Puasa Sehat Ala Nabi Muhammad SAW

Nabi SAW menjadikan puasa Ramadhan sebagai amalan ibadah yang menyehatkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menjadikan puasa sebagai salah satu cara menjaga kesehatan tubuh. KH Didin Hafidhuddin menyebutkan Rasulullah SAW dan para sahabat menjadikan momentum puasa Ramadhan sebagai amalan ibadah yang menyehatkan.

“Rasulullah dan para sahabat itu kalau puasa, ritme hidupnya teratur sekali. Ya makanannya, aktivitasnya, ibadahnya, itu teratur,” kata KH Didin saat dihubungi Republika.co.id.

Rasulullah SAW menjaga betul gaya hidupnya ketika berpuasa. Misalnya, saat berbuka puasa, Rasulullah terbiasa memakan dua sampai tujuh buah kurma. Setelah itu, Rasulullah melanjutkan aktivitas ibadah.

Kalau pun makan, beliau menjelaskan Rasulullah SAW beserta para sahabat selalu memakan makanan dengan porsi seadanya. Namun demikian, asupan gizi yang ada dalam sepiring makanan Rasulullah SAW selalu diperhatikan.

“Beda dengan kebanyakan dari kita, begitu buka puasa, semuanya dimakan. Rasul tidak begitu,” ujarnya.

Umat Islam Indonesia dinilai kerap menghabiskan momentum Ramadhan dengan hal-hal yang kurang berguna. Seperti menghabiskan waktu dengan kemubaziran makan dan minum, tidak menyibukkan diri di 10 malam terakhir Ramadhan, serta kurang menjaga ritme ibadah dan kesehatan.

Padahal jika mengacu pada teladan Rasulullah SAW, beliau tidak tergesa-gesa dalam beribadah dan melakukan amalan secara teratur dan disiplin. Menurut Kiai Didin, kondisi pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat beraktivitas dan berpuasa dari rumah bisa dijadikan momentum penguatan fisik dan rohani.

“Salah satu hikmah adanya Covid-19 ini, kita (seperti) disuruh mempersiapkan doa. Rohani serta jasmani kita terisi dengan seimbang,” ujarnya.

Kiai Didin mengatakan apabila seseorang melakukan puasa dengan baik dan teratur sebagaimana yang dicontohkan Nabi, puasa justru dapat menjadi penguat tubuh, kesehatan jasmani dan rohani.

“Rasulullah bilang, shumu tashihu (puasa itu menyehatkan),” ujarnya.

(Artikel ini merupakan posting ulang dari artikel Republika.co.id yang diunggah pada 13 Mei 2020)

KHAZANAH REPUBLIKA

Makna Wasiat Rasulullah SAW untuk Ibnu Abbas Soal Takdir

Rasulullah SAW beberapa kali pernah menyampaikan wasiat kepada Ibnu Abbas RA. 

Wasiat-wasiat itu sangat beragam. Dalam hadits Ibnu Abbas riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda: 

. واعلم أن الأُمة لو اجتمعت على أَن ينفعـوك بشيء، لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعوا على أن يضروك بشيء، لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام وجفت الصحف

“…Ketahuilah, kalau seandainya umat manusia bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu.  

Dan kalau seandainya mereka bersatu untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya tidak akan membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan akan menimpamu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”

Hadits tersebut menunjukkan, Allah SWT telah menetapkan takdir para hamba-Nya sebelum menciptakan mereka selama ribuan tahun. Hal ini juga sebagaimana hadits Muslim dari jalur Abdullah bin Umar:

إن الله كتب مقادير الخلائق قبل أن يخلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة “Sesungguhnya Allah SWT telah menuliskan ketetapan ciptaan-Nya 50 ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.”

Karena itu, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini telah ditetapkan Allah SWT. Pena diperintahkan Allah SWT untuk menulis ketetapan-Nya di Lauhul Mahfudz. Inilah penciptaan dengan kekuatan dan kehendak Allah SWT yang tidak bisa ditandingi makhluk-Nya. Allah SWT berfirman: 

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS At-Takwir: 29). Allah SWT juga berfirman: 

وَمَا يَذْكُرُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَىٰ وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ “Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.” (QS Al Mudatsir: 56)

Ayat-ayat Alquran itu menandakan, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dan segala sesuatu yang memengaruhi penciptaan-Nya telah ditulis. 

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS Al Hadid: 22)

Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ubadah bin al-Tsamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda: 

اكتُبْ مقاديرَ كلِّ شيءٍ حتى تقومَ الساعةُ “Tulislah ketetapan-ketetapan atas segala sesuatu sampai waktunya tiba.” (HR Abu Dawud dalam kitab Shahihnya). Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda: 

إن لكل شيء حقيقة، وما بلغ عبد حقيقة الإيمان حتى يعلم أن ما أصابه لم يكلن ليخطئه وما أخطأه لم يكن ليصيبه

“Segala sesuatu itu ada hakikatnya. Seorang hamba tidak akan sampai kepada hakikat iman sampai ia meyakini bahwa apapun yang (ditakdirkan) menimpanya, tidak akan meleset darinya. Dan apapun yang (ditakdirkan) tidak menimpanya maka tak akan menimpanya.” (HR Muslim dari Abu Darda)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan, seberapa kerasnya seorang hamba menghindar dari sesuatu, atau berusaha mencapai sesuatu, itu tidak akan terjadi bila Allah SWT tidak menetapkannya demikian. Jika Allah SWT menghendaki sesuatu terhadap diri seorang hamba, maka terjadilah.

Sumber: islamweb 

KHAZANAH REPUBLIKA

Benarkah Pakai Jam di Tangan Kiri Serupai Kafir?

RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam memang melarang umatnya dari menyerupai orang kafir. Untuk itu beliau bersabda: Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum itu.” (HR Abu Daud dan Ibnu Hibbab menshahihkannya). Sedemikian pentingnya masalah ini sehingga sampai nabi mengancam bahwa orang yang secara sengaja meniru gaya orang kafir, divonis bahwa dirinya telah menjadi pengikut mereka.

Hanya saja yang jadi pertanyaannya sekarang adalah: manakah yang termasuk kriteria tasyabbuh (menyerupai) orang kafir? Apakah bila orang kafir di barat makan roti, lalu kita dianggap menyerupai mereka karena kita ikut makan roti jua? Padahal bukankah justru nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu tidak makan nasi tapi malah makan roti? Apakah bila orang kafir pakai celana panjang dan kemeja, lalu kita dianggap mengikuti orang kafir gara-gara pakai celana panjang dan kemeja?

Untuk menjawab masalah ini, paling tidak ada dua parameter yang perlu diperhatikan:
a. Parameter pertama, masalah niat. Bila seseorang melakukan sesuatu dengan niat semata-mata meniru gaya dan lagak orang kafir, maka perbuatan itu terlarang dan termasuk ke dalam kriteria meniru orang kafir.
b. Parameter kedua, masalah bentuk teknisnya. Yang dikatakan tindakan meniru atau menyerupai orang kafir adalah bila suatu perbuatan itu merupakan ciri khas milik suatu agama tertentu. Bukan budaya yang bersifat umum dan dilakukan oleh banyak bangsa di dunia ini.

Misalnya tanda salib, hiasan pohon natal dan penggunaan lonceng di rumah ibadah yang merupakan ciri khas kaum nasrani. Ini merupakan ciri khas agama itu dan kalau ada umat Islam secara sengaja meniru-niru hal-hal seperti ini, termasuk ke dalam orang yang diancam di hadits tadi. Demikian juga bila kita mengenakan logo bintang David yang merupakan ciri khas kaum yahudi. Atau membakar pedupaan atau shio yang dibakar khusus untuk penyembahan kalangan konghuchu atau Budha, semua termasuk sesuatu yang menjadi ciri khas satu kaum atau agama tertentu.

Lalu bagaimanakah dengan menggunduli kepala, apakah bisa termasuk kategori menyerupai para pendeta Budha (shaolin)? Jawabnya tergantung niatnya. Sebab di dalam syariat Islam, juga ada perintah atau anjuran untuk menggunduli kepala, yaitu saat selesai dari ibadah haji/umrah. Maka menggundulkan kepala berarti bukan ciri khas suatu agama saja. Dalam hal ini, parameter yang pertama yang menentukan, yaitu apakah seseorang berniat meniru gaya para shaolin itu atau tidak?

Maka jawaban atas masalah jam tangan yang dikenakan di tangan kiri, apakah benar hal itu merupakan ciri khas pemeluk agama tertentu? Ataukah hanya sekedar asumsi berlebihan saja? Kalau memang benar merupakan ‘hak milik’ yang merupakan ciri khas agama tertentu, tentu harus ada pembuktiannya, baik lewat literatur maupun lewat pengakuan para pemuka agama yang bersangkutan. Tapi kalau kita pertimbangkan secara sederhana, rasanya kok tidak ada kaitannya. Tapi silahkan saja dilakukan penelitian lebih mendalam dan buktikan bahwa pakai jam tangan di kiri itu merupakan ciri khas suatu agama tertentu. Tapi sebelum agar pembuktian yang pasti dan valid, kita belum boleh mengeluarkan vonis tertentu, apalagi mengharamkannya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]

INILAH MOZAIK

Dia-lah Yang Maha Lembut

Di akhir Surat Yusuf diceritakan bahwa Nabi Yusuf as berkata :

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ

Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. (QS.Yusuf:100)

Sebenarnya ayat ini cukup panjang, versi penuhnya adalah :

وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا ۖ وَقَالَ يَا أَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا ۖ وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي ۚ إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.Yusuf:100)

Dari ucapan Nabi Yusuf as yang diabadikan dalam ayat ini, seakan beliau ingin memberi pesan bahwa :

Jauhnya Yusuf dari ayahnya adalah kelembutan dan kasih sayang Allah.

Rasa dengki saudara-saudara Yusuf adalah kelembutan dan kasih sayang Allah.

Terlemparnya Yusuf as ke dalam sumur adalah kelembutan dan kasih sayang Allah.

Terjualnya Yusuf sebagai budak dengan harga murah adalah kelembutan dan kasih sayang Allah.

Fitnah yang diarahkan kepada Yusuf adalah kelembutan dan kasih sayang Allah.

Masuknya Yusuf ke dalam penjara adalah kelembutan dan kasih sayang Allah.

Semua itu adalah proses yang membawanya menjadi penguasa di Negri Mesir. Tanpa semua cobaan dan kesulitan ini, maka Nabi Yusuf as tidak akn meraih derajat yang begitu tinggi ini.

إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Sungguh Allah lah yang paling mengerti apa yang terbaik untukmu. Dan Dia lah Sang Maha Bijaksana atas semua karunia yang diberikan kepadamu.

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (QS.al-Mulk:14)

Maka tenangkan hatimu dan yakinlah bahwa dibalik semua ketetapan Allah ada hikmah besar yang tak lama lagi akan terungkap. Ingatlah selalu firman-Nya :

لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

“Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (Qs. at-Thalaq:1)

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Arab Saudi Izinkan Pelaksanaan Ibadah Umrah Saat Ramadhan, Ini Syarat dan Ketentuannya

Pemerintah Arab Saudi melalui Kementerian Haji dan Umrahnya memberikan izin pelaksanaan ibadah Umrah dan kunjungan ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk orang-orang mulai bulan Ramadhan 2021 ini. Namun pihak Saudi hanya membolehkan bagi orang yang sudah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19.

Melansir media Saudi Press Agency, pada Selasa (06/04/2021), sumber Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menyebut pemberian izin Umrah dan shalat di Masjidil Haram serta berkunjung ke Masjid Nabawi mulai tanggal 01 Ramadhan 1442 Hijriah bagi orang-orang yang sudah divaksinasi sesuai dengan ketentuan di aplikasi Tawakkalna untuk kategori imunisasi.

Kategori imunisasi yaitu seseorang yang mendapat dua dosis vaksin Covid-19. Kemudian, seseorang yang setelah 14 hari menerima dosis pertama vaksin Covid-19 serta yang sembuh dari infeksi.

Izin pemesanan untuk menunaikan ibadah umrah, shalat dan kunjungan harus melalui aplikasi Eatmarna dan Tawakkalna, karena waktu yang tersedia dan kapasitas operasional tetap berpegang pada tindakan kehati-hatian.

Kemudian, untuk izin pemesanan menunaikan ibadah umrah, sholat dan kunjungan dilakukan melalui aplikasi Eatmarna dan Tawakkalna. Hal tersebut dilakukan untuk efisien waktu dan menyesuaikan dengan kapasitas operasional dan bentuk kehati-hatian.

Selain itu harus menunjukkan izin dan memverifikasi keabsahannya melalui aplikasi Tawakkalna, langsung dari rekening penerima. Sumber tersebut menegaskan, platform utama dan terakreditasi untuk mendapatkan izin adalah melalui aplikasi Eatmarna dan Tawakkalna.*

HIDATARULLAH

Menelusuri Jejak Nasab Rasullah Muhammad SAW

Keturunan Nabi Muhammad SAW hadir di Indonesia sejak abad ke – 14 dengan tujuan utama berdakwah.

Di kalangan umat islam, terdapat sebagian orang yang disebut sebagai alawiyin. Siapakah mereka? Alawiyin adalah sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad.

Saat ini kaum alawiyin telah memiliki banyak keturunan dan tersebar di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, penelitian tentang autentisitas keturunan (nasab) alawiyin diatur oleh suatu organisasi yang bernama Rabithah Alawiyah.

Sejarah pencatatan nasab alawiyin dimulai pada abad ke-15 oleh Syekh Ali bin Abubakar As-Sakran. Pencatatan nasab alawiyin juga dilakukan oleh Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad dengan bantuan pendanaan dari raja-raja India. Beliau memerintahkan untuk melakukan pencatatan alawiyin di Hadramaut, Yaman, pada abad 17.

Pada akhir abad ke-18, Sayid Ali bin Syekh bin Muhammad bin Ali bin Shihab juga melakukan pencatatan alawiyin. Hasil pencatatan itu terkompilasi dalam buku nasab sebanyak 18 jilid. Pencatatan nasab paling akhir dilakukan oleh mufti Hadramaut, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur pada akhir abad 19 yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Sayid Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur. Hasil pencatatan mereka terkumpul dalam tujuh buku nasab dari Hadramaut.

Ketika Habib Alwi bin Thahir Alhaddad mendirikan organisasi Rabithah Alawiyah, beliau berinisiatif melakukan pencatatan alawiyin yang ada di Indonesia.

Berangkat dari inisiatif itu, kemudian Rabithah Alawiyah membentuk Maktab Daimi pada 10 Maret 1932.

Maktab Daimi merupakan lembaga otonom yang mempunyai tugas memelihara sejarah dan silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW di Indonesia. Harapannya, sejarah dan silsilah alawiyin tetap terjaga dan lesstari.

Dalam menjalankan tugasnya, Maktab Daimi mempunyai metode khusus untuk mengetahui nasab seseorang, yakni apakah orang tersebut masih garis keturunan Nabi Muhammad SAW atau bukan.

Ketua Maktab Daimi Rabithah Alawiyah, Ustadz Ahmad bin Muhammad Alatas mengatakan, setiap orang yang ingin mengetahui silsilah nasabnya harus mengajukan permohonan kepada Maktab Daimi.

Pemohon harus mengisi formulir yang sudah tersedia. Pemohon juga harus menyebutkan silsilah nasabnya sampai kakek kelimanya.

“Setelah dicatat dengan benar (nama kakeknya), kita akan mengecek pada buku-buku besar (buku silsilah nasab) yang kita miliki,” kata Ustadz Ahmad kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Jika nama-nama kakek si pemohon ada di dalam buku nasab, maka pihak Maktab Daimi akan meminta pemohon mengajukan saksi yang menyatakan bahwa pemohon benar-benar berasal dari suku atau marga alawiyin.

Namun sebaliknya, jika nama kakek yang dituliskan si pemohon tidak ada di buku silsilah nasab yang menjadi rujukan Maktab Daimi, Maktab Daimi akan menggunakan metode lain.

Maktab Daimi akan meminta data-data silsilah kakek si pemohon yang berurutan dan valid sampai kakek si pemohon ada di buku silsilah nasab.

Ia mencontohkan, misalkan pemohon menuliskan silsilah kakeknya sampai kakek kelimanya. Tapi, ada empat nama kakeknya yang tidak terdaftar di buku silsilah nasab Maktab Daimi.

Maka, empat nama kakeknya tersebut harus dibuktikan dengan data yang valid seperti dengan kartu keluarga, surat pernikahan, paspor, dan surat jual beli.

“Yang mana semuanya itu akan menyebutkan nama ayahnya, sehingga akan berkesinambungan kepada silsilah yang ada di buku ini (silsilah nasab),” ujarnya.

Metode seperti itu, menurut Ustadz Ahmad, dibuat guna menghindari orang-orang yang ingin memalsukan nasabnya.

Ia menerangkan, buku silsilah nasab yang digunakan Maktab Daimi awalnya berasal dari dua buku. Pertama, buku dari Hadramaut yang dibuat oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur pada akhir abad 19.

Buku itu kemudian diserahkan kepada Habib Alwi bin Thahir Alhaddad di Indonesia. Namun, buku itu hanya memuat nama-nama alawiyin yang lahir di Yaman.

Kemudian, ketua Maktab Daimi yang pertama, Alhabib Ali bin Ja’far Assegaf, mengembangkan buku pertama yang berasal dari Hadramaut tersebut.

Maka pada 1930-1940 dimulailah pendataan para sayyid di seluruh Indonesia. Hasilnya, terkumpul data nasab sebanyak tujuh jilid buku yang dihimpun oleh Alhabib Ali bin Ja’far Assegaf.

“Jadi Alhabib Ali bin Ja’far Assegaf meneruskan nasab yang ditulis oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur yang dari Hadramaut,” jelasnya.

Kemudian, buku nasab hasil pendataan Alhabib Ali bin Ja’far Assegaf dipadukan dengan buku nasab dari Hadramaut. Hasilnya jadi 15 jilid buku nasab. Buku itu sekarang menjadi rujukan Maktab Daimi untuk menelusuri nasab seseorang.

Menurut Ustadz Ahmad, di dunia ini hanya ada 15 jilid buku yang memuat nasab Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Buku silsilah nasab sebanyak 15 jilid itu kemudian dibagikan ke Surabaya, Pekalongan, dan Palembang karena di sana banyak alawiyin.

“Dari 15 jilid buku tersebut, ada juga yang dipinjam sampai di Madinah dan digunakan di Jeddah. Boleh dikatakan buku nasab hasil perpaduan buku nasab dari Hadramaut dan Indonesia itu lebih lengkap secara keseluruhan dibanding buku nasab yang lain,” papar Ustadz Ahmad.

Jejak para sayyid

Menurut catatan yang ada saat ini, keturunan Nabi Muhammad SAW atau para sayyid datang ke Indonesia sejak abad 14. Mereka datang secara bergelombang.

Ada yang ke Aceh, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya. Di antara para sayyid itu, ada yang sekarang dikenal sebagai Wali Songo.

“Tujuan para sayyid datang ke Indonesia untuk berdakwah melalui perdagangan. Dengan cara berdagang bias membaur dengan masyarakat, setelah itu berdakwah,” ujarnya.

Para sayyid memang banyak yang berasal dari Yaman. Dari Yaman, mereka hijrah ke India. Lalu, dari negeri Hindustan itu, mereka hijrah lagi ke kawasan Asia Tenggara seperti Kamboja, Thailand, dan Indonesia.

“Itu yang disebut dari Gujarat. Jadi, Gujarat adalah wilayah besar di India, mereka itu berasal dari Yaman, bukan keturunan orang India,” terang Ustadz Ahmad.

Di India, para sayyid banyak bermukim di wilayah Hyderabad dan Kerala. Di Hyderabad, terdapat sekitar 38 marga yang bertalian dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW.

Di Kerala, terdapat 20 marga, sementara di Indonesia ada 68 marga yang bertalian dengan garis keturunan Sayyidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

Lantas, apa manfaatnya mengenal nasab? Bagi para sayyid, menurut ustadz Ahmad, hal itu bermanfaat untuk mengetahui asal usul atau silsilah keluarga mereka.

Harapannya, mereka dapat mencontoh dan mengikuti kepribadian, akhlak, dan sifat Nabi Muhammad SAW yang sangat mulia.

“Untuk apa kalau nasabnya bagus tapi perilaku dan akhlak nya tidak sesuai (dengan Nabi Muhammad SAW)? Maka akan sangat disayangkan sekali.” 

IHRAM

#TanyaBincangSyariah: Bagaimana Kiat Agar Anak Tidak Terjerumus dalam Konten Kekerasan?

Pertanyaan

Assalamu ‘Alaikum Wr.Wb.

Ada banyak sekali konten kekerasan dan konten yang mengandung kekerasan bersilewan di media sosial. Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak yang masih kecil, saya sering merasa khawatir. Takutnya, di luar pengawasan saya, anak-anak terjebak dalam konten kekerasan.

Kasih tau dong Min, gimana caranya agar anak-anak tidak terjerumus dalam konten kekerasan?

Waalaikumussalam Wr.Wb.

Jawaban

Assalamu ‘Alaikum Wr.Wb.

Sebelum membahas tentang konten kekerasan yang kerap menjerumuskan anak, para orang tua harus mengerti terlebih dahulu alasan pentingnya menguasai cara mendidik anak dalam Islam.

Cara tersebut adalah pijakan agar para orang tua bisa mengontrol anak agar tidak terjerumus ke dalam konten kekerasan di internet terutama di media sosial. Pendidikan anak adalah hal yang penting untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Mendidik Anak

Anak menduduki posisi penting dalam kehidupan, baik dalam keluarga atau dalam kehidupan masyarakat. Anak adalah generasi pelanjut dari satu generasi.

Dalam Al-Quran dan Terjemahnya, Saudi Arabiah: Mujamma’ al-Malik Fahd li Tiba’at Mushhaf al-Syarif Medinah al-MunawwarahmilikDepartemen Agama RI disebutkan bahwa Al-Qur’an memberi kedudukan yang penting dalam kehidupan anak.

Hal tersebut terbukti dengan adanya berbagai macam istilah yang digunakan dalam Al-Qur’an. Sebagai misal, dalam surah Al-Kahfi (18) Ayat 46 disebutkan bahwa anak adalah perhiasan dalam kehidupan dunia.

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Al-mālu wal-banụna zīnatul-ḥayātid-dun-yā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun ‘inda rabbika ṡawābaw wa khairun amalā

Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Tercantum pula tentang kehidupan anak dalam Qur’an Surat Ali ‘Imran (3) Ayat 14 sebagai berikut:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

Zuyyina lin-nāsi ḥubbusy-syahawāti minan-nisāi wal-banīna wal-qanaṭīril-muqanṭarati minaż-żahabi wal-fiḍḍati wal-khailil-musawwamati wal-an'āmi wal-ḥarṡ, żālika matā'ul-ḥayātid-dun-yā, wallāhu 'indah</i></em><em><i>ụ </i></em><em><i>ḥusnul-maāb

Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

Selain kedua ayat tersebut, masih banyak ayat yang lain yang memberikan gambaran betapa pentingnya kedudukan anak.

Anak-anak digambarkan sebagai perhiasan, sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang sangat berharga membutuhkan perlindungan dan pemeliharaan yang sungguh-sungguh.

Anak-anak adalah obyek kecintaan seseorang. Maka dari itu, para orang tua mesti memahami alasan pentingnya mengetahui mengapa cara mendidik anak dalam Islam mesti dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Abdullah Nashih Ulwan dalam Pendidikan Anak dalam Islam (2007) menuliskan bahwa dalam hati orang tua akan tumbuh perasaan cinta terhadap anak dan tumbuh pula perasaan-perasaan psikologis lainnya.

Perasaan tersebut bisa berupa perasaan kebapakan dan perasaan keibuan untuk memelihara, mengasihi, menyayangi, dan memperhatikan anak. Untuk itu, cara mendidik anak bisa dijadikan fondasi untuk melaksanakannya.

Betapa berharganya kehadiran anak dalam Al-Qur’an sebab disamakan dengan perhiasan dan dianggap sebagai penyejuk hati.

Sayangnya, banyak media yang memberitakan ada saja orang tua yang tega membunuh anaknya tiga orang dengan jalan meracuni. Alasannya hanya karena orang tua takut masa depan anaknya yang tidak jelas sebab ditinggalkan oleh suaminya.

Ada juga orang tua yang tega membuang bayinya di drainase. Ada pula orang tua yang membunuh dengan jalan aborsi dan lain sebagainya.

Tragedi kemanusiaan tersebut menunjukkan betapa pentingnya cara mendidik anak dipahami oleh masyarakat.

Kehadiran anak dan perlindungan terhadap anak, termasuk pembinaan dan pendidikan bagi anak-anak adalah amanah yang diletakkan Allah Swt. di pundak seluruh umat manusia.

Metode Rasulullah

Metode Nabi Muhammad dalam mendidik anak menjadi acuan tersendiri untuk umat Islam. Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Ajarilah, permudahlah, janganlah engkau persulit, berilah kabar gembira, jangan engkau beri ancaman. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah diam.” (H.R. Ahmad dan Bukhari).

Ada banyak metode pendidikan yang bisa disimpulkan dari hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. dan juga dari perilaku sosial Nabi kepada anak-anak. Selain itu, ada pula yang diambil dari dialog langsung antara beliau dengan anak-anak atau kepada para bapak tentang cara memperlakukan anak-anak mereka.

Menurut Muhammad Nur Abdul Hafiz Suwaid dalam buku Prophetic Parenting; Cara Nabi Mendidik Anak (2010) metode Nabi Muhammad dalam mendidik anak bisa direalisasikan ke dalam beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, menampilkan suri teladan yang baik.

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang terbukti berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial dalam diri anak. Orang tua adalah figur terbaik dalam pandangan anak di mana tindak-tanduk orang tua senantiasa ditiru oleh mereka.

Suri teladan yang baik akan berdampak besar pada kepribadian anak hingga dewasa nanti. Hal ini disebabkan mayoritas yang ditiru anak berasal dari kedua orangtuanya. Bahkan, bisa dipastikan pengaruh yang paling dominan pasti berasal dari ajaran dan perilaku kedua orang tuanya.

Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kedua orang tua untuk menjadi suri teladan yang baik dalam bersikap dan berperilaku jujur ketika berhubungan dengan anak. Mengapa? Sebab, anak-anak akan selalu memperhatikan dan meneladani sikap dan perilaku orang dewasa.

Jika anak-anak melihat kedua orang tuanya berperilaku jujur, maka mereka akan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang dipenuhi kejujuran dan demikian seterusnya. Untuk itu, hendaknya kedua orang tua selalu dituntut untuk menjadi suri teladan yang baik bagi anak-anaknya.

Dalam masa pertumbuhan, seorang anak akan selalu memerhatikan sikap dan ucapan kedua orang tuanya. Maka, orang tua dituntut untuk mengerjakan perintah-perintah Allah Swt. dan sunnah-sunnah Rasul-Nya.

Keteladanan mesti ditampilkan oleh orang tua sehingga anak akan terdorong untuk menirunya. Sayangnya, hal tersebut tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, setiap orang tua hendaknya menahan dan menjaga diri dari hal yang membuatnya masuk neraka. Penjagaan diri yang dimaksud bisa dilakukan dengan upaya seorang ayah atau ibu dalam rangka menampilkan uswatun hasanah kepada anaknya.

Kedua, mencari waktu yang tepat untuk memberi pengarahan.

Kedua orang tua mesti memahami bahwa memilih waktu yang tepat untuk memberikan pengarahan kepada anak-anak akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap hasil nasihatnya. Maka dari itu, memilih waktu yang tepat dan efektif untuk meringankan tugas orang tua dalam mendidik anak mesti dilakukan.

Hal ini dilakukan karena sewaktu-waktu anak bisa menerima nasihatnya, tapi juga terkadang pada waktu yang lain ia akan menolak dengan keras. Jika orang tua sanggup mengarahkan hati sang anak untuk menerimanya, pengarahan yang diberikan akan memperoleh keberhasilan dalam upaya pendidikan.

Rasulullah Saw. selalu memperhatikan secara teliti tentang waktu dan tempat yang tepat untuk mengarahkan anak, membangun pola pikir anak, mengarahkan perilaku anak dan menumbuhkan akhlak yang baik pada diri anak.

Saat anak dalam kondisi belum siap menerima nasihat, orang tua sebaiknya menundanya dulu. Kedekatan antara orang tua dan anak juga diperlukan agar tidak ada perselisihan atau pertengkaran yang terjadi saat memberi pengarahan.

Metode Nabi Muhammad dalam mendidik anak bukan tentang anak yang dikontrol oleh orang tua, tapi tentang bagaimana orang tua dan anak bisa saling bekerja sama dalam menjalani dan memaknai kehidupan untuk mencapai ridho Allah Swt.

Baca: Lima Hak Anak yang Harus Dipenuhi Orang Tua

Cara Alternatif

Ada banyak cara mendidik anak dalam Islam. Salah satunya adalah metode mendidik anak yang ditulis oleh Syekh Abdul Fattah Abu Guddah dalam karyanya yang berjudul Ar-Rasool (S) al-Mu’allim wa Asaaleebihi fi-t-Ta’leem.

Ia menyatakan bahwa dalam proses pengajaran kepada anak, Rasulullah Saw. senantiasa menggunakan berbagai metode yang beliau nilai paling baik dan tepat sasaran.

Rasulullah Saw. menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik, mudah dipahami dan dicerna akal, dan yang tidak kalah penting gampang diingat.

Menurut Abu Guddah, setidaknya ada enam model pendidikan anak atau enam cara mendidik anak dalam Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. yaitu:

Pertama, metode dialog Qurani dan nabawi.

Metode dialog ini adalah pembicaraan diantara dua orang atau lebih melalui tanya jawab yang didalamnya ada kesatuan inti pembicaraan. Dialog ini berperan sebagai jembatan yang menghubungkan pemikiran antarmanusia.

Ada beberapa bentuk dialog dalam Alquran, yaitu khitabita’abuddi, deskriptif, naratif, argumentatif, dan nabawiyah.

Kedua, metode kisah Alquran dan nabawi.

Metode ini adalah cara mendidik anak melalui media cerita di mana pendidik, baik orang tua maupun guru, menceritakan tentang kisah-kisah teladan yang ada di dalam Alquran dan pada masa Islam generasi pertama.

Allah Swt. berfirman dalam Qur’an Surat Yusuf Ayat 3 sebagai berikut:

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ ٱلْقَصَصِ بِمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ وَإِن كُنتَ مِن قَبْلِهِۦ لَمِنَ ٱلْغَٰفِلِينَ

Naḥnu naquṣṣu ‘alaika aḥsanal-qaṣaṣi bimā auḥainā ilaika hāżal-qur`āna wa ing kunta ming qablihī laminal-gāfilīn

Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.”

Ketiga, metode keteladanan.

Keteladanan adalah salah satu metode yang efektif dalam mendidik anak. Tanpa keteladanan, baik guru maupun orang tua akan sulit mendapatkan ketaatan mutlak dari anak-anaknya.

Rasulullah Saw., sebagaimana dinyatakan dalam Alquran adalah suri tauladan dalam setiap detik kehidupan beliau. Beliau mengajar dengan memberi contoh atau teladan.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa: “Rasulullah Saw. senantiasa bangun untuk salat malam (tahajud) sehingga kedua mata dan kakinya bengkak. Lalu beliau ditanya: ‘Bukanlah Allah telah mengampuni segala dosamu yang telah lalu dan yang akan dating?’ Nabi menjawab: ‘Apakah tidak pantas aku menjadi hamba yang bersyukur?”.

Keempat, metode praktik dan perbuatan.

Metode praktik dan perbuatan adalah sebuah metode pendidikan dengan cara mengajari anak langsung tanpa memberikan teori yang bertele-tele. Metode ini bisa dipakai dalam mengajarkan adab-adab sehari-hari. Sebagai misal, dengan cara makan dan minum.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan: “Dari Ibnu ‘Abbas r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: ‘Akrabillah anak-anak kamu dan didiklah mereka dengan adab yang baik’,” (H.R. Tabrani)

Kelima, metode ibrah dan mau’izzah.

Dalam pengajaran metode ini, anak diajak untuk bisa mengambil setiap pelajaran atau hikmah dari setiap peristiwa kehidupan yang dialami anak.

Keenam, metode targhib dan tarhib.

Istilah lain dari metode ini adalah reward and punishment. Metode ini membuat anak akan mengetahui konsekuensi dari setiap keputusan dan perbuatan yang diambil.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa:

“Dahulu Rasulullah saw. membariskan ‘Abdullah, ‘Ubaidillah, dan sejumlah anak-anak pamannya, Al ‘Abbas ra. dalam satu barisan, kemudian beliau bersabda:

“Barang siapa yang paling dulu sampai kepadaku, maka dia akan mendapatkan anu dan anu.”

Mereka pun berlomba lari menuju ke tempat Nabi Muhammad Saw. berada. Setelah mereka sampai kepadanya, maka ada yang memeluk punggungnya dan ada pula yang memeluk dadanya dan Nabi Muhammad Saw. menciumi mereka semua serta menepati janjinya kepada mereka.” (H.R. Ahmad)

Dari enam metode atau cara mendidik anak dalam Islam, para orang tua dan guru bisa memilih salah satunya, atau melaksanakan keenam-enamnya dalam kasus dan contoh perbuatan yang berbeda.

Demikian penjelasan tentang metode mendidik anak dalam Islam agar anak tidak terjerumus dalam konten kekerasan yang ada di internet terutama di media sosial. Semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Ini Teman dan Referensi Ibadah Ramadan Anda

Tak terasa bulan suci Ramadan sudah di depan mata. Teknologi berupa gawai dan aplikasi dapat bermanfaat dalam mendukung ibadah umat Islam di bulan Ramadan, terutama di tengah wabah virus Covid-19. Gratis dan tanpa iklan, aplikasi KESAN hadir untuk menemani dan menjadi referensi ibadah Ramadan dalam genggaman untuk segenap umat Islam.

KESAN (Kedaulatan Santri) adalah aplikasi Islami karya anak negeri terlengkap, gratis, dan bebas iklan yang didesain khusus untuk menemani para santri, purna santri, dan segenap umat Islam setiap saat.

“Selain ada fitur Al-Qur’an dan pengingat shalat wajib dan sunnah, KESAN juga menyiapkan 70 lebih doa dan zikir Ramadan, hadis dan fikih Ramadan, kajian online mingguan, serta kitab-kitab klasik seputar Ramadan. Ada juga artikel Islami harian yang ditulis oleh para ustadz guna menambah wawasan keagamaan para pengguna,” Hamdan Hamedan, CEO KESAN.

Hamdan menjelaskan bahwa KESAN berupaya hadir untuk menunjang ibadah umat Islam di bulan Ramadan di tengah wabah Covid-19 yang mungkin membatasi mobilitas mereka dalam beribadah dan menuntut ilmu agama.

“Tujuannya agar umat Islam terbantu kebutuhan ibadahnya sekaligus dapat terus menambah pengetahuan agama lewat smartphone mereka. 12 fitur penunjang ibadah dan ilmu yang ada di KESAN, insyaAllah bermanfaat bagi umat Islam,” pungkas Hamdan.

Penyanyi lagu religi Veve Zulfikar pun mengapresiasi hadirnya aplikasi KESAN. “Aplikasi KESAN, praktis banget. Aku bisa baca Al-Qur’an dan ratusan shalawat cukup dari satu aplikasi. Ada fitur Kitab Kuning dan klasik juga, jadi bisa baca-baca kitab selama Ramadan di rumah,” ujar Veve.

Aplikasi KESAN telah diunduh lebih dari 50 ribu kali oleh para pengguna baik di dalam maupun luar negeri. Aplikasi KESAN dapat diunduh gratis di Google PlayApple Store, atau di website KESAN.

BINCANG SYARIAH


Jangan lupa untuk mendownload dan instal apliaksi Cek Porsi klik di sini atau Aplikasi Ebook2 Islami di sini!

Pelajaran Indah dari Surat Al-Insan

Pelajaran Indah dari Surat Al-Insan

Share on facebookShare on whatsappShare on twitterShare on googleShare on telegram

Pelajaran Indah dari Surat Al-Insan

khazanahalquran.com – Kali ini kita akan mengutip beberapa pelajaran indah dari Surat Al-Insan.

(1) Manusia diciptakan untuk di uji. Allah Swt berfirman ;

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS.al-Insan:2)

Dan Allah telah memberikan berbagai sarana untuk bisa dimanfaatkan dalam menjalani ujian di dunia ini.

فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

“karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat…”

(2) Dalam Surat ini disebutkan sifat dan tanda dari orang-orang baik (al-abrar) yang layak mendapatkan kenikmatan surga.

Dan diantara sifat mereka yaitu :

a. Menepati janji atau nadzar.

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ

“Mereka menunaikan nazar…”

b. Takut kepada Allah dan kepada siksaan-Nya di hari kiamat.

وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

“dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana…” (QS.al-Insan:7)

إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا

“Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan…” (QS.al-Insan:10)

c. Memberi makanan yang ia sukai kepada orang miskin, anak yatim ataupun tawanan.

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS.al-Insan:8)

d. Adil dan bijak walaupun kepada orang kafir. Ayat di atas mencontohkan untuk berbuat kebaikan walau kepada tawanan (orang yang sebelumnya memusuhi Islam dan kalah).

e. Ikhlas hanya untuk Allah Swt. Dia tidak berharap apapun dari amal perbuatannya kecuali Ridho Allah. Ia tidak mengharapkan pujian ataupun balasan dari manusia atas kebaikannya.

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS.al-Insan:9)

f. Sabar dan tabah dalam menjalani berbagai ujian di dunia.

وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا

“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.” (QS.al-Insan:12)

Itulah beberapa pelajaran indah yang dapat kita kutip dari Surat Al-Insan.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAHALQURAN.COM

Alasan Rasulullah Larang Dekati Dukun

Rasulullah melarang umat Islam tidak mendekati dukun

Praktik perdukunan sudah terjadi sejak zaman Rasulullah Saw dan beliau melarang para sahabat untuk mendekati para dukun yang mengaku memiliki ilmu gaib. Apa alasan beliau?

Larangan Rasulullah agar umat Islam tidak mendekati dukun ini telah dijelaskan oleh Fuad Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah Saw.

Fuad menceritakan, ketika Rasulullah Saw memimpin shalat berjamaah di masjid, tiba-tiba seorang makmum bersin dan Muawiyah ibn Al-Hikam yang berada persis di sebelahnya menjawab, “Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu).”

Orang-orang yang sedang sholat pun berpaling kepadanya dengan pandangan menyalahkannya. Muawiyah berkata, “Kenapa kalian melihatku seperti itu?”

Orang-orang kemudian memukulkan tangan mereka ke paha sebagai isyarat agar Muawiyah tak bicara. Maka, ia  pun diam hingga sholat selesai.

Setelah Sholat, Rasulullah Saw menghadap kepada jamaah dan berkata, “Ketika sholat, jangan sampai keluar satu ucapan pun. Dalam sholat hanya ada tasbih, takbir, dan bacaan Alqur’an.”

Muawiyah yang merasa bersalah kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, aku baru saja lepas dari keadaan jahiliah dan memasuki Islam. Dan sesungguhnya, banyak di antara kami yang biasa mendatangi dukun yang mengaku memiliki ilmu gaib.”

“Jangan dekati mereka!” ucap Rasulullah

Muawiyah melanjutkan, “Di antara kami juga ada orang suka ber-tahayyur (menganggap sial dengan sesuatu, seperti dengan suara burung dll)”

Rasulullah menjelaskan, “Itu adalah sesuatu yang dibuat-buat dalam dada mereka. Jangan sampai semua itu menghalangi dari tujuan mereka, karena semua itu tidak berpengaruh, tidak mendatangkan manfaat maupun mudharat.”

KHAZANAH REPUBLIKA