Masjidil Haram Kini Dilengkapi Robot dengan 11 Bahasa

Jamaah haji dan umroh yang mengunjungi Masjidil Haram kini bisa mendapatkan bimbingan dari pemandu robot roda empat baru.

Dilansir dari laman The National News pada Selasa (16/11), dengan tampilan layar sentuh 21 inci, robot AI akan berkeliling masjid dan membantu menjawab pertanyaan atau memberikan panduan tentang berbagai ritual wajib yang harus dilakukan para jamaah. Adanya sistem penghentian cerdas akan mencegah mereka menabrak orang atau objek.

Untuk kemudahan komunikasi, robot juga berbicara 11 bahasa. Ini termasuk Cina, Rusia, Inggris, Prancis, Persia, dan Turki. Bahkan robot dapat membantu menghubungkan mereka dengan syekh dan ulama dalam bahasa yang berbeda.

Kepresidenan Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci menyatakan, itu bertujuan untuk mengembangkan dan merevolusi tingkat serta kemudahan layanan yang ditawarkan kepada umat beriman selama kunjungan ke Mekah.

Kehadiran pemandu robot baru bukan satu-satunya bantuan otomatis di Masjidil Haram di Makkah. Ada juga robot pembersih otomatis untuk mensterilkan tempat dan dengan demikian membantu mencegah penyebaran pandemi Covid-19.  

Robot lain berkeliaran di lokasi antara jam 08.00 pagi dan jam 05.00 sore untuk mendistribusikan air suci Zamzam dari sumur di bawah masjid. Keduanya bekerja tanpa campur tangan manusia menggunakan sistem pintar.

Robot Cerdas berbobot 300 kilogram ini mampu membawa 68,14 liter air untuk dibersihkan. Ini dapat bergerak dengan kecepatan hingga lima kilometer per jam, menggunakan kamera dan sensor overhead untuk mengidentifikasi tata letak dan menghindari tabrakan dengan orang dan rintangan.

Kehadiran robot ini bertujuan untuk membantu mendidik umat Islam di seluruh dunia tentang penggunaan teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan dan e-learning. Misalnya, Smart Quran yang baru-baru ini diluncurkan diluncurkan untuk membantu penyandang disabilitas visual membaca teks dalam huruf Braille.

Di samping itu, Muslim dari seluruh dunia juga dapat memperoleh sertifikasi untuk berpartisipasi dalam inisiatif seperti Maqra’ Al-Haramayn, Two Holy Mosques Reader, yang mengajarkan Alquran. Pelajaran elektronik berlangsung dari Masjidil Haram di Makkah dan tersedia dalam enam bahasa, termasuk Urdu, Inggris, dan Hausa.

IHRAM

Hukum Memperbesar Alat Vital

Pertanyaan ini termasuk pertanyaan yang sensitif, namun cukup banyak ditanyakan oleh beberapa orang. Dalam hal ini, kami menukil beberapa pendapat ulama terkait hal ini. Inti jawaban dari para ulama adalah hukum asalnya adalah BOLEH memperbesar alat vital dengan syarat:

Pertama, untuk tujuan mengobati, terlebih ukuran sangat kecil jika dibandingkan dengan ukuran rata-rata dan tidak tercapai tujuan pemenuhan syahwat yang halal.

Kedua, tidak menggunakan metode yang berbahaya.

Ketiga, menggunakan metode yang sudah teruji dan valid.

Keempat, tidak sekadar memenuhi hawa nafsu yang tidak ada ujungnya dan akhirnya mengantarkan kepada kemaksiatan dan hal yang tidak halal.

Berikut beberapa fatwa terkait hal ini.

Fatwa dari Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid

Fatwa dari Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzhahullah tatkala beliau ditanya tentang hukum memperbesar alat vital laki-laki atau memasang alat/bahan untuk memperbesarnya (metode operasi). Hal ini dikarenakan sang istri tidak pernah merasakan ‘kenikmatan’ selama ini. Beliau hafidzhahullah menjawab,

لا حرج على الزوج المسئول عنه أن يراجع الأطباء ، لوصف دواء يعمل على تكبير القضيب ، بشرط انتفاء الضرر . كما لا حرج عليه أيضا في استعمال ما يضعه على ذكره ، كالواقي ونحوه ، إذا كان هذا أكمل في تحصيل المتعة لزوجته ؛ إذ الأصل الإباحة ، والزوج مطالب بحسن العشرة ، ومنها إعفاف زوجته ، وإشباع رغبتها ، وإزالة ما يعوق ذلك.

Tidak mengapa bagi suami pergi ke dokter agar diresepkan obat untuk memperbesar alat vital. Dengan syarat tidak berbahaya (obat dan prosesnya).  Tidak mengapa juga ia menggunakan bahan atau alat yang diletakkan pada alat vitalnya (metode operasi untuk tujuan mengobati), seperti semacam pelindung dan semacamnya (semisal silikon untuk tujuan pengobatan). Hal ini apabila lebih tercapai tujuan kenikmatan suami-istri. Hukum asalnya boleh. Seorang suami dituntut agar bermuamalah yang baik dengan istrinya. Di antara muamalah yang baik adalah menjaga kehormatan istrinya dengan memenuhi kebutuhan syahwat sang istri dan menghilangkan hal-hal yang bisa menghalanginya.” (Fatwa Sual wal Jawab no. 101567)

Fatwa dari Syabakah Islamiyyah

Fatwa dari Syabakah Islamiyyah asuhan Syekh Abdullah Al-Faqih,

فنستنتج إذا من ذلك أن تصحيح شكل الذكر أو زيادة طوله إذا لم يكن يحصل بعملية جراحية، بل بمجرد تناول الأدوية والعقاقير ونحوها، فإنه يكون من باب النمو مما لا دخل ليد الإنسان فيه، وبالتالي فهو إذا مباح ما لم يؤد إلى ضرر آخر. وعليه، فلا مانع من استعمالك الدواء الذي يصحح شكل القضيب ويطيله

Kami simpulkan (dari nash-nash sebelumnya) bahwa memperbaiki bentuk alat vital dan menambah ukurannya, apabila bukan dengan cara operasi, melainkan hanya dengan obat, suplemen, dan sejenisnya. Hal ini termasuk bab menumbuhkan yang tidak ada campur tangan manusia (maksudnya bukan dengan cara instan, tetapi memang proses alami bertahap). Hal ini termasuk mubah/boleh selama tidak menimbulkan bahaya lain. Boleh baginya (sang penanya) menggunakan obat untuk memperbaiki bentuk/ukuran dan meluruskan alat vitalnya.” (Fatwa Syabakah Islamiyyah no. 63096)

Fatwa selanjutnya juga dari Syabakah Islamiyyah asuhan Syekh Abdullah Al-Faqih,

فمن كان يشكو من صغر آلته بصورة خارجة عن العادة بحيث يؤثر ذلك على معاشرته لزوجته فلا حرج عليه أن يستعمل الأدوية التي تساعد على ذلك إن وصفها له أهل الاختصاص، وأما فعل ذلك لمجرد زيادة الاستمتاع بالعضو المذكور فنحذر الأخ السائل منه، فلعله مدخل من مداخل الشيطان على العبد ليوقع به في الحرام.

Apabila ia mengeluhkan kecilnya alat vital dan ukurannya berbeda dengan rata-rata (terlalu kecil), lalu berpengaruh dengan hubungan dengan istri, maka tidak mengapa ia menggunakan obat yang dapat membantu hal tersebut jika diresepkan oleh ahlinya. Adapun jika tujuannya hanya sekadar untuk menambah kepuasan menikmati organ vital ini, kami ingatkan saudara penanya agar tidak melakukannya. Karena hal ini bisa menjadi salah satu celah setan untuk menjerumuskan manusia kepada hal yang haram.” (Fatwa Syabakah Islamiyyah no. 111477)

Catatan penting

Pertama, untuk memenuhi kebutuhan syahwat istri tidak harus dengan ukuran yang besar sekali, melainkan dengan teknik melatih otot sekitar panggul dan pantat, meningkatkan stamina dan kebugaran.

Kedua, hendaknya yang melakukan hal ini adalah yang sudah menikah. Apabila belum menikah dikhawatirkan terjerumus dalam hal-hal kemaksiatan.

Ketiga, setahu kami, secara kedokteran untuk memperbesar alat vital adalah dengan operasi. Adapun metode-metode lainnya belum teruji secara klinis. Akan tetapi, ilmu kedokteran modern bukan batasan, bisa jadi ada metode lainnya yang berhasil pada orang tertentu dan dengan metode tertentu.

Keempat, hendaknya hati-hati dengan metode-metode yang justru membahayakan dan membuat cedera serta melukai dengan iming-iming instan.

Demikian semoga bermanfaat

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/70237-hukum-memperbesar-alat-vital.html

Apakah Jin Mengetahui Ilmu Gaib?

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apakah jin mengetahui ilmu gaib?

Jawaban:

Jin tidaklah mengetahui ilmu gaib, (demikian pula) yang ada di langit dan bumi tidaklah mengetahui ilmu gaib, kecuali Allah Ta’ala. Bacalah firman Allah Ta’ala,

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala dia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan” (QS. Saba’: 14).

Siapa saja yang mengklaim mengetahui ilmu gaib, dia kafir. Dan siapa saja membenarkan orang yang mengklaim mengetahui ilmu gaib, dia pun kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah, “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah” (QS. An-Naml: 65).

Maka tidak ada yang ada di langit dan di bumi yang mengetahui ilmu gaib, kecuali Allah Ta’ala semata.

Mereka yang mengklaim mengetahui ilmu gaib berkaitan dengan perkara yang akan terjadi di masa datang termasuk dalam perdukunan. Terdapat hadis yang sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Siapa saja yang mendatangi dukun dan bertanya kepadanya, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim no. 2230).

Jika dia membenarkan ucapan dukun, maka dia kafir. Hal ini karena ketika dia membenarkan ucapan dukun, dia telah mendustakan firman Allah Ta’ala,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah’” (QS. An-Naml: 65).

***

@Rumah Kasongan, 28 Rabi’ul awwal 1442/ 4 November 2021

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fataawa Arkaanil Islaam, hal. 115-116, pertanyaan no. 44.

Sumber: https://muslim.or.id/70080-apakah-jin-mengetahui-ilmu-gaib.html

Orangtua Terlanjur Bernazar pada Anaknya, Apakah Boleh Dibatalkan?

Dalam kondisi tertentu, terkadang orangtua bernazar dengan menjanjikan membelikan sesuatu pada anaknya. Misalnya, orangtuanya bernazar bahwa jika anaknya berhasil rangking 1 di kelasnya, maka dia akan membelikan sepeda motor untuk anaknya. Jika orangtua terlanjur bernazar demikian, apakah boleh baginya membatalkan dan mencabut nazar tersebut? (Baca: Hukum Makan Daging Akikah Nazar)

Para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan orangtua membatalkan dan mencabut nazar yang dijanjikan pada anaknya. Dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyebutkan dua pendapat ulama dalam masalah ini.

Pertama, boleh bagi orangtua membatalkan dan mencabut nazar yang telah diucapkan pada anaknya. Ini karena nazar disamakan dengan status sedekah orangtua kepada anak. Sebagaimana orangtua boleh mengambil kembali sedekah yang telah diberikan pada anaknya, maka dia juga boleh membatalkan dan mencabut nazar yang telah diucapkan pada anaknya.

Oleh karena itu, berdasarkan pendapat ini, ketika orangtua bernazar ingin membelikan sepeda motor jika anaknya berhasil rangking 1 di kelasnya, maka dia boleh membatalkan dan mencabut nazar tersebut, dan tidak memenuhi nazarnya tanpa harus membayar kafarah nazar.

Kedua, tidak boleh bagi orangtua membatalkan dan mencabut nazar yang telah diucapkan pada anaknya. Oleh karena itu, jika orangtua terlanjur bernazar kepada anaknya, maka dia wajib memenuhi nazar tersebut, dan jika dia tidak memenuhi, maka dia harus membayar kafarah nazar.

Pendapat kedua ini adalah pendapat yang diunggulkan oleh Imam Ibnu Hajar sendiri. Menurut beliau, nazar yang diucapkan oleh orangtua kepada anaknya statusnya menjadi wajib sehingga orangtua harus memenuhinya. Nazar orangtua pada anaknya tidak bisa dibatalkan dan dicabut sebagaimana halnya sedekah biasa. Ini karena sedekah sifatnya sunnah, sementara nazar sifatnya wajib, meskipun nazar orangtua terhadap anaknya.

Berdasarkan pendapat kedua ini, jika ada orangtua yang bernazar ingin membelikan sepeda motor jika anaknya berhasil rangking 1 di kelasnya, maka dia harus memenuhi nazar tersebut, dan jika tidak memenuhinya, maka ia harus membayar kafarah nazar.

Dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata sebagai berikut;

لَكِنْ أَوْجَهُ مِنْهُ مُفَارَقَةُ النَّذْرِ لِلصَّدَقَةِ مِنْ حَيْثُ الْوُجُوبُ بِالنَّذْرِ فَالرَّاجِحُ مَنَعَ مِنْهُ الرُّجُوعَ فِيهِ حَيْثُ وُجِدَتْ صِيغَةُ نَذْرٍ صَحِيحَةٍ

Pendapat yang lebih kuat adalah adanya perbedaan antara nazar dan sedekah dari sisi kewajiban memenuhi nazar. Maka yang lebih unggul adalah tidak boleh mencabut nazar yang sudah diucapkan secara sah.

BINCANG SYARIAH

Punya Bayi Perempuan? Begini Cara Membersihkan Kotorannya

Setiap muslim yang memiliki bayi, baik laki-laki maupun bayi perempuan pasti sering menghadapi kondisi bayinya pipis atau buang air besar di sembarang tempat. Sebagai muslim tentu harus paham mengenai fikih keseharian, termasuk tata cara membersihkan kencing atau kotoran air besar bayinya.

Dalam fikih, ada beberapa macam najis berdasarkan tingkatannya. Ada najis mugholadzzoh, najis paling berat yaitu, anjing atau babi atau keturunan yang berasal dari salah satunya. Lalu ada najis mukhoffafah, najis paling ringan yaitu, air kencing bayi laki-laki yang berusia di bawah dua tahun dan hanya minum ASI. Terakhir ada najis muthawassithoh, najis pertengahan yaitu, najis yang selain dari dua najis sebelumnya seperti kotoran kambing, manusia, darah, dan lain-lain.

Dalam paparan tersebut, artinya, air kencing atau kotoran bayi perempuan masuk dalam kategori najis mutawassithoh. Lalu bagaimana cara membersihkannya? Penting sekali untuk mengetahui jenis najis yang masuk pada kotoran bayi perempuan dan cara membersihkan najisnya.

Sebelum masuk pada tata caranya, mari kita pelajari terlebih jenis najis berdasarkan bentuknya. Ada jenis yaitu, hukmiyyah dan ‘ainiyyah. Pengertian najis ‘ainiyyah adalah najis yang masih terlihat bentuknya, baunya, dan warnya. Sedangkan najis hukmiyyah ialah najis yang sudah hilang sifat-sifatnya berupa tiga hal yang telah disebutkan tadi, najisnya telah mengering namun masih yakin ada najis yang belum dibersihkan.

Dalam Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj karya Imam ar-Romli diterangkan bahwa najis hukmiyyah cukup dibersihkan dengan dipercikkan dengan air saja. Berikut keterangannya,

 إنْ لَمْ تَكُنْ عَيْنًا بِأَنْ كَانَتْ حُكْمِيَّةً ، وَهِيَ مَا لَا يُدْرَكُ لَهَا عَيْنٌ وَلَا وَصْفٌ ، سَوَاءٌ أَكَانَ عَدَمُ الْإِدْرَاكِ لِخَفَاءِ أَثَرِهَا بِالْجَفَافِ كَبَوْلٍ جَفَّ فَذَهَبَتْ عَيْنُهُ وَلَا أَثَرَ لَهُ وَلَا رِيحَ فَذَهَبَ وَصْفُهُ أَمْ لَا ، لِكَوْنِ الْمَحِلِّ صَقِيلًا لَا تَثْبُتُ عَلَيْهِ النَّجَاسَةُ كَالْمِرْآةِ وَالسَّيْفِ  كَفَى جَرْيُ الْمَاءِ عَلَيْهِ

(Jika wujudnya tidak ada) maka disebut najis hukmiyyah, yaitu najis yang tidak diketahui bentuknya dan sifatnya. Begitu juga apakah ketiadaan wujud dan sifatnya itu dengan bekas yang sedikit akibat mengering seperti air kencing yang telah mengering lalu hilang bentuk, dan tidak ada bekasnya, baunya dan sifatnya ataupun sebaliknya. Karena kondisi tempat yang materinya dari material kaca tidak akan menetap najisnya, seperti cermin atau pisau (maka cukup dialirkan dengan air saja di atasnya)

Jadi, jika kencing bayi sudah mengering dan hilang sifat-sifatnya cukup dialirkan air saja. Beda halnya jika masih terdapat salah satu sifatnya, terlebih sampai masih ada bau ‘pesing’. Maka cara membersihkannya adalah dengan menghilangkan sifat-sifatnya terlebih dahulu lalu dialirkan dengan air. Sebagaimana keterangan berikut,

وَإِنْ كَانَتْ عَيْنًا سَوَاءٌ أَتَوَقَّفَ طُهْرُهَا عَلَى عَدَدٍ أَمْ لَا ، وَهِيَ مَا نَجِسَ طَعْمًا أَوْ لَوْنًا أَوْ رِيحًا كَمَا يُؤْخَذُ مِنْ تَعْرِيفِ نَقِيضِهَا الْمَارِّ  وَجَبَ بَعْدَ زَوَالِهَا ( إزَالَةُ الطَّعْمِ )

Dan apabila najisnya berupa najis ‘ainiyyah, baik itu kesuciannya beberapa sifatnya masih menetap atau tidak, yaitu najis yang masih ada rasanya atau warnanya atau baunya sebagaimana pengertian kebalikan dari najis hukmiyyah (maka wajib) setelah menghilangkan sifat-sifatnya untuk menghilangkan rasanya.

Maksudnya, jika pada kasus kencing bayi, misal sang bayi pipis di popok yang keesokan harinya telah kering namun masih ada baunya atau warna atau salah satu sifatnya maka wajib dihilangkan semua sifat-sifat najisnya baru lalu dialirkan air suci. Mengenai sifat rasa, bukan berarti benda yang terkena najis harus dijilat sampai dipastikan hilang rasanya, melainkan dikira-kira saja apakah sudah benar-benar hilang sifatnya atau belum.

Hal yang perlu diperhatikan adalah, saat mencuci pakaian bayi yang terkena najis, penting untuk membilas dengan air mengalir pada bilasan terakhir untuk benar-benar meamstikan najisnya hilang. Demikianlah yang perlu diperhatikan jika memiliki bayi perempuan maka harus mengetahui tata cara membersihkan kotorannya. Wallahu a’lam bisshowab.

BINCANG MUSLIMAH

Teladan Iyyadh bin Ghanam

Sikap dan perilaku lurus seorang Iyyadh bin Ghanam ini sangat penting diteladani.

Islam sungguh ajaran yang tidak saja menerangkan pentingnya kebaikan. Akan tetapi, juga menampilkan sosok manusia yang menerapkan kebaikan ajaran Islam itu, sehingga keberadaan mereka patut menjadi teladan kaum Muslimin dari generasi ke generasi. Satu di antaranya ialah Iyyadh bin Ghanam.

Iyyadh bin Ghanam adalah seorang jenderal dalam pasukan kaum Muslimin, termasuk pada masa Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Dalam perjalanan hidupnya, ia pernah menjabat sebagai gubernur dan menaklukkan beberapa negeri, termasuk Suriah Utara yang sebelumnya dikuasai oleh Bizantium.

Ketika menjadi gubernur, ada sebuah kisah menarik dan penuh hikmah yang bisa kita ambil. Kala itu sanak saudara Iyyadh bin Ghanam pada berdatangan untuk silaturahim. Di sana, semua saudaranya menyampaikan kesulitan hidup yang mereka hadapi. Bahkan, mereka tinggal berhari-hari di kediaman Iyyadh bin Ghanam.

Iyyadh bin Ghanam pun memberikan uang sejumlah sepuluh dinar kepada lima orang keluarganya itu. Namun, tak dinyana, keluarganya menolak, marah, dan mencaci Iyyadh bin Ghanam.

Iyyadh bin Ghanam pun berkata, “Wahai kemenakan-kemenakanku, saya tidak mengingkari hubungan kerabat kalian dengan saya, hak kalian dan kesulitan yang kalian dapatkan di perjalanan. Akan tetapi, demi Allah, aku hanya dapat memberikan apa yang kalian terima tadi dengan menjual budakku dan menjual barang yang tak begitu kubutuhkan. Maka, maafkanlah aku.”

Penjelasan itu tak membuat keluarga Iyyadh bin Ghanam sadar. Mereka justru membantah. “Demi Allah, Allah tidak akan memaafkanmu. Bukankah engkau Gubernur Syam, tetapi engkau hanya memberikan jumlah uang kepada kami hanya sekedar ongkos perjalanan pulang saja?”

Iyyadh bin Ghanam pun mengatakan, “Apakah kalian menginginkan aku untuk mencuri harta Allah? Demi Allah, bila aku dibelah dengan gergaji, itu lebih aku sukai daripada mengorupsi uang meski sepeser atau menggunakannya tidak pada tempatnya.”

Mendengar itu, para kemenakan Iyyadh bin Ghanam tak habis akal. Mereka pun meminta agar Iyyadh bin Ghanam memberikan mereka jabatan, sehingga bisa mendapatkan gaji dan penghasilan yang lumayan.

Ketika itu disampaikan, Iyyadh bin Ghanam berkata tegas, “Demi Allah, aku mengetahui keutamaan dan kebaikan kalian. Tetapi bagaimana bila terdengar oleh Umar bahwa aku mempekerjakan orang-orang dari kerabatku sendiri, bukankah dia akan mencaci diriku?”

Demikianlah sikap seorang Iyyadh bin Ghanam kala menjadi penguasa, sebagai seorang gubernur. Ia benar-benar waspada dan hati-hati di dalam menggunakan kekuasaannya, terutama dalam hal memenuhi keinginan keluarga besarnya.

Ia tidak mau memberi kecuali dari harta yang hak adalah miliknya. Dan, ia tidak mau menjadikan keluarganya menduduki jabatan tertentu.

Sikap dan perilaku lurus seorang Iyyadh bin Ghanam ini sangat penting diteladani oleh para pemimpin di negeri ini, mulai dari kepala keluarga hingga kepala negara. 

OLEH IMAM NAWAWI

KHAZANAH REPUBLIKA

Aksi Pria Mesir Berangkat Umroh dengan Sepeda Motornya

Seorang pria Mesir berusia 64 tahun melakukan perjalanan dengan sepeda motor dari Kairo ke Makkah di Arab Saudi. Ia melakukan perjalanan panjang agar dapat melakukan umroh.

Ismail Abdel Latif Ibrahim Gawish melakukan perjalanan dengan sepeda motornya melalui darat yang menghabiskan enam hari. 

Ia berencana melakukan umroh dan mengunjungi tempat-tempat suci di Makkah hingga Madinah, di mana ia ingin berdoa di Masjid Nabawi. 

Usianya yang sudah tidak muda bukan penghalang untuk mengambil pengalaman baru. Ia berani mengambil cara ini karena didorong hasrat mengendarai sepeda motor dan berpartisipasi dalam berbagai aksi unjuk rasa di dunia Arab. 

Sebagai anggota tim reli sepeda motor Mesir, Gawish diundang untuk berpartisipasi dalam reli Arab Solidarity March di Arab Saudi, yang melibatkan tim dari beberapa negara Arab.

Dia melakukan perjalanan dari Kairo dengan sepeda motornya, kemudian menggunakan penyeberangan feri ke Jeddah. Setelahnya, ia melakukan perjalanan lagi dengan sepeda motornya menuju Makkah. 

“Saya sangat bersemangat untuk melakukan perjalanan ribuan kilometer dari Kairo ke Makkah untuk melakukan umrah. Itu adalah perjalanan spiritual yang mengasyikkan,” katanya dikutip di //Gulf News//, Senin (15/11). 

Perjalanannya ini dimulai pada 31 Oktober, dan membutuhkan waktu berhari-hari untuk tiba di Kerajaan. Sebelumnya, ia telah menyiapkan izin yang diperlukan untuk perjalanan dan visa untuk memasuki Kerajaan. 

Gawish mengaku sangat senang dengan pengalaman uniknya mengunjungi Tanah Suci. “Saya bepergian dengan sepeda motor dari Kairo ke Makkah dan Madinah, di mana saya melakukan umroh, dan sekarang saya kembali ke Kairo. Salam dan penghargaan saya untuk Anda semua,” ujarnya. 

Selama perjalanan ziarahnya, Gawish berpartisipasi dalam menjahit kain hitam penutup Ka’bah suci. Dia merasa terhormat mendapat kesempatan menjahit dua jahitan di penutup Ka’bah menggunakan benang perak yang dilapisi emas.  

Sumber: gulfnews   

IHRAM

Banyak Bicara, Satu dari Tiga Sifat yang Dibenci Allah

MENGAPA orang bijak sering digambarkan sebagai seorang yang lebih sedikit bicara dan kalaupun berbicara, dia tidak nampak terlalu mengumbar kata sehingga terkesan bertele-tele dan berputar-putar disitu.  Ya mungkin karena sejak kecil kita sudah terbiasa dikesankan bahwa pembual atau pembohong itu identik dengan yang banyak omong, atau malah disamakan dengan penjual obat.

Memang demikianlah nyatanya, orang bijak atau yang terasah kecerdasan serta emosinya, lebih memilih untuk banyak mendengar daripada bicara. Bukan tidak suka atau tidak mau bicara, tetapi bicara jika memang harus dan perlu dan tidak bicara jika tidak benar-benar memahami masalahnya.

Seakan memang begitulah alasan mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan dua telinga dan satu mulut, agar lebih banyak kata yang kita serap daripada yang disuarakan.

Keselamatan seseorang terletak pada kemampuannya dalam menjaga lidahnya, akalnya diletakkan di depan lidahnya, bukan di belakang, maknanya dia selalu berpikir sebelum menyatakan sesuatu.  Apalagi dijaman teknologi digital sekarang ini, semua semakin tidak berjarak lagi.

Apa yang kita sampaikan saat ini dalam hitungan menit sudah merebak dimana-mana. Fatalnya karena merasa ingin menjadi yang pertama, orang sering tak merasa harus mendengar tuntas dan memahami sepenuhnya isi lalu membagikan kesahalan pada khalayak luas.

Dahulu, kita sering terperangah ketika mendengar seseorang bicara. Dia yang selama ini banyak diam dan kita anggap biasa-biasa saja, tetiba kita baru menyadari ternyata dia seorang yang bijak dan dalam ilmunya.

Mengapa sekarang yang terjadi malah sebaliknya, seseorang justru karena ingin dianggap ada atau diakui sebagai berilmu atau faham tentang sesuatu, maka dia berani bicara di depan forum tentang sesuatu yang bukan saja diluar kompetensinya?  Bahkan dia tidak faham sama sekali apa yang disampaikannya.

Ya.. Orang jadi gandrung ingin dianggap tahu dengan bicara, bukan bicara karena tahu.  Ini tingkat kebodohan yang paling tinggi, karena justru dengan banyak bicara, orang justru makin tau kadar keilmuannya, atau dengan kata lain, dia tengah membuka auratnya sendiri.

Bahkan yang paling menjijikkan seorang ‘akademisi’ yang notabene terbiasa berpikir berdasar ilmu, berani menyatakan atau menafsirkan sesuatu tanpa dasar pengetahuan, bahkan menyangkut agama yang diyakininya.

Lebih baik dia membaca dan menelaah hadits Rasulullah ﷺ di bawah ini:

أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ

كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا

ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ

Diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang panjang, di akhir hadits disebutkan, beliau ﷺ bersabda, “Maukah Engkau aku kabarkan dengan sesuatu yang menjadi kunci itu semua?” Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.” Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda, “Tahanlah (lidah)-mu ini.” Aku bertanya, “Wahai Nabi Allah, (apakah) sungguh kita akan diadzab disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan?”  Beliau menjawab, “(Celakalah kamu), ibumu kehilanganmu wahai Mu’adz! [1] Tidaklah manusia itu disungkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka, melainkan karena hasil ucapan lisan mereka.” (HR: Tirmidzi no. 2616)

Dalam hadits lain Rasulullah ﷺ bersabda

لمسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ , و المهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ

“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah.” (HR: Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).

Ulama pewaris Nabi?

Ulama adalah pewaris Nabi tidak semata karena ilmunya, yang terpenting adalah kehati-hatiannya, justru inilah yang membedakannya dengan orang jahil atau bodoh. Dien adalah wilayah Allah dan Rasul-Nya, seseorang tidak bebas membuat tafsiran yang disandarkan pada akalnya, sedalam apapun ilmunya.

Bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan bahwa Dien ini belum sempurna? Lalu apakah ‘kesempurnaan’ itu menjadi kewenangan tiap orang?

Kesesatan di atas kesesatan!

Banyak bicara adalah satu di antara tiga sifat yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala, selain dari menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya, demikian hadits Rasulullah ﷺ dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Malik.

Rasulullah bersabda diriwayatkan dari Abdullah bin Umar;

من كثر كلامه كثر سقطه ومن كثر سقطه كثرت ذنوبه ومن كثرت ذنوبه كانت النار أولى به

“Barangsiapa yang banyak bicaranya niscaya akan banyak salahnya, dan barangsiapa yang banyak salahnya maka akan banyak dosanya, dan barangsiapa yang banyak dosanya maka lebih pantas masuk Neraka.” (Diriwayatkan Al-Uqaili dalam Adh Dhu’afa (336), Ath Thabrani dalam Al Ausath (502))

Jika yang ingin dicapai adalah penguatan akidah umat, maka ada banyak hal yang bisa diungkapkan. Akidah ini yang lebih akan menyelamatkan umat, yaitu menjauhkan umat dari menyekutukan Allah dengan apapun, juga membentengi umat dari serbuan pemurtadan yang makin masif dilakukan non-muslim.

Tetapi memang ada orang-orang dari internal Muslimin sendiri yang ada penyakit di hatinya, mereka lebih suka membuat kebingungan, kebimbangan dikalangan umat Islam sendiri. Mereka tak berani tegas menyatakan membenci Islam, tetapi mengarahkan umat untuk membenci Arab.

Mereka menolak apapun yang berbau Arab dengan alasan itu budaya asing, tetapi keseharian mereka bergelut dengan budaya Barat.  Setiap hari mereka terus bicara dan menulis, dan semakin jelas buat kita, betapa mereka penuh dengan kebencian dan tipu muslihat.

Mereka tidak mengutip ayat Al-Quran, kecuali untuk lalu diputarbalikkan arti dan tafsirnya.  Mereka lebih suka pada ayat-ayat yang tersamar, bukan ayat yang jelas dan tegas.

*هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ  اِلَّا اللّٰهُ  ۘوَالرّٰسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ  كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ*

“Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.” (QS: Ali Imran, ayat 7).

Kita semua berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas Negeri ini dari rencana jahat para pembuat kerusakan, yaitu merusak akhlak dan akidah umat. Jika mereka tidak segera sadar dan bertobat, semoga  Allah mengadzab mereka di dunia dan akherat.. aamiin.*/Hamid Abud Attamimi

HIDAYATULLAH

Kasus Pencabulan Anak di Batang, Islam Melarang Keras Kekerasan Seksual Pada Anak

Tengah viral di media sosial, aksi bejat pelaku pelecahan seksual terhadap di bawah umur di Kecamatan Pecalungan, Batang, Jawa Tengah.  Aksi bejat tersebut terperogok warga, saat pelaku FWR—pria berusia 33 tahun—, tengah melaksanakan aksi bejat tersebut di sebuah gubuk di dalam hutan jati.

Yang tak kalah bikin geger, pelaku pelecehan seksual tersebut mengaku sudah berungkali melakukan aksi tersebut. Dari pengakuannya, sudah ada sekitar 33 orang anak yang menjadi korbannya.

Untuk memuluskan aksinya, FWR mengaku mengiming-imingi anak-anak dengan uang 35 ribu. Dengan uang segitu, banyak anak-anak yang tergiur. Polres Batang, Jawa Tengah telah menetapkan FWR sebagai tersangka kasus pencabulan anak dibawah umur.

Akibat perbuatan bejat tersebut, tersangka FWR akan dijerat dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, dan Pasal 292 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak memeng marak di Indonesia. Dalam laporan Catatan Tahunan (CATAHU) di tahun 2020, dalam 12 tahun terakhir, kekerasan seksual pada perempuan mengalami peningkatan sebanyak 792%. Komnas Perempuan menduga masih banyak kasus yang belum terdata. Pun masih banyak kasus yang tenggelam—tidak diketahui dengan jelas rimba dan ujung penanganannya.

Sementara itu, di tahun 2019 terdapat 2.341 kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan. Angka ini terbilang meningkat fantastis— bila di banding tahun 2018, dengan jumlah di angka 1.417.  Di samping itu, ada juga kasus pelecehan seksual lewat internet seperti ancaman penyebaran foto atau video korban mengandung unsur porno sebanyak 281.

Pelecehan Seksuan dalam Islam merupakan perbuatan bejat dan tak bermoral. Lebih lanjut, Mufti Dar Ifta Mesir, Dr. Syauqi Ibrahim Allam, dalam Mā Hukmi ad Dīn fī At Taharusyi al Jinsi bil Athfāli menyatakan tindakan pelecehan seksual terhadap termasuk dalam golongan dosa besar. Perbuatan itu perilaku yang menjijikkan. Yang akan membekas bagi korban— dalam hal ini anak-anak sampai ia  dewasa kelak.

Maka wajar, bila itu tergolong pada dosa yang besar. Syekh Syauqi Allam berkata;

فإن التحرُّش الجنسي بالأطفال كبيرةٌ من كبائر الذنوب تنأى عنها كل الفطر السويَّة، وانتهاكٌ صارخٌ للقيم الإنسانية في المجتمع، فهو قتلٌ للطفولة، وانتهاكٌ للبراءة، وهو -إلى كونه فعلًا فاحشًا- غدرٌ وخيانةٌ؛ لأن الصغير لا يَعِي ولا يَفهَم ما يَقعُ عليه، كما أنَّ أهل الصغير لا يَتَحَرَّزُون مِن تَركِهِ مع الكبار؛ لأن الأصل أنه غير مُشتَهًى،

Artinya: Pelecehan seksual terhadap anak-anak adalah salah satu dosa besar yang dijauhi oleh semua fitrah manusia normal, dan ini merupakan pelanggaran mencolok terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat, maka karena pembunuhan terhadap masa kanak-kanak dan menghancurkan bagi kesucian anak; dan itu adalah tindakan bejat, tipu daya, dan khianat.

Pasalnya, si anak itu tidak sadar dan tidak mengerti apa yang terjadi padanya, seperti halnya orang tua dari anak kecil itu tidak waspada meninggalkannya bersama orang dewasa; Karena aslinya tidak diinginkan.

Dengan demikian, Islam sangat mengutuk keras tindakan pencabulan terhadap anak. Dan melarang keras setiap muslim untuk bertindak peadofil. Pasalnya, itu tindakan yang akan membekas pada anak dan akan membuatnya membekas sampai dewasa kelak.

BINCANG SYARIAH

Kemenag: Calhaj Lansia Menjadi Perhatian Kita

Kementerian Agama menekankan perhatiannya terhadap para calon jamaah haji dari kalangan lanjut usia (lansia) sehingga mereka mendapat prioritas keberangkatan ke Tanah Suci. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang nomor tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Kepala Sub Direktorat Bimbingan Jamaah Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Arsyad Hidayat, menyampaikan, sebetulnya prioritas terhadap lansia sudah terdapat secara di dalam UU 8/2019. Dalam regulasi ini, kalangan lansia mendapat kuota secara khusus dari total kuota jamaah haji reguler.

“Besarannya 1 persen dari total kuota jamaah haji reguler di masa normal. Pada 2019, kita yang saat itu dalam situasi normal mendapat kuota jamaah haji secara keseluruhan sebanyak 221 ribu yang mencakup haji reguler dan khusus,” kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (14/11).

Dari total kuota itu, lanjut Arsyad, 204 ribu di antaranya adalah jamaah haji reguler. Dengan demikian, kuota untuk calon jamaah haji lansia pada 2019 lalu sebanyak 2.040 yang setara dengan satu persen dari kuota 204 ribu tersebut.

“Kita alokasikan 2.040 untuk kuota jamaah haji lansia. Ini satu persen dari total jamaah haji reguler saat itu. Karena pengaturan di dalam UU 8/2019 itu kuotanya adalah 1 persen (untuk lansia) dari kuota yang diterima,” jelasnya.

Untuk saat ini, Arsyad mengatakan, belum diketahui berapa kuota yang diterima Indonesia karena belum ada informasi lebih lanjut dari otoritas Arab Saudi. Ketika kuota haji untuk jamaah Indonesia dirilis Saudi, Ditjen PHU tentu akan segera mengeluarkan kebijakan lanjutan dengan memperhatikan jamaah haji untuk lansia.

“Karena faktor usia ini, sementara waktu tunggunya sangat panjang, maka ini menjadi concern kita. Pemerintah menaruh perhatian terhadap kalangan jamaah haji lansia,” tuturnya.

Menurut Arsyad, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan kajian soal penambahan besaran kuota jamaah haji lansia. “Nanti kita lihat kemaslahatan yang dianggap paling perlu dilakukan pada 2022. Nanti ketika kuota diberikan (dari Saudi), berapa persennya tentu ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah,” ucapnya.

IHRAM