Sekalipun Najis Besar, Anjing Tetap Harus Dikasihi

Dalam ajaran Islam, sekalipun najis besar, anjing tetap harus dikasihi. Pasalnya, anjing itu adalah makhluk ciptaan Allah yang harus dikasihi dan cintai, layaknya makhluk hidup lainnya.

Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW. pernah berkata, “Jika ada seekor anjing menjilat  sebuah wadah, maka basuhlah wadah tersebut sebanyak tujuh kali dan salah satunya menggunakan tanah.”

Hadits ini acap kali dipahami oleh khalayak muslim melebihi konteks yang diinginkan oleh Rasulullah SAW. Penisbatan hukum najis besar terhadap anjing seolah juga mengandung isyarat bahwa adalah hewan yang tak boleh dikasihi dan perlu dijauhi.

Bahkan, menurut sebagian mereka, seekor anjing boleh dipukul ketika ia berusaha mendekat. Seakan anjing adalah hewan yang tidak layak diperhatikan dan dikasihi, tidak sebagaimana hewan-hewan yang lain. Barangkali demikianlah pemahaman yang selama ini diyakini khalayak muslim, atau bahkan kita juga termasuk di antara mereka.

Hal ini sangatlah berbeda dengan potret ulama salaf yang begitu perhatian kepada setiap makhluk ciptaan Allah SWT, termasuk anjing. Diceritakan pada suatu hari, Imam Abu Ishaq al-Syairazi (Ulama fikih Syafi’i terkemuka pada abad 5 Hijriyah) berjalan di tengah pasar bersama murid-muridnya. Hingga berpapasanlah mereka dengan seekor anjing.

Lantas salah seorang murid beliau mempercepat langkahnya ke depan untuk mengusir anjing tersebut dan berusaha menjauhkannya dari jalan yang dilewati Imam Abu Ishaq al-Syairazi. Seketika Imam Abu Ishaq al-Sayirazi menegur muridnya tersebut;

“Apa yang kamu lakukan? Kamu sangatlah mengerikan. Beri jalan untuk anjing itu! Dia pun makhluk Allah SWT. yang sama-sama berhak menggunakan jalan ini.” Terlihat Imam Abu Ishaq bin Dinar begitu geram terhadap sikap murid tersebut.

Dikisahkan juga pada suatu hari salah seorang talib/murid melihat seekor anjing tengah menyandarkan kepalanya kepada lutut Sang Guru, Malik bin Dinar (Ulama’ salaf yang masyhur dengan kezuhudannya).

Lantas ia berusaha untuk menyingkirkan anjing tersebut dari hadapan Malik bin Dinar. Seketika Malik bin Dinar mengatakan, “Biarkan anjing ini. Dia sama sekali tidak mengganggu dan menyakitiku.” 

Demikian juga diceritakan, setiap kali berjalan menuju suatu tempat, Malik bin Dinar acapkali diikuti seekor anjing (dan beliau tidak pernah mengusirnya sekali pun), seolah memperlihatkan betapa gembiranya anjing tersebut bertemu dengan Malik bin Dinar.

Dari kisah tersebut kita dapat mengetahui bahwa hukum najis besar yang dinisbatkan kepada anjing tidak melazimkan anjuran atau perintah untuk menjauhi atau bahkan berbuat semena-mena terhadapnya.

Anjing sebagai salah satu hewan yang dihukumi najis besar adalah satu hal, sedangkan kewajiban manusia untuk mengasihi dan menyayangi sesama makhluk adalah satu hal yang lain. Tidak ada keterkaitan apapun antara keduanya. Bahkan, terkait kemutlakan najis besar anjing pun, para ulama madzhab fikih masih berbeda-beda pendapat.

Hal ini juga selaras dengan bagaimana Allah SWT. menggambarkan anjing Ashabul Kahfi sebagai penghuni surga di akhirat nanti. Cerita tersebut menyiratkan pesan bahwa anjing sekalipun merupakan salah satu di antara makhluk Allah SWT. yang senantiasa beribadah kepada-Nya.

Dan dia pun berhak mendapatkan imbalan atas ketaatannya tersebut. Sehingga dalam interaksinya bersama manusia pun, dia harus dikasihi dan disayangi, sebagai sesama makhluk hidup.

Oleh karenanya, untuk menghayati nilai-nilai keramahan dan kelembutan terhadap sesama makhluk, dalam sehari-hari kita perlu membiasakan menghindari sikap-sikap yang bertendensi meremehkan atau bahkan menghina salah seorang atau seekor makhluk Allah SWT.

Khususnya anjing yang sudah amat akrab di telinga kita sering dipakai atau dirujuk untuk hal-hal yang tidak baik. Seolah menghukumi anjing sebagai hewan atau makhluk Allah SWT. yang paling buruk, sehingga pantas dijadikan sebutan untuk hal-hal yang buruk juga.

Demikian penjelasan terkait sekalipun najis besar, anjing tetap harus dikasihi. Semoga bermanfaat.

Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com

Menag: Masih Banyak Jamaah yang Belum Paham Manasik

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut terdapat sejumlah catatan penting dalam penyelenggaraan ibadah haji 1443 Hijriah yang harus dibenahi agar tidak terulang, salah satunya banyak jamaah haji yang belum paham manasik.

“Berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak jamaah yang belum memahami manasik haji meskipun telah mengikuti manasik di KUA kecamatan dan Kemenag kabupaten/kota,” katanyaMenag dalam rapat evaluasi bersama Komisi VIII DPR yang diikuti secara virtual dari Jakarta, Rabu kemarin.

Ia mengatakan permasalahan ini tidak boleh terjadi pada pelaksanaan haji yang akan datang. Sejumlah upaya akan dilakukan oleh Kemenag, seperti mengevaluasi terhadap pola bimbingan ibadah haji.

Selain itu, Kemenag juga akan meningkatkan kualitas petugas pembimbing ibadah dan kuantitas bimbingan ibadah selama di Arab Saudi.

“Rekrutmen pembimbing ibadah dilakukan dengan memperbaiki persyaratan. Pembimbing ibadah harus sudah berhaji, berasal dari ASN berpengalaman atau tokoh, dan memperbanyak pembimbing ibadah perempuan,” kata dia.

Di samping itu, ia juga menyampaikan bahwa hingga saat in ada tiga orang jamaah haji yang masih dirawat di Arab Saudi. Sementara jumlah jamaah yang wafat saat dan setelah operasional haji seluruhnya berjumlah 90 orang yang terdiri atas 88 haji reguler dan dua haji khusus.

“Rincian tempat wafat sebagai berikut, Daker bandara sebanyak tujuh jamaah (orang), Daker Mekkah sebanyak 61 jamaah, Daker Madinah sebanyak 14 jamaah, dan Masyair sebanyak delapan jamaah,” katanya.

Menurutnya, jumlah jamaah hang wafat pada operasional penyelenggaraan ibadah haji 1443 Hijriah jauh lebih kecil ketimbang pada pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya.

IHRAM

Asmaul Husna

Al-asmaa-al-husna atau asmaul husna adalah nama-nama Allah yang baik,  para ulama menetapkan jumlah-nya 99 buah

ASMAUL HUSNA adalahnama-nama yang dikenakan kepada Allah ﷻ secara langsung atau tidak langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

Asmaul Husnaa artinya nama-nama terbaik atau terindah. الأسماء/ Asmaa– artinya nama/ penyebutan. Dan الحسنى/ Al-Husnaa artinya baik atau indah. Jadi asmaul husna adalah nama, gelar, pujian, pemuliaan atribut kesempurnaan dan keagungan Allah.

Penyebutan atau penulisan yang lebih tepat adalah الأسماء الحسنى/ Al-asmaa- al-husnaa atau أسماء الله الحسنى/ Asmaa Allah al-Husnaa. Syeikh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan, Al-Asmaa merupakan bentuk jamak dari ism (اسم), yaitu sesuatu yang menunjukkan pada sebuah dzat.

Atau setiap lafal yang dibentuk untuk menunjukkan sebuah makna jika ia tidak bersifat musytaq (pecahan dari kalimat lain). Kalau bersifat musytaq, ia adalah sifat.

Al-Husna merupakan bentuk muannats dari al-ahsan (الأحسن). Artinya, yang terbaik. Dengan demikian, al asmaa- al-husna adalah nama-nama Allah yang baik.

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia (terbitan IAIN Syarif Hidayatullah) disebutkan bahwa para ulama menetapkan jumlah Al Asmaa- Al-Husna ada 99 buah. Penetapan itu mereka dasarkan pada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

Sebagian besar dari 99 nama itu adalah nama-nama yang dikenakan kepada Allah secara langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Sebagian lagi dirumuskan dari ‘perbuatan’ Allah yang diuraikan dalam Al-Quran. Jadi al asmaa- al-husna memberikan gambaran tentang banyak aspek kesempurnaan hakikat sifat dan perbuatan Allah.

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menjelaskan, “Nama adalah perkataan yang menunjukkan sesuatu dzat atau menunjukkan dzat dan sifat. Allah mempunyai nama-nama dan semua nama itu adalah nama yang baik. Serulah Dia dengan nama-namaNya yang semuanya baik itu.”

Ibnu Katsir menjelaskan, Al Asmaaul Husnaa tidak hanya terbatas 99 nama. Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra, dari Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak sekali-kali seseorang tertimpa kesusahan, tidak pula kese­dihan, lalu ia mengucapkan doa berikut”:

“مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حُزْنٌ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكِ، ابْنُ أَمَتِكِ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَعْلَمْتَهُ أَحَدًا مَنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَحًا”. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَعَلَّمُهَا؟ فَقَالَ: “بَلَى، يَنْبَغِي لِكُلٍّ مِنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا”.

Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak hamba, dan amat (hamba perempuan)-Mu, ubun-ubun (roh)ku berada di dalam genggaman kekuasaan-Mu, aku berada di dalam keputusan-Mu, keadilan belakalah yang Engkau tetapkan atas diriku. Aku memohonkan kepada Engkau dengan menyebut semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau menyimpannya di dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yang agung sebagai penghibur kalbuku,-cahaya dadaku, pelenyap dukaku, dan penghapus kesusahanku,” melainkan Allah menghapuskan darinya kesedihan dan kesusahannya, dan menggantikannya dengan kegembiraan. Ketika ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?” Rasulullah ﷺ menjawab: Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya.”

Allah ﷻ sendiri yang menamakan diri-Nya dan itu termaktub dalam kitab-kitab-Nya atau melalui lisan RosulNya.  Allah ﷻ memuji diriNya sendiri dalam القرآن yang Mulia.

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ

“Dialah Allah, tidak ada ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ/ Al Asmaa Al-Husna (nama-nama yang baik).” (QS:Thoha: 8)

Dalam القرآن/ Al-Quran istilah Asmaul Husnaa disebut empat kali. Yaitu dalam

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Hanya milik Allah  ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ/ Al Asmaa Al Husnaa, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa Al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-A’raf : 180)

قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

“Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah ٱلرَّحْمَٰنَ/ Ar-Rohmaan.” (QS: Al-Isra’:110)

Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaa Al Husnaa. Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu’.

هُوَ ٱللَّهُ ٱلْخَٰلِقُ ٱلْبَارِئُ ٱلْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Al Asmaa Al Husnaa. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS: Al-Hasyr : 24)

اَللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ‌ؕ لَـهُ الۡاَسۡمَآءُ الۡحُسۡنٰى

“(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (QS: Thoha: 8).

Asmaul Husna dalam hadits

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا ، مِائَةً إِلا وَاحِدَةً ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesunguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menjaganya maka dia masuk surga.” (HR. Bukhorii, no.2736, Muslim, no.2677 dan Ahmad, no.7493).

Keterangan Syekh Abdul Aziz bin Baz mengenai makna hadits:

Ibn ‘Arobi (26 Juli 1165 – 16 November 1240) tidak menafsirkan nama-nama Allah sebagai sebutan belaka. Tetapi sebagai atribut aktual yang memisahkan alam semesta, baik dalam bentuk yang diciptakan maupun yang mungkin.

Dengan nama nama ini, sifat-sifat ilahi diungkapkan agar manusia, yang potensi ilahinya tersembunyi, dapat belajar menjadi cerminan dari nama-nama tersebut. Namun, refleksi seperti itu terbatas; atribut ilahi tidak sama dengan esensi ilahi dari nama-nama.

Nama Allah yang digunakan manusia

Orang Arab sejak dulu terbiasa menggunakan nama Allah sebagai nama mereka. Tetapi nama Allah ditambahkan di depannya dengan (kata) عَبْدُ/ ‘Abdul.

Biasanya nama ini untuk laki-laki. Pencantuman kata ‘Abdul ini untuk menghormati kesucian nama-nama Allah. Sedangkan manusia adalah makhluk yang terbatas dan hina.

Dua bagian nama yang diawali dengan ‘Abdul dapat ditulis secara terpisah (seperti pada contoh sebelumnya) atau digabungkan menjadi satu dalam bentuk transliterasi. Dalam kasus seperti itu, vokal yang ditranskripsikan setelah ‘Abdu sering ditulis sebagai u ketika dua kata ditranskripsi menjadi satu: misalnya, عَبْدُ لْرَّحْمَان/ ‘Abdur Rohmaan, ‘Abdul Aziz, Abdul ‘Jabbar atau bahkan ‘Abdullah (عَبْدُ ٱللّٰه: ‘Hamba Allah’).

Quran ayat 3:26 dikutip sebagai bukti terhadap keabsahan penggunaan nama-nama Ilahi untuk orang, dengan contoh Mālik ul-Mulk (مَـٰلِكُ لْمُلْكُ: ‘Penguasa’ atau ‘Pemilik semua Kedaulatan’):

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: “Wahai Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS: Ali Imran: 26)

Keutamaan Asmaul Husnaa

Secara umum, Asmaul Husnaa memiliki banyak keutamaan yang luar biasa. Mulai dari terkabulnya doa yang menggunakan Asmaul Husnaa hingga pahala surga bagi yang mengamalkannya.

1. Terkabulnya doa

Syeikh Wahbah Az Zuhayli dalam kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan seorang hamba mesti berdoa kepada Allah dengan nama-nama-Nya dan tidak boleh menyeru Allah kecuali dengan nama-nama-Nya yang baik.  Berdoa dengan menyebut Asmaul Husnaa baik secara keseluruhan atau sesuai dengan konteks doanya, Allah akan mengabulkan doa tersebut.

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Hanya milik Allah Asmaul Husnaa, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husnaa itu…” (QS: Al-A’raf: 180)

2. Sunnah mempelajarinya

Dalam Tafsir Al-Qur-anil Azhim, Ibnu Katsir mengetengahkan hadits tentang doa dengan Asmaul Husnaa. Lalu seorang sahabat bertanya: “Wahai Rosulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?”

Rosulullah ﷺ lantas bersabda:

بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا

Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya. (HR. Ahmad)

3. Masuk surga

Siapa yang menghafal dan merenungi 99 Asmaul Husnaa, ia akan masuk surga.

Sebagaimana sabda Rosulullah ﷺ:

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghafalnya ia akan masuk surga.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili kemudian menjelaskan, pengertian ah-shoohaa (أحصاها) adalah menghitung, menghafal dan merenungi maknanya.*/ Haryono dari berbagai sumber

HIDAYATULLAH

Zikir Saat Bangun Tidur Sesuai Hadits

SIBUK akibat berbagai aktivitas, manusia pasti membutuhkan istritahat. Ada masanya ia akan merasakan kelelahan. Sehinga, istirahatlah yang diperlukan. Oleh sebab itu, Allah SWT menjadikan malam sebagai waktu bagi kita untuk tidur. Sebagai Muslim, kita sudah dibekali oleh Rasulullah zikir saat bangun tidur.

Selain itu, di waktu lain pun kita juga bisa tidur. Siang hari misalnya. Sebab, boleh jadi pada saat itu pun kita merasa kelelahan. Hanya saja, pada waktu pagi dan sore hari, Allah melarang kita untuk tidur.

BACA JUGA: Zikir setelah Shalat, Pakai Jari-jemari atau Biji Tasbih?

Tak akan mungkin pula, kita hanya tertidur saja bukan? Ya, ada saatnya kita pun akan terbangun kembali dari tidur dan melakukan aktivitas seperti biasa.

Nah, dalam Islam ketika terbangun dari tidur, juga ada amalan khusus yang bisa kita lakukan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Apakah itu?

Salah satu amalan yang bisa kita lakukan setelah bangun dari tidur ialah zikir. Dengan berzikir, maka kita akan selalu ingat pada Allah SWT.

Dengan begitu, kedekatan kita dengan Allah pun akan terjalin dengan baik. Lalu, apakah ada dzikir khusus ketika bangun dari tidur?

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidur, hendaknya dia mengucapkan, “Alhamdulillah radda ‘alayya ruuhi wa ‘aa faanii fii jasadi wa adzdzana lii bidzikrihi (Segala puji bagi Allah yang telah mengembalikan nyawaku pada diriku dan memberikan kesehatan pada tubuhku dan memperkenankan aku untuk berdzikir kepada-Nya),” (HR. Hakim).

Itulah zikir yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada kita ketika terbangun dari tidur. Kita bisa meniru perbuatan baik itu dalam rangka pendekatan diri pada Allah SWT.

Semakin kita mengingat Allah, semakin dekat pula Allah pada kita. Dengan begitu, segala permasalahan kehidupan, tidak akan terasa berat bagi diri kita. Wallahu ‘alam. []

Referensi: Ruqyah Jin, Sihir dan Terapinya/Karya: Syaikh Wahid Abdussalam Bali/Penerbit: Ummul Qura

ISLAMPOS

Khutbah Jumat: Inilah Majelis-majelis Kebaikan yang Dijamin Allah

Halaqah dzikir, masjid di sisi orang sakit, majelis yang mengajak orang memakmurkan masjid dan shalat berjamaah adalah kebaikan yang dijamin Allah subhanahu Wata’ala

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Khutbah Jumat pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah

Majelis taklim, majelis maulid, majelis zikir, dan majelis yang semisal sudah menjadi tuntunan keagamaan yang melekat dalam kehidupan kaum muslim di tanah air. Sejak pagi sampai malam, kita bisa memilih mau mendatangi majelis yang mana, dengan pengasuh siapa, dan materi apa.

Hal ini berlangsung hampir setiap hari. Tinggal soal niat dan kemauan diri kita untuk mau atau tidak menghadiri majelis kebaikan di sekitar lingkungan tempat tinggal kita.

Menilik besarnya majelis, Luqman Al-Hakim menyampaikan nasihat kepada putranya : “Duhai anakku, gunakan kedua matamu untuk memilih majelis. Jika kaulihat ada sekelompok orang berzikir kepada Allah ﷻ, maka duduklah bersama mereka. Jika engkau seorang yang berilmu, ilmumu akan bermanfaat. Jika kau seorang yang bodoh, mereka akan mengajarimu. Di samping itu, siapa tahu Allah ﷻ sedang memandang mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga engkau pun memperoleh rahmat-Nya.” (Ad-Darimi).

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, Nabi Muhammad ﷺ bersabda :

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا

“Jika kalian melewati taman-taman surga maka datangilah untuk menikmatinya.”

Para sahabat bertanya,

وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ

“Wahai Rasul, apakah yang dimaksud dengan taman-taman surga?” Rasul ﷺ menjawab,

حِلَقُ الذِّكْرِ

“Halaqah-halaqah (perkumpulan) zikir.” (HR. Tirmidzi)

Dari sejumlah majelis, ada enam majelis yang mendapatkan jaminan langsung dari Allah ﷻ bahwa orang yang menghadirinya berada di jalan yang sudah benar.

Rasul ﷺ bersabda :

ستة مجالس ما كان المسلم في مجلس منها إلا كان ضامناً على الله عز وجل : في سبيل الله عز وجل، وفي مسجد جماعة، أو عند مريض، أو تبع جنازة، أو في بيته، أو عند إمام مقسط يعزره ويوقره لله عز وجل

“Enam majelis yang orang muslim dijamin oleh Allah selama dia ada di salah satunya, yaitu: di jalan Allah, di masjid jamaah, di sisi orang sakit, di (tempat) jenazah, di rumahnya atau di sisi pemimpin adil yang didukung dan dihormatinya karena Allah.” (HR. Bazzar dan Thabrani)

Berdasarkan hadits di atas, ada enam tempat yang harus mendapatkan perhatian kita agar jangan sampai kita melewatkan begitu saja. Pertama, majelis di jalan Allah ﷻ. Maksudnya adalah setiap perjuangan di jalan Allah ﷻ di berbagai medan, dijamin akan mendapatkan kebaikannya sehingga matinya pun mati yang mulia. Allah ﷻ berfirman,

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah : 154)

Kaum Muslimin, jamaah Jumat yang berbahagia

Kedua, majelis dalam rangka melaksanakan salat berjamaah di masjid. Datang ke masjid dengan tujuan memakmurkannya membuat kita dijamin berada dalam kebaikan dan keimanan. Rasulullah ﷺ bersabda,

إذا رأيتم الرجل يعتاد المسجد فاشهدوا له بالإيمان

“Apabila kamu sekalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa dia benar-benar beriman.” (HR Tirmidzi)

Ketiga, majelis di di sisi orang sakit. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk menjenguk saudara kita yang tengah jatuh sakit. Kita datang untuk memberikan motivasi agar memiliki sikap optimis sehingga mempercepat proses kesembuhannya.

Juga tidak lupa untuk mendoakannya apalagi jika kita mampu, kita membantunya dalam meringankan biaya pengobatannya.

Rasul ﷺ bersabda,

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ. قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا خُرْفَةُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: جَنَاهَا

“Seorang muslim yang mengunjungi saudaranya sesama muslim dia senantiasa berada dalam khurfatul jannah sampai pulang dari kunjungannya itu. Bertanya seorang sahabat, ’Apa maksud khurfatul jannah itu?’ Rasulullah menjawab, ’Taman surga yang buah-buahnya masak ranum.” (HR. Muslim)

Keempat, majelis di tempat jenazah. Ketika ada muslim yang tertimpa musibah seperti kematian, maka kita sangat dianjurkan untuk bertakziah, menghibur keluarganya dan mendoakannya. Hal ini merupakan hal yang begitu mulia. Rasul ﷺ bersabda,

ما من مؤمن يعزي أخاه بمصيبة إلا كساه الله سبحانه من حلل الكرامة يوم القيامة

“Tiada seorang mukmin yang mentakziahi saudaranya yang mengalami suatu musibah melainkan Allah memberikan kepadanya pakaian-pakaian kemuliaan pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah)

Kelima, majelis di rumah kita sendiri. Rumah adalah tempat kembali. Oleh karena itu, seseorang akan dijamin kebaikan dari Allah ﷻ bila dia berada di rumahnya setelah menyelesaikan urusan di luar rumah, untuk mengokohkan hubungan dengan anggota keluarga. Rasul ﷺ bersabda :

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

Jamaah shalat Jumat

Keenam, majelis saat di sisi pemimpin yang adil. Menjadi keharusan setiap manusia untuk mendukung, menghormati, dan menaati pemimpin yang baik. Yaitu pemimpin yang sejalan dengan perintah Allah ﷻ dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisaa’: 59)

Demikianlah khutbah Jumat pada hari ini. Semoga menambah semangat dalam diri kita untuk memanfaatkan majelis kebaikan, guna mendulang rida Allah agar kita selamat di dunia sampai akhirat.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penulis adalah pengurus DPC Rabithah Alawiyah Kota Malang. Arsip khutbah Jumat bias buka www.hidayatullah.com atu klik di SINI

HIDAYATULLAH

Mengenal Jual Beli Mu’athah Menurut Fikih

Artikel ini akan menjelaskan tentang mengenal jual beli mu’athah menurut fikih Islam. Dalam fikih Islam salah satu rukun jual beli ialah sighat (ucapan timbal balik antara penjual dan pembeli). Lafadz jual-beli ini merupakan sebagai tanda yang menunjukkan kerelaan dari para penjual dan pembeli. 

Namun faktanya di lapangan tidak selalu seperti itu. Banyak sekali masyarakat yang jarang memakai sighat saat jual- beli. Saat berdagang tersebut biasanya pembeli hanya menyetorkan uang pada pedagang, lantas mengambil barang yang dibeli. Dalam keadaan ini tanpa ijab dan qabul.

Bahkan, era saat ini di zaman teknologi ini, marak vending machine (mesin jual otomatis), yang dioperasikan oleh robot dan mesin. Caranya terbilang modern, orang yang ingin membeli makanan dan minuman cukup dengan memasukkan koin atau uang kertas ke dalam mesin, maka barang yang akan dibeli akan keluar dengan sendirinya. 

Proses atau praktik jual-beli yang dilakukan tanpa akad disebut dengan nama mu’athah.  Menurut ulama fikih, definisi mu’athah yaitu kesepakatan penjual-pembeli atas harga dan barang yang dijual, keduanya tanpa ijab qabul (sighat). Bahkan tak jarang hanya ada perkataan dari salah satu pihak aja.

Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Al Muhadzab, bahwa jual beli mu’athah atau akad jual beli tanpa sighat, para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan tidak sah jual beli tersebut. Namun di sisi lain,  ulama lain menyatakan bahwa jual beli tanpa akad maka hukumnya adalah sah. Dengan catatan, diketahui kedua belah pihak ridha dalam proses akadnya. 

صورة المعاطاة التي فيها الخلاف السابق: أن يعطيه درهماً أو غيره ويأخذ منه شيئاً في مقابلته، ولا يوجد لفظ أو يوجد لفظ من أحدهما دون الآخر، فإذا ظهر –والقرينة وجود الرضى من الجانبين ـــ حصلت المعاطاة، وجرى فيها الخلاف

Artinya: “Bentuk dari jual beli mu’athah yang terjadi perbedaan pendapat di atas ialah pembeli memberikan uang pada penjual dan pembeli mengambil barang dari penjual sebagai gantinya, dan tidak ada kalimat yang menyatakan ijab dan qabul, jika secara zahir ada kerelaan di antara keduanya yaitu pembeli dan penjual, maka itulah yang dinamakan jual beli mu’athah dan dalam jual beli mu’athah terjadi perbedaan ulama terkait keabsahannya.” 

Pendapat ini dikuatkan kembali oleh Abdurraham Al Jaziri dalam kitab al-Fiqh ‘ala Mazahibil Arba’ah, dengan mengutip pendapat dari Imam Ghazali bahwa akad jual beli tanpa sighat hukumnya adalah boleh;

وقد مال صاحب الإحياء إلى جواز البيع في الأشياء اليسيرة بالمعاطاة لأن الإيجاب والقبول يشق في مثلـها عادة

Artinya; Imam Ghazali dalam kitab Ihya condong kepada bolehnnya jual beli mu’athah (tanpa sighat) dalam benda-benda yang ringan, karena ijab dan qabul dalam jual beli benda-benda yang ringan biasanya sulit.”

Itulah penjelasan terkait mengenal jual beli mu’athah menurut Fikih. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Inilah Cara Zikir Rasulullah ﷺ

BAGAIMANA cara zikir Rasulullah ﷺ? Penting kita ketahui karena zikir tentunya kita lakukan sepanjang hari.

BERTAMBAHNYA dosa seiring dengan terganggunya ketenangan hati. Ada banyak cara yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi konflik di dalam jiwa penyebab kegelisahan hati. Sebagai umat Islam, salah satu cara menyeimbangkan kondisi hati dan pikiran adalah dengan memperbanyak mengingat Allah SWT lewat berzikir.

Zikir beberapa kali disebut di dalam Alquran dalam berbagai surah. Di antaranya adalah surah an-Nisa ayat 103 (“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, di waktu berbaring…”). Kemudian, surah ar-Ra’d ayat 28 (“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram).

Pertanyaanya, bagaimana cara zikir Rasulullah ﷺ yang patut dijadikan contoh?

Secara tekniz, Rasulullah ﷺ berzikir dengan cara menghitung dengan jari.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُهُنَّ بِيَدِهِ

“Saya melihat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung zikir beliau dengan tangannya.” (HR. Ahmad 6498 dan dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth).

Cara Zikir Rasulullah ﷺ: Menggunakan Jari

Kemudian dari seorang sahabat wanita, Yusairah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada kami (para sahabat wanita),

يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَينَ، عَلَيْكُنَّ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالتَّقْدِيسِ، وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ، وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ

“Wahai para wanita mukminah, kalian harus rajin bertasbih, bertahlil, mensucikan nama Allah. Janganlah kalian lalai, sehingga melupakan rahmat. Hitunglah dengan jari-jari kalian, karena semua jari itu akan ditanya dan diminta untuk bicara.” (HR. Ahmad 27089, Abu Daud 1501, Turmudzi 3583, dan sanadnya dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth dan Al-Albani).

Yusairah bintu Yasir Al-Anshariyah adalah sahabat wanita. Beliau termasuk salah satu wanita yang ikut menjadi peserta Baiat aqabah.

Ketika menjelaskan hadis Yusairah, Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,

ومعنى العقد المذكور في الحديث إحصاء العد، وهو اصطلاح للعرب بوضع بعض الأنامل على بعض عُقد الأُنملة الأخرى، فالآحاد والعشرات باليمين، والمئون والآلاف باليسار، والله أعلم

Makna kata ‘al-aqd’ (menghitung) yang disebutkan dalam hadis [pada kata: وَاعْقِدْنَ] adalah menghitung jumlah zikir. Ini merupakan istilah orang arab, yang bentuknya dengan meletakkan salah satu ujung jari pada berbagai ruas jari yang lain. Satuan dan puluhan dengan tangan kanan, sementara ratusan dan ribuan dengan tangan kiri. Allahu a’lam. (Nataij Al-Afkar fi Takhrij Ahadits Al-Adzkar, 1/90).

Cara Zikir Rasulullah ﷺ: Tangan Kanan

Ibnu Alan menjelaskan bahwa cara ‘al-aqd’ (menghitung dengan tangan) ada dua:

BACA JUGA: 5 Manfaat Dzikir

Al-Aqd bil mafashil (menghitung dengan ruas jari)

Al-Aqd bil ashabi’ (menghitung dengan jari)

Beliau mengatakan,

والعقد بالمفاصل أن يضع إبهامه في كل ذكر على مفصل، والعقد بالأصابع أن يعقدها ثم يفتحها

“Al-Aqd bil mafashil (menghitung dengan ruas jari), bentuknya adalah meletakkan ujung jempol para setiap ruas, setiap kali membaca zikir. Sedangkan Al-Aqd bil ashabi’ (menghitung dengan jari), bentuknya adalah jari digenggamkan kemudian dibuka satu persatu.

Cara Zikir Rasulullah ﷺ: Haruskah Zikir dengan Tangan Kanan?

Terdapat hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح. وزاد محمد بن قدامة -شيخ أبي داود- في روايته لفظ: “بيمينه”

“Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bacaan tasbih dengan tangannya.” Sementara dari jalur Muhammad bin Qudamah – gurunya Abu Daud – terdapat tambahan: “dengan tangan kanannya” (HR. Abu Daud 1502 dan dishahihkan Al-Albani)

Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama menganjurkan untuk menghitung zikir dengan jari-jari tangan kanan saja. Hanya saja, sebagian ulama menilai bahwa tambahan ‘dengan tangan kanannya’ adalah tambahan yang lemah.

Sebagaimana keterangan Syaikh Dr. Bakr Abu Zaid. Sehingga dianjurkan untuk menghitung zikir dengan kedua tangan, kanan maupun kiri.

Cara Zikir Rasulullah ﷺ: Kesimpulan

Kesimpulan yang tepat dalam hal ini, zikir dengan tangan kanan hukumnya dianjurkan, meskipun boleh zikir dengan kedua tangan dibolehkan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menggunakan anggota badan yang kanan untuk hal yang baik. Sebagaimana keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan bagian yang kanan ketika mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam semua urusan beliau.” (HR. Bukhari 168).

Dan menghitung zikir termasuk hal yang baik, sehingga dilakukan dengan tangan kanan, lebih baik. (Simak Fatwa Islam, no. 139662). Wallahu a’lam. []

SUMBER: KONSULTASI SYARIAH

Masalah Haji 2022 yang Perlu Dievaluasi

Kementerian Agama (Kemenag) menggelar rapat kerja nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1443 H/2022 M di Batam, Kepulauan Riau.Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief, bersyukur Penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 terselenggara dengan baik, meski waktu persiapannya cukup mepet.

“Namun, kita tidak berbangga berlebihan. Masih ada catatan yang perlu diperhatikan ke depan. Perlu evaluasi untuk lebih baik lagi,” kata Hilman saat membuka secara daring Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2022,di Batam, Selasa (30/8/2022) malam.

Hilman memastikan, Rakernas E valuasi ini menjadi forum penting bagi seluruh stakeholders untuk melakukan refleksi dan evaluasi. Sebab, di balik kepuasan jamaah, masih ada kekurangan dan sejumlah issue yang perlu menjadi perhatian ke depan.

Misalnya, Hilman mencontohkan, terkait biaya haji. Menurutnya, perlu difikirkan skema terbaik untuk menjaga  keberlangsungan perjalanan ibadah haji. Sekaligus keberlanjutan terkait dengan pengelolaan keuangan haji. 

Tahun depan, lanjut Hilman, sebagian jamaah adalah mereka yang sebenarnya sudah harus berangkat sejak 2020. Sementara sebagian lagi, diperkirakan adalah mereka yang memang baru akan diberangkatkan pada 2023.

“Tentu akan ada banyak diskusi tentang biaya haji ke depan. Apalagi, meski layanan haji tahun ini lebih baik, namun biaya hajinya cukup tinggi,” katanya.

Menurutnya, perlu analisa kelayakan biaya yang proporsional dengan layanan yang diterima jamaah. Dan perlu dimitigasi sejak dini dalam evaluasi ini, berapa layanan yang layak dan proposional dengan biaya haji ke depan.

“Saya berharap, narasumber yang hadir dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bisa memberikan pencerahan,” katanya.

Persoalan lain yang disampaikan Hilman adalah terkait visa Mujamalah, karena visa mujamalah ini cukup mewarnai penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022. Cukup banyak jamaah yang batal berangkat, dan itu berdampak besar ke Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). 

Maka dari itu, perlu ada sumbangan pemikiran yang brilian dari peserta, aspek apa dari visa mujamalah yang bisa kita atur ke depan. Sehingga tidak ada salah satu pihak yang dirugikan.

“Perlu ada kesepakatan antara pemerintah sebagai regulator dan PIHK sebagai penyelenggara,” lanjutnya.

Hilman juga menyoroti masalah dam. Menurutnya, Indonesia saat ini mengirim jamaah terbanyak. Lebih 90 persen jamaah Indonesia mengikuti prosesi Haji Tamattu’ sehingga harus membayar dam. 

Terkait persoalan ini, peserta Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2022 ini perlu nemikirkan apa yang bisa kita kontribusikan untuk penguatan tata kelola dam di Saudi. Apakah diungkinkah jamaah haji bisa berkontribusi dengan bisa membawa daging dam ke Indonesia. 

“Ini ide yang banyak dilontarkan berbagai kalangan,” ucapnya.

Dia, berharap, pada rakernas ini dapat melahirkan ide-ide dan gagasan baru bagi penyelenggara ibadah haji di masa yang akan datang. Untuk itu peserta harus konsentrasi merumuskan solusi untuk penyelenggara ibadah haji yang lebih baik.

“Mudah-mudahan kita bisa merumuskan kebijakan yang bisa meningkatkan layanan kita di masa mendatang,” harapnya.

Sebelumnya, Sesditjen PHU Abdullah Yunus melaporkan, Rakernas Evaluasi akan berlangsung 30 Agustus – 2 Sepember 2022. Rakernas diikuti para pejabat eselon II Ditjen PHU, Konjen RI Eko Hartono, Konsul Haji KJRI Jeddah Nasrullah Jasam,  Kapuskes Haji Budi Sylvana, Kakanwil dan Kabid Haji Kanwil Kemenag Provinsi se Indonesia, Kepala UPT Asrama Haji.

Rakernas Evaluasi ini menurut Abdullah, mengangkat Tema “Transformasi Penyelenggaraan Haji Pasca Pandemi dan Merespon Visi Saudi 2030”. Selain evaluasi penyelenggaraan haji 2022, Rakernas menargetkan tersusunnya rencana aksi perbaikan haji 2023.

Hilman Latief mengaku bersyukur, penyelenggara ibadah haji tahu ini berjalan lancar, meski waktu persiapannya cukup mepet. Arab Saudi bara menyampaikan kepastian kuota haji pada pertengahan April, sementara keberangkatan jemaah haji mulai 4 Juni 2022.

“Kita merasa bahagia, perhelatan yang begitu besar dan harus disiapkan dalam waktu yang tidak panjang, selesai dilakukan. Semua bisa dilaksanakan karena kita punya pahlawan di banyak tempat,” katanya.

Menurut Hilman, pelayanan umum, ibadah, dan kesehatan mendapat apresiasi dari jamaah. Banyak kepuasan yang mereka dapatkan dan banyak hal yang sebelumnya tidak dibayangkan jamaah, terselenggara dengan baik. 

“Sehingga, mereka merasa puas dan memberikan apresiasi,” katanya.

IHRAM

Ahli Tauhid: Takut Syirik dan Mendakwahkan Tauhid (Bag. 3)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Ahli tauhid itu semangat mendakwahkan tauhid

Profil ahli tauhid yang sempurna adalah sosok hamba Allah yang mencintai Allah, ajaran-Nya (tauhid), kemudian mencintai ahli tauhid, serta mencintai untuk mempelajari tauhid, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.

Sebaliknya, ahli tauhid membenci sesembahan selain Allah (yang ia rida untuk disembah), musuh-musuh Allah, syirik, membenci musyrik (pelaku syirik) karena kesyirikannya, dan membenci musuh ahli tauhid (musuh kaum muslimin) karena permusuhan mereka terhadap ahli tauhid. Namun, kebencian ahli tauhid terhadap syirik dan musyrik itu dengan tetap tidak boleh menzaliminya dan tetap berlaku adil dan baik kepadanya. Hal ini selama mereka tidak memerangi kaum muslimin, guna menampakkan keindahan Islam.

Bahkan, justru ahli tauhid terdorong untuk mendakwahi pelaku kesyirikan dengan bijak dan kasih sayang. Karena tuntutan tauhid adalah tidak rida jika Allah disamakan/ dipersekutukan dengan makhluk (syirik). Sehingga ahli tauhid (muslim dan muslimah) itu jika melihat kesyirikan di masyarakatnya, maka hatinya akan tergerak untuk mendakwahi pelakunya dengan bijaksana, kelembutan, serta kasih sayang, tidak menggunakan cara-cara radikal yang bertentangan dengan sikap dakwah bilhikmah, demi menggapai rida Allah dan menghindari murka Allah.

Perlu diketahui, syahadat laailaha illallah itu mengandung makna meyakini, mengucapkan, dan mengabarkan kalimat tauhid, dan ini mengisyaratkan dakwah tauhid, karena mengabarkan tauhid akan sempurna dengan mengajak orang lain bertauhid dan meninggalkan syirik.

Hubungan antara takut syirik dan dakwah tauhid

Bahwa bentuk kesempurnaan rasa takut terhadap kesyirikan adalah berdakwah mengajak manusia untuk bertauhid. Dan dengan mengingatkan diri dan orang lain akan bahaya syirik sebagai bentuk kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain agar tidak terjatuh ke dalam dosa terbesar (syirik). Dan agar tidak terkena azab akibat meninggalkan dakwah tauhid dan meninggalkan pengingkaran terhadap syirik.

Hukum berdakwah

Ulama rahimahumullah berselisih pendapat tentang hukum berdakwah. Sebagian ulama ada yang berpendapat hukumnya fardhu ‘ain, namun sebagian ulama yang lainnya menyatakan fardhu kifayah. Pendapat yang terkuat, sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,

الدعوة إلى الله تجب على كل مسلم ، لكنها فرض على الكفاية ، وإنما يجب على الرجل المعين من ذلك ما يقدر عليه إذا لم يقم به غيره

“Dakwah mengajak manusia kepada Allah hukumnya wajib bagi setiap muslim. Akan tetapi, jenis wajibnya adalah fardhu kifayah. Sedangkan bagi orang tertentu menjadi fardhu (‘ain) sesuai dengan kemampuannya, jika tidak ada seorang pun yang berdakwah (di tempat itu).” (Majmu’ul Fatawa, 15: 166) [1]

Dengan demikian, hukum dakwah ilallah, mengajak manusia kepada Allah (termasuk dakwah tauhid dan ajaran syari’at Islam yang lainnya) adalah fardhu kifayah. Namun, bisa menjadi fardhu ‘ain dalam kondisi tertentu, misalnya: (1) tidak ada seorang pun yang berdakwah tauhid atau mengingkari kesyirikan di tempat itu; atau (2) sudah ada orang yang berdakwah di tempat tersebut, namun belum mampu memenuhi kewajiban dakwah di tempat tersebut karena sedikitnya da’i dan luasnya wilayah yang didakwahi. Jadi, jika telah ada sekolompok kaum muslimin yang melaksanakan kewajiban dakwah, maka bagi kaum muslimin lainnya hukumnya menjadi sunah.

An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan dalam kitab beliau [2] Syarah Shahih Muslim bahwa hukum amar makruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah. Apabila semua kaum muslimin meninggalkannya, berdosalah orang yang mampu menunaikannya tanpa uzur dan tanpa takut.

Dan terkadang hukum mengingkari kemungkaran itu menjadi fardhu ‘ain bagi orang tertentu, misalnya pada kondisi tidak ada yang mengetahui kemungkaran tersebut kecuali dia saja, atau tidak ada yang bisa menghilangkan kemungkaran tersebut kecuali dia saja, atau seperti orang yang melihat istri, anak, atau pembantunya melakukan kemungkaran sedangkan dia mampu untuk mengingkarinya.

Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa ahli tauhid itu mendakwahkan tauhid

Pertama: Firman Allah dalam surah Yusuf ayat 108

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, (yaitu) berdakwah mengajak (manusia) kepada Allah dengan ilmu syar’i, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.’”

Ciri khas jalan hidup yang ditempuh Imam ahli tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikutinya (para ahli tauhid, dan tokoh utamanya yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum) adalah berdakwah di atas ilmu syar’i. Dan mengajak manusia kepada Allah itu termasuk dakwah tauhid dan berdakwah mengajarkan ajaran syari’at Islam yang lainnya.

Dan dalam ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyatakan bahwa ciri khas jalan hidupnya adalah berdakwah mengajak manusia kepada Allah di atas ilmu syar’i. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah mengajak manusia kepada Allah di atas ilmu syar’i itu hukumnya wajib. Maka, tidak ada satu pun orang yang mengaku mencintai Allah dan mencintai tauhid serta mengaku sebagai pengikut Imam ahli tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan baik, kecuali ia mencintai tauhid tersebar di muka bumi, mencintai negerinya bertauhid, dan mencintai saudaranya bertauhid. Sebagaimana ia benci jika melihat fenomena kesyirikan, sehingga terdorong untuk mendakwahinya.

Kedua: Hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman,

إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ـ وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك: فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب

Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat laailaaha illallah. Dalam riwayat yang lain disebutkan ‘Supaya mereka mentauhidkan Allah.’ Jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka salat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari mengambil harta terbaik mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dengan Allah.[3] (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini, terdapat semangat yang ditunjukkan oleh Imam ahli tauhid, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam mendakwahi masyarakat. Sampai pun masyarakat yang berbeda akidah di negeri seberang (Yaman) dengan mengutus da’i-nya (Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu). Masyarakat Yaman ketika itu berpotensi menentang dakwah, karena mereka adalah ahli kitab. Berarti mereka memiliki ilmu, yang memungkinkan mendebat da’i, sehingga tergambar beratnya mendakwahi mereka. Dengan kondisi dakwah seperti itu pun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap bersemangat memerintahkan Mu’adz radhiyallahu ‘anhu mendakwahi mereka dengan tauhid sebagai materi pertama kalinya.

Ketiga: Hadis Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu saat mengutusnya dalam peperangan sebagai panglima perang,

انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم، ثم ادعهم إلى الإسلام وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه، فوالله لأن يهدي الله بك رجلاً واحداً، خير لك من حمر النعم

Melangkahlah engkau ke depan dengan tenang hingga engkau sampai di tempat mereka, kemudian ajaklah
mereka kepada Islam, dan sampaikanlah kepada mereka akan hak-hak Allah dalam Islam yang wajib atas mereka. Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah (Islam) kepada seseorang dengan sebab kamu, itu lebih baik dari unta-unta merah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada panglima perang yang beliau utus, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar berdakwah mengajak kepada Islam sebelum perang dan hal ini menunjukkan wajibnya berdakwah mengajak kepada Islam.

Berdakwah mengajak kepada Islam, berarti berdakwah kepada tauhid, karena paling agung dari rukun-rukunnya adalah syahadatain (dan syahadat pertama adalah tauhid), padahal perintah berdakwah tauhid itu di saat akan berperang, tentunya ini suatu keadaan yang berat. Ini menunjukkan kegigihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperjuangkan ajaran terpenting dari agama Islam, yaitu tauhid, agar tersebar di muka bumi, agar seluruh manusia menyembah Allah semata.

Keempat: Hadis-hadis lainnya

Bahkan, dalam hadis lainnya, ketika tauhid telah kokoh di dada kaum muslimin dan bendera Islam telah berkibar tinggi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar kabar bahwa di Yaman ada sebuah patung yang disembah yang bernama Dzul Khalashah. Beliau pun menjadi gundah gulana.

Beliau kemudian mengutus Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu ke Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,

ألا تريحني من ذي الخلصة؟

Tidakkah engkau ingin membuatku tenang dari Dzul Khalashah?” (HR. Bukhari no. 4355-4357 dan Muslim no. 136-137, dan yang lainnya)

Kesimpulan

Sosok ahli tauhid adalah sosok yang mencintai Allah dan tauhid, serta membenci syirik dan musyrikin karena kesyirikannya. Oleh karena itu, ahli tauhid itu takut terhadap kesyirikan dan semangat mendakwahkan tauhid, mengajak manusia meninggalkan syirik, sebagai wujud kasih sayang kepada manusia lillahi ta’ala.

Wallahu a’lam.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

[Selesai]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78074-takut-syirik-dan-mendakwahkan-tauhid-bag-3.html

Mau Bayar Zakat? Ini Cara Menghitungnya

Sebagai umat islam yang telah memiliki pendapatan di atas batas nishab, maka wajib membayar sakat penghasilan dapat per bulan atau per tahun.

Chief Marketing Officer Rumah Zakat Irfan Nugraha mengatakan besaran yang harus dibayarkan untuk zakat penghasilan sebesar 2,5%. Jika dibayarkan per bulan, maka zakat yang harus dibayarkan 2,5% dari gaji yang diterima. Jika zakat dibayarkan per tahun, maka zakat yang dibayarkan sebesar 2,5% dari total pendapatan selama setahun.

Misalnya, bagi warga jakarta dengan pendapatan Rp 4 juta per bulan, maka zakat 2,5% yang harus dibayarkan adalah Rp 100.000. Jika dibayarkan pertahun dengan gaji Rp 4 juta, maka total yang diterima adalah Rp 48 juta. Maka zakat 2,5% yang harus dibayarkan adalah Rp 1,2 juta.”Jadi bisa per bulan, atau per tahun, keduanya sama-sama 2,5%. Bisa memilih antara keduanya,” kata Irfan kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/05/2019).Irvan mengatakan zakat wajib dilakukan seorang muslim yang memiliki harta, dan masuk dalam kategori batas minimal zakat.Selain zakat penghasilan, adapula zakat mal atau zakat harta ini wajib dilakukan bagi orang yang memiliki harta tersimpan selama 1 tahun setara 85 gram emas. Besaran zakatnya adalah 2,5% dari harta tersimpan tersebut.

Selain itu ada pula dan zakat jiwa (fitrah) yang wajib dilakukan oleh semua umat Islam yang mampu. Zakat ini sebaiknya dilakukan sebelum sholat Idul Fitri. Irvan mengatakan karena beras menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia maka besaran zakat setara dengan 2,5 kilogram beras. Ada yang bilang zakat fitrah adalah zakat pemutus Ramadhan.”Kalau dalam bentuk uang, bisa juga misalnya kita biasa membeli beras Rp 15.000 per kilo. Maka yang setara 2,5 kilogram yakni Rp 37.500 untuk zakat,” jelasnya.

CNBCINDONESIA