Hukum “Membooking” Tempat di Masjid (Bag. 2)

Tidak mau merapatkan shaf 

Orang-orang yang membooking tempat tersebut, lebih-lebih ini kita saksikan di masjidil haram, jika mereka melihat shaf di depan atau di samping mereka ada celah, mereka tidak mau bergeser untuk merapatkannya. Hal ini karena mereka tidak mau kehilangan tempat yang telah dia “kuasai” tersebut. Mereka juga tidak mau merapatkan shaf, bahkan mereka meminta orang di sebelahnya untuk merapat, agar dia tidak bergeser dari tempatnya. Perbuatan semacam ini bertentangan dengan dalil-dalil syariat yang menuntunkan untuk merapatkan dan meluruskan shaf. 

Adapun orang yang sudah berada di masjid, lalu dia menempatkan tongkat atau sajadah di shaf bagian depan, kemudian dia shalat di tempat lain agar bisa bersandar ke tiang (sehingga bisa shalat lebih lama) atau untuk mengulang hapalan Al-Qur’an, atau karena yang lainnya, maka hal ini diperbolehkan. Namun dengan syarat dia tidak melangkahi pundak-pundak jamaah lain ketika kembali lagi ke shaf depan tersebut dan tidak mengganggu jamaah lain. Meskipun yang lebih utama adalah meninggalkan perbuatan tersebut, ketika dia mendapatkan tempat yang masih longgar (sehingga tidak perlu melangkahi pundak jamaah lainnya, pent.).” (Lihat Al-Fataawa As-Sa’diyyah, hal. 186)

Jika sudah hadir ke masjid, namun harus keluar sebentar karena batal wudhu atau keperluan lainnya

Siapa saja yang sudah hadir ke masjid dengan niat menunggu waktu shalat jamaah ditegakkan, kemudian ada keperluan sehingga dia harus keluar (misalnya, karena batal wudhu), maka tidak masalah jika dia ingin meletakkan tongkat, sajadah, atau penanda lainnya, dengan maksud agar orang lain tidak menempati tempat tersebut sampai dia kembali dari keperluannya tersebut. Ketika dia kembali dari keperluannya, dia lebih berhak atas tempat tersebut. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ مِنْ مَجْلِسِهِ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَيْهِ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ

“Siapa saja di antara kalian yang berdiri dari tempat duduknya kemudian kembali lagi, maka dia lebih berhak atas tempat tersebut.” (HR. Muslim no. 2179 dan Abu Dawud no. 4853)

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

قال أصحابنا هذا الحديث فيمن جلس في موضع من المسجد أو غيره لصلاة مثلا ثم فارقه ليعود بأن فارقه ليتوضأ أو يقضي شغلا يسيرا ثم يعود لم يبطل اختصاصه بل إذا رجع فهو أحق به في تلك الصلاة فإن كان قد قعد فيه غيره فله أن يقيمه وعلى القاعد أن يفارقه لهذا الحديث هذا هو الصحيح عند أصحابنا وأنه يجب على من قعد فيه مفارقته اذا رجع الأول وقال بعض العلماء هذا مستحب ولايجب وهو مذهب مالك والصواب الأول

“Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan, “Ini berkaitan dengan hak seseorang yang sudah duduk di masjid atau tempat lainnya, untuk shalat misalnya. Kemudian dia pergi (sebentar) untuk kembali lagi ke tempat tersebut, seperti karena dia ingin berwudhu atau karena keperluan ringan lainnya, dengan maksud kembali lagi ke tempat tersebut. Kepergiannya itu tidaklah menghilangkan haknya atas tempat tersebut. Bahkan, ketika dia kembali lagi, dia lebih berhak atas tempat tersebut. Jika ada orang lain yang menempatinya, orang yang pertama tersebut boleh untuk meminta orang lain yang menduduki tempatnya untuk berdiri (pindah). Orang lain yang menduduki tempat tersebut hendaknya pindah tempat. Inilah pendapat yang shahih menurut madzhab kami (madzhab Syafi’i), bahwa orang yang datang belakangan tersebut wajib (harus) pindah tempat ketika orang yang pertama datang kembali. Sebagian ulama mengatakan bahwa orang kedua tersebut hanya dianjurkan pindah, tidak wajib pindah. Inilah madzhab Imam Malik. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama (bahwa orang kedua yang datang belakangan tersebut harus berpindah tempat).” 

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan,

قال أصحابنا ولافرق بين أن يقوم منه ويترك فيه سجادة ونحوها أم لا

“Tidak ada perbedaan apakah orang tersebut pergi sebentar dan meninggalkan sajadah atau semacamnya (sebagai tanda) ataukah tidak. Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 412)

Orang yang sudah hadir di masjid dan sudah menempati tempat tertentu di masjid, tidak boleh diminta berpindah tanpa alasan yang dibenarkan

Siapa saja yang sudah hadir di masjid dan menempati tempat (posisi) tertentu di masjid, maka dia lebih berhak atas tempat tersebut. Tidak boleh atas orang lain untuk mengusir atau memintanya pindah tempat tanpa alasan, baik orang yang sudah hadir tersebut adalah orang yang mulia atau orang biasa, baik anak kecil atau orang dewasa, tidak boleh diminta pindah tanpa alasan. Kecuali jika keberadaan dia di situ mengganggu orang lain, misalnya dia merokok, atau memiliki bau tidak enak karena makan bawang, maka boleh untuk dikeluarkan dari masjid, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang masalah ini [1]

Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَقْعَدِهِ، ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا

“Janganlah kamu menyuruh saudaramu berdiri dari tempat duduknya, lalu kamu duduk di tempatnya, tetapi katakanlah kepadanya, “Marilah kita lapangkan tempat duduk kita!” (HR. Bukhari no. 5914 dan Muslim no. 2177)

Hadits tersebut khusus berkaitan dengan pertemuan (majelis) yang mubah, lebih-lebih di masjid. 

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Semua manusia itu sama dalam perkara yang mubah. Siapa saja yang lebih dahulu mendapatkan sesuatu, maka dia yang lebih berhak. Siapa saja yang memiliki hak atas sesuatu, kemudian hak tersebut diambil oleh orang lain tanpa alasan, maka orang lain tersebut telah merampasnya. Sedangkan hukum merampas itu haram.” (Lihat Bahjatun Nufuus, 4: 194 karya Ibnu Abi Jamrah)

Hendaknya orang-orang yang sudah duduk di masjid atau yang lainnya melapangkan tempat dan merapatkan diri satu sama lain sehingga memungkinkan ada celah yang bisa ditempati oleh orang lain yang baru datang. Lebih-lebih jika kita berada di masjidil haram atau di masjid besar lainnya. Hal ini tentunya dengan syarat agar shaf tidak menjadi terlalu rapat sehingga mengganggu kenyamanan dalam ibadah, baik itu ibadah shalat atau ibadah lainnya. Karena tentu saja, orang yang lebih dulu datang ke masjid itu lebih berhak dari orang yang datang belakangan. [2]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Inilah Hadis Nabi yang Membuat Abu Hurairah Pingsan

Ulama besar kelahiran Khurasan Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat 373 H) dalam Kitab Tanbihul Ghafilin menceritakan kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (RA) yang pingsan saat hendak menyampaikan Hadis Nabi. Kisah ini berkaitan dengan keikhlasan dalam beramal saleh.

Imam Abu Laits mengisahkan cerita yang didapatnya dari beberapa ulama dengan sanad mereka yang langsung dari Uqbah bin Muslim dari Samir Al-Ashbahi. “Ketika masuk di Kota Madinah ia melihat seorang yang dikerumuni orang ramai, lalu bertanya: “Siapakah orang itu?” Orang-orang menjawab: “Itu Abu Hurairah RA”.

Maka saya mendekatinya dan ketika tidak ada lagi keramaian, saya pun bertanya kepadanya: “Saya tuntut engkau demi Allah, ceritakan kepadaku satu Hadis yang telah engkau dengar dan engkau ingat langsung dari Rasullullah SAW“.

Abu Hurairah berkata: “Duduklah, akan saya ceritakan kepadamu Hadis yang saya sendiri mendengar langsung dari Rasullullah yang waktu itu tidak ada orang lain bersama kami.” Kemudian Abu Hurairah menarik nafas panjang lalu pingsan. Setelah tersadar dari pingsan itu dia pun mengusap mukanya sambil berkata: “Aku akan ceritakan HadisRasullullah SAW“.

Kemudian Abu Hurairah menarik nafas yang berat lagi dan kembali pingsan. Agak lama kemudian ia tersadar dan mengusap wajahnya lalu berkata: “Rasullullah SAW bersabda: ‘Apabila hari Kiamat kelak maka Allah Ta’ala akan menghukum di antara semua makhluk dan semua ummat bertekuk lutut.

Yang pertama dipanggil adalah orang yang mengerti Al-Qur’an (ahli Qur’an), orang yang mati fisabilillah, dan orang kaya. Maka Allah Ta’ala menanyakan kepada para ahli Qur’an: “Tidakkah Aku telah memberitahu kamu apa yang Aku turunkan kepada utusan-Ku? Jawab orang itu: “Benar, ya Tuhanku”. “Lalu kau berbuat apa terhadap apa yang telah engkau ketahui itu?” Jawabnya: Saya telah mempelajarinya di waktu malam dan mengerjakannya di waktu siang. Allah berfirman: “Engkau dusta”. Lalu Malaikat juga berkata: “Engkau dusta, kau hanya ingin disebut Qari, ahli dalam Al-Qur’an, dan sudah disebut yang demikian itu.

Lalu dipanggillah orang kaya dan ditanya: “Engkau berbuat apa terhadap harta yang Aku berikan padamu? Jawabnya: “Saya telah menggunakan untuk membantu kaum keluarga dan bersedekah. Allah berfirman: “Engkau dusta. Para Malaikat pun berkata: “Engkau dusta, kau berbuat begitu hanya karena ingin disebut sebagai seorang dermawan dan sudah terkenal demikian”.

Lalu dihadapkanlah orang yang mati berhijad fisabilillah kemudian ditanya: “Kenapa engkau terbunuh?” Jawabnya: “Saya telah berperang untuk menegakkan agama-Mu sehingga terbunuh. Allah Ta’ala berfirman: “Engkau dusta. Malaikat juga berkata: Engkau dusta, kau hanya ingin disebut sebagai seorang pahlawan yang gagah berani dan sudah disebut sedemikian”.

Kemudian Nabi Muhammad SAW memukul lututku (pahaku) sambil bersabda: “Wahai Abu Hurairah, ketiga orang itulah yang pertama-tama dibakar dalam api neraka pada Hari Kiamat.” Kemudian berita itu sampai kepada Mu’awiyah maka ia menangis dan berkata: “Sungguh benar firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah SAW”. Kemudian ia membaca Surah Hud ayat 15-16 yang berbunyi:

مَنۡ كَانَ يُرِيۡدُ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا وَ زِيۡنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيۡهِمۡ اَعۡمَالَهُمۡ فِيۡهَا وَهُمۡ فِيۡهَا لَا يُبۡخَسُوۡنَ(15)‏
اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ لَـيۡسَ لَهُمۡ فِىۡ الۡاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ‌ ‌ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوۡا فِيۡهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ(16)

Artinya: Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.

Abdullah bin Haanif Al-Inthoki berkata: “Pada hari Kiamat apabila seseorang mengharap amalnya kepada Allah Ta’ala maka dijawab: “Tidakkah Kami telah membayar kotan pahalamu. Tidakkah Kami telah memberi tempat padamu dalam tiap majlis. Tidakkah Kami telah terangkat sebagai pimpinan/ketua, tidakkah telah Kami permudah jual belimu (yakni selalu dapat potongan harga jika membeli sesuatu) dan seterusnya.

Seorang hakim berkata: “Orang yang ikhlas ialah orang yang menyembunyikan perbuatan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya”. Pendapat lain menyebutkan: Puncak ikhlas ialah tidak ingin pujian orang”.

Dzinnun Al-Mishri ketika ditanya: “Kapankah seseorang diketahui termasuk pilihan Allah? Jawabnya: “Jika tidak meninggalkan istirahat dan dapat memberikan apa yang ada, dan tidak menginginkan kedudukan dan tidak mengharapkan pujian atau celaan orang. (Yakni dipuji tidak merasa besar dan dicela tidak merasa kecil).

Demikianlah pesan Hadis yang mengguncang hati dan membuat Abu Hurairah RA pingsan. Ketahuilah bahwa amal yang sedikit namun ikhlas lebih baik daripada amal yang banyak tetapi ingin dipuji orang. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang ikhlas dalam beramal.

Wallahu Ta’ala A’lam

KALAM SINDO


Kisah Ibnu Fadlan: Penyebar Islam Di Tanah Viking dan Rusia

Penyebaran Islam di Rusia dan Bulgaria memang tak pernah bisa lepas dari peran Ahmed Ibnu Fadlan. Nama ini memang belum begitu dikenal di kalangan Muslim. Namanya kalah tersoroh misalnya dengan sosok pengelana Ibnu Batutah.

Tetapi catatan saksi mata terpenting tentang orang yang tinggal di wilayah Rus (Akar kata Rusia, Bulgaria, dan sekitarnya) memang tersemat kepada Ahmed ibn Fadlan ini. Jarang mengetahui bila dia  seorang penulis. Tetapi Risalah-nya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Segmen-segmen utamanya dikutip secara universal dalam buku-buku modern tentang Viking. Dan ini telah  mengilhami novel yang ditulis tahun 1976 karya penulis Michael Crichton berjudul ‘Eaters of the Dead’. Atas dasar novel ini kemudian dibuat film The Thirteenth Warrior oleh Touchstone dan produsen Film Disney.

“Ibnu Fadlan unik dari semua sumber,” kata penulis sejarah Viking, Noonan. “Dia ada di sana, dan Anda dapat melacak jalur persisnya. Dia menjelaskan bagaimana karavan bepergian, bagaimana mereka akan menyeberangi sungai. Dia memberi tahu Anda tentang flora dan fauna di sepanjang jalan. Dia menunjukkan kepada kita dengan tepat bagaimana fungsi perdagangan. Ada tidak ada yang seperti itu. “


Ibnu Fadlan adalah seorang faqih, seorang ahli hukum Islam, yang menjabat sebagai sekretaris delegasi yang dikirim oleh Khalifah al-Muqtadir pada tahun 921 kepada raja Bulgaria. Kala itu  raja ini meminta bantuan untuk membangun benteng dan masjid, serta instruksi pribadi lainnya dalam soal ajaran Islam.

Bulgar adalah cabang suku bahasa Turki yang terbagi oleh Khazar pada abad ketujuh. Satu kelompok bermigrasi ke barat, di mana mereka berasimilasi dengan Slavia. Mereka kemudian mendirikan apa yang menjadi Bulgaria modern hari ini. Pengaruhnya hingga sampai ke sebelah barat Laut Hitam; yang lain berbelok ke utara menuju wilayah Volga tengah, di mana mereka terus marah di bawah kekuasaan Khazar, yang dominasinya atas wilayah Kaukasus utara dan Kaspia menandai batas utara kekuasaan Abbasiyah.

Dalam mencari bantuan dari Baghdad, raja Bulgars mencari aliansi melawan Khazar.

Dia diduga sengaja untuk menghindari tanah Khazar. Akibatnya rombongan khalifah yang hendak ke sana dari Baghdad mengambil rute yang panjang dan memutar ke ibukota Bulgar, melewati timur Laut Kaspia.

Sesampai di sana, Ibn Fadlan yang memberikan dakwah agama kepada raja Bulgar, sehingga membuatnya terkesan sehingga raja memberinya kunya, atau julukan, “al-Siddiq,” “yang jujur”. Julukan kunya ini sama yang pernah diperoleh oleh Abu Bakar, khalifah Islam pertama.



Secara keseluruhan, delegasi dari Bahdad ini menempuh jarak sekitar 4000 kilometer (2500 mil). Dalam Risalahnya, Ibn Fadlan menggambarkan banyak orang yang dia temui, dan kira-kira seperlima merupakan orang Rus.

“Saya belum pernah melihat spesimen manusia dengan fisik yang lebih sempurna, setinggi pohon kurma, pirang dan kemerahan,” tulisnya. “Setiap orang memiliki kapak, pedang, dan pisau dan disimpan setiap olehnya setiap saat.” Pria-pria itu, menurut pengamatannya, ditato dengan sosok-sosok hijau tua “dari kuku hingga leher”.



Seni perhiasan dan hiasan tubuh Viking berkembang dengan baik, dan Ibn Fadlan menggambarkan wanita Rus mengenakan cincin leher dari emas dan perak. “Satu untuk setiap 10.000 dirham yang berharga bagi suaminya; beberapa wanita memiliki banyak. Ornamen paling berharga mereka adalah manik-manik kaca hijau dari tanah liat, yang ditemukan di kapal. Mereka menukar manik-manik di antara mereka sendiri dan membayar satu dirham untuk sebuah manik. Mereka mengikatnya sebagai kalung.

“Mereka juga mengenakan hiasan manik-manik berwarna, bros oval besar yang menjuntai barang-barang seperti pisau, kunci dan sisir, dan apa yang digambarkan Ibn Fadlan sebagai “kotak dada yang terbuat dari emas, perak dan kayu.

“

Dia memiliki kata-kata kasar, bagaimanapun, untuk kebersihan Rus. Mereka adalah makhluk Tuhan yang paling kotor,” lanjtt Fadlam mengamati, dan meskipun dia mengakui bahwa mereka mencuci tangan, wajah dan kepala setiap hari, dia terkejut bahwa mereka melakukannya.

“Mereka punya cara yang paling kotor dan paling kotor karena memakai baskom komunal berisi air untuk bersama,” ujarnya lagi.

Hal itu merupakan kebiasaan Jerman kuno yang menyebabkan rasa jijik yang dapat dimengerti pada seorang Muslim yang biasanya melakukan wudhu hanya di air yang dituangkan atau mengalir. (Pada tahun yang sama, Ibn Rustah, bagaimanapun, memuji Rus yang dia amati sebagai “bersih dalam pakaian mereka dan baik kepada budak mereka.”)

Kontak mereka dengan Islam membuat beberapa orang Rusia memeluk agama tersebut, meskipun Ibun Fadlan dengan cerdik mencatat bahwa kebiasaan lama masih menarik: “Mereka sangat menyukai daging babi dan banyak dari mereka yang telah mengambil jalan Islam sangat merindukannya.

Orang Rus juga menikmati nabith, minuman fermentasi yang sering disebut Ibn Fadlan sebagai bagian dari makanan sehari-hari mereka.



Namun sebagian besar Rus terus menjalankan praktik keagamaan mereka sendiri, termasuk mempersembahkan korban. Ibn Rustah menyebutkan tentang seorang imam profesional dari dukun Rusia (yang dia sebut attibah) yang menikmati status yang sangat tinggi, dan yang memiliki kekuatan untuk memilih sebagai persembahan kepada dewa-dewa mereka, siapa pun pria, wanita atau ternak yang mereka sukai.



Bagkan, Ibnu Fadlan menyaksikan sekelompok pedagang Rus yang merayakan selesainya pelayaran Volga dengan selamat pada tahun 922 M. Ibn Fadlan menggambarkan bagaimana mereka berdoa kepada dewa-dewa mereka dan mempersembahkan korban kepada patung-patung kayu yang tertancap di tanah, dan mereka memohon kepada dewa-dewa mereka untuk mengirim pedagang dengan koin perak yang berlimpah ke membeli apa yang harus mereka jual.



Dia juga menyaksikan, di sepanjang Volga, pemakaman dramatis seorang kepala suku yang dikremasi dengan kapalnya. Penjelasannya yang sering dikutip tentang ritus ini adalah salah satu dokumen paling luar biasa dari Zaman Viking, diisi dengan rincian suram dari pemimpin yang meninggal yang diletakkan di kapalnya di tengah perbendaharaan barang-barang mahal, makanan kaya dan minuman keras, seperti juga seekor anjing, kuda, lembu, dan unggas, dan ditemani oleh tubuh seorang gadis budak yang secara sukarela disembelih dan dibakar bersama tuannya.



Di luar ini, Ibn Fadlan mengetahui rahasia adegan mabuk dan perilaku tidak senonoh yang jelas mengejutkan seorang sarjana saleh dan terpelajar dari Baghdad. Tapi dia bukan pemoral: Setelah mencatat perilakunya, dia melanjutkan ceritanya tanpa merendahkannya.



Penulis Muslim lainnya menganggap beberapa ciri Rus patut dipuji, terutama kehebatan mereka dalam berperang. Filsuf dan sejarawan Miskawayh misalnya menggambarkan mereka sebagai orang-orang dengan “kerangka besar dan keberanian besar” yang membawa persenjataan senjata yang mengesankan, termasuk pedang, tombak, perisai, belati, kapak, dan palu.

Dia mencatat bahwa pedang mereka “sangat diminati hingga hari ini karena ketajaman dan keunggulannya.”Sementara hubungan biasa antara Rus dengan Baghdad, Khazaria dan tanah Muslim lainnya adalah perdagangan yang damai, tidak selalu demikian.

Di sepanjang pantai Laut Kaspia, suku-suku Rus menyerahkan senjata mereka yang berharga untuk melawan Muslim dua kali pada abad ke-10, sekali menyerang Abaskun di Kaspia timur pada tahun 910 M, dan kemudian menembus negara minyak di sekitar Baku pada tahun 912 M, mengambil rampasan yang kaya dan membunuh ribuan orang.

Mengenai kampanye terakhir ini, al-Mas’udi menulis bahwa ketika rakyat negara bagian Khazar mendengar hal ini, sekitar 150.000 dari mereka bergabung dengan orang-orang Kristen dari kota Itil, dan pasukan gabungan ini bergerak ke Volga, tempat armada Rus telah kembali, dan menghancurkannya. Beberapa Rus yang lolos kemudian dihabisi oleh Bulgars dan lainnya.



Ibn Hawkal menceritakan bagaimana pada tahun 943 M armada Rus besar lainnya mencapai kota perdagangan Bardha’a yang makmur di pantai selatan Kaspia, tempat Rus membantai 5.000 penduduk. Tetapi pendudukan mereka di kota itu hancur dalam beberapa bulan kemudian, tampaknya sebagai akibat dari epidemi disentri yang dipicu di antara karena meminum bersama ditempat  yang tercemar  racun yang disebut  “secangkir kematian”. Minuman itu adalah minuman rahasia yang ditawarkan kepada mereka oleh para wanita di kota itu.



Selain Ibn Fadlan, hanya sedikit jika ada Muslim dari Timur Tengah atau Asia Tengah yang melakukan perjalanan ke kampung halaman Norsemen yang jauh. Namun, Muslim di Andalusia, di dua pertiga selatan Semenanjung Iberia, dapat melakukan perjalanan ke Skandinavia dengan relatif mudah melalui laut, dan beberapa tampaknya telah melakukannya, mungkin untuk berdagang.

Pada pertengahan abad ke-10, seorang pedagang Córdova bernama al-Tartushi mengunjungi kota pasar Hedeby di Denmark. Dia tidak terlalu terkesan, karena meskipun, di area seluas 24 hektar (60 acre), Hedeby adalah kota Skandinavia terbesar saat itu, al-Tartushi menganggapnya jauh dari keanggunan, pengaturan dan kenyamanan Córdoba.

Hedeby mengatakan tempat itu berisik dan kotor. Ini karena selaku orang pagan mereka menggantung hewan kurban di tiang di depan rumah mereka dengan begitu saja. Penduduk Hedeby juga hidup sebagai pencari ikan karena jumlah hewan air ini sangat sangat banyak jumlahnya di sana.

Dia mencatat bahwa wanita Norse menikmati hak untuk bercerai: “Mereka berpisah dengan suami kapan pun mereka mau.” Pria dan wanita, dia menemukan, menggunakan “riasan buatan untuk mata; ketika mereka menggunakannya kecantikan mereka tidak pernah pudar, tetapi meningkat.”



Tetapi kontak yang sedikit seperti itu tidak banyak membantu menjembatani jurang budaya yang luas. Ahli hukum Toledo Sa’id beralasan bahwa orang-orang Norsemen yang pagan dipengaruhi oleh asal musim dingin mereka: “Karena matahari tidak menumpahkan sinarnya langsung ke atas kepala mereka, iklim mereka dingin dan atmosfirnya mendung. Akibatnya temperamen mereka menjadi dingin dan humor mereka kasar , sementara tubuh mereka tumbuh besar, warna kulit cerah dan rambut panjang.”

Sejak tahun-tahun awal Zaman Viking, orang Arab di Andalusia menyebut orang Skandinavia sebagai al-majus, sebuah kata yang berarti “penyembah api ” dan biasanya ditujukan kepada orang Zoroastrian. Bahwa kedua kelompok ini disatukan ke dalam istilah yang sama membuat beberapa sarjana modern berspekulasi tentang kontak awal antara pedagang Norse dan Zoroastrian di Persia dan Mesopotamia. Dan Andalusia juga tidak luput dari serangan Viking yang dialami seluruh Eropa.

Sejarawan Ahmad al-Ya’qubi, menulis pada 843-844, menceritakan tentang serangan terhadap Ishbiliyya (Seville) oleh “Majus yang disebut Rus.” Ibn Qutiya, sejarawan Córdoba abad ke-10, menulis bahwa penyerang mungkin; Bajak laut Denmark yang berlayar di Sungai Guadalquivir. Mereka berhasil dipukul mundur oleh pasukan Andalusia, yang menggunakan ketapel untuk melemparkan bola api nafta yang menenggelamkan 30 kapal.

Amir ‘Abd al-Rah-man II kemudian berhasil mengatur gencatan senjata. Tahun berikutnya, menurut legenda, ia mengutus sebagai utusan raja al-majus seorang penyair tampan, Yahya ibn Hakam al-Bakri, yang dikenal sebagai al-Ghazal (“gazelle”) untuk rahmat penampilan dan syairnya , yang membawa hadiah untuk raja dan istrinya, Ratu Noud.

Perjalanan itu diduga membawa al-Ghazal ke Irlandia atau Denmark, di mana dia menulis bahwa ratu “menjaga matahari keindahan dari kegelapan.” Faktanya, misi al-Ghazal sama sekali bukan untuk orang-orang Norsemen, tetapi kepada kaisar Bizantium, dan kelangsungan legenda tersebut hingga hari ini menunjukkan betapa besar bangsa Viking tampak dalam imajinasi populer saat itu.



Meskipun ada gencatan senjata, Denmark kembali menyerang Spanyol pada tahun 859 M di bawah komando Hastein dan Bjorn Ironsides, dua pemimpin Viking yang paling terkenal. Tapi 62 kapal naga mereka bukan tandingan pasukan Umayyah.

Setelah kekalahan tersebut, para penyintas dari Denmark menyelinap melalui Selat Gibraltar untuk menyerang sepanjang pantai Maroko.Ini mendorong pengamat Muslim lainnya untuk mencatat bahwa “al-Majus — sebagai umpatan semoga Tuhan mengutuk mereka! — menyerang negara bagian Nakur di Maroko dan menjarahnya.

Mereka menawan semua penduduk, kecuali mereka yang menyelamatkan hidup mereka dengan melarikan diri. Armada perampok ini kemudian melanjutkan untuk mengganggu selatan Prancis dan Italia, di mana mereka menjarah kota Luna di pantai barat laut, percaya bahwa itu adalah Roma.

Beberapa sumber Arab mengatakan orang Viking ini mencapai Yunani dan bahkan Mesir. Ketika mereka kembali ke pantai Iberia dua tahun setelah serangan pertama mereka. Dan di situ mereka dikalahkan lagi, dan Viking tidak pernah kembali ke Mediterania.

 Begitu juga di Timur.

Zaman Viking, yang sangat bergantung pada perak Arab, tidak bisa bertahan dalam menyusutnya aliran dirham di akhir abad ke-10 ketika negara Samanid runtuh, tambang peraknya hampir habis. Sejarawan Noonan menunjukkan bahwa koin perak kala itu semakin merosot nilainya seiring berjalannya waktu:.”

“Kandungan perak sekitar 90 persen pada tahun 1000 M telah menurun menjadi kadar perak sekitar lima persen setengah abad kemudian. Maklum, para pedagang Rus tidak lagi menginginkan hal tersebut,” kata Noonan.

Maka orang dari wilayah Rus yang mencari perak mundur ke barat. Mereka yang belum sepenuhnya membangun kehidupan mereka di antara populasi lokal Rusia berlayar pulang, di mana kini negara-negara mereka yang mengkristal menjadi Norwegia, Swedia, Finlandia dan Denmark.

Satu milenium kemudian, para sarjana akan berpaling ke Ibn Fadlan, al-Tartushi, al-Mas’udi dan penulis Arab lainnya untuk melacak persinggahan mereka dan mencari di kuburan dan gundukan dirham yang dibawa pulang oleh orang-orang Norsemen.

Menurut Noonan, sekitar 100.000 koin dirham, sebagian besar disimpan antara tahun 900 dan 1030, telah digali hingga saat ini. di Swedia saja ada lebih dari seribu penimbunan individu lain mencatat dari lima atau lebih koin yang terdapat  di seluruh Skandinavia, negara-negara Baltik dan Rusia.

Selain prasasti, koin Muslim juga mencantumkan tahun dan tempat pencetakan — detail penting bagi ahli numismatis dan arkeolog modern. Ini terjejak dalam alah satu penemuan luar biasa di Uppland, Swedia. Dia ditemukan campuran koin yang dicetak di Baghdad, Kairo, Damaskus, Isfahan, dan Tashkent.

Dan kini jejak tersebut  tersedia secara luas. Katalog menimbun dirham sejarawan Noonan dari seluruh Eurasia barat segera akan diterbitkan oleh Numismatics Institute of the University of Stockholm. Buku pertamanya tentang masalah ini, berisi kumpulan artikel berjudul Dunia Islam, Rusia dan Viking, 750-900: Bukti Numismatik, diterbitkan oleh Ashgate pada tahun 1998 (ISBN 0-86078-657-9).



Demikian pula, di Norwegia, mantan arkeolog dan numismatis Universitas Teheran Houshang Khazaei telah menyelesaikan katalog koin perak Kufic berbahasa Inggris yang ditemukan di Norwegia, banyak di antaranya saat ini dipajang di Museum Warisan Budaya Universitas di Oslo.

“Kami mulai melihat minat baru terhadap subjek ini,” kata Khazaei, yang karyanya akan segera diterbitkan.

Peninggalan lain dari perdagangan Viking-Arab juga telah ditemukan di Skandinavia: manik-manik halus dari batu kristal atau akik, kaca Persia, sutra, bejana, dan ornamen. Selain itu, perdagangan dengan orang Arab meninggalkan jejak pada bahasa Nordik, dengan kata-kata serumpun seperti kaffe, arsenal, kattun (kapas), alkove, sofa dan kalfatre (aspal, digunakan untuk mendempul perahu).

Seorang sejarawan bahkan berpendapat bahwa inspirasi layar kapal Viking berasal dari kapal-kapal Arab yang pertama kali diamati oleh para pedagang Norse di Laut Hitam.

Tapi hutang terbesar orang Skandinavia kepada Muslim terletak pada halaman-halaman manuskrip yang sudah usang. Di sana, suara yang lama diam muncul untuk membantu sejarawan, arkeolog, dan ahli bahasa mengklarifikasi masa lalu yang banyak difitnah.

Haakon Stang, dalam disertasi Universitas Oslo tahun 1996 dengan judul ‘The Naming of Russia’ secara nyata berterima kasih kepada orang-orang Arab yang dahulu mengelana sampai ke tempatmya. Katanya, “Marilah kita mendengar dan melihat dan merasakan apa yang pernah terjadi — dan telah berlalu, jika tidak hilang yang tidak dapat diperbaiki.”

https://www.youtube.com/watch?v=m7_ZPYQPMJk&feature=youtu.be

IHRAM


Hukum “Membooking” Tempat di Masjid (Bag. 1)

Sebagian orang terbiasa membooking suatu tempat di dalam masjid, biasanya adalah shaf tepat di belakang imam. Mereka membooking tempat tersebut bisa jadi dengan meletakkan sajadah pribadi, atau meletakkan tongkat, atau meletakkan benda-benda lain dengan maksud sebagai “penanda” bahwa mereka telah menempati area tersebut. Adapun orang yang membooking bisa jadi masih santai di rumah, atau masih di tempat kerja, atau di tempat-tempat lainnya di luar masjid. 

Kebiasaan semacam ini banyak kita jumpai, terutama ketika bulan Ramadhan di masjidil haram atau masjid-masjid lainnya. Lebih-lebih lagi bagi orang yang ingin selalu shalat di masjid, namun mereka tidak bisa i’tikaf atau tidak bisa berlama-lama di masjid di luar waktu shalat. Mereka pun memesan tempat di masjid kepada anak-anak mereka, kerabat, teman, atau yang lainnya dengan kompensasi sejumlah uang agar mendapatkan tempat di masjid. 

Perbuatan semacam ini menyelisihi dalil-dalil syariat dari beberapa sisi:

Pertama, orang yang hendak shalat diperintahkan untuk datang ke masjid sendiri dan mendekat ke shaf pertama di dekat imam, bukan dengan menempatkan sajadah, tongkat, atau barang-barang lainnya di shaf sedangkan dirinya sendiri belum hadir di masjid. Mayoritas orang yang melakukan hal itu memang bersemangat untuk mendapatkan shaf pertama. Akan tetapi, semangat itu tidaklah boleh direalisasikan dengan cara-cara yang menyelisihi sunnah. 

Kedua, tindakan tersebut menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyempurnakan shaf pertama. Menyempurnakan shaf pertama itu disyariatkan sejak sebelum iqamah dikumandangkan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui (keutamaan) yang terdapat pada azan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya.” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437)

Siapa saja yang menyangka bahwa keutamaan shaf pertama itu akan dia dapatkan dengan membooking dulu tempat tersebut, dan dia sendiri datang ke masjid belakangan, maka dia telah salah dalam memahami dalil. Keutamaan shaf pertama itu tidaklah dia dapatkan dengan meletakkan sajadah pribadi sebagai tanda membooking tempat. Akan tetapi, dirinya sendiri yang dituntut untuk bersegera datang ke masjid.

Bahkan bisa jadi ada kemungkinan bahwa orang tersebut telah terlewat dari mendapatkan keutamaan sesuai dengan kadar keterlambatan dia untuk datang ke masjid. Bisa jadi dia berdosa karena telah menghalang-halangi orang lain dari mendapatkan shaf pertama dan karena telah menyelisihi perintah syariat. Bahkan bisa jadi akhirnya pahala shalatnya pun berkurang disebabkan oleh perbuatan maksiatnya tersebut. 

Ketiga, sesungguhnya semua orang itu sama saja kedudukannya ketika berada di masjid. Tidak ada hak untuk menempati shaf pertama kecuali mereka yang datang terlebih dahulu ke masjid. Bersegera menuju ke masjid adalah dengan badan (dirinya sendiri), bukan dengan meletakkan sajadah atau sejenisnya. 

Siapa saja yang membooking tempat di masjid, itu sama saja dengan merampas suatu tempat di masjid secara paksa, mencegah orang-orang yang datang awal untuk shalat di tempat yang telah dibooking tersebut, dan juga mencegah disempurnakannya shaf pertama dan shaf-shaf berikutnya. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang datang terlebih dulu itu lebih berhak atas tempat tersebut. Sedangkan orang yang membooking tempat tersebut telah menzhalimi hak orang-orang yang bersegera datang ke masjid. Sehingga dia pun telah bermaksiat atas tindakannya tersebut. 

Siapa saja yang bersegera datang ke masjid, dan mendapati shaf pertama telah dibooking, sehingga dia pun shalat di shaf belakangnya, maka dia tetap mendapatkan keutamaan dan pahala shaf pertama. Hal ini karena dia telah bersegera datang ke masjid dengan niat mendapatkan pahala dan keutamaan bersegera ke masjid dan keutamaan shaf pertama. Akan tetapi, dia terhalang dari menempati shaf pertama karena kezhaliman orang lain.

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah berkata,

لَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يَتَحَجَّرَ مِنْ الْمَسْجِدِ شَيْئًا لَا سَجَّادَةً يَفْرِشُهَا قَبْلَ حُضُورِهِ وَلَا بِسَاطًا وَلَا غَيْرَ ذَلِكَ. وَلَيْسَ لِغَيْرِهِ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهَا بِغَيْرِ إذْنِهِ؛ لَكِنْ يَرْفَعُهَا وَيُصَلِّي مَكَانَهَا؛ فِي أَصَحِّ قَوْلَيْ الْعُلَمَاءِ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

“Tidak boleh seorang pun untuk membooking tempat di masjid sedikit pun, baik dengan (meletakkan) sajadah atau karpet sebelum dia datang, atau selain itu, dengan maksud agar orang selain dirinya tidak boleh shalat di tempat tersebut tanpa seijin dirinya. Akan tetapi, (orang yang datang ke masjid) boleh menyingkirkan sajadah tersebut dan shalat di tempat tersebut menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat ulama dalam masalah ini.” Wallahu a’lam.” (Majmu’ Al-Fataawa, 22: 123)

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah juga berkata,

لَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُقَدِّمَ مَا يُفْرَشُ لَهُ فِي الْمَسْجِدِ وَيَتَأَخَّرَ هُوَ وَمَا فُرِشَ لَهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ حُرْمَةٌ بَلْ يُزَالُ وَيُصَلِّي مَكَانَهُ عَلَى الصَّحِيحِ

“Tidak boleh atas siapa pun untuk membooking tempat di masjid terlebih dahulu dengan menggelar sesuatu (misalnya, sajadah) sedangkan dia sendiri datang terlambat ke masjid. Tanda tersebut bukanlah sesuatu yang tidak boleh dilanggar (oleh orang lain). Akan tetapi, orang lain boleh menyingkirkannya dan shalat di tempat tersebut menurut pendapat yang paling shahih.” (Majmu’ Al-Fataawa, 23: 410)

Keempat, orang-orang yang membooking tempat tersebut akan menyebabkan dirinya berlambat-lambat datang ke masjid karena merasa telah membooking tempat. Ini adalah perkara yang bisa kita saksikan. Konsekuensinya, ketika dia kemudian datang ke masjid, dia akan melompati pundak-pundak jamaah yang telah hadir sehingga mengganggu mereka. Jadilah dia menggabungkan dua kesalahan sekaligus, yaitu datang terlambat dan melangkahi pundak jamaah lain dan mengganggu mereka.

Kelima, perbuatan itu akan menyebabkan dirinya merasa sombong dan merasa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan orang lain. Dia akan merasa bahwa dirinya “berbeda” dari orang lain sehingga akhirnya dia pun sombong dan tertipu dengan dirinya sendiri, tanpa dia sadari. Kita bisa melihat hal ini dari orang-orang yang membooking tempat di masjidil haram, ketika mereka melangkahi pundak para jamaah tanpa peduli sedikit pun atau lewat di depan orang yang sedang shalat sunnah meskipun telah dipasang sutrah. Semua ini adalah indikasi adanya kesombongan dalam diri mereka.

Keenam, perbuatan tersebut akan menyebabkan perselisihan dan permusuhan di tempat yang paling mulia, yaitu di masjid. Masjid dibangun untuk menegakkan ibadah dan dzikir kepada Allah Ta’ala. Betapa kita melihat dan mendengar perselisihan yang terjadi di masjid disebabkan perbuatan semacam ini, ketika orang-orang yang merasa telah membooking tempat tersebut berusaha mempertahankan “wilayahnya” dari orang-orang yang juga ingin mendapatkan tempat tersebut.

Masih terdapat beberapa pembahasan fiqh terkait masalah ini yang akan kami uraikan di seri berikutnya.

[Bersambung]

***

Penulis: M Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Penyembahan Kepada Selain Allah

Allah Swt Berfirman :

وَبَرَزُواْ لِلَّهِ جَمِيعٗا فَقَالَ ٱلضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُوٓاْ إِنَّا كُنَّا لَكُمۡ تَبَعٗا فَهَلۡ أَنتُم مُّغۡنُونَ عَنَّا مِنۡ عَذَابِ ٱللَّهِ مِن شَيۡءٖۚ قَالُواْ لَوۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ لَهَدَيۡنَاكُمۡۖ سَوَآءٌ عَلَيۡنَآ أَجَزِعۡنَآ أَمۡ صَبَرۡنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٖ

Dan mereka semua (di padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab, “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS.Ibrahim:21)

Dalam banyak ayatnya, Al-Qur’an sering menjelaskan problem manusia kemudian memberi solusinya. Dan salah satu masalah utama yang sering dihadapi oleh manusia adalah masalah “menyembah selain Allah”.

Sama saja apakah ia “menyembah selain Allah” karena memiliki kekuatan dan kemampuan atau karena lemah dalam berpikir dan banyaknya dosa yang menjerumuskan.

Allah Swt Berfirman tentang Fir’aun :

فَٱسۡتَخَفَّ قَوۡمَهُۥ فَأَطَاعُوهُۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمٗا فَاسِقِينَ

“Maka (Fir‘aun) dengan perkataan itu telah mempengaruhi kaumnya, sehingga mereka patuh kepadanya. Sungguh, mereka adalah kaum yang fasik.” (QS.Az-Zukhruf:54)

Di hari kiamat para penguasa dzalim (Thogut) di hisab karena mereka menjerumuskan manusia dalam kesesatan. Dan manusia yang lain di hisab karena mau mengikuti mereka tanpa pikir panjang. Bukankah Allah Swt telah memberikan bekal akal dan hati nurani kepada mereka untuk berpikir?

Para Nabi datang untuk mengeluarkan manusia dari “penyembahan terhadap makhluk” menuju satu-satunya yang layak disembah yaitu Allah Swt, Rabbul Alamin.

Sayyidina Ali bin Abi tholib pernah berkata ;

«لا تكن عبد غيرك وقد جعلك الله حراً»

“Janganlah engkau menjadi hamba bagi selainmu sedangkan Allah Swt telah menjadikanmu sebagai insan yang merdeka.”

Para penguasa dzalim selalu ingin menguasai manusia dan menjadikan mereka hamba-hamba yang patuh terhadap keinginan tuannya. Dan Al-Qur’an telah menggambarkan dengan sangat gamblang bahwa para penguasa itu dan orang-orang yang mengekor di belakangnya akan berada dalam satu barisan saat menghadap kepada Allah Swt.

وَبَرَزُواْ لِلَّهِ جَمِيعٗا فَقَالَ ٱلضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُوٓاْ إِنَّا كُنَّا لَكُمۡ تَبَعٗا فَهَلۡ أَنتُم مُّغۡنُونَ عَنَّا مِنۡ عَذَابِ ٱللَّهِ مِن شَيۡءٖۚ

Dan mereka semua (di padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja?”

Mereka tidak bisa menuntut pertanggung jawaban dari para penguasa bejat itu karena penguasa itu tak lagi memiliki kekuasaan sedikit pun. Bagaimana mereka akan menyelamatkan yang lain sementara untuk menyelamatkan diri sendiri saja tak mampu?

قَالُواْ لَوۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ لَهَدَيۡنَاكُمۡۖ

Mereka menjawab, “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu.

Karenanya, jangan pernah menjadi hamba dari selain Allah Swt. Karena mereka tidak bisa memberi manfaat sedikit pun kepadamu. Sekuat apapun mereka di dunia tidak akan mampu menyelamatkanmu dihadapan Sang Pencipta.

سَوَآءٌ عَلَيۡنَآ أَجَزِعۡنَآ أَمۡ صَبَرۡنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٖ

“Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS.Ibrahim:21)

Ruang ujian itu hanya di dunia. Tidak ada kesempatan sedikit pun untuk menawar ketentuan dan balasan Allah ketika kita telah memasuki alam akhirat, Hari Pembalasan atas semua perilaku kita di dunia.

Janganlah engkau tunduk kepada orang kaya karena kekayaan mereka. Jangan tunduk pada penguasa karena kekuasaan mereka. Jangan tunduk pada siapa pun karena kehebatan yang mereka miliki. Karena setiap ketundukan yang bukan karena Allah pasti ia sedang tunduk dengan keinginan setan. Dan itulah arti “ibadah kepada selain Allah Swt”.

۞أَلَمۡ أَعۡهَدۡ إِلَيۡكُمۡ يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ أَن لَّا تَعۡبُدُواْ ٱلشَّيۡطَٰنَۖ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Ya-Sin:60)

Semoga Bermanfaat ..

KHAZANAH ALQURAN

Tak Ada Keuntungan Mencintai Dunia

ANAK muda, aku melihatmu sedikit sekali mengenal Allah dan Rasul-Nya, sedikit sekali mengenal para wali Allah, para pengganti nabi dan khalifah-Nya di tengah makhluk-Nya. Engkau tak berarti. Engkau bak sangkar tanpa burung, bak rumah kosong yang roboh, bak pohon nan kering dan daunnya rontok.

Anak muda, tak ada keberuntungan bagimu bila engkau mencintai dunia. Dan engkau, wahai yang mengklaim mencintai Allah, tak ada keberuntungan dan keselamatan bagimu bila engkau mencintai akhirat atau segala sesuatu selain Allah. Orang yang benar-benar mengenal dan mencintai Allah tidak mencintai hal-hal ini dan tidak pula apa saja selain Allah.

Anak muda, engkau harus ikhlas dalam beramal, dan janganlah toleh amalmu, dan jangan menuntut imbalan dari makhluk maupun Khalik. Beramallah demi Allah, bukan demi nikmat-Nya. Jadilah orang yang mendamba-Nya. Dambalah keridaan-Nya hingga Dia memberimu. Dan jika Dia memberimu rida-Nya, tentulah engkau mendapat surga di dunia dan akhirat, kedekatan dengan-Nya didunia dan menyaksikan-Nya di akhirat. Pemenuhan janji-Nya adalah transaksi jual beli dan jaminan.

Anak muda, janganlah tertipu oleh (nilai) amal. Sesungguhnya (nilai) amal itu bergantung pada akhirnya. Engkau harus meminta Allah agar membuat akhirmu baik, dan menjagamu dalam amal yang paling dicintai-Nya. Jangan sampai bila engkau sudah bertobat lalu kembali ke maksiat. Janganlah balik dari tobatmu lantaran sesuatu yang mungkin orang katakan. Jangan kau turuti nafsu, hasrat dan tabiat burukmu, dan jangan kau menentang Allah.

Jika engkau membangkang kepada Allah, Allah akan menelantarkanmu dan tidak menolongmu. Wahai Allah, tolonglah kami dengan ketaatan kepada-Mu dan jangan telantarkan kami dengan kemaksiatan kepada-Mu.

Bertemanlah dengan Allah, Rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang saleh dengan pengagungan, pemuliaan dan penghormatan. Jangan sampai ketertarikan pada dunia membutakan kalbumu, sehingga kalian tak bisa melihat apa pun dengan kalbumu. Berhati-hatilah dengan dunia karena ia selalu mengiringimu hingga ia bisa membuatmu terlena dan akhirnya menyembelihmu.

Naudzubillah. [Chairunnisa Dhiee]

INILAH MOZAIK

Islam Ajarkan Kita Keramahan Bukan Kemarahan

BERPRASANGKA baik lebih utama, daripada menghardik kemudian pergilah dia. Yang kawan kita perlukan adalah bimbingan dan hangatnya kebaikan, bukan bentakan serta dinginnya tindakan. Barangkali ketidaktahuanlah dia miliki sementara ini, sehingga pengetahuan lah yang harus kita beri.

Maka mudahkanlah untuk kawan. Dan jangan berikan kesulitan. Karena Islam mengajarkan kita arti keramahan, bukan kemarahan. Jangan anggap remeh sekecil apapun kebaikan.

Walaupun hanya sekedar memberi kemudahan, namun bisa jadi memberi perubahan. Yang awalnya sungkan, menjadi berkenan. Yang tadinya ogah-ogahan, menjadi semangat berkebaikan.

Telah menceritakan kepadaku Ishaq telah menceritakan kepada kami An Nadlr telah mengabarkan kepada kami Syu’bah dari Sa’id bin Abu Burdah dari Ayahnya dari Kakeknya] dia berkata:

“Ketika beliau mengutusnya bersama Mu’adz bin Jabal, beliau bersabda kepada keduanya: “Mudahkanlah setiap urusan dan janganlah kamu mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kamu membuatnya lari, dan bersatu padulah! Lantas Abu Musa berkata;

“Wahai Rasulullah, di daerah kami sering dibuat minuman dari rendaman madu yang biasa di sebut dengan Al Bit’u dan minuman dari rendaman gandum yang biasa di seut Al Mizru. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Setiap yang memabukkan adalah haram.” (HR. Bukhari No.5659)

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhri, Al Laits berkata; telah menceritakan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bahwa Abu Hurairah telah mengabarkan kepadanya:

Seorang Arab badui kencing di Masjid, maka orang-orang pun segera menuju kepadanya dan menghardiknya, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia, dan guyurlah air kencingnya dengan seember air, hanyasanya kalian diutus untuk memudahkan bukan untuk mempersulit.” . (HR. Bukhari No.5663). [inspirasi-islami]

INILAH MOZAIK

Fatwa Ulama: Berzina Lalu Menikah, Sahkah Pernikahannya?

Fatwa Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullahSoal:

Seorang lelaki berzina dengan wanita, lalu lelaki ini menikahinya dengan akad yang syar’i. Apakah pernikahannya ini sah? Dengan catatan si lelaki tersebut berkata bahwa ia telah bertaubat kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.

Jawab:

Dalam hal ini ada beberapa perkara,

Pertama: yang shahih dari pendapat para ulama, tidak diperbolehkan seorang lelaki baik-baik menikahi seorang wanita pezina. Dan tidak diperbolehkan wanita baik-baik menikahi lelaki pezina. Jika keadaannya si wanita adalah pezina dan si lelaki pezina namun sudah taubat, maka perlu di lihat keadaan si wanita. Jika si wanita tersebut juga sudah bertaubat, maka hilanglah sifat yang membuat haram pernikahannya tadi (sehingga menjadi boleh, pent). Namun jika si wanita tersebut belum bertaubat, padahal si lelaki sudah bertaubat, maka tidak diperbolehkan menikahinya.

Kedua: andai si wanita pezina tersebut sudah bertaubat, jika ia tidak hamil dari perzinaan yang ia lakukan, lalu mereka menikah, ini tidak mengapa. Akadnya sah. Namun jika mereka menikah sedangkan si wanita tersebut sedang hamil dari hasil perzinaan, maka yang shahih dari pendapat para ulama, akadnya tidak sah. Tidak sah melakukan akad nikah dengan wanita yang sedang hamil yang dihasilkan dari persetubuhan tanpa nikah (baca: zina). Saya katakan “tanpa nikah” di sini untuk membedakan dengan kasus rujuk, karena dalam kasus rujuk ini si wanita hamil karena persetubuhan dengan nikah yang sah. Dan untuk kasus yang ditanya tadi (jika akad dilakukan ketika hamil) maka akadnya tidak sah dan wajib mengulang akad ketika si wanita sudah melahirkan.

Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=Z8QrMZhs5m8

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

MUSLIMorid

Masuk Islam, Haruskah Mengulang Akad Nikah?

Bismillah….

Untuk menjawabnya, perlu dirinci :

Pertama, pasangan suami istri masuk Islamnya tidak berbarengan, maka tergantung agama salahsatu pasangan :
• Ketentuan jika suami yang terlebih dahulu masuk Islam :
– Jika beragama Ahlu Kitab (Yahudi atau Nasrani), maka pernikahan tetap sah dilanjutkan, tanpa perlu mengulang.
– Jika bukan beragama Ahlu Kitab maka dengan masuk Islamnya suami, otomatis jatuh talak. Akad nikah diulang saat istri ikut masuk Islam.

Karena Allah hanya mengizinkan laki-laki mukmin jika menikahi beda agama, hanya wanita Ahlul Kitab saja.

وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِيٓ أَخۡدَانٖۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ حَبِطَ عَمَلُهُۥ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

Dan dihalalkan bagimu menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu (ahlul kitab), apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Al-Ma’idah : 5)

Dalam surat Al Baqarah ayat 221, Allah mengharamkan laki-laki mukmin menikahi wanita musyrik (selain ahli kitab),

وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ

Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. 

• Ketentuan jika Istri terlebih dahulu masuk Islam.
Maka pernikahan otomatis batal. Karena wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki berbeda agama, apapun agamanya.

Dalilnya firman Allah ta’ala,

وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْۚ وَلَعَبۡدٞ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡۗ أُوْلَٰٓئِكَ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ وَٱلۡمَغۡفِرَةِ بِإِذۡنِهِۦۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ

Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221)

Dan juga firman Allah ta’ala,

فَإِنۡ عَلِمۡتُمُوهُنَّ مُؤۡمِنَٰتٖ فَلَا تَرۡجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلۡكُفَّارِۖ لَا هُنَّ حِلّٞ لَّهُمۡ وَلَا هُمۡ يَحِلُّونَ لَهُنَّۖ

Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.
(QS. Al-Mumtahanah : 10)

Kedua, pasangan suami istri masuk Islam berbarengan.

Pernikahan orang kafir yang dianggap sah oleh agama mereka, maka saat pasangan suami istri masuk Islam dengan bersamaan, pernikahan tersebut dihukumi sah oleh Islam. Sehingga tidak perlu mengulangi akad nikah. Segala dampak dari keabsahan pernikahan dalam Islam, seperti hak suami istri, nasab anak-anak, saling mewarisi, menjadi wali nikah untuk anak perempuannya dll, berlaku pada mereka .

Pada masa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallamdahulu, banyak sahabat yang dulunya beragama musyrik, lalu masuk Islam. Namun, Beliau shallallahu’alaihi wasallam tidak perintahkan mereka untuk mengulang akad nikah. Ini dalil yang sangat kuat bahwa akad nikah mereka walau dilakukan saat masih kafir, selama dipandang sebagai akad yang sah oleh agama mereka, maka sah pula menurut Islam.

Bahkan sejumlah ulama menjelaskan adanya konsensus (ijma’) seluruh ulama tentang kesimpulan ini. Diantaranya keterangan dari Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berikut,

أنكحة الكفار صحيحة, يقرون عليها إذا أسلموا أو تحاكموا إلينا, إذا كانت المرأة ممن يجوز ابتداء نكاحها في الحال, ولا ينظر إلى صفة عقدهم وكيفيته, ولا يعتبر له شروط أنكحة المسلمين, من الولي, والشهود, وصيغة الإيجاب والقبول, وأشباه ذلك. بلا خلاف بين المسلمين.

“Pernikahan orang kafir hukumnya sah, diakui saat mereka masuk Islam atau saat mengadukan hukum kepada kita (pemerintah muslim), selama sang wanita adalah orang yang memang boleh dinikahi (pent, bukan sepersusuan atau sedarah). Tidak perlu diselidiki bagaimana cara akad mereka, tidak juga berlaku persyaratan nikah secara Islam, seperti wali, saksi-saksi, lafal ijab dan qobul dan lain sebagainya, tak ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini.”

Kemudian Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menukil penjelasan Imam Ibnu Abdil Bar,

قال ابن عبد البر: أجمع العلماء على أن الزوجين إذا أسلما معاً, في حال واحدة, أن لهما المقام على نكاحهما , ما لم يكن بينهما نسب ولا رضاع وقد أسلم خلق في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وأسلم نساؤهم, وأقروا على أنكحتهم, ولم يسألهم رسول الله صلى الله عليه وسلم عن شروط النكاح, ولا كيفيته, وهذا أمر علم بالتواتر والضرورة, فكان يقيناً

“Ibnu Abdil Bar menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa pasangan suami istri jika masuk Islam bersamaan, pernikahan mereka dihukumi sah selama antara keduanya tidak ada hubungn nasab atau persusuan. Dahulu di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, amat banyak orang masuk Islam dan diikuti oleh pasangan mereka, dan Rasul shallallahu’alaihi wasallam mengakui pernikahan mereka.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak menanyakan dahulu saat nikah syarat-syarat nikah Islam apakah sudah terpenuhi, tidak juga menanyakan caranya. Hal seperti ini bahkan sudah menjadi kabar yang derajatnya mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang sampai keadaan tidak mungkin terjadi kebohongan berita) dan lumrah diketahui oleh banyak orang. Sehingga bisa dikatakan yakin demikian.” (Al-Mughni 7/115, dinukil dari Islamqa)

Wallahua’lam bis showab.

Ditulis oleh Ahmad Anshori

Artikel: Muslim.or.id

(Pengasuh Thehumairo.com dan pengajar di PP Hamalatul Quran)

MUSLIMorid

Keajaiban Berbakti kepada Orang Tua

Berbakti kepada orang tua memiliki kedudukan yang tinggi.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu, hanya ke pada-Kulah kembalimu”. (QS Lukman: 14)

Kedua orangtua merupakan penyebab eksistensi (keberadaan) manusia di dunia ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bahwa kita mempersembahkan bakti terbaik kepada kedua orangtua. Berbakti kepada kedua orangtua, bukan karena menjadi hak orang tua yang harus dipenuhi oleh anak-anaknya. Namun, juga merupakan kewajiban yang bersifat pasti yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

Bahkan, perintah berbakti kepada kedua orangtua tersebut telah disandingkan dengan perintah menyembah Allah dan larangan mempersekutukan-Nya. Hal ini bermakna bahwa berbakti kepada kedua orangtua merupakan penyempurnaan bagi ibadah kepada-Nya.

Berdasarkan petunjuk hadits Rasulullah SAW, di antara akibat baik (pahala) dan akibat buruk (siksa) yang tidak akan ditangguhkan hingga hari kiamat adalah berbakti kepa da kedua orang tua dan durhaka kepadanya. Bahkan, dengan berbakti kepada kedua orangtua, siapa pun yang berbuat durhaka kepada orangtua, maka akibat buruk pun akan segera didapatkannya.

Dalam buku berjudul ‘Keajaiban Berbakti kepada Kedua Orang tua’ karya Heri Gunawan SPDi MAg yang diterbitkan Penerbit PT Remaja Rosdakarya Bandung ini dijelaskan berbagai keajaiban ber bakti kepada kedua orang tua yang da lam bahasa agama (Islam) disebut birrul walidain. Dilengkapi juga dengan kisah-kisah ‘mengerikan; yang dialami orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tua.

Pembaca bisa mengambil pelajaran (ibrah) yang sangat berharga dengan membaca buku ini. Sehingga kita akan dituntun untuk merenungi keberadaan kita saat ini dalam kaitannya dengan kedua orangtua. Apabila ibrah ini kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, Insya Allah berbagai keajaiban pun akan datang menghampiri.

KHAZANAH REPUBLIKA