4 Pekerjaan yang Mendatangkan Pahala Berlimpah

BEKERJA pada prinsipnya adalah ibadah, yakni mencari rezeki dan karunia Allah di muka bumi. Sebagaimana para Nabi dan sahabat juga bekerja untuk melangsungkan kehidupan mereka. Nah, ada beberapa pekerjaan yang mendatangkan pahala berlimpah.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.(QS. Al-Jumu’ah: 10)

Ayat ini menjelaskan bahwa setelah menunaikan hak Allah maka manusia dianjurkan untuk mencari karunia Allah. Untuk memenuhi hak diri dan juga makhluk lain. Namun dalam menjalankannya tidak lupa selalu mengingat Allah, entah dengan membaca Al-Qur’an, sholat, zikir pagi petang atau aktivitas taqarub lainnya.

Seseorang dituntut bisa memanfaatkan apa yang dia miliki. Waktu, umur, harta, ilmu bahkan profesi yang dilakoninya .

BACA JUGA: Hukum Memanipulasi Absen di Pekerjaan

Ibadah itu tidak melulu tentang ibadah mahdhoh saja. Segala sesuatu yang bisa membuat Allah ridho serta sesuai dengan aturanNya akan bernilai ibadah. Perkara yang dimulai dengan Basmalah akan mendatangkan keberkahan. Sebaliknya yang tidak maka terputuslah keberkahannya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib)

Inilah beberapa profesi atau pekerjaan yang mendatangkan pahala yang berlimpah.

Pekerjaan yang Mendatangkan Pahala Berlimpah: Bekerja sebagai medis

Dokter, bidan, perawat atau sejenisnya memiliki keutamaan yang luar biasa dalam Islam. Ada ladang pahala yang berlimpah untuk mereka. Karena sehari-hari mereka menolong orang sakit atau membutuhkan perawatan.

قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَامِنْ مُسْلِمٍ يَعُوْدُمُسْلِمًاغَدْوَةً اِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِى وَاِنْ عَادَعَشِيَّةً اِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَكَانَ لَهُ خَرِيْفٌ فِى الْجَنَّةِ

Rasulullah ﷺ bersabda tidak ada seorang Muslim yang membesuk sesama Muslimnya yang sakit pada waktu pagi kecuali akan mendoakan tujuh puluh ribu malaikat hingga waktu sore bagi Muslim yang menjenguk itu. Dan bila seorang Muslim itu membesuk pada waktu sore maka mendoakan tujuh puluh ribu malaikat hingga waktu pagi. Dan bagi Muslim yang membesuk saudaranya itu buah-buahan yang terpetik dari dalam surga. (HR Turmudzi).

Pekerjaan yang Mendatangkan Pahala Berlimpah: Pedagang/ Penjual

Salah satu pekerjaan rekomendasi Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam adalah berdagang.

Dari Rifa’ah bin Raafi’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai mata pencaharian yang halal? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Amalan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang diberkahi.” (HR. Al-Bazzar dan disahihkan oleh Al-Hakim)

Selain itu, bagi pedagang yang beriman yang berjualan di pasar memiliki kesempatan untuk mendapatkan sejuta kebaikan dan dihilangkan sejuta keburukan.

“Barangsiapa yang masuk pasar kemudian membaca zikir:

“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, yuhyii wa yumiit, wa huwa hayyun laa ya yamuut, bi yadihil khoir, wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir”

[Tiada sembahan yang benar kecuali Allaah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dialah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah yang maha hidup dan tidak pernah mati, ditangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia maha mampu atas segala sesuatu]”,

Maka Allaah akan menuliskan baginya satu juta kebaikan, menghapuskan darinya satu juta kesalahan, dan meninggikannya satu juta derajat – dalam riwayat lain: dan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga –”
(HR. At-Tirmidzi (3428) dan Ibnu Majah (2235)

Lebih dahsyat lagi adalah imbalan bagi pedagang yang jujur.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”
(HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim (no. 2142)

Pekerjaan yang Mendatangkan Pahala Berlimpah: Bekerja dengan hasil tangan sendiri (bertani, berternak, bertukang, wiraswasta dll)

Selain jual beli, pekerjaan rekomendasi Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam adalah segala pekerjaan yang dihasilkan oleh tangan sendiri. Paling baik dan paling besar keberkahannya.

“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari no. 2072).

“Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, Hasan Lighoirihi).

Contoh pekerjaan dengan tangan adalah bercocok tanam, kerajinan, mengolah kayu, pandai besi, dan menulis. Lihat Minhah Al-‘Allam, 6:9

Home industri atau segala sesuatu yang dihasilkan dari pekerjaan tangan pun termasuk kategori pekerjaan ini.

Imam Nawawi rahimahullah berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah pekerjaan dengan tangan. Menurut Imam Nawawi rahimahullah, bercocok tanam itu lebih baik.

Ada tiga alasan yang melatarbelakanginya yaitu bercocok tanam termasuk pekerjaan dengan tangan, tawakal seorang petani itu tinggi, dan kemanfaatannya untuk orang banyak, termasuk pula manfaat untuk binatang dan burung.

Pekerjaan yang Mendatangkan Pahala Berlimpah: Guru atau pengajar

Perkara yang lumrah untuk dimaklumi adalah kemuliaan pekerjaan seorang guru. Karena salah satu pekerjaan sekaligus amalan yang pahalanya terus mengalir adalah dengan cara mengajarkan kebaikan.

BACA JUGA: Berikut 2 Pekerjaan Terbaik menurut Nabi Muhammad

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya, serta semua makhluk di langit dan bumi, bahkan semut-semut dalam lubangnya serta ikan-ikan (di lautan), bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”* (HR At-Tirmidzi no. 2685)

Meski hanya disebutkan beberapa poin jenis pekerjaan, sejatinya setiap pekerjaan halal InsyaAllah bernilai di sisi Allah karena akan menjadi wasilah untuk amal kebaikan lainnya, seperti memberi nafkah, bersedekah, menguatkan ibadah lain, membantu orang lain serta bermanfaat bagi manusia lainnya.

Wallahu a’lam bi showab. []

ISLAMPOS

Bingung terhadap Pilihan yang Tidak Meyakinkan? Bacalah Doa Ini

Dalam menjalani hidup, kadang kita dipaksa untuk menentukan pilihan dan keputusan yang belum kita ketahui dengan benar. Kadang hanya bermodal keberanian, kita melangkah dan mengambil keputusan yang bisa berisiko membahayakan kita.

Karena itu, jika kita mengalami hal demikian, maka kita harus banyak berdoa dan berlindung kepada Allah agar diselamatkan dari bahaya akibat keputusan yang terpaksa kita lakukan. Di antara doa yang bisa kita baca adalah sebagai berikut;

تَوَكَّلْتُ عَلَى اْلحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ اَبَدًا والْحَمْدُ للهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَداً وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيراً

Tawakkaltu ‘alal hayyil ladzii laa yamuutu abadan. Walhamdu lillaahil ladzii lam yattakhidz waladan walam yakullahuu syariikun fil mulki walam yakullahuu waliyyun minadz dzulli wa kabbirhu takbiiro.

Aku pasrah terhadap Dzat yang tidak akan mati selamanya. Dan, segala puji bagi Allah, Dzat yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Thabaqatusy Syadziliyah Al-Kubro berikut;

وان اردت ان تسلم من امر يريبك فقل تَوَكَّلْتُ عَلَى اْلحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ اَبَدًا والْحَمْدُ للهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَداً وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيراً

Jika kamu hendak ingin selamat dari perkara yang membingungkanmu, maka bacalah; Tawakkaltu ‘alal hayyil ladzii laa yamuutu abadan. Walhamdu lillaahil ladzii lam yattakhidz waladan walam yakullahuu syariikun fil mulki walam yakullahuu waliyyun minadz dzulli wa kabbirhu takbiiro.

BINCANG SYARIAH

Perbaiki Sholatmu, Maka Allah Akan Memperbaiki Hidupmu

Apa tujuan hidup manusia? Sebagaimana kita ketahui, Allah menciptakan manusia dan juga makhluk lainnya hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman di dalam surat Az-Zariyat : 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

Hidup ini hanya sebuah wasilah atau wadah bagi makhluk-Nya untuk mengabdi kepada penciptanya. Atau dengan kata lain, Ibadah adalah kebutuhan premier setiap makhluk-Nya dan selain itu, seperti makan, minum, istirahat dan juga aktivitas lainnya merupakan faktor pendukung atau kebutuhan sekunder dan juga kebutuhan tersier. Ibadah wajib yang mencerminkan aktivitas pengabdian manusia terhadap penciptanya adalah sholat.

Sholat yang juga merupakan rukun islam kedua setelah syahadat yang dikerjakan minimal 5 waktu dalam sehari ini merupakan asas dan mencerminkan kehidupan kita. Dan sebegitu pentingnya, sholat merupakan ibadah seorang hamba yang dihisab pertama kali di akhirat kelak.
Sholat adalah ibadah seorang hamba yang bersinggungan secara langsung dengan penciptanya.

Di dalamnya seorang hamba seakan berdialog langsung dengan penciptanya yang berisi dengan pujian,dzikir dan juga doa. Maka merugilah bagi kita yang menjadikan sholat hanya biasa-biasa saja dan hanya sebagai penggugur kewajiban. Pasti kita tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengobrol jika kita bertemu dengan orang yang kita sayangi bukan?

Jika hanya bertemu dengan makhluk-Nya saja kita sangat gembira dan ingin menikmati moment-moment kebersamaannya dengan mengobrol, maka bagaimana jika kita berkesempatan untuk mengobrol dengan Pencipta kita?
Dengan sholatlah kita berkesempatan untuk “mengobrol” (memuji,berdzikir, berdoa) dan mengabdikan diri kepada pencipta kita dan serta menunjukkan bahwa hanya Allah lah yang layak kita sembah.

Sholat mempunyai peran yang besar dalam kehidupan kita di dunia. Jika Sholat kita baik, Insya Allah kehidupan kita juga akan baik. Beberapa pengaruh sholat terhadap kehidupan kita :
1. Sholat mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar (Surat Al-Ankabut : 45)

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan

2. Sholat bisa menentramkan jiwa (Surat Ar-Ra’d : 28)

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram

3. Sholat akan menghapus kesalahan (Surat Hud : 114)

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat

4. Sholat akan menolong dalam kehidupan sehari-hari (Surat Al-Baqarah : 153)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar

5. Sholat yang khusyu’ menjadikan seorang mukmin yang beruntung (Surat Al-Mu’minun : 1-2)

قَدۡ اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَۙ – الَّذِيۡنَ هُمۡ فِىۡ صَلَاتِهِمۡ خَاشِعُوۡنَ
Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya.

Dengan sholat (yang baik), Allah akan menghindarkan kita dari perbuatan mungkar dan keji, menentramkan jiwa kita, menghapus kesalahan-kesalahan kita, menolong keseharian kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang beruntung.

Jika kita merasa hidup kita tidak baik, maka ketahuilah sesungguhnya sholat kita belum baik.

Mungkin sholat kita belum baik. Tapi yang paling penting adalah kita berusaha terus untuk memperbaikinya. Wallahu a’lam bish-showaab.

KLIKBMI

Kesulitan Dalam Hidup? Perbaiki Shalatmu

Masalah bisa datang kapan saja, disaat kita siap untuk mengadapinya maupun tidak siap untuk menghadapinya. Dalam islam segala sesuatunya selalu bermanfaat dan ada faedahnya, mungkin banyak sekali yang bertanya ketika ada masalah jalan keluarnya apa sih? dan bagaimana? Jawabannya adalah Shalat, mengapa demikian? 

Diantara amal yang membuat seseorang mendapatkan keberuntungan adalah shalat, baik fardu maupun sunah.

“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung,” (QS. Al-Baqarah: 5).

Mereka yang dimaksud ayat ini adalah orang yang beriman, mendirikan shalat, bersedekah dari sebagian hartanya, beriman kepada Al-Qur’an, serta meyakini hari akhirat.

Shalat secara bahasa artinya “doa”. Orang yang shalat berarti orang yang berdoa. Dalam hal ini, berdoa kepada Allah. Shalat ini ditujukan sebagai bentuk penghambaan dan pendekatan diri kepada Allah.

Seperti dikatakan dalam hadits, orang yang shalat sesungguhnya tengah bermunajat kepada Allah. Ia tengah berhadapan dengan Allah. Karena itu, seluruh bacaan shalat adalah doa, dzikir, dan bacaan Al-Qur’an.

Orang yang shalat, seperti disebutkan di dalam ayat Al-Qur’an di atas, termasuk orang yang beruntung, tidak hanya dalam kehidupan dunia, tetapi juga dalam kehidupan akhirat.

Ia beruntung karena dengan shalatnya, Allah menjadi dekat dengannya, dan dengan shalatnya pula ia tercegah dari perbuatan keji dan mungkar atau perbuatan buruk,

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar,” (QS. Al-Ankabut: 45).

Dan orang yang selalu dekat dengan Allah akan selalu dicintai oleh-Nya, jangan segan-segan jika hidup Anda dirundung masalah, maka segera ambil air wudhu, lalu shalat, dan adukanlah pada Allah yang menggenggam hidup dan mati kita.

Para pembaca Islampos yang dirahmati oleh Allah SWt, Mudah-mudahan apabila rekan-rekan semua sedang berada dalam kesulitan hidup, dimudahkan untuk segera menemukan jalan keluar. Aamiin Allahumma Aamiin “Karena sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan”.[]

ISLAMPOS

Cara Kekasih Allah Mempermainkan Dunia

Apakah mempermainkan dunia membuat hidup menjadi miskin dan menderita?

Banyak literatur menjelaskan tentang dunia ini sebagai tempat sementara. Kita tak mungkin hidup kekal di dalamnya. Pasti akan mati. Setelah itu, amal kita akan ditanya dan dipertanggungjawabkan.

Meskipun hanya sementara, ada saja orang yang asyik menikmati kehidupan dunia. Mereka menikmati harta benda. Semua yang dimiliki hanya dinikmati dirinya, hanya secuil, bahkan tak ada, yang dibagikan kepada dhuafa.

Lainnya adalah yang memegang kekuasaan. Orang semacam ini asyik menggunakan kekuasaan untuk syahwat dirinya, sehingga merasa memiliki semuanya. Dia lupa bahwa segala yang ada di alam ini adalah milik Allah. Jadilah ia sombong dan merasa berada di atas segalanya.

Dia mempunyai kalbu keras seperti batu. Dia mempunyai hati, tapi tak memahami hakikat dirinya. Mempunyai mata, tapi tak melihat kebenaran yang ditampakkan Allah. Ada telinga, tapi tak mendengarkan yang benar. Mereka yang cinta dunia ini nantinya berperilaku seperti binatang, bal hum adhall, lebih parah lagi atau lebih sesat lagi, kata Allah, dalam surah al-Araf ayat 179.

Berbeda dengan mereka, kekasih Allah atau waliyullah itu justru mempermainkan dunia, mempermainkan harta, mempermainkan kekuasaan, untuk Allah semata.

Putra Sayidina Husein bin Ali, yaitu Ali bergelar Zainal Abidin as-Sajjad, suatu ketika sedang asyik shalat sunah di Masjidil Haram. Dia adalah sosok kekasih Allah yang sepanjang usianya banyak dihabiskan untuk bersujud, sehingga dia bergelar as-Sajjad atau ahli sujud.

Sedang asyik shalat, tiba-tiba ada orang datang mendekati, lalu memakinya, menghinanya. “Kelihatannya alim dan saleh, tapi ternyata mencuri uang saya,” maki orang tersebut.

Ali kemudian mendekati orang tersebut dan menanyakan apa maksud ucapannya. Lalu orang itu menjelaskan telah kehilangan uang ribuan dirham yang, diakuinya, dia bawa ke Masjidil Haram.

Namun, ketika berada di sana, uang itu hilang. Sedangkan di sana hanya ada dirinya dan Ali yang sedang shalat. Orang itu berprasangka buruk bahwa yang mengambil uangnya adalah Ali.

Tak banyak bicara, Ali mengajaknya jalan ke rumah. Lalu dari rumahnya, Ali keluar membawa uang sebanyak ribuan dirham, sesuai jumlah uang hilang tadi. Ali menyerahkan uang tersebut kepada orang tadi.

Pergilah orang tersebut ke kediamannya. Sampai di sana, dia membuka lemari. Ternyata uang ribuan dirham itu masih ada di sana. Tidak hilang. Bahkan, kini bertambah dengan uang pemberian Ali tadi.

Merasa tak enak hati, orang tersebut kembali menemui Ali dan meminta maaf, berlutut, dan mengembalikan ribuan dirham uang ‘ganti rugi’ tadi. Namun, Ali menolaknya dengan sopan. Cicit Rasulullah SAW itu sama sekali tak takut kehilangan harta ribuan dirham.

Di sini, dunia menguji Ali, apakah dia gila harta dengan menerima uang tadi atau tidak. Dan ternyata, Ali mempermainkan dunia, dia tolak uang yang sudah dia berikan. Di kalangan Alawiyyun atau keturunan Alawi bin Ahmad al-Muhajir (habaib), kisah ini menjadi rujukan, pantang bagi mereka mengambil lagi segala hal yang sudah mereka berikan kepada orang lain. Ini salah satu cara mereka mempermainkan dunia.

Ada lagi kisah Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid (1895-1976). Waliyullah yang berdakwah di Tanggul Jember ini suatu ketika berhaji. Saat bermalam di Mina, ada orang kaya yang menghormatinya datang membawa uang satu karung.

Habib Sholeh mengucapkan terima kasih. Setelah orang itu pergi, ulama Tanggul itu memanggil orang kepercayaannya untuk menghitung uang tersebut. Setelah itu, Habib Sholeh memerintahkan uang sebanyak ini dibagikan ke A, sisanya ke B, dan seterusnya sampai habis.

Lalu Habib Sholeh hanya mengambil beberapa ribu riyal (ghurfatan bi yadih atau sebagian kecil) untuk bekalnya. Meskipun banyak nikmat datang, dia hanya mengambil sebagian. Sisanya dia berikan kepada yang lebih membutuhkan nikmat tersebut. Dia tetap zuhud, hidup sederhana.

Begitulah cara Habib Sholeh mempermainkan dunia, di saat banyak orang mabuk kenikmatan tempat tinggal yang sementara ini. “Wa maa haadzihil hayaatud dunyaa illa lahwun wa la’ibun.” (Kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan). (QS al-Ankabut: 64).

Apakah mempermainkan dunia membuat hidup menjadi miskin dan menderita? Sama sekali tidak. Baik Ali Zainal Abidin as-Sajjad maupun Habib Sholeh, sama-sama mendapatkan simpati dari Allah. Selalu ada orang baik yang membersamai mereka dan keduanya membagikan kebaikan kepada orang-orang sekitarnya.

Menerima banyak kebaikan bukan berarti memakan semuanya, tapi hanya mengambil sebagian sesuai kebutuhan. Selebihnya diberikan untuk membantu dhuafa, menyekolahkan anak yatim-piatu, wakaf, dan lainnya.

Dari amal sosial itu, Allah kemudian memberikan tujuh kebaikan, yang dari setiap kebaikan itu muncul ratusan kebaikan lagi. Begitulah cara waliyullah mempermainkan dunia dan mendapatkan keuntungan di akhirat.

OLEH ERDY NASRUL

KHAZANAH REPUBLIKA

Jenis-Jenis Iradah (Kehendak) Allah

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apa saja jenis iradah (kehendak) Allah?

Jawaban:

Iradah (kehendak) Allah itu terbagi menjadi dua macam,

Pertama, iradah kauniyah.

Kedua, iradah syar’iyyah.

Yang sejenis dengan istilah al-masyi’ah (kehendak) adalah iradah kauniyyah. Adapun yang sejenis dengan istilah al-mahabbah (mencintai) adalah iradah syar’iyyah.

Di antara contoh iradah syar’iyyah adalah firman Allah Ta’ala,

وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ

Dan Allah hendak menerima tobatmu.” (QS. An-Nisa’: 27)

Kata (يُرِيدُ) bermakna “mencintai”, dan bukan bermakna “al-masyi’ah”. Jika dimaknai dengan al-masyi’ah, konsekuensinya adalah semua hamba Allah (manusia) akan bertobat. Ini sesuatu yang tidak terjadi karena mayoritas manusia berada di atas kekafiran. Sehingga makna ayat tersebut adalah, “Allah suka (mencintai) menerima taubatmu.” Adanya kecintaan Allah terhadap sesuatu tidak mengharuskan sesuatu tersebut terjadi. Hal ini karena ada hikmah ilahiyah yang sempurna yang menuntut tidak terjadinya sesuatu yang Allah cintai tersebut.

Adapun contoh iradah kauniyah adalah firman Allah Ta’ala,

إِن كَانَ اللّهُ يُرِيدُ أَن يُغْوِيَكُمْ

“ … sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu …” (QS. Huud: 34)

Hal ini karena Allah Ta’ala tidak suka untuk menyesatkan manusia. Sehingga tidak tepat jika ayat tersebut dimaknai, “Sekiranya Allah suka menyesatkan kamu.” Akan tetapi, makna yang tepat adalah, “Sekiranya Allah berkehendak (dengan iradah kauniyah, pent.) menyesatkan kamu.”

Akan tetapi, masih tersisa pertanyaan, “Lalu, apa perbedaan antara iradah kauniyah dan iradah syar’iyyah ditinjau dari sisi terjadinya sesuatu yang dikehendaki?”

Kami katakan, sesuatu yang dikehendaki dengan iradah kauniyah itu pasti terjadi. Jika Allah menghendaki sesuatu secara kauni, maka pasti akan terjadi. Allah Ta’ala berfirman,

إنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’, maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)

Adapun iradah syar’iyyah, bisa saja terjadi, dan bisa juga tidak terjadi. Terkadang Allah menghendaki sesuatu secara syar’i dan mencintai sesuatu tersebut, akan tetapi sesuatu tersebut tidak terjadi. Karena perkara yang dicintai itu bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi.

Jika ada seseorang yang bertanya, “Apakah Allah menghendaki terjadinya maksiat?”

Kita katakan, Allah menghendakinya secara kauni, namun tidak secara syar’i. Hal ini karena iradah syar’iyyah itu bermakna al-mahabbah, dan Allah tidak mencintai kemaksiatan. Akan tetapi, Allah menghendakinya secara kauni, atau al-masyi’ah. Semua (kejadian) yang ada di langit dan di bumi ini sesuai dengan masyi’ah Allah Ta’ala.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76867-jenis-jenis-iradah-kehendak-allah.html

Hukum Menggantungkan Diri kepada Sebab

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apa hukum menggantungkan diri kepada sebab?

Jawaban:

Menggantungkan diri kepada sebab itu ada beberapa macam:

Pertama, yang menafikan tauhid secara total. Yaitu ketika seseorang menggantungkan diri kepada sesuatu (sebab), padahal sesuatu tersebut tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Dia menggantungkan diri secara total dan berpaling dari Allah sama sekali. Misalnya, penyembah kubur yang menggantungkan dirinya kepada si mayit untuk melepaskan diri dari musibah. Perbuatan ini termasuk syirik akbar yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Hukum untuk pelakunya adalah sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah: 72)

Kedua, seseorang bersandar kepada sebab-sebab yang dibenarkan secara syariat, akan tetapi dia melupakan pencipta sebab tersebut, yaitu Allah Ta’ala. Maka, ada unsur kesyirikan di sini, meskipun tidak mengeluarkan seseorang dari agama (Islam). Hal ini karena dia bergantung kepada sebab yang benar, namun melupakan Allah sebagai pencipta sebab.

Ketiga, seseorang menggantungkan diri kepada sebab, namun semata-mata hanya sebagai sebab saja, dia tetap menggantungkan hatinya kepada Allah Ta’ala. Dia meyakini bahwa sebab tersebut berasal dari Allah. Jika Allah berkehendak, Allah bisa memutusnya (sebab tersebut menjadi tidak memiliki efek, pent.). Dan jika Allah berkehendak, Allah bisa melanggengkannya (sebab tersebut berhasil, pent.). Hal ini karena sebab itu tidaklah berpengaruh di luar kehendak Allah Ta’ala. Maka hal ini tidaklah bertentangan dengan tauhid, baik pokok maupun penyempurna tauhid.

Dengan adanya sebab-sebab yang diijinkan oleh syariat, hendaknya seseorang tidak menggantungkan dirinya kepada sebab tersebut. Bahkan, dia tetap bergantung kepada Allah. Seorang karyawan yang menyandarkan hatinya kepada gaji secara totalitas dan melalaikan Allah, maka ada unsur kesyirikan di dalamnya. Adapun jika dia meyakini bahwa gaji itu hanya sebagai sebab saja, sedangkan pencipta sebab adalah Allah, maka hal ini tidaklah bertentangan dengan tawakal. Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengambil sebab (berusaha), namun tetap menggantungkan hatinya kepada pencipta sebab, yaitu Allah Ta’ala.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76862-hukum-menggantungkan-diri-kepada-sebab.html

Ketika Salam dalam Shalat, Nabi Saw Membaca Doa Ini

Ketika kita melaksanakan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah, maka kita pasti akan melakukan salam di akhir shalat. Hal ini karena salam merupakan rukun terakhir yang wajib kita lakukan dalam shalat. Saat melakukan salam, baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, kita dianjurkan untuk berdoa kepada Allah.

Adapun doa Nabi Saw ketika beliau melakukan salam adalah sebagai berikut;

اللَّهُمَّ لا تُخْزِنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ الْبَأْسِ، فَإِنَّ مَنْ تُخْزِهِ يَوْمَ الْبَأْسِ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ

Allohumma laa tukhzinii yaumal qiyaamati walaa tukhzinii yaumal ba’si fa inna man tukhzihii yaumal ba’si faqod akhzaitahuu.

Ya Allah, jangan Engkau hinakan aku di hari kiamat, dan jangan Engkau hinakan aku di hari kengerian, karena sesungguhnya orang yang Engkau hinakan di hari kengerian, maka sungguh Engkau telah menghinakannya.

Doa ini berdasarkan hadis riwayat Ibnu Sunni dalam kitab ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah berikut;

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّه يَدْعُو بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ كُلَّمَا سَلَّمَ اللَّهُمَّ لا تُخْزِنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ الْبَأْسِ، فَإِنَّ مَنْ تُخْزِهِ يَوْمَ الْبَأْسِ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ

Dari Ubadah bin Shamit-semoga Allah meridhainya-, dia berkata; Rasulullah Saw berdoa dengan kalimat ini ketika beliau melakukan salam; Allohumma laa tukhzinii yaumal qiyaamati walaa tukhzinii yaumal ba’si fa inna man tukhzihii yaumal ba’si faqod akhzaitahuu (Ya Allah, jangan Engkau hinakan aku di hari kiamat, dan jangan Engkau hinakan aku di hari kengerian, karena sesungguhnya orang yang Engkau hinakan di hari kengerian, maka sungguh Engkau telah menghinakannya).

BINCANG SYARIAH

Doa Agar Hati Bersih, Dibaca Saat Sujud dalam Shalat

Dalam kitab An-Nujum Az-Zahirah fi Al-Azkar, Habib Zain bin Sumaith menyebutkan bahwa di antara cara membersihkan dan menyucikan hati adalah membaca doa berikut saat sujud dalam shalat. Lafaz doanya adalah sebagai berikut,

يَا اَللهُ يَا اللهُ يَا عَلِيُّ يَا عَلِيُّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

“Yaa allohu, yaa allohu, yaa ‘aliyyu, yaa ‘aliyyu, ahsin ‘aaqibatanaa fil umuuri kullihaa, wa ajirnaa min khizyid dunyaa wa ‘adzaabil aakhiroh.”

“Ya Allah, ya Allah, wahai Dzat Yang Maha Tinggi, wahai Dzat Yang Maha Tinggi, baguskanlah akhir seluruh urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kebinasaan di dunia dan dari siksa akhirat.”

Habib Zain bin Sumaith berkata sebagai berikut;

عن الحبيب علوي بن عبد الرحمن المشهور نفع الله به قال: مما يعين على تصفية القلب الاتيان بهذا الدعاء في السجود بلا عدد معلوم: يَا اَللهُ يَا اللهُ يَا عَلِيُّ يَا عَلِيُّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

Dari Habib ‘Alawi bin Abdurrahman-semoga Allah memberikan kemanfaatan dengannya-, dia berkata; Di antara perkara yang bisa menyucikan hati adalah membaca doa ini di dalam sujud tanpa hitungan tertentu; Yaa allohu, yaa allohu, yaa ‘aliyyu, yaa ‘aliyyu, ahsin ‘aaqibatanaa fil umuuri kullihaa, wa ajirnaa min khizyid dunyaa wa ‘adzaabil aakhiroh (Ya Allah, ya Allah, wahai Dzat Yang Maha Tinggi, wahai Dzat Yang Maha Tinggi, baguskanlah akhir seluruh urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kebinasaan di dunia dan dari siksa akhirat).

BINCANG SYARIAH

Bacaan Doa dari Alquran yang Boleh Dibaca Saat Sujud Sholat

Sujud merupakan waktu yang tepat untuk memanjatkan doa

Meskipun kita tidak boleh membaca Alquran dalam sujud, kita dapat membaca doa-doa yang terdapat dari Alquran dalam sujud.

Melansir laman askthescholar.net, ulama asal Kanada Syekh Ahmad Kutty mengatakan pandangan tersebut merupakan pandangan mayoritas ulama. Membaca doa tidak sama dengan membaca Alquran. 

Menggunakan doa yang disebutkan dalam Alquran  dapat dilakukan kapan saja termasuk dalam keadaan junub (karena haid atau janabah). 

Pada hal seperti itu, tidak ada larangan untuk berdoa dengan doa yang terdapat dalam Alquran. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan demikian: 

 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَشَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السِّتَارَةَ وَالنَّاسُ صُفُوفٌ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنْ مُبَشِّرَاتِ النُّبُوَّةِ إِلَّا الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ يَرَاهَا الْمُسْلِمُ أَوْ تُرَى لَهُ أَلَا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ 

Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Rasulullah ﷺ membuka tirai penutup, sedangkan manusia bershaf-shaf di belakang Abu Bakar, maka beliau bersabda, ‘Wahai manusia, tidak tersisa dari pemberi kabar kenabian melainkan mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang Muslim atau diperlihatkan kepadanya. Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca Alquran dalam keadaan rukuk atau sujud. Adapun rukuk maka agungkanlah Rabb azza wa jalla, sedangkan sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu’.”  

Membaca Alquran  dalam sujud sama saja dengan menurunkan status Alquran. Sementara berbicara tentang doa, tidak ada yang bisa mengalahkan permohonan yang disebutkan Alquran. Fakta bahwa Allah ﷻ menyebutkannya adalah untuk kita gunakan.

Doa terbaik, menurut para ulama, adalah doa-doa yang disebutkan dalam Alquran  dan tradisi kenabian. Oleh karena itu, kita dapat dengan bebas menggunakannya setiap saat.  

Itulah sebabnya kebanyakan ulama tidak menemukan hal yang tidak diinginkan atau salah dalam menggunakan doa-doa tersebut saat melakukan sujud.      

Berikut adalah beberapa doa dari Alquran yang dapat digunakan siapa saja tanpa hambatan saat sujud:

Pertama, QS Al Baqarah ayat 201

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

“Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirat hasanah, waqina adzabannar.”

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Kedua, QS Al Isra ayat 24

رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا 

Rabbirhamhuma kama rabbayani shaghira

 “Ya Tuhanku, sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku masih kecil.”  

Ketiga, QS Ali Imran ayat 8  

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

Rabbana la tuzigh qulubana ba’da idz hadaitana wahablana minladunka rahmatan innaka antal wahhab.

 “Ya Tuhan kami, janganlah membuat hati kami menyimpang dari jalan yang lurus setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami dengan benar.”

Keempat, QS Al Hujurat ayat 7

 اَللَّهُمَّ حَبِّبْ اِلَيْنَا اْلإِيْمَانَ، وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا، وَكَرِّهْ اِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ

Allâhumma habbib ilaynal imân, wa zayyinhu fî qulûbinâ, wa karrih ilaynal kufra wal fusûqa wal ‘ishyân 

“Ya Tuhan kami, berilah kami semangat untuk mencintai iman dan menghiasi hati kami dengannya dan membenci kekafiran, kemaksiatan.”    

Ibnu Al Mundzir mengatakan, “Seseorang dapat berdoa yang berkaitan dengan urusan kebutuhan yang sah dari perang ini dan kata berikutnya.”  

Mengomentari pernyataan di atas, Ibn Qudamah berkata, “Itu adalah pendapat yang dikonfirmasi oleh makna nyata dari hadits-hadits dari Nabi Muhammad ﷺ. Nabi bersabda, “Maka biarkan dia berdoa untuk apa pun yang ingin dia minta. Allah.” (HR Bukhari dan Muslim) 

 عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ كَيْفَ تَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ أَمَا إِنِّي لَا أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلَا دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ 

Dari sebagian sahabat Nabi ﷺ berkata, “Nabi ﷺ pernah bertanya kepada seorang laki-laki: “Bagaimana kamu berdoa dalam shalat?” laki-laki tersebut menjawab, “Aku membaca tasyahud dan mengucapkan; “Allahuma inni as’alukal jannata wa a’uudzubika minannaar (Ya Allah, aku memohon kepada Engkau surga dan berlindung kepada Engkau dari api neraka).  

Maaf kami tidak dapat memahami dengan baik gumam Anda dan gumam Mu’adz (ketika berdo’a).” Maka Nabi ﷺ bersabda, “Seputar itulah kami bergumam (ketika berdoa).”  

Jelas dari riwayat di atas bahwa Nabi menyetujui laki-laki yang berdoa dalam sholat.  

“Berdasarkan hadits-hadits dan dalil-dalil ini, kami merasa masuk akal untuk memilih pandangan mayoritas, yang menyatakan bahwa kami boleh menggunakan doa-doa dari Alquran  dan sunnah. Jika kita mau, kita juga bisa memilih sholat kita, sambil menyesuaikan dengan anjuran Rasulullah,” ujar dia.

Kita bebas berdoa untuk kebaikan di dunia dan akhirat tanpa batas, sumber kehidupan yang halal, atau pasangan nikah yang saleh, atau kebebasan dari kekhawatiran dan kecemasan.

Namun, sebaiknya kita menghindari meminta kenyamanan dan aset duniawi yang berlebihan. Tuntutan tersebut tidak sesuai dengan semangat dan jiwa ibadah. 

Kata-kata Imam Az Zarkasyi layak dikutip di sini, ‘Larangan membaca Alquran  dalam sujud tidak dapat diterapkan pada seseorang yang menggunakan doa dari Alquran jika dilakukan tanpa niat membaca Alquran.” 

Imam Al Qalyuubi dan Amirah dalam kitab Syarah mereka serta Imam As Sawi di Bughyat al-Salik juga mendukung pandangan ini.

Sumber: askthescholar

KHAZANAH REPUBLIKA