Rasulullah saw. Bukan Pemarah, Tetapi Pemurah

Rasulullah saw. adalah orang yang paling sabar, murah hati (penyayang dan pengasih), santun, murah senyum, dan pemaaf dan bukan pemarah. Bahkan beliau merupakan orang yang paling jauh dari sikap marah dan paling cepat rela (memaafkan). Dalam hal ini, beliau tidak marah apabila haknya dilanggar oleh siapapun. Beliau juga tidak membalas keburukan dengan keburukan, tetapi malah memaafkan. Sifat-sifat luhur Rasulullah saw. ini berdasarkan keterangan hadis (lihat Imam al-Gazali, Ihya’ Ulum ad-Din dan ta‘liq hadis oleh Imam al-‘Iraqi, penerbit Dar Ibn Hazm, 2005: 840-842 & 848-851).

Sebab, beliau memang memiliki tabiat pengampun. Namun, apabila hak (agama) Allah yang dilanggar, maka tidak ada seorangpun yang berani berdiri mewalan amarahnya. Dalam hal ini, beliau marah semata-mata karena Allah, bukan karena nafsu ataupun emosi pribadi (Imam ad-Diba‘i, Mawlid ad-Diba‘i, hlm. 29 dalam Majmu‘ah al-Mawalid wa Ad‘iyyah, penerbit al-‘Aidrus Jakarta dan Ihya’, hlm. 841 & 852).

Rasulullah saw. tidak marah meskipun dihina, dicaci-maki, dan dituduh gila oleh orang-orang bodoh (Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 10: 7568). Bahkan beliau juga tidak marah ketika orang-orang mendustakan dakwahnya. Dalam hal ini, sekelompok kaum di Taif pernah mendustakan dakwah Rasulullah saw. dan memperlakukan beliau secara semena-mena.

Akhirnya, para malaikat penjaga dua gunung besar (Akhsyabain) menawarkan diri kepada Rasulullah saw. untuk membalikkan kedua gunung tersebut agar mereka binasa. Namun, Rasulullah saw. menolaknya dan malah berharap agar Allah menjadikan keturunan mereka kelak sebagai orang-orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun (Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki, Muhammad saw. al-Insan al-Kamil, 2007: 114).

Selain itu, ketika Rasulullah saw. diminta mendoakan buruk untuk orang Islam ataupun orang kafir (baik individu maupun umum), maka beliau memalingkan permintaan tersebut dan mendoakan baik. Dalam hal ini, para sahabat pernah meminta Rasulullah saw. mendoakan suku Daus celaka dan binasa. Sebab, mereka telah durhaka dan tidak mau menerima Islam. Namun, Rasulullah saw. malah berdoa agar Allah memberikan petunjuk kepada suku Daus dan bisa mendatangi Madinah (lihat Ihya’ dan ta‘liq hadis oleh Imam al-‘Iraqi, hlm. 847).

Dalam kesempatan lain, sekelompok orang Yahudi pernah mendatangi Rasulullah saw. sembari berkata: “as-samu ‘alaika (kecelakaan dan kematian atas dirimu).” Waktu itu Rasulullah saw. ditemani Sayyidah ‘Aisyah ra. Merespon ucapan jahat orang-orang Yahudi tersebut, lalu Sayyidah ‘Aisyah ra. membalas seraya berkata: “‘alaikum as-samu wa al-la‘nah (atas kalian kecelakaan, kematian, dan laknat).”

Namun, Rasulullah saw. menegur sikap Sayyidah ‘Aisyah ra. tersebut seraya berkata: “tenang, wahai ‘Aisyah, karena sesungguhnya Allah menyukai keramahan dan kelembutan dalam segala urusan.” Sayyidah ‘Aisyah ra. berkata: “apakah engkau tidak mendengar ucapan mereka, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab: “sungguh aku telah membalasnya dengan (berkata): wa ‘alaikum.”

Menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi, Rasulullah saw. memudahkan urusan dengan orang-orang Yahudi tersebut dengan berkata “wa ‘alaikum”. Artinya, melalui kata“wa ‘alaikum” ini, Rasulullah saw. hendak menegaskan bahwa kematian merupakan perkara yang berkaitan dengan semua orang. Dengan kata lain, semua orang sama-sama berjalan menuju kematian. Sebab, kematian merupakan perkara yang pasti, baik bagi orang-orang Yahudi tersebut maupun bagi Rasulullah saw. sendiri (as-Sunnah Mashdaran li al-Ma‘rifah wa al-Hadharah, 1997: 288-289). Wa Allah A‘lam wa A‘la wa Ahkam…

BINCANG SYARIAH

Kementerian Haji Saudi Ingatkan Izin Palsu Umroh

Kementerian Urusan Haji dan Umrah menyita sejumlah izin umrah palsu. Mereka menemukan izin palsu ini dijual kepada orang Saudi dan ekspatriat.

Al-Watan melaporkan beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab terlibat dalam penerbitan izin palsu untuk menipu umat yang merasa kesulitan mendapatkan izin umrah. Sebab, banyak orang yang menunggu selama beberapa pekan atau bulan.

Presidensi Umum Urusan Dua Masjid Suci menemukan beberapa izin yang dibawa oleh jemaah haji adalah palsu dan mereka telah mengumpulkannya dari beberapa agen.

Para peziarah dan pengunjung Dua Masjid Suci bisa mendapatkan izin yang dikeluarkan melalui aplikasi mobile Eatmarna. Eaatmarna memberikan izin untuk melakukan shalat di Dua Masjid Suci dan berziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi.

Namun, sulit untuk mendapatkan izin umrah dan salat di Raudah karena hampir semua izin telah dikeluarkan selama beberapa pekan.

Dilansir Saudi Gazzette, Jumat (4/12), kementerian memperingatkan warga Saudi dan ekspatriat agar tidak menghubungi individu atau lembaga yang mengklaim bahwa mereka dapat mengeluarkan izin untuk melakukan umroh dan sholat di Rawdah Sharif. Kementerian juga menekankan izin akan dikeluarkan hanya melalui aplikasi Eatmarna.

Sementara itu, departemen kesadaran umum presidensi merilis sebuah buku kecil yang menjelaskan ritual umroh. Ini ditulis oleh ulama terkemuka Saudi dan mantan Mufti Agung almarhum Sheikh Abdulaziz Bin Baz. Buklet tersebut dapat dibaca melalui sistem barcode.

Direktur Departemen Kesadaran Umum, Sheikh Wuhaib Al-Sulami mengatakan booklet tersebut akan membantu jemaah mengetahui ritual umrah serta melafalkan sejumlah permohonan.

Ini juga termasuk beberapa doa pilihan dari Alquran, tradisi Rasulullah SAW, serta tindakan pencegahan dan protokol pencegahan untuk membendung penyebaran virus Covid-19. 

https://saudigazette.com.sa/article/601019/SAUDI-ARABIA/Hajj-Ministry-warns-against-bogus-Umrah-permits

IHRAM

Daftar Haji secara Digital Bisa Mulai Tahun 2021

 Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) segera meluncurkan platform pendaftaran haji secara digital pada 2021. Anggota BPKH, Iskandar Zulkarnain mengatakan akan ada tiga bank yang pertama bergabung dalam platform tersebut.

“Pertama kita coba dulu tiga bank syariah BUMN untuk ada dalam satu platform daftar haji secara digital,” katanya, Jumat (4/12).

Platform tersebut akan menyediakan layanan pembukaan tabungan haji beserta dengan fasilitas penyetoran dana awal Rp 25 juta. Platform juga terhubung dengan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama sehingga bisa langsung mendapatkan porsi haji.  

Iskandar mengatakan ini merupakan kemudahan bagi masyarakat agar bisa mendaftar haji hanya melalui ponsel saja, tidak perlu datang ke cabang bank maupun kantor Kemenag. Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan platform tersebut, khususnya generasi muda.

BPKH konsisten menggencarkan kampanye Haji Muda sebagai upaya mengajak masyarakat mendaftar haji sedini mungkin. Mengingat masa tunggu haji telah mencapai rata-rata 20 tahun. Sehingga diharapkan umat Muslim bisa menunaikan ibadah haji saat usia prima.

“Karena sekarang jamaah haji risiko tinggi yang usianya sudah tua semakin banyak, kami harap yang muda bisa menyegerakan,” katanya.

Sejak digencarkan kampanye Haji Muda, peningkatan jumlah pendaftar haji pada kalangan usia di bawah 30 tahun semakin meningkat. Seperti pada 2019 yang naik hingga 43 persen. Tahun 2020, kata Iskandar, mengalami penurunan mencapai rata-rata 50 persen karena pandemi Covid-19.

Maka dari itu, sistem pendaftaran haji secara online semakin penting untuk disegerakan. Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Muhajirin Yanis mengatakan sistem ini sudah final dalam tahap regulasi.

Ia berharap mulai Januari 2021 layanan sudah bisa diluncurkan. Dengan sistem yang terintegrasi, maka pendaftaran haji hingga mendapat nomor porsi diharapkan bisa terlaksana dalam waktu 7-15 menit saja.

Kemenag mendukung penuh perluasan pendaftaran jamaah haji secara daring tersebut karena sudah menjadi kebutuhan. Selain untuk menyasar masyarakat milenial, tapi juga masyarakat di lokasi terpencil yang sulit menjangkau Kantor Kemenag daerah.

“Karena di desa-desa itu banyak yang ingin daftar haji tapi mau daftar ke kantor Kemenagnya jauh, jadi kami lancarkan juga jemput bola,” katanya.

Kemenag juga bersinergi dengan BPKH dan perbankan dalam pembentukan Layanan Satu Atap (LSA) di kantor-kantor Kemenag daerah. Muhajirin mengatakan saat ini sudah ada LSA di 60 lokasi kantor Kemenag dan akan ditambah 42 lokasi tahun 2021. Diharap pada 2024 semua kantor sudah memiliki fasilitas tersebut.

IHRAM

Menghukum Diri Karena Tertinggal Shalat

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar-Rajihi

Pertanyaan:

Seseorang tertinggal salat Subuh berjamaah. Kemudian dia menghukum dirinya dengan berpuasa pada hari tersebut. Apa hukumnya?

Jawaban:

Jangan sebut sebagai “menghukum diri”, namun sebutlah sebagai nazar. Jika dia memang sudah bernazar, maka wajib menunaikannya. Adapun jika yang dimaksudkan hanyalah berpuasa sebagai bentuk usaha melakukan perbuatan-perbuatan baik setelah terlewat salat Subuh, tanpa dinazarkan sebelumnya, maka hal tersebut tidak menjadi wajib baginya. Alhamdulillah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pernah terlewatkan (salat Subuh) hingga matahari meninggi, sebagaimana termaktub dalam sebuah hadis [1].

Berbeda halnya jika dia bersengaja, yakni dia meremehkan salat Subuh dan begadang (tanpa kebutuhan), lalu terlambat salat Subuh. Kemudian dia tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasanya. Kemudian dia berniat puasa sebagai usaha berbuat kebaikan setelah melakukan kesalahan. Para ulama mengatakan, jika dia berpuasa tanpa didahului nazar, maka ini sebuah kebaikan. Ini termasuk dalam beramal kebaikan setelah melakukan kesalahan. Berbeda jika dia melakukan nazar dengan mewajibkan dirinya suatu ibadah, maka ibadah tersebut menjadi wajib karena nazar.

Namun janganlah katakan “menghukum dirinya sendiri”. Jangan dia ucapkan demikian. Karena hal ini bukanlah hukuman. Boleh jika dia katakan, misalnya, “Dia berpuasa untuk Allah Ta’ala sebagai bentuk rasa syukur”, atau, “dia berpuasa atau mengerjakan amal kebaikan yang semoga bisa menghapus keburukan.” Demikian. [2]

Penerjemah: Muhammad Fadhli, ST.

Artikel: MUSLIM.o.id

Catatan kaki:

[1] Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَفَلَ مِنْ غَزْوَةِ خَيْبَرَ، سَارَ لَيْلَهُ حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْكَرَى عَرَّسَ، وَقَالَ لِبِلَالٍ: «اكْلَأْ لَنَا اللَّيْلَ»، فَصَلَّى بِلَالٌ مَا قُدِّرَ لَهُ، وَنَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ، فَلَمَّا تَقَارَبَ الْفَجْرُ اسْتَنَدَ بِلَالٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ مُوَاجِهَ الْفَجْرِ، فَغَلَبَتْ بِلَالًا عَيْنَاهُ وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا بِلَالٌ، وَلَا أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ حَتَّى ضَرَبَتْهُمُ الشَّمْسُ، فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَهُمُ اسْتِيقَاظًا، فَفَزِعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَيْ بِلَالُ» فَقَالَ بِلَالُ: أَخَذَ بِنَفْسِي الَّذِي أَخَذَ – بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللهِ – بِنَفْسِكَ، قَالَ: «اقْتَادُوا»، فَاقْتَادُوا رَوَاحِلَهُمْ شَيْئًا، ثُمَّ تَوَضَّأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِلَالًا فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، فَصَلَّى بِهِمُ الصُّبْحَ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ: «مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا»، فَإِنَّ اللهَ قَالَ: {أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي} [طه: 14]

“Bahwasannya ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari Perang Khaibar, beliau berjalan di malam hari hingga ketika rasa kantuk mendatangi beliau. Kemudian beliau berhenti untuk istirahat. Beliau bersabda kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu, ‘Berjagalah untuk kami malam ini.’ Kemudian Bilal radhiyallahu ‘anhu salat sekadar kemampuan beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat pun tidur.

Pada waktu sudah mendekati fajar, Bilal radhiyallahu ‘anhu bersandar ke hewan tunggangannya menghadap fajar. Bilal radhiyallahu ‘anhu pun tertidur dalam keadaan bersandar pada hewan tunggangannya. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Bilal, dan para sahabat bangun ketika sinar matahari sudah menyengat kulit mereka.

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam adalah yang pertama kali terbangun. Lalu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam terkejut dan berkata, ‘Wahai Bilal!’ Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ‘Jiwaku diambil oleh Dzat yang mengambil jiwamu, bapak dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah.’ Beliau Shallalahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ‘Tuntunlah (hewan tunggangan kalian) ke tempat lain!’

Maka mereka (para sahabat pun) menuntunnya. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berwudu, lalu memerintahkan Bilal radhiyallahu ‘anhu untuk ikamah salat. Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mengimami salat Subuh bersama para sahabat. Setelah salat ditunaikan, beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang terluput salat (karena lupa), maka hendaklah dia salat ketika ingat.’ Karena sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku’ (QS Thaha: 14)” (HR. Muslim no. 680).

[2] Diterjemahkan dari Al Fatawa Al Munawwa’ah (8/41), http://iswy.co/e3qfq

Harapan dan Janji-Janji Allah dalam Surat Al-Qashas

Surat Al-Qashas dipenuhi dengan ayat-ayat yang membangun harapan dan bercerita tentang janji-janji Allah kepada orang-orang yang tertindas.

Mari kita simak ayat-ayat berikut ini :

(1). Allah Swt berfirman :

وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَنَجۡعَلَهُمۡ أَئِمَّةٗ وَنَجۡعَلَهُمُ ٱلۡوَٰرِثِينَ

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS.Al-Qashash:5)

(2). Allah Swt menceritakan tentang ketakutan penguasa dzalim seperti Fir’aun dan Hamaan.

وَنُمَكِّنَ لَهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَنُرِيَ فِرۡعَوۡنَ وَهَٰمَٰنَ وَجُنُودَهُمَا مِنۡهُم مَّا كَانُواْ يَحۡذَرُونَ

“Dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Fir‘aun dan Haman bersama bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan dari mereka.” (QS.Al-Qashash:6)

(3). Allah Swt berfirman kepada ibu Musa as.

وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحۡزَنِيٓۖ إِنَّا رَآدُّوهُ إِلَيۡكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ

“Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.” (QS.Al-Qashash:7)

(4). Allah Swt menceritakan ketika Nabi Musa as telah lolos dari kejaran pasukan Fir’aun.

فَلَمَّا جَآءَهُۥ وَقَصَّ عَلَيۡهِ ٱلۡقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفۡۖ نَجَوۡتَ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Ketika (Musa) mendatangi ayahnya (Syuaib) dan dia menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia (Syuaib) berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu.” (QS.Al-Qashash:25)

(5). Allah Swt berfirman untuk Nabi Musa as.

قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجۡعَلُ لَكُمَا سُلۡطَٰنٗا فَلَا يَصِلُونَ إِلَيۡكُمَا بِـَٔايَٰتِنَآۚ أَنتُمَا وَمَنِ ٱتَّبَعَكُمَا ٱلۡغَٰلِبُونَ

Dia (Allah) berfirman, “Kami akan menguatkan engkau (membantumu) dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak akan dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamu yang akan menang.” (QS.Al-Qashash:35)

(6). Allah Swt berfirman kepada Baginda Nabi Muhammad Saw.

إِنَّ ٱلَّذِي فَرَضَ عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ لَرَآدُّكَ إِلَىٰ مَعَادٖۚ قُل رَّبِّيٓ أَعۡلَمُ مَن جَآءَ بِٱلۡهُدَىٰ وَمَنۡ هُوَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ

“Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali.” (QS.Al-Qashash:85)

Yang dimaksud oleh ayat terakhir adalah Mekah. Allah Swt menjanjikan kepada Nabi Saw bahwa kelak pasti beliau akan kembali ke Mekah setelah harus berhijrah ke Madinah.

Dan janji yang agung itu akhirnya benar-benar terwujud. Bahkan Nabi Muhammad Saw memasuki Mekah dengan kemuliaan, kewibawaan dan kekuatan penuh sehingga orang-orang musyrikin Mekah menyerah dihadapan Nabi tanpa perlawanan.

Dan semua ayat-ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa masa depan itu adalah milik kebenaran dan sekuat apapun kebatilan pasti akan hancur dan berakhir.

Sungguh benar Firman Allah Swt :

وَقُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا

Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap. (QS.Al-Isra’:81)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Doa Agar Bisa Bertawakal dengan Benar Kepada Allah

Dalam Islam, selain dianjurkan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh, kita juga dianjurkan untuk senantiasa bertawakkal dengan benar kepada Allah. Menurut Sayid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitab Risalah Al-Muwanah, tanda tawakkal yang benar kepada Allah ada tiga. Pertama, tidak mengharap kepada selain Allah. Kedua, percaya dengan jaminan Allah dalam masalah rizeki. Ketiga, tidak pernah khawatir terhadap datangnya kegagalan.

Di antara doa yang senantiasa bisa kita baca doa agar bisa bertawakal dengan benar kepada Allah adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ اَسْئَلُكَ التَّوْفِيْقَ لِمَحَابِّكَ مِنَ اْلاَعْمَالِ وَصِدْقَ التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ وَحُسْنَ الظَّنِّ بِكَ

Allohumma as-alukat taufiiqo li mahabbika minal a’maali wa shidqot tawakkuli ‘alaika wa husnadz dzonni bika.

Ya Allah, aku memohon pertolongan kepada-Mu untuk mengerjakan amal-amal yang Engkau cintai, (aku memohon) kepasrahan yang benar kepada-Mu, dan berperasangka yang baik kepada-Mu.

Doa ini disebutkan oleh Ibn Abi Ad-Dunya’ dalam kitab at-Tawakkul ‘ala Allah berikut;

عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، قَالَ: كَانَ مِنْ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ التَّوْفِيقَ لِمَحَابِّكَ مِنَ الْأَعْمَالِ، وَصِدْقَ التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ، وَحُسْنَ الظَّنِّ بِكَ

Dari Al-Awza’i, dia berkata; Di antara doa Nabi Saw; Allohumma as-alukat taufiiqo li mahabbika minal a’maali wa shidqot tawakkuli ‘alaika wa husnadz dzonni bika (Ya Allah, aku memohon pertolongan kepada-Mu untuk mengerjakan amal-amal yang Engkau cintai, (aku memohon) kepasrahan yang benar kepada-Mu, dan berperasangka yang baik kepada-Mu).

BINCANG SYARIAH

Lima Macam Manusia yang Harus Dihindari

SAYYIDINA Husein bin Ali pernah berwasiat kepada putranya, “Wahai anakku, perhatikanlah lima macam manusia ini. Lalu janganlah engkau berteman dengan mereka.”
“Siapa mereka wahai ayahku, beritahukan kepadaku,” tanya sang anak.

“Janganlah engkau berteman dengan pembohong karena ia seperti fatamorgana. Mendekatkan yang jauh darimu dan menjauhkan yang dekat.Janganlah engkau berteman dengan seorang fasiq (ahli maksiat). Karena ia bisa menjualmu dengan sesuap makanan, bahkan lebih sedikit dari itu.

Janganlah engkau berteman dengan seorang yang bakhil (kikir). Karena ia akan menjerumuskanmu dengan hartanya disaat engkau sangat membutuhkannya.

Janganlah engkau berteman dengan orang dungu. Karena ia ingin memberi manfaat untukmu tapi malah menyusahkanmu.

Dan janganlah engkau berteman dengan orang yang memutus silaturahmi. Karena aku menemukan (pemutus tali silaturahmi) sebagai orang-orang yang terlaknat di dalam Al-Quran di tiga tempat,

“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang Dikutuk Allah..” (QS.Muhammad:22-23)

“Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang Diperintahkan Allah agar disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS.Ar-Rad:25)

“(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang Diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS.Al-Baqarah:27)

Mari kita lebih berhati-hati untuk memilih teman dan jangan lupa untuk mengingatkan kepada keluarga dan anak-anak kita. Karena kepribadian seseorang sangat bergantung dengan siapa ia berteman. []

INILAH MOZAIK

Perbedaan Pungli dan Pajak dalam Perspektif Islam

Di dalam kajian fikih madzhab, penyerahan harta kepada pihak lain dihukumi sah bilamana penyerahan tersebut mengikut pada aturan dan ketentuan syara’ yang berlaku. Kita bisa memetakannya berdasar ada atau tidaknya akad pertukaran barang dan jasa.

Penyerahan yang sah yang disertai ketiadaan akad pertukaran barang atau jasa, ada meliputi: 1) zakat, 2) infaq, 3) shadaqah, 4) hibah, 5) hadiah, 6) wakaf, 7) waris, 8) utang, 9) rampasan perang, dan 10) harta khumus dari harta rikaz. Adapun penyerahan yang sah dan disertai akad pertukaran barang dan jasa, meliputi: 1) jual beli dan barter, 2) qiradl (permodalan), 3) istitsmar (investasi), syirkah 4) gadai, 5) upah (fee), 6) ju’lu (komisi) 7) ganti rugi (ta’widl), 8) iuran. Pajak dalam kajian sebelumnya masuk dalam rumpun nafkah. Adapun cukai masuk dalam rumpun ganti rugi. (Baca: Pajak dalam Pandangan Hukum Islam)

Adapun penyerahan harta kepada pihak lain, bisa dipandang sebagai tidak sah, manakala ditemui adanya illat keharaman di dalamnya. Kita juga bisa membedakannya menjadi 2, yaitu berdasar ada atau tidaknya barang yang dijadikan wasilah.

Penyerahan harta yang tanpa disertai wasilah berupa barang atau jasa dan hukumnya tidak sah, antara lain: 1) harta curian, 2) harta hasil perampokan, 3) harta pemaksaan (mustakrah) dari selain hakim, 4) harta ghashab, 5) harta rampasan yang bukan akibat perang, 6) harta hasil kecurangan, 7) harta riba qardli, dan lain sebagainya. Sementara itu, penyerahan yang tidak sah dengan ditanda adanya wasilah berupa barang atau jasa, antara lain: 1) harta hasil riba jual beli (riba nasiah, fadhly, dan al-yad), 2) suap (risywah), 3) harta hasil jual beli dengan curang, 4) harta judi, 5) harta hasil undi nasib, 6) pungutan liar karena alasan jasa keamanan, dan lain sebagainya.

Sebenarnya yang membedakan antara sah dan tidaknya suatu penyerahan harta kepada pihak lain adalah tergantung pada ada atau tidaknya illat keharaman. Pada kasus money game misalnya, mengapa penyerahan harta itu disebut sebagai tidak sah, adalah disebabkan karena ketiadaan kerja / usaha dan ruang penyaluran usaha. Ketika tidak ada kerja dan usaha, maka penyerahan harta yang disertai janji pengembalian lebih dari yang harta yang diserahkan, merupakan buah dari relasi adanya unsur eksploitatif dan aniaya. Sedikit atau banyak janji kembalian, tetaplah tersimpan makna sebagai penyerahan yang aniaya karena unsur melazimkan sesuatu kepada pihak lain yang tidak seharusnya. Syara’ melabelinya sebagai haram. Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka ada hisabnya kelak di akhirat sebagai wa al-naru aula bihi (neraka merupakan yang utama baginya).

Melazimkan sesuatu kepada pihak lain, hanya dibenarkan adanya relasi yang dibenarkan oleh syara’. Misalnya, karena relasi juragan dan pekerja, penjual dan pembeli, pemodal dan yang dimodali, pengusaha dengan pemodal, pernikahan, orang tua dan anak, anak yatim dan walinya, mayit dan ahli waris, orang yang wasiat dan diwasiati, pihak yang merugikan dan yang dirugikan, negara dan warganya (muwathanah). Akad kelaziman tidak berlaku terhadap relasi penganggur dan pendapatan (income), tidak bermodal dengan pendapatan, perampok dan harta hasil rampokan, hakim dengan uang suap, dan relasi-relasi lain sejenisnya. Relasi ini selain tidak disahkan oleh syara’ (hukum taklifi), juga merupakan relasi yang tidak masuk akal, sehingga menyalahi hukum sebab-akibat (hukum wadl’i).

Dalam konteks seperti ini, maka sebenarnya yang dikehendaki oleh syariat, adalah bukan hanya kemaslahatan dunia, melainkan juga kemaslahatan di akhirat yaitu selamat dari api neraka. Itu maknanya, setiap individu harus selamat dari mengambil harta secara aniaya dan menindas pihak lain.

Oleh karena itu, syara’ menggariskan pula bahwa suatu akad akan dipandang sah selain karena faktor illat yang ditetapkan, juga karena hikmah yang didapatkan, seperti saling ridla (an taradlin), dan thayyibi al-anfus (cara pengambilan dilakukan dengan cara yang baik).

Illat dan hikmah ini selanjutnya bisa kita gunakan untuk menetapkan status hukum pungutan liar (pungli), suap, dan apa yang membedakannya dari iuran, pajak atau cukai.  Jika kita berhenti pada makna pungutan harta unsigh, maka berhenti pada pengertian ini dapat menggiring kita pada penyamaan. Namun, bila kita memandang adanya faktor luar (aridly) yang menyertainya, maka kita akan menjadi lain memandangnya. Itulah sebabnya para ulama dari lembaga fatwa al-Azhar menyatakan:

ليس المراد منه ما قد يتبادر إلى ذهن البعض؛ من مواساة الفقراء والمحتاجين فقط، بل مرادنا ما هو أعم من ذلك؛ من حق المجتمع على الفرد في التعاون على إقامة مصالح الدولة كافة، ولجماعة المسلمين حق في مال الفرد

“Tidak ada maksud kami untuk bersikap tergesa-gesa menyampaikan kabar gembira bagi orang fakir dan pihak yang berkebutuhan unsigh, namun lebih dari itu, kami bermaksud ke hal yang lebih umum lagi, yaitu haknya masyarakat yang wajib berlaku atas individu di dalam ikut serta membantu mewujudkan kemaslahatan umum bagi negaranya, sebagaimana layaknya hak jamaah (perkumpulan) kaum muslimin atas individu pembentuk jamaah.” (Fatawi al-Azhar)

Pajak dan cukai, memiliki relasi kelaziman (sebab akibat) yaitu berupa ikatan akad muwathanah (relasi negara dan warga negara) dan wajibnya ganti rugi terhadap kerugian yang muhaqqaq (nyata dan bisa dipastikan). Relasi muwathanah ini kedudukannya sama dengan relasi munakahah, sehingga melazimkan nafkah. Demikian halnya dengan cukai, yang memiliki relasi penyebab tidak langsung terhadap timbulnya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dewasa ini menjadi sangat penting diperhatikan, bahkan dtetapkan oleh UU tentang Lingkungan Hidup.

Lain halnya dengan pungutan liar dan suap. Keduanya selain dicela oleh syariat, juga ditetapkan sebagai terlarang oleh hukum positif (wadl’i) negara.

Pajak dan cukai dibolehkan oleh ulama jumhur (ulama yang berafiliasi dengan pemerintahan), karena faktor khidmahnya penyelenggara negara. Setiap khidmah merupakan kulfah (kerja). Dan setiap kerja, membutuhkan ujrah (fee). Adapun karena khidmah, maka berlaku wajibnya nafkah, sebagamana khidmahnya istri, berlaku wajibnya nafkah baginya. Antara nafkah dan ujrah menduduki posisi yang hampir setara, dan dibedakan oleh unsur thayyibi al-anfus.

Hal semacam ini tidak kita temui pada pungutan liar (pungli) dan risywah. Pungli ini dalam literasi Arab juga disebut sebagai al-maks. Ada jiwa yang tertindas di dalam pungli dan suap, sehingga menjadi antitesa dari thayyibi al-anfus yang berlaku pada pajak. Itu sebabnya kita mendapati keterangan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يدخل الجنة صاحب مكس

“Tidak masuk surga orang yang berprofesi sebagai shahibu maksin (pungutan liar).”

Mushannif dari kitab Auni al-Ma’bud menjelaskan pengertian dari shahibu maksin ini sebagai:

صاحب المكس هو الذي يأخذ من التجار إذا مروا به مكسا باسم العشر

Shahibu al-maks adalah pihak yang memungut pedagang yang ditemuinya, yang kemudian dikenal sebagai al-‘usyur (10%).” (Aunu al-ma’bud, Juz 8, halaman 111)

Batasan bahwa suatu pungutan itu disebut maksin, adalah bila terdapat indikasi, sebagai berikut:

المكس النقص والظلم ودراهم كانت تؤخذ من بائعي السلع في الأسواق في الجاهلية أو درهم كان يأخذه المصدق بعد فراغه من الصدقة انتهى

“Al-maksu yang bersifat mengurangi dan mendhalimi, adalah dirham yang dipungut dari pedagang yang ada di pasar pada masa jahiliyah atau dirham yang diambil oleh penarik zakat dari orang yang sudah membayarnya.” (Aunu al-ma’bud, Juz 8, halaman 111)

Berangkat dari penjelasan terakhir ini dapat kita simpulkan bedanya al-maks dengan pajak. Al-Maks merupakan pungutan liar atau pungutan lain selain yang ditentukan kewajibannya, misalnya menarik lagi zakat setelah selesai ditunaikanya zakat sehingga zakatnya menjadi double. Jadi, ada unsur aniaya yang terdapat di dalam pungutan itu sehingga jauh berbeda pengertiannya dengan pajak. Di dalam al-maks tidak ada akad kelaziman yang berlaku dan dibenarkan oleh syara’.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Nasihat Abu Darda’: Bencilah Perbuatan Dosa, Jangan Benci Pelakunya

Uwaimir bin Amir bin Malik bin Zaid bin Qaish Al Anshari atau yang lebih dikenal dengan pangilan Abu Darda’ ra adalah salah seorang sahabat Rasululah yang bijak dan cerdik.

Sebagaimana ungkapan dari Abu Nu’aim Al-Ashfahani: “Abu Darda’ adalah seorang sahabat Rasulullah yang bijak dan cerdik, nasehatnya berlimpah, hikmah dan ilmunya menjadi obat bagi orang-orang yang terjangkiti berbagai penyakit. Apabila ia berbicara, maka ia berani, dia orang yang menolak kebanggaan dunia, dan dia orang yang mengumpulkan tingkatan-tingkatan akhirat.”

Sesuai dengan apa yang dikatan oleh Abu Nua’aim Al Ashfahani diatas, bahwasannya Abu Darda’ adalah seorang yang bijak dalam berbicara terlihat ketika Abu Darda’ suatu kali menasehati sekelompok orang  yang mencaci orang lain lantaran orang  lain tersebut telah melakukan suatu dosa.

Dikisahkan dalam kitab Hilyatu al-Awliyaa’ karangan Abu Nu’aim Al Ashfahani, diceritakan bahwa suatu hari Abu Darda’ melewati seseorang yang telah berbuat suatu dosa, lalu orang-orang mencacinya. Melihat kenyataan seperti itu, Abu Darda’ bertanya “Menurut kalian, seandainya kalian mendapatinya berada dalam sumur, tidakkah kalian mengeluarkannya?” Mereka menjawab “Ya”.

Kemudian Abu Darda’ berkata “Kalau begitu janganlah kalian mencaci saudaramu, dan pujilah Allah yang telah menjagamu dari berbuat maksiat”. Mereka bertanya “Apakah engkau tidak membencinya?” Abu Darda menjawab “Aku hanya membenci perbuatannya. Apabila ia telah meninggalkan perbuatan tersebut, maka ia adalah saudaraku”. Kemudian abu Darda’ berkata “Berdoalah kepada Allah dimasa senangmu, semoga Allah memperkenankan doamu dimasa susah mu.”

Dari nasehat Abu Darda’ tersebut dapat kita ambil pelajaran yang sangat berharga bahwasannya kita dilarang membenci atau mencaci seseorang lantaran orang itu telah melakukan suatu perbuatan dosa. Tetapi bencilah perbuatan dosanya itu sendiri karena sejatinya kita bukanlah orang yang Ma’shum “terpelihara dari dosa” seperti para nabi-nabinya Allah. Maka bisa jadi kita sendiri yang melakukan perbuatan dosa tersebut.

Maka langkah yang tepat dan yang lebih baik kita lakukan adalah dengan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala karena telah menjaga kita dari perbuatan dosa yang telah dilakukan orang lain tersebut, malah bukan mencaci pelakunya. Wallahu Ta’ala A’lam…

BINCANG SYARIAH

MUI Imbau Ustadz dan Ustadzah Patuh Protokol Kesehatan

Para ustadz berperan penting untuk tidak menciptakan kerumunan.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengimbau ustadz dan ustadzah mematuhi protokol kesehatan. Sebab, virus Covid-19 dapat menyerang siapa pun tanpa mengenal status.

“Karena kondisi pandemi masih rawan, acara-acara keagamaan, acara sosial, dan bisnis kalau bisa menghindari berkerumun. Hindari kontak fisik. Jangan lupa memakai masker dan cuci tangan,” kata Cholil saat dikonfirmasi, Kamis (19/11).

Walaupun pemerintah menerapkan jaga jarak, bukan berarti aktivitas menjadi terhambat. Masyarakat tetap beraktivitas diiringi dengan penerapan protokol kesehatan.

“Kita tetap beraktivitas dengan menjaga protokol kesehatan. Saya atas nama Sekretaris Satgas Covid-19 MUI mengimbau kepada para asatidz mawas diri,” ujar dia.

Dia mencontohkan ada beberapa temannya yang enggan datang dalam acara keagamaan jika melanggar prosedur kesehatan, termasuk menghindari kontak fisik. Baru-baru ini, Ustadzah Mama Dedeh dikabarkan positif Covid-19. Kabar itu juga sempat menjadi trending di Twitter. Menanggapinya, Cholil memberikan doa dan harapan kepada Mama Dedeh.

“Kepada Mamah Dedeh, saya nggak tahu bagaimana bisa terpapar. Tapi saya berharap sabar dan tawakal kepada Allah, berdoa mudah-mudahan Mama Dedeh diberi kesembuhan dan kesehatan karena ilmu dan perjuangan kepada umat dibutuhkan. Semoga kita semua diselamatkan oleh Allah,” kata dia.

Cholil juga menekankan para ustadz dan ustadzah harus bertindak tegas. Pengajian dan sejumlah acara keagamaan memang tidak dilarang, namun sebaiknya mematuhi protokol kesehatan.

“Peraturan pemerintah wajib ditaati. Para ustadz berperan penting untuk tidak menciptakan kerumunan. Menerima undangan pun harus tau acaranya seperti apa, nggak setiap undangan diterima,” kata dia.

KHAZANAH REPUBLIKA