Diantara hal yang harus kita hindari adalah meremehkan setiap amal kebaikan sekecil apapun dan menyepelekan kemaksiatan sekecil apapun. Karena Allah menyimpan ridhanya dalam setiap amal kebaikan dan menyimpan amarahnya dalam setiap kemaksiatan.
SULAIMAN bin Mahran meriwayatkan, “Ada seseorang sedang duduk bersama Nabi Sulaiman alaihis salam (AS). Tiba-tiba ada tamu yang masuk, lalu pandangan matanya terpaku kepada teman Nabi Sulaiman AS itu.
Ketika tamu itu keluar, ia bertanya, “Wahai Nabiyullah, siapakah orang yang datang menemui Anda tadi?” Beliau menjawab, “Ia adalah malaikat maut.”
Ia berkata, “Wahai Nabiyullah, saya lihat ia terus memelototiku, jangan-jangan ia hendak mencabut nyawaku.” “Lantas, apa rencanamu?” Ia menjawab, “Wahai Nabi, saya mohon agar Anda sudi memerintahkan angin untuk membawaku ke pulau seberang lautan yang paling jauh.”
Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi Sulaiman untuk melakukannya, lalu beliau memerintahkan angin. Dan angin pun membawa orang itu ke tempat yang ia kehendaki. Belum lama ia sampai di tempat itu, malaikat maut pun datang dan langsung mencabut nyawanya.
Kemudian malaikat maut kembali mendatangi Sulaiman. Nabi Sulaiman bertanya, “Saya perhatikan tadi kamu memelototi temanku?” Malaikat menjawab, “Ya, karena aku tadi heran terhadapnya. Mengapa ia masih bersamamu di sini? Sedangkan aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di negeri Hindia yang paling jauh. Ketika saya keluar, lalu diperintah “Cabutlah nyawanya, karena ia sudah di tempatnya”, lalu aku mendatanginya, dan ternyata ia sudah berada di tempat di mana aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya, lalu aku cabut nyawanya.”
Kematian itu pasti. Hari ini atau esok, ia akan datang tepat sesuai waktu yang dijanjikan. Sikap terbaik menghadapi hal itu yaitu sedini mungkin mempersiapkan diri agar mati Husnul khatimah bukan su’ul khatimah.
Bagi orang-orang shaleh terdahulu, kematian merupakan bahan pembicaraan yang menarik. Mereka selalu memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh.
Sufyan Ats-Tsaury, Yusuf bin Asbath dan Wuhaib bin Al-Warad dalam satu majelis sedang serius membicaraknn masalah tersebut. Ats-Tsauri berkata, “Sebelum hari ini, saya tidak suka jika kematian segera mendatangiku. Tetapi, hari ini aku mengharapkan kematian.” Yusuf bertanya, “Mengapa demikian?” Ats-Tsauri menjawab, “Karena aku takut fitnah!” Yakni takut terseret arus fitnah yang terjadi di tengah manusia, di mana manusia banyak yang mulai melupakan akhirat dan memburu dunia, kemaksiatan pun mulai tampak kentara.
Tetapi Yusuf memiliki pandangan lain, “Adapun saya, tidak membenci jika masih diberi kesempatan untuk hidup lama.” Ats-Tsauri bertanya, “Mengapa engkau membenci kematian?” Yusuf menjawab, “Agar aku dapat bertemu dengan suatu hari yang aku bisa bertaubat di dalamnya dan beramal shalih.” Bagi Yusuf, panjang umur berarti banyaknya kesempatan untuk beramal, bukan untuk berfoya-foya atau berbuat dosa.
Lalu keduanya bertanya kepada Wuhaib yang sejak tadi diam, “Lalu, bagaimana menurut pendapatmu wahai Wuhaib?” Wuhaib menjawab, “Saya tidak memilih ini dan itu, apa yang aku suka adalah apa yang disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala”
Maksud Wuhaib saat kematian yang paling ia sukai adalah saat yang dicintai Allah. Ia ingin kematian datang saat Allah ridha kepadanya. Jika detik itu adalah saat Allah paling ridha, ia rela jika harus dikehendaki mati segera. Namun jika umur panjang lebih baik baginya, dan lebih diridhai Allah, iapun menyukainya. Mendengar jawaban itu, Sufyan berkata, “Demi Allah, engkau seorang pemimpin agama.”
Begitulah tiga pandangan ulama tentang waktu kematian yang paling mereka sukai. Namun semua mengarah kepada satu titik, yakni husnul khatimah (akhir yang baik).
Husnul khatimah merupakan kematian yang sangat diharapkan oleh setiap muslim. Untuk mencapai hal itu tentu butuh persiapan yang sungguh-sungguh sebagaimana yang dilakukan ketiga orang alim tersebut. Kita tidak boleh berhenti untuk selalu berdoa disamping upaya ikhtiar dalam menjalani kehidupan. Diantara hal yang harus kita hindari adalah meremehkan setiap amal kebaikan sekecil apapun dan menyepelekan kemaksiatan sekecil apapun.
Karena sesungguhnya Allah menyimpan ridhanya dalam setiap amal kebaikan dan menyimpan amarahnya dalam setiap kemaksiatan. Bisa jadi Allah meridhai pekerjaan yang kita anggap remeh dan mengabaikan segala amal yang kita anggap besar dan patut dibanggakan.
Begitu juga ketika kita menjalankan kemaksiatan yang menurut kita dosa kecil tetapi Allah marah dan memasukkan kita ke neraka. Untuk itu upaya terus melanggengkan membaca doa agar mendapat akhir yang baik tidak boleh terlupakan, sebagai bukti kerelaan Allah atas kita. Kemudian disertai upaya untuk menghindar dari perbuatan dzalim dan kemaksiatan dengan sabar.
Untuk mendapatkan husnul khatimah, berdasar keterangan para ulama, yaitu selalu istiqomah melakukan ketaatan dan takut kepada Allah serta segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya. Tidak berkecimpung di dalam dosa-dosa besar dengan disengaja, seperti ghibah, adu domba, makan hasil riba’, berdusta, sumpah palsu, saksi palsu, berzina dll. Dan yang paling penting menjauhi perbuatan yang paling dilarang Allah yaitu menyekutukan-Nya.
Allah berfirman,“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An-Nisa’: 48).
Orang yang serius dalam mengharapkan husnul khatimah tercermin dalam amal shalih yang istiqamah. Sedangkan cara paling ampuh agar istiqamah adalah dengan memperbanyak zikrul maut (banyak mengingat mati). Dengannya, seseorang akan selalu berusaha dalam kondisi amal yang paling baik.
Menurut Ad-Daqaaq orang yang banyak mengingat mati akan dimuliakan dengan tiga perkara, segera bertaubat, qana’ah, dan rajin dalam melakukan ibadah. Sebaliknya, yang melupakan kematian akan diganjar dengan tiga musibah, yaotu menunda taubat, hatinya tak pernah merasa cukup dan malas dalam beribadah. (At-Tadzkirah I/8, al-Qurthubi).
Karena itulah orang yang mengingat kematian termasuk beruntung. Karena kematian itu sendiri sudah pasti. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang husnul khatimah. Amin* Bahrul Ulum
HIDAYATULLAH
Karena itulah orang yang mengingat kematian termasuk beruntung. Karena kematian itu sendiri sudah pasti. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang husnul khatimah. Amin* Bahrul Ulum