Orang Merugi Yang Tak Pernah Untung!

Allah Swt Berfirman :

قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا – ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا

Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatan-perbuata nya?” (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya. (QS.Al-Kahfi:103-104)

Ayat ini mengandung banyak pelajaran indah di dalamnya, namun kali ini kita akan mengutip satu sisi saja dari beragam keindahannya.

Kita akan berhenti pada kata أَعمَالًا. Sebuah kata yang berbentuk Jama’ (lebih dari satu) yang memiliki arti “perbuatan”.

Uniknya, ayat ini tidak menyebutkan الأخسرين عملاً (orang yang paling merugi “perbuatannya”) namun menggunakan bentuk Jama’ yakni الأخسرين أعمالاً (yang paling merugi “perbuatan-perbuatannya”).

Dari pilihan kata ini kita akan mengambil beberapa pelajaran indah, yaitu :

1. Nilai amal manusia bergantung pada kata “diterima” atau “ditolak”. Sebesar apapun dan sebanyak apapun amal seseorang tak akan berarti bila tidak diterima oleh Allah Swt.

Nah diterimanya amal perbuatan seseorang bergantung pada kadar keimanan dan sejauh mana keikhlasannya. Karenanya, Allah Swt Berfirman :

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS.Al-Mulk:2)

Maka tolok ukurnya adalah amal yang terbaik, bukan amal yang terbanyak. Walaupun kita selalu ingin melalukan yang terbaik dengan jumlah yang banyak pula. Namun kita harus lebih fokus pada kualitas amal, bukan jumlahnya!

2. Dari kata أعمالا ini kita juga belajar bahwa orang yang disebut merugi dalam ayat ini bukan hanya merugi karena satu perbuatan. Namun kebodohan mereka menjadikan seluruh perbuatan mereka tidak bernilai bahkan membawa kerugian.

Seorang pengusaha terkadang merugi dalam berdagang namun di waktu yang lain ia bisa mendapat keuntungan yang menutup semua kerugian sebelumnya. Dan hasil akhirnya ia masih mendapat banyak untung.

Namun hal ini berbeda dengan orang-orang yang dimaksud oleh ayat ini. Semakin banyak amal yang dilakukan mereka semakin merugi, karena mereka pikir banyaknya amal mereka membawa kebaikan namun malah membawa kerugian.

وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا

“Sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.”

3. Waspadalah selalu dengan amal perbuatan yang tidak diterima oleh Allah Swt.

Seringkali manusia sibuk melakukan banyak amal namun melupakan pentingnya menjaga amal tersebut agar diterima.

Terkadang di awal ia melakukannya dengan penuh keikhlasan, namun di tengah jalan hatinya mulai dikuasai perasaan Ujub, Riya’ atau Hasud. Karenanya dalam salah satu petikan doa disebutkan :

وَأَستَغفِرُكَ لِمَا أَرَدْتُ بِهِ وَجهَك فَخَالَطَنِي مَا ليسَ لَك

“Dan aku memohon ampunan kepada-Mu ketika aku menginginkan sesuatu hanya untuk-Mu kemudian (hatiku) tercampuri dengan selain-Mu.”

Maka tugas kita adalah selalu :

1. Memperhatikan amal sebelum melakukannya.

2. Berhati-hati ketika melakukannya.

3. Dan selalu mengkoreksi diri setelah melakukannya.

Agar hati kita tenang dan yakin bahwa amal kita diterima oleh Allah Swt. Bila tidak, maka sebesar apapun amal yang kita tumpuk semuanya akan terbang sia-sia bagaikan debu.

وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗ مَّنثُورًا

“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS.Al-Furqan:23)

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Naskah Khutbah Idul Adha Hanya 10 Menit, Lima Pelajaran dari Qurban Nabi Ibrahim

Khutbah Idul Adha kali ini dibuat singkat karena kondisi pandemi, tetapi tetap ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari qurbannya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Khutbah Pertama

Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Walillahil hamd.

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Ayyuhan naas, ittaqullaha haqqa tuqootih.

Innaa a’thainaakal-kautsar, fashollii li robbika wanhar, innaa syaaniaka huwal abtar.

Jama’ah rahimani wa rahimakumullah, jama’ah yang senantiasa dirahmati dan diberkahi oleh Allah …

Hari Jumat ini bertepatan dengan dua Id.

Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqam, “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua Id (hari Id bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jumat”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jumat, maka silakan.” (HR. Abu Daud, no. 1070; An-Nasa’i, no. 1592; Ibnu Majah, no. 1310. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dalil di atas menjadi dalil boleh memilih antara shalat Jumat dan shalat Id. Akan tetapi, mengerjakan kedua shalat tersebut lebih baik. Bagi yang memilih tidak shalat Jumat karena di pagi harinya telah shalat Id, maka hendaklah mengganti dengan shalat Zhuhur.

Terkait dengan qurban, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ibadah ini berasal dari kisah Nabi Ibrahim saat ingin menyembelih putranya Ismail. Kisah ini bisa ditelaah lebih jauh dalam surah As-Saffat ayat 99 – 111.

Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail ‘alaihis salam sebagaimana disebutkan dalam ayat,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)

Ketika Isma’il berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja. Pada usia tersebut, Ibrahim sangat mencintainya dan Nabi Ibrahim merasa putranya benar-benar sudah bisa mendatangkan banyak manfaat. Saat anaknya seperti itulah, Ibrahim mendapatkan ujian berat.

Lihatlah ketika mendengar mimpi ayahnya untuk menyembelihnya, Ismail sangatlah patuh. Ia pun menyatakan dirinya bisa bersabar dan mendorong ayahnya untuk bersabar pula.

Inilah yang seharusnya jadi teladan kita, yaitu patuh, sabar, dan tawakal kepada Allah. Mudah-mudahan kita mendapatkan istri dan anak yang patuh pada Allah, sabar dan benar-benar bertawakal kepada-Nya, begitu pula kita menjadi orang yang demikian.

Lalu dalam lanjutan ayat disebutkan,

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya).” (QS. As-Saffat: 103)

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ

Dan Kami memanggilnya, “Hai Ibrahim.” (QS. As-Saffat: 104)

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 105)

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. As-Saffat: 106)

Dengan sikapnya ini, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dipuji,

كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 110). Ibrahim termasuk orang yang berbuat baik (berbuat ihsan) dalam ibadah, bermuamalah baik dengan sesama, ia mendapatkan jalan keluar dari kesulitan yang ia hadapi, dan ia mendapatkan balasan yang baik.

Lalu disebutkan,

إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat: 111).

Pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim berqurban

  1. Ibrahim adalah orang yang taat pada perintah Allah.
  2. Nabi Ibrahim tidak membantah wahyu, ia sangat patuh pada wahyu.
  3. Kecintaan pada Allah lebih didahulukan oleh Nabi Ibrahim dari kecintaan pada anak.
  4. Sifat anak yang saleh adalah patuh pada orang tua seperti patuhnya Ismail pada ayahnya Ibrahim.
  5. Bersabar di balik kesulitan pasti akan datangkan kemudahan. Termasuk saat ini kita bersabar tanpa batas di masa pandemi.

Semoga jadi pelajaran penuh manfaat. Aquulu qoouli hadza, wastaghfirullaha lii, innahu huwas samii’ul ‘aliim.

Khutbah kedua

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar. Walillahil hamd.

Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Wal ‘ashr, Innal insaana lafii khusr, illalladziina aamanuu wa ‘amilush sholihaati wa tawaa-show bil haqqi wa ta-waashow bish shobr.

Ayyuhan naas, ittaqullaha haqqa tuqootih.

Allahummaghfir lil muslimiina wal muslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaat, al-ahyaa’ minhum wal amwaat.

Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirooti hasanah wa qinaa ‘adzaban naar.

Bi rohmatika yaa arhamar roohimiin.

Taqobbalallahu minna wa minkum.

Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Referensi Khutbah:

Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Penjelasan Shalat Idul Adha

  1. Shalat Idul Adha terdiri dari dua rakaat.
  2. Shalat Idul Adha dimulai dengan niat (niatan shalat Id, cukup dalam hati) dan takbiratul ihram (ucapan “Allahu Akbar” di awal).
  3. Cara melakukan shalat Idul Adha sama dengan melakukan shalat lainnya.
  4. Setelah takbiratul ihram membaca doa iftitah (istiftah) sebagaimana shalat lainnya.
  5. Setelah membaca doa iftitah, melakukan takbir tambahan (zawaid) sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama (selain takbir untuk takbiratul ihram dan takbir turun rukuk). Sedangkan pada rakaat kedua, melakukan takbir tambahan sebanyak lima kali (selain takbir bangkit dari sujud dan takbir turun rukuk). Jika takbir tambahan (zawaid) ini hanya sunnah, sehingga kalau luput tidak mesti diulangi. Jika ada makmum yang masbuk saat takbir zawaid, cukup mengikuti sisa takbir yang ada tanpa qadha’.
  6. Setiap kali takbir zawaid disunnahkan mengangkat tangan. Setelah itu disunnahkan di antara dua takbir tambahan meletakkan tangan kanan di depan tangan kiri di bawah dada sebagaimana bersedekap setelah takbiratul ihram.
  7. Di antara takbir zawaid (tambahan), disunnahkan berhenti sejenak sekadar membaca satu ayat pertengahan. Saat itu bisa membaca takbir atau mengagungkan Allah. Yang paling bagus di antara takbir zawaid adalah membaca: SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR. Setelah takbir ketujuh pada rakaat pertama dan takbir kelima pada rakaat kedua tidak ada bacaan takbir dan dzikir.
  8. Setelah takbir zawaid, membaca surah Al-Fatihah. Setelah surah Al-Fatihah dianjurkan membaca surah Qaf pada rakaat pertama dan surah Al-Qamar pada rakaat kedua, atau membaca surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan surah Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
  9. Bacaan surah saat shalat Idul Adha dikeraskan (jahr), begitu pula dengan bacaan takbir, sedangkan dzikir-dzikir lainnya dibaca lirih (sirr).

[Diringkas dari Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii]

Aturan Khutbah Idul Adha

  1. Khutbah Idul Adha adalah sunnah setelah shalat Id.
  2. Khutbah Idul Adha ada dua kali khutbah, rukun dan sunnahnya sama dengan khutbah Jumat.
  3. Disunnahkan khutbah dengan mimbar, boleh juga berkhutbah dengan duduk.
  4. Khutbah pertama diawali dengan sembilan kali takbir. Khutbah kedua diawali dengan tujuh kali takbir.
  5. Rukun khutbah: (a) memuji Allah, (b) shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (c) wasiat takwa kepada Allah, (d) membaca satu ayat, (e) berdoa.
  6. Jamaah disunnahkan mendengarkan khutbah. Akan tetapi, mendengarkan khutbah Idul Adha bukanlah syarat sahnya shalat Id.

[Diringkas dari penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii]

Disusun di Darush Sholihin, 9 Dzulhijjah 1441 H (30 Juli 2020)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com

Mengapa Pantang Memutus Sumsum Tulang Belakang Hewan Kurban?

Sumsum tulang tidak boleh diputus pada saat proses penyembelihan.

Ibadah kurban adalah persembahan terbaik kita kepada Allah SWT. Oleh karenanya, ibadah mulia ini dilakukan dengan cara istimewa agar amal kita diterima. Ibadah kurban juga merupakan demonstrasi kesempurnaan adab umat Islam ketika menjalankan ibadah penyembelihan hewan.

Allah SWT dan Rasul-Nya mewajibkan kita untuk berbuat ihsan (baik) saat menyembelih. Maka tidak disebut termasuk dalam kelompok umat Rasulullah SAW jika seseorang tidak mau mengikuti sunnah (tuntunan) Rasulullah SAW.

Dari Syaddad bin Aus RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat baik (ihsan) terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya serta senangkan (ringankan beban) hewan yang akan disembelih.” (HR Muslim nomor 1955)

Menurut Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono, ada beberapa cara agar bisa menyembelih hewan kurban secara ahsan atau baik. Pertama, pantang memutus sumsum tulang belakang.

Pada saat menyembelih hewan kurban, jelas Nanung, hanya tiga saluran yang diizinkan untuk diputus, yaitu: hulqum (saluran nafas), mari’ (saluran makanan), dan wadajain (dua pembuluh darah: arteri karotis dan vena jugularis). Spinal cord atau kabel sumsum tulang tidak boleh diputus pada saat proses penyembelihan.

Mengapa? Nanung mengungkapkan, pada saat hewan disembelih, maka akan tampak darah memancar sangat kuat, deras keluar, lewat lubang yang terbuka di leher bagian depan. Darah memancar kuat karena jantung berdenyut, menarik darah dari semua bagian organ dan memompanya keluar tubuh. “Jantung memompa darah itu karena perintah otak yang dikirimkan lewat (kabel) sumsum tulang belakang,” kata Nanung.

Maka jika pada saat hewan disembelih (kabel) sumsum tulang belakang tersebut juga diputus, maka akibatnya jantung akan kehilangan kontak dari otak. Jantung pun segera berhenti berdetak atau berdenyut. “Sehingga jantung tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk memompa darah keluar tubuh,” kata Nanung kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Selanjutnya yang terjadi, kata Nanung, akan ada darah dalam jumlah banyak tertahan di jaringan tubuh dan menjadi stok makanan yang berlimpah bagi bakteri pembusuk. “Selanjutnya, pertumbuhan bakteri pembusuk tidak terkendali dan daging menjadi cepat busuk,” papar Nanung.

Cara kedua menyembelih hewan secara baik dengan mengasah pisau setajam mungkin. Syariat Islam tentang penyembelihan hewan mewajibkan pisau diasah super tajam. Hewan tidak boleh disembelih menggunakan pisau yang tumpul, bergerigi, apalagi gergaji. 

Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengasah pisau tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadits lain dari Ibnu ’Abbas RA, beliau berkata: ”Rasulullah SAW mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, ‘Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya dengan beberapa kali kematian? Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum engkau membaringkannya’.” (HR Al Hakim no 4/257, Al Baihaqi no 9/280, ‘Abdur Rozaq no 8608).

Ketiga, hewan jangan dibuat stres dan ketakutan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa kita harus berbuat baik (ihsan) ketika menyembelih hewan, termasuk hewan kurban. Hewan tidak boleh dibuat stres dan tidak boleh dibuat ketakutan ketika hendak disembelih. Hewan juga tidak boleh dibuat tersiksa ketika disembelih.

Di antara perbuatan yang dapat membuat hewan ketakutan maupun stres saat akan disembelih adalah memperlihatkan proses pengasahan pisau, membuat suasana sangat gaduh dan ramai, memperlihatkan hewan yang disembelih dan atau dikuliti serta dipotong-potong anggota tubuhnya di hadapan hewan lain yang masih hidup, membiarkan ada genangan darah di area penyembelihan.

Perbuatan membiarkan pelanggaran tersebut terjadi tidak hanya membuat hewan teraniaya saat disembelih, tapi secara ilmiah juga dapat membuat kualitas daging menjadi turun (drop).

Keempat, dilarang menyiksa hewan kurban. Hewan kurban tidak boleh dipotong kakinya, tidak boleh dipotong ekornya, dan tidak boleh dikuliti, jika ia belum mati secara sempurna. Apabila hewan dipotong kakinya, dipotong ekornya, atau dikuliti ketika masih hidup, maka hewan bisa kesakitan yang luar biasa. Bahkan, dalam keadaan tertentu, hewan bisa mati bukan karena disembelih, tapi karena kesakitan yang luar biasa. Hal ini tentunya diharamkan secara syariat agama.

Selain menyakiti, memotong-motong anggota tubuh hewan ketika masih hidup atau belum mati sempurna juga akan membuat daging hewan tersebut menjadi haram. Abu Waqid al-Laitsi berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Bagian tubuh bahiimah (hewan ternak) yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka ia adalah bangkai.” (HR Ibnu Majah no 2606 dan II/1072, no 3216; Abu Dawud VIII/60, no 2841).

Daging bangkai itu haram dikonsumsi. Di Alquran ada empat ayat di mana Allah Swt mengharamkan kita memakan daging bangkai. “Mari kita sempurnakan amal ibadah kurban dengan memahami dan melakukan proses penyembelihan hewan kurban dengan benar dan sesuai syariat Islam,” kata Nanung.

KHAZANAH REPUBLIKA

Begini Isi Baingkisan Paket Kepada Jamaah Haji 2020

Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci membagikan paket hadiah kepada semua peziarah. Bingkisan ini sebagai bagian dari kampanye “Kami bangga melayani para jamaah haji.”

Hadiah tersebut terdiri dari pembersih, masker wajah, tisu pembersih, sajadah, dan payung. Semua ini  dikemas dalam tas tertutup dan disegel untuk memastikan kesehatan dan keselamatan para peziarah, seperti Saudi Press Agency melaporkan.

Tindakan ini datang sebagai perpanjangan layanan yang disediakan untuk jamaah haji, yang berasal dari tanggung jawab Presidensi Umum untuk Urusan Masjid Agung dan Masjid Suci Nabi. Dan juga merupakan kelanjutan dari penerapan standar kehati-hatian tertinggi dan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi peziarah dari paparan virus Corona.

IHRAM

Di Hari Arafah Merenungkan Isi Khutbah Sang Rasul

SEMPATKAN membaca lengkap isi khutbah Arafah Rasulullah saat beliau berhaji. Baca lagi dengan akal kita dan dengan perasaan kita. Cobalah membuat kesimpulan singkat yang paling membuat kita terkesan sekali. Apakah itu? Mungkin kesimpulan kita berbeda seberbeda latar belakang kita.

Bagi saya, khutbah beliau adalah potret ketulusan cinta beliau kepada ummatnya, beliau ingin semua umatnya selamat dan bahagia. Beliau memiliki kemampuan empati yang luar biasa. Bukan fokus untuk kebahagiaan diri, namun kebahagiaan semuanya. Tak banyak lahir tokoh berkarakter seperti beliau. Sungguh sempurna. Mari kita bershalawat untuk beliau.

Manusia mulia adalah manusia yang mampu memanusiakan manusia, memiliki kepekaan rasa untuk berbahagia bersama, bukan berbahagia di atas derita orang lain. Kalaulah kita bertemu dengan orang tertindas yang menderita, upayakan supaya mereka kembali merdeka dan ceria, bukan justru membuat mereka semakin berat dan menderita.

Kita harus berjuang untuk memiliki hati yang tulus mulia, yang mampu memahami rasa orang laindan mampu merespon dengan respon terbaik yang paling bermanfaat dan membahagiakan. Sehatkan hati kita dan bersihkan dari tamak, rakus, iri hati dan dengki serta benci.

Jangan kalah peka dengan anak kecil dalam foto berikut ini. Seorang kakak berempati kepada adik perempuannya yang harja gundul karena kanker ganas. Sang kakak minta kepalanya juga digundul kepada adiknya. Ketika orang-orang bertanya mengapa dia minta digundul padahal tidak sakit, sang kakak menjawab: “Aku tak ingin adikku merasa sendirian dalam derita hidupnya.” Saya terharu. Bagaimana dengan kita? Adakah empati dan kasih sayang tulus dalam hati kita? Salam Arafah, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Ciri-ciri Orang Ikhlas

JIKA ikhlas ialah rahasia, bagaimanakah kita bisa mengenalinya? Bagaimanakah ciri-cirinya?

Syekh al-Anquri menguaknya dalam salah satu abab pada kitab Munyat al-Waizhin wa Ghunyat al- Muttaizhzhin.

Diriwayatkan dari seorang ahli hikmah: sesungguhnya perumpamaan orang yang beramal karena ria dan sumah adalah seperti orang yang pergi ke pasar, namun memenuhi saku bajunya dengan kerikil.

Orangorang mengatakan, kerikil itu tak dapat memenuhi kebutuhan orang itu. Ia tak dapat apa-apa selain ocehan dari orang lain. Jika ia ingin membeli sesuatu, maka ia tidak bisa membelinya dengan kerikil.

Demikian pula halnya dengan amalan yang dilakukan karena ria dan sumah; tidak ada manfaat amalnya, kecuali sanjungan dari manusia, dan tidak ada pahala sedikit pun baginya di akhirat nanti. Ini ditegaskan dalam firman Allah.

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Allah swt akan menggugurkan pahala amalan-amalan mereka yang bukan karena mengharapkan rida Allah. Lalu Allah jadikan amalan-amalan itu seperti debu yang beterbangan.

Seorang ahli hikmah pernah ditanya, “Siapakah orang yang ikhlas itu?” Jawabnya, Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan amal kebaikannya sebagaimana ia menutupi amal keburukannya.

Ali ibn Abi Thalib berkata, “Ada empat tanda orang yang ria dalam beramal, yaitu malas beramal jika sendirian, rajin beramal jika banyak orang, semakin rajin beramal jika mendapat pujian, dan semakin malas jika mendapat celaan.”

Seorang ahli hikmah berpendapat, orang yang beramal hendaknya meniru adab beramal yang dipraktikkan penggembala kambing. Jika si penggembala melakukan salat di samping gembalaannya, maka salatnya tak akan pernah dipuji oleh kambing-kambingnya. Demikian pula beramal, hendaknya tidak pernah memerhatikan pandangan manusia terhadap amalnya. Sebaliknya, ia harus mampu beramal secara konsisten, baik dikala ramai maupun sepi-beramal tanpa mengharapkan pujian manusia. [Chairunnisa Dhiee]

Sumber buku ” Ikhlas Tanpa Batas”

INILAH MOZAIK