Adab Makan Menurut Imam al-Nawawi

Berikut ini artikel terkait adab makan menurut Imam al-Nawawi. Selain mengajarkan tauhid dan hukum-hukum, Islam juga mengajarkan adab-adab kepada penganutnya.

Hal ini dibuktikan dengan adanya teks-teks agama, baik Al-Qur’an maupun hadis, yang menjelaskan bagaimana seharusnya kita menjalani aktivitas sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Tak pelak, urusan makan pun tak luput dari perhatian

Imam al-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ juz VI halaman 405 menyampaikan beberapa adab makan berdasarkan hadis Nabawi. Adab-adab yang dimaksud ialah:

Pertama, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Kanjeng Nabi bersabda;

رُوِىَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال «‌بَرَكَةُ ‌الطَّعَامِ ‌الوُضُوءُ ‌قَبْلَهُ ‌وَالوُضُوءُ ‌بَعْدَهُ»

Dari Anas ra. bahwa sesungguhnya Kanjeng Nabi bersabda: “Berkah makanan adalah dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.” (HR. Ibnu Majah)

Kedua, membaca basmalah terlebih dahulu sebelum menyantap makanan. Lalu, apabila lupa tidak membaca basmalah saat sebelum makan dan baru ingat di pertengahan makan, maka dianjurkan membaca “bismillahi fi awwalihi wa akhirihi”.

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah,  berikut;

‌إِذَا ‌حَضَرَ ‌الْأَكْلُ ‌إِلَى ‌أَحَدِكُمْ..فَلْيَذْكُرْ اِسْمَ اللهِ، فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ فِي أَوَّلِهِ.. فَلْيَقُلْ إِذَا ذُكِرَ: بِاْسمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ

“Apabila salah seorang dari kalian hendak makan, maka sebutlah nama Allah (basmalah). Jika ia lupa membaca basmalah di awal makan, maka begitu ingat hendaklah ia mengucapkan “bismillahi fi awwalihi wa akhirihi.” 

Ketiga, menyantap makanan dari pinggir-pinggir piring. Nabi Muhammad Saw. bersabda;

إٍذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا، فَلاَ يَأْكُلْ مِنْ أَعْلَى الصَّحْفَةِ، وَلَكِنْ لِيَأْكُلْ مِنْ أَسْفَلِهَا، فَإِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ مِنْ أَعْلاَهَا

“Apabila salah seorang dari kalian menyantap makanan, hendaklah ia tidak menyantapnya dari bagian tengah melainkan dari bagian pinggir makanan. Karena sesungguhnya keberkahan turun di bagian tengahnya.”

Keempat, tidak makan dengan tangan kiri melainkan dengan tangan kanan. Baginda Rasul bersabda;

لَا يَأْكُلُ أَحُدُكُمْ بِشِمَالِهِ، وَلَا يَشْرَبُ بِشِمَالِهِ، فَاِنَّ الشَّيْطَانَ يَفْعَلُ ذَلِكَ

“Janganlah salah seorang dari kalian makan dengan tangan kiri dan jangan pula minum dengan tangan kiri. Karena sesungguhnya setan melakukan hal itu.”

Kelima, tidak mencela makanan. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا عَابَ طَعَامًا قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَاِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika menginginkannya, beliau memakannya. Jika tidak menyukainya, beliau tidak memakannya.”

Keenam, membaca hamdalah setelah makan. Hal ini berdasarkan hadis;

وَرَوَى أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَلَى الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْاُكْلَةَ أَوْ يَشْرَبَ الشُّرْبَةَ فَيَحْمَدَ اللهَ عَلَيْهَا

“Anas ra. meriwayatkan dari nabi Muhammad Saw. bahwasanya Allah sangat ridha pada seorang hamba yang makan dan minum lalu memuji kepada Allah atas hal tersebut.”

Itulah beberapa adab yang dikemukakan Imam al-Nawawi dalam Majmu’-nya. Berhubung adab-adab ini berdasarkan hadis nabi, maka hukum mengamalkannya adalah sunnah. Yang itu artinya, kita bisa memperoleh limpahan pahala dari mengamalkannya.

Demikian penjelasan adab makan menurut Imam al-Nawawi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Kenali 6 Adab di dalam Masjid

Penulis akan menyampaikan mengenai tema tentang adab-adab yang harus kita jaga dan lakukan terhadap tempat yang paling mulia di muka bumi, yaitu masjid. Masjid adalah bagian bumi yang paling dicintai oleh Allah karena ia dibangun untuk beribadah kepada Allah. Di dalamnya ditegakkan shalat, dilantunkan bacaan-bacaan Al-Qur’an, dilaksanakan i’tikaf serta ketaatan-ketaatan dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Kita tanyai diri kita masing-masing, apakah kita pernah beri’tikaf dan beribadah di masjid? Apakah hati kita sudah terpaut dan tertambat dengan masjid ataukah justru kita disibukkan dengan berbagai urusan dunia sehingga tidak pernah menginjakkan kaki di masjid? Seseorang yang hatinya telah tertaut dengan masjid, maka ia diberi kabar gembira oleh Rasulullah akan masuk dalam naungan ‘arsy pada hari kiamat.

Seandainya semua orang mengetahui tentang sekian banyak kebaikan dan keberkahan di masjid, niscaya akan kita saksikan mereka saling berlomba untuk mendatanginya. Sungguh menyedihkan keadaan banyak orang, mereka tidak datang ke masjid kecuali sekali dalam seminggu untuk melaksanakan shalat Jumat saja. Bahkan sebagian orang tidak datang ke masjid kecuali hanya dua kali dalam setahun, yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha saja. Kita memohon kepada Allah agar senantiasa menunjukkan kepada kita hal-hal yang membawa kebaikan bagi kita.

Allah subhanahu wa ta’ala telah mengagungkan masjid serta memuliakannya, sehingga masjid menjadi salah satu syi’ar agama Allah. Allah ta’ala berfirman:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (سورة الحج: ٣٢)

Maknanya: “Demikianlah (perintah Allah) dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar agama Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati” (QS al-Hajj: 32).

Adab-adab di dalam Masjid

Pertama, Tidak Mengotori Masjid

Salah satu adab yang harus kita lakukan terhadap masjid adalah tidak mengotorinya dengan benda-benda yang kotor meskipun tidak najis, lebih-lebih lagi dengan hal-hal yang najis. Hukumnya adalah haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ هٰذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هٰذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ (رواه مسلم)

Maknanya: “Sesungguhnya masjid ini tidak boleh dimasukkan ke dalamnya air kencing dan kotoran manusia, masjid tidak lain adalah tempat untuk berdzikir, menyebut asma Allah dan membaca Al-Qur’an” (HR Muslim).

Marilah kita semua turut berperan dalam membersihkan masjid, memberinya wewangian dengan kayu gaharu atau lainnya, sebagaimana hal ini telah dilakukan oleh kaum Muslimin terhadap Masjid Nabawi sejak masa khalifah Umar bin Khatthab radliyallahu ‘anhu hingga kini setiap hari Jumat.

Kedua, Tidak Melakukan Transaksi Jual Beli

Di antara adab kita terhadap masjid adalah tidak melakukan transaksi jual beli di dalamnya. Hukumnya makruh. Masjid bukanlah pasar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوْا لَا أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيْهِ الضَّالَّةَ فَقُوْلُوْا لَا رَدَّ اللهُ عَلَيْكَ (رواه الترمذي)

Maknanya: “Jika kalian melihat seseorang yang menjual atau membeli di masjid, maka katakanlah, “Semoga Allah menjadikan perdaganganmu ini tidak menghasilkan keuntungan.” Dan jika kalian melihat seseorang mencari barang hilang di masjid, maka katakanlah, “Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang tersebut padamu” (HR at-Tirmidzi).

Ketiga, Membaca Doa Ketika Berangkat Menuju Masjid

Di antara adab terhadap masjid yang fadlilahnya sangat besar jika kita lakukan adalah membaca doa ketika berangkat menuju masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang keluar dari rumah untuk melakukan shalat di masjid kemudian ia berdoa yang artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan wasilah orang-orang yang saleh yang berdoa kepada-Mu (baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal) dan dengan wasilah langkah-langkahku ketika berjalan ini, sesungguhnya aku keluar rumah bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan sombong, juga bukan karena riya’ (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar), aku keluar rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencari ridla-Mu, maka aku memohon kepada-Mu agar Engkau menyelamatkanku dari api neraka dan mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau,” orang yang membaca doa ini ketika menuju masjid, maka Allah akan meridhainya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampun untuknya” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad dan lainnya).

Ketika kita masuk ke dalam masjid, kita baca doa masuk masjid, yaitu:

بِسْمِ اللهِ اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

“Dengan nama Allah, ya Allah berikanlah tambahan keagungan kepada Nabi Muhammad, ya Allah ampunilah dosaku dan bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.”

Keempat, Mengerjakan Dua Rakaat Shalat Sunnah Tahiyyatul Masjid

Adab berikutnya adalah mengerjakan dua rakaat shalat sunnah tahiyyatul masjid sebelum duduk. Kemudian kita perbanyak berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an, berdoa meminta kepada Allah kebaikan untuk diri sendiri atau pun untuk orang lain, karena di antara doa yang mustajab adalah doa antara adzan dan iqamah.

Kelima, Tidak Mengobrol Obrolan yang diharamkan

Penting untuk kita ketahui bersama bahwa tidaklah benar pernyataan sebagian kalangan yang mengharamkan obrolan yang tidak mengandung dosa tentang urusan dunia yang dilakukan di masjid. Pembicaraan seperti itu tidaklah haram selama tidak mengganggu orang yang sedang shalat atau tengah membaca Al-Qur’an.

Dalam hadits tsabit yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam berada di masjid bersama beberapa orang sahabatnya. Pada saat itu para sahabat saling bercerita tentang apa yang terjadi di masa jahiliyah mengenai keadaan beberapa orang serta perbuatan-perbuatan mereka. Mereka saling tertawa dan Rasulullah hanya tersenyum melihat hal itu.

Obrolan yang diharamkan di masjid adalah obrolan yang juga diharamkan di luar masjid, seperti ghibah, yaitu membicarakan keburukan orang, dan lainnya. Adapun perkataan sebagian kalangan yang menyatakan bahwa:

“الكَلاَمُ في الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْـحَطَبَ

Berbicara di masjid akan menghapus kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar,” maka pernyataan ini adalah hadits palsu yang tidak bisa dijadikan pedoman.

Keenam, Tidak Mengganggu Orang yang Beribadah

Di antara adab yang harus kita indahkan ketika kita berada di dalam masjid adalah tidak mengganggu orang-orang yang sedang mengerjakan shalat atau membaca Al-Qur’an di dalam masjid. Al Baihaqi dalam kitab as-Sunan al Kubra dan lainnya meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beri’tikaf di masjid, lalu beliau mendengar orang-orang membaca Al-Qur’an dengan suara yang keras. Nabi kemudian bersabda:

أَلَا إِنَّ كُلَّكُم يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكمُ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي القِرَاءَةِ فِي الصَّلاَةِ

Maknanya: “Sungguh, masing-masing dari kalian sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah kalian saling menyakiti satu sama lain, dan janganlah masing-masing kalian mengeraskan bacaannya saat shalat (sehingga mengganggu orang lain yang sedang shalat)”

Janganlah kita menyakiti saudara-saudara kita di masjid dengan bau-bauan yang tidak enak dan mengganggu, terlebih di hari Jumat. Oleh karenanya, hendaklah kita mandi sunnah Jumat sebelum berangkat menuju masjid, sebab hal ini merupakan sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Marilah kita gunakan pakaian yang berwarna putih ketika menghadiri shalat Jumat, memotong kuku dan memakai wewangian.

Sebelum pergi ke masjid hindarilah memakan bawang putih dan bawang merah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakan bawang merah, bawang putih atau bawang pre, maka janganlah memasuki masjidku, karena sesungguhnya malaikat terganggu oleh sesuatu yang manusia terganggu dengannya” (HR Muslim).

Marilah kita bersegera menuju masjid lebih awal pada hari Jumat, karena pahala akan semakin bertambah besar dengan semakin awalnya kita pergi ke masjid di hari Jumat. Jika kita masuk masjid dan ternyata imam sedang berkhutbah, hendaklah kita melakukan shalat sunnah dua rakaat dengan cepat sebelum duduk, lalu kita duduk dengan tenang dan tidak berbicara kepada siapa pun karena berbicara saat imam sedang berkhuthbah adalah perkara yang dilarang.

Mari kita dengar dan simak dengan seksama apa yang disampakan khatib. Apabila khutbah Jumat telah usai dan imam turun dari atas mimbar serta iqamah dikumandangkan, maka marilah kita memulai shalat dengan penuh khusyu’ dan anggaplah bahwa kita tengah berada dalam shalat terakhir yang bisa kita kerjakan.

ISLAM KAFFAH

Terimalah Tobatku

Saudara-saudaraku, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Semua orang pasti pernah berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang rajin bertobat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

قُلۡ یَـٰعِبَادِیَ ٱلَّذِینَ أَسۡرَفُوا۟ عَلَىٰۤ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُوا۟ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ یَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِیعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِیمُ

Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, ‘Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dia Maha pengampun lagi Maha penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53)

Saudara-saudaraku, kezaliman apapun yang pernah engkau lakukan, maka ketahuilah bahwa pintu ampunan Allah sangatlah lebar. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغۡفِرَةࣲ لِّلنَّاسِ عَلَىٰ ظُلۡمِهِمۡۖ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِیدُ ٱلۡعِقَابِ

Sesungguhnya Rabbmu adalah pemilik ampunan bagi umat manusia atas kezaliman mereka. Dan sesungguhnya Rabbmu benar-benar keras siksanya.” (QS. Ar-Ra’d: 6)

Saudara-saudaraku, ke manakah hendak engkau cari ampunan itu kalau bukan kepada-Nya yang berada di atas langit sana. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغۡفِرَةࣲ وَذُو عِقَابٍ أَلِیمࣲ

Sesungguhnya Rabbmu adalah pemilik ampunan sekaligus pemilik siksaan yang amat pedih.” (QS. Fushshilat: 43)

Saudara-saudaraku, tidakkah engkau ingin termasuk orang-orang yang dicintai-Nya? Tidakkah engkau ingin menjadi orang yang diampuni kesalahan dan dosa-dosanya? Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلتَّوَّ ٰ⁠بِینَ وَیُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِینَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang rajin bertobat dan (Allah) mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Saudara-saudaraku, apakah kamu enggan untuk bertobat dan menerima ampunan dari-Nya? Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلَا یَتُوبُونَ إِلَى ٱللَّهِ وَیَسۡتَغۡفِرُونَهُۥۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

Apakah mereka tidak mau bertobat kepada Allah dan meminta ampunan-Nya. Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Al-Ma’idah: 74)

Baca Juga: Apakah Taubat Harus Diumumkan?

Saudara-saudaraku, apakah kita tidak ingin terbebas dari azab yang sangat pedih? Apakah kita tidak ingin mendapatkan kebaikan? Allah Ta’ala berfirman,

فَإِن تُبۡتُمۡ فَهُوَ خَیۡرࣱ لَّكُمۡۖ وَإِن تَوَلَّیۡتُمۡ فَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّكُمۡ غَیۡرُ مُعۡجِزِی ٱللَّهِۗ وَبَشِّرِ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ بِعَذَابٍ أَلِیمٍ

Apabila kalian bertobat, maka itulah yang lebih baik bagi kalian. Apabila kalian justru berpaling, ketahuilah bahwa kalian tidak akan bisa melemahkan Allah. Dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang kafir bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih.” (QS. At-Taubah: 3)

Saudara-saudaraku, kembalilah kepada Zat Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Sungguh Dia tidak akan menyia-nyiakan doa dan amal-amal kalian. Nabi Syu’aib ‘alaihissalam memerintahkan kepada kaumnya, sebagaimana tercantum dalam ayat,

وَٱسۡتَغۡفِرُوا۟ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوۤا۟ إِلَیۡهِۚ إِنَّ رَبِّی رَحِیمࣱ وَدُودࣱ

Mintalah ampunan kepada Rabb kalian, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku Maha pengasih lagi Maha penyayang.” (QS. Hud: 90)

Saudara-saudaraku, marilah kita sambut kebahagiaan dan kesuksesan hidup dengan senantiasa bertobat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَتُوبُوۤا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِیعًا أَیُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

Bertobatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kalian berbahagia.” (QS. An-Nur: 31)

Saudara-saudaraku, tidak inginkah amal-amal buruk dan kemaksiatan kita terhapus dan dimaafkan oleh Allah, kemudian Allah gantikan dengan kebaikan dan ketaatan kepada-Nya? Allah Ta’ala berfirman,

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلࣰا صَـٰلِحࣰا فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ یُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَیِّـَٔاتِهِمۡ حَسَنَـٰتࣲۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا

Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan melakukan amal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang akan diganti kejelekan mereka dengan kebaikan. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70)

Saudara-saudaraku, marilah kita gapai ampunan Allah dan keberuntungan dari-Nya dengan tobat yang murni, iman yang tulus dan lurus, serta amal yang ikhlas dan mengikuti tuntunan. Allah Ta’ala berfirman,

فَأَمَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَـٰلِحࣰا فَعَسَىٰۤ أَن یَكُونَ مِنَ ٱلۡمُفۡلِحِینَ

Adapun orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka semoga saja dia termasuk golongan orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Qashash: 67)

Saudara-saudaraku, Allah Maha mengetahui isi hati kita dan keinginan-keinginan yang terbetik di dalamnya. Tidakkah kita tergerak untuk segera menyambut ampunan-Nya dan bersimpuh di hadapan-Nya untuk memperbaharui tobat kita? Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ ٱلَّذِی یَقۡبَلُ ٱلتَّوۡبَةَ عَنۡ عِبَادِهِۦ وَیَعۡفُوا۟ عَنِ ٱلسَّیِّـَٔاتِ وَیَعۡلَمُ مَا تَفۡعَلُونَ

Dialah (Allah) yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan. Allah Maha mengetahui apa yang kalian lakukan.” (QS. Asy-Syura: 25)

Ya Allah, terimalah tobat hamba-hamba-Mu ini. Sesungguhnya Engkau Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.

Baca Juga:

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78342-terimalah-taubatku.html

Bassist Vierra Ini Ternyata Sempat Gabung ISIS Sebelum Tobat dan Hijrah

Perjalanan religius seseorang tidak pernah ada yang tahu. Seperti yang dialami mantan bassist Band Vierra yang sekarang berganti nama menjadi Vierratale, Deryansha Azhary. Ternyata Dery pernah gabung dengan kelompok teroris dan akan berangkat ke Suriah sebelum akhirnya tobat dan hijrah.

Hal itu ia ceritakan dalam kanal Youtube Adit Octo via laman VIVA dikutip Rabu (18/1/2022). Deryansha Azhary menjadi bassist band Vierra yang kini bernama Vierratale pada tahun 2008 – 2010. Dia menghadapi jalan yang sangat berliku ketika memutuskan untuk berhijrah.

“Dari Vierra dulu gue ngeliat duit yang masuk, cuma gue pikir gak ada keberkahan kali ya. Mikirnya gitu. Waktu itu pas di Vierra mau ke penyiaran, gue mau berbenah diri dulu deh,” cerita Dery.

Setelah memutuskan keluar dari Vierra, Dery masih menjalani profesi di dunia entertainment, mulai dari jadi penyiar radio hingga presenter di beberapa acara TV. Saat itu dia menganggap, menjadi penyiar radio tidak terlalu mengundang banyak maksiat dibandingkan nge-band.

Dery pun memutuskan untuk bertaubat. Sayangnya, hijrahnya justru melenceng karena bertemu dengan orang-orang yang salah. Dia bahkan sempat melanglang buana sampai ke Malaysia hingga hampir ke Suriah. Beruntung dia menyadari banyak kejanggalan.

Setelah kembali ke Indonesia, Dery malah terjerat dalam jaringan kelompok ISIS. Hal ini berawal dari Dery yang melihat postingan yang mencela Arab Saudi. Berniat membela, tanpa disadari dia malah terdoktrin dan gabung menjadi anggota ISIS.

“Gue dicuci otaknya. Akhirnya dicuci otak, klimaksnya adalah dengan gaya andalan dia. Yaitu, barang siapa yang tidak ingin berhukum dengan hukum Allah adalah taubat. Kena tuh gue di situ tuh,” ungkapnya.

“Kajiannya normal. Tapi pemahamannya beda. Akhirnya di situ dicekokin video Aman Abdurrahman, yang jadi dalang bom Thamrin. Sekarang, dia masih dipenjara,” sambungnya.

Singkat cerita, Dery bergabung selama satu tahun di ISIS. Hingga menyadari dia telah menyakiti sang ibu berulang kali, yang pernah mempertanyakan hingga menegur aliran apa yang diikuti sang putra.

“Temen-temen jangan tertipu dengan ideologi kesesatan ISIS. Temen-temen silakan diambil ibrahnya aja. Gue juga sering buka kok tentang kebusukan-kebusukan mereka segala macem,” kata dia.

“Mereka itu waktu di ideologi sana mereka juga mengharamkan musik, mereka meratakan kuburan-kuburan yang tinggi. Mereka juga menaikkan celana, wajib berjenggot. Bahkan kekencengannya adalah dia bilang katanya bahwa sepakat perempuan harus ketutup niqab. Sementara itu bagian dari sunnah,” lanjut dia.

Setelah memutuskan keluar dari ISIS dan mendapatkan hidayah sunnah, cobaan Dery belum berakhir. Dia tidak memiliki pendapatan karena tabungannya sudah habis untuk melanglang buana ke negara lain. Semua aset terjual bahkan dalam saldonya hanya tersisa Rp8000.

“Gue usaha bangkrut beberapa kali. Pertama kali sate taichan, ada 5-6 cabang. Itu bangkrut, udah abis gak karuan. Akhirnya dari situ gue coba martabak. Itu juga rugi ratusan juta. Utang ama orang ratusan juta. Berantakan. Parah, hampir mau balik lagi ke kemaksiatan. Akhirnya duduk aja di majelis ilmu, karena itu yang nge-charge lagi kan,” tuturnya.

“Gue belajar beli buku. Gue dulu bisnisnya beramal tanpa ilmu. Jalan aja. Ternyata dengan gua lama di band, di radio segala macem, bermodalkan personal branding itu bisa sukses. Nyatanya ancur, karena ternyata gak ada jaminan. Berapa banyak kue-kue artis yang juga tumbang. Padahal nama artis kan luar biasa. Ternyata ilmu itu sendiri yang bisa membangkitkan dengan ikhtiar,” papar Dery.

Untungnya, masa-masa sulit itu telah berlalu. Kini, Deryansha dikenal sebagai Founder and Chief Executive Officer Kasisolusi. Yaitu aplikasi marketplace pertama di Indonesia yang mempertemukan UMKM Muslim dengan jasa creative freelancer (content creator). Tidak hanya itu, Dery juga aktif di beberapa lini bisnis lain.

ISLAM KAFFAH

MUI Imbau Umat Islam Hidupkan Semangat Al Maun

Islam menaruh perhatian besar kepada anak yatim. Dalam Islam, menyantuni anak yatim termasuk amalan yang sangat mulia di mata Allah SWT dan sesama manusia. Karena itu, Wakil Ketua MUI Kota Bekasi, KH Sukandar Ghozali mengimbau kepada umat Islam untuk menghidupkan semangat Al Ma’un seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surat ke-107.

Kiai Sukandar mengajak kepada seluruh umat Islam yang memiliki harta berlebih untuk menyedekahkan hartanya kepada anak-anak yatim. “Kita harus peduli pada anak-anak yatim. Jika tidak, kita termasuk orang yang mendustakan agama. Sebab, masih banyak di antara kita yang belum tentu peduli,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (12/9). 

Hal ini disampaikan Kiai Sukandar dalam acara “Muharram Ceria” yang meliputi santunan kepada 300 anak yatim dan lomba menggambar TK-SD se-Kota Bekasi pada Ahad (11/9). Kegiatan ini digelar tujuh lembaga, yaitu Perkumpulan Pengusaha Muslim Indonesia (PPMI) Kota Bekasi, Pondok Sedekah Indonesia, IBP Foundation, Ikatan Guru Raudhatul Athfa (IGRA), Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), Apitu (Asosiasi) Praktisi Pendingin dan Tata Udara Indonesia, serta Komunitas Teknisi Muslim Indonesia (KTMI).

Menurut Kiai Sukandar, ketujuh lembaga tersebut juga telah menghidupkan semangat Al Ma’un dalam Alquran. Kata Al Ma’un sendiri berarti bantuan penting atau hal-hal berguna.

“Saya ingin menyampaikan kepada para lembaga yang luar biasa menghidupkan semangat Al Mau’n. InsyaAllah, tidak akan ada kekurangan dan Allah akan memberikan jalan apa yang kita hibahkan. Di balik itu yang mengurusi anak yatim, ada doa dari para dhuafa dan anak yatim. Insya Allah akan diijabah,” ucapnya.

Kiai Sukandar juga mengapresiasi kegiatan santunan dan lomba yang dilakukan tujuh lembaga tersebut. Menurut dia, santunan kepada ratusan anak yatim tersebut merupakan wujud dari kepedulian.

“Kami dari MUI Kota Bekasi mengapreasiasi  kegiatan seperti ini, walaupun ini bukan bulan Muharram, Safar tapi mempunyai tujuan menyambut maulid Islam. Alhamdulillah melalui lembaga yang hadir ini menjadi bukti bahwa ada sebagian yang peduli pada saudara-saudara- kita, anak-anak yatim,” ucap dia. 

Kiai Sukandar berharap, kegiatan santunan ini tidak hanya dilakukan hanya tahun ini saja, tapi juga di tahun-tahun berikutnya. “Saya tidak ingin hanya hari ini, tapi tahun-tahun akan datang. Man jadda wa jadda. InsyaAllah, siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil,” katanya. 

Perwakilan tujuh lembaga tersebut, Mughoffar menjelaskan bahwa kegiatan kolaborasi ini bertujuan untuk memberikan kebahagiaan kepada anak-anak yatim. “Kami ingin memberikan kebahagiaan kepada mereka semua yang datang di sini. Adik-adik yatim. Semoga dengan acara ini, semuanya bahagia,” ujarnya 

Acara santunan anak yatim tersebut juga dihadiri Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota Bekasi, Wiwiek Hargono Tri Adhianto. Menurut dia, kegiatan santunan yang dilakukan tujuh lembaga ini sangat baik dan harus diteruskan.

“Semoga bisa berlanjut terus dan tidak hanya hari ini. Ini kesempatan untuk beramal apalagi pada anak-anak yatim dan saudara-saudara kita, InsyaAllah pahalanya berlipat ganda,” ucap Wiwiek.

Wiwiek menambahkan, anak yatim adalah amanah yang Allah berikan kepada umat manusia. Dia menyebut, dalam ajaran Islam diperintahkan untuk senantiasa menyantuni anak yatim karena merupakan tanggung jawab umat Islam.

“Keberadaan anak yatim bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah saja, akan tetapi tanggung jawab bersama sebagai insan sosial. Mereka diamanahkan untuk disantuni sebagaimana menyantuni diri sendiri dan keluarga,” kata dia.

IHRAM

Hukum Non Muslim Masuk Masjid

Kafir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan istilah bagi orang yang bukan beragama Islam. Istilah lain dari kafir adalah non-muslim. Dalam literatur Islam, ada salah satu pembahasan yang menjelaskan hukum orang kafir/non muslim masuk ke dalam tempat ibadah umat Islam, yakni masjid.

Tepatnya di dalam kitab Fiqhu Islam wa Adillatuhu, sarjana muslim kenamaan, yakni Syekh Wahbah Zuhaili menerangkannya di halaman 235 juz 4. Ada perbedaan ulama terkait orang non muslim masuk ke dalam masjid.

Pertama menurut mazhab Abu Hanifah berpendapat bahwa orang kafir diperbolehkan masuk ke dalam masjid, bahkan masjidil haram di Madinah sekalipun tanpa harus adanya idzin dari umat Islam ataupun tanpa ada keperluan.

Kedua menurut mazhab Maliki memperboleh bagi selain orang muslim memasuki tanah haram Mekah selain baitul haram (masjid baitullah), dengan adanya idzin atau keamanan.

Dan, menurut mazhab Maliki tidak memperbolehkan masuknya orang kafir ke dalam masjid, mempersilahkan mereka masuk ke dalam masjid kecuali adanya udzur, seperti meminta keputusan hukum (persidangan perkara) di depan hakim yang muslim.

Argumen mazhab Maliki karena diqiyaskan pada larangan orang kafir memasuki masjidil haram. Karena yang menjadi illat atau alasan adalah najis (najis keyakinan, red) yang ada pada setiap orang musyrik sedangkan pemuliaan ada di setiap masjid. Maka sesuatu yang najis (najis keyakinan, red) seperti orang kafir, tidak boleh memasuki yang daerah yang dimuliakan (masjid, red).

Ketiga menurut mazhab Syafi’i dan Hanabilah berpendapat bahwa orang non-muslim dicegah memasuki tanah haram Mekah, sekalipun untuk adanya kemaslahatan. Hal ini didasarkan pada surat at-Taubat ayat 9 yang berbunyi :

يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس، فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا

Artinya : wahai orang-orang beriman. Orang-orang musyrik itu najis. Maka jangan sampai mereka mendekati masjidil haram setekah tahun mereka (menguasai) ini.

Sedangkan menurut mereka (mazhab Syafi’i dan Hanabilah) memperbolehkan orang non-muslim memasuki masjid selain masjidil haram karena adanya hajat dan harus disertai idzin dari orang Islam. Karena Nash ayat al-Qur’an itu menunjukkan (hanya) pada masjidil haram.

االفقه الإسلامي وأدلته – (ج 4 / ص 235)

سادساً ـ دخول الكافر المساجد  :

أجاز أبو حنيفة (2) للكافر دخول المساجد كلها، حتى المسجد الحرام من غير إذن، ولو لغير حاجة. ومعنى آية {فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا} [التوبة:28/9] عنده: ألا يحجوا، ولا يعتمروا عراة بعد حج عامهم هذا، عام تسع من الهجرة، حين أمر الصديق، ونادى علي بهذه السورة، وقال: «ألا لا يحج بعد عامنا هذا مشرك، ولا يطوف عريان» (3) . وقد دخل أبو سفيان مسجد المدينة لتجديد عقد صلح الحديبية، بعدما نقضته قريش، وكذلك دخل إليه وفد ثقيف، وربط ثمامة بن اثال في المسجد النبوي حينما أسر.

أجاز المالكية (1) لغير المسلم دخول الحرم المكي، دون البيت الحرام، بإذن أو أمان. ولا يجوز عندهم مطلقاً دخول الكافر مسجداً، ولا يمكَّن من دخوله، إلا لعذر، كالدخول للتقاضي أمام الحاكم المسلم، قياساً على منعه من دخول المسجد الحرام؛ لأن العلة وهي النجاسة موجودة في كل مشرك، والحرمة موجودة في كل مسجد.

وقال الشافعية والحنابلة (2) : يمنع غير المسلم، ولو لمصلحة من دخول حرم مكة، لقوله تعالى: {يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس، فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا} [التوبة:28/9] وقد ورد في الأثر: « الحرم كله مسجد» (3) . ويجوز عندهم للكافر لحاجة دخول المساجد الأخرى غير المسجد الحرام، بإذن المسلمين؛ لأن نص الآية في المسجد الحرام، والأصل في الأشياء الإباحة، ولم يرد في الشرع ما يخالف هذا الأصل، ولأن النبي صلّى الله عليه وسلم قدم عليه وفد أهل الطائف، فأنزلهم في المسجد قبل إسلامهم. وقال سعيد بن المسيب: قد كان أبو سفيان يدخل مسجد المدينة، وهو على شركه. وقدم عمير بن وهب، فدخل المسجد، والنبي صلّى الله عليه وسلم فيه ليفتك به، فرزقه الله الإسلام.

Demikian penjelasan hukum non muslim masuk masjid. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Mencela dan Menjelek-jelekkan Penguasa (Pemerintah)

Fatwa Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan

Pertanyaan:

Apa pendapat Engkau tentang sebagian pemuda yang membicarakan pemerintah di majelis-majelis mereka di negeri ini dengan celaan dan makian (hujatan) kepada pemerintah?

Jawaban:

Pembicaraan semacam itu sudah diketahui kalau merupakan kebatilan. Mereka itu bisa jadi memang menginginkan keburukan, atau mereka terpengaruh orang lain, yaitu para penceramah yang menyesatkan yang menginginkan tercabutnya nikmat keamanan yang kita rasakan (di negeri ini).

Kita, segala puji milik Allah Ta’ala, memiliki kepercayaan kepada pemerintah kita. Kita pun yakin dengan manhaj yang kita tempuh ini. Akan tetapi, bukanlah artinya bahwa kita sudah sempurna, tidak memiliki kekurangan dan kesalahan. Bahkan (yang benar) kita masih memiliki kekurangan. Akan tetapi, kita selalu berusaha menempuh jalan untuk memperbaiki dan mengoreksi kesalahan-kesalahan tersebut, insyaa Allah, dengan metode syar’i.

Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, didapati orang yang mencuri, berzina, juga didapati orang yang meminum khamr. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegakkan hukuman hadd kepada mereka.

Kita sekarang ini, segala puji bagi Allah Ta’ala, pun menegakkan hukuman hadd bagi orang yang jelas dan terbukti berhak mendapatkan hukuman hadd. Kita tegakkan hukuman qishas kepada para pelaku pembunuhan. Hal ini, segala puji bagi Allah Ta’ala, adalah kebaikan, meskipun masih terdapat kekurangan. Kekurangan itu pasti akan selalu ada, karena hal itu adalah bagian dari tabiat manusia.

Kita berharap kepada Allah Ta’ala untuk memperbaiki kondisi kita, memberikan pertolongan kepada kita, membimbing langkah-langkah kita, dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan kita dengan ampunannya.

Adapun menjadikan kesalahan dan ketergelinciran penguasa sebagai jalan untuk mencela penguasa, atau untuk membeicarakan (keburukan) mereka, atau agar rakyat menjadi benci dengan penguasa, maka hal ini bukanlah jalan salaf ahlus sunnah wal jama’ah. [1]

Ahlus sunnah wal jama’ah itu memiliki semangat untuk menaati pemerintah, agar rakyat (masyarakat) mencintai penguasa mereka, agar terwujud persatuan (di bawah penguasa yang sah). Inilah yang diinginkan oleh manhaj salaf.

Membicarakan (keburukan) penguasa itu termasuk dalam ghibah dan namimah (adu domba), dan kedua perkara tersebut termasuk perkara haram terbesar setelah kemusyrikan. Lebih-lebih jika ghibah tersebut ditujukan kepada ulama dan pemerintah, maka itu lebih-lebih lagi. Hal ini karena dampak buruk yang akan ditimbulkannya, berupa tercerai-berainya persatuan, buruk sangka (su’uzhan) kepada penguasa, dan juga menimbulkan rasa putus asa di tengah-tengah masyarakat. [2]

***

@Rumah Kasongan, 21 Muharram 1442/ 14 September 2020

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah ditanya,

“Apakah termasuk manhaj salaf, mengkritik penguasa di mimbar-mimbar? Lalu, bagaimanakah metode salaf dalam menasihati pemerintah?”

Beliau rahimahullah menjawab,

“Bukanlah termasuk manhaj salaf mempopulerkan aib dan kesalahan penguasa dengan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal itu hanya akan menyebabkan kekacauan dan tidak bermanfaat. Akan tetapi, jalan yang ditempuh oleh manhaj salaf (dalam menasihati penguasa) adalah memberikan nasihat secara tersembunyi antara dia dan penguasa, atau dengan menulis surat kepada penguasa, atau melalui ulama yang bisa menyampaikan nasihat tersebut kepada penguasa, sehingga mereka pun bisa berpaling menuju kebaikan.” (Al-Ma’luum min Waajibil ‘Alaqah bainal Haakim wal Mahkuum, hal. 27)

[2] Diterjemahkan dari kitab Al-Ajwibah Al-Mufiidah ‘an As-ilati Al-Manaahij Al-Jadiidah, hal. 112-116 (penerbit Maktabah Al-Hadyu Al-Muhammadi Kairo, cetakan pertama tahun 1429)

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/58460-mencela-dan-menjelek-jelekkan-penguasa-pemerintah.html

Ratu Elizabeth Keturunan Nabi?

Jika tetap dipaksakan bahwa Ratu Elizabeth memiliki hubungan darah atau ada keturunan Nabi Muhammad, maka hubungan itu pada dasarnya tidak memiliki makna

PADA hari Kamis 8 September 2022, Ratu Elizabeth II meninggal dunia (“Queen Elizabeth,” 2022). Kematian ratu yang bertahta selama 70 tahun ini rupanya membuat isu tentang silsilah nasabnya yang dikatakan bersambung kepada Nabi Muhammad kembali viral (“Ini garis silsilah,” 2022).

Isu yang juga pernah viral di tahun 2018 itu pertama kali dikemukakan pada tahun 1980-an oleh Harold Brooks-Baker yang menerbitkan panduan silsilah kerajaan. Brooks-Baker, bagaimanapun, merupakan “figur kontroversial yang dikenal suka membuat pernyataan-pernyataan meragukan yang sering dibantah oleh kerajaan Inggris” (Maza, 2018).

Tulisan ringkas kali ini hendak membincangkan klaim tersebut, apakah ia dapat dibenarkan atau tidak.

Secara ringkas silsilah itu memperlihatkan garis keturunan Elizabeth II yang bersambung dengan keluarga kerajaan Castile di Spanyol. Salah satu Raja Castile menikah dengan – atau menjadikan sebagai selir – Zaida yang diklaim sebagai puteri al-Mu’tamid ibn Abbad, Raja Seville di Andalusia pada penghujung abad ke-11.

Nasab al-Mu’tamid disebutkan bersambung kepada Naim al-Lakhmi yang beribukan Zahra binti Husain bin Hasan; yang terakhir ini merupakan putera dari Ali dan Fatimah binti Rasulillah saw.

Ibn Khallikan (1868, III/183) tidak menyinggung nama ibu Naim al-Lakhmi. Namun dari jalur ayah, ia merupakan keturunan al-Nu’man ibn al-Mundzir, raja terakhir al-Hirah.

Klaim bahwa Ratu Elizabeth adalah keturunan Nabi Muhammad memiliki beberapa masalah mendasar jika dilihat dari sudut pandang Islam dan sejarah.

Pertama, jalur keturunan Elizabeth dikatakan bersambung kepada Nabi Muhammad ﷺ  melalui sejumlah lelaki dan juga perempuan. Jalur yang menyebut nama-nama Muslim disambungkan lewat perempuan setidaknya dua kali. Yang pertama dari Zahra binti Husain dan yang kedua dari Zaida.

Keturunan Nabi Muhammad ﷺmemang bersambung melalui puterinya Fatimah radhiallahu anha. Namun selepas Fatimah, seluruh keturunan beliau dicatat melalui jalur anak lelaki, sebagaimana nasab di dalam Islam memang diambil melalui jalur lelaki dan bukan perempuan.

Penisbatan melalui Fatimah merupakan kekhususan karena Rasulullah ﷺtidak memiliki anak lelaki yang hidup hingga dewasa dan memiliki keturunan. Karena itu, keturunan beliau bersambung melalui al-Hasan dan al-Husain yang merupakan putera-putera Fatimah.

Hal ini disebutkan di dalam sebuah hadith riwayat Abu Dawud dengan isnad hasan. Di dalam hadits itu Rasulullah bersabda, “Al-Mahdi adalah dari keturunanku (min ‘itratī) dari putera Fatimah” (Abu Dawud, 2008, IV/508; hadits no. 4284).

Singkatnya, penisbatan nasab Elizabeth kepada Nabi mengambil sistem yang sepenuhnya berbeda dengan pencatatan nasab di dalam agama Islam. Jalur keturunan itu tidak hanya terhubung melalui laki-laki saja, tetapi juga melalui sejumlah perempuan.

Kedua, status Zaida sebagai anak al-Mu’tamid diperselisihkan dan diragukan oleh sejarawan modern. Klaim ini berasal dari sumber Kristen dan tidak ada sama sekali di dalam catatan sejarawan Muslim.

Bernhard dan Ellen M. Wishaw yang menerbitkan karya sejarahnya tentang Spanyol pertama kali pada tahun 1912 menguatkan pandangan bahwa Zaida adalah puteri al-Mu‘tamid. Kedua penulis ini merujuk dan mendiskusikan secara kritis Cronica General yang merupakan salah satu sumber awal dalam kaitan sejarah ini.

Menurut kedua penulis ini, Zaida diambil oleh Alfonso VI sebagai istri dan bukan sebagai selir. Ia memiliki satu anak lelaki bernama Sancho dari pernikahan ini – satu-satunya anak lelaki Alfonso VI – yang gugur di Pertempuran Ucles pada tahun 1108 (Bernhard & Wishaw, 2022, 255-257).  

Namun, sebagaimana ditulis di awal penjelasannya, “kisah-kisah yang diberikan dalam Cronica general sangat membingungkan dalam kronologinya dan sulit untuk didamaikan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan Motamid [al-Mu‘tamid] seperti yang diceritakan oleh para sejarawan Arab” (Bernhard & Wishaw, 2022, 253).

Pernikahan Alfonso VI dengan Zaida sebagai puteri al-Mu‘tamid “tidak disebutkan oleh penulis Arab manapun”. Pernikahan itu diperkirakan terjadi pada tahun 1097, jauh selepas jatuhnya al-Mu‘tamid dari kekuasaannya pada tahun 1091.

Zaida dikatakan masuk Kristen pada waktu pernikahannya dan berganti nama menjadi Isabel, sementara Alfonso memiliki istri lain yang juga bernama Isabel, sehingga menambah kebingungan bagi mereka yang mengikuti narasi ini (Bernhard & Wishaw, 2022, 254-255). Pada akhirnya, yang dilakukan oleh kedua penulis ini adalah membuat terkaan (conjecture) yang paling masuk akal terhadap sejumlah kontradiksi yang ada.

Beberapa sejarawan Barat lainnya menolak anggapan yang menyatakan bahwa Zaida adalah puteri al-Mu‘tamid.  Bernard Reilly (1993, 98) menyebut Zaida sebagai (mantan) menantu al-Mu‘tamid.

Simon Barton (2015, 127) juga berpandangan bahwa Zaida adalah menantu al-Mu‘tamid, istri dari al-Fath al-Ma’mūn. Ia diungsikan ke daerah lain saat suaminya menghadapi kepungan pasukan Almoravid (al-Murābiṭūn) pada tahun 1091. Zaida menjadi istri Alfonso VI beberapa waktu setelah kematian suaminya.

Pada tahun 1091 (484H) itu, al-Fatḥ al-Ma’mūn memimpin kota Cordova yang dikepung oleh pasukan Yusuf ibn Tashfin, sementara saudaranya Yazīd al-Rāḍī menghadapi kepungan Almoravid di kota Rhonda (al-Marrākushī, 1983, IV/144).

Keduanya kalah dan kemudian dieksekusi. Selain mereka berdua, al-Mu‘tamid memiliki dua putera lainnya, yaitu Ubayd Allah al-Rashīd dan al-Mu’tamin.

Ibn Khallikan (1868, III/188-195) tidak menyebutkan ada berapa jumlah puteri al-Mu‘tamid dan siapa nama-nama mereka. Namun, sama sekali tidak ada indikasi bahwa ada puteri raja terakhir Bani Abbad ini yang menjadi istri Alfonso.

Al-Mu‘tamid dipenjara seumur hidup di Aghamat, Maroko. Puteri-puterinya digambarkan hidup susah sebagai pemintal.

Pada satu kesempatan di hari raya mereka menjenguk sang ayah di penjara. Al-Mu‘tamid yang terkenal pandai bersyair menatap puteri-puterinya itu dan bersenandung sedih:

Di masa lalu perayaan membuatmu bersukacita; tapi sekarang, seorang tahanan di Aghamat, sebuah perayaan menimpamu.

Engkau melihat putri-putrimu lapar dan compang-camping, memintal demi upah dan tanpa uang sepeser pun.

Mereka pergi untuk memberi hormat kepadamu, dengan mata tertunduk dan patah hati; mereka berjalan tanpa alas kaki di lumpur, seolah-olah mereka tidak pernah menginjak (lantai yang dipenuhi) wewangian dan kapur barus.

Bukan pipi (milik mereka) tetapi permukaannya mengeluh kekeringan (kesengsaraan), dan tidak pernah disiram melainkan dengan isak tangis (dan air mata).

Keberuntungan pernah patuh pada perintahmu; sekarang telah mengurangimu hingga tunduk pada perintah orang lain.

Dia yang, setelah engkau, hidup bersukacita dalam pameran kekuasaan, hidup dalam khayalan mimpi belaka.

Nama dan karakteristik Zaida sepenuhnya absen dari narasi dan puisi tersebut.

Ketiga, kalaupun tetap hendak dipaksakan bahwa Ratu Elizabeth memiliki hubungan darah dengan Nabi Muhammad, maka hubungan itu pada dasarnya tidak memiliki makna. Lebih dari separuh nama-nama di dalam jalur keturunan itu bukan Muslim dan bukan merupakan pengikut Nabi Muhammad ﷺ, sehingga kalau memang ada hubungan darah pun maka tetap tidak memberi manfaat dan tidak dapat dianggap sebagai bagian dari keluarga beliau, Nabi ﷺ.

Ini seperti keadaan putera Nabi Nuh alaihis salam yang menolak ikut naik ke bahtera ayahnya, sehingga Allah berfirman, “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan).” (QS 11: 46).

Imam al-Qurthubi (2006, tt., IX/107) menyebutkan di dalam tafsirnya tentang ayat ini bahwa menurut jumhur ulama anak itu “bukan termasuk golongan agamamu.” Sementara al-Thabari (2007, XVI/68-69), walaupun mengutip juga pendapat yang menyatakan anak itu bukan anak Nabi Nuh secara nasab, tetapi ia cenderung pada pendapat yang menyatakan bahwa ia benar-benar putera Nabi Nuh tetapi tidak masuk golongan yang selamat disebabkan pelanggaran agama dan kekafirannya.

Di dalam satu hadits Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ menganggap seseorang keluar dari golongannya jika orang itu menjadi penyebab terjadinya fitnah, walaupun nasabnya bersambung kepada beliau.

Di dalam hadits itu Nabi menyebut tentang fitnah al-sarrā’ yang muncul “dari bawah kedua kaki seorang lelaki dari ahli bait-ku (min taḥti qadamay rajulin min ahli baytī), ia mengaku sebagai bagian dariku, padahal ia bukan bagian dariku (yaz‘umu annahu minni, wa laysa minni) …. (Ibn Ḥanbal, X/309; hadis no. 6168).

Di bawah ini kutipan lengkap hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Musnadnya dan Imam Abu Dawud dalam Sunannya;

عَنْ عُمَيْرِ بْنِ هَانِئٍ الْعَنْسِيِّ ، قَالَ : سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ ، يَقُولُ : كُنَّا قُعُودًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ، فَذَكَرَ الْفِتَنَ فَأَكْثَرَ فِي ذِكْرِهَا حَتَّى ذَكَرَ فِتْنَةَ الْأَحْلَاسِ ، فَقَالَ قَائِلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا فِتْنَةُ الْأَحْلَاسِ ؟ قَالَ : ” هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ ، ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ ، دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي ، وَلَيْسَ مِنِّي ، وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِي الْمُتَّقُونَ ، ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ ، ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ ، لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً ، فَإِذَا قِيلَ : انْقَضَتْ ، تَمَادَتْ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا ، وَيُمْسِي كَافِرًا ، حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ ، فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ ، وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ ، فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ ، مِنْ يَوْمِهِ ، أَوْ مِنْ غَدِهِ ”

Dari ‘Umair ibn Hani Al ‘Ansiy. Ia berkata: Aku mendengar ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ. Beliau memberikan peringatan tentang fitnah-fitnah (ujian besar di akhir zaman) yang banyak bermunculan, sampai beliau menyebutkan Fitnah Ahlas. Seseorang bertanya : “Wahai Rasulallah, apa yang dimaksud fitnah Ahlas? Beliau menjawab :  “Yaitu; fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’ (karena banyak bermegah-megahan hingga lupa dan jatuh dalam prilaku maksiat), yang asapnya dari bawah kaki seseorang dari Ahli Bait-ku; ia mengaku bagian dariku, padahal bukan dariku. Karena sesungguhnya orang-orang yang aku kasihi hanyalah orang-orang yang bertaqwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya.

Jika dikatakan: ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore hari men­jadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.”

Sebuah artikel mengutip pendapat Syaikh Ali bin Muhammad al-Qari yang menerangkan tentang hadits di atas bahwa orang itu dari sisi nasab bersambung kepada Nabi Muhammad, tetapi pada hakikatnya ia bukan bagian dari keluarga Nabi disebabkan peranannya di dalam fitnah.

Demikian pula dikutip pendapat Ibn Athaillah al-Sakandari yang menerangkan bahwa Salman al-Farisi disebut oleh Nabi sebagai bagian dari Ahlul Bait, walaupun ia seorang Persia, disebabkan ia mengikuti jejak Nabi. Begitu pula sebaliknya, “walaupun keluarga Rasul, jika tidak patuh ajaran Nabi, ia bisa terputus mata rantai kekeluargaan dengan Rasulullah ﷺ. (Ahmad Mundzir, 2018).

Ini bagi mereka yang nasabnya jelas bersambung dengan Nabi Muhammad ﷺ. Bagaimana lagi dengan orang yang silsilahnya dipertanyakan?*/Kuala Lumpur, 13 Safar 1444/10 September 2022

Penulis adalah staf pengajar di Departemen Sejarah dan Peradaban, International Islamic University Malaysia (IIUM)

Daftar Pustaka

Oleh: Dr: Alwi Alatas

HIDAYATULLAH

Sujud Syukur

LUMRAH di antara kita bersujud tidak hanya ketika shalat saja. Misalnya saja, ketika mendapatkan satu anugerah dari Allah SWT. Apa itu sebenarnya sujud syukur?

Definisi sujud syukur adalah sujud yang dilakukan seorang muslim ketika mendapatkan kenikmatan yang baru atau tercegahnya suatu musibah/bencana [Mausu’ah Fiqhiyyah, 24/246. Baca juga : Syarhus-Sunnah lil-Baghawiy, 3/316].

Sujud syukur, Tidak Wajib

Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan sujud syukur tidaklah diwajibkan berdasarkan ijmaa’ [Majmuu’ Al-Fataawaa, 21/293]. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang perincian hukumnya. Asy-Syaafi’iy, Ishaaq, Abu Tsaur, Ahmad, dan Ibnul-Mundzir berpendapatkan bahwa hal itu disunnahkan.

Adapun An-Nakhaa’iy, Maalik, dan Abu Haniifah memakruhkannya [Al-Mughniy, 3/105 dan Al-Inshaaf 3/154 – via Syaamilah]. Yang raajih, sujud syukur adalah disunnahkan.

Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata : “Sujud syukur itu baik, karena hal itu telah dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan yang lainnya dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam…” [Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar, 2/200].

Berikut beberapa riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sebagian shahabat radliyallaahu ‘anhum sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaafi’iy rahimahullah.

Dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Aku bertemu dengan Jibriil ‘alaihis-salaam, lalu ia memberikan kabar gembira kepadaku dengan berkata ‘Sesungguhnya Rabbmu telah berfirman: Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadamu, maka aku akan mengucapkan shalawat kepadanya. Barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, maka aku akan mengucapkan salam kepadanya’. (Mendengar hal itu), aku pun bersujud kepada Allah bersyukur kepada-Nya,” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/191, Al-Haakim 1/550, Al-Baihaqiy 2/350, dan yang lainnya; hasan lighirihi – sebagaimana dikatakan Al-Albaaniy dalam Shahih At-Targhiib 2/289-290 no. 1658].

Dari Abi Bakrah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam : Bahwasannya apabila datang kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam suatu perkara yang menggembirakan atau dikabarkan kepada beliau sesuatu yang menggembirakan, beliau langsung bersungkur sujud bersyukur kepada Allah,” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2774, At-Tirmidziy no. 1578, Ibnu Majah no. 1394 dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/180].

Dari ‘Abdurrahmaan bin Ka’b bin Maalik, dari ayahnya, ia (‘Abdurrahmaan) berkata : “Ketika Allah menerima taubatnya (Ka’b), maka ia langsung bersungkur sujud,” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 5961, Ibnu Maajah no. 1393, dan Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 2884; sanadnya shahih. Hadits ini merupakan ringkasan dari kisah penerimaan taubat Ka’b bin Maalik yang panjang itu].

Dari Muhammad bin Qais Al-Hamdaaniy, ia berkata : Aku mendengar Abu Muusaa Al-Hamdaaniy : “Aku melihat ‘Aliy dan mereka (pasukan ‘Aliy) sedang mencari (mayat) orang yang cacat tangannya, pasca perang Nahrawaan. Ia (‘Aliy) berkeringat, dan berkata: “Aku tidak berdusta dan aku tidaklah didustai”.

Ketika ‘Aliy mendapatkan orang tersebut, ia pun bersungkur sujud (bersyukur kepada Allah). Diriwayatkan oleh Al-Kharaaithiy dalam Asy-Syukr no. 65; sanadnya hasan, Dari Abu ‘Aun (Ats-Tsaqafiy), dari seorang laki-laki : “Bahwasannya Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu ketika datang kepadanya khabar kemenangan perang Yamaamah (dengan terbunuhnya Musailamah Al-Kadzdzaab), ia bersujud,” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy 2/371 (2/519) no. 3940].

Sujud syukur, Tidak Harus Suci dari Hadast atau Menghadap Kiblat

Sujud syukur tidak disyaratkan suci dari hadats dan menghadap kiblat, karena ia bukan termasuk bagian dari hukum-hukum shalat.

Akan tetapi, lebih utama (afdlal) untuk bersuci dan menghadap kiblat [Al-Ikhtiyaaraat Al-‘Ilmiyyah oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 240. Baca juga : Tahdziibus-Sunan li-Ibnil-Qayyim 1/55].

Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa ketika sujud syukur mesti didahului dengan takbir, lalu tasyahud dan salam, sehingga semua hal itu tidak ada dasarnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat radliyallaahu ‘anhum [Majmuu’ Fataawaa Ibni Taimiyyah, 21/277 & 23/169].

Tidak ternukil pula bacaan tertentu ketika sujud dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dianjurkan bagi yang sujud untuk memperbanyak ucapan syukur kepada Allah ta’ala atas nikmat yang diberikan-Nya [As-Sailul-Jaraar 1/285]. []

ISLAMPOS

Lafal Ijab Qabul Nikah Berbahasa Arab Lengkap

Perjanjian yang dilakukan dalam suatu pernikahan yang digunakan sebagai ikatan antara mempelai pria dan wanita disebut dengan akad nikah. Perjanjian tersebut dilakukan dengan menggunakan lafal ijab qabul. Akad nikah tersebut merupakan salah satu rukun nikah dalam Islam. Sehingga apabila shigat ijab qabul pada saat akad nikah tidak benar, maka tidak sah pula pernikahan tersebut. Bagaimanakah lafal ijjab qabul nikah berbahasa Arab?

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ijab qabul nikah boleh dilakukan dengan bahasa, kata-kata, atau perbuatan apa saja yang oleh masyarakat umum dianggap sudah menyatakan terjadinya pernikahan.

Para ulama fiqh juga sependapat bahwa dalam qabul akad nikah, boleh menggunakan kata-kata dalam bahasa apapun. Tidak terikat satu bahasa atau dengan kata-kata khusus, asalkan dapat dimengerti dan menunjukkan rasa ridha dan setuju. Meski demikian, sebagian ada yang berpendapat bahwa ijab-qabul sebaiknya atau lebih afdhal bila diucapkan dalam bahasa Arab bagi yang dapat dan mengerti bahasa Arab.

Namun hal yang penting dalam ijab akad nikah adalah niat dan tidak disyaratkan menggunakan kata-kata khusus, maka semua lafal yang dianggap cocok dengan maknanya, dan secara hukum dapat dimengerti, maka hukumnya sah. Pendapat tersebut berdasarkan ayat Al-Qur’an yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sementara itu, dalam ijab, harus dengan kata-kata nikah dan atau tazwij atau bentuk lain dari dua kata tersebut seperti: ankahtuka, zawwajtuka, yang keduanya secara jelas menunjukkan pengertian nikah.

Berikut contoh ijab dalam akad nikah yang benar yang dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab:

أنكحتك وزوجتك مخطوبتك بنتي ________ علىالمهر ——— حالا

Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti ________ alal mahri _______ hallan

Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku ______ dengan mahar _______ dibayar tunai

Di bawah ini adalah contoh qabul yang benar dalam bahasa Arab:

قبلت نكاحها وتزويجها على المهر المذكور ورضيت بهى والله ولي التوفيق

Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq

Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah.

Itulah tadi keterangan mengenai ijab qabul nikah berbahasa Arab beserta terjemahannya.

BINCANG SYARIAH