis-hadis di atas bisa diamalkan karena menjelaskan lebih perinci soal ayat- ayat Alquran. Sehingga boleh seseorang membadalkan haji untuk orang lain.

Lantas, apakah yang membadalkan haji harus berangkat dari negara orang yang digantikan ataukah bebas dari mana saja? Jumhur ulama membolehkan orang yang menggantikan haji bebas berangkat dari negara mana saja. Tidak harus dari asal orang yang digantikan. Wallahu a’lam.

REPUBLIKA

Pemerintah Gratiskan Biaya Badal Jamaah Haji yang Meninggal di Tanah Suci

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan mempersiapkan tenaga musiman (temus) untuk membadalhajikan para jamaah haji yang meninggal sebelum wukuf Arafah (Armina, Mina dan Muzdalifah).

Hingga Kamis (26/7/2018) jamaah haji yang meninggal dunia di Madinah sudah mencapai tujuh orang.

Mereka adalah Sukardi Ratmo Diharjo (59 tahun), Hadia Daeng Saming (73), Ade Akum Dachyudi (67), Sunarto Sueb Sahad (57), Siti Aminah Rasyip (57), Sanusi bin Musthofa (73), dan Katio Simanjutak (59).

Jamaah yang meninggal tersebut nantinya akan dibadalkan dan biayanya akan ditanggung oleh negara dalam hal ini Kementerian Agama.

Konsultan Pembimbing Ibadah Haji Daker Madinah, Ahmad Kartono mengatakan, pembadalan akan dilakukan petugas yang ditunjuk oleh pemerintah dan biasanya oleh temus.

Adapun tahapannya, jamaah haji yang meninggal akan didata identitasnya terlebih dahulu secara lengkap. Lalu, PPIH Arab Saudi menunjuk beberapa orang, biasanya dari temus, untuk membadalhajikan jamaah yang meninggal itu.

Temus yang direkrut biasanya diambilkan dari para petugas haji. Dengan begitu, identitas mereka sudah jelas dan tercatat.

Satu temus akan mengerjakan haji untuk satu jamaah yang meninggal. ’’Jadi tidak boleh dobel. Temusnya juga harus sudah pernah berhaji,’’ terangnya. Setelah selesai, PPIH akan menerbitkan sertifikat badal haji dan diserahkan kepada ahli waris. ’’Tidak ada biayanya, ditanggung negara, ’’ katanya.

Sementara untuk jamaah haji yang ingin membadalhajikan keluarganya, menurut Kartono, di luar kewenangan pemerintah.

Namun, dia berpesan agar berhati-hati memilih orang yang akan diserahi tugas badal haji. ’’Harus cari orang yang amanah, sudah pernah berhaji, dan paham aturan badal haji,’’ katanya.

Orang yang melakukan badal haji akan mendapat upah. Namun ketika ditanya berapa besaran rupiahnya, ia enggan menyebut nominal. ’’Tergantung kesepakatan saja. Kalau ada temus yang tidak mau diberi upah ya silakan,’’ katanya.

OKEZONE

Niat Berhaji Sutrisno Untuk Sang Adik yang Baru Berpulang

Sutrisno (50) tak kuasa menahan air mata ketika bercerita soal kisah adiknya, Suparno. Sebelum berangkat, adiknya sempat berharap bisa berhaji, namun ajal keburu menjemputnya. Kini, harapan sang adik diteruskan oleh Sutrisno.

Sutrisno adalah petugas kloter yang sudah bertugas tahun lalu. Artinya, dia sudah pernah berhaji. Sebagai petugas, dia memang bisa berangkat berturut-turut, karena fungsinya adalah mengurusi para jemaah. Namun kini, tugas itu dia barengi dengan misi untuk membadalkan sang adik tercinta.

Pada awal keberangkatan Agustus lalu, Sutrisno dikagetkan dengan kabar mengejutkan dari adiknya, Suparno. Adik kandungnya itu sakit di tempat kerjanya di Jakarta. Suparno terpaksa dibawa pulang kampung ke Semarang, Jawa Tengah. Berat badannya turun drastis sampai 20 kilogram.

Saat sakit itu, Suparno sempat berkata pada kakaknya tentang keinginan berhaji. Sutrisno pun berpesan agar Suparno cepat sembuh lalu mendaftar haji dan menunggu giliran tiba.

“Bilangnya: ‘Mas saya pengin seperti panjenengan berangkat haji.’ Terus saya bilang sembuh dulu nanti daftar, terus nanti berangkat haji. Kalau daftar sekarang aja nunggu 20 tahun, tapi kalau ada rezeki umrah dulu aja,” kata Sutrisno menceritakan pembicaraannya dengan sang adik, Senin (5/9/2016) dinihari.

Momen itu selalu diingat Sutrisno. Dia pun berangkat haji. Kabar duka tentang Suparno diterimanya pada Jumat (2/9) lalu. Sang adik meninggal dunia setelah berusaha mendapat pengobatan di mana-mana. Vonisnya adalah leukimia. Sutrisno tak mampu berkata-kata. Dan kini, dia akan berusaha memenuhi harapan sang adik.

“Makanya sekarang saya mau membadalkan dia. Saya tafsirkan pesan terakhir dia itu sebagai amanat,” kata pengasuh madrasah ini.

Orang tua Sutrisno semua sudah berhaji. Sutrisno juga sebelumnya sudah berhaji. Artinya, dia memenuhi syarat untuk membadalkan adiknya yang baru meninggal.

“Semoga dia bisa diterima hajinya dan diberikan tempat yang mulia di sisi Allah SWT,” ucap Sutrisno sambil terisak.
(mad/aan)

 

sumber: Detikcom