Bagaimana Hukum Memakai Behel?

Bagaimana hukum memakai behel dalam Islam dengan tujuan kesehatan? Pasalnya, saat ini tengah tren memasang kawat gigi atau behel (orthodontics) hingga saat ini masih digandrungi masyarakat.

Utamanya di kalangan anak remaja. Dan agaknya bukan hanya alasan kesehatan semata, melainkan juga sudah menjadi gaya hidup. Sebenarnya dalam dunia medis, ortodontik digunakan untuk menalangi kasus gigi yang tidak normal, seperti gigi tidak rata, jarang-jarang, gigi tonggos, dan sebagainya.

Faktor penyebabnya bisa karena keturunan, penyakit kronis, kebiasaan-kebiasaan buruk yang merusak gigi atau kelainan bawaan. Gigi yang tidak normal perlu dipasang alat cekat dari kawat. Selain tersusun rapi juga terlihat estetis.

Sebenarnya pemakaian behel (kawat gigi) bertujuan untuk kesehatan dan mengembalikan fungsi gigi. Misalkan untuk mengunyah makanan dan berbicara. Jika gigi tersusun secara oklusi, yakni tutup-menutupnya gigi atas dan bawah secara sempurna, tentu fungsinya pun akan optimal.

Adapun perdebatan hukum memakai behel adalah terkait sebuah larangan merenggangkan atau mengikir gigi dalam hadist sahih diriwayatkan Imam Muslim berikut ini

عن إبراهيم عن علقمة عن عبد الله قال لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ

“Dari Ibrahim bin Alqamah dari Abdillah Ra.berkata, Allah telah melaknat wanita yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi (mengikir) demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah.” (HR. Muslim).

Mengenai maksud hadis tersebut, Imam An-Nawawi dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/107, menjelaskan:

وأما قوله:(المتفلجات للحسن) فمعناه يفعلن ذلك طلباً للحسن، وفيه إشارةٌ إلى أن الحرام هو المفعول لطلب الحسن، أما لو احتاجت إليه لعلاجٍ أو عيبٍ في السن ونحوه فلا بأس

Artinya: “Sabda Nabi Muhammad SAW, “Yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, artinya, dia melakukan hal itu untuk mendapatkan penampilan yang baik. Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa yang diharamkan adalah melakukan perenggangan gigi untuk memperindah penampilan.

Namun jika dilakukan karena kebutuhan, baik untuk pengobatan atau karena cacat di gigi atau semacamnya maka dibolehkan,”

Hadits tersebut menjelaskan larangan merubah gigi dengan tujuan agar gigi tampak lebih indah dan lebih cantik. Imam Nawawi menerangkan, “Maksud al-Mutafalijat dalam hadist di atas adalah mengikir antara gigi-gigi geraham dan depan.”

Sedang kata al-falaj artinya renggang antara gigi geraham dengan gigi depan. Hal Ini sering dilakukan orang-orang yang sudah tua agar mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah.

Maka jika memasang behel dengan tujuan lain yang tidak bermanfaat jelas dilarang oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Apalagi bila sampai ditambah-tambahkan dan mengubah dengan niat mempercantik diri yang mengarah pada tindakan berlebihan.

Bahkan jika dilihat dari koridor syariat, tren demikian bisa jatuh pada hal-hal negatif yang berujung pada keharaman. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nisa’: 119 sebagai berikut:

وَلَاٰ مُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ

Dan aku (setan) sungguh akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), maka sungguh mereka benar-benar mengubahnya”. (QS. An-Nisa’: 119).

Berdasarkan uraian singkat di atas, Pimpinan Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon, KH Yahya Zainul Ma’arif yang lebih dikenal dengan Buya Yahya menjelaskan, jika tujuan pemakaian behel (kawat gigi) adalah untuk merapikan gigi yang tidak rapi, ada hajat maka hal tersebut mubah (boleh) dilakukan.

Bahkan bisa menjadi wajib hukumnya, bila giginya tidak segera dirapikan dapat membahayakan dirinya.

Tapi yang tidak diperkenankan adalah kawat gigi untuk memperindah. Memperindah itu bukan suatu hal yang terlarang, tetapi jika sudah dilarang oleh Nabi ya jangan dilakukan,” imbuh Buya Yahya, dikutip dari channel YouTube, Al-Bahjah TV.

Kesimpulannya, perempuan yang menggunakan behel (kawat gigi) dengan alasan karena hajat untuk merapikan gigi atau pengobatan, maka hukumnya adalah boleh. Dan hendaklah melakukan pemasangan behel gigi dengan dokter gigi atau tenaga medis yang ahli dalam bidang tersebut.

Akan tetapi, jika penggunaan behel (kawat gigi) bertujuan untuk mempercantik gigi, apalagi menambahkan pernak pernik aksesoris, padahal giginya dalam keadaan baik-baik saja, maka tidak diperbolehkan atau jika tidak berhati-hati dikhawatirkan jatuh dalam hukum haram.

Demikian penjelasan hukum memakai behel dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Lailatul Qadar Ada di Satu Waktu atau Berpindah Setiap Tahun?

Lantas, sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya, apakah Lailatul Qadar ditetapkan pada satu waktu di bulan Ramadhan yang tidak diketahui oleh satu pun manusia? Ataukah Lailatul Qadar berpindah-pindah dari tahun ke tahun meski tetap berada di bulan Ramadhan?

Mantan Mufti Mesir, Syekh Dr Ali Jum’ah menyatakan, bagaimana pun, Lailatul Qadar tetap tidak akan diketahui karena kebijaksanaan Allah SWT, sehingga hanya Dia-lah yang mengetahuinya.

Anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar Kairo itu juga menjelaskan, Lailatul Qadar diraih berdasarkan amal ibadah yang dikerjakan dan ditingkatkan pada 10 hari terakhir Ramadhan. Tanpa mengetahui kapan Lailatul Qadar terjadi.

“Namun beberapa orang mengamatinya, dan mengatakan bahwa Lailatul Qadar ada di malam ini dan itu, atau di malam lainnya, dan sebagainya,” kata dia.

Syekh Jum’ah juga memaparkan, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa Lailatul Qadar terus bergerak dari tahun ke tahun. Sedangkan Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Lailatul Qadar adalah malam ke-27 dan dia bersumpah untuk itu.

“Demikian juga Al-Nahas, yang berpendapat sama, karena kata ‘hiya’ dalam Alquran (Surah Al-Qadr) adalah kata ke-27, dengan tetap menekankan bahwa Lailatul Qadar tidak akan diketahui, dan kita hanya berusaha mengetahuinya,” tutur Syekh Jum’ah.

IHRAM

Masjid Al Khusaeni Kini Mendunia

Masjid Al Khusaeni yang berlokasi di Pantai Carita, Desa Sukajadi Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dibangun tahun 1889 atau enam tahun setelah meletus Gunung Krakatau 1883 kini mendunia.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid ( DKM) Masjid Al Khusaeni Pantai Carita H Tata Suharta di Pandeglang, mengatakan masjid berusia satu abad lebih itu banyak dikunjungi wisatawan asing yang menikmati panorama alam barat di Provinsi Banten dari berbagai negara di dunia melaksanakan shalat di masjid itu.Wisatawan asing itu antaralaindari Negara Arab, Asean, Eropa dan Afrika.

Mereka melaksanakan shalat di Masjid Al Khusaeni Pantai Carita memiliki kekhusyukan juga suasananya cukup dingin dengan masjid kuno itu, katanya.Pembangunan Masjid Al Khusaeni itu dilakukan setelah diterjang dahsyat letusan Gunung Krakatau.

Dimana saat itu, Al Khusaeni sedang berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani di Mekah, Arab.Dengan menerima informasi itu, Al Khusaeni kembali ke Tanah Air untuk kembali membangun masjid akibat dampak letusan Gunung Krakatau.

Kondisi Masjid Al Khusaeni pantai Carita bertingkat atau tumpang yang berjumlah empat tingkatan. Arsitektur pengaruh lokal terlihat pada komponen pelipit seperti pada candi dan mustoko atau kubah.

Sedangkan, pengaruh asing terlihat pada tiang-tiang semu atau pilaster seperti pada bangunan kolonial.Bentuk pembangunannya masih tipe bangunan kuno asli Indonesia.Selama ini, kata Tata Suharta kondisi Masjid Al Khusaeni masih utuh pada bagian ruangan tengah dengan empat tiang penyangga juga mimbar dan genteng.

Diperkirakan bangunan masjid itu sekitar 85 persen masih asli dan hanya dua kali dilakukan pemugaran tahun 2005 dan 2007.Pemugaran dan renovasi pembangunan itu pada bagian beton tiang depan, karena kondisinya miring akibat gempa, katanya.

Selain itu, juga pemugaran pada bagian tempat wudhu dan toilet.Saat ini, kata dia, Masjid Al Khusaeni Pantai Carita seluas 1.000 meter persegi menghadap Gunung Anak Krakatau mampu menampung 400 orang.Kehadiran masjid tua itu juga sebagai pusat syiar Islam di Banten.

“Sebab, dulu pendiri masjid Syech Al Khusaeni juga memimpin pondok pesantren dan santrinya itu dari berbagai daerah di Provinsi Banten hingga Jawa Barat,” katanya.

Beruntung, bencana tsunami yang menerjang pesisir Pantai Carita tahun 2018 Masjid Al Khusaeni tidak terdampak, meski lokasinya di tepi pantai, tambahnya.”Kami melestarikan masjid yang sudah masuk Cagar Budaya itu agar tetap kokoh dan terawat baik, “katanya.

Ia mengatakan, kegiatan keagamaan pada bulan suci Ramadhan Masjid Al Khusaeni cenderung meningkat, seperti shalat terawih dan tadarus alquran.Selain itu juga siraman rohani usai shalat fardhu hingga diskusi pengajian, katanya.” Kami setiap Ramadhan menyelenggarakan kegiatan keagamaan di masjid tua itu, ” katanya.

IHRAM

Mengapa Ada Anjuran Bersedekah dari Harta yang Kita Sukai?

Bersedekah dari harta yang disukai merupakan tuntunan agama

Ulama ahli tafsir Indonesia, M Quraish Shihab, mendapatkan pertanyaan tentang sedekah dalam bukunya yang berjudul “M Quraish Shihab Menjawab” terbitan Lentera Hati. 

Dalam bersedekah, benarkah kita harus memberikan yang terbaik dari miliki kita atau apa yang paling kita sukai?

Dalam menjawab pertanyaan ini, M Quriash mengutip surat Ali Imran ayat 92. Allah SWT berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ Artinya, “Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian dari apa yang kamu sukai….” (QS Ali Imran [3]: 92).

Menurut M Quraish, dalam ayat ini dinyatakan mimma tuhibbun (sebagian dari apa yang kamu sukai), bukan dari semua yang kamu sukai dan juga bukan yang kamu paling sukai.

Memang untuk mencapai kesempurnaan kebajikan, seseorang harus menafkahkan apa yang disenanginya. Namun, menurut M Quraish, ini tidak berarti bahwa jika tidak demikian, dia tidak lagi lagi perlu mengeluarkan sedekah.

Dia pun mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam kitabnya ketika menafsirkan surat Al Baqarah ayat 267, Allah SWT berfirman:

وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ

Artinya: “….Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan….”. (QS Al Baqarah [2]: 267).

Dalam menafsirkan ayat ini, menurut dia, Rasyid Ridha menyampaikan, “Alquran tidka melarang mencampurkan yang buruk dengan yang baik atau memberikan yang buruk tanpa disengaja, meskipun ketika itu si pemberi tidak mencapai derajat kesempurnaan.”   

KHAZANAH REPUBLIKA

Kemuliaan Akhlak Hasan bin Ali; Tidak Pendendam Meskipun Dicaci dan Dihina

Hasan bin  Ali merupakan cucu tercinta Rasulullah. Baginda Nabi begitu mencintainya. Dalam pelbagai riwayat, dikisahkan kecintaan Nabi terhadap Hasan. Abdullah bin Zubeir menceritakan suatu waktu Nabi sedang sujud—ketika itu baginda sedang shalat—, tiba-tiba Hasan naik ke punggung Nabi. Meskipun dalam keadaan shalat, Nabi tak menurunkan Hasan, hingga ia sendiri yang turun.

Tak hanya itu saja, suatu waktu Nabi sedang rukuk. Melihat Rasulullah membungkuk, Hasan keluar-masuk di antara kedua kaki Nabi Muhammad. Usai shalat Nabi tak membenteknya. Tak juga memarahinya. Bahkan Nabi meletakkan Hasan di pundaknya sembari berkata; ” Ya Allah aku mencintainya, maka cintailah dia,”.

Kelembutan hati dan kemuliaan akhlak Rasulullah sejatinya diwarisi langsung oleh Hasan. Demikian dijelaskan dalam kitab Tārīkh al Khulafā, karya Imam Jalaluddin Suyuthi. Hasan merupakan insan penuh kasih, laiknya kakeknya, baginda Nabi. Ia memiliki kepribadian sempurna. Akhlaknya terpuji. Seorang yang penyabar. Yang tenang pembawaannya.  Tegas dalam bersikap.

Yang tak kalah membuat kagum, Hasan adalah manusia pemurah. Rajin bersedekah. Ia tidak menyukai pertengkaran. Apalagi pertumpahan darah.

Ia pernah dicemooh warga Kufah. Sebab memberikan jabatan khalifah pada Muawiyah.  Ia dituding sebagai pengkhianat. Juga dicap sebagai orang yang menghinakan kaum muslimin.

Ketika mendapat ejekan dan hinaan, apa yang ia perbuat? Melawan? Membela? Tidak. Ia berkata;

لست بمذل المؤمنين، ولكني كرهت أن أقتلكم على الملك

Artinya: Saya bukanlah orang yang menghinakan kaum mukminin, namun saya tidak suka membunuh kalian lantaran berebut kekuasaan.

Marwan Gubernur Hijaz yang Membenci Hasan dan Ali

Sikap tak pendendam Hasan dan kemuliaan budinya, ia pelihara hingga dewasa. Ia tak pernah membenci seorang pun. Meskipun ia dihina. Tak juga berkata kasar. Ia adalah manusia dengan suri tauladan terbaik. Terjelma dari sosok Baginda Nabi.

Imam Suyuthi mengisahkan kelapangan hati Hasan bin Ali. Alkisah, Gubernur Hijaz, Marwan bin Hakam seorang pejabat pemerintah yang diangkat oleh Muawiyah bin Abu Sufyan.  Marwan begitu membenci Ali bin Abu Thalib. Saban Khutbah Jum’at, di mimbar masjid  senantiasa mencaci-maki Ali bin Abu Thalib. Sumpah dan serapah selalu keluar dari mulutnya.

Padahal Hasan ada di masjid itu. Ia mendengar semua yang dikatakan Marwan. Setiap hinaan yang terlontar. Setiap cemooh yang ditujukan pada ayahnya. Ia tak sedikitpun ada rasa ingin balas dendam. Tak ingin juga berdebat. Hasan tak memberikan respons yang memancing perselisihan.

Pada kesempatan lain, Marwan sengaja mengutus seorang laki-laki ke rumah Hasan. Utusan itu untuk menyampaikan pesan Marwan pada Hasan. Pesan apa? “Ali dan Kau! Aku tidak menganggap mu, kecuali sebagai seekor keledai yang jika dikatakan padanya: Siapa ayahmu? Dia menjawab : “Ibuku adalah seekor kuda,” itu pesan hinaan dari Marwan.

Lantas apa jawab Hasan menerima cacian dan makian Marwan terhadap dirinya dan ayahnya, Ali? Hasan lantas menyuruh lelaki itu balik. Dan menyampaikan pesan balasan. Renungi  jawaban Hasan menerima hinaan tersebut;

إني والله لا أمحو عنك شيئًا مما قلت بأن أسبك ولكن موعدي وموعدك الله فإن كنت صادقًا جزاك الله بصدقك وإن كنت كاذبًا فالله أشد نقمة

Artinya: Saya tidak akan membalas apa yang kamu katakan dan saya tidak akan mencacimu karena perkataanmu. Namun ingatlah perjumpaan kita adalah di hadapan Allah, jika kamu benar maka Allah akan mengganjarmu dengan kebenaran yang kamu katakan dan jika kamu bohong maka sesungguhnya siksa Allah sangatlah pedih.

Pada kesempatan lain, terjadi juga perselisihan Hasan dan Marwan juga terus berlanjut. Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Zuraiq bin Siwar menceritakan Marwan datang langsung datang menemui Hasan. Bukan lagi melalui perantara orang lain. Tanpa basa-basi, Marwan langsung mengucapkan pelbagai kata kasar. Penuh cacian dan makian. Umpatan. Sumpah serapah.

Menerima kata-kata kasar tersebut, Hasan hanya diam. Tak balik membalas. Tak ingin melayani emosi  berlebihan. Tak memberikan respons yang diinginkan Marwan. Sehingga membuat emosinya semakin menjadi-jadi. Lalu Marwan membuang ingusnya dengan tangan kirinya. AI-Hasan berkata: “Celaka kamu! Tidakkah engkau tahu bahwa tangan kanan untuk wajah dan tangan kiri untuk kemaluan. Celakalah kamu.” Kata Hasan bin Ali. Mendengar itu, Marwan diam membisu.

Kebencian Marwan terhadap Hasan bin Ali berlanjut sampai akahir hayat. Menjelang ajalnya, Hasan berwasiat pada Husein, jika kelak ia meninggal, ingin dikuburkan berdampingan dengan makam kakeknya, Nabi Muhammad. Ia pun telah berbicara dengan Aisyah  binti Abu Bakar untuk meminta izin. Aisyah pun telah menyetujuinya.

Ketika telah wafat, Husein menemui Aisyah dan menyampaikan wasiat saudaranya, Hasan. Sayang, Gubernur ketika itu, Marwan melarangnya. Penguasa Madinah itu menentang wasiat Hasan tersebut. Ia tak mengizinkan Hasan dikuburkan disebelah makam Rasulullah.

Tak mendapat restu dari Gubernur Hijaz, akhirnya,  jenazah Hasan bin Ali dikuburkan di Baqi. Bersebelahan dengan kuburan ibundanya, Putri Rasulullah, Fatimah bin Muhammad. Itulah akhir riwayat hidup cucu Nabi Muhammad. Manusia yang penuh kasih. Seorang yang baik  akhlaknya. Tak mudah membenci, apalagi berkata kasar.

BINCANG SYARIAH

Mukhairiq Seorang Yahudi yang Dipuji Nabi Sebab Kebaikan Hatinya

Persahabatan antara Rasulullah dan orang Yahudi sudah lama terjalin. Nabi dan komunitas Yahudi hidup rukun dan berdampingan. Bahkan sering mengobrol dan diskusi masalah agama.

Lebih dari itu, ada juga seorang Yahudi yang rela mati demi dan menyerahkan hartanya demi perjuangan Nabi. Ibnu Hisyam dalam kitab al Syirah an Nabawiyah , menyebutkan nama Yahudi tersebut adalah Mukhairiq. Seorang pendeta yang luas pengetahuannya terkait kitab Taurat dan juga seorang hartawan yang kaya.

Ketika berkecamuk perang Uhud, Nabi Muhammad Saw meminta bantuan kepada Yahudi Bani Quraishah. Namun, mereka menolak ikut berperang, sebab Hari Sabat, hari besar agama Yahudi.

Tetapi tidak pendeta Mukhairiq. Yang juga berasal dari Bani Quraishah justru ikut berperang dan menolong kaum muslimin untuk berperang melawan kaum musyrikin. Lebih jauh ia juga mengajak Yahudi yang lain untuk turut andil dalam berperang.

يَا مَعْشَرَ يَهُوْدَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَتَعْلَمُوْنَ أَنَّ نَصْرَ مُحَمَّدٍ عَلَيْكُمْ لَحَقٌّ

Artinya; Wahai para Yahudi, demi Allah, sesungguhnya kamu sekalian mengetahui bahwa menolong Muhammad bagi kalian merupakan sebuah kewajiban.

Pada sisi lain, selain ikut angkat senjata dalam perang Uhud, Mukhairiq juga berwasiat, seandinya ia gugur dalam perang ini, maka  seluruh hartanya akan diserahkan pada Nabi Muhammad untuk digunakan dalam perjuangan mempertahankan tanah air Madinah.

Berikut wasiat Mukhairiq pada Nabi;

إن قتلت هذا اليوم، فأموالى لمحمد صلى الله عليه وسلم يصنع فيها ما أراه الله

Artinya; Jika aku terbunuh pada hari ini, maka seluruh hartaku aku serahkan Muhammad Saw agar digunakan sesuai kehendak Allah.

Dalam peperangan Uhud, Mukhairiq terluka, kemudian gugur sebagai kesatria. Menyaksikan kematian sahabat beliau yang juga Yahudi itu, Rasulullah bersabda,“Mukhairiq adalah sebaik-baik orang Yahudi.”

Ibnu Hisyam bercerita sepeninggal kematian Mukhairiq, Rasulullah akhirnya mengambil harta peninggalannya sesuai wasiat Yahudi itu. Ada pun harta wasiat Mukhairiq itu berupa tujuh kebun kurma.

Kebun kurma tersebut akhirnya diwakafkan Nabi demi kepentingan Islam dan umat muslim. Inilah praktik wakaf pertama dalam Islam. Wajar saja Nabi berkata; sebaik-baik orang Yahudi adalah Mukhairiq. Yahudi yang mencintai Nabi, sekalipun berbeda agama dan doktrin teologis.

Profesor KH. Ali Musthafa Yaqub dalam buku Kerukunan Umat dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist menjelaskan bahwa persahabatan Nabi dan Mukhairiq  menunjukkan sikap Nabi yang terbuka dan tidak alergi dengan perbedaan pendapat, sekalipun itu orang Yahudi.

Untuk itu, alangkah disayangkan bila sampai terjadi pergesekan dan disharmonis antar umat beragama disebabkan doktrin teologis. Padahal perbedaan pendapat dan dogma tidak seharusnya menjadi sumbu konflik. Terlebih di tengah pluralitas Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar.

BINCANG SYARIAH

Sembilan Perkara yang Membatalkan I’tikaf

Berikut penjelasan sembilan perkara yang membatalkan i’tikaf.  Sudah jamak, setiap ibadah mahdoh (murni) memiliki beberapa syarat, rukun, perkara yang makruh dilakukan di dalamnya, dan perkara yang membatalkannya.

Begitu juga i’tikaf, ia juga bisa batal karena beberapa hal yang dilakukan. Syekh Wahbah Zuhaili merangkum hal-hal yang membatalkan i’tikaf dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Berikut beberapa perkara yang membatalkan i’tikaf.

Pertama, keluar dari masjid tanpa uzur syar’i seperti hendak melakukan perkara jual beli. Keluar yang dibolehkan saat i’tikaf adalah keluar untuk bersuci dari hadas, membeli makan atau minum sejenak untuk bertahan selama i’tikaf karena hal tersebut merupakan hal yang darurat, urgent.

Kedua, jimak. Menurut ulama mayoritas, berhubungan badan dengan pasangan meskipun lupa atau dipaksa, baik siang maupun malam dapat membatalkan puasa. Karena berhubungan seksual saat melakukan ibadah i’tikaf adalah haram. Hal itu berdasarkan pada surat al-Baqarah ayat 187:

وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ

Artinya:  Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.

Berhubungan seksual dengan pasangan dengan tidak sengaja saja, menurut kesepakatan ulama bisa membatalkan i’tikaf, apalagi yang sengaja dilakukan. Akan tetapi ulama dari halangan Syafi’iyyah berpendapat bahwa jimak yang mampu membatalkan i’tikaf adalah jimak yang tidak sengaja atau lupa.

Sedangkan jika tidak sengaja hal tersebut tidaklah membatalkan. Karena kewajiban ibadah dihilangkan dari orang yang lupa dan dipaksa.

Ketiga, masturbasi karena mencium pasangan atau menyentuhnya. Adapun jika keluarnya mani karena berimajinasi, melihat atau menyentuh tapi tidak sampai keluar maninya maka hal itu tidak membatalkan i’tikaf. Tapi ulama Mazhab Syafi’i membatasinya, jika hal itu di luar dari kebiasaan maka i’tikaf bisa batal.

Sedangkan ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa keluarnya mani karena menghayal dan melihat atau menyentuh lawan jenis dengan syahwat tapi tidak mengeluarkan mani tetaplah membatalkan i’tikaf. Jika menyentuh lawan jenis tanpa adanya syahwat maka hal itu tidak membatalkan.

Keempat, murtad. Jika seseorang yang melakukan ibadah i’tikaf murtad atau tiba-tiba saja tidak mengimani bahwa Allah adalah Tuhannya, tentu ini membatalkan i’tikaf secara mutlak. Semua ibadah pasti batal karena hal ini. Berdasarkan firman Allah pada surat az-Zumar ayat 39:

 لَىِٕنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.”

I’tikaf tidak perlu diqadha apabila kemudian ia kembali pada agama Islam, kecuali i’tikaf nazar sebab ibadah itu menjadi wajib karena nazar. Bahkan ditambah harus membayar kafarat jika nazarnya akan ditunaikan pada 10 hari terakhir Ramadhan.

Kelima, mabuk pada siang dan malam hari jika ia sengaja melakukannya menurut mayoritas ulama. Karena mabuk adalah salah satu perkara yang menyebabkan ibadah tidak sah.

Keenam, pingsan dan gila dalam durasi yang cukup lama. Jika seseorang yang sedang melakukan i’tikaf tiba-tiba kambuh penyakit gilanya, atau pingsan berhari-hari maka batallah puasanya menurut mayoritas ulama. Seperti mabuk, pingsan dan gila atau hilangnya akal adalah hal yang merusak ibadah.

Akan tetapi ulama Mazhab Syafi’i memiliki pendapat yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa saat orang yang sedang i’tikaf tiba-tiba saja pingsan, maka waktu pingsannya dihitung sebagai ibadah i’tikaf.

Sedangkan ulama Mazhab Hanbali berpendapat pingsan tidak membatalkan i’tikaf sebagaimana tidur. Ia hanya membatalkan wudhu saja.

Ketujuh, haid dan nifas. Hadas besar membuat seseorang tidak sah menjalankan ibadah.

Kedelapan, Jika orang yang i’tikaf makan secara sengaja hal itu membatalkan puasa.

Kesembilan, melakukan dosa besar seperti melakukan ghibah, adu domba, dan fitnah dapat membatalkan i’tikaf menurut ulama Mazhab Maliki. Sedangkan menurut ulama mayoritas tidaklalh membatalkan puasa.

Demikianlah perkara membatalkan i’tikaf dan harus diperhatikan oleh orang yang hendak melakukan i’tikaf. Semoga kita semua dikuatkan untuk mendapatkan keutamaan lailatul qodar. Amin.

BINCANG SYARIAH

Penyelenggara Umroh Diminta Waspada Tiket Bodong

Dewan Pimpinan Pusat Afiliasi Mandiri Penyelenggara Urmoh Haji (DPP Ampuh) mengimbau kepada anggotanya untuk tetap hati-hati dalam membeli tiket bus, hotel dan tiket pesawat. Pada musim ini banyak menawarkan tiket pesawat dan hotel kosong demi mencari keuntungan yang tak halal.

“Mengingatkan kembali kepada teman-teman penyelenggara umroh untuk hati-hati dalam memesan hotel, memesan tiket pesawat, layanan bis selama ibadah di Makkah dan Madinah,” kata Sekjen Ampuh Tri Winarto saat dihubungi Republika belum lama ini.

Menurutnya sudah banyak sekali informasi yang tersebar di masing-masing komunitas, bahwa banyak yang menjual tiket-tiket kosong. Untuk itu para penyelenggara perjalanan ibadah umroh (PPIU) khususnya anggota Ampuh harus  waspada melakukan transaksi perjalanan ibadah umroh ini.

“Sebab apa banyak kita temui beberapa kasus ketidakpastian terhadap yang sudah dipesan oleh travel terkait dengan layanan hotel, layanan bus yang seringkali kosong tidak seperti yang diharapkan,” katanya.

Tri mengatakan bahwa tiket yang dikeluarkan masing-masing maskapai sampai akhir Syawal sudah habis terjual diborong agen-agen tiketing. Untuk itu jika ada yang menawarkan paket di bulan tersebut tidak perlu dibeli.

“Belum lagi terkait dengan persoalan pemesanan tiket, sebagaimana kita ketahui tiket-tiket yang dikeluarkan Airlain sampai akhir Syawal semuanya habis terjual diambil oleh agen-agen,” katanya.

Tri menuturkan, biasanya yang terjadi di lapangan tiket-tiket kosong itu disebar dari tangan pertama sampai tangan ketiga dan seterusnya. Namun tiket yang ditawarkan mereka itu kosong tidak ada jadwal penerbangan, ketersediaan hotel maupun bus transportasi selama di Saudi.

“Namun tak jarang tiket-tiket yang dishare itu adalah tiket-tiket yang sebenarnya tidak ada atau kosong,” katanya.

Di sinilah awal persoalan muncul dan terjadi banyak jamaah oleh PPIU pada akhirnya tidak bisa diberangkatkan ke Tanah Suci. Dan banyak sekali akhirnya teman-temen penyelenggara umroh yang tertipu dalam hal ini.

Oleh karena itu di DPP Ampuh mengingatkan kembali kepada semua teman PPIU untuk berhati-hati. PPIU harus selalu memastikan bahwa tiket untuk pesawat, hotel dan transportasi di Arab Saudi bukan bodong sehingga pada saatnya bisa digunakan oleh jamaah. 

“Harus dicek dan waspada, jangan tergiur dengan harga murah dari tiket yang di share di grup yang pada akhirnya tidak ada kenyataannya,” katanya.

Setiap penyelenggara harus memastikan jadwal keberangkatan jamaah itu valid sesuai dengan tiket yang dipesan titik jangan sampai jamaah sudah dijadwalkan akhirnya tidak bisa diterbangkan ke tanah suci karena masalah tiket kosong.

“Sementara PPIU sudah  memastikan itu kepada calon jamaah,” katanya.

IHRAM

Kisah Teladan dari Para Ulama Hebat di Bulan Ramadan (Bag. 3)

Berzikir di masjid setelah subuh sampai terbit matahari

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila selesai salat subuh, beliau duduk berzikir di tempat beliau salat sampai terbit matahari. (HR. Muslim)

At-Tirmidzi menukilkan sebuah hadis, dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Barangsiapa yang salat shubuh berjemaah, lalu duduk berzikir sampai terbit matahari, kemudian salat dua rakaat, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan umrah secara sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 591 dan dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)

Kegiatan semacam ini rutin beliau lakukan setiap hari selain di bulan Ramadan. Bagaimana lagi jika di saat bulan Ramadan?

Saudaraku, semoga Allah Ta’ala senantiasa menjagamu. Perjuangkan pahala besar ini dengan tidur malam lebih awal. Contohlah orang-orang saleh. Lawan hawa nafsu demi mendapat rida Allah. Dan tumbuhkan semangat yang tinggi untuk meraih derajat surga yang paling tinggi.

Iktikaf

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau mengencangkan tali pinggangnya (tidak menggauli istrinya), kemudian beriktikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Dan pada tahun terakhir dari umur beliau, beliau beriktikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhari)

Dalam ibadah iktikaf, terkumpul berbagai macam ibadah. Seperti doa, membaca Al-Qur’an, berzikir, salat, dan ibadah lainnya. Iktikaf adalah khalwah syar’iyyah. Orang yang beriktikaf telah mengurung nafsunya agar tunduk dan taat kepada Allah. Dia putus segala hal yang bisa menyibukkan dirinya dari ibadah. Dia peruntukkan hatinya untuk Allah seutuhnya. Tidak ada keinginan yang tersisa, kecuali keinginan meraih rida Allah Ta’ala.

Bagi yang belum pernah mencobanya, iktikaf akan terbayang susah. Padahal sebenarnya mudah bagi orang yang mendapat kemudahan dari Allah ‘azza wajalla. Barangsiapa yang jujur niat dan tekadnya, Allah pasti menolongnya.

Iktikaf menjadi sangat dianjurkan pada sepuluh hari terakhir Ramadan agar dapat bertemu dengan malam lailatul qadar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Umrah Ramadan

Dalam sabdanya, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mengabarkan,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ

Jika Ramadan tiba, berumrahlah saat itu. Karena umrah Ramadan itu senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256)

Dalam riwayat lain disebutkan,

فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى

Sesungguhnya umrah di bulan Ramadan itu seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863)

Berburu malam lailatul qadar

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ

سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.

Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

Pada malam itu, malaikat-malaikat dan malaikat Jibril turun dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”  (QS. Al-Qadr: 1 -5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan tentang lailatul qadar,

من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

‘’Siapa yang salat pada malam lailatul qadar karena iman (keutamaan dan keberadaannya) dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosa yang lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ’alaihi wasallam sangat bersemangat untuk bertemu dengan lailatul qadar. Beliau juga memotivasi para sahabat untuk memburunya. Di malam yang sepuluh hari terakhir, beliau membangunkan keluarga beliau agar dapat bertemu dengan malam lailatul qadar (yakni dengan beribadah di malam tersebut).

Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ’anha mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَه

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadan), beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Musnad Imam Ahmad, dari sahabat Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, disebutkan,

من قامها ابتغاءها ثم وقعت له غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر

Barangsiapa yang mengerjakan salat di malam lailatul qadar dengan berharap mendapatkan malam tersebut, lalu ia benar-benar memperolehnya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar menilai sanad hadis ini sahih berdasarkan syarat Imam Bukhari)

Sejumlah riwayat dari salaf menceritakan bahwa para sahabat dan tabi’in ketika masuk sepuluh malam akhir bulan Ramadan, mereka mandi dan memakai minyak wangi untuk menyambut tibanya malam lailatul qadar, malam yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala.

Hai orang-orang yang menyia-nyiakan umurnya. Tutuplah kesia-siaan umur Anda dengan beribadah di malam lailatul qadar. Karena sungguh kebaikan yang Anda lakukan di malam itu dapat menjadi tebusan. Ibadah di malam itu lebih baik daripada ibadah yang dilakukan selama 1000 bulan yang tanpa ada lailatul qadar. Sungguh benar bahwa orang yang tidak mendapat lailatul qadar itu telah terhalang dari berjuta-juta kebaikan.

Kapankah lailatul qadar?

Di malam ganjil sepuluh hari akhir Ramadan

Beberapa hadis menerangkan bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ganjil. Di antaranya hadis berikut.

رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الْوِتْرِ مِنْهَا

Seseorang bermimpi bahwa lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhir, maka hendaklah ia mencarinya (lailatul qadar) pada malam-malam ganjil.” (HR. Muslim)

Di malam 27 Ramadan

Lebih diharapkan lagi, lailatul qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan. Dasarnya adalah riwayat dari sahabat Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berikut,

وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِى هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ –

Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia adalah malam yang Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan untuk qiyamullail, yaitu malam ke dua puluh tujuh (Ramadan).” (HR. Muslim)

Setelah bersumpah itu, Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

بالآية والعلامة التي أخبرنا بها رسول الله أن الشمس تطلع صبيحتها لا شعاع لها

Kami tahu ini melalui tanda-tanda yang dikabarkan Rasulullah, bahwa pada pagi harinya matahari terbit dengan sinar yang tidak silau.”

Doa lailatul qadar

Ibunda Aisyah radhiyallahu ’anha, pernah bertanya hal senada kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam,

يا رسول الله إن وافقت ليلة القدر ما أقول؟

” Wahai Rasulullah, bila aku mendapati malam tersebut, doa apakah yang harus aku panjatkan?

Ucapkan, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’annii’ (Artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf lagi Mencintai pemaafan, maka maafkanlah hamba.)” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Dinilai sahih oleh Syekh Albani)

Memperbanyak zikir dan istigfar

Hari-hari di bulan Ramadan adalah hari istimewa. Maka, perbanyaklah zikir, istigfar, dan doa. Terlebih di waktu-waktu mustajab seperti berikut:

Pertama, saat berbuka. Karena saat-saat berbuka adalah waktu yang mustajab untuk berdoa.

Kedua, di sepertiga malam terakhir. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis Qudsi, bahwa Allah ‘azza wajalla turun (sesuai kebesaran dan keagungan-Nya) ke langit dunia di setiap sepertiga malam terakhir. Lalu berfirman,

هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لَهُ

“Adakah orang yang meminta, maka akan Aku beri. Adakah orang yang berdoa, maka Aku kabulkan. Adakah orang yang memohon ampun, maka dosanya Aku ampuni.”

Ketiga, istigfar pada waktu sahur. Allah Ta’ala berfirman,

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Mereka selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.”  (QS. Az-Zariyat: 18)

Penutup

Terakhir, ingatlah selalu sebuah amalan hati yang menjadi penentu diterimanya amalan ibadah di sisi Allah, yaitu ikhlas. Berapa banyak seorang yang berpuasa sepanjang siang, namun ia tidak mendapatkan buahnya, selain lapar dan dahaga.

Dan berapa banyak orang yang menghidupkan malamnya dengan tahajud, namun tidak mendapatkan buahnya, kecuali rasa letih dan kantuk saja. Karena Allah yang Mahamulia, tidaklah menerima suatu amalan, kecuali yang dilakukan karena ikhlas, hanya mengharap keridaan-Nya. Oleh karenanya, dalam wasiat-wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kita dapati pesan mulia,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa dan salat malam di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Ibnu Majah)

***

Penulis: Ahmad Anshori, Lc

Sumber: https://muslim.or.id/74428-kisah-teladan-dari-para-ulama-hebat-di-bulan-ramadan-bag-3.html

Janganlah Saling Bermusuhan

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan :

Terjadi pertengkaran antara saya dengan saudara saya, dimana kami tidak berbicara, namun kami masih saling mengucapkan salam saja. Apakah hal itu termasuk ‘pertengkaran’? Tidak ada dalam hati saya rasa benci kepadanya. Akan tetapi, dia tidak ingin berbicara kepada saya. Apa hukumnya perkara ini? Apakah artinya (karena hal ini) amal kami tidak diangkat?

Syaikh Khalid bin Ali Musyaiqih menjawab:

Dalam Shahih Muslim terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تفتح أبواب الجنة يوم الاثنين ويوم الخميس فيغفر لكل عبد لا يشرك بالله شيئا إلا رجلا كانت بينه وبين أخيه شحناء فيقال: أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا

Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka akan diampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali dua orang laki-laki yang terdapat permusuhan antara dia dengan saudaranya. Maka dikatakan: ‘Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai.’

Kerugian yang nyata

Sesungguhnya, terhalangnya seseorang dari kebaikan ini (yaitu diangkatnya amal -pent), benar-benar merupakan kerugian yang nyata. Dan termasuk perkara yang mengherankan dari seorang muslim, dimana dia mengedepankan hawa nafsunya di atas keridhaan Rabb-nya. Allah menghendaki seorang hamba mencintai orang-orang beriman, dan jangan sampai terdapat permusuhan diantaranya dengan seorangpun dari kaum muslimin. Kalau seandainya terjadi, Allah memerintahkannya untuk memaafkan dan mengampuni. Jika dia melakukannya, maka Allah menjanjikan untuknya pahala yang besar. Akan tetapi, sungguh mengherankan hamba ini, dimana dia melanggar perintah Rabb-nya, dan mentaati setan; maka dia mengharamkan bagi dirinya kebaikan yang banyak.

Wajib berdamai 

Ketahuilah wahai saudaraku yang mulia, bahwasanya apabila terjadi permusuhan diantara kedua orang, maka akan terhalang bagi mereka mendapatkan ampunan, sampai mereka berdamai. Jika salah seorang dari mereka berusaha berdamai, dan yang lainnya menolaknya, maka orang yang menolak tersebutlah yang akan tertutup baginya ampunan, disebabkan karena penolakannya dan ketidak taatannya kepada Allah.

Wajib bagimu wahai saudaraku, untuk sungguh-sungguh dalam berusaha untuk berdamai, dan meminta pertolongan – setelah pertolongan kepada Allah – kepada orang-orang yang baik (untuk mendamaikan kalian).

Diantara keutamaan akhlak yang baik

Dan saya nasihatkan kepadamu wahai saudaraku yang mulia, untuk berhias diri dengan akhlak yang baik.

Nawwaas bin Sam’aan Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan dosa. Maka beliau bersabda:

البر حسن الخلق، والإثم: ما حاك في نفسك، وكرهت أن يطلع عليه الناس

Kebaikan adalah akhlak yang baik. Sedangkan dosa adalah apa-apa yang terbetik dalam jiwamu, dan kamu tidak suka diketahui manusia.’” (HR. Muslim)

Paling berat di timbangan

Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما من شيءٍ أثقل في ميزان المؤمن يوم القيامة من حسن الخلق، وإن الله يبغض الفاحش البذي

Tidak ada sesuatupun yang lebih berat di dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat, dari akhlak yang baik. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang berakhlak jelek, lagi al-badzii’.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih”)

al-Badzii’ yaitu orang yang berbicara dengan akhlak yang buruk, dan dengan perkataan yang kotor.

Paling banyak memasukkan ke surga

Abu Huraira Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang perkara yang paling banyak memasukkan manusia ke Surga, maka beliau bersabda,

تقوى الله وحسن الخلق

Takwa kepada Allah, dan akhlak yang baik.

Beliau juga pernah ditanya tentang perkara yang banyak menjerumuskan manusia ke Neraka, maka beliau bersabda,

الفم والفرج

Mulut dan kemaluan” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih.”)

Tolak ukur keimanan

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً، وخياركم خياركم لنسائهم

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik diantara kalian, adalah orang yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih.”)

Mencapai derajat ahli ibadah

Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata bahwasanya dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن المؤمن ليدرك بحسن خلقه درجة الصائم القائم

Sungguh seorang mukmin, dengan akhlak baiknya, dia dapat mencapai derajat orang yang gemar berpuasa lagi rajin shalat malam” (HR. Abu Dawud)

Jaminan rumah di surga

Abu Umamah al-Bahiliy Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أنا زعيمٌ ببيتٍ في ربض الجنة لمن ترك المراء، وإن كان محقاً، وببيتٍ في وسط الجنة لمن ترك الكذب، وإن كان مازحاً، وببيتٍ في أعلى الجنة لمن حسن خلقه

Saya menjamin sebuah rumah di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan kendati dia benar, rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kebohongan kendati hanya bercanda, dan rumah di tingkat atas surga bagi orang yang memperbaiki akhlaknya (sampai menjadi akhlak hasanah).” (Hadis shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih)

Paling dekat dengan Rasulullah

Jabir Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن من أحبكم إلي، وأقربكم مني مجلساً يوم القيامة، أحاسنكم أخلاقاً. وإن أبغضكم إلي، وأبعدكم مني يوم القيامة، الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون

Sesungguhnya termasuk orang yang paling saya cintai diantara kalian, dan paling dekat dengan saya tempat duduknya pada hari kiamat; adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan sesungguhnya termasuk orang yang paling saya benci diantara kalian, dan paling jauh dengan saya tempat duduknya pada hari kiamat; adalah tsartsaarun (orang yang banyak bicara dengan berlebih-lebihan dan keluar dari kebenaran), mutasyaddiqun (orang yang banyak bicara dengan tidak hati-hati), dan mutafaihiqun.”

Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui makna tsartsaarun dan mutasyaddiqun. Apakah makna dari mutafaihiqun?” Rasulullah bersabda, “(Mereka adalah) orang-orang yang sombong (yaitu orang yang banyak bicara untuk menunjukkan kefasihan dan keutamaannya -pent).” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan.”)

Perbanyaklah taubat dan istighfar !

Dan kami katakan kepada Anda, hendaklah banyak bertaubat, dan ber-istighfar (meminta ampunan kepada Allah). Hal-hal buruk yang menimpamu, hal itu disebabkan dosa yang telah Anda lakukan. Maka bertaubatlah kepada Allah, dan perbanyaklah sedekah dan kebaikan. Salah seorang salaf (orang terdahulu) berkata,

إني لا أجد شؤم المعصية في دابتي وخلق زوجتي

Sungguh saya mendapatkan dampak buruk maksiat di dalam hewan tungganganku dan akhlak istriku.

Allah Ta’ala berfirman :

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الروم: 41]

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

{وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ} [الشورى: 30]

Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Kami memohon kepada Allah Ta’ala supaya mengampuni kami dan Anda, dan memaafkan kami dan Anda. Amin.[]

Sumber : Situs resmi Syaikh Khalid bin Ali Mushaiqih [ http://www.almoshaiqeh.com/ ]

Diterjemahkan dari : http://ar.islamway.net/fatwa/33581

Penerjemah : Abu Kaab Prasetyo

Sumber: https://muslim.or.id/12585-janganlah-saling-bermusuhan.html