Al-Hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.
Definisi iman
Al-Bukhari Rahimahullah mengatakan,
وَهُوَ قوْلٌ وَفِعْلٌ وَيَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
“Iman itu ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang” (Shahih Al-Bukhari).
Penjelasan
Iman itu terdiri dari ucapan hati dan ucapan lisan, maupun perbuatan hati dan perbuatan anggota tubuh lahir. Jadi iman itu adalah ucapan & perbuatan, baik lahir maupun batin.
Maksud dari ucapan dan perbuatan, baik lahir maupun batin (hati), yaitu:
1. Ucapan hati berbentuk Keyakinan dan pembenarannya.
2. Perbuatan hati berbentuk gerakan hati yang membuahkan amal lahir dan ucapan lisan, contohnnya adalah niat, ikhlas, tawakal, takut, cinta, harap, dan selainnya.
3. Ucapan lahir (lisan) berbentuk ucapan dua kalimat syahadat, bacaan Alquran, zikir, dan selainnya.
4. Perbuatan anggota tubuh lahir berbentuk salat, puasa, zakat, haji, dan selainnya.
Iman itu bisa bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan bisa berkurang dengan kemaksiatan kepada Allah, bahkan bisa musnah dengan kekafiran. Pertambahan keimanan itu menyebabkan tercapainya kesempurnaan iman, baik kesempurnaan yang wajib maupun sunah. Berkurangnya keimanan itu menyebabkan berkurangnya kesempurnaan iman, baik yang wajib maupun sunah. Musnahnya keimanan itu karena hilangnya dasar iman, dengan melakukan perbuatan atau mengucapkan ucapan kekafiran (mengeluarkan pelakunya dari Islam).
Dalil definisi iman
Dalil yang menunjukkan definisi iman adalah hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman” (HR. Bukhari dan Muslim).
Alasan pendalilan
Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa iman itu ucapan dan perbuatan, baik lahir maupun batin.
1. Cabang iman qauliyyah (ucapan lisan) ditunjukkan oleh “ucapan laa ilaha illallah”.
2. Cabang iman ‘amaliyyah (perbuatan anggota tubuh lahir) ditunjukkan oleh “menyingkirkan gangguan”.
3. Cabang iman ‘amalul qalb (perbuatan hati) ditunjukkan oleh “malu”.
4. Cabang iman i’tiqadul qalb (ucapan hati/keyakinan) ditunjukkan oleh “ucapan laa ilaha illallah”.
Dan hadis yang agung ini juga menunjukkan bahwa iman itu bertambah dan berkurang serta bertingkat-tingkat. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ (artinya: yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’) dan وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ (artinya: yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan) ini menunjukkan bahwa iman itu bisa naik ke tingkatan paling tinggi, inilah pertambahan iman. Sebaliknya bisa juga turun ke paling rendah, dan inilah turunnya iman. Sekaligus hal ini menunjukkan bahwa iman itu bertingkat-tingkat.
Baca Juga: Penyembah Berhala di Masa Jahiliyah Juga Beriman?
Bagan tingkatan iman berdasarkan Alquran surat Fathir ayat 32 & hadis Malaikat Jibril ‘Alaihis salam riwayat Imam Muslim Rahimahullah
Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” (QS. Fathir: 32).
Penjelasan Fathir ayat 32
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menjelaskan bahwa manusia dalam keimanan ada tiga tingkatan,
1. Zhalim linafsihi (golongan yang menzalimi diri sendiri), yaitu seorang hamba yang berbuat maksiat dengan meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.
2. Muqtashid (golongan pertengahan), yaitu seorang hamba yang melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman.
3. Sabiqun bilkhairat (golongan yang lebih dahulu berbuat kebaikan), yaitu seorang hamba yang melaksanakan perkara yang wajib dan sunah, serta meninggalkan perkara yang haram dan makruh dengan segenap kemampuannya. (Majmu’ul Fatawa 10/6-7 dengan bahasa bebas) [1].
Hadis malaikat jibril ‘Alaihis salam riwayat Imam Muslim Rahimahullah
Umar bin Al-Khathhab Radhiyallahu‘anhu meriwayatkan bahwa Malaikat Jibril ‘Alaihis salam bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan, beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
>يا محمد، أخبرني عن الإسلام
“Wahai (Nabi) Muhammad, kabarkan kepadaku tentang Islam”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمدًا رسول الله، وتُقيم الصلاة، وتُؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعتَ إليه سبيلًا
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah apabila mampu.”
Malaikat Jibril ‘Alaihis salam berkata,
صدقتَ
“Engkau benar”
Kami pun heran kepadanya, dia bertanya namun ia pula yang membenarkannya,
Malaikat Jibril ‘Alaihis salam berkata
فأخبرني عن الإيمان
“Lalu kabarkan kepadaku tentang iman”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
أن تُؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره
“Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta engkau beriman kepada takdir, baik perkara yang ditakdirkan itu kebaikan maupun keburukan”
Malaikat Jibril ‘Alaihis salam berkata,
صدقتَ
“Engkau benar”
Malaikat Jibril ‘Alaihis salam pun berkata,
فأخبرني عن الإحسان
“Lalu kabarkan kepadaku tentang ihsan”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak mampu (beribadah dengan seakan-akan) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia pastilah melihatmu.”
Penjelasan hadis Jibril
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadis Malaikat Jibril ‘Alaihis salam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagi agama Islam dan pemeluknya menjadi tiga tingkatan.
Tingkatan pertama: Islam, pelakunya adalah muslim dalam tingkatan ini meninggalkan kewajiban keimanan, maka disebut muslim yang zhalim linafsihi (golongan yang menzalimi diri sendiri).
Tingkatan kedua: iman, pelakunya adalah muqtashid, yaitu seorang mukmin yang sempurna imannya dengan melaksanakan kewajiban keimanan.
Tingkatan ketiga: Ihsan, ini adalah tingkatan tertinggi dimana pelakunya adalah sabiqun bilkhairat, yaitu seseorang muhsin yang beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat Allah.
Barang siapa yang telah mencapai suatu tingkatan di atas, maka tingkatan di bawahnya telah diraih (Majmu’ul Fatawa 7/357 dengan bahasa bebas) [2].
(Bersambung, in sya Allah)
Sumber:
[1] https://dorar.net/aqadia/3280.
[2] https://dorar.net/aqadia/3280
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Sumber: https://muslim.or.id/67058-bagan-tingkatan-iman-bag-1.html