Alasan Boleh Puasa 9, 10 dan 11 Muharram

Inilah alasan boleh puasa 9 10 dan 11 Muharram. Pada umumnya, orang-orang hanya melakukan puasa ketika hari Asyura’ (tanggal 10 Muharram), namun terkadang ada yang beberapa juga melakukan puasa di hari sebelumnya juga, yakni tanggal 9 Muharram, atau yang biasa disebut puasa tasu’a.

Entah karena tidak sempat berpuasa, atau justru mereka belum tahu bahwa sunnah juga berpuasa di hari sebelumnya.

Sehingga beberapa orang bertanya-tanya, bolehkah berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja. Permasalahan ini dijawab oleh Imamuna Al-Syafi’i al-Mutthallibi, dijelaskan;

وَظَاهِرُ مَا ذَكَرَهُ مِنْ تَشْبِيهِهِ بِيَوْمِ الْجُمُعَةِ أَنَّهُ يُكْرَهُ إفْرَادُهُ لَكِنْ فِي الْأُمِّ: لَا بَأْسَ بِإِفْرَادِهِ اهـ. شَرْحُ م ر.

Dihukumi makruh, jika kita hanya berpuasa pada hari Asyura’ saja, sama halnya ketika kita hanya berpuasa di hari Jum’at, tanpa menyambungnya dengan hari sebelumnya atau sesudahnya. Hanya saja menurut Imam Syafi’i, berpuasa di hari Asyura saja itu boleh-boleh saja.

Namun, beberapa ulama’ ada yang menganjurkan puasa pada tanggal 9 dan 11. Berikut penjelasannya;

(قَوْلُهُ: وَتَاسُوعَاءُ) … إلى أن قال… وَالْحِكْمَةُ فِي صَوْمِهِ مَعَ عَاشُورَاءَ الِاحْتِيَاطُ لَهُ لِاحْتِمَالِ الْغَلَطِ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ وَلِمُخَالَفَةِ الْيَهُودِ فَإِنَّهُمْ يَصُومُونَ الْعَاشِرَ وَحْدَهُ وَلِلِاحْتِرَازِ مِنْ إفْرَادِهِ كَمَا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَلِذَلِكَ يُسَنُّ أَنْ يَصُومَ مَعَهُ الْحَادِيَ عَشَرَ إنْ لَمْ يَصُمْ التَّاسِعَ بَلْ فِي الْأُمِّ وَغَيْرِهَا: أَنَّهُ يُنْدَبُ صَوْمُ الثَّلَاثَةِ لِحُصُولِ الِاحْتِيَاطِ بِهِ

Hikmah dianjurkan puasa Tasu’a (9 Muharram) ialah bahwa ditakutkan terjadi kesalahan dalam awal bulan, sehingga dalam rangka berhati-hati, kita berpuasa. Selain itu, ini juga berfungsi sebagai pembeda antara golongan kita dengan Orang Yahudi yang hanya berpuasa di hari Asyura’ saja.

Dan juga karena untuk menghindari hanya berpuasa di hari Asyura’ saja, seperti halnya dalam konteks puasa di hari jumat saja (yang mana hukumnya makruh). Oleh karenanya sunnah juga berpuasa pada tanggal 11 Muharram, meskipun ia tidak puasa di tanggal 9.

Bahkan menurut Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dan literatur lainnya, bahwasanya sunnah untuk berpuasa di ketiga hari tersebut, yakni 9, 10 dan 11 Muharram. Agar supaya benar-benar terealisasi kehati-hatian kita, sehingga kita juga berpuasa di hari tersebut.

Dan bahkan, menurut Hujjat al-Islam, Imam Al-Ghazali, Kita disunnahkan untuk berpuasa pada hari-hari sebelum Tasu’a, yakni mulai tangal 1.

Dengan demikian, lakukan puasa yang sebisanya saja. Namun alangkah baiknya jika diganti dengan amalan-amalan lainnya yang disunnahkan di bulan muharram, terkhusus hari Asyura. Semisal bersedekah, menambah porsi nafkah keluarga, menziarahi orang saleh, memberikan takjil bagi orang puasa, dan lain-lain.

Keterangan ini disarikan dari kitabnya Syekh Sulaiman Jamal yang berjudul Futuhat al-Wahhab bi taudih syarh manhaj al-thullab, atau yang biasa dikenal dengan judul Hasyiyah al-Jamal Juz 2 hal. 347. Keterangan serupa juga bisa ditemui di Hawasyi Syarwani Juz 3 Hal. 456, dan Nihayat al-Muhtaj karya Syamsuddin Al-Ramli  Juz 3 Hal. 208.

Demikian penjelasan terkait alasan boleh puasa 9, 10, dan 11 Muharram. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

BINCANG SYARIAH

Kedudukan Amalan Hati

Diriwayatkan dari Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda,

إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ

“Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, dan perkara yang haram juga jelas. Dan di antara keduanya terdapat hal-hal yang samar dan meragukan. Banyak orang yang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga dirinya dari hal-hal yang samar dan meragukan itu, maka niscaya akan terpelihara agama dan harga dirinya. Dan barangsiapa yang nekat menerjang hal-hal yang samar dan meragukan itu, maka dia terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembalakan hewannya di sekitar daerah larangan, hampir-hampir saja dia memasukinya. Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baiklah seluruh anggota badan. Dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota badan. Ketahuilah segumpal daging itu adalah jantung/ hati.” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)Daftar Isisembunyikan 1. Makna qalb 2. Pentingnya memperbaiki hati 3. Hati yang hidup, mati, dan sakit 4. Dua macam penyakit hati 5. Tidak mengamalkan ilmu, sebab hati menjadi keras 6. Berjuang melawan penyakit

Makna qalb

Dalam bahasa Arab, jantung disebut ‘qalb’, terkadang kata ‘qalb’ juga dipakai untuk menyebut akal (lihat Al-Mu’jam Al-Wasith, 2: 753). Al-Farra’ -seorang pakar bahasa Arab- mengatakan bahwa makna qalb dalam ayat,

لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلۡبٌ

Bagi orang yang memiliki qalb.” (QS. Qaf: 37) ialah akal (Kamus Mukhtar Ash-Shihah, alwarraq.com).

Dalam terjemah Al-Qur’an ke bahasa Indonesia yang ditashih oleh Departemen Agama, ‘qalb’ diartikan sebagai ‘hati’ (lihat Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 520. Penerbit Syaamil). Walhasil, di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa akal itu letaknya di dalam hati.

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadis ini terdapat penegasan agar (manusia) berupaya memperbaiki hati serta menjaganya dari kerusakan. Sekelompok ulama berargumen dengan hadis ini untuk menyatakan bahwa akal terletak di dalam hati bukan di kepala (otak), dan dalam hal ini terdapat khilaf yang masyhur. Pendapat para ulama mazhab kami (mazhab Syafi’i) dan mayoritas mutakallimin menyatakan bahwa akal terletak di dalam hati.” (Syarh Muslim, 6: 108-109)

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dengan menyebutkan dalil-dalilnya ketika menjelaskan kandungan hadis ini (lihat Fath Al-Bari, 1: 158).

Pentingnya memperbaiki hati

Di dalam hadis yang agung ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan perumpamaan pentingnya hati bagi amal perbuatan sebagaimana peranan jantung bagi anggota badan. Jantung memompa darah ke seluruh tubuh sehingga sangat menentukan kesehatan badan, sebagaimana halnya baiknya hati sangat menentukan baiknya amal perbuatan. Maka, hadis di atas merupakan rujukan dalam masalah agama dan juga dalam masalah medis/pengobatan (faedah ini kami petik dari rekaman ceramah Syekh Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah berjudul Atsarul ‘Aqidah ‘Alal Istiqamah).

Ketika mengomentari bagian akhir hadis di atas, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadis ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan gerak-gerik hamba dengan anggota badannya, kemampuannya menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, dan keteguhannya dalam menjaga diri dari hal-hal yang syubhat/samar bergantung pada kebaikan gerak-gerik hatinya…” (Jami’ul ‘Ulum Wal-Hikam, Makt. Syamilah).

Baca Juga: Sikap Terhadap Ibu yang Zalim dan Cara Menasihatinya

Hati yang hidup, mati, dan sakit

Untuk memperjelas hal ini, marilah kita simak penuturan Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullah berikut ini. Beliau mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya hati bisa hidup dan bisa mati, bisa sakit, dan bisa sehat. Hati merupakan unsur (nonfisik) yang paling agung di dalam tubuh. Allah Ta’ala berfirman,

أَوَمَن كَانَ مَیۡتࣰا فَأَحۡیَیۡنَـٰهُ وَجَعَلۡنَا لَهُۥ نُورࣰا یَمۡشِی بِهِۦ فِی ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِی ٱلظُّلُمَـٰتِ لَیۡسَ بِخَارِجࣲ مِّنۡهَاۚ 

Apakah sama antara orang yang dahulunya mati kemudian Kami hidupkan dan Kami jadikan baginya cahaya untuk berjalan di antara manusia dengan orang yang senasib dengannya, namun tetap terkungkung di dalam kegelapan dan tidak bisa keluar darinya.’ (QS. Al-An’aam : 122). Maksudnya, orang tersebut sebelumnya mati karena tenggelam dalam kekafiran, kemudian Kami (Allah) pun menghidupkan jiwanya dengan iman.”

Beliau melanjutkan, “Hati yang sehat dan hidup apabila disodori kebatilan dan perkara-perkara yang buruk, maka nalurinya akan mendorong untuk menjauhi hal itu dan membencinya serta tidak mau memperhatikannya. Berbeda keadaannya dengan hati yang mati. Hati yang mati tidak mampu membedakan baik dan buruk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu, “Celakalah orang yang tidak memiliki hati yang dapat mengenal perkara makruf dan mungkar.” Begitu pula halnya hati yang sakit karena terjangkit syahwat. Maka hati (yang sakit) semacam itu (karena kelemahannya) akan condong kepada kebatilan dan keburukan yang disodorkan kepadanya bergantung pada kuat-lemahnya penyakit tersebut.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, tahqiq Al-Albani, hal. 274-275)

Dua macam penyakit hati

Kemudian Ibnu Abil ‘Izz rahimahullah memaparkan, “Penyakit hati ada dua macam, sebagaimana yang telah disinggung di depan: penyakit syahwat (keinginan yang terlarang) dan penyakit syubhat (penyimpangan cara berpikir). Penyakit yang paling buruk di antara keduanya adalah syubhat, dan syubhat yang paling buruk adalah yang terkait dengan masalah takdir. Terkadang hati itu menderita sakit dan semakin bertambah parah, namun orangnya tidak menyadari hal itu. Hal itu bisa saja terjadi karena dia tidak mau mengenali hakikat kesehatan hatinya dan sebab-sebab untuk menjaganya. Bahkan, terkadang hati seseorang mati, namun dia tidak menyadari kematiannya.

Ciri yang menunjukkan keadaan itu adalah tatkala [1] dosa yang timbul akibat melakukan perbuatan buruk/ maksiat tidak bisa lagi membuat hatinya terluka, begitu pula [2] ketika kebodohannya terhadap kebenaran dan ketidakmengertiannya mengenai akidah yang keliru sudah tidak terasa menyakitkan baginya. Sebab, apabila hati masih hidup, tentu akan bisa merasakan sakit karena mengalirnya sesuatu yang buruk (dosa) kepadanya, dan merasa sedih dan terluka akibat kebodohan dirinya terhadap kebenaran, dan besarnya rasa sakit itu bergantung pada kadar kehidupan yang ada padanya. (Sebagaimana dikatakan oleh penyair), ‘Luka yang bersarang di tubuh mayit, tentu tidak lagi menyakitinya.’” (hal. 275)

Tidak mengamalkan ilmu, sebab hati menjadi keras

Allah Ta’ala berfirman,

فَبِمَا نَقۡضِهِم مِّیثَـٰقَهُمۡ لَعَنَّـٰهُمۡ وَجَعَلۡنَا قُلُوبَهُمۡ قَـٰسِیَةࣰۖ یُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَنَسُوا۟ حَظࣰّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦۚ

Disebabkan tindakan (ahli kitab) membatalkan ikatan perjanjian mereka, maka Kami pun melaknat mereka, dan Kami jadikan keras hati mereka. Mereka menyelewengkan kata-kata (ayat-ayat) dari tempat (makna) yang semestinya, dan mereka juga telah melupakan sebagian besar peringatan yang diberikan kepadanya.” (QS. Al-Maa’idah : 13)

Syekh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat dosanya). Ayat-ayat dan peringatan tidak lagi bermanfaat baginya. Dia tidak merasa takut melakukan kejelekan, dan tidak terpacu melakukan kebaikan, sehingga petunjuk (ilmu) yang sampai kepadanya bukannya menambah baik justru semakin menambah buruk keadaannya. (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 225)

Berjuang melawan penyakit

Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullah mengatakan dalam Syarah-nya, “Terkadang orang merasakan penyakit yang bersarang di dalam hatinya, namun dia mau menahan rasa pahit yang sangat karena menelan obat dan berusaha tetap sabar untuk menyembuhkan dirinya. Maka, dia lebih menyukai merasa sakit karena proses pengobatan yang harus dijalaninya begitu susah (daripada membiarkan penyakitnya terus menjalar). Sesungguhnya obat untuk penyakit hati adalah dengan berjuang menyelisihi hawa nafsu. Padahal perkara itu (menyelisihi nafsu) adalah sesuatu yang sangat sulit dan berat bagi jiwa manusia. Namun, memang tidak ada obat lain yang lebih manjur daripada obat itu.

Terkadang, ketika berusaha untuk melatih jiwanya untuk sabar kemudian ternyata tekadnya memudar di tengah jalan sehingga hal itu membuatnya tidak mau lagi bertahan karena begitu lemah ilmu, keyakinan, dan kesabaran dirinya. Hal itu sebagaimana halnya orang yang berusaha menempuh suatu jalan menuju daerah yang aman, namun jalan itu diliputi dengan hal-hal yang menakutkan. Padahal si penempuh jalan itu pun menyadari bahwa apabila dia mau bersabar, niscaya rasa takut itu akan lenyap dan berakhir dengan rasa aman. Untuk itulah dia memerlukan kekuatan sabar dan keyakinan yang kokoh terhadap tujuan yang akan dicapai. Kapan saja sabar dan keyakinannya melemah, maka dia akan berputar haluan meninggalkan jalan itu dan tidak mau repot-repot merasakan beratnya kesulitan yang ada di sana. Apalagi jika tidak ada teman (baik) yang menyertainya sehingga dia merasa gentar berjalan sendirian (di atas kebenaran), maka dia pun mengeluh, ‘Di manakah orang-orang (baik) itu, di saat aku membutuhkan mereka, sehingga aku bisa meniru mereka?!’

Inilah keadaan yang menimpa kebanyakan orang, dan itulah penyebab kehancuran mereka. Sesungguhnya orang yang benar-benar sabar dan tulus tidak akan merasa gentar hanya karena sedikitnya teman ataupun karena kehilangan kawan. Hal ini akan bisa dia rasakan ketika hatinya senantiasa merasakan kebersamaan (persahabatan) dengan generasi yang pertama, yaitu,

فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ مَعَ ٱلَّذِینَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَیۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِیِّـۧنَ وَٱلصِّدِّیقِینَ وَٱلشُّهَدَاۤءِ وَٱلصَّـٰلِحِینَۚ وَحَسُنَ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ رَفِیقࣰا

‘Orang-orang yang diberikan kenikmatan oleh Allah yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman.’ (QS. An-Nisa’: 69)….” (hal. 275)

Beliau kembali menuturkan, “Tanda sakitnya hati adalah ketika dia berpaling dari mengkonsumsi asupan gizi yang bermanfaat dan cocok (bagi kesehatan hatinya) menuju asupan-asupan yang berbahaya, serta ketika dia berpaling meninggalkan obat yang manjur kepada obat yang membahayakannya. Maka, di sini ada empat perkara: [1] asupan yang bermanfaat, [2] obat yang menyembuhkan, [3] asupan yang membahayakan, dan [4] obat yang membinasakan. Hati yang sehat akan memilih sesuatu yang bermanfaat dan menyembuhkan daripada sesuatu yang berbahaya dan menyakiti. Sedangkan hati yang sakit justru sebaliknya. Asupan paling bermanfaat adalah asupan iman, sedangkan obat paling bermanfaat adalah obat Al-Qur’an. Dan masing-masing dari keduanya (iman dan Al-Qur’an) juga menyimpan asupan sekaligus obat. Sehingga orang yang menginginkan kesembuhan dengan selain (bimbingan) Al-Kitab dan As-Sunnah, maka dia tergolong ajhalul jaahiliin (orang yang paling bodoh) dan termasuk deretan adhalludh dhaalliin (orang yang paling sesat)…” (hal. 276)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77441-kedudukan-amalan-hati.html

Keutamaan dan Pahala Mengadopsi dan Merawat Anak Yatim

Dalam Islam, kita dianjurkan untuk perhatian dan mengasihani anak yatim dengan cara menanggung nafkahnya, tidak menelentarkan dan membentaknya. Kita juga dianjurkan untuk mengusap kepala anak yatim sebagai bentuk kasih sayang, bahkan kita dianjurkan untuk mengadopsi dan merawat anak yatim layaknya anak kita sendiri. Khusus mengenai mengadopsi dan merawat anak yatim, terdapat beberapa hadis Nabi Saw yang menjelaskan keutamaan dan pahala mengadopsi dan merawat anak yatim yang besar.

Pertama, mengadopsi anak yatim, merawat dan menanggung nafkahnya, balasannya kelak bersama Nabi Saw di surga. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا  وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً

Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini, kemudian beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau serta agak merenggangkan keduanya.

Kedua, mengadopsi anak yatim menjadi penghalang dari api neraka. Ini sebagaimana riwayat yang disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran berikut;

مَنْ ضَمَّ يَتِيمَاً فَكَانَ فِي نَفَقَتِهِ وكفاهُ مؤنَتَهُ ، كَانَ لَهُ حِجَابَاً مِنَ النَّارِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Barangsiapa mengadopsi anak yatim dan mencukupi nafkah dan biayanya, maka hal itu menjadi penghalang baginya dari api neraka di hari kiamat.

Ketiga, rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang tinggal, maka rumah itu dinilai sebagai rumah terbaik selama anak yatim tersebut diperlakukan dengan baik. Ini sebagaimana hadis riwayat Imam Ibnu Majah berikut;

خَيْرُ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُحْسَنُ إِلَيْهِ ، وَشَرُّ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُسَاءُ إِلَيْهِ

Sebaik-baik rumah kaum muslimin adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan sebaik-baik rumah kaum muslimin adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan buruk.

Keempat, mengadopsi anak yatim bisa menyebabkan dosa-dosa diampuni. Ini sebagaiaman riwayata yang disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran berikut;

من ضم يتيماً من بين مسلمين إلى طعامه وشرابه ؛ حتى يغنيه الله عز وجل غفرت له ذنوبه البتة إلا أن يعمل عملاً لا يغفر

Barangsiapa menggabungkan anak yatim yang kedua orangtuanya muslim pada makanan dan minumannya hingga Allah mencukupi anak yatim tersebut, maka dosa-dosanya diampuni kecuali dia melakukan perbuatan yang tidak bisa diampuni.

BINCANG SYARIAH

Masjidil Haram Saat Muharram tidak Terlalu Ramai, Cocok untuk Umroh

Kerajaan Arab Saudi mengimbau umat Islam yang ingin melakukan umroh bisa dilakukan selama bulan Muharram. Mereka menyebut Masjidil Haram di Makkah tidak terlalu ramai.

Untuk mendukung pernyataan tersebut, Kementerian Haji dan Umrah Saudi membuat sebuah unggahan di akun Twitter mereka. Di dalamnya ditautkan gambar sekeliling Ka’bah, yang menunjukkan kondisi halaman yang kurang ramai di waktu berbeda.

Dilansir di Gulf News, Senin (8/8/2022), musim baru umroh dimulai pada 30 Juli, yang menandai dimulainya tahun baru Hijriah Islam. Hal ini menyusul akhir musim haji yang berlangsung pada awal Juli lalu.

Pihak berwenang di Kerajaan Saudi juga telah mempersiapkan diri untuk musim umroh yang baru. Pejabat Saudi menyebut, musim umroh baru ini diperkirakan akan menarik lebih dari 10 juta Muslim dari seluruh dunia.

Tidak hanya itu, pihak berwenang Saudi juga mengatakan tidak ada batasan maksimum bagi Muslim di luar negeri yang ingin melakukan umroh sepanjang tahun. Kementerian Haji dan Umrah lantas mengatakan Muslim di luar negeri dapat memasuki Arab Saudi dan pergi melalui bandara mana pun di Kerajaan, tanpa terbatas di Bandara Jeddah.

Selanjutnya, disampaikan pula pelaksanaan umroh kali ini memerlukan izin dari aplikasi Eatmarna. Syarat umrah adalah pemohon tidak terinfeksi Covid-19 atau tidak pernah melakukan kontak dengan pasien. Pekan lalu, Kementerian Haji mengungkapkan kemungkinan bagi umat Islam, yang tiba dari luar negeri untuk melakukan umroh, merencanakan perjalanan mereka sendiri secara elektronik tanpa mediator. Langkah ini dilakukan melalui salah satu portal yang terakreditasi, sebagai bagian dari upaya untuk memudahkan layanan dan prosedur. 

https://gulfnews.com/world/gulf/saudi/saudi-arabia-grand-mosque-less-crowded-in-muharram-for-umrah-1.89776805

IHRAM

Utang Bisa Menjadi Pemutus Silaturahmi dan Pertemanan

Para ulama telah menjelaskan begitu banyak bahaya kebiasaan berutang tanpa ada keperluan darurat. Utang juga bisa menjadi pemutus silaturahmi dan pertemanan. Di mana orang yang berutang berusaha menghindari atau bahkan memutus kontak dengan orang yang memberi pinjaman utang. Hal ini bisa jadi karena yang berutang memang tidak ada niat baik ingin melunasi atau memang sedang tidak mampu melunasi karena uzur, tetapi tidak enak hati apabila bertemu dengan orang yang memberikan pinjaman utang.

Perhatikan kisah berikut,

ولما مرض قيس بن سعد بن عبادة استبطأ إخوانه في العيادة، فسأل عنهم فقيل له: إنهم يستحيون مما لك عليهم من الدين. فقال: أخزى الله مالا يمنع عني الإخوان من الزيارة، ثم أمر مناديا ينادي من كان لقيس عنده مال، فهو منه في حل. فكسرت عتبة بابه بالعشي لكثرة العواد.

Tatkala Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah sakit, para saudara dan sahabat menunda menjenguknya. Lalu, ia bertanya tentang mereka. Maka, dijawab, ‘Mereka merasa malu karena punya utang kepada engkau.’ Ia pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakan harta yang telah mencegah kawan-kawan menjengukku.’ Kemudian ia perintahkan agar diumumkan bahwa barangsiapa yang punya utang kepada Qais, telah diputihkan (dianggap lunas). Setelah itu, ambang pintu rumah Qais patah karena begitu banyaknya orang yang menjenguknya.” (Hakaya Al-Ajwad, hal. 51)

Demikianlah utang bisa menjadi pemutus persaudaraan dan pertemanan, bahkan bisa jadi menyebabkan permusuhan dan perkelahian antar saudara kandung sendiri yang notabene satu darah dan satu nasab. Oleh karena itu, syariat memotivasi agar yang berutang segera melunasi utang jika mampu dan tidak menunda-nunda bahkan memprioritaskan sebagai prioritas utama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ ‏

Penundaan (pembayaran utang dari) seorang yang kaya adalah sebuah kezaliman. Maka, jika salah seorang dari kalian (utangnya) dialihkan kepada seorang yang kaya, maka ikutilah.” (HR. Bukhari)

Demikian juga yang memberikan pinjaman utang dimotivasi agar memberikan kelonggaran dalam menagih utang. Apabila yang berutang sedang tidak mampu dan ada uzur, hendaknya memaklumi dan memberikan tambahan waktu.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ

Jika orang yang berutang kesulitan, maka berilah kelonggaran hingga ia dimudahkan.” (QS. Al Baqarah: 280)

Demikian juga Nabi shallallahu ’alaihi  wasallam memberikan motivasi agar memudahkan orang yang berutang, baik dalam utangnya, menagihnya, dan lain-lain. Beliau shallallahu ’alaihi  wasallam bersabda,

من يسَّرَ على معسرٍ يسَّرَ اللَّهُ عليهِ في الدُّنيا والآخرةِ

Barangsiapa memudahkan kesulitan orang lain, maka Allah akan mudahkan ia di hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 2699)

Bahkan, syariat memotivasi sampai tahap memutihkan utang (dianggap lunas), sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Ustaimin,

ومن فوائد الآية: فضيلة الإبراء من الدَّين وأنه صدقة؛ لقوله تعالى: {وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ}

Di antara faedah ayat adalah keutamaan memutihkan hutang dan hal tersebut dianggap sedekah, sebagaimana firman Allah, ‘Engkau bersedekah lebih baik baikmu‘.” (Tafsir Al-Qur’an, 5: 310)

Perbuatan Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah ini dalam rangka menjaga silaturahmi yang diperintahkan. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Demikian juga perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu konteks hadis agar menjaga silaturahmi dan bersedekah sebagaimana pembahasan dalam tulisan ini. Beliau shallallahu ’alaihi  wasallam bersabda,

يَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ

“Muhammad memerintahkan kami salat, sedakah, menjaga kehormatan, dan silaturahmi.” (HR. Bukhari)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

***

Penulis: Raehanul Bahraen

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77437-hutang-bisa-jadi-memutus-silaturahmi-dan-pertemanan.html

Doa Agar Utang Cepat Lunas, Amalkan dengan Usaha!

Berdoa merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap umat Islam. Doa bisa dipanjatkan sesuai dengan hajat kebutuhan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.

Doa juga termasuk ibadah yang paling mulia di sisi Allah. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah bersabda: “Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah selain doa”

Apabila di dunia kita sedang mendapatkan cobaan seperti ketika terlilit hutang, tentunya kita harus melakukan usaha agar bisa terlepas dari utang. Usaha juga harus dibarengi dengan doa.

Doa Ketika Terlilit Hutang

اللهُمَّ اكْفِنِي بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allahummakhfinii bihalaalika ‘an haraamaika wa aghninii bifadhika ‘amman siwaka

Artinya:

“Ya Allah, cukupilah aku dengan rezeki-Mu yang halal sehingga aku terhindar dari rezeki yang haram dan perkayalah aku dengan karunia-Mu, sehingga aku tidak meminta kepada selain-Mu.”
Doa Mohon Dimudahkan Mendapatkan Rezeki

اَللهُمَّ اِنِّىْ اَسْأَلُكَ اَنْ تَرْزُقَنِىْ رِزْقًا حَلاَلاً وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلاَمَشَقَّةٍ وَلاَضَيْرٍ وَلاَنَصَبٍ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ

Allohumma inni as-aluka an tarzuqoni rizqon halalan wasi’an thoyyiban min ghoiri ta’abin wala masyaqqotin wala dhoirin wala nashobin innaka ‘ala kulli syai-in qodir.

Artinya:

“Ya Allah, hamba minta pada-Mu agar melimpahiku rezeki yang halal, luas, dan baik tanpa kesusahan, tanpa kemelaratan dan tanpa kepayahan. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”

Itu tadi doa-doa yang detikers bisa panjatkan, ketika sedang terlilit utang. Semoga kita masuk dalam orang-orang yang dijauhkan dari utang ya!

Baca artikel detikfinance, “Doa Agar Utang Cepat Lunas, Amalkan dengan Usaha!” selengkapnya https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5943817/doa-agar-utang-cepat-lunas-amalkan-dengan-usaha.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Doa Agar Bisa Melunasi Hutang

اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا تُعْطِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُمَا وَتَمْنَعُ مَنْ تَشَاءُ, اِرْحَمْنِي رَحْمَةً تُغْنِيْنِي بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ

“Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Engkau) Yang Maha pengasih di dunia dan akhirat, dan Yang Maha penyayang di dua negeri tersebut. Engkau memberi dari keduanya kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cegah orang yang Engkau kehendaki. Kasihilah aku dengan rahmat-Mu; di mana Engkau jadikan aku cukup dengannya dengan tidak membutuhkan kasih sayang dari siapapun selain Engkau.”

[Syaikh al-Albani rahimahullah menilainya sebagai hadits Hasan dalam Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb no 1821. Lihat At- Targhîb wa at-Tarhîb hal 734 cetakan Syaikh Masyhur Salman].

Ath-Thabrani rahimahullah meriwayatkan dalam Al-Mu’jam ash-Shaghîr dari Anas Bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz Radhiyallahu anhu, “Maukah Aku ajarkan kepadamu sebuah doa yang bisa engkau baca. Sekiranya engkau mempunyai hutang yang besarnya seperti gunung Uhud, pastilah Allâh akan menunaikan hutangmu?” Katakanlah wahai Mu’adz,… lalu Rasûl Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat 26 Surat Ali-Imrân dan dilanjutkan dengan doa yang disebutkan di atas. Ath-Thabrani meriwayatkannya dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghîr dengan isnad yang jayyid (bagus).
Baca Juga Bayar Hutang Dahulu Atau Aqiqah?

Dalam jalur yang lain dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu, doa dari ayat di atas dilanjutkan dengan ayat selanjutnya yaitu ayat 27 dari Ali-Imrân. Baru dilanjutkan dengan ucapan: Rahmânad dunyâ… namun Syaikh Al-Albani menilainya lemah.

Doa di atas adalah salah satu dari doa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar bisa melunasi hutang. Dan masih ada doa-doa lain yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Tentunya diiringi dengan kesabaran, dengan tetap berusaha mencari solusi dengan cara yang halal. Juga dengan mengatur sirkulasi belanja dengan bijak. Tidak kalah penting agar memperbaiki hubungan kita dengan Allâh Allâh Subhanahu wa Ta’ala, sehingga hubungan kita dengan manusia pun menjadi baik. Dan bila kita berniat baik untuk membayar hutang, insya Allâh pasti Allâh Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan melunaskannya. Maka berdoalah kepada Allâh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh khusyuk dan tadharru’ agar Allâh Subhanahu wa Ta’ala memudahkan urusan kita.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

DOA MOHON DAPAT MELUNASI HUTANG
اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Ya Allâh, cukupilah aku dengan rezeki-Mu yang halal (hingga aku selamat) dari yang haram. Cukupilah aku dengan karunia-Mu (hingga aku tidak meminta) kepada selain-Mu

[HR. at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albâni rahimahullah dalam Shahîhut Targhîb wat Tarhîb no. 1820]

Ini merupakan doa agung yang diucapkan oleh seseorang yang terlilit hutang dan kesulitan untuk melunasinya. Apabila ia perhatian dan mengamalkannya (membacanya), niscaya Allâh akan memudahkannya untuk menyelesaikan hutang berapapun besarnya, meskipun sebesar gunung (berdasarkan riwayat hadits tersebut). Sebab, kemudahan adalah bersumber dari Allâh Azza wa Jalla . Perbendaharaan kekayaan Allâh Azza wa Jalla sangat melimpah-ruah tanpa batas, tidak terpengaruh oleh pengeluaran. Siapa saja yang berserah diri kepada Allâh Azza wa Jalla , niscaya Allâh Azza wa Jalla akan menyelesaikan urusan (kesulitan)nya dan berang siapa memohon pertolognan dari-Nya, maka Allâh Azza wa Jalla akan membantu dan memberinya petunjuk.
Baca Juga Keutamaan Dan Kemuliaan Do’a

(Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, Syaikh ‘Abdur Razzâq al-Badr, 3/199)
Referensi : https://almanhaj.or.id/7530-doa-agar-bisa-melunasi-hutang.html

Al-Qu’ran untuk Kampung Mualaf di Lereng Merbabu

“Al Qu’ran di sini sangat dibutuhkan karena banyak santri yang belum punya.” Demikian dikatakan Yohanes Kristanto. Kok namanya seperti orang Kristen?

Benar. Pak Yo, demikian biasa dipanggil memang orang Kristen. Bahkan dia seorang pendeta. Tapi itu dulu. Sekarang dia sudah menjadi Muslim, setelah bersyahadat beberapa bulan lalu. Bagi yang ini tahu mengapa Yohanes memilih Islam, bisa menonton videonya di chanel Hidayatullah TV dengan judul “Dua Hal Ini Sebabkan Pendeta di Semarang Ini Masuk Islam, Setelah Memurtadkan 430 Muslim.”

Seperti diakui di dalam video tersebut, dulu ia pernah sukses memurtadkan ratusan Muslim. Kini seakan ‘balas dendam’, Yohanes ingin membayar dosa-dosanya dengan giat berdakwah. Khususnya di daerah-daerah yang menjadi sasaran pemurtadan seperti di lereng Gunung Merbabu dan Bayat Klaten. Keduanya di Jawa Tengah.

Di lereng Merbabu, tepatnya di Gantang, Sawangan, Magelang terdapat kampung mualaf. “Ada sekitar 200 mualaf,” kata Wandi, penggerak dakwah di Gantang. Bahkan ada satu dusun dulu mayoritas Kristen, kini kondisinya sudah berbalik. “Yang non Muslim tinggal 14 KK,” tambah Wandi. KK adalah singkatan dari kepala keluarga. Yohanes kemudian ikut bergabung memperkuat dakwah di Gantang.

Video: https://www.youtube.com/watch?v=Bn71S3sOyKg

HIDAYATULLAH

Arab Saudi: Tidak Ada Batasan Jumlah Jamaah untuk Ibadah Umrah

Musim baru umrah diperkirakan akan menarik 10 juta umat Muslim.

Arab Saudi mengatakan tidak ada batasan maksimum bagi Muslim di luar negeri yang ingin melakukan umrah sepanjang tahun ini. Kebijakan ini dijelaskan setelah kerajaan membuka musim umrah baru seminggu yang lalu.

Kementerian Haji dan Umrah juga mengatakan bahwa Muslim di luar negeri dapat memasuki Arab Saudi dan pergi melalui bandara mana pun di kerajaan itu tanpa terbatas pada bandara Jeddah. Mereka hanya menambahkan bahwa pelaksanaan umrah memerlukan izin dari aplikasi Eatmarna dan asalkan pemohon tidak terinfeksi Covid-19 atau belum melakukan kontak dengan pasien.

Dilansir dari Gulf News, Sabtu (6/8/2022), pekan lalu, kementerian mengungkapkan kemungkinan bagi umat Islam, yang tiba di kerajaan dari luar negeri untuk melakukan umrah. Mereka bisa merencanakan perjalanan mereka sendiri secara elektronik tanpa mediator di salah satu platform terakreditasi dengan masuk ke tautan yang dibuat Kerajaan.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk memfasilitasi perjalanan jamaah haji dan menjamin pemberian layanan berkualitas tinggi kepada mereka. Waktu pelaksanaan umrah juga dapat dipesan setelah peziarah luar negeri memperoleh visa terkait melalui aplikasi “Eatmarna” sebagai bagian dari prosedur elektronik. Prosedur ini diklaim mudah diakses dan tersedia sepanjang waktu.

Musim baru umrah dimulai pada 30 Juli, yang menandai dimulainya tahun baru Hijriah Islam. Pihak berwenang di kerajaan telah bersiap untuk musim baru yang diperkirakan akan menarik lebih dari 10 juta Muslim, menurut pejabat Saudi.

KHAZANAH REPUBLIKA

Model Kebangkitan Umat Islam

Buku karya Dr. Majid Irsan al-Kilani,  tentang kebangkitan umat Islam, 50 tahun gerakan pendidikan melahirkan generasi Shalahudin merebut Palestina layak dibaca

PADA kajian akhir tahun di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), tahun 2019 dibedah buku karya Dr. Majid Irsan al-Kilani,  berjudul ”Model Kebangkitan Umat Islam: Upaya 50 Tahun Gerakan Pendidikan Melahirkan Generasi Shalahudin dan Merebut Palestina.” Pembahasnya, Ustad Asep Sobari Lc, penerjemah buku, yang juga peneliti INSISTS.

Judul asli buku tersebut adalah: ”Hakadza Zhahara Jilu Shalahuddin wa Hakadza ’Adat al-Quds”. Menurut Asep Sobari, ia mengenal buku ini saat kuliah di Universitas Islam Madinah, dimana sang dosen, Dr. Ghazi bin Ghazi al-Muthairi, meminta para mahasiswa membaca buku penting tersebut.

Berdasarkan hasil telaahnya yang mendalam terhadap kondisi umat Islam di masa Perang Salib, Irsan al-Kilani menjelaskan, bahwa kebangkitan umat Islam yang hakiki harus dilakukan melalui lahirnya satu generasi baru. Cara seperti ini sudah menjadi model, yang berulang kali terjadi dalam sejarah Islam.

Karena pentingnya model kebangkitan melalui proses pendidikan ini, Irsan al-Kilani mengimbau para insan pendidikan, agar mereka benar-benar paham, bahwa untuk mengubah kondisi suatu kaum yang lemah, harus dilakukan dengan mengubah kondisi internal mereka sendiri. Yakni, mengubah keyakinan, pemikiran, konsep, orientasi, cara berpikir, nilai, dan parameter kehidupan mereka.

Yang perlu diubah adalah sistem pendidikan yang telah melahirkan generasi lemah, layak kalah, hina, inferior, berorientasi duniawi, meninggalkan jihad, menghamba pada harta dan para penguasa.

*****

Mengambil kasus lahirnya generasi Shalahuddin dan pembebasan kembali Masjid al-Aqsha, Irsan al-Kilani menceritakan bagaimana kaum Muslimin mampu bangkit dari keterpurukan selama sekitar 50 tahun pada awal Perang Salib. Tahun 1095 Perang Salib dimulai.

Pada tahun 1099, Jerusalem jatuh ke tangan pasukan Salib. Ribuan umat Islam dibantai dengan sadis di Masjid al-Aqsha dan berbagai daerah lainnya.

Meskipun ada kekhalifahan, umat Islam berada dalam kondisi sangat terpuruk. Mereka terjangkit penyakit cinta dunia, tercengkeram aneka paham sesat, dan terlibat konflik antar mazhab yang parah, sampai saling bunuh di kampus.

Di zaman ada kekhalifahan itu, umat Islam perlu waktu 88 tahun untuk membebaskan kembali kota Jerusalem. Itu terjadi di bawah kepemimpinan Shalahuddin al-Ayyubi, tahun 1187.

Nah, buku ini memaparkan data, bahwa Shalahudin bukanlah pemain tunggal yang ”turun dari langit”. Tetapi, dia adalah bagian dari satu ”generasi” yang merupakan produk pendidikan para ulama yang hebat.

Al-Kilani menyebut contoh dua ulama yang berjasa besar dalam menyiapkan generasi baru itu, yakni Imam al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Menurut Dr. Irsan al-Kilani, dalam melakukan upaya perubahan umat yang mendasar, Imam al-Ghazali lebih menfokuskan pada upaya mengatasi kondisi internal umat.

Menurut al-Ghazali, masalah paling besar adalah rusaknya pemikiran dan diri kaum Muslim yang berkaitan dengan aqidah dan kemasyarakatan. Sang Hujjatul Islam tidak menolak pentingnya perubahan aspek politik dan militer.

Tetapi yang dia tekankan adalah perubahan yang lebih mendasar, yaitu perubahan pemikiran, akhlak,  dan perubahan diri manusia itu sendiri. Untuk itu, al-Ghazali melakukan perubahan dimulai dari dirinya sendiri dahulu, kemudian baru mengubah orang lain.

Kata penulis buku ini: ”Al-Ghazali lebih menfokuskan usahanya untuk membersihkan masyarakat muslim dari berbagai penyakit yang menggerogotinya dari dalam dan pentingnya mempersiapkan kaum Muslim agar mampu mengemban risalah Islam kembali sehingga dakwah Islam merambah seluruh pelosok bumi dan pilar-pilar iman dan kedamaian dapat tegak dengan kokoh.”

Melalui hasil kajian dan perenungannya yang mendalam terhadap kondisi umat Islam, al-Ghazali sampai pada kesimpulan bahwa yang harus dibenai pertama dari umat adalah masalah keilmuan dan keulamaan. Oleh sebab itu, kitabnya yang terkenal dia beri nama Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama).

Adalah menarik, bagaimana dalam situasi perang seperti itu, Imam Ghazali mampu merumuskan masalah umat secara komprehensif dan mendasar. Melalui Ihya’ Ulumuddin, al-Ghazali menekankan pentingnya masalah ilmu, ibadah, akhlak, dan juga aktivitas ’amar ma’ruf nahi munkar’.

Bahkan, aktivitas “amal ma’ruf dan nahi munkar”, dikatakan sebagai kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar’  hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajalela, satu negeri akan binasa. Begitu juga  umat secara keseluruhan.

Jadi, simpul Irsan al-Kilani, yang pertama kali harus dilakukan adalah perubahan dalam diri manusia itu sendiri. (QS 13: 11). Nabi Muhammad ﷺ juga menyatakan: ”Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh. Namun, jika ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, itu adalah qalb.” (HR Muslim).

Umat Islam kalah dan hina bukan karena kehebatan musuh-musuh mereka. Tapi, lebih karena kelemahan internal umat sendiri. Mereka memang dalam kondisi yang ”pantas kalah  dan terbelakang” (al-qabiliyyah lit-takhalluf wa al-hazimah). Inilah yang harus diatasi terlebih dahulu, sebelum menghadapi kekuatan eksternal yang hebat.

Sejalan dengan pemikiran Dr. Irsan al-Kilani, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas juga menyatakan bahwa kondisi umat Islam saat ini secara mendasar sama persis dengan kondisi di masa Imam al-Ghazali. Dalam Konferensi Pendidikan Islam Pertama di Kota Mekkah, tahun 1977, Syed Naquib al-Attas merumuskan akar masalah umat Islam adalah ”loss of adab”. Dan solusinya adalah pendidikan (ta’dib). Bahkan, Prof. Al-Attas juga sudah membuktikan konsepnya melalui satu isntitusi pendidikan di peringkat tinggi.

Banyak kalangan umat Islam yang telah menyadari dan mencoba mewujudkan pendidikan yang mampu melahirkan generasi gemilang. Kita perlu terus berpikir dan mengevaluasi apa yang telah dan sedang kita kerjakan.           

Bagaimana aplikasi model pendidikan untuk melahirkan generasi hebat, seperti generasi Shalahudin? InsyaAllah, itu bisa dibaca dalam buku: Pendidikan Islam: Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045 (YPI Attaqwa, 2018).

Tentu saja, penerapan model pendidikan yang ideal (ta’dib)  sangat tidak mudah. Tantangan, hambatan,  dan ujian internal dan eksternal begitu berat. Ketika hal ini saya sampaikan kepada Prof. Wan Mohd Nor, beliau berkata: ”Ya memang berat. Dan untuk itulah Nabi diutus.” Wallahu A’lam bis-shawab. (Depok, 22 Desember 2019).*

Oleh: Dr. Adian Husaini, Penulis pengasuh Pondok Pesantren Attaqwa-Depok

HIDAYATULLAH