Nahi Munkar Ala Nabi Muhammad SAW

Suatu ketika, seorang sahabat bernama Maiz mendatangi dan menemui Rasulullah SAW.

“Kasihilah siapa pun yang di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangi kalian”. (Hadits Nabi saw. Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud)

Dalam Shahih Muslim sahabat Buraidah menceritakan, suatu ketika, seorang sahabat bernama Maiz mendatangi dan menemui Rasulullah lalu berkata, “Sucikanlah aku wahai Rasulullah”. Rasulullah langsung berkata, “Celakalah kau, pulanglah dan mohonlah ampunan kepada Allah”. Maiz terus memohon agar Rasulullah berkenan menyucikan dirinya.

Beberapa waktu kemudian setelah Maiz mengulangi permintaannya untuk yang keempat kalinya, Rasulullah bertanya kepadanya, “Dari dosa apa aku akan menyucikanmu?”. Maiz menjawab, “Dari zina, wahai Rasulullah”.

Maiz adalah seorang muhshon atau laki-laki yang sudah beristri. Hukuman atas seorang muhshon yang berzina adalah dirajam sampai mati. 

Rasulullah kemudian bertanya kepada para sahabat yang ada di sekelilingnya, “Apakah dia gila?”. Para sahabat menjawab bahwa Maiz tidak gila. Bahkan ada seorang sahabat yang menjawab, “Kami ketahui dia berotak waras dan termasuk orang shalih”.

Rasulullah bertanya lagi, “apakah dia minum khamar?”. Seorang sahabat langsung berdiri dan menghirup aroma mulut Maiz, ternyata tidak tercium bau arak dari mulutnya. 

Rasulullah bertanya kepada Maiz, “Apakah kau telah berzina?”.

“Ya”, jawab Maiz.

Lalu Rasulullahpun memerintahkan agar Maiz dibawa ke tempat pelaksanaan hukuman.

Para sahabat waktu itu terbelah menjadi dua kelompok. Sebagian dari mereka berkata, “Maiz telah celaka karena dia harus menanggung dari perbuatan dosanya”. 

Sebagian sahabat yang lain menyatakan, “Tidak ada taubat yang lebih utama dari taubatnya Maiz. Karena dia datang kepada Rasulullah minta hukuman mati dengan rajam atas dosa yang telah ia perbuat”.

Perbedaan pendapat di kalangan para sahabat itu berlangsung selama dua atau tiga hari. Setelah itu Rasulullah datang di tengah-tengah para sahabat yang sedang duduk-duduk. 

Beliau lalu mengucap salam, duduk, dan kemudian bersabda, “Mintakanlah ampunan untuk Maiz bin Malik”. Para sahabat kontan menyahut, “Semoga Allah mengampuni Maiz bin Malik”.

Rasulullah lalu bersabda, “Sungguh dia telah bertaubat dengan sebuah pertaubatan yang seandainya pertaubatan itu dibagikan kepada satu ummat pasti cukup”. (Shahih Muslim, kitab al-hudud, 5: 119).

Terhadap seorang yang telah mengaku berbuat dosa, Nabi tidak secara serta merta memberikan penilaian dan hukuman. Nabi menunggu keseriusan si pendosa ini. 

Setelah kedatangannya yang keempat, Nabi baru meresponsnya dengan memverifikasi kesadaran si pendosa tersebut dengan menanyakan kewarasan dan kesadaran otaknya.

Baru kemudian, pelaksanaan hukuman dilaksanakan. Setelah matipun, Nabi tidak menghinakan sang pendosa tersebut, tetapi sebaliknya memuji keseriusannya bertaubat dengan mengatakan “seandainya pertobatan itu dibagikan kepada satu ummat pasti cukup”.

(Sumber: Majalah SM Edisi 13 Tahun 2019, Kolaborasi Republika.co.id dan Suara Muhammadiyah)

oleh Agung Danarto

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Lewatkan Harimu Tanpa Sholawat!

Allah Swt Berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS.Al-Ahzab:56)

Mungkin kita telah banyak mendengar begitu banyak riwayat yang menyebutkan keutamaan Sholawat kepada Baginda Nabi Saw dan keluarganya. Khususnya di malam Jum’at dan di hari Jum’at.

Di hari yang mulia ini, dimana disebut sebagai Sayyidul Ayyam, kita tidak akan mengulas kembali keutamaan Sholawat. Namun kita akan mengingat kembali faedah yang akan di raih oleh seorang mukmin yang bersholawat kepada Baginda Nabi saw.

Sholawat adalah panggilan Allah kepada hamba-hamba yang telah dimuliakan dengan Iman. Sholawat kepada Nabi adalah wujud kepatuhan kita kepada Allah dalam menunaikan salah satu hak Rasulullah saw.

Siapa yang bersholawat kepada Nabi Saw dalam sholat wajibnya ataupun di tempat-tempat lainnya, maka ia sedang menjawab seruan Allah Swt.

Sholawat adalah satu-satunya perintah yang dicontohkan oleh Allah Swt bersama para Malaikat sebelum diwajibkan bagi hamba-hambaNya.

Adapun faedah dan keutamaan Sholawat yang didapatkan oleh orang yang melantunkannya, menurut berbagai riwayat adalah :

1. Sholwat mendekatkan seseorang dengan Nabi Saw.

2. Sholawat menambah tabungan kebaikan.

3. Sholawat adalah termasuk amal terbaik yang dicintai Allah swt.

4. Sholawat memberatkan timbangan amal.

5. Sholawat merontokkan dosa-dosa.

6. Sholawat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Allah Swt Berfirman :

هُوَ ٱلَّذِي يُصَلِّي عَلَيۡكُمۡ وَمَلَٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخۡرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۚ وَكَانَ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَحِيمٗا

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS.Al-Ahzab:43)

7. Bersholawat dapat mengangkat penyakit kemunafikan.

8. Sholawat mengusir gangguan dan bisikan setan.

9. Sholawat mendatangkan kecintaan Allah Swt.

10. Sholawat mendatangkan syafaat di Hari Kiamat.

11. Sholawat adalah syarat terkabulnya doa.

12. Sholawat mengantarkan seseorang meraih hajat dan keperluannya.

13. Setiap Sholawat yang dibaca akan mendapat jawaban dari Baginda Nabi Saw.

Dan masih banyak lagi faedah yang akan didapatkan oleh orang yang Bersholawat.

Karena itu, mari kita perbanyak Sholawat kepada Baginda Nabi Saw dan keluarga sucinya hari ini. Dengan harapan agar Allah Swt segera mengangkat wabah yang menyerang umat manusia di seluruh dunia, dengan berkah Sholawat atas Nabi Muhammad saw dan keluarganya yang suci.

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Tak Ada yang Masuk Surga Kecuali Aku dan Kamu

AL-Imam Abul Qasim Hibatullah bin Al-Hasan bin Manshur Ath-Thabari Al-Lalikai rahimahullah (wafat 418 Hijriah) mengkisahkan:

“Ada dua orang Khawarij yang sedang thawaf di Kabah, lalu salah satu dari keduanya berkata kepada temannya: “Tidak ada yang masuk surga dari semua makhluk ini selain aku dan kamu saja”.

Temannya bertanya kepadanya (dengan penuh keheranan): “Surga yang luasnya seluas langit dan bumi dibangun hanya untuk aku dan kamu saja?”

Temannya menjawab: “Iya”.

Maka temannya itu berkata (dengan jengkel atas pemahaman yang sempit tersebut): “Kalau begitu untuk kamu saja!” Dan ia-pun meninggalkan pemikiran Khawarij.”

[Syarah Ushul Itiqad Ahlis Sunnah Wal Jamaah 8/ 1307]

Lucu, sedih, miris, tragis dan berbagai perasaan lainnya campur jadi satu membaca kisah diatas.

Sungguh bahaya merasa paling benar sendiri seakan surga milik pribadi dan kelompoknya saja.

Terlalu banyak ayat-ayat Alquran yang memerintahkan kita untuk membuka telinga, mata dan hati atau akal pikiran, serta mencela siapa saja yang menutup telinga, mata dan hati atau akal pikirannya.

Masihkan kita memilih untuk terpenjara oleh akal pikiran kita yang sempit? [kajianislam]

INILAH MOZAIK

Hukum Meminjam Uang dari Bank untuk Modal Usaha

Meminjam uang di bank konvensional terdapat bunga.

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Saya mau tanya kalau kita pinjam uang ke bank setelah itu uangnya di pakai buat usaha. Apakah itu termasuk riba?

Pupu Saepudin (disidangkan pada Jumat, 16 Muharram 1438 H / 6 Oktober 2017 M)

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Sebelum kami menjawab pertanyaan saudara, akan lebih baik bila kita mengetahui jenis dari bank. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU No. 10 Tahun 1998, Bab I, Pasal 1 ayat (3)).

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa di Indonesia bank di bagi menjadi dua yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional. Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional dalam hal peminjaman dana adalah memberikan kredit.

Kredit  adalah  penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (UU No. 10 Tahun 1998, Bab I, Pasal 1 ayat (11)), sehingga transaksi peminjaman uang di bank konvensional tidak akan lepas dari bunga (interest).

Pembahasan tentang bunga bank sudah pernah dilakukan. Hasil pembahasannya antara lain dalam Tanya Jawab Agama jilid 8, Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah halaman 152. Disebutkan dalam fatwa tersebut, pada putusan butir ketiga, bahwa bunga (interest) adalah riba, dikarenakan merupakan tambahan atas pokok modal yang dipinjamkan, didasarkan pada firman Allah,

… وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ … [البقرة، 2: 279].

“… Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu …” [QS. al-Baqarah (2): 179].

Kemudian, tambahan itu bersifat mengikat dan diperjanjikan, sedangkan yang bersifat suka rela dan tidak diperjanjikan tidak termasuk riba. Disebutkan juga beberapa dalil yang mendasari haramnya riba, di antaranya ialah firman Allah,

… وَأَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا … [البقرة، 2: 275].

“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …” [QS. al Baqarah (2): 275].

Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (OJK: Perbankan Indonesia 2014). Kegiatan Bank Syari’ah dalam hal peminjaman dana berbentuk pembiayaan. Pembiayaan  berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Murabahah) (UU No. 10 Tahun 1998, Bab I, Pasal 1 ayat (12).

Berdasarkan uraian di atas, meminjam uang ke bank konvensional yang terdapat bunga di dalamnya, merupakan hal yang dilarang karena bunga bank termasuk riba yang diharamkan. Adapun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah diperbolehkan karena tidak ada unsur riba di dalamnya. Oleh karena itu, kami sarankan saudara mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syariah terdekat untuk modal usaha saudara.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/03/17/hukum-meminjam-uang-dari-bank-untuk-modal-usaha/

KHAZANAH REPUBLIKA

Bersusah Payah Disini Untuk Bersantai Disana!

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mengabarkan kepada kita tentang kondisi di akhirat. Tentang orang-orang Sholeh yang hidup dalam kenikmatan surga dan orang-orang keji yang tersiksa di neraka.

Kita juga sering di ingatkan bahwa apapun yang kita lakukan di dunia akan menentukan nasib akhir kita di akhirat. Karenanya kita di ajak untuk bersabar disini untuk bergembira disana. Dan bersusah payah disini untuk bersantai disana.

Salah satu ayat yang membahas tentang masalah ini adalah Firman Allah swt :

إِنَّ أَصۡحَٰبَ ٱلۡجَنَّةِ ٱلۡيَوۡمَ فِي شُغُلٖ فَٰكِهُونَ

“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).” (QS.Ya-Sin:55)

Kesibukan itu terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Kesibukan yang meletihkan, melelahkan dan muncul dari sebuah tugas atau tanggung jawab. Itulah kesibukan di dunia.

2. Kesibukan yang dipenuhi dengan kenikmatan, kenyamanan dan kegembiraan. Itulah kesibukan orang-orang mukmin di tengah kenikmatan surga.

“Barangsiapa yang bersusah payah dalam kesibukan di dunia dalam waktu yang lama, maka Allah akan memuliakannya dengan kesibukan di surga dan kenikmatan yang abadi didalamnya.”

Di sisi lain ada sekelompok manusia yang enggan untuk bersusah payah di dunia dan memilih untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Dan hasilnya, kelak dia akan akan dipisahkan dengan berbagai kenikmatan yang ia harapkan di akhirat.

وَحِيلَ بَيۡنَهُمۡ وَبَيۡنَ مَا يَشۡتَهُونَ

“Dan diberi penghalang antara mereka dengan apa yang mereka inginkan.” (QS.Saba’:54)

Sementara orang-orang mukmin berjuang melawan hawa nafsu mereka di dunia dengan susah payah. Mereka bersabar dalam menahan berbagai gejolak hati yang menginginkan banyak hal. Maka hasilnya kelak Allah swt akan memberi mereka semua yang mereka inginkan di akhirat.

وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِيٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

“Di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.” (QS.Fushilat:31)

Oleh karenanya mari kita bersabar dan bersusah payah dalam menahan gejolak hawa nafsu duniawi. Semua itu demi meraih kenikmatan, kenyamanan dan kebahagiaan akhirat yang tak bisa dibandingkan dengan kenikmatan dunia yang sementara ini.

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

3 Kunci Mengapa Komunikasi Rasulullah SAW Menyejukkan

Rasulullah SAW diberi kemampuan untuk berkomunikasi yang baik.

Mengapa Rasulullah SAW mampu menjadi seorang komunikator yang baik? Ada tiga rahasia kesuksesan komunikasi beliau.

Pertama, adanya kefasihan dan bicara (fashahah) yang bersumber dari kecerdasan beliau sebagai utusan Allah (fathanah).

Setiap Rasul, dalam menyampaikan ajarannya, harus menghadapi perdebatan dengan orang-orang yang menentangnya, harus menjawab pertanyaan para pengikutnya yang beraneka ragam, atau menghadapi pemikiran dan pelecehan para penyebar keragu-raguan. 

Karena itu, kecerdasan, kekuatan argumen, serta kefasihan berbicara setiap Rasul harus melebihi siapa pun dari kaum yang didatanginya. Kalau tidak memiliki kualitas seperti ini, semua yang disampaikannya walaupun benar akan mudah dipatahkan dan diingkari.

Rasulullah SAW diutus pada suatu kaum yang sangat mengagungkan kehebatan merangkai kata. Rasulullah SAW pun diutus tidak pada satu golongan manusia. Beliau diutus pada suatu kaum yang memiliki latar belakang ilmu, status sosial, dan spesialisasi yang berbeda-beda. 

Di antara mereka ada tokoh agama, ahli politik, ahli ekonomi, ahli hikmah, pedagang, peternak, orang kaya, fakir miskin, budak belian, dan lainnya. Semuanya harus diberi argumen agar bisa menerima Islam. 

Jika Rasulullah SAW bukan manusia paling cerdas, paling luas wawasannya, dan paling jelas juga paling fasih bicaranya, tidak mungkin beliau bisa melakukan semua itu.

Allah SWT menegaskan hal ini dalam QS An-Nisaa’ [4] ayat 165:

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

 ”(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Kedua, karena bayan atau ajaran yang Beliau sampaikan mengandung kebenaran mutlak. Secerdas apa pun orang dan sefasih apa pun ia berbicara, tidak akan bernilai dan tahan lama bila yang diungkapkannya tidak mengandung kebenaran.

Salah satu kesuksesan dakwah Rasulullah SAW adalah kesempurnaan ajaran yang dibawanya. Ajaran yang tidak benar (tidak sempurna), argumennya tidak akan jelas, lemah, dan selalu mentah.

Ajaran yang dibawa Rasul sangat sempurna dan “multimanfaat”. Ia bisa diterima semua kalangan, masuk akal, menenangkan, dan tidak dibuat-buat. Banyak cerdik pandai yang mencari-cari kelemahan ajaran Rasulullah SAW, dan sebanyak itu pula mereka gagal menemukannya.

Ketiga, semua kata-kata Rasulullah SAW keluar dari hati yang bersih (qalbun saliim); hati yang penuh kasih sayang, hati yang damai, dan bersih dari kotoran dosa. Tak heran bila kata-kata beliau memiliki “ruh” yang bisa melembutkan hati sekeras batu.

Kepintaran, kefasihan bicara, dan kebenaran ajaran, hanya akan menyentuh aspek akal. Hati hanya bisa disentuh dengan kata-kata yang keluar dari hati yang bersih pula.

“Bersihkan dengan segala apa yang kamu bisa, karena Allah telah mendirikan Islam ini di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surga melainkan orang-orang yang bersih,” demikian Rasulullah SAW yang mulia berpesan kepada kita.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Adab Murid terhadap Guru: Mendengarkan Penjelasan Beliau dengan Antusias

Wajib bagi seorang murid, ketika gurunya sedang menyampaikan sebuah ilmu, menjelaskan sebuah pelajaran, atau membahas sebuah materi, untuk mendengarkan secara antusias kalam gurunya tersebut, sembari menunjukkan perhatian yang besar atas apa yang diterangkan oleh gurunya, walaupun si murid bisa jadi sudah mengetahui tentang ilmu tersebut.

Mari kita simak riwayat dari para salaf tentang permasalahan adab ini, sebagai berikut:

عن معاذ بن سعيد قال: كنا عند عطاء بن أبي رباح، فتحدَّث رجل بحديث، فاعترض له آخر في حديثه، فقال عطاء: سبحان الله، ما هذه الأخلاق؟ ما هذه الأحلام؟ إني لأسمع الحديث من الرجل، وأنا أعلم منه، فأُرِيهم من نفسي أني لا أُحسِن منه شيئا

Dari Mu’adz ibn Sa’id, beliau berkata: Kami sedang berada di majelis ‘Atha’ ibn Abi Rabah, di mana seseorang meriwayatkan sebuah hadits lalu ada orang lain yang menyanggahnya saat dia sedang membawakan hadits tersebut. Maka ‘Atha’ berkata, “Subhanallah. Akhlak apa ini? Mimpi apa ini? Sesungguhnya aku mendengar hadits dari seseorang, sementara aku lebih berilmu dari dia, maka aku tunjukkan kepadanya bahwa aku tidak tahu sama sekali tentang hadits tersebut.”

قال عطاء: إن الشاب ليتحدث بحديث فأستمع له كأني لم أسمع، ولقد سمعته قبل أن يولد

Dari ‘Atha’, beliau berkata, “Ada seorang pemuda sedang meriwayatkan sebuah hadits. Maka aku mendengarkannya seolah aku belum pernah mendengar hadits tersebut, padahal aku telah mendengarnya sebelum dia dilahirkan.”

عن خالد بن صفوان قال: إذا رأيت محدِّثا يحدِّث حديثا قد سمعته، أو يخبر خبرا قد علمته، فلا تشاركه فيه، حرصا على أن تُعلِم من حضرك أنك قد علمته، فإن ذلك خفة وسوء أدب

Dari Khalid ibn Shafwan, beliau berkata, “Jika engkau melihat seseorang sedang meriwayatkan sebuah hadits yang telah engkau dengar, atau mengabarkan kabar yang telah engkau tahu, maka jangan ikut meriwayatkan hadits tersebut karena ingin memberi tahu kepada orang-orang yang hadir bahwa engkau telah mengetahuinya. Sesungguhnya itu adalah sikap meremehkan dan adab yang buruk.”

Dari nukilan di atas, kita simpulkan bahwa merupakan adab yang buruk ketika kita menunjukkan kepada orang lain bahwa kita sudah tahu ilmu yang sedang dia bicarakan. Apalagi jika dia adalah guru kita, yang sedang mengajarkan ilmu, membahas sebuah hukum, menyebutkan sebuah hadits, atau mengupas faidah dari perkataan ulama’, dan kita sedang duduk di majelis atau kajian beliau. Tidak boleh bagi kita untuk kemudian menunjukkan sikap bahwa kita sudah paham apa yang diterangkan oleh guru kita tersebut, walaupun kita sebenarnya memang sudah paham dan bisa jadi hafal seluruh ilmu yang beliau bawakan. Wajib bagi kita untuk mendengarkan beliau secara antusias, seolah kita baru mendapatkan faidah itu pertama kali, dalam rangka menghormati guru kita dengan cara memiliki sikap tawadhu’ di hadapannya dan memberikan kebahagiaan di dalam hatinya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaiki adab dan akhlak kita, terutama kepada guru kita, dan semoga Dia memberikan keberkahan kepada ilmu dan waktu kita.

Dr. Andy Octavian Latief, M.Sc.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57001-adab-murid-terhadap-guru-mendengarkan-penjelasan-beliau-dengan-antusias.html

Kita Cuma Hamba Maka Patuh, Tunduk, dan Taatlah

HAMBA berasal dari kata abid. Yang berarti mengabdi (beribadah) kepada yang menciptakan/Tuhan/Rabb, sedangkan ibadah berarti menaati perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.

Hubungan manusia dengan Allah Ta’ala bagaikan hubungan seorang hamba dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai abid/hamba.

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah: 5)

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

Ibadah berakar kata ‘abada yang artinya mengabdikan diri/ menghambakan diri. Ibadah dalam artian segala aktivitas penyembahan kepada sang Pencipta.

Ibadah juga berarti adalah melaksanakan segala aspek kehidupan sesui dengan nilai-nillai yang sudah ditetapkan oleh sang pencipta/Tuhan/Rabb/Allah Ta’ala dan semua perbuatan baik yang mendatangkan manfaat bagi diri dan orang lain adalah ibadah atau amal saleh.

Ummat/ummah berarti: “masyarakat” atau “bangsa”. Kata tersebut berasal dari kata amma-yaummu, yang dapat berarti: “menuju”, “menumpu”, atau “meneladani”. Dari akar kata yang sama, terbentuk pula kata: um yang berarti “ibu”, dan imam yang berarti “pemimpin”.

Misalnya, Ummat Islam bermakna masyarakat atau bangsa yang beragama Islam. Ummat Muhammad berarti masyarakat yang mempunyai pemimpin atau meneladani Muhammad. Jadi, perbedaan hamba dan ummat terletak pada hubungan dengan Tuhan dan Manusia.

Wallahu A’alam. [Ustazah Novria Flaherti]

INILAH MOZAIK

Meneladani Ibunda Anas bin Malik

Siapakah di antara kita yang mengenal Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, pembantu setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan salah seorang sahabat dekat beliau?

Anas adalah satu dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dialah sahabat terakhir yang wafat di Bashrah setelah berumur lebih dari seratus tahun.

Ibarat perguruan tinggi, Anas bin Malik telah banyak “meluluskan” ulama-ulama hebat dalam sejarah. Sebut saja misalnya Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Asy-Sya’bi, Abu Qilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit Al-Bunani, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Qatadah As-Sadusi, dan lain-lain.

Sejak pertemuan pertamanya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas langsung jadi orang terdekatnya. Ia tak sekadar jadi pembantu setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih dari itu, ia seakan menjadi “asisten pribadi” beliau. Sebagai asisten pribadi, pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan Anas dalam masalah-masalah tertentu yang tak diketahui sahabat lainnya.

Anas adalah sahabat yang beruntung berkat doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdoa, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya, serta panjangkanlah usianya.” Berbekal doa nabawi tadi, terkumpullah padanya beberapa keistimewaan: usia yang panjang, anak yang banyak, harta yang melimpah, dan ilmu yang luas.

Konon, usianya mencapai 103 tahun. Anak keturunannya mencapai ratusan orang. Bahkan, menurut penuturan salah seorang putrinya yang bernama Umainah, sejak ayahnya berketurunan sampai setibanya Hajjaj bin Yusuf di Bashrah, sudah 129 orang dari anak cucunya yang dimakamkan.

Tentang kekayaannya, diriwayatkan bahwa Anas memiliki sebuah kebun yang menghasilkan buah-buahan dua kali dalam setahun, padahal kebun lain hanya sekali. Di samping itu, kebunnya juga menebarkan aroma kesturi yang semerbak.

Salah satu murid terdekatnya, Tsabit Al-Bunani, menuturkan, “Ada seseorang yang hendak menaksir tanah milik Anas. Maka orang itu bertanya, “Apakah tanah Tuan mengalami kekeringan?” Namun tanpa banyak bicara, Anas segera melangkahkan kakinya menuju sebuah tanah lapang. Ia kemudian shalat lalu mengangkat kedua tangannya sembari berdoa kepada Allah. Maka seketika itu muncullah sebongkah awan raksasa yang menyelimuti tanahnya. Sesaat kemudian hujan pun turun dengan derasnya hingga oase Anas penuh dengan air, padahal saat itu adalah musim kemarau. Anas kemudian mengutus sebagian keluarganya untuk mengecek sampai di manakah daerah yang terkena hujan tadi. Ternyata hujan tadi hampir tak melebihi tanah miliknya saja.”

Jelas, ini merupakan karamah Allah bagi Anas, dan kisah ini benar adanya karena diriwayatkan dari dua jalur yang berbeda dan keduanya shahih. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar-nya.

Di belakangnya ada Ummu Sulaim, Ibunya

Anak tidak lahir dari belahan batu. Kecerdasannya tidak muncul begitu saja. Ada peran besar dari Ummu Sulaim, ibunda Anas bin Malik, yang mewarnai kehidupan sang tokoh. Dalam Siyar-nya, Adz-Dzahabi meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas.

Katanya, “Suatu ketika Nabi berkunjung ke rumah Ummu Sulaim. Begitu ibuku tahu akan kunjungan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia segera menyuguhkan kepadanya kurma dan minyak samin. ‘Kembalikan saja kurma dan minyak saminmu ke tempatnya semula, karena aku sedang berpuasa,’ kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ibuku. Setelah itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit menuju salah satu sisi rumahku, kemudian shalat sunnah dua rakaat dan mendoakan kebaikan bagi Ummu Sulaim dan keluarganya.

Maka, ibu berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki hadiah khusus bagimu.’ ‘Apa itu?’ tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Orang yang siap membantumu, Anas,’ jawab ibu.

Seketika itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjatkan doa-doa untukku, hingga tak tersisa satu pun dari kebikan dunia dan akhirat melainkan beliau doakan bagiku. ‘Ya Allah, karuniailah ia harta dan anak keturunan, serta berkahilah keduanya baginya,’ kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doanya. Berkat doa inilah, aku menjadi orang Anshar yang paling banyak hartanya,” kata Anas mengakhiri kisahnya.

Dalam riwayat lainnya, Anas bin Malik menceritakan, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah aku baru berumur delapan tahun. Waktu itu, ibu menuntunku menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, tak tersisa seorang Anshar pun kecuali datang kepadamu dengan hadiah istimewa. Namun, aku tak mampu memberimu hadiah kecuali putraku ini, maka ambillah dia dan suruhlah dia membantumu kapan saja Anda inginkan.’”

Dikisahkan pula bahwa ketika itu, Ummu Sulaim menyarungi Anas dengan setengah jilbabnya, dan menyelendanginya dengan sebagian gaunnya, kemudian menghadiahkannya kepada Rasulullah.

Allahu Akbar!! Alangkah besar kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga rela menghadiahkan buah hatinya yang baru berumur delapan tahun. Sungguh, sikapnya merupakan pelajaran berharga bagi setiap orang yang mendakwahkan “cinta Rasul”, namun enggan berkorban untuknya. Semoga Allah meridhaimu, wahai Ummu Sulaim.

Mengenal Ummu Sulaim

Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa para sejarawan berbeda pendapat mengenai nama Ummu Sulaim yang sebenarnya, apakah namanya Sahlah, Rumailah, Rumaitsah, Unaifah, ataukah Mulaikah? Akan tetapi, yang jelas julukannya ialah Rumaisha atau Ghumaisha’.

Ia termasuk salah satu wanita penghuni jannah, sebagaimana yang tersirat dalam hadits berikut,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُنِيْ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَإِذَا أَنَا بِالرُّمَيْصَاءِ امْرَأَةِ أَبِيْ طَلْحَةَ

Dari Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku masuk jannah, tiba-tiba aku melihat di sana ada Rumaisha’, istri Abu Thalhah.” (HR. Al-Bukhari).

وَعَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْفَةً فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالُوْا هَذِهِ الْغُمَيْصَاءُ بِنْتُ مِلْحَانِ أُمُّ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ

Dalam hadits Anas dikatakan, bahwa ketika masuk jannah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar suara terompah seseorang. “Suara siapa ini?” tanya beliau. Kata para malaikat, “Itu suara Ghumaisha’ binti Milhan, ibunda Anas bin Malik.” (HR. Muslim).

Ummu Sulaim termasuk wanita yang cemerlang akalnya. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan mewarnai perangainya di kemudian hari. Ya, kecerdasan biasanya melahirkan kecerdasan, kesabaran melahirkan kesabaran, dan keberanian melahirkan keberanian.

Sebelum menikah dengan Abu Thalhah, suaminya ialah Malik bin Nadhar, ayah Anas. Ketika dakwah Islam terdengar oleh Ummu Sulaim, segeralah ia dan kaumnya menyatakan keislamannya. Ummu Sulaim kemudian menawarkan Islam kepada suaminya yang ketika itu masih musyrik. Namun di luar dugaan, Malik justru marah kepadanya dan meninggalkannya. Malik akhirnya pergi ke negeri Syam dan meninggal di sana.

Kecerdasan Ummu Sulaim

Setelah suami pertamanya mangkat, Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah. Ketika meminangnya, Abu Thalhah masih dalam keadaan musyrik. Sehingga Ummu Sulaim menolak pinangannya tersebut sampai Abu Thalhah mau masuk Islam. Anas mengisahkan cerita ini dari ibunya.

“Sungguh tidak pantas seorang musyrik menikahiku. Tidakkah engkau tahu, wahai Abu Thalhah, bahwa berhala-berhala sesembahanmu itu dipahat oleh budak dari suku anu,” sindir Ummu Sulaim. “Jika kau sulut dengan api pun, ia akan terbakar,” lanjutnya lagi.

Maka Abu Thalhah berpaling ke rumahnya. Akan tetapi, kata-kata Ummu Sulaim tadi amat membekas di hatinya. “Benar juga,” gumamnya. Tak lama kemudian, Abu Thalhah menyatakan keislamannya. “Aku telah menerima agama yang kau tawarkan,” kata Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim. Maka berlangsunglah pernikahan mereka berdua. “Dan Ummu Sulaim tak meminta mahar apa pun selain keislaman Abu Thalhah,” kata Anas.

Ketabahan Ummu Sulaim

Dari pernikahannya dengan Ummu Sulaim, Abu Thalhah dikaruniai dua orang anak. Satu di antaranya amat ia kagumi, namanya Abu ‘Umair. Namun sayang, Abu ‘Umair tak berumur panjang. Ia dipanggil oleh Allah ketika masih kanak-kanak.

Anas bercerita, “Suatu ketika, Abu ‘Umair sakit parah. Tatkala azan isya berkumandang, seperti biasanya Abu Thalhah berangkat ke mesjid. Dalam perjalanan ke mesjid, anaknya (Abu ‘Umair) dipanggil oleh Allah.

Dengan cepat Ummu Sulaim mendandani jenazah anaknya, kemudian membaringkannya di tempat tidur. Ia berpesan kepada Anas agar tidak memberi tahu Abu Thalhah tentang kematian anak kesayangannya itu. Kemudian, ia pun menyiapkan hidangan makan malam untuk suaminya.

Sepulangnya dari mesjid, seperti biasa Abu Thalhah menyantap makan malamnya kemudian menggauli istrinya. Di akhir malam, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, “Bagaimana menurutmu tentang keluarga si fulan, mereka meminjam sesuatu dari orang lain, tetapi ketika diminta, mereka tidak mau mengembalikannya, merasa keberatan atas penarikan pinjaman itu.”

“Mereka telah berlaku tidak adil,” kata Abu Thalhah.

“Ketahuilah, sesungguhnya putramu adalah pinjaman dari Allah, dan kini Allah telah mengambilnya kembali,” kata Ummu Sulaim lirih.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…. Segala puji bagi-Mu, ya Allah,” ucap Abu Thalhah dengan pasrah.

Keturunan yang diberkati

Selepas mengantarkan kepergian buah hatinya, keesokan harinya Abu Thalhah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala bertatap muka dengannya, beliau mengatakan, “Semoga Allah memberkati kalian berdua nanti malam.” Maka, malam itu juga Ummu Sulaim hamil lagi, mengandung Abdullah bin Abu Thalhah.

Setelah melahirkan bayinya, Ummu Sulaim menyuruh Anas menghadap Rasulullah dengan menggendong bayi mungil itu sambil membawa beberapa butir kurma ‘ajwah. Kata Anas, “Sesampaiku di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kudapati beliau sedang memberi cap pada untanya.”

“Wahai Rasulullah, semalam Ummu Sulaim melahirkan anaknya,” kataku. Maka beliau memungut kurma yang kubawa lalu mengunyahnya dengan air liur beliau, kemudian menyuapkan kepada si bayi. Bayi mungil itu mengulum kurma tadi dengan ujung lidahnya. Maka Rasulullah tersenyum sembari berkata, “Memang, makanan kesukaan orang Anshar adalah kurma.”

“Namailah dia, wahai Rasulullah,” pintaku kepadanya.

“Namanya Abdullah,” jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Doa Rasulullah kepada Abu Thalhah ternyata tak sekadar menjadikannya punya anak. Akan tetapi, anak itu (Abdullah) kemudian tumbuh menjadi anak shalih yang dikaruniai tujuh orang keturunan yang shalih-shalih pula. Menurut penuturan salah seorang perawi yang bernama ‘Abayah, ketujuh anak Abdullah bin Abi Thalhah tadi telah khatam Al-Quran sewaktu masih kecil.

Keberanian Ummu Sulaim

Sosok wanita seperti Ummu Sulaim sulit dicari tandingannya. Selain cerdas dan penyabar, ia juga seorang pemberani. Anas menceritakan, bahwa suatu ketika Abu Thalhah berpapasan dengan Ummu Sulaim ketika perang Hunain. Ia melihat bahwa di tangannya ada sebilah pisau, maka Abu Thalhah segera melaporkan kepada Rasulullah perihal Ummu Sulaim, “Wahai Rasulullah, lihatlah Ummu Sulaim keluar rumah sambil membawa pisau,” kata Abu Thalhah.

“Wahai Rasulullah, pisau ini sengaja kusiapkan untuk merobek perut orang musyrik yang berani mendekatiku,” jawab Ummu Sulaim.

Menurut Adz-Dzahabi, Ummu Sulaim juga ikut terjun dalam perang Uhud bersama Rasulullah. Ketika itu ia juga kedapatan membawa sebilah pisau.

Kecintaan Ummu Sulaim terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sebagaimana telah disebutkan di awal, Ummu Sulaim menghadiahkan putranya yang bernama Anas kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal ia baru berumur delapan atau sepuluh tahun. Ini jelas didorong kecintaannya yang besar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di lain kesempatan, suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur siang di rumah Ummu Sulaim. Karena Ummu Sulaim adalah wanita yang bersahaja, maka ia hanya punya tikar kulit sebagai alas tidur Rasulullah. Karena hawa yang panas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeringat hingga membasahi tikar itu, lalu beliau bangun. Melihat tikar yang penuh keringat tadi, segera Ummu Sulaim mengambil sebuah botol lalu dengan susah payah ia memeras tikarnya dan menampung keringat nabawi itu dalam botolnya.

Melihat ulahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya keheranan, “Apa yang sedang kau lakukan?”

“Aku sedang mengambil berkah yang keluar dari tubuhmu,” jawab Ummu Sulaim.

Diriwayatkan bahwa Ummu Sulaim kemudian mencampurkan keringat Nabi tersebut dalam wewangiannya.

Anas mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak pernah masuk ke rumah wanita lain selain Ummu Sulaim. Ketika ditanya, beliau mengatakan bahwa dirinya kasihan kepada Ummu Sulaim, karena saudara kandungnya terbunuh dalam satu peperangan bersama beliau.

Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa saudara kandungnya itu bernama Haram bin Milhan yang mati syahid dalam tragedi Bi’r Ma’unah. Dialah yang mengatakan, “Demi Allah, aku beruntung!” Ketika ditikam tombak dari belakang hingga tembus ke dadanya.

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah Ummu Sulaim. Di sana beliau melihat ada geriba air yang tergantung di dinding, lalu beliau meminumnya sambil berdiri. Maka segeralah Ummu Sulaim mengambil geriba itu dan memotong mulut geriba yang bersentuhan dengan mulut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian menyimpannya.

Lihatlah bagaimana kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga tak menyiakan apa pun yang berhubungan dengan tubuhnya yang mulia itu.

Demikian pula yang terjadi pada putranya, Anas. Pernah suatu ketika, Anas mengatakan, “Tak pernah semalam pun kulewatkan, melainkan aku mimpi berjumpa dengan kekasihku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).” Kemudian, berderailah air matanya.

Diriwayatkan pula bahwa Anas mengenakan cincin yang terukir padanya, ‘Muhammadun Rasulullah’. Maka setiap kali hendak buang hajat, dilepasnya cincin tersebut.

Warisan Ilmiah Ummu Sulaim

Menurut adz-Dzahabi, Ummu Sulaim meriwayatkan empat belas hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Satu di antaranya muttafaq ‘alaih, satu hadits khusus diriwayatkan oleh al-Bukhari, dan dua hadits oleh Muslim.

Ummu Sulaim wafat pada masa kekhalifan Utsman bin Affan. Semoga Allah meridhainya dan menempatkannya dalam Firdaus yang tertinggi, beserta para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.

Sumber: Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, Wafa Press, Cetakan Pertam,a Ramadhan 1427 H/ Oktober 2006.

Read more https://kisahmuslim.com/21-meneladani-ibunda-anas-bin-malik.html#more-21

Kejutan Allah di Balik Ketaatan Kita

NABI Nuh belum tahu banjir akan datang ketika ia membuat Kapal dan ditertawai kaumnya. Nabi Ibrahim belum tahu akan tersedia domba ketika pisau nyaris memenggal buah hatinya.

Nabi Musa belum tahu laut terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus patuh pada perintah Allah dan tanpa berhenti berharap yang terbaik.

Ternyata di balik ketidaktahuan kita, Allah telah menyiapkan kejutan! Seringkali Allah Berkehendak di-detik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba-hamba-Nya.


Jangan kita berkecil hati saat sepertinya belum ada jawaban doa. Karena kadang Allah mencintai kita dengan cara-cara yang kita tidak duga dan kita tidak suka. Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan!

Lakukan bagianmu saja, dan biarkan Allah akan mengerjakan bagian-Nya. Tetaplah Percaya. Tetaplah Berdoa. Tetaplah Setia. Tetaplah meraih rida-Nya. Aamiin.

Tetap semangat meski dalam kesederhanaan. Pada hakikatnya: “Tidak ada yang dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali Salatmu”

Duduk setelah salam dari salat yang telah diwajibkan adalah waktu yang paling mulia sebab pada waktu itu turun Rahmat Allah Azza wajalla. Jangan tergesa-gesa berdiri, Bacalah Istighfar, bertasbihlah, baca ayat Alquran dan jangan lupa bahwa sesungguhnya engkau berada dalam jamuan dzat yang maha Rahman Azza wa jalla.

Apabila kamu telah selesai salat, kerjakanlah pekerjaan lainnya dengan bersungguh-sungguh dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. []

INILAHMOZAIK