Sejahteranya Rakyat di Masa Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan kemiskinan.

Alkisah, di era kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz Khalifah Dinasti Umayyah mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika. ‘’Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun,’’ ujar Yahya.

Pada era itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan. ‘’Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya,’’ kisah Yahya bin Said. Kemakmuran umat, ketika itu,  tak hanya terjadi  di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah kekuasaan Islam, seperti Irak dan Basrah.

Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang,’’ tutur sang gubernur dalam surat balasannya.

Khalifah Umar lalu memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di baitulmal masih banyak uang.’’

Khalifah lalu memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah, ’’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah.’’ Namun, di baitulmal ternyata dana yang tersimpan masih banyak.

Khalifah Umar lalu memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.’’

Sejatinya,  baitul mal secara resmi berdiri pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Namun, cikal bakalnya sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pemerintahan di Madinah, baitulmal belum terlembaga.

Rasulullah SAW secara adil mengalokasikan pemasukan yang diterima untuk pos-pos yang telah ditetapkan. Pelembagaan baitulmal juga masih belum ditetapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As-Siddiq. Pengelolaan dana yang diterapkan khalifah pertama masih mengikuti pola yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.

Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks. Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan Baitul mal menjadi lembaga formal. Terlebih, pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab.

KHAZANAH REPUBLIKA

Beruntung Ingat Kematian

Diantara hal yang harus kita hindari adalah meremehkan setiap amal kebaikan sekecil apapun dan menyepelekan kemaksiatan sekecil apapun. Karena Allah menyimpan ridhanya dalam setiap amal kebaikan dan menyimpan amarahnya dalam setiap kemaksiatan.

SULAIMAN bin Mahran meriwayatkan, “Ada seseorang sedang duduk bersama Nabi Sulaiman alaihis salam (AS). Tiba-tiba ada tamu yang masuk, lalu pandangan matanya terpaku kepada teman Nabi Sulaiman AS itu.

Ketika tamu itu keluar, ia bertanya, “Wahai Nabiyullah, siapakah orang yang datang menemui Anda tadi?” Beliau menjawab, “Ia adalah malaikat maut.”

Ia berkata, “Wahai Nabiyullah, saya lihat ia terus memelototiku, jangan-jangan ia hendak mencabut nyawaku.” “Lantas, apa rencanamu?” Ia menjawab, “Wahai Nabi, saya mohon agar Anda sudi memerintahkan angin untuk membawaku ke pulau seberang lautan yang paling jauh.”

Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi Sulaiman untuk melakukannya, lalu beliau memerintahkan angin. Dan angin pun membawa orang itu ke tempat yang ia kehendaki.  Belum lama ia sampai di tempat itu, malaikat maut pun datang dan langsung mencabut nyawanya.

Kemudian malaikat maut kembali mendatangi Sulaiman. Nabi Sulaiman bertanya, “Saya perhatikan tadi kamu memelototi temanku?” Malaikat menjawab, “Ya, karena aku tadi heran terhadapnya. Mengapa ia masih bersamamu di sini? Sedangkan aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di negeri Hindia yang paling jauh. Ketika saya keluar, lalu diperintah “Cabutlah nyawanya, karena ia sudah di tempatnya”, lalu aku mendatanginya, dan ternyata ia sudah berada di tempat di mana aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya, lalu aku cabut nyawanya.”

Kematian itu pasti. Hari ini atau esok, ia akan datang tepat sesuai waktu yang dijanjikan. Sikap terbaik menghadapi hal itu yaitu sedini mungkin mempersiapkan diri agar mati Husnul khatimah bukan su’ul khatimah.

Bagi orang-orang shaleh terdahulu, kematian merupakan bahan pembicaraan yang menarik. Mereka selalu memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh.

Sufyan Ats-Tsaury, Yusuf bin Asbath dan Wuhaib bin Al-Warad dalam satu majelis sedang serius membicaraknn masalah tersebut. Ats-Tsauri berkata, “Sebelum hari ini, saya tidak suka jika kematian segera mendatangiku. Tetapi, hari ini aku mengharapkan kematian.” Yusuf bertanya, “Mengapa demikian?” Ats-Tsauri menjawab, “Karena aku takut fitnah!” Yakni takut terseret arus fitnah yang terjadi di tengah manusia, di mana manusia banyak yang mulai melupakan akhirat dan memburu dunia, kemaksiatan pun mulai tampak kentara.

Tetapi Yusuf memiliki pandangan lain, “Adapun saya, tidak membenci jika masih diberi kesempatan untuk hidup lama.” Ats-Tsauri bertanya, “Mengapa engkau membenci kematian?” Yusuf menjawab, “Agar aku dapat bertemu dengan suatu hari yang aku bisa bertaubat di dalamnya dan beramal shalih.” Bagi Yusuf, panjang umur berarti banyaknya kesempatan untuk beramal, bukan untuk berfoya-foya atau berbuat dosa.

Lalu keduanya bertanya kepada Wuhaib yang sejak tadi diam, “Lalu, bagaimana menurut pendapatmu wahai Wuhaib?” Wuhaib menjawab, “Saya tidak memilih ini dan itu, apa yang aku suka adalah apa yang disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala”

Maksud Wuhaib saat kematian yang paling ia sukai adalah saat yang dicintai Allah. Ia ingin kematian datang saat Allah ridha kepadanya. Jika detik itu adalah saat Allah paling ridha, ia rela jika harus dikehendaki mati segera. Namun jika umur panjang lebih baik baginya, dan lebih diridhai Allah, iapun menyukainya. Mendengar jawaban itu, Sufyan berkata, “Demi Allah, engkau seorang pemimpin agama.”

Begitulah tiga pandangan ulama tentang waktu kematian yang paling mereka sukai. Namun semua mengarah kepada satu titik, yakni husnul khatimah (akhir yang baik).

Husnul khatimah merupakan kematian yang sangat diharapkan oleh setiap muslim. Untuk mencapai hal itu tentu butuh persiapan yang sungguh-sungguh sebagaimana yang dilakukan ketiga orang alim tersebut. Kita tidak boleh berhenti untuk selalu berdoa disamping upaya ikhtiar dalam menjalani kehidupan. Diantara hal yang harus kita hindari adalah meremehkan setiap amal kebaikan sekecil apapun dan menyepelekan kemaksiatan sekecil apapun.

Karena sesungguhnya Allah menyimpan ridhanya dalam setiap amal kebaikan dan menyimpan amarahnya dalam setiap kemaksiatan. Bisa jadi Allah meridhai pekerjaan yang kita anggap remeh dan mengabaikan segala amal yang kita anggap besar dan patut dibanggakan.

Begitu juga ketika kita menjalankan kemaksiatan yang menurut kita dosa kecil tetapi Allah marah dan memasukkan kita ke neraka. Untuk itu upaya terus melanggengkan membaca doa agar mendapat akhir yang baik tidak boleh terlupakan, sebagai bukti kerelaan Allah atas kita. Kemudian disertai upaya untuk menghindar dari perbuatan dzalim dan kemaksiatan dengan sabar.

Untuk mendapatkan husnul khatimah, berdasar keterangan para ulama, yaitu selalu istiqomah melakukan ketaatan dan takut kepada Allah serta segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya. Tidak berkecimpung di dalam dosa-dosa besar dengan disengaja, seperti ghibah, adu domba, makan hasil riba’, berdusta, sumpah palsu, saksi palsu, berzina dll. Dan yang paling penting menjauhi perbuatan yang paling dilarang Allah yaitu menyekutukan-Nya.

Allah berfirman,“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An-Nisa’: 48).

Orang yang serius dalam mengharapkan husnul khatimah tercermin dalam amal shalih yang istiqamah. Sedangkan cara paling ampuh agar istiqamah adalah dengan memperbanyak zikrul maut (banyak mengingat mati). Dengannya, seseorang akan selalu berusaha dalam kondisi amal yang paling baik.

Menurut Ad-Daqaaq  orang yang banyak mengingat mati akan dimuliakan dengan tiga perkara, segera bertaubat, qana’ah, dan rajin dalam melakukan ibadah. Sebaliknya, yang melupakan kematian akan diganjar dengan tiga musibah, yaotu menunda taubat, hatinya tak pernah merasa cukup dan malas dalam beribadah. (At-Tadzkirah I/8, al-Qurthubi).

Karena itulah orang yang mengingat kematian termasuk beruntung. Karena kematian itu sendiri sudah pasti.  Semoga Allah menjadikan kita hamba yang husnul khatimah. Amin* Bahrul Ulum

HIDAYATULLAH

Karena itulah orang yang mengingat kematian termasuk beruntung. Karena kematian itu sendiri sudah pasti.  Semoga Allah menjadikan kita hamba yang husnul khatimah. Amin* Bahrul Ulum

Keutamaan Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas yang Jarang Diketahui

Apa saja keutamaan dari tiga surat: surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Naas? Apalagi surat ini jadi bacaan favorit kaum muslim.

Berikut adalah hadits-hadits yang dinukil dari kitab Riyadh Ash-Shalihin, Kitab “Al-Fadhail” (Keutamaan Amalan), Bab “Anjuran Membaca Surah dan Ayat Tertentu”. Hadits-hadits yang dibawakan adalah hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan tiga surah favorit yang akan kita bahas.

HADITS PERTAMA

وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ فِي : { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ } : (( وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ )) .

وَفِي رِوَايَةٍ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ لِأَصْحَابِهِ : (( أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ بِثُلُثِ القُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ )) فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ ، وَقَالُوا : أيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ فَقَالَ : (( { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ اللهُ الصَّمَدُ } : ثُلُثُ الْقُرْآنِ )) رَوَاهُ البُخَارِي .

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang surah “Qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlas)”, “Demi diriku yang ada pada tangan-Nya, sesungguhnya surah tersebut sama dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya, “Apakah salah seorang di antara kalian merasa lemah untuk membaca sepertiga Al-Qur’an pada satu malam?” Maka itu berat bagi mereka, dan mereka berkata, “Siapakah di antara kami yang sanggup melakukan itu, wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Qul huwallahu ahad Allahush shamad (surah Al-Ikhlas) adalah sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 5051; Fath Al-Bari, 9:95]

HADITS KEDUA

وَعَنْهُ : أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ : (( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ )) يُرَدِّدُهَا فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ وَكَانَ الرَّجُلُ يَتَقَالُّهَا ، فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ .

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ada seseorang mendengar seorang laki-laki membaca “Qul huwallahu ahad” (surah Al-Ikhlas) dengan terus mengulang-ulangnya. Maka ketika waktu Shubuh tiba, ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu menyebutkan tentang hal itu kepada beliau. Seolah orang itu menganggap kecil hal tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Demi diriku yang ada di tangan-Nya, sesungguhnya itu sama dengan sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 5013; Fath Al-Bari, 9:58-59].

HADITS KETIGA

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ فِي : { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ } (( إنَّهَا تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang surah “’Qul huwallahu ahad’ (surah Al-Ikhlas), “Sesungguhnya, ia sama dengan sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 812]

HADITS KEEMPAT

وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَجُلاً قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنِّي أُحِبُّ هَذِهِ السُّورَةَ : { قُلْ هُوَ اللهُ أحَدٌ } قَالَ : (( إِنَّ حُبَّهَا أَدْخَلَكَ الجَنَّةَ )) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . وَرَوَاهُ البُخَارِيُّ فِي صَحِيْحِهِ تَعْلِيْقاً .

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, “Ada seorang lelaki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai surah ini, ‘Qul huwallahu ahad’ (surah Al-Ikhlas).’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya dengan mencintainya dapat memasukkanmu ke surga.’” (HR. Tirmidzi. Ia berkata bahwa hadits ini hasan. Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab sahihnya secara mu’allaq, tanpa sanad). [HR. Tirmidzi, no. 2901 dan Al-Bukhari secara mu’allaq, Fath Al-Bari, 2:255. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly menyatakan dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:216, sanad hadits ini hasan].

HADITS KELIMA

وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( أَلَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هَذِهِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ ؟ { قُلْ أَعْوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ } وَ { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ } )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali sebelumnya? Yaitu, Qul ‘audzu birabbil falaq (surah Al-Falaq) dan Qul ‘audzu birabbin naas (surah An-Naas).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 814]

HADITS KEENAM

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَتَعَوَّذُ مِنَ الجَانِّ ، وَعَيْنِ الإِنْسَانِ ، حَتَّىنَزَلَتْ المُعَوِّذَتَانِ ، فَلَمَّا نَزَلَتَا ، أَخَذَ بِهِمَا وَتَرَكَ مَا سِوَاهُمَا . رَوَاهُالتِّرْمِذِي ، وَقاَلَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) .

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berlindung dari jin dan ‘ain (mata hasad manusia), sampai turun dua mu’awwidzataan (surah Al-Falaq dan surah An-Naas). Ketika keduanya turun, beliau mengambil keduanya dan meninggalkan yang lainnya. (HR. Tirmidzi, no. 2058 dan ia berkata bahwa haditsnya hasan). [HR. Tirmidzi, no. 2058; Ibnu Majah, no. 3511; An-Nasa’i, 8:271. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly menyatakan dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:217, sanad hadits ini sahih].

FAEDAH HADITS TERKAIT KEUTAMAAN TIGA SURAH MU’AWWIDZAAT (AL-IKHLAS, AL-FALAQ, AN-NAAS)

  1. Keutamaan surah Al-Ikhlas adalah sama dengan sepertiga Al-Qur’an.
  2. Surah Al-Ikhlas disebut sepertiga Al-Qur’an dilihat dari sisi makna atau kandungannya karena Al-Qur’an itu terdiri dari hukum, berita (cerita), dan tauhid. Surah Al-Ikhlas ini berisi bahasan tauhid.
  3. Keutamaan mencintai surah Al-Ikhlas. Kecintaan seperti ini akan memudahkan seseorang masuk surga.
  4. Surah Al-Falaq dan surah An-Naas adalah dua surah yang terbaik yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  5. Surah Al-Falaq dan An-Naas disebut mu’awwidzataan (dua surah berisi permintaan perlindungan).
  6. Surah Al-Falaq dan An-Naas bisa dijadikan bacaan ruqyah.

Faedah di atas diringkas dari faedah Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:215-217.

Referensi

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24874-keutamaan-surat-al-ikhlas-al-falaq-an-naas-yang-jarang-diketahui.html

Jangan Ragu Hajikan Orang Tua yang Wafat, Ini Dalilnya

Apabila ibu telah meninggal atau tidak mampu, anak dianjurkan menunaikan ibadah haji untuk ibu, sebagai wujud bakti padanya. 

Demikian pendapat yang dikemukakan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Pendapat mereka itu menurut Wafa binti Abdul Aziz As-Suwailim didasarkan pada sejumlah dalil-dalil berikut.

Pertama: وَرَوَى زَيْدُ بْن أَرْقَمَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إذَا حَجَّ الرَّجُلُ عَنْ وَالِدَيْهِ يُقْبَلُ مِنْهُ وَمِنْهُمَا وَاسْتَبْشَرَتْ أَرْوَاحُهُمَا فِي السَّمَاءِ، وَكُتِبَ عِنْدَ اللَّهِ بَرًّا

Dari Zaid bin Arqam, ia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda “Ketika seorang menunaikan ibadah haji untuk kedua orang tuanya, amalan hajinya dan juga untuk kedua orang tuanya diterima, ruh mereka berdua senang di langit dan dia dicatat sebagai anak berbakti di sisi Allah.” 

Kedua:  وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ حَجَّ عَنْ أَبَوَيْهِ أَوْ قَضَى عَنْهُمَا مَغْرَمًا، بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ الْأَبْرَارِ

Dari Ibnu Abbas RA dia menuturkan Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menunaikan haji untuk kedua orang tuanya, atau melunasi utang keduanya maka pada hari kiamat dia dibangkitkan bersama orang-orang yang berbakti.” 

Ketiga: وَعَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ حَجَّ عَنْ أَبِيهِ أَوْ أُمِّهِ، فَقَدْ قَضَى عَنْهُ حَجَّتَهُ، وَكَانَ لَهُ فَضْلُ عَشْرِ حِجَجٍ  

Dari Jabir RA, dia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang menaikkan haji untuk ayahnya atau ibunya, sungguh dia telah menunaikan haji untuknya dan Dia memiliki lebih lebihan sepuluh kali haji.”

Wafa dalam “Buku Fiqih Ibu Himpunan Hukum Islam Khas Ummahat” menuturkan ketika haji hukumnya wajib atau sunnah bagi kedua orang tua maka dianjurkan untuk mendahulukan haji untuk ibu. 

Tapi jika Haji wajib bagi ayah sementara sunnah bagi ibu, maka harus didahulukan untuk ayah agama hukumnya wajib. “Wajib tentu lebih utama dari sunnah,” katanya.  

Anjuran menunaikan ibadah haji untuk ibu lebih dulu merupakan tekstual pada pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah dan salah satu pendapat kalangan Hanabilah, karena ibu lebih diprioritaskan untuk diperlukan secara baik sebelum ayah, sehingga dalam hal ini harus didahulukan. 

Memprioritaskan perlakuan baik untuk ibu didasarkan pada riwayat Abu Hurairah:  

جَاءَ رَجُلٌ إلى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، فَقالَ: مَن أَحَقُّ النَّاسِ بحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قالَ: أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أُمُّكَ قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: ثُمَّ أَبُوكَ. وفي حَديثِ قُتَيْبَةَ: مَن أَحَقُّ بحُسْنِ صَحَابَتي وَلَمْ يَذْكُرِ النَّاسَ.

Seseorang datang kepada Rasulullah SAW selalu bertanya, ” Wahai Rasulullah Siapa yang paling berhak untuk melakukan dengan baik? ibumu, jawab beliau, lalu siapa? tanya kembali “ibumu jawab beliau, lalu siapa? tanya kembali “ibumu”jawab beliau lalu siapa? tanya kembali “ibumu”jawab beliau, lalu siapa? tanya kembali “ayahmu” jawab beliau.”

Agama Islam mendorong umatnya untuk berbakti kepada kedua orang tua dan perhatian terhadap keduanya. Islam juga menjelaskan hak mereka berdua yang begitu besar terhadap anak. 

Alquran menunjukkan besarnya hak kedua orang tua dan kewajiban untuk berbakti pada keduanya, diantaranya firman Allah surah An-Nisaa ayat 36:  

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”

Sementara itu, surat Al An’am ayat 151 begitu tegas. Allah  SWT menjajikan bagi siapa saja seorang anak tidak mempersekutukan Allah dan berbakti kepada kedua orang tua maka Allah menjamin anak itu tidak akan masuk neraka.

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ

“Katakanlah Muhammad Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”

Melalui ayat-ayat di atas kata Wafa, Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk beribadah dan mengesakan-Nya. Di samping itu, menyandingkan perintah berbakti kepada kedua orang tua dalam perintah tersebut ketika hal itu menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua itu wajib hukumnya dan hak keduanya yang begitu besar. 

IHRAM

Tidak Ada Perintah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk Berpecah Belah dan Berkelompok-Kelompok

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Adakah nash (dalil) dari Kitabullah dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bolehnya berpecah belah dalam berbagai kelompok (jamaah) Islam?

Jawaban:

Tidak ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dalil yang membolehkan berbilangnya jamaah dan kelompok (hizb). Bahkan yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dalil yang mencelanya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolong-golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah. Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al-An’am [6]: 159)

مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

“Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Ruum [30]: 32) 

Tidak diragukan lagi bahwa kelompok-kelompok ini menafikan (menihilkan) perintah Allah Ta’ala dan bahkan bertentang dengan apa yang dimotivasi oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 52)

Lebih-lebih ketikakalau kita melihat dampak dan pengaruh dari perpecahan dan kelompok-kelompok tersebut ketika masing-masing kelompok menghina, mencela, dan mem-fasik-kan kelompok lainnya, dan terkadang lebih parah dari itu. Oleh karena itu, aku berpendapat bahwa kelompok-kelompok tersebut adalah sebuah kesalahan.

Sebagian mereka berkata bahwa tidak mungkin bagi dakwah ini untuk kuat dan tersebar kecuali dengan adanya kelompok-kelompok tersebut?

Kami katakan, perkataan tersebut tidaklah benar. Bahkan dakwah tersebut bisa kuat dan tersebar kalau seseorang itu semakin berpegang teguh dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semakin mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’) dan khulafaur rasyidin.

[Selesai]

***

@Rumah Lendah, 1 Syawal 1441/ 24 Mei 2020

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyyah: Dzawabith wa Taujihaat hal. 131, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57066-berpecah-belah-berkelompok-kelompok.html

Aku Ingin Semulia Bahagia Rasulullah

BAGI semua orang Islam yang beriman, pastilah Rasulullah Muhammad diyakininya sebagai manusia teladan dalam segala hal. Pertanyaannya adalah apakah semua kita berkeinginan untuk meledani beliau? Semua orang Islam yang beriman berkeyakinan bahwa Rasulullah Muhammad adalah tuan dari semua nabi dan utusan, dan karenanya maka Nabi Muhammad adalah manusia paling mulia dan bahagia dari semua makhluk. Beliau diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Peranyaannya, jika kita ingin bersama beliau dan mulia bahagia mengikuti beliau, inginkah kita mengikuti gaya hidup beliau?

Mari kita timbang-timbang posisi gaya hidup kita dengan posisi gaya hidup beliau. Satu hal saja sebagai ukuran paling mudah, yakni hubungan kita dengan harta duniawi. Gunung Uhud menawarkan diri untuk menjadi emas agar bisa dimiliki dan digunakan Rasulullah. Rasulullah menolaknya. Bagaimanakah dengan seandainya batu atau kerikil yang ada di sekitar kita menawarkan diri kepada kita untuk menjadi emas. Apakah kita akan menolak? Ataukah memang keajaiban seperti itu yang kita inginkan?

Banyak yang bertanya mengapa Rasulullah menolak? Ada beberapa jawaban yang bisa dikemukakan yang saya sarikan dari berbagai kitab bacaan saya selama ini. Jawaban pertama dan utama adalah untuk menunjukkan kepada umat manusia semuanya bahwa kepemilikan harta benda itu TIDAK MENJADI UKURAN MULIA BAHAGIA SESEORANG.

Benar bahwa Nabi Sulaiman itu kaya dan mulia, namuan Fir’aun juga kaya jaya namun menjadi manusia yang dilaknat Allah. Benar bahwa Sayyidina Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan Urwah bin Zubair itu kaya mulia dan bahagia, namun Qarun juga kaya tapi tidak mulia bahagia. Kalau kita setuju, berhentilah memandang mulia seseorang karena kepelikan hartanya. Tanyakan dari mana hartanya dan untuk apa hartanya itu. Inilah ukuran mulia bahagia.

Kedua adalah bahwa ujian orang yang memiliki kekayaan harta jauh lebih tinggi atau lebih berat dibandingkan dengan ujian orang tidak memiliki kekayaan harta dunia. Buktinya mudah saja saja, lihatlah betapa yang punya harta banyak itu tidak ada yang menjamin lebih santai dan lebih nyenyak tidur serta tidak stress.

Yang punya potensi kehilangan sesuatu adalah yang memiliki sesuatu. Yang tidak memiliki apapun maka tak akan pernah kehilangan apapun. Yang kehilangan mobil adalah yang punya mobil, yang kehilangan jabatan adalah yang punya jabatan. Demikian juga kepemilikian yang lain. Yang berbagaia adalah yang menyatakan: “SEMUA INI ADALAH MILIK ALLAH YANG SEDANG DITITIPKAN KEPADA SAYA.”

Alasan lainnya mengapa Rasulullah menolak gunung UHud menjadi emas adalah karena khawatir umatnya nanti memiliki pekerjaan utama sebagai pencari harta duniawi. Tidak diberikan contoh berburu dunia saja kita bisa lihat betapa banyak manusia yang mengejar harta sampai melupakan teladan Rasulullah yang penting diaplikasikan dalam hidup ini. Termasuk saya, barangkali. Ya Allah bimbing kami menuju ridlaMu.

Masih banyak alasan yang lain yang “nonjok” banget pada gaya hidup kita sebagai umatnya. Lalu, apa yang harus kita lakukan dan bagaimanakah gaya hidup terbaik yang harus kita tampilkan dalam hubungannya dengan harta ini. Apa plus minus kepemilikan harta dan mana yang lebih baik antara menjadi kaya, menjadi miskin dan menjadi sedang-sedang saja. Pertanyaan ini perlu dibahas dalam forum pengajian yang berdurasi panjang. Semoga ada kesempatan. Salam, AIM

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Bahaya Mempercayai Teori Konspirasi dalam Masalah Kesehatan

Teori konspirasi itu semacam teori yang berusaha menjelaskan bahwa kemungkinan penyebab dari suatu peristiwa adalah “rahasia”, atau direncanakan secara diam-diam oleh sekelompok orang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan untuk membahayakan kelompok lainnya (minoritas). Ini definisi yang paling mendekati dari teori konspirasi, karena memang belum ada definisi baku secara ilmiah. Teori konspirasi ini umumnya muncul dari misinformasi atau berita palsu yang tersebar di masyarakat. Sehingga kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Contohnya, sebagian orang percaya bahwa virus HIV itu tidak ada, dan tidak menyebabkan AIDS. Pemanasan global (global warming) itu hanya “tipu-tipuan” semata. Vaksin atau makanan yang dimodifikasi secara genetik itu tidak aman, dan sederet kepercayaan konspirasi lainnya. 

Dalam artikel singkat ini, kami akan menyebutkan tiga contoh teori konspirasi yang menyasar bidang kesehatan, dan dampaknya baik secara individu, komunitas maupun dalam skala yang lebih luas yaitu skala negara.

Percaya dengan teori konspirasi dalam masalah vaksin

Teori konspirasi merupakan salah satu argumentasi yang sering dikemukakan oleh sebagian orang yang menolak vaksinasi (gerakan anti-vaksin atau anti-vaccine movement). Tidak hanya oleh para penolak vaksin di dalam negeri (Indonesia), tetapi juga di luar negeri. Kondisi ini pun sama, baik di negeri non-muslim maupun di negeri muslim, sebagian dari mereka sangat percaya adanya konspirasi ini. 

Suatu penelitian yang menganalisis website-website anti-vaksin di luar negeri bahkan menemukan suatu fenomena bahwa teori konspirasi ini merupakan salah satu bahan utama mengkampanyekan pemikiran mereka. Bagi mereka, “informasi sebenarnya” tentang apa itu vaksin dan kandungannya telah “disembunyikan” oleh pihak berwenang. Oleh karena itu, mereka tidak percaya lagi dengan badan-badan kesehatan resmi di dunia, semacam WHO, CDC, FDA, atau kalau di dalam negeri, mereka tidak percaya dengan Kementerian Kesehatan dan Badan POM. 

Mereka percaya bahwa vaksin hanya semata-mata dibuat dan diprogramkan untuk mencari untung (profit dan bisnis), atau hanya akal-akalan dokter (tenaga kesehatan) dan perusahaan vaksin. Selain itu, jika ada reaksi efek samping vaksin (KIPI), maka yang diuntungkan tetap saja dokter. Sebagian lagi percaya bahwa vaksin itu sama dengan racun dan sengaja disusupi virus HIV.

Jangan heran jika ada dokter yang menolak vaksinasi, para penggemar teori konspirasi vaksin akan mendukung dokter tersebut, menyebutnya sebagai “dokter pemberani” dan “penyuara kebenaran”. Sebagian lagi percaya bahwa vaksin adalah sengaja dibuat untuk membuat menjadi mandul (infertil), dan seterusnya.

Lalu, apa bahaya mempercayai teori konspirasi vaksin?

Kita jumpai adanya penurunan cakupan vaksinasi di daerah-daerah yang angka penolakan vaksin semakin tinggi. Sekali lagi, konspirasi ini adalah masalah umum di semua negara, tidak hanya di negara muslim. Jadilah saat ini, dengan adanya penurunan cakupan angka vaksinasi, di sebagian negara tersebut terjadi wabah atau peningkatan kasus penyakit akibat penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan vaksinasi. Misalnya, wabah campak yang sempat melanda Amerika dan negara-negara di Eropa akibat penurunan cakupan vaksinasi campak. Kondisi ini tentu saja memprihatinkan, seolah kita dipaksa kembali lagi ke era sebelum ditemukannya vaksin, di mana wabah terjadi di mana-mana. 

Dalam skala nasional, teori konspirasi vaksin pernah melanda Nigeria, di mana pemerintah di sana percaya bahwa vaksin polio sengaja disusupi oleh virus HIV dan hormon penyebab kemandulan. Sehingga mereka pun sempat menghentikan program vaksinasi polio nasional pada akhir tahun 2003. Akibatnya, Nigeria saat itu menjadi salah satu dari tiga negara yang paling banyak melaporkan penderita polio, ketika banyak negara lain di dunia sudah bebas dari infeksi virus polio.

Percaya dengan teori konspirasi dalam masalah HIV/AIDS

Virus HIV dan juga penyakit yang ditimbulkannya (yaitu AIDS) telah lama menjadi sasaran dari teori konspirasi. Sebagian orang menganggap bahwa virus HIV/AIDS itu tidak ada, virus HIV/AIDS “sengaja diciptakan” untuk tujuan tertentu. Lebih dari itu, mereka percaya bahwa obat-obatan untuk HIV (dikenal dalam istilah medis dengan anti-retroviral therapy atau ART), itu hanyalah “racun” yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh.

Di Amerika Serikat, sentimen ini makin parah dengan adanya isu rasisme. Sebagian orang berkulit hitam percaya bahwa virus HIV ini adalah ciptaan pemerintah federal AS atau CIA untuk mengurangi populasi mereka di AS. Kelompok lain yang merasa minoritas, yaitu mereka yang memiliki orientasi seksual gay, mereka percaya bahwa virus HIV memang sengaja diciptakan untuk “membunuh” mereka. 

Dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat, sebagian penduduk AS keturunan Afrika percaya bahwa obat untuk HIV itu sebenarnya sudah ada, tetapi “disembunyikan” terutama untuk orang miskin. Obat medis untuk HIV saat ini sebenarnya menyebabkan HIV itu sendiri. Orang yang mau menjalani pengobatan HIV itu ibarat kelinci percobaan pemerintah. 

Lalu, apa bahaya mempercayai teori konspirasi dalam masalah HIV/AIDS?

Di komunitas-komunitas berisiko tinggi HIV/AIDS (misalnya yang memiliki perilaku seksual berisiko) namun mereka termakan oleh isu-isu teori konspirasi, menyebabkan keengganan mereka untuk melakukan tes HIV (apakah mereka positif ataukah tidak), karena mereka percaya kalau HIV itu tidak ada. Mereka juga tidak mau melakukan pencegahan agar tidak terinfeksi virus HIV. Ini bahaya mempercayai teori konspirasi dalam skala individu (komunitas).

Dalam skala nasional (negara), pemerintah Afrika Selatan di bawah Presiden Thabo Mbeki pun percaya dengan isu-isu konspirasi HIV ini. Padahal, Afrika Selatan adalah salah satu negara yang paling parah terkena wabah HIV di dunia ketika itu.

Akibat pengaruh isu konspirasi, pemerintah Afrika Selatan kemudian tidak menyediakan obat-obat HIV standar secara medis (ART) kepada rakyatnya. Dia justru percaya bahwa vitamin, jus lemon, dan bawang putih sebagai obat alternatif untuk HIV; dan menolak dana bantuan internasional untuk mengatasi wabah HIV di negaranya. Selama kurun waktu tahun 2000-2005, diperkirakan lebih dari 330.000 warga Afrika Selatan meninggal akibat HIV/AIDS dan lebih dari 35.000 bayi baru lahir terinfeksi virus HIV. Padahal, kalau ibu hamil mendapatkan obat ART standar, hal itu akan meminimalisir kemungkinan penularan ke janin yang dikandung.

Percaya dengan teori konspirasi dalam masalah pandemi COVID-19

Di masa pandemi COVID-19 ini, sebagian orang, termasuk di Indonesia, lagi-lagi termakan oleh teori konspirasi. Mereka percaya bahwa sebetulnya virus SARS-CoV-2 (penyebab penyakit COVID-19) itu adalah buatan pemerintah Cina untuk kepentingan bisnis, politik, dan ekonomi. Lalu sebagian lagi percaya bahwa virus SARS-CoV-2 itu tidak ada, atau penyakitnya hanya ringan dan bisa sembuh sendiri.

Sebagian lagi memfitnah tenaga medis dengan mengatakan bahwa pandemi COVID-19 ini hanyalah akal-akalan tenaga medis untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari setiap penderita yang dirawat. Mereka akan mendapatkan uang sekian juta dari setiap pasien “yang dipaksa dicatat sebagai pasien COVID-19”. 

Lalu, apa bahaya mempercayai teori konspirasi dalam masalah COVID-19?

Dampaknya bisa kita lihat bahwa merasa “mendapatkan rasa aman palsu” (false sense security). Akhirnya, mereka pun membahayakan orang-orang di sekitarnya karena mereka tidak mau melakukan tindakan pencegahan seperti memakai masker, meminimalisir aktivitas keluar rumah, menghindari kerumuman massa, dan sebagainya. Sebagian lagi menolak upaya tes, baik dengan rapid test maupun swab PCR. Dampaknya pun bisa kita lihat, yaitu upaya pengendalian pandemi ini yang makin sulit.

Kesimpulan

Teori konspirasi ini pada dasarnya mudah untuk dibuat dan disebarkan, namun sangat sulit dibendung, apalagi pada jaman internet dan media sosial yang semakin luas penggunaannya saat ini. Mempercayai teori konspirasi dalam masalah kesehatan ternyata berdampak negatif terhadap upaya pengendalian, pencegahan dan pengobatan suatu penyakit.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57070-bahaya-mempercayai-teori-konspirasi-dalam-masalah-kesehatan.html

Istiqomah Membawa Tenang

SAUDARAKU air menetes, lembut, kecil, tapi istiqomah, setetes demi setetes, maka batu yang keras pun menjadi cekung bahkan berlubang. Ini adalah sunnatulloh, bahwa istiqomah itu adalah kekuatan. Istiqomah itu mengundang karomah, kemuliaan.

Para kekasih Allah Swt itu cirinya ada dua. Pertama, adalah yakin. Dan yang kedua, adalah istiqomah. Orang yang istiqomah akan mendapat banyak keutamaan. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat [41] : 30).

Jadi dari ayat ini kita bisa benar-benar yakin bahwa orang-orang yang istiqomah hanya menyembah kepada Allah Swt., tanpa mempersekutukannya sedikitpun dengan sesuatu apapun, maka Allah akan mengkaruniakan kepadanya derajat kekasih Allah. Dan, Allah akan menurunkan malaikat kepadanya yang kemudian buahnya adalah ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan.

Makanya orang yang istiqomah itu, berada di dalam situasi seberat apapun, sesulit apapun, dia bisa tetap tenang. Ketenangan ini tidak bisa diminta kepada manusia, tidak bisa dibeli, bahkan tidak bisa dirampok. Karena ketenangan itu adalah milik Allah Swt. dan Allah yang akan memberikannya kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih.

Allah Swt berfirman, “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath [48] : 4)

Orang yang istiqomah tidak akan takut pada urusan-urusan duniawi, karena yang ia takutkan hanyalah takut Allah tidak ridho kepadanya. Orang yang istiqomah tidak akan gelisah oleh urusan dunia dan seisinya, karena baginya dunia ini tak ada artinya selain sekedar tempat singgah belaka. Tak ada yang lebih berharga baginya selain Allah Swt.

Ketika seorang hamba Allah sudah memiliki pendirian dan sikap yang mantap seperti ini, maka in syaa Allah hatinya tak mudah goyah oleh bisikan-bisikan syaitan. Langkahnya akan mantap menempuh jalan yang Allah ridhoi. Ia akan tetap kokoh meski berbagai ujian datang bertubi-tubi. Ujian-ujian malah akan menjadikan dirinya semakin kuat dalam keistiqomahan. Jika sudah demikian, in syaa Allah, Allah yang akan mendatangkan kepadanya berbagai pertolongan, kemudahan, kecukupan dan ketenangan

Saudaraku, semoga kita termasuk kepada golongan hamba Allah yang senantiasa berupaya untuk istiqomah. Wallohualam bishowab. [*]

Oleh KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Enam Negara Putuskan tak Berangkatkan Jamaah Haji 2020

Hingga berita ini dibuat, setidaknya ada enam negara yang memutuskan untuk tidak mengirim umat Muslim-nya melaksanakan haji tahun ini. Keputusan ini dibuat di tengah pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.

Ibadah haji merupakan ritual keagamaaan atau ziarah terbesar bagi umat Islam. Sejauh ini telah diklaim korban meninggal akibat Covid-19 mencapai 430.530 orang, termasuk 972 di Arab Saudi.

Pelaksanaan haji tahun ini bergantung pada penampakan bulan. Namun, menurut prediksi, ibadah haji akan dimulai pada 28 Juli dan berakhir pada 2 Agustus. Menunaikan ibadah haji hukumnya wajib bagi setiap Muslim yang mampu secara finansial dan fisik, sekali dalam hidupnya.

Dilansir di Dhaka Tribune, pihak berwenang Arab Saudi sedang mempertimbangkan membatalkan ibadah haji tahun ini atau melakukannya secara simbolis. Hal ini diketahui melalui beberapa sumber yang mengetahui perihal masalah tersebut.

Muslim di seluruh dunia, termasuk dari Bangladesh selaku negara Muslim terbesar ketiga di dunia, sedang menunggu keputusan Kerajaan Arab Saudi. Sekitar 2,5 juta orang mengambil bagian dalam pelaksanaan ibadah haji pada 2019.

Diketahui sebelumnya, Arab Saudi telah menangguhkan perjalanan umroh pada akhir Februari karena pandemi Covid-19. Hingga Ahad (14/6) sore, kasus positif Covid-19 di kerajaan tersebut mencapai 127.541 dengan tambahan 4.233 kasus. Selain itu, ada penambahan 40 pasien yang meninggal sehingga total menjadi 972 jiwa.

photo

Infografis daftar negara tak kirimkan jamaah haji 2020. – (Republika)

Dari enam negara yang memilih tidak mengambil bagian dalam pelaksanaan haji tahun ini, ada tiga negara dengan Muslim terbesar di dunia, yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Tiga lainnya adalah negara dengan populasi Muslim kecil, yakni Singapura, Thailand, dan Kamboja.

Indonesia seharusnya mengirim lebih dari 220 ribu jamaah haji. Sementara itu, Malaysia mengirim 36 ribu jamaah dan Brunei 1.000 jamaah untuk tahun ini. Jumlah tiga negara lainnya tidak diketahui.

Menurut Kementerian Urusan Agama Bangladesh, negara itu seharusnya mengirim 137.198 jamaah haji ke Arab Saudi untuk melakukan haji tahun ini. Namun, dalam keadaan di tengah pandemi, hanya 64.594 orang yang telah mendaftar.

Pemerintah baru-baru ini menyatakan siap mengirim jamaah haji dan menunggu keputusan akhir Arab Saudi mengenai haji. Arab Saudi diperkirakan akan mengambil keputusan mengenai pelaksanaan ibadah haji tahun ini dalam pekan ini. Hal ini menurut media internasional dan pejabat Bangladesh.

Mereka mengatakan, pemerintah di Riyadh sedang mempertimbangkan beberapa opsi, termasuk melakukan pembatalan, dihadiri orang-orang dari Arab Saudi yang jumlahnya sangat terbatas, atau perwakilan jamaah yang sangat terbatas dari seluruh dunia. Apa pun opsi yang dipilih akan bergantung pada bagaimana situasi virus Covid-19 berkembang dalam beberapa hari mendatang. Jika ibadah haji 2020 ini dibatalkan, itu akan menjadi pertama kalinya dalam sejarah Arab Saudi, yang didirikan pada 1932. Sebelumnya sejak 630 M, pola haji terganggu selama puluhan kali karena alasan politik, ekonomi, atau kesehatan. 

Sumber: https://www.dhakatribune.com/world/2020/06/14/covid-19-6-countries-decide-to-skip-this-year-s-hajj

IHRAM


Batasan “Mampu” dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, (maka ubahlah) dengan lisan. Jika tidak mampu, (maka ubahlah) dengan hati. Itulah iman yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)

Apakah batasan dari “kemampuan” ini, karena kita dapati kebanyakan (dari kaum muslimin) hanya mengambil bagian akhir dari hadits saja, yaitu “dengan hati”?

Jawaban:

“Kemampuan” yang dimaksud dalam hadits ini adalah “kekuasaan”. Jika seseorang memiliki kekuasaan untuk mengubah kemungkaran tersebut dengan tangan, maka wajib baginya untuk mengubah dengan tangan. Misalnya, seseorang melihat orang lain membawa alat musik dan Engkau memiliki kekuasaan (kewenangan) untuk mengambil dan menghancurkannya. Maka dalam kondisi tersebut, wajib bagi kalian untuk melakukannya.

Adaoun jika perkara tersebut adalah kewenangan pemerintah, maka wajib bagi kalian untuk berpindah ke tingkatan ke dua. Yaitu mengubah dengan lisan, baik dengan mendakwahi (menasihati) orang tersebut untuk menghancurkan alat musiknya sendiri yang haram tersebut, atau melaporkan perkara tersebut kepada pemerintah kaum muslimin yang memiliki kewenangan untuk menghancurkan alat musik tersebut.

Jika hal itu tetap tidak memungkinkan, maka tingkatan yang paling rendah adalah mengubah dengan lisan. Yaitu dengan membenci perkara tersebut dari dalam hati. Dan juga tidak duduk-duduk bersama mereka ketika mereka memainkan alat musik tersebut.

Di sinilah terdapat perkara yang banyak tidak diketahui oleh manusia. Yaitu sebagian dari mereka tetap duduk-duduk bersama pelaku maksiat (ketika sedang bermaksiat), dengan mengatakan, “Dosanya bagi mereka (saja).” Ini adalah perkataan yang tidak benar. Bahkan yang wajib adalah mengamalkan tiga tingkatan ini, yaitu (mengingkari) dengan tangan, dengan lisan, dan dengan hati.

Dan telah diketahui bahwa siapa saja yang membenci suatu perkara dengan hatinya, maka tidak mungkin dia duduk bersama pelakunya sama sekali. Dia pasti berdiri dan memisahkan diri dari tempat tersebut. Simaklah firman Allah Ta’ala,

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 140)

Maka orang yang duduk bersama pelaku kemungkaran juga mendapatkan dosa sebagaimana pelaku kemungkaran tersebut, meskipun dia tidak ikut-ikutan melakukannya. Kecuali jika dia dipaksa untuk ikut duduk bersama mereka. Hal ini karena orang yang dipaksa tersebut akan termaafkan.

[Selesai]

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57058-batasan-mmpu-dalam-amar-maruf-nahi-munkar.html