Nikmat-Nikmat Yang Terlupakan!

Allah Swt Berfirman :

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُوم كَفَّار

“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS.Ibrahim:34)

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajak kita untuk mengingat nikmat-Nya. Karena di saat kita mengingat kenikmatan maka kita akan ingat pula kepada Pemberinya.

Orang yang paling berbahagia dalam kehidupan ini adalah yang selalu mengingat nikmat-nikmat yang Allah berikan kepadanya, kemudian bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut. Kenapa bisa di sebut orang paling bahagia?

Karena dia yakin sekali bahwa di sisi lain banyak orang-orang yang tidak mendapatkan kenikmatan seperti yang ia dapatkan.

Ketika kau tidur di malam hari tanpa bantuan obat…

Lalu bangun di pagi harinya tanpa merasakan rasa sakit..

Lalu kau berjalan tanpa bantuan orang lain yang memegangimu..

Lalu kau pun bebas memakan apa yang kau inginkan tanpa ada pantangan dari dokter..

Dan kau pun bersama orang-orang yang kau cintai berada dalam kesehatan, keamanan dan kesejahteraan.

Maka sepanjang pagi dan malam teruslah berucap :

ALHAMDULILLAH… ALHAMDULILLAH… ALHAMDULILLAH…

Ingatlah orang-orang yang tidak mendapatkan kenikmatan semacam ini, agar engkau menyadari betapa mahalnya kenikmatan yang kau miliki saat ini !

Berapa banyak mereka yang tidak mendapatkan kenikmatan yang engkau dapatkan ? Walaupun seakan bagimu ini semua hal yang remeh, tapi ketika kau kehilangan salah satu darinya baru akan terasa begitu mahal harganya.

Pernahkah kita berpikir berapa banyak nikmat Allah yang kita rasakan lalu kita lupakan tanpa ada rasa syukur kepada-Nya?

Rasulullah Saw bersabda :

مَنْ أصبَحَ منكمْ آمنًا في سِرْبِهِ ، معافًى فِي جَسَدِهِ ، عندَهُ قوتُ يومِهِ ، فكأنَّما حِيزَتْ لَهُ الدنيا بحذافِيرِهَا

“Barangsiapa dari kalian yang di pagi harinya dalam keadaan aman di tengah kaumnya, sehat tubuhnya, memiliki penghidupan untuk harinya, maka seakan-akan dunia dan seluruh isinya sedang berpihak kepadanya.”

Bangun ! Ingatlah setiap kenikmatan yang Allah berikan kepadamu. Jangan lepaskan hatimu dari rasa syukur selalu. Karena kebahagiaan ada dalam rasa syukurmu.

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Amalan Sunah Nabi Muhammad SAW

Amalan sunah sering ditinggalkan karena kurangnya pengetahuan

Suatu ketika, Rasulullah SAW menawarkan kepada Rabi’ah bin Malik Al-Aslami, ”Mohonlah sesuatu!” Rabi’ah menjawab, ”Aku memohon agar dekat Anda di surga.” Lalu, beliau bertanya, ”Adakah permohonan lainnya?” Rabi’ah menjawab, ”Itu saja.” Beliau bersabda, ”Bantulah dirimu dengan memperbanyak sujud.” (HR Muslim).

Banyak orang mengira, ibadah sunah hanya pelengkap amalan wajib yang sifatnya sukarela. Bila sempat, dikerjakan. Jika tidak, ditinggalkan begitu saja.

Amalan sunah sering ditinggalkan karena kurangnya pengetahuan akan keistimewaan ibadah ini. Padahal, meninggalkan ibadah sunah berarti kerugian baginya karena tidak memperoleh pahala saat ada kesempatan untuk meraihnya.
Rasulullah SAW bahkan memperingatkan mereka yang malas beribadah sunah, ”Siapa membenci sunahku, bukan golonganku.” (HR Muttafaq Alaih).

Selain itu, ibadah sunah memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, bisa dekat dengan Rasulullah SAW di surga. Dijelaskan hadis di atas, memperbanyak sujud adalah dengan banyak mengerjakan shalat sunah. Amalan inilah yang akan mengantarkan pelakunya menyertai Rasulullah di surga.

Beliau bahkan mendapatkan penghargaan untuk menempati surga paling tinggi (maqaman mahmudan) berkat shalat sunah tahajud yang jarang beliau tinggalkan (QS Al-Isra’ [17]: 79).

Kedua, menyempurnakan ibadah wajib. Rasulullah bersabda, ”Amal yang pertama kali dihisab hari kiamat adalah shalat. Allah SWT berfirman kepada malaikat, ‘Periksalah shalat hamba-Ku, cukup atau kurang? Jika cukup, catat. Jika kurang, periksa lagi, apakah hamba-Ku punya amal shalat sunah? Jika punya, kekurangan shalat wajibnya ditambal shalat sunahnya.’ Baru setelah itu, amalnya dihisab.” (HR Abu Dawud).

Ketiga, menyucikan jiwa pelakunya. Rasul bersabda, ”Lima perkara termasuk fitrah: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR Bukhari). Keempat, menjadi wali dan kekasih Allah SWT yang selalu dicintai-Nya.

Saat Allah mencintainya, Allah akan menyertai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk memegang, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.
”Jika ia memohon sesuatu kepada-Nya, pasti Allah mengabulkan. Dan, jika ia memohon perlindungan, pasti Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR Bukhari).

KHAZANAH REPUBLIKA

5 Negara Muslim Kekuatan Militer Teratas, Ada Indonesia

5 negara Muslim menduduki peringkat atas dengan kekuatan militer mumpuni.

Organisasi Global Firepower (GFP) merilis hasil pemeringkatan negara berdasarkan basis kekuatan militer. Pemeringkatan tersebut menggunakan lebih dari 50 faktor untuk menentukan skor indeks kekuatan militer atau PowerIndex (PwrIndx) dengan kategori mulai dari kekuatan militer, produksi minyak, keuangan, hingga logistik.

Adapun skala penilaian menetapkan 0.0000 sebagai nilai tertinggi di mana ini artinya semakin kecil PwrIndx yang diperoleh, semakin tinggi peringkat kekuatan militer negara yang bersangkutan.

Lantas bagaimana kekuatan militer di negara-negara Muslim? Berikut ini adalah 5 negara Muslim dengan kemampuan militer mumpuni, yaitu Mesir, Turki, Iran, Pakistan, dan juga Indonesia.

1. Mesir

Mesir dalam skala dunia menempati peringkat ke-9 dari 138 negara, dengan indeks kekuatan militer 0.1872. Dalam indeks itu, Mesir tercatat memiliki total 920 ribu personel militer, dengan rincian personel aktif 440 ribu, personel cadangan 480 ribu.

Untuk kekuatan militer udara, Mesir meraih skor 1.054. Ini meliputi kekuatan jet tempur, pesawat militer untuk misi khusus, pesawat serang, helikopter dan helikopter serang serta lainnya. Total kekuatan tank dan kendaraan lapis baja Mesir meraih skor 4.295. Sementara total kekuatan angkatan laut dan kapal selam Mesir mendapat skor 316.

GFP juga memperhitungkan kekuatan militer negara dari aspek sumber daya alam dan logistik. Produksi minyak Mesir mencapai 589.400 barel per hari (bph). Sedangkan angkatan kerja Mesir yang masuk ke dalam faktor logistik mencapai 29,95 juta. Total pengeluaran Mesir untuk pertahanan sebesar 11,2 miliar dolar AS.

2. Turki

Militer Turki – (AP)

Turki ada di peringkat ke-11 sehingga berada di bawah Mesir. Dengan indeks kekuatan militer 0.2098. Dalam indeks itu, Turki tercatat memiliki total 735 ribu personel militer, dengan rincian personel aktif 355 ribu, personel cadangan 380 ribu. Total populasi penduduk Turki sendiri berjumlah 81,2 juta.

Untuk kekuatan militer udara, Turki meraih skor 1.055. Ini meliputi kekuatan jet tempur, pesawat militer untuk misi khusus, pesawat serang, helikopter dan helikopter serang serta lainnya. Total kekuatan tank dan kendaraan lapis baja Turki meraih skor 2.622. Sementara total kekuatan angkatan laut dan kapal selam Turki mendapat skor 149.

Produksi minyak Turki mencapai 245.000 bph. Sedangkan angkatan kerja Turki yang masuk ke dalam faktor logistik mencapai 31,3 juta. Total pengeluaran Turki untuk pertahanan sebesar 19 miliar dolar AS.

3. Iran

Iran menduduki peringkat ke-14 dan otomatis ada di bawah Turki. Iran tercatat mendapat indeks kekuatan militer 0.2191. Dalam indeks itu, Iran tercatat memiliki total 873 ribu personel militer, dengan rincian personel aktif 523 ribu, personel cadangan 350 ribu. Total populasi penduduk Iran sendiri berjumlah 83,02 juta.

Untuk kekuatan militer udara, Iran meraih skor 509. Ini meliputi kekuatan jet tempur, pesawat militer untuk misi khusus, pesawat serang, helikopter dan helikopter serang serta lainnya. Total kekuatan tank dan kendaraan lapis baja Iran meraih skor 2.056. Sementara total kekuatan angkatan laut dan kapal selam Iran mendapat skor 398.

Produksi minyak Iran mencapai angka yang tergolong tinggi yakni 4,4 juta bph. Sedangkan angkatan kerja Iran yang masuk ke dalam faktor logistik mencapai 30,5 juta. Total pengeluaran Iran untuk pertahanan sebesar 19,6 miliar dolar AS.

4. Pakistan

Pakistan menduduki peringkat ke-15 dan masih di bawah Iran. Pakistan tercatat mendapat indeks kekuatan militer 0.2364. Dalam indeks itu, Pakistan tercatat memiliki total 1,2 juta personel militer, dengan rincian personel aktif 654 ribu, dan personel cadangan 550 ribu. Total populasi penduduk Pakistan sendiri berjumlah 207,8 juta.

Kekuatan militer udara Pakistan meraih skor 1.372. Ini meliputi kekuatan jet tempur, pesawat militer untuk misi khusus, pesawat serang, helikopter dan helikopter serang serta lainnya. Total kekuatan tank dan kendaraan lapis baja Pakistan meraih skor 2.200. Sementara total kekuatan angkatan laut dan kapal selam Pakistan mendapat skor 100.

Produksi minyak Pakistan mencapai 89 ribu bph. Sedangkan angkatan kerja Pakistan yang masuk ke dalam faktor logistik mencapai 63,8 juta. Total pengeluaran Pakistan untuk pertahanan sebesar 11,4 miliar dolar AS.

5. Indonesia

Indonesia dalam skala dunia menempati peringkat ke-16 dari 138 negara, dengan skor indeks kekuatan militer (PwrIndx) yaitu 0,2544. Indonesia tercatat memiliki total 800 ribu personel militer, dengan rincian personel aktif 400 ribu, personel cadangan 400 ribu.

Kekuatan militer udara Indonesia meraih skor 462. Meliputi kekuatan jet tempur, pesawat militer untuk misi khusus, pesawat serang, helikopter dan helikopter serang serta lainnya.

Total kekuatan tank dan kendaraan lapis baja Indonesia meraih skor 313. Sementara total kekuatan angkatan laut dan kapal selam Indonesia mendapat skor 282.

Sementara produksi minyak Indonesia mencapai 801.700 barel per hari (BPH). Sedangkan angkatan kerja Indonesia yang masuk ke dalam penilaian logistik mencapai 126 juta. Total pengeluaran Indonesia untuk pertahanan sebesar 7,6 miliar dolar AS.

Sumber: https://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp   

KHAZANAH REPUBLIKA



Islam Pemersatu Bangsa

Bahasa Indonesia yang kini jadi bahasa resmi Negara Indonesia adalah warisan agung para Ulama yang telah terbukti mampu menyatukan jutaan lidah dari ribuan suku dan ratusan bahasa di Nusantara dalam satu lisan, yaitu bahasa Indonesia.

28 OKTOBER 1928 adalah salah satu momen penting dalam sejarah Bangsa Indonesia. Karena saat itu para pemuda Indonesia dari berbagai perwakilan organisasi pemuda berkumpul dan menghasilkan kesepakatan yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda yang mencetuskan 3 kesepakatan yaitu Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Jika dicermati dengan seksama, pesan persatuan nampak jelas dari isi sumpah pemuda tersebut. Namun yang menarik adalah poin ketiga yang menyertakan pengakuan bahwa para pemuda menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Mengapa bahasa menjadi perhatian khusus dari pelbagai organisasi pemuda saat itu? Sebab bahasa adalah instrumen penting dalam mengintegrasikan sebuah bangsa besar bernama Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa dan ratusan bahasa lokal. Bahasa adalah jembatan bangsa. Dan bisa pula dikatakan bahwa bahasa menunjukkan sebuah identitas dari bangsa itu sendiri.

Mengapa bahasa Indonesia (Melayu) yang dipilih serta disepakati sebagai bahasa persatuan dan bukan bahasa yang lain? Kisahnya bermula ketika pada tahun 1927, Bung Karno banyak mendorong persatuan berbagai kekuatan nasional dalam menghadapi kolonialisme. Ketika itu, banyak elemen bangsa menyadari pentingnya ada sebuah bahasa persatuan. Perdebatan ini mencapai puncaknya dalam Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928. Abu Hanifah, pemimpin pemuda dalam periode Pergerakan Nasional yang pernah menjadi Sekretaris Umum Pusat Pemuda Sumatera (1927-1928), mengaku sempat mendengar usulan agar bahasa Jawa dijadikan bahasa nasional dalam kongres itu. Namun mendapat banyak penolakan sebab dianggap sebagai bahasa yang feodal. (Renungan tentang Sumpah Pemuda” dalam Bunga Rampai Soempah Pemoeda, Balai Pustaka, 1978).

Bahkan Bung Karno sebagai salah satu penentang terkeras agar bahasa Jawa dijadikan sebagai bahasa persatuan berpendapat bahwa di dalam bahasa Jawa, orang sukar kelak berbicara secara demokratis. Menurut Bung Karno, macam-macam bentuk bahasa Jawa itu menyusahkan buat bergaul secara bebas, lagi sukar dipahami oleh mereka yang tidak berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Apakah harus diatur lagi bahasa ngoko, kromo, atau kromo inggil, sehingga dapat dipakai oleh semua orang, rendah atau tinggi, demikian Bung Karno berkata.

Dalam situasi pelik saat penentuan bahasa persatuan itulah, akhirnya Prof. Dr. Poerbotjaroko memberikan nasihat supaya dipakai saja bahasa Melayu-Riau yang masih dapat berkembang seperti dulunya bahasa Inggris. Dan semua peserta kongres sepakat dan bahasa Melayu-Riau inilah yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. (Tempo edisi khusus Sumpah Pemuda November 2008).

Bahasa Indonesia Adalah Bahasa Islam

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Sebab bahasa Melayu sebagai lingua franca atau bahasa pergaulan yang sudah berabad-abad hadir di Nusantara, adalah tulang punggung bahasa Indonesia. Sastra melayu pada masa silam dihasilkan dan digunakan (dibaca, dibacakan dan terutama didengarkan) di seluruh Kepulauan Nusantara. Tempat-tempat hidupnya sastra itu yang disebut-sebut dalam buku ini meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumbawa, malah juga Bali. Teks-teks yang dibahas berlalu-lalang dari Aceh ke Maluku. Sastra Melayu selama kurun waktu antara abad ke-14 sampai ke-19, mempersatukan berbagai suku Indonesia, yang waktu itu terpecah-pecah atas berbagai negeri dan kerajaan, sekalipun negeri dan kerajaan itu kadang berperang satu sama lain. (Henri Chambert-Loir dalam Iskandar Zulkarnain, Dewa Mendu, Muhammad Bakir, dan Kawan-kawan: Limabelas Karangan tentang Sastra Indonesia Lama).

Bahkan dijelaskan di dalam Kitab Bustanul Katibin karya Raja Ali Haji bahwa Tata bahasa Melayu menjadi standar atau aturan baku bagaimana menggunakan bahasa Melayu, dan dikombinasikan dengan pengajaran tentang adab, tentang aturan-aturan Islam. Inilah proses Islamisasi bahasa Melayu yang kini menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.

Denys Lombard, memperkirakan ada 3.000 peristilahan Melayu yang berasal dari bahasa Arab dan Arab-Parsi (Lombard, 2008: 163) . Kata-kata serapan dari bahasa Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu berkisar 15 – 20 persen (Johns, 2009 : 49). Dalam bahasa Melayu-Indonesia ditemukan banyak sekali istilah serapan dari bahasa Arab.

Prof. Dr. Tatiana Danissova, pakar sejarah Melayu asal Rusia yang pernah mengajar di CASIS Malaysia pernah menjelaskan dalam satu diskusi bahwa kosa kata Melayu yang berasal dari bahasa Arab berjumlah sekitar 40 %. Jadi sangat wajar jika Bahasa Melayu mengalami suatu perubahan besar, dimana, ia menjadi bahasa pengantar utama untuk menyampaikan Islam ke seluruh Kepulauan Melayu. (Al Attas, 2011: 216).

Islamisasi bahasa melayu oleh para Ulama ini sayangnya jarang dibahas atau diajarkan di dalam buku-buku sejarah terbitan resmi negara. Padahal bahasa Indonesia yang kini jadi bahasa resmi Negara Indonesia adalah warisan agung para Ulama yang telah terbukti mampu menyatukan jutaan lidah dari ribuan suku dan ratusan bahasa di Nusantara dalam satu lisan, yaitu bahasa Indonesia.

Maka jika bangsa ini konsisten dengan Sumpah Pemuda yang berikrar untuk menjunjung bahasa persatuan, seharusnya tidak boleh ada penghinaan atau pelecehan lagi kepada para Ulama dan Islam di negara ini apalagi tuduhan bahwa umat Islam tidak Nasionalis, pemecah belah, atau anti Pancasila.  Baik tuduhan itu dilontarkan melalui tulisan maupun lisan.  Sebab atas jasa para Ulama lah negara ini bisa disatukan dalam satu “lidah” , yakni bahasa Indonesia. Wallahu A’lam.*

Oleh: Muhammad Syafii Kudo
*Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan

HIDAYATULLAH


Salamah bin al-Akwa’ Prajurit Infanteri Terbaik

Salamah bin al-Akwa’ bukanlah seorang sahabat yang masyhur. Banyak orang tak mengenalnya. Padahal dia adalah sahabat yang mulia. Salah seorang sahabat yang berbaiat di bawah pohon, yang Allah berfirman tentang mereka,

لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon…” [Quran Fath: 18].

Dia juga seorang pahlawan pemberani yang memiliki lari yang sangat cepat. Dan sebab masuk Islamnya terbilang unik. Karena seekor hewan buas berbicara dengannya dan mengenalkannya dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana kisah tentang Salamah bin al-Akwa’ mari kita simak tulisan berikut ini.

Nasab

Ulama ahli hadits menyebutnya dengan nama Salamah bin al-Akwa’. Walaupun al-Akwa’ bukanlah nama ayahnya, tapi nama kakeknya. Namanya adalah Salamah bin Amr bin al-Akwa’. Akwa’ sendiri bernama Sinan bin Abdullah bin Qusyair bin Khuzaimah. Salamah tinggal di Rabdzah.

Sebab Keislamannya

Dari Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seekor serigala menyerang kambing. Kemudian ia seret buruannya itu. Si pengembala kambing mengejar serigala itu dan berhasil merampas kambing dari cengkramannya. Serigala duduk dengan sisi perutnya, ia berkata, ‘Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah! Engkau rampas itu dariku. Sebuah rezeki yang telah Allah berikan padaku’. Pengembala itu kaget, ‘Luar biasa. Seekor serigala yang duduk dengan sisi perutnya berbicara denganku dengan ucapan manusia!’ Serigala menimpali, ‘Mauhkah kau kuberitahu tentang sesuatu yang lebih luar biasa dari ini? Muhammad di Yatsrib (nama Kota Madinah dahulu). Dia mengabarkan pada manusia tentang umat terdahulu’. Pengembala itu membawa kambingnya dan bergegas menuju Madinah. Ia sisir Kota Madinah dari pojok satu ke pojok lainnya. Sampai akhirnya ia berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia kabarkan apa yang terjadi padanya. Rasulullah (belum menanggapi) memerintahkan shalat untuk ditegakkan. Seusai shalat, beliau temui seorang Arab desa ini dan membenarkan kabar yang ia sampaikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَدَقَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُكَلِّمَ السِّبَاعُ الْإِنْسَ، وَيُكَلِّمَ الرَّجُلَ عَذَبَةُ سَوْطِهِ، وَشِرَاكُ نَعْلِهِ، وَيُخْبِرَهُ فَخِذُهُ بِمَا أَحْدَثَ أَهْلُهُ بَعْدَهُ

“Benar apa yang dikatakan oleh si Yahudi ini. Demi Allah, Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kiamat tidak akan terjadi sampai binatang buas bisa berbicara dengan manusia dan ujung cambuk seseorang bisa bercerita kepada pemiliknya, demikian pula tali sandal seseorang, juga pahanya (bisa menceritakan) apa yang dilakukan istrinya setelah kepergiannya.”

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad (3: 83-84). Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata, “Sanad hadits ini shahih, para perawinya adalah perawi tsiqah, yaitu para perawi Muslim kecuali Al-Qasim. Dia ini tsiqah dengan sepakat ulama, dan dipakai riwayatnya oleh Muslim dalam muqaddimah (Shahih Muslim)” (Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahihah, 1/31).

Ibnu Saad menyebutkan bahwa kisah ini adalah kisahnya Salamah bin al-Akwa’ radhiallahu ‘anhu. Walaupun pernyataan Ibnu Saad ini disanggah oleh Ibnu Abdil Bar dalam al-Isti’ab. Ia menyebutkan bahwa Ibnu Saad tidak menyebutkan rawi dari kisah ini. Sehingga kisah ini tidak bisa disandarkan pada Salamah bin al-Akwa’.

Terkenal dengan Keberaniannya

Di antara karakter Salamah bin al-Akwa’ yang paling menonjol adalah pemberani. Keberaniannya begitu kentara di Perang Dzi Qard. Suatu hari Salamah berhasil mengagalkan perampokan onta-onta Rasulullah yang dilakukan oleh orang-orang Fazarah. Abdurrahman bin Uyainah al- Fazari dan gerombolannya merampas onta Rasulullah. Ia mencuri onta Nabi dan membunuh penggembalanya. Kemudian ia pergi bersama beberapa penunggang kuda.

Saat kejadian itu, qadarullah ada Salamah sedang berjalan sendirian sambil membawa anak panahnya. Ia melihat kejadian itu. Ia menghadap ke arah Madinah dan berteriak, “Ya shabahah! Ya shabahah! Ya shabahah!” Maksudnya memberi tahu tentang perampokan itu. Kemudian ia kejar sekelompok orang tersebut seorang diri. Ia hujani mereka dengan anak panah sehingga mereka menyangka sedang menghadapi sejumlah pasukan. Saat mereka menoleh, ia bersembunyi di balik pohon. Sambil terus menyerang mereka hingga kuda-kuda mereka terluka… (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 2/81)  

Cintanya Pada Nabi

Suatu hari Salamah menunaikan shalat sunnah dhuha. Ia bersandar di salah satu tiang Masjid Nabawi. Kemudian shalat di dekatnya. Kemudian aku (periwayat) berkata, “Mengapa kau tak shalat di sini saja?” sambil menunjuk salah satu sudut masjid. Salamah menjawab, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di tempat ini.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya 1430, 1/459. Al-Albani mengomentari bahwa hadits ini shahih).

Perhatikanlah! Bagaimana para sahabat sangat memperhatikan gerak-gerik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meneladani setiap detil perbuatan Nabi adalah kebahagiaan bagi mereka.

Salamah Bersama Rasulullah

Yazid bin Abu Ubaid berkata, “Aku melihat bekas lebam pada Salamah. Kemudian kutanyakan padanya, ‘Hai Abu Muslim, bekas lebam karena apa ini?’” Ia menjawab, “Ini adalah bekas lebam sewaktu di Perang Khaibar.” Orang-orang mengatakan, “Salamah terluka. Kemudian ia dihadapkan pada Nabi. Beliau meludah tipis sebanyak tiga kali pada lukanya. Sejak itu aku tak lagi merasa sakit hingga sekarang ini.” (HR. Abu Dawud 3896).

Salamah bin al-Akwa’ mengatakan, “Aku berbaiat di bawah pohon kepada Rasulullah di hari Perjanjian Hudaibiyah. Saat orang-orang telah selesai, beliau bersabda, ‘Hai Ibnu al-Akwa’ tidakkah engkau mau berbaiat?’ Kujawab, ‘Aku sudah melakuannya, Rasulullah’. Rasulullah bersabda, ‘Lakukan lagi’. Aku pun membaiat beliau untuk kedua kalinya.” Periwayat bertanya kepada Salamah, “Hai Abu Muslim, untuk tujuan apa kalian berbaiat saat itu?” Ia menjawab, “Untuk rela mati.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Jihad dan as-Sair, 2800).

Baiat ini dinamakan Baiat Ridhwan. Karena Allah meridhai orang-orang yang turut berbaiat saat itu. Allah Ta’ala berfirman, 

لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” [Quran Al-Fath: 18].

Di baiat yang pesertanya Allah ridhai ini, Salamah bin al-Akwa’ berbaiat dua kali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Hadits Yang Diriwayatkan Salamah

Di antara hadits-hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Salamah bin al-Akwa’ adalah:

Pertama: Hadits tentang pengangkatan Ali sebagai pemegang bendera saat hendak menyerbu Khaibar.

Kedua: hadits tentang makan dengan tangan kanan.

Dari Salamah bin al-Akwa’, ada seseorang yang makan bersama Rasulullah. Orang itu makan dengan tangan kiri. Rasulullah menegurnya, 

كل بيمينك

“Makanlah dengan tangan kananmu.”

Orang itu menjawab, “Aku tak mampu.”

Rasulullah bersabda, 

لا استطعت، ما منعه إلا الكبر

“Engkau benar-benar tak akan mampu. Yang menghalangimu melakukannya adalah kesombongan.”

Salamah berkata, “Orang itu benar-benar tak bisa lagi mengangkat tangannya ke mulutnya.” (HR. Muslim Bab Adab ath-Tha’am wa asy-Syarab wa Ahkamuha 5387).

Wafatnya

Salamah bin al-Akwa’ wafat di Kota Madinah pada tahun 74 H. Saat itu ia berusia 80 tahun (Riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak 6383). Semoga Allah meridhai sahabat yang mulia ini.

KISAH MUSLIM

Pakaian yang Utama Adalah Mengikuti Kebiasaan Masyarakat

Di antara adab yang perlu diperhatikan dalam berpakaian adalah hendaknya tidak menyelisihi kebiasaan masyarakat setempat, berusaha menggunakan pakaian yang biasa digunakan masyarakat, selama tidak terdapat pelanggaran syari’at.

Teladan dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam 

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:

بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَصْحَابِهِ جَاءَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ فَقَالَ: أَيُّكُمُ ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟

“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedang bersama para sahabatnya, datanglah seorang lelaki Badwi lalu bertanya: ‘siapakah diantara kalian yang merupakan cucu Abdul Muthalib?’”

Dalam riwayat lain:

بينما نحن جلوسٌ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم في المسجدِ، دخل رجلٌ على جَمَلٍ، فأناخه في المسجدِ ثم عَقَلَهُ، ثم قال لهم : أَيُّكم مُحَمَّدٌ ؟

“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedang bersama para sahabatnya, datanglah seorang lelaki sambil menunggang unta, lalu ia meminggirkan untanya di masjid kemudian mengikatnya. Ia bertanya: ‘siapakah diantara kalian yang bernama Muhammad?” (HR. Bukhari no. 63, Muslim no. 12).

Jadi lelaki Badwi ini hendak mencari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, seorang Rasul. Namun dia melihat tidak ada orang penampilannya mencolok atau beda sendiri. Sehingga dia perlu untuk bertanya, “siapakah diantara kalian yang bernama Muhammad?”. Ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berbusana dan berpenampilan sebagaimana para sahabatnya, tidak beda sendiri, tidak mencolok perhatian, walaupun beliau seorang yang paling mulia di antara mereka. Beliau berpakaian sesuai dengan keumuman masyarakat setempat.

Apakah dianjurkan mengikuti pakaian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam?

Disebutkan dalam beberapa hadits shahih, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyukai gamis untuk dipakai. Juga bahwa beliau memakai imamah ketika keluar rumah. Juga bahwa beliau sering terlihat menggunakan jubah. 

Pakaian yang dipakai oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berupa jubah, gamis, imamah dan lainnya, bukan beliau gunakan dalam rangka tasyri‘ (menjelaskan syari’at). Namun dalam rangka mengikuti pakaian masyarakat setempat. Selain itu, ketika beliau mendapat wahyu dan menjadi seorang Nabi, juga ketika beliau menjadi Rasul, beliau tidak mengubah cara berpakaiannya. Ini menunjukkan tidak jenis pakaian khusus yang Allah syari’at untuk digunakan kaum Muslimin.

Yang ada adalah kaidah-kaidah dan rambu-rambu dari Allah dan Rasul-Nya dalam berpakaian. Seperti: menutup aurat, tidak ada najis, tidak menghiasi wanita, tidak menampakkan lekuk tubuh, tidak menyerupai lawan jenis, dan lainnya.

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan menjelaskan:

كلباسه صلى الله عليه وسلم فهذا النوع مباح لم يقصد به التشريع فلا استحباب للمتابعة، لأن اللباس منظور فيه إلى العادة التي اعتادها أهل البلد ولهذا لم يغير الرسول صلى الله عليه وسلم لباسه الذي كان يلبسه قبل النبوة، وإنما وضع الإسلام شروطاً وضوابط للباس الرجل والمرأة تستفاد من الكتاب والسنة

“Seperti pakaian yang digunakan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Ini jenis perbuatan beliau yang tidak dimaksudkan untuk tasyri‘. Maka tidak ada anjurkan untuk mengikutinya. Karena masalah pakaian adalah masalah yang perlu melihat kepada kebiasaan masyarakat setempat. 

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengubah cara berpakaian beliau sehingga berbeda dengan sebelum beliau menjadi Nabi. 

Namun Islam memberikan syarat-syarat dan kaidah-kaidah dalam berpakaian bagi laki-laki dan wanita, yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah” (Syarhul Waraqat, 128 – 129).

Namun pakaian yang digunakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hukum asalnya boleh digunakan, sebagaimana pakaian-pakaian lainnya. Al Juwaini dalam matan Al Waraqat mengatakan:

فإن كان على وجه غير القربة والطاعة، فيُحمل على الإباحة في حقه وحقنا

“perbuatan Nabi yang dilakukan bukan dalam rangka qurbah (ibadah) atau melakukan ketaatan, maka dimaknai sekedar sebagai pembolehan bagi beliau dan bagi kita”.

Maka boleh saja seorang lelaki menggunakan jubah, gamis, imamah. Dengan catatan, selama tidak menyelisihi kebiasaan masyarakat setempat dan tidak menjadi libas syuhrah.

Jauhi libas syuhrah!

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang menggunakan libas syuhrah. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina pada hari kiamat” (HR. Abu Daud no.4029, An An Nasai dalam Sunan Al-Kubra no,9560, dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.2089).

Libas syuhrah adalah pakaian yang membuat pemakainya menjadi populer dan menjadi perhatian orang-orang banyak. Asy Syaukani menjelaskan:

والحديث يدل على تحريم لبس ثوب الشهرة، وليس هذا الحديث مختصاً بنفس الثياب، بل قد يحصل ذلك لمن يلبس ثوباً يخالف ملبوس الناس من الفقراء ليراه الناس فيتعجبوا من لباسه ويعتقدوه. قاله ابن رسلان. وإذا كان اللبس لقصد الاشتهار في الناس، فلا فرق بين رفيع الثياب ووضيعها، والموافق لملبوس الناس والمخالف. لأن التحريم يدور مع الاشتهار

“Hadits ini menunjukkan haramnya memakai pakaian syuhrah. Dan hadits ini tidak melarang suatu jenis pakaian, namun efek yang terjadi ketika memakai suatu pakaian tertentu yang berbeda dengan keumuman masyarakat yang miskin, sehingga yang memakai pakai tersebut dikagumi orang-orang. Ini pendapat Ibnu Ruslan. Dan juga pakaian yang dipakai dengan niat agar tenar di tengah masyarakat. Maka bukan perkaranya apakah pakaian itu sangat bagus atau sangat jelek, ataukah sesuai dengan budaya masyarakat ataukah tidak, karena pengharaman ini ada selama menimbulkan efek ketenaran” (Dinukil dari Mukhtashar Jilbab Mar’ah Muslimah, 1/65).

Diantara bentuk libas syuhrah adalah ketika menyelisihi kebiasaan masyarakat setempat sehingga yang memakai pakaian tersebut menjadi perhatian dan populer di tengah masyarakat.

Nasehat para ulama

Dari semua penjelasan di atas, kesimpulannya, hendaknya dalam berpakaian kita memperhatikan apa yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat. Demikianlah para ulama kita memberi bimbingan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya hukum memakai imamah, beliau menjelaskan:

لبس العمامة ليس من السنن لا المؤكدة ولا غير المؤكدة لأن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم كان يلبسها اتباعا للعادة التي كان الناس عليها في ذلك الزمن، ولهذا لم يأت حرف واحد من السنة يأمر بها فهي من الأمور العادية التي إن اعتادها الناس فليلبسها الإنسان لئلا يخرج عن عادة الناس فيكون لباسه شهرة، وإن لم يعتدها الناس فلا يلبسها هذا هو القول الراجح في العمامة

“Memakai imamah bukanlah sunnah. Bukan sunnah muakkadah ataupun sunnah ghayru muakkadah. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dahulu memakainya dalam rangka mengikuti adat pakaian yang dikenakan orang setempat pada waktu itu. Oleh karena itu tidak ada satu huruf pun dari hadits yang memerintahkannya. Maka memakai imamah termasuk perkara adat kebiasaan yang biasa dilakukan orang-orang. Seseorang memakainya dalam rangka supaya tidak keluar dari kebiasaan orang setempat, sehingga kalau memakai selain imamah, pakaiannya malah menjadi pakaian syuhrah. Jika orang-orang setempat tidak biasa menggunakan imamah maka jangan memakainya. Inilah pendapat yang rajih dalam masalah imamah.” (Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=138986).

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani juga menjelaskan: “Imamah, paling maksimal bisa jadi hukumnya mustahab (sunnah). Namun yang rajih, memakai imamah adalah termasuk sunnah ‘adah (adat kebiasaan), bukan sunnah ibadah” (Silsilah Adh Dha’ifah, 1/253, dinukil dari Ikhtiyarat Imam Al Albani, 480).

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ juga ketika ditanya tentang menggunakan pakaian laki-laki setinggi setengah betis, mereka menjawab:

لباس الرجل يكون ما بين نصف الساق إلى الكعب، وإذا كان المجتمع الذي يعيش فيه اعتادوا حدًا معينا في ذلك كإلباسهم إلى الكعب، فالأفضل أن لا يخالفهم في ذلك ما دام فعلهم جائزا شرعا والحمد لله

“Pakaian lelaki itu hendaknya antara setengah betis sampai mata kaki. Jika masyarakat setempat menganggap biasa suatu batas ukuran tertentu, seperti ketika mereka menganggap biasa pakaian yang sebatas mata kaki, maka yang utama adalah tidak menyelisihi mereka. Selama apa yang jadi kebiasaan tersebut dibolehkan dalam syariat. Walhamdulillah” (Fatawa Al Lajnah, 24/11-12).

Catatan penting!

Jika pakaian yang menjadi kebiasaan masyarakat terdapat pelanggaran syariat, maka tidak boleh mengikutinya. Bahkan wajib menyelisihinya walaupun dipandang aneh atau menjadi perhatian. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ

“Barangsiapa mencari ridha Allah ketika orang-orang tidak suka, maka akan Allah cukupkan ia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridha manusia, dengan kemurkaan Allah. Akan Allah buat ia terbebani oleh manusia“.

Dalam riwayat lain:

من التمس رِضا اللهِ بسخَطِ الناسِ ؛ رضِيَ اللهُ عنه ، وأرْضى عنه الناسَ ، ومن التَمس رضا الناسِ بسخَطِ اللهِ ، سخِط اللهُ عليه ، وأسخَط عليه الناسَ

“Barangsiapa yang mencari ridha Allah walaupun orang-orang murka, maka Allah akan ridha padanya dan Allah akan buat manusia ridha kepadanya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia walaupun Allah murka, maka Allah murka kepadanya dan Allah akan buat orang-orang murka kepadanya juga“ (HR. Tirmidzi no.2414, Ibnu Hibban no.276, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dan adat kebiasaan masyarakat itu tidak bisa mengharamkan yang halal dan tidak bisa menghalalkan yang haram. Ini perbuatan yang banyak dicela dalam Al Qur’an. Di antaranya Allah berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka (kaum Musyrikin Jahiliyah) menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. Al Maidah: 104).

Misalnya, jika para wanita di suatu masyarakat biasa menggunakan pakaian yang tidak syar’i, atau bahkan tidak menutup aurat, maka tetap tidak boleh diikuti. Para wanita Muslimah wajib berpegang pada hijab syar’i dan tidak boleh mengikuti masyarakat.

Jika para lelaki di suatu masyarakat biasa melakukan isbal dalam berpakaian, maka tidak boleh mengikuti mereka. Karena isbal diharamkan dalam syari’at. 

Kesimpulannya, pakaian yang utama adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat. Namun juga hendaknya tetap wajib memperhatikan adab-adab Islami dalam berpakaian seperti:

  • menutup aurat
  • tidak ada najis dalam pakaian
  • tidak menyerupai cara berpakaian lawan jenis
  • tidak menyerupai cara berpakaian non Musli
  • tidak isbal (bagi laki-laki)
  • tidak memperindah dan menghiasi wanita (bagi wanita)
  • tidak menampakkan lekuk-lekuk tubuh (bagi wanita)

dan adab-adab lainnya.

Juga perlu diperhatikan bahwa hendaknya dalam berpakaian, kaum Muslimin bangga menunjukkan identitasnya sebagai seorang Muslim. Allah ta’ala berfirman:

{ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ} 

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32).

Maka, gunakanlah pakaian-pakaian yang menampilkan identitas Muslim yang tidak menyelisihi kebiasaan masyarakat setempat, dan juga sesuai dengan adab-adab Islam dalam berpakaian. Inilah keadaan ideal bagi seorang Muslim dalam berpakaian. 

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

Penulis; Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

3M Menggema Hingga di Ibadah Umrah di Tanah Suci

Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) sudah menjadi barang wajib yang harus dijalankan di seluruh negara. Langkah ini dianggap menjadi cara paling mujarab dalam mencegah virus korona (covid-19).

Ketentuan ini pun berlaku pada pelaksanaan umrah pertama kali di tengah pandemi covid-19 di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Minggu, 4 Oktober 2020. Lingkungan Ka’bah dibuka kembali setelah lebih dari enam bulan vakum, kecuali di masa Haji.

“Dengan tetap mematuji protokol kesehatan, gelombang pertama jemaah Umrah tiba pada Minggu,” tulis keterangan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi di Twitter dikutip dari laman Anadolu Agency.

Arabnews.com menyebut pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota 6.000 orang untuk jemaah umrah per harinya demi melaksanakan jaga jarak. Jumlah 6.000 pengunjung per hari setara dengan 30% dari kapasitas normal. 

Jemaah beserta tenaga medis diberangkatkan dengan bus dari lima titik temu, di antaranya Al-Gaza, Ajyad, dan Al-Shasha. Begitu tiba di Masjidil Haram, kamera pengukur suhu tubuh langsung membidik jemaah di pintu masuk dan di dalam masjid terbesar di dunia itu. 

Alat cuci tangan telah ditempatkan di pintu masuk masjid. Jemaah pun diminta mengenakan kammamat alias masker. Pengelola masjid dan ototitas terkait menerjunkan 1.000 petugas untuk memantau jemaah umrah. 

Masjid dibersihkan 10 kali sehari di antara kehadiran kelompok jemaah. Pembersihan mendalam di area berlalu lintas tinggi dilakukan, termasuk pada air mancur, karpet, dan toilet. Sistem pendingin udara pun dilengkapi teknologi sanitasi ultraviolet dengan pembersihan filter sembilan kali sehari.

Kantor berita Saudi Press Agency (SPA) melaporkan barikade di sekitar Ka’bah dan batu Hajar Aswad tetap dipasang. Jemaah umrah dilarang memegang atau bahkan sekadar mendekati Ka’bah, sebagai bagian dari kebijakan pencegahan covid-19.

Jumlah 6.000 orang sehari peserta umrah baru tahap pertama. Tahap kedua dimulai Minggu, 18 Oktober 2020, dengan melibatkan 15.000 hingga 40.000 orang per hari. Pada tahap ketiga, 20.000 hingga 60.000 orang diizinkan umrah setiap hari, termasuk jemaah dari luar negeri.

Sementara itu, pada perang melawan covid-19, pemerintah Indonesia mengangkat sosok ibu dalam mengampanyekan bahaya penyebaran viru korona. Kampanye #ingatpesanibu diharap efektif mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan, yakni menerapkan disiplin 3M.

Disiplin 3M meliputi memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pemerintah melalui #satgascovid19 tak bosan-bosannya mengampanyekan #ingatpesanibu. Jangan lupa selalu menerapkan 3M, yakni #pakaimasker, #jagajarak dan #jagajarakhindarikerumunan, serta #cucitangan dan #cucitanganpakaisabun.

Masjid dibersihkan 10 kali sehari di antara kehadiran kelompok jemaah. Pembersihan mendalam di area berlalu lintas tinggi dilakukan, termasuk pada air mancur, karpet, dan toilet. Sistem pendingin udara pun dilengkapi teknologi sanitasi ultraviolet dengan pembersihan filter sembilan kali sehari.

Kantor berita Saudi Press Agency (SPA) melaporkan barikade di sekitar Ka’bah dan batu Hajar Aswad tetap dipasang. Jemaah umrah dilarang memegang atau bahkan sekadar mendekati Ka’bah, sebagai bagian dari kebijakan pencegahan covid-19.

Jumlah 6.000 orang sehari peserta umrah baru tahap pertama. Tahap kedua dimulai Minggu, 18 Oktober 2020, dengan melibatkan 15.000 hingga 40.000 orang per hari. Pada tahap ketiga, 20.000 hingga 60.000 orang diizinkan umrah setiap hari, termasuk jemaah dari luar negeri.

MEDCOM

Do’a Agar Diteguhkan Hati dalam Ketaatan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Pada kesempatan kali ini kita masih melanjutkan macam-macam do’a yang singkat namun penuh makna yang dibawakan oleh Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau Riyadhus Sholihin. Semoga bermanfaat.

Do’a Agar Diteguhkan Hati dalam Ketaatan

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahhu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!] (HR. Muslim no. 2654). An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab, “Allah membolak-balikkan hati sekehendak-Nya.”

Faedah hadits:

  1. Hati manusia berada di antara dua jari dari sekian jari Allah yang Maha Pemurah. Allah memalingkan hati manusia tersebut  sesuai kehendak-Nya.
  2. Jika sudah mengetahui demikian, maka hendaklah setiap hamba rajin memohon pada Allah agar diberi hidayah dan keistiqomahan serta agar tidak menjauh dari jalan yang lurus.
  3. Jika seorang hamba bergantung dan bersandar pada dirinya sendiri, tentu ia akan binasa.
  4. Hendaknya hamba menyerahkan segala usahanya kepada Allah Ta’ala dan janganlah ia berpaling dari-Nya walaupun sekejap mata.
  5. Hendaklah setiap hamba memohon kepada Allah agar terus menerus diteguhkan hati  dalam ketaatan dan tidak sampai terjerumus dalam maksiat atau kesesatan.
  6. Di sini dikhususkan hati karena jika hati itu baik, maka seluruh anggota badan lainnya juga ikut baik.

Semoga do’a bisa kita amalkan. Semoga yang singkat ini bermanfaat.

Referensi:

Bahjatun Naazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, cetakan Dar Ibnul Jauzi, jilid II, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, jilid IV, cetakan ketiga, tahun 1424 H

Diselesaikan sore hari, 8 Jumadil Awwal 1431 H (22/04/2010) di Pangukan-Sleman

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

Berkurban untuk Mayit Bisakah?

Pertanyaan:

Maaf apa bisa kita berqurban untuk yg sudah meninggal ustadz. Selama ini salah saya satu kambing buat seorang…yg sudah meninggal..terima kasih pencerahannya ustadz.

Dari: Ibu Imas di Bogor

Jawaban:

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam ‘ala Rasulillah wa ba’du.

Jika kita memperhatikan praktek kurban yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka berkurban untuk mereka sendiri dan keluarga mereka, terutama yang masih hidup. Adapun anggapan sebagian masyarakat bahwa kurban dapat diniatkan secara khusus atau mandiri kepada mayit, ini -mohon maaf- tidak ada dalilnya.

Kemudian bagaimanakah cara yang tepat berkurban untuk keluarga yang sudah meninggal?

Ada tiga macam berkurban untuk mayit:

Pertama, meniatkan mereka dalam kurban kita bersama niat kurban kita untuk keluarga yang masih hidup.

Misalnya, kurban kambing diniatkan untuk kakek yang sudah meninggal, dibarengkan dengan niat kurban untuk ortu, anak-anak, dan kerabat yang masih hidup lainnya. Ini boleh dan pahalanya insyaAllah sampai kepada mayit.

Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menyembelih hewan kurban,

باسم الله اللهم تقبل من محمد وآل محمد

“Bismillah, Ya Allah, terimalah pahala kurban ini sebagai kurban dariku dan keluargaku.” (HR. Muslim)

Kedua, berkurban untuk mayit dalam rangka menjalankan wasiatnya.

Maka ini hukumnya wajib ditunaikan dan pahalanya sampai kepada mayit. Karena wasiat adalah amanah. 

Dasarnya adalah firman Allah ta’ala, 

فَمَنۢ بَدَّلَهُۥ بَعۡدَ مَا سَمِعَهُۥ فَإِنَّمَآ إِثۡمُهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ

“Siapa mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 181)

Ketiga, meniatkan kurban untuk mayit secara mandiri. 

Misal seorang meniatkan kurbannya untuk ortunya yang sudah meninggal. Tanpa mengikutsertakan kerabat yang masih hidup dalam niat kurbannya atau bukan pula karena wasiat.

Tentang sampai tidaknya pahala kepada mayit untuk kurban jenis ini, ada perbedaan pendapat ulama:

[1] Menurut ulama mazhab Hambali dan jumhur ulama (mayoritas), pahalanya bisa sampai. Dasar mereka adalah qiyas (analogi) dengan sampainya pahala sedekah atas nama mayit.

[2] Mazhab Syafi’i berpendapat, pahala tidak sampai.

[3] Mazhab Maliki mengatakan, makruh.

(https://www.islamweb.net/ar/fatwa/93307/)

Pendapat yang kuat adalah, -wallahu a’lam- pendapat Mazhab Syafi’i, yang menyatakan bahwa jika tidak digabungkan dengan niat kurban untuk orang yang masih hidup, atau mayit tidak mewasiatkan, maka pahala tidak sampai.

Dasarnya adalah, Nabi ﷺ ketika beliau kurban, juga memiliki kerabat yang sudah meninggal. Seperti istri beliau pertama, Ibunda Khadijah, dan anak-anak beliau. Namun tak ada riwayat yang menjelaskan bahwa beliau tidak berkurban secara mandiri untuk kerabat beliau yang sudah meninggal tersebut. 

Pendapat ini dikuatkan oleh Syekh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah,

أما أن يضحي عن الميت خاصة فهذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلّم أنه ضح عن أحد من أمواته بخصوصه، فلم يضح عن أولاده الذين ماتوا في حياته، وهن ثلاث بنات متزوجات، وثلاثة أبناء صغار ، ولا عن زوجته خديجة وهي من أحب نسائه إليه -رضي الله عنها-, ولا عن عمه حمزة رضي الله عنه وهو من أعز أقاربه عنده، ولوكان هذا من الأمور المشروعة لكان الرسول صلى الله عليه وسلم يشرعه لأمته إما بقوله وإما بفعله وإما بإقراره

“Berkurban khusus hanya untuk orang yang sudah meninggal, ini tidak ada riwayat dari Nabi ﷺ yang menerangkan bahwa beliau ﷺ berkurban untuk salah satu kerabat beliau yang sudah meninggal secara khusus. Beliau tidak pernah berkurban untuk anak-anak beliau yang meninggal di masa beliau hidup. Beliau juga memiliki tiga putri yang sudah berkeluarga, dan tiga cucu. Beliau juga tidak berkurban untuk istri beliau Khadijah. Padahal Khadijah -radhiyallahu ‘anha- adalah istri yang paling beliau cintai. Tidak pula untuk Hamzah -radhiyallahu ‘anhu- paman beliau. Padahal Hamzah adalah keluarga beliau yang paling mulia di mata beliau. Andai saja hal ini disyariatkan, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensyariatkan kepada umatnya, bisa melalui sabda, perbuatan atau persetujuan beliau.” (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 25/112)

Demikian.

Wallahu a’lam bis showab.

***

Dijawab oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc.

KONSULTASI SYARIAH

Anas bin an-Nadhar Mencium Aroma Surga di Balik Uhud

Anas bin an-Nadhar adalah paman dari Anas bin Malik. Artinya, ia berasal dari Suku Khazraj yang bermukim di Madinah. Saat kaum muslimin menghadapi kekacauan di Perang Uhud, ia tampil sebagai pahlawan yang mengobarkan semangat juang pasukan. Mengajak mereka meniti jalan Rasulullah hingga ia menemui syahidnya di sana.

Nasab dan Kabilahnya

Ia adalah Abu Amr Anas bin an-Nadhar bin Dhakhm an-Najjari al-Khazraji al-Anshari. Paman dari pelayan Rasulullah, Anas bin Malik.

Memeluk Islam

Anas bin an-Nadhar radhiallahu ‘anhu memeluk Islam setelah tibanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Artinya, ia bukan sahabat Anshar yang turut dalam Baiat Aqabah. Meski demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memuji baiknya keislamannya.

Bersama Rasulullah

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pamanku, Anas bin an-Nadhar, tak turut serta di Perang Badar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bertakbir dan berkata, ‘Aku terluput dari pertempuran pertama yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah! Kalau Allah nanti mempertemukan aku dengan perang lainnya bersama Rasulullah, Allah akan melihat apa yang kuperbuat.” Ia segan untuk berucap lebih dari itu.

Benar saja, Anas bin an-Nadhar ditakdirkan Allah menemui peperangan Rasulullah berikutnya. Ia turut serta di Perang Uhud. Ia bertemu Saad bin Muadz. Lalu Saad bin Muadz menyapanya, “Abu Amr, mau kemana”? Anas menjawab, “Waah.. kucium aroma surga dari balik Uhud.” Ia maju berperang hingga terbunuh. Usai peperangan ditemukan di jasadnya ada delapan puluh sekian luka. Karena sabetan pedang. Hujaman tombak. Dan tertembus anak panah. Kata Anas, “Bibiku, ar-Rubayyi’ binti an-Nadhar berkata, “Tak kukenali saudaraku ini kecuali dari ruas-ruas jemarinya.”

Pribadi Mulia

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami berpendapat bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Anas bin an-Nadhar:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُم مَّن قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلاً

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” [Quran Al-Ahzab: 23]

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhar mematahkan satu gigi seri seorang budak perempuan. Pihak keluarga pun meminta maaf kepadanya, namun ditolak. Lalu mereka menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memerintahkan untuk melakukan qishash. Anas bin an-Nadhar berkata, ‘Apakah Anda juga akan mematahkan gigi ar-Rubayyi’, wahai Rasulullah? Jangan. Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, mohon jangan Anda patahkan gigi serinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi,

يا أنس كتاب الله القصاص

“Hai Anas, kitabullah menetapkan qishash.”

Pihak keluarga korban pun akhirnya ridha dan memaafkan. Mengomentari hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره

“Sungguh di antara hamba-hamba Allah itu ada seseorang yang kalau dia bersumpah, Allah akan memenuhinya.”

Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Anas bin an-Nadhar. Dia bersumpah atas nama Allah, lalu Allah mewujudkan keinginannya. Tentu ini karena keutamaannya. Kualitas ibadah hatinya. Sehingga Allah mengabulkan apa yang ia ucapkan.

Bersama Para Sahabat

Di tengah kecamuk Perang Uhud, pasukan kaum muslimin ditimpa kegamangan berat. Karena ada isu Rasulullah shallallahu telah terbunuh. Tentu ini sangat berat. Sementara Anas terus berperang. Ia melihat Umar bersama beberapa orang, ia berkata, “Hei, mengapa kalian duduk-duduk”? Mereka berkata, “Rasulullah telah wafat.” Anas Kembali berkata, “Lalu, apa yang akan kalian lakukan sepeninggal beliau? Bangkitlah! Matilah juga di atas jalannya.” Ia terus maju mengayun dan menyabetkan pedangnya hingga terbunuh.

Wafatnya

Anas bin an-Nadhar termasuk sahabat yang gugur di Perang Uhud tahun 3 H. Di tubuhnya terdapat 80-an luka. Ada sabetan pedang. Hujaman tombak. Dan tertembus anak panah. Saking begitu banyaknya luka, sampai-sampai jasad beliau tak dikenali oleh orang-orang. Kecuali saudarinya Rubayyi’. Ia kenali dari ruas-ruas jemarinya.

Diterjemahkan secara bebas dari https://islamstory.com/ar/artical/34006/أنس_بن_النضر

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com