Mungkinkan Dajjal Itu Kita?

Kerja dajjal  adalah memproduksi kebohongan, data yang manipulatif, plesetan yang menyesatkan. Mungkinkah Dajjal itu kita?

Telah nampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Ruum: 41)

BENCANA alam dan anarkisme di kalangan rakyat terjadi ketika elemen-elemen penting dalam masyarakat, seperti penegak hukum maupun bagian dari kepemimpinan, sudah tak bisa lagi dipercaya mengelola dan memimpin dengan baik. Kenapa rakyat tidak percaya kepada mereka. Karena selama ini mereka tidak berperilaku jujur kepada rakyat. Terlalu banyak pemimpin di dunia ini yang bicaranya baik, pidatonya bagus, pernyataan-pernyataannya mengena akal sehat, tetapi hatinya busuk.

Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ

“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) keburukan mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi pada mereka hak yang mereka senangi.” (HR:Thabrani)

Sudah sedemikian parahkah keadaan kita?

Di antara negara-negara yang dilanda krisis, hanya Indonesia yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Nilai tukar rupiah terus anjlok, inflasi lebih laju dari pertumbuhan ekonomi, sementara angka pengangguran terus membengkak. Daya beli rakyat terus merosot, sementara harga-harga barang tak bisa ditahan. Bersamaan dengan itu, politik terus gonjang ganjing.

Kenapa negara-negara lain, seperti Korea selatan dan Malaysia segera pulih dari krisis, sementara kita terus terkubur dalam lubang krisis? Jawabnya telah kita ketahui bersama, karena krisis di kedua negara tersebut hanyalah krisis ekonomi, sedangkan kita mengalami krisis multi dimensi.

Untuk memulihkan keadaan ini resepnya sangat sederhana. Satu saja kata kuncinya, yaitu kejujuran, sekali lagi kejujuran. Yang dibutuhkan sekarang adalah polisi jujur, jaksa jujur, hakim jujur, birokrat jujur, dan presiden yang jujur. Demikian juga rakyat yang jujur.

Kemajuan dan kesuksesan suatu bangsa dalam melaksanakan tugasnya sangat ditentukan dari kejujuran yang dilaksanakan oleh putra putra bangsa itu. Apabila kadar kejujurannya besar, maka bangsa tersebut akan mengalami kemajuan dengan pesat. Sebaliknya, jika nilai-nilai kejujuran tidak diterapkan, maka bangsa itu akan kandas di tengah jalan. Hal itu berarti kehancuran.

Untuk menghindari kehancuran total, saatnya seluruh unsur bangsa, terutama para pemimpin negara untuk menerapkan praktek bernegara dengan kejujuran. Tanpa itu, kebangkrutan bangsa ini tinggal menunggu waktu. Berikut ini pesan Rasululah ﷺ:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: سيَأتي علَى النَّاسِ سنواتٌ خدَّاعاتُ يصدَّقُ فيها الكاذِبُ ويُكَذَّبُ فيها الصَّادِقُ ويُؤتَمنُ فيها الخائنُ ويُخوَّنُ فيها الأمينُ وينطِقُ فيها الرُّوَيْبضةُ قيلَ وما الرُّوَيْبضةُ قالَ الرَّجلُ التَّافِهُ في أمرِ العامَّةِ

“Abu Hurairah berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidlah turut bicara. Lalu, Rasulullah ࿟ ditanya, “Apakah Ruwaibidlah itu?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (Sunan Ibnu Majah).

Dajjal-dajjal itu bisa berwujud manusia. Mungkin mereka itu tidak jauh dari kita, mungkin juga kita, atau para pemimpin kita. Yang jelas kerja Dajjal ini adalah memproduksi kebohongan demi kebohongan, data-data yang manipulatif, termasuk plesetan-plesetan yang menyesatkan. Mungkin saja plesetannya membuat orang tertawa, tapi di balik itu semua tersimpan racun yang sangat berbahaya, berupa fitnah.

Dajjal-dajjal itu adalah sebagian wartawan yang sengaja membuat kesalahan atau kesengajaan dalam menyiarkan berita yang membuat manusia tersesat. Bisa juga berwujud para politikus yang sengaja memberikan gambaran yang salah dan menyiarkan fitnah hanya untuk meraih massa pendukungnya.

Dajjal juga bisa jadi para pembesar negeri yang korup yang menilep uang negara untuk kepentingan pribadi atau teman-temannya sendiri. Mereka ini adalah penjahat-penjahat yang paling berbahaya.

Islam sangat keras dalam menyikapi para pembohong. Ketika ditanyakan kepada Rasulullah, apakah ada di antara kaum Mumin yang pengecut, beliau menjawab, ada. Lalu beliau ditanya lagi apakah ada orang Mumin yang kikir? Beliau menjawab, ada. Kemudian ditanya lagi apakah ada orang Mukmin yang pembohong? Beliau menjawab, tidak ada.

Dalam sebuah riwayat Nabi bersabda :

يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلَالِ كُلِّهَا إِلَّا الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ

“Seorang mukmin bisa memiliki perangai apa saja kecuali khianat dan dusta.” (HR: Ahmad).

Salah satu di antaranya adalah sikap jujur dan benar. Marilah kita jaga dan pelihara kejujuran ini di manapun kita berada dan dalam situasi yang bagaimanapun juga.

Sebagai pedagang, mungkin saja kita tergiur untuk menawarkan dengan sedikit berbohong agar mendapat keuntungan yang lebih besar. Tetapi bila cara-cara ini dilakukan orang dalam jumlah besar, dan sistem perniagaan telah menjelma menjadi sistem kebohongan, kedustaan dalam tempo tidak terlalu lama kehancuran.

Sebagai politikus mungkin saja tanpa kebohongan sana-sini kampanye politik menjadi hambar dan tidak menarik perhatian. Tetapi kebohongan yang merambahi cara-cara kita membangun kekuatan dalam sistem bernegara dalam waktu tidak terlalu lama justeru akan merobohkan sistem itu sendiri.

Bukan saja rakyat yang tidak percaya, bahkan para politikus sendiri telah hilang kepercayaan pada apa yang telah dibangunnya. Tidak sedikit di antara mereka yang terjerat oleh kata-kata oleh perilakunya sendiri.

Dalam riwayat lain disebutkan:

ثلاثة لا يكلمهم الله ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم ؛ أشيمط زان، وعائل مستكبر، ورجل جعل الله بضاعته لا يشتري إلا بيمينه ولا يبيع إلى بيمينه رواه الطبراني بسند صحيح.

 “Dari Shahabat Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu berkata:”Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah (pada hari kiamat) dan tidak disucikan-Nya dan bagi mereka adzab yang pedih ( yaitu); orang yang sudah beruban (tua) yang berzina, orang miskin yang sombong, dan orang yang menjadikan Allah sebagai barang dagangannya, ia tidak membeli kecuali dengan bersumpah (dengan nama-Nya) dan tidaklah ia menjual kecuali dengan bersumpah (dengan nama-Nya).” (HR: Thabrani).

Sebaik-baik di kalangan manusia adalah yang digambarkan Allah di dalam ayatnya ini:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

 “Wahai orang-orang Mumin, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak, dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala yang kamu kerjakan.” (QS: an-Nisaa: 135).*

HIDAYATULLAH

Rawwan Dwaik, Gadis Down Syndrome Penghapal Quran 30 Juz

Down Syndrome adalah satu mutasi genetik yang mengakibatkan adanya ‘kromosom’ ekstra dalam sel tubuh. Fenomena ini hasil dari cacat kromosom atau gen yang menyebabkan kecacatan mental dan ketidakseimbangan fisik

Akhir-akhir ini viral berita tentang seorang hafizah Quran dari Yordania penyandang down syndrome pertama yang mampu menghapal Quran full 30 juz, dia adalah Rawwan Duwaik. Maa syaa Allah

Awatef Jaber, ibunda si gadis menjelaskan pada kantor berita Turki, Anatolia Agency: “Saya ibunda Rawwan (ayahnya telah meninggal) dan saya sangat bangga padanya.”

Ibunda Rawwan melanjutkan, “Sebelum Rawwan lahir saya mempunyai 4 anak perempuan dan 1 laki-laki. Karena merasa sendirian, anak laki-laki saya ini meminta adik agar dia mempunya teman sesama laki-laki. Ternyata lahirlah Rawwan. Alhamdulillah, Rawwan adalah hadiah dari Allah semesta alam untuk membuat saya bangga dan merasa terhormat.”

Aku bersumpah akan mengajarinya membaca Al-Quran. Begitu tekad ibunda Rawwan saat putrinya lahir.

Rawwan sangat cerdas. Dan ketika ibunya tahu potensi anaknya ini, mulailah ia mengajari Rawwan beberapa surat pendek. Dan itu semua dihafalkan dalam waktu singkat. Jadilah ibunda Rawwan mendaftarkan anaknya ke sekolah saat usianya 6 tahun. Dan Rawwan tampil menjadi murid yang menonjol kecerdasannya.

“Saya pun ikut belajar aturan nada dalam membaca al Quran demi mengajari Rawwan. Saya bawa dia ke pusat bimbingan anak Down Syndrom, Prime Time Zone agar lebih baik dalam mendapat penanganan yang tepat. Saat itulah saya merekam hapalan Rawwan yaitu empat halaman pertama surat Al-Baqarah. Ternyata gurunya menegaskan bahwa memang Rawwan sudah mampu menghapal bagian awal dari surat tersebut,” tambah ibunda Rawwan.

Cara Rawwan Menghapal Quran

Lebih lanjut ibunda Rawwan menjelaskan tentang metode menghapal Quran yang dijalani oleh putrinya itu. Rawwan menghapalkan Quran melalui tulisan. Quran surat Al-Baqarah dihapalkan dalam waktu setahun setengah. Dia mendapatkan nilai sempurna saat ujian. Setelahnya dia langsung melakukan sujud syukur sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah.

“Selama menghapal surat Al-Baqarah, Rawwan bermimpi memakai baju pengantin. Dia juga ingin melihat ibunya di surga kelak. Saat dia mengatakan hal itu padaku, aku pun menjawab insya Allah. Dan ketika dia menuntaskan hapalan surat Al-Baqarah, aku pun ingin mewujudkan mimpinya. Kubuatkan baju pengantin untuk Rawwan yang dipakainya saat wisuda,” lanjut ibunda Rawwan.

Setelahnya Rawwan lanjut menghapal Quran selama 7 tahun dengan kecepatan rata-rata. Dan dia berhasil menyelesaikan dengan menghapal semua juz tepat tanggal 29 Ramadan (2021). Setiap selesai berapa juz, dia dites, begitu seterusnya hingga dia hapal semua.

Yang membedakan Rawwan adalah kecerdasannya. Hal yang membantu Rawwan dalam menghapal Al-Quran adalah pelafalannya, apa yang diucapkan ibunya kemudian ditirukan olehnya. Sedangkan kemampuan dia menghapal itu sungguh adalah kemurahan Allah pada Rawwan, satu mahkota kehormatan. Begitu ibunda Rawwan menjelaskan cara dia mengajari anaknya.

“Yang kami inginkan dari Rawwan adalah memantapkan hapalan Al-Qurannya, mempelajari dan mengecek hapalan tersebut juz demi juz, meminta nasihat dari penghapal Quran lainnya yang tidak bisa dia dapatkan dari syeikh.”

Sedangkan Rawwan sendiri berkata dengan bangga, “Aku membaca Quran sehari tiga kali. Seumur hidupku aku akan selalu mambaca Quran dan menghapalnya.”

Al Quran adalah hidupku, kalimat ini diucapkan Rawwan berulang-ulang.

Sumber: https://m.voa-islam.com/news/smart-teen/2021/06/13/77122/rawwan-dwaikgadis-down-syndrome-penghapal-quran-30-juz/

ISLAM KAFFAH

Ini Tiga Alasan Mengapa Kita Harus Hindari Makanan Haram

Manusia butuh makan dan minum untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Makanan dan minuman itu masuk dalam perut manusia. Sebab itu, perut menjadi salah satu organ tubuh yang dapat mendorong seseorang untuk rajin beribadah dan juga bisa melemahkan manusia. Dengan kata lain, perut dapat menjadi pendorong sekaligus penghambat dalam mengerjakan ibadah. Perut banyak mengundang masalah. Bahaya dan pengaruh yang dihasilkannya pun tidak kecil. Perut menjadi sumber yang menyebabkan kehidupan dapat berjalan. Perut pula yang dapat memberikan hasil dan pengaruh besar dalam diri manusia.

Artinya, perut menjadi sumber kekuatan dan kelemahan, menjadi membangkit sekaligus pengekang hawa nafsu. Untuk itu, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa kita mesti menjaganya dari perkara-perkara yang haram dan syubhat, di samping menjauhi sifat berlebihan, jika memang engkau memiliki keininginan kuat untuk beribadah dengan baik.

Dalam Minhajul Abidin, Imam al-Ghazali menjelaskan ada tiga alasan mengapa kita harus menjauhkan diri dari memakan makanan yang haram dan syubhat:

Pertama, takut pada neraka Jahannam. Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya, orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepunuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala” (QS: al-Nisa’ ayat 10)

Kedua, orang yang memakan makanan haram dan syubhat tidak pantas beribadah, sebab ibadah yang dikerjakannya ditolak Allah SWT. Hanya orang-orang yang bersih dan suci yang berhak beribadah kepada-Nya.

Ketiga, orang yang makan barang haram dan syubhat, maka ia terhalang untuk melakukan kebaikan, meskipun ia melakukan kebaikan, namun perbuatannya ditolak Allah SWT. Semua yang dilakukannya hanyalah kepayahan, kesedihan, dan mengisi waktu luang belaka saja, tidak lebih dari itu.

Tulisan ini sudah dipublikasikan di Islami.co

BINCANG SYARIAH

Uang Amplop Kondangan Itu Hadiah Atau Hutang?

Di antara hal yang menjadi problem di kalangan masyarakat adalah mengenai status uang amplop kondangan saat menghadiri undangan walimah, baik walimah nikah, walimah khitan dan lainnya. Apakah uang amplop kondangan saat walimah tersebut disebut sebagai hadiah biasa sehingga tidak perlu mengembalikan, atau disebut sebagai hutang sehingga dalam kesempatan walimah lain waktu harus dikembalikan?

Para ulama berbeda pendapat mengenai uang amplop kondangan saat menghadiri walimah, baik walimah nikah, walimah khitan atau walimah lainnya. Menurut sebagian ulama, uang amplop kondangan berstatus sebagai hutang. Sementara sebagian ulama lain mengatakan bahwa statusnya bukan hutang, namun sebagai hadiah biasa. 

Sebagian ulama berpendapat bahwa status uang amplop kondangan bergantung pada kebiasaan masyarakat setempat. Jika kebiasaan masyarakat setempat tidak ada tuntutan untuk mengembalikan dalam kesempatan walimah lain waktu, maka sumbangan tersebut berstatus sebagai hadiah biasa atau pemberian murni.

Namun sebaliknya, jika kebiasaan masyarakat setempat ada tuntutan untuk dikembalikan dalam kesempatan walimah lain waktu, maka sumbangan tersebut berstatus sebagai hutang. Pihak tuan rumah wajib mengembalikan pada pihak pemberi jika pihak pemberi nantinya mengadakan walimah.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut;

وَمَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ فِيْ زَمَانِنَا مِنْ دَفْعِ النُّقُوْطِ فِي الْأَفْرَاحِ لِصَاحِبِ الْفَرْحِ فِيْ يَدِهِ أَوْ يَدِ مَأْذُوْنِهِ هَلْ يَكُوْنُ هِبَّةً أَوْ قَرْضًا؟ أَطْلَقَ الثَّانِيَ جمْعٌ وَجَرَى عَلَى الْأَوَّلِ بَعْضُهُمْ..وَجَمَّعَ بَعْضُهُمْ بَيْنَهُمَا بِحَمْلِ الْأَوَّلِ عَلَى مَا إِذَا لَمْ يُعْتَدِ الرُّجُوُعُ وَيَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَشْخَاصِ وَالْمِقْدَارِ وَالْبِلَادِ وَالثَّانِيْ عَلَى مَا إِذَا اِعْتِيْدَ وَحَيْثُ عُلِمَ اخْتِلَافٌ تَعَيَّنَ مَا ذُكِرَ

Artinya:

Kebiasaan yang berlaku di zaman kita, yaitu memberikan semacam uang dalam sebuah perayaan, baik secara langsung kepada tuan rumahnya atau kepada wakilnya, apakah semacam itu termasuk ketegori pemberian cuma-cuma atau dikategorikan sebagai utang? Mayoritas ulama memilih mengategorikannya sebagai utang.

Namun ulama lain lebih memilih untuk mengkategorikannya sebagai hibah atau pemberian cuma-cuma. Dari perbedaan pendapat ini para ulama mencari titik temu dan menggabungkan dua pendapat tersebut dengan kesimpulan bahwa status pemberian itu dihukumi pemberian cuma-cuma apabila kebiasaan di daerah itu tidak menuntut untuk dikembalikan.

Ini akan bermacam-macam sesuai dengan keadaan pemberi, jumlah pemberian, dan daerah. Adapun pemberian yang distatuskan sebagai utang apabila memang di daerah tersebut ada kebiasaan untuk mengembalikan. Apabila terjadi praktek pemberian yang berbeda dengan kebiasaan, maka dikembalikan pada motif pihak yang memberikan.

BINCANG SYARIAH

Baca Doa Ini Ketika Khawatir Kesehatan Menurun

Kita tidak selamanya sehat terus, namun dalam kondisi tertentu kita pasti mengalami sakit. Bahkan dalam fase umur kita, biasanya umur empat puluh tahun ke atas, kesehatan kita pasti mengalami penurunan. Karena itu, jika kita mengalami hal tersebut, atau kita khawatir kesehatan menurun, maka hendaknya kita membaca doa berikut agar kesehatan tetap dijaga oleh Allah. Lafadz doanya sebagai berikut;

يا حي يا قيوم يا واحد يا مجيد يا بر يا كريم يا رحيم يا غني تمم علينا نعمتك، وهب لنا  كرامتك وألبسنا عافيتك

Yaa hayyu, yaa qoyyuumu, yaa waahidu, yaa majiidu, yaa barru, yaa kariimu, yaa rohiimu, yaa ghaniyyu, tammim ‘alainaa ni’mataka wa hab lanaa karoomataka wa albisnaa ‘aafiyataka.

Wahai Dzat Yang Maha Hidup, wahai Dzat Yang Berdiri Sendiri, wahai Dzat Yang Esa, wahai Dzat Maha Terpuji, wahai Dzat Yang Melimpahkan Kebaikan, wahai Dzat Yang Mulia, wahai Dzat Yang Maha Pengasih, wahai Dzat Yang Maha Kaya, sempurnakan nikmat-Mu atas kami, berikan kemuliaan-Mu kepada kami, dan pakaikan kesehatan-Mu kepada kami.

Doa ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Biharul Anwar berikut;

عن النبي صلى الله عليه وآله: ما من عبد يخاف زوال نعمة أو فجاءة نقمة أو تغير عافية ويقول: يا حي يا قيوم يا واحد يا مجيد يا بر يا كريم يا رحيم يا غني تمم علينا نعمتك، وهب لنا كرامتك وألبسنا عافيتك  إلا أعطاه الله تعالى خير الدنيا والآخرة

Dari Nabi Saw, beliau bersabda; Tiada seorangpun hamba yang khawatir kehilangan nikmat, atau datangnya bahaya, atau menurunnya kesehatan, kemudian ia berdoa, ‘Yaa hayyu, yaa qoyyuumu, yaa waahidu, yaa majiidu, yaa barru, yaa kariimu, yaa rohiimu, yaa ghaniyyu, tammim ‘alainaa ni’mataka wa hab lanaa karoomataka wa albisnaa ‘aafiyataka’, kecuali Allah memberinya kebaikan dunia dan akhirat.

BINCANG SYARIAH

Hadits-Hadits tentang Bahaya Hutang

Banyak sekali hadis-hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan tentang bahaya berhutang. Semua hadis tersebut memberikan pelajaran kepada kita untuk tidak bermudah-mudah dalam berhutang, kecuali darurat. Dan bersemangat untuk melunasi hutang sesegera mungkin. Berikut ini beberapa hadis yang menjelaskan tentang bahaya berhutang.

Hadis 1: Jangan meneror dirimu sendiri, padahal sebelumnya sudah aman!

Dari Uqbah bin Amir Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تُخِيفوا أنفُسَكم بعْدَ أَمْنِها. قالوا: وما ذاكَ يا رسولَ اللهِ؟ قال: الدَّيْنُ

“‘Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.’ Para sahabat bertanya, ‘Apakah itu, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah hutang!’ (HR. Ahmad [4/146], At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir [1/59], disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [2420]).

Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan, “Karena hutang itu menjadi teror bagi sang penghutang di siang hari. Dan menjadi kegelisahan baginya di malam hari. Maka seorang hamba jika dia mampu untuk tidak berhutang, maka janganlah dia meneror dirinya sendiri. Hadis ini juga berisi larangan bermudah-mudahan untuk berhutang dan menjelaskan kerusakan dari mudah berhutang, yaitu dalam bentuk rasa takut. Karena Allah jadikan ada hak bagi pemilik harta (untuk menagih hartanya)” (At Tanwir Syarhu Al Jami’ Ash Shaghir, 11: 92).

Hadits 2: Hutang yang belum dilunasi akan dibayar di akhirat dengan pahala dan dosa

Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

من مات وعليه دَينٌ ، فليس ثم دينارٌ ولا درهمٌ ، ولكنها الحسناتُ والسيئاتُ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih punya hutang, maka kelak (di hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham untuk melunasinya. Namun yang ada hanyalah kebaikan atau keburukan (untuk melunasinya)” (HR. Ibnu Majah no. 2414, disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 437).

As Sindi Rahimahullah menjelaskan, “Maksudnya, akan diambil kebaikan-kebaikannya, dan akan diberikan kepada si pemberi hutang sebagai ganti dari hutang yang belum terbayar” (Hasyiah As Sindi ‘ala Sunan Ibnu Majah, 2: 77).

Hadis 3: Ruh seseorang terkatung-katung karena hutangnya

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نفس المؤمن مُعَلّقة بدَيْنِه حتى يُقْضى عنه

“Ruh seorang mukmin (yang sudah meninggal) terkatung-katung karena hutangnya sampai hutangnya dilunasi” (HR. At Tirmidzi no. 1079, ia berkata, “(Hadits) hasan”, disahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Al Mula Ali Al Qari Rahimahullah menjelaskan, “Sebagian ulama mengatakan, ‘Ruhnya tertahan untuk menempati tempat yang mulia.’ Al Iraqi mengatakan, ‘Maksudnya, ia (di alam barzakh) dalam kondisi terkatung-katung. Tidak dianggap sebagai orang yang selamat dan tidak dianggap sebagai orang yang binasa sampai dilihat apakah masih ada hutang yang belum lunas atau belum?’” (Mirqatul Mafatih, 5: 1948).

Hadis 4: orang yang mati syahid mendapat kesulitan karena hutang

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إلَّا الدَّيْنَ

“Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali hutang” (HR. Muslim no. 1886).

Al Munawi Rahimahullah menjelaskan, “Semua dosa yang terkait dengan hak orang lain, baik dalam masalah darah, harta, kehormatan, semua ini tidak diampuni dengan syahadah (status syahid). Dan ini berlaku untuk orang yang mati syahid di darat. Adapun orang yang mati syahid di laut, maka semua dosanya diampuni termasuk dalam masalah hutang, karena terdapat hadis khusus tentang hal ini. Dan yang dibahas oleh hadis di atas adalah orang yang bermaksiat dalam hutangnya. Adapun orang yang berhutang ketika memang mampu untuk melunasi dan dia tidak mangkir dari pelunasan, maka dia tidak akan tertahan untuk masuk ke surga, baik dia syahid atau tidak” (Faidhul Qadir, 6: 463).

Hadis 5: dibangkitkan sebagai pencuri

Dari Shuhaib bin Sinan Ar Rumi Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أيما رجلٍ تديَّنَ دَيْنًا ، و هو مجمِعٌ أن لا يُوفِّيَه إياه لقي اللهَ سارقًا

“Siapa saja yang berhutang dan ia tidak bersungguh-sungguh untuk melunasinya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no.5561, disahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 2720).

Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan, “Maksudnya, dia akan dibangkitkan dalam rombongan para pencuri dan akan diberi ganjaran sebagaimana yang didapatkan para pencuri. Karena dia berniat untuk tidak melunasi hutangnya, sehingga dia menjadi seperti pencuri, bahkan lebih parah lagi. Karena dia telah menipu si pemilik harta” (At Tanwir Syarhu Al Jami’ Ash Shaghir, 4: 427).

Hadits 6: menunda pembayaran hutang adalah kezaliman

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ ‏

“Penundaan pelunasan hutang oleh orang yang mampu adalah sebuah kezaliman, maka jika hutang kalian ditanggung oleh orang lain yang mampu maka setujuilah” (HR. Bukhari no.2287).

Syaikh As Sa’di Rahimahullah menjelaskan, “Mempersulit penunaian hak orang lain yang wajib ditunaikan adalah sebuah kezaliman. Karena dengan melakukan demikian, maka ia meninggalkan kewajiban untuk berbuat adil. Orang yang mampu wajib untuk bersegera menunaikan hak orang lain yang wajib atasnya. Tanpa harus membuat si pemilik hak tersebut untuk meminta, mengemis atau mengeluh. Orang yang menunda penunaikan hak padahal ia mampu, maka ia orang yang zalim” (Bahjatul Qulubil Abrar, hal.95).

Hadits 7: terhalangi masuk surga

Dari Tsauban Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ

“Barang siapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: kesombongan, ghulul (harta khianat), dan hutang, maka dia akan masuk surga” (HR. Ibnu Majah no. 1971. Disahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Dalam Mausuah Haditsiyyah Durar Saniyyah bimbingan Syaikh Alwi bin Abdil Qadir As Segaf dijelaskan, “[Barang siapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya] ini adalah kiasan dari kematian. [dan dia terbebas dari tiga hal], maksudnya dia tidak terjerumus dalam salah satu perkara ini. Atau, dia pernah terjerumus namun telah bertaubat darinya dan mengembalikan hak kepada yang berhak menerimanya, [dia akan masuk surga] …  dan yang dimaksud hutang adalah mengambil harta orang lain karena ada suatu kebutuhan, kemudian meninggal dalam keadaan belum melunasinya (maka ia tidak masuk surga). Sebagian ulama mengatakan, ini berlaku bagi orang yang mampu melunasinya namun dia mangkir dari pelunasan”.

Hadits 8: hutang membuat seseorang mudah berdusta

Dari Aisyah radhillahu’anha, beliau berkata:

أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَدْعُو في الصَّلَاةِ: اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِن عَذَابِ القَبْرِ، وأَعُوذُ بكَ مِن فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ، وأَعُوذُ بكَ مِن فِتْنَةِ المَحْيَا، وفِتْنَةِ المَمَاتِ، اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِنَ المَأْثَمِ والمَغْرَمِ فَقَالَ له قَائِلٌ: ما أكْثَرَ ما تَسْتَعِيذُ مِنَ المَغْرَمِ، فَقَالَ: إنَّ الرَّجُلَ إذَا غَرِمَ، حَدَّثَ فَكَذَبَ، ووَعَدَ فأخْلَفَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berdoa di dalam salatnya,

/allahumma inni a’udzubika min ‘adzabil qobri, wa a’udzubika min fitnatil masihid dajjal, wa a’udzubika min fitnatil mahya, wa fitnatil mamat, allahumma inni a’udzubika minal ma’tsam wal maghram/

(Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari azab kubur. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah al Masih ad Dajjal. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah orang yang hidup dan orang yang sudah mati. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari dosa dan hutang).

Lalu seseorang bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, betapa seringnya Engkau berlindung dari hutang?’ Beliau pun menjawab, ‘Sesungguhnya seseorang yang biasa berhutang, jika dia berbicara dia akan berdusta, jika dia berjanji dia akan mengingkarinya’” (HR. Bukhari no. 832 dan Muslim no. 1325).

Ibnu Mulaqqin Rahimahullah menjelaskan, “Berhutang yang Nabi berlindung darinya, adalah hutang yang tidak disukai oleh Allah karena (sejak awal) tidak ada kemampuan untuk membayarnya. Atau hutang yang tidak bisa dibayar sehingga membuat harta saudaranya binasa. Atau orang yang berhutang mampu membayar, namun dia berniat untuk tidak melunasinya, sehingga dia termasuk orang yang bermaksiat kepada Allah dan menzalimi dirinya sendiri” (At Taudhih li Syarhil Jami’ Ash Shahih, 15: 423).

Mengapa orang yang suka berhutang cenderung suka berbohong dan mengingkari janji? Syaikh Abdul Karim Al Khudhair menjelaskan, “Dia akan berdusta agar bisa menghindarkan diri dari si pemberi hutang. Dan dia juga akan mudah ingkar janji agar bisa menghindarkan diri dari si pemberi hutang” (Syarhul Muharrar fil Hadits, 21: 11).

Hadits 9: Rasulullah tidak mau mensalati orang yang berhutang

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ’anhu ia mengatakan,

تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا, فَغَسَّلْنَاهُ, وَحَنَّطْنَاهُ, وَكَفَّنَّاهُ, ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ? فَخَطَا خُطًى, ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ? قُلْنَا: دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ, فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ, فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: اَلدِّينَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُحِقَّ اَلْغَرِيمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَا اَلْمَيِّتُ? قَالَ: نَعَمْ, فَصَلَّى عَلَيْهِ

“Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kami tanyakan, ‘Apakah baginda akan menyalatkannya?’ Beliau melangkah beberapa langkah kemudian bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Kami menjawab, ‘Dua dinar.’ Lalu beliau kembali. Maka Abu Qatadah menanggung hutang tersebut.

Ketika kami mendatanginya, Abu Qotadah berkata, ‘Dua dinar itu menjadi tanggunganku.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Betul-betul Engkau tanggung hutang mayit sampai lunas?’ Qatadah mengatakan, ‘Iya betul’. Maka Nabi pun mensalatinya. “(HR. Abu Daud no. 3343, dihasankan Al Albani dalam Ahkamul Jana’iz hal. 27).

Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah menjelaskan. “Tidak semestinya seseorang untuk bermudah-mudahan berhutang, kecuali sangat darurat. Karena hutang dapat menghalangi syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menolak untuk mensalati orang yang punya hutang. Karena salatnya beliau adalah syafaat. Dan hutang membuat terhalangnya syafaat. Bahkan sampai orang yang syahid fi sabilillah yang semua dosanya diampuni, namun dosa hutangnya tidak diampuni” (Fathu Dzil Jalalil wal Ikram, 4: 157).

Hadits 10: akan diberikan kehancuran oleh Allah

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wasallam bersabda,

ن أخَذَ أمْوالَ النَّاسِ يُرِيدُ أداءَها أدَّى اللَّهُ عنْه، ومَن أخَذَ يُرِيدُ إتْلافَها أتْلَفَهُ اللَّهُ

“Orang yang mengambil harta orang lain (berhutang), dengan niat untuk melunasinya kelak, maka Allah akan menolong dia untuk melunasinya. Adapun orang yang mengambil harta orang lain dengan niat tidak akan melunasinya, maka Allah akan hancurkan dia” (HR. Bukhari no. 2387).

Al Mula Ali Al Qari Rahimahullah menjelaskan, “Maksudnya, orang yang berhutang tanpa kebutuhan dan tidak bermaksud untuk melunasinya, maka Allah akan hancurkan dia. Yaitu, Allah tidak akan menolongnya dan tidak Allah beri keluasan rezeki. Bahkan Allah akan menghancurkan dia karena dia sejak awal sudah berniat menghancurkan harta seorang Muslim” (Mirqatul Mafatih, 5: 1957).

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/68043-hadits-hadits-tentang-bahaya-hutang.html

Pacaran tanpa Niat Menikahi, Bagaimana Hukumnya?

Pacaran dalam koridor syariat masih diperbolehkan dalam batas wajar

Dalam Islam, tujuan dilakukannya pernikahan adalah untuk menyempurnakan agama, selain juga sebagai sunnah Nabi Muhammad SAW. 

Sedangkan berpacaran meski dalam batasan syariat ada dispensasinya, namun bila dilakukan dengan tanpa disertai niat menikahi memiliki konsekuensi hukum yang menyertainya.

Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, berpacaran dapat dianggap pendahuluan perkawinan yang disebut bertunangan atau meminang jika pacaran tersebut masih dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sedangkan dalam fikih Islam, bertunangan atau peminangan disebut dengan al-khitbah.

Syekh Wahbah Zuhaili, sebagaimana dikutip Prof Huzaemah, menyebutkan bahwa bertunangan menunjukkan keinginan untuk kawin dengan seorang wanita tertentu. Serta memberitahukan kepadanya, atau walinya tentang hal itu. Kemudian, pemberitahuan itu dapat dianggap sempurna, langsung, atau dengan perantara walinya.

Bertunangan adalah apabila seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk dijadikan istrinya. Baik dengan cara terang-terangan, maupun dengan cara sindiran.

Sedangkan menurut Sulaeman Rasyid, meminang adalah menyatakan permintaan untuk perjodohan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.

Sehubungan dengan kedudukan perkawinan merupakan dasar dan awal pembentukan masyarakat, maka Islam membenarkan kepada calon yang akan mendirikan rumah tangga untuk meninjau pasangan hidupnya dari berbagai segi melalui pertunangan atau peminangan. Pertunangan atau peminangan itu merupakan mukaddimah perkawinan.

Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk melestarikan keturunan dan mengandung unsur mendidika jiwa manusia agar bertambah kelembutan jiwanya dan kecintaannya. Terutama, kata Prof Huzaemah, di masa sekarang ini di mana masalah seksual erat kaitannya dengan kebutuhan biologis manusia.  

Seorang pria yang bermaksud akan melakukan akad nikah dengan seorang wanita, perlu mengenal calon istrinya itu (begitu pun sebaliknya). Dengan mengetahui seluk beluk dan hal-ihwal calon istri, sehingga akan menimbulkan kemantapan atau gambaran yang konkret tentang kemampuan calon suami istri itu dalam mengemban rumah tangga.

Memilih calon pasangan hidup dengan meninjau latar belakang, sikap, serta agamanya adalah tuntunan agama. Sedangkan apabila seseorang melakukan pacaran tanpa niat menikahi, hal ini sama sekali bukan tuntunan agama melainkan tuntunan setan. Sebab dalam pacaran pada umumnya terdapat unsur-unsur pendekatan terhadap zina. Allah berfirman dalam Alquran surat Ar Rum ayat 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Wa min aayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwaaja litaskunuu ilaiha wa ja’ala bainakum mawaddatan wa rahmatan inna fii dzalika la-aayati liqaumi yatafakkarun.” 

Yang artinya, “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Dijelaskan bahwa dalam kompilasi hukum Islam, apabila perwakinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, maka tidak demikian dengan pacaran yang dilakukan tanpa adanya niat keseriusan. 

Terlebih pacaran yang dilakukan hanya menjerumuskan satu sama lainnya ke dalam jurang kemaksiatan, hal ini jelas dilarang agama. Sebab untuk mendekati zina saja, umat Islam tidak diperkenankan. Terlebih, Nabi Muhammad SAW juga bersabda: 

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ “Apabila seseorang dari kamu meminang perempuan dan sanggup dia melihat darinya sebagian apa yang menarik untuk menikahinya, hendaklah dia lakukan.” 

Sehingga apabila terdapat seseorang yang menyatakan cinta kepada pacarnya tanpa ada sedikit pun niat keseriusan menikahi, sudah dipastikan apa yang dikatakannya itu hanyalah isapan jempol semata.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Perbedaan Hibah dan Wasiat

Bismillahirrahmanirrahim

Kedua akad ini sama-sama akad memberi.

Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :

Pertama, kalau wasiat, harta baru bisa diterima setelah pemberinya meninggal. Adapun hibah adalah harta sudah bisa menjadi hak milik seketika ketika akad diucapkan, tidak harus menunggu pemberi hibah meninggal dunia.

Kedua, wasiat tidak boleh lebih dari ⅓ harta peninggalan, adapun hibah boleh lebih bahkan boleh seluruh hartanya. (Referensi : Fatawa Islam nomor 598)

Sebagaimana keterangan dalam Sa’ad bin Abi Waqos berikut,

يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَنَا ذُو مَالٍ , وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا اِبْنَةٌ لِي وَاحِدَةٌ , أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي? قَالَ : لَا قُلْتُ : أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ ? قَالَ : لَا قُلْتُ : أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثِهِ ? قَالَ : اَلثُّلُثُ , وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ , إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ اَلنَّاسَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Ya Rasulullah, aku mempunyai harta dan tidak ada yang mewarisiku kecuali anak perempuanku satu-satunya. Bolehkah aku bersedekah dengan ⅔ hartaku?”

“Jangan.” Jawab Nabi.

Aku bertanya kembali, “Bagaimana kalau aku sedekah dengan setengahnya ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Jangan.”

“Kalau sepertiganya bagaimana ya Rasulullah?”

Beliau menjawab “Ya, sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu kaya lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan fakir meminta-minta kepada orang.” Muttafaqun ‘alaihi.

Ketiga, hibah tidak sah jika pemberinya adalah orang safih (dungu dalam urusan duit/harta). Berbeda dengan wasiat, ia sah meski pemberinya adalah orang yang safih.

Keempat, hibah boleh diberikan kepada ahli waris, adapun wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris kecuali jika ahli waris yang lain rela.

Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

لا وصية لوارث إلا أن يجيز الورثة

Tidak boleh ada wasiat kepada ahli waris kecuali ahli waris yang lain membolehkan/merelakan.” (HR. Daruqutni, dari sahabat Amr bin Syu’aib)

Hadis ini dikuatkan oleh pernyataan sahabat yang mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

لا تجوز وصية لوارث إلا أن يشاء الورثة.

“Tidak boleh wasiat diberikan kepada ahli waris kecuali ahli waris yang lain merelakannya.”

Baca tulisan kami terkait tema ini :
Status Harta Wasiat untuk Ahli Waris
https://muslim.or.id/67879-status-harta-wasiat-untuk-ahli-waris.html

Wallahua’lam bis showab.

Ditulis oleh: Ahmad Anshori

Sumber: https://muslim.or.id/68000-perbedaan-hibah-dan-wasiat.html

4 Bukti Keterkaitan Risalah Kenabian dengan Ekonomi

Risalah kenabian mengajak pentingnya prinsip keadilan ekonomi

Ayat-ayat Alquran  yang berbicara tentang kehidupan, alam semesta dan manusia, menegaskan adanya hubungan korelasional antara peristiwa yang berbeda, berdasarkan hukum kausalitas atau sebab-akibat. 

Norma-norma yang dihadirkan dan ditampilkan Alquran itu mengambil bentuk dan dimensi tertentu. Oleh karena itu, seseorang diajak untuk meneliti, mendalami, mengkaji dan menganalisis sunnah dan hukumnya. Allah SWT berfirman:  

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌۙ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ “Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi…” (QS Ali Imran 137). 

Ada banyak ayat Alquran  yang menegaskan adanya sunnah, atas dasar bahwa risalah adalah aturan dan landasan untuk menerangi jalan di tengah kegelapan. Allah SWT berfirman:  

وَلَقَدْ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكُمْ اٰيٰتٍ مُّبَيِّنٰتٍ وَّمَثَلًا مِّنَ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْنَ “Dan sungguh, Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penjelasan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS An Nur 34). 

Alukah telah menguraikan secara singkat beberapa risalah kenabian yang disampaikan Alquran berkaitan dengan masalah ekonomi. 

Pertama, keterkaitan misi kenabian dengan keberadaan kaum borjuis. Allah SWT berfirman:  

وَمَاۤ اَرۡسَلۡنَا فِىۡ قَرۡيَةٍ مِّنۡ نَّذِيۡرٍ اِلَّا قَالَ مُتۡـرَفُوۡهَاۤ ۙاِنَّا بِمَاۤ اُرۡسِلۡـتُمۡ بِهٖ كٰفِرُوۡنَ‏. وَقَالُوْا نَحْنُ اَكْثَرُ اَمْوَالًا وَّاَوْلَادًاۙ وَّمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِيْنَ

“Dan setiap Kami mengutus seorang pemberi peringatan kepada suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) berkata, “Kami benar-benar mengingkari apa yang kamu sampaikan sebagai utusan.” Dan mereka berkata, “Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.” (QS Saba 34-35).

Ayat-ayat Alquran  ini menjelaskan kepada kita sebuah sunnah objektif, menerjemahkan korelasi antara perilaku dan reaksi kaum borjuis dengan para rasul dan nabi yang menyerukan kepada agama Allah SWT dan meluruskan penyimpangan ideologi, sosial, politik, dan ekonomi.  

Kedua, hubungan antara kehancuran bangsa dan sikap kaum borjuis. Ayat-ayat Alquran  menunjukkan penegasan adanya hubungan objektif antara terjadinya ketidakadilan dan korupsi ekonomi dan sosial dalam suatu masyarakat, dan antara kehancuran, kehancuran dan pembusukan bangsa-bangsa sepanjang perjalanan sejarahnya.  Allah SWT berfirman:  

وَاِذَآ اَرَدْنَآ اَنْ نُّهْلِكَ قَرْيَةً اَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنٰهَا تَدْمِيْرًا “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu).” (QS Al Isra 16).

Ayat ini menegaskan bahwa tindakan dan perilaku kaum borjuis dan orang-orang boros, yang dikendalikan pandangan utilitarian materialistis, mengarah pada penyebaran korupsi dan ketidakadilan, penyebaran kemiskinan dan kesengsaraan, dan pemborosan uang dan energi, yang berarti keruntuhan dan kemerosotan entitas ekonomi, disintegrasi struktur sosial dan ekonomi, dan penyebaran korupsi yang menyebabkan kehancuran seluruh masyarakat. 

Ketiga, hubungan antara keutuhan bangsa dengan status ekonominya. Allah SWT berfirman:  

وَلَوْ اَنَّهُمْ اَقَامُوا التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِمْ مِّنْ رَّبِّهِمْ لَاَكَلُوْا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ اَرْجُلِهِمْۗ

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Alquran ) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (QS Al Maidah 66). Dan Allah SWT berfirman:  

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ  “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS Al Araf 96). 

Melalui ayat-ayat tersebut terlihat adanya hubungan dan keterkaitan objektif dan kondisional antara tingkat dan derajat keutuhan bangsa dan tingkat kelimpahan amal, kelimpahan produksi, dan kemakmuran serta kemakmuran bangsa. 

Dengan kata lain, ayat-ayat ini menegaskan kepada kita hubungan langsung antara keadilan distributif, kelimpahan dan kemakmuran produksi dan situasi ekonomi dalam masyarakat. Dan Allah SWT berfirman: 

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ 

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS Ath Thalaq  2-3) 

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa kesalehan dan ketergantungan pada Tuhan diikuti efek langsung dan tidak langsung, diwakili dalam pemeliharaan ilahi, kebijaksanaan ilahi, dan dukungan dalam kehidupan ekonomi dan sosial. 

Keempat, hubungan individu dengan masyarakat. Allah SWT berfirman: 

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ  “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar Rad  11). 

Ayat ini menegaskan kepada kita sejauh mana hubungan erat antara individu dan masyarakat dalam bentuk dan isinya, antara kandungan eksternal individu dan bangsa, dan antara kandungan internalnya. Allah SWT berfirman: 

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ “Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Al Anfal 53).  

KHAZANAH REPUBLIKA

“Pengalihan Isu” Strategi Melupakan Tujuan Utama Umat Manusia

Pengalihan isu merupakan sebuah cara untuk melupakan atau melenyapkan tujuan dari masyarakat banyak, yang awalnya memiliki sebuah tekad dan niat yang kuat  tiba-tiba berubah menjadi berbalik atau melenceng karena pengaruh sebuah isu yang kuat.

Hal ini biasa digunakan untuk memobilisasi massa dalam jumlah yang sangat banyak untuk beralih pada hal yang lain dengan menggunakan sebuah media, baik media cetak, televisi, media social ataupun media yang lainnya yang dapat memberikan informasi pada masyarakat luas.

Strategi ini juga sebetulnya digunakan oleh syetan dalam menyesatkan manusia dari jalan Allah, tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah pada Allah ‘azza wa jalla, seperti tercantum dalam surat Adz Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Namun karena syetan memiliki tugas untuk menggoda manusia maka strategi ini digunakan agar manusia lupa dengan tujuan semulanya, yaitu beribadah pada Allah. Syetan mengalihkan tujuan utama manusia dengan dunia, sejatinya manusia beribadah adalah untuk perbekalan menuju akhirat yang kekal abadi.

Manusia yang taat beribadah pasti akan mendapatkan balasan berupa kenikmatan yang kekal yaitu surga. Dan itulah tujuan utama manusia agar kembali ke kampung halamannya yaitu surga, sementara syetan yang dipimpin Iblis menginginkan agar manusia menjadi shabatnya di neraka.

Selain beribadah pada Allah tujuan yang lain adalah Allah ingin melihat dan menilai hambanya di dunia melalui amal yang baik seperti tercantum dalam surat Al Mulk ayat 2:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Keberadaan syetan yang membutuhakn teman di neraka membuat mereka berusaha sekuat tenaga menggoda manusia dengan berusaha melupakan tujuan utama manusia.

Langkah setan yang paling utama adalah memalingkan umat manusia dari akhirat menuju dunia yang fana, ada yang dialihkan dengan harta, tahta, wanita, bahkan keluarga, hal ini dilakukan oleh syetan agar kita tersesat dan lupa pada tujuan kita di dunia ini.

Oleh kerena itu hendaknya kita selalu mengingat tujuan hidup kita dan jangan mau dialihkan terhadap dunia karena sejatinya itu adalah godaan syetan, bagaimanapun juga syetan akan berusaha mengalihkan tujuan kita dan kita harus selalu siap menghalau isu atau godaan yang dapan melupakan kita dari Allah (Abd.N)

ISLAM KAFFAH