Sebab-Sebab Kekufuran

Para ulama membahas macam-macam kekufuran dengan jenis pembagian yang banyak dan beragam. Macam kekufuran dapat dibagi menjadi beberapa pembagian. Jenis pembagian yang beragam tidak menunjukkan perbedaan. Namun, hal itu disebabkan karena perbedaan tinjauan atau sudut pandang saja. Pada pembahasan ini akan disebutkan macam-macam kekufuran berdasarkan penyebabnya.

Kufur akbar dan kufur asghar

Ditinjau dari hukumnya, kekufuran dibagi menjadi kufur akbar dan asghar. Kufur akbar menyebabkan hilangnya iman secara keseluruhan dan pelakunya bukan lagi seorang mukmin. Kufur akbar dapat terjadi karena keyakinan, atau ucapan, atau perbuatan. Sedangkan kufur asghar akan meniadakan kesempurnaan iman, namun tidak menghilangkan iman secara total. Ini merupakan kekufuran amal, yaitu berupa semua maksiat yang dinamai oleh syariat sebagai perbuatan kekufuran, namun pelakunya masih dianggap mukmin. [1]

Kekufuran Ditinjau dari Sebabnya

Kufur juhud dan takdzib

Kufur jenis ini yaitu seperti kekufuran yang terjadi pada orang yang mengenal kebenaran Islam di dalam hatinya, namun dia mengingkari dan tidak mau mengakuinya. Perbedaan antara juhud dan takdzib yaitu bahwa makna takdzib lebih luas daripada juhud. Kufur juhud terjadi pada lisan, adapun takdzib bisa terdapat dalam hati, lisan, dan juga amal perbuatan. Perbedaan ini ditunjukkan dalam firman Allah,

فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللّهِ يَجْحَدُونَ

“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu. Akan tetapi, orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.“ (QS. Al-A’am: 33)

Contoh kufur jenis ini adalah kufurnya Fir’aun dan orang-orang yang mengikutinya. Allah Ta’ala berfirman,

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka, perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.“ (QS. An-Naml: 14)

Demikian pula kufur yang terjadi pada kaum Yahudi ketika mereka menentang kenabian Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka menyembunyikan status kanabian beliau. Mereka menyembunyikan sifat kenabian yang terdapat dalam kitab mereka, meskipun mereka telah mengenal Nabi seperti mereka mengenal anak-anak mereka. Allah Ta’ala menjelaskan kondisi mereka,

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.“ (QS. Al-Baqarah: 146)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَلَمَّا جَاءهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّه عَلَى الْكَافِرِينَ

“Maka, setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu.” (QS. Al-Baqarah: 89)

Kufur jenis ini bisa terjadi secara keseluruhan seperti kekufuran orang yang menentang risalah nabi atau wahyu yang Allah turunkan. Bisa juga terjadi pada sebagian perkara, misalnya kufurnya orang yang menentang sebagian kewajiban Islam, menolak keharaman yang telah Allah tetapkan, atau menolak semua maupun sebagian dari sifat-sifat Allah.

Kekufuran yang terjadi pada sebagian risalah ini bisa dimaafkan jika terjadi karena kebodohan atau karena pengaruh takwil dan pelakunya tidaklah dikafirkan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadis mengenai orang yang mengingkari kekuasaan Allah atas dirinya sehingga memerintahkan keluarganya untuk membakar mayatnya dan menyebarkan abunya ketika angin bertiup. Meskipun demikian, Allah tetap mengampuni orang tersebut dan merahmatinya karena dia melakukannya karena ketidaktahuan.

Kufur I’rad

Kufur i’rad adalah berpalingnya pendengaran dan hati dari rasul dan tidak mau membenarkannya ataupun mendustakannya, tidak pula loyal dan membencinya, serta tidak mau mendengarkannya sama sekali. Dia meninggalkan kebenaran Islam dan tidak mau mempelajarinya apalagi mengamalkannya. Dia lari dan menjauhi dari tempat yang disebutkan kebenaran di situ. Ini adalah merupakan bagian dari kafir i’rad, yaitu berpaling dan meninggalkan kebenaran.

Kufur Syak

Kufur syak yaitu kufur karena keraguan, yaitu tidak menegaskan kebenaran Nabi dan tidak pula secara tegas mendustakannya. Sikapnya ragu dan bimbang untuk mengikutinya. Dalil mengenai kufur jenis ini adalah firman Allah,

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَذِهِ أَبَداً وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْراً مِّنْهَا مُنقَلَباً قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلاً

“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri. Ia berkata, ‘Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.’ Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya (sedang dia bercakap-cakap dengannya), ‘Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?’“ (QS. Al-Kahfi: 35-37)

Kufur Nifaq

Yaitu menampakkan diri mengikuti petunjuk yang dibawa rasul, namun menolak dan mengingkarinya dalam hati. Jadi, dia beriman secara lahiriah namun batinnya kafir. Dalil mengenai kufur nifaq adalah firman Allah,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ

“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (QS. Al-Munafiqun: 3)

Kufur Istikbar

Yaitu kufur karena enggan dan sombong, yang bisa membatalkan amalan hati. Kufur istikbar bisa membatalkan amalan hati, yaitu seseorang mengenal kebenaran dalam hatinya dan lisannya, akan tetapi menolak menerimanya dan beragama dengannya, baik dengan sombong tidak mau menerima atau meremehkan kebenaran tersebut. Demikian pula dengan bersikap sombong dan meremehkan orang-orang yang mengikuti kebenaran.

Contohnya adalah kufurnya iblis. Iblis tidak menentang perintah Allah dan tidak pula ingkar, namun dia menanggapi perintah Allah dengan enggan dan sombong. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.“ (QS. Al-Baqarah: 34)

Kekufuran orang yang telah mengenal kejujuran Rasul bahwasanya beliau membawa kebenaran dari Allah. Dia mengakui hal tersebut, dia tidak ragu dengan kejujuran sang Nabi, akan tetapi tidak mau patuh kepadanya karena enggan dan sombong atau dikuasai dengan kesombongan dan kemuliaan terhadap nenek moyang sehingga tidak mau membenci nenek moyang dan memvonis bahwa agama tersebut adalah kekufuran.

Kufur karena mengaku mengetahui ilmu gaib

Kufur karena memiliki keyakinan bahwa ada yang mengetahui ilmu gaib selain Allah. Ini merupakan kekufuran yang membatalkan keimanan karena bertentangan dengan firman Allah,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.’” Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.“ (QS. An-Naml: 65)

Alllah Ta’ala juga berfriman,

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ

“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri.“ (QS. Al-An’am: 59)

Demikian penjelasan mengenai sebab-sebab kekufuran. Semoga kita terhindar dari berbagai jenis kekufuran yang bisa membatalkan keimanan kita.

***

Penulis: Adika Mianoki

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78911-sebab-sebab-kekufuran.html

Adakah Puber Kedua?

Besarnya tuntutan kehidupan yang dibuat-buat oleh masyarakat masa kini sering kali menimbulkan sebuah permasalahan baru. Tak terkecuali apabila tolak ukurnya adalah kemaslahatan dan kesuksesan duniawi saja.

Akhir-akhir ini, muncul sebuah istilah baru yang cukup menggelitik. Sebuah istilah yang muncul akibat adanya pergolakan batin dan perubahan perilaku yang dialami oleh sebagian kecil dari mereka yang telah mencapai umur 40 tahun. Ya, istilah tersebut adalah “puber kedua”.

Puber kedua dalam tinjauan medis

Dalam dunia medis, istilah puber kedua sebenarnya tidak ada. Perubahan yang terjadi di usia paruh baya ini, baik secara fisik maupun emosional, sebenarnya masih menjadi bagian alami dari proses penuaan.

Puber kedua ini seringkali disebut juga dengan midlife crisis (krisis paruh baya). Periode ini dialami oleh 10–20 persen orang paruh baya, yang umumnya berumur 40 tahun hingga di atas 50 tahun. Banyak faktor yang dapat memicu midlife crisis atau puber kedua ini, mulai dari perceraian, kehilangan pekerjaan, hingga kematian.

Mengutip dari situs halodoc.com, pada sebuah artikel berjudul “Masuk Usia 40, Pria Alami Puber Kedua?” disebutkan,

“Di saat semua aspek kehidupan telah stabil, maka saat itulah muncul kejenuhan. Ketika jenuh dirasakan, banyak pria mulai melakukan hal yang tidak biasa. Para pria ingin membuktikan apabila dirinya masih sama hebatnya ketika masih remaja. Kebanyakan pria pada usia 40-an berusaha menolak kenyataan bila dirinya sudah mulai tua. Fase inilah yang biasanya disebut dengan ciri-ciri puber kedua pada laki-laki atau pria.”

Dari pemaparan singkat di atas dapat kita simpulkan bahwa puber kedua berbeda dengan puber pertama. Puber pertama dirasakan oleh semua orang, sedangkan puber kedua hanya dialami oleh sebagian orang saja. Puber pertama sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perubahan fisiologi tubuh seseorang. Adapun fenomena puber kedua, maka seringkali hanya berhubungan dengan perubahan perilaku yang disebabkan oleh ketidakstabilan emosi dan stres yang dialami oleh seseorang.

Lalu, seperti apa Islam memandang mereka yang telah melewati umur 40 tahun ini?

Umur 40 tahun dalam tinjauan syariat

Dalam Islam, umur 40 tahun merupakan puncak emas dalam tingkatan kehidupan seseorang. Pada umur 40 tahun ini, pemahaman seseorang telah sempurna dan telah banyak pengalaman hidup yang ia rasakan. Mereka yang telah melewati umur 40 tahun ini sangat dianjurkan untuk berhenti sebentar, meresapi, dan mengoreksi kembali akan umur yang telah ia habiskan.

Di Al-Qur’an, “umur 40 tahun” Allah  Ta’ala sebutkan di dalam firman-Nya,

حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Allah Ta’ala juga menjadikan umur 40 tahun sebagai patokan diutusnya para nabi dan rasul kepada umat mereka, tak terkecuali nabi kita yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

أنزل على رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ابن أربعين، فمكث بمكة ثلاث عشرة سنة، ثم أمر بالهجرة فهاجر إلى المدينة، فمكث بها عشر سنين، ثم توفي صلى الله عليه وسلم

“Wahyu diturunkan kepada Rasulullah ketika umur beliau 40 tahun. Maka, beliau menetap di Makkah selama 13 tahun. Kemudian Allah perintahkan beliau untuk berhijrah ke Madinah. Lalu, beliau pun menetap di sana selama 10 tahun. Kemudian, Rasulullah pun wafat (di sana).” (HR. Bukhari no. 3851)

Alasannya, saat seseorang mencapai usia 40 tahun, maka kecerdasan dan kekuatannya telah matang dan sempurna. Akalnya telah siap untuk mencermati dan menganalisa sesuatu dengan lebih tenang dan fitrahnya yang benar dan lurus akan lebih fokus dan mengarahkannya untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian, membuatnya lebih memprioritaskan kehidupan akhirat dari pada kehidupan yang fana ini.

Imam Al-Asfahani rahimahullah berkata,

إن الإنسان إذا بلغ هذا القدر يتقوى خلقه الذي هو عليه، فلا يكاد يزايله بعد ذلك

“Seseorang apabila telah mencapai level ini, maka akan semakin kuat karakter dan sifat yang ada pada dirinya, sehingga hampir-hampir ia tidak akan mampu mengubah dan menghilangkannya setelah itu.” (Fathul Bayan Fii Maqasid Al-Qur’an: 6/308).

Perkataan di atas dengan jelas menyebutkan adanya perubahan emosi dan pola pikir bagi mereka yang melewati umur 40 tahun. Dan itu tidak terbatas pada perubahan menuju sesuatu yang baik saja, bisa jadi perubahan tersebut menuju ke arah yang salah dan buruk. Oleh karenanya, Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam membiasakan dirinya dan mengajarkan umatnya sebuah doa yang sangat baik,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

Imam Al-Qurtubi rahimahullah di dalam kitab Tafsir-nya mengatakan,

“Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa mereka yang telah mencapai 40 tahun, maka telah datang waktu bagi dirinya untuk menyadari betapa besarnya kenikmatan yang telah Allah berikan kepadanya dan kedua orangtuanya, sehingga ia berterimakasih dan mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.

Imam Malik juga pernah mengatakan, ‘Aku dapati para ahli ilmu di negeriku mereka adalah pemburu dunia dan terlalu sering berkumpul dengan orang lain, hingga mereka memasuki umur 40 tahun. Apabila umur 40 tahun itu datang menghampirinya, maka mereka menyendiri dari manusia.’” (Tafsir Al-Qurtubi: 7/276)

Solusi syariat agar selamat dari krisis paruh baya

Pada ayat 15 dari surah Al-Ahqaf yang telah kita sebutkan sebelumnya, terdapat beberapa amalan dan kewajiban yang sudah selayaknya dipraktikkan oleh mereka yang telah diberikan nikmat umur hingga mencapai 40 tahun ini. Dengan mempraktikkan amalan-amalan ini, ia akan selamat dan terhindar dari krisis mental dan rusaknya agama ketika telah mencapai 40 tahun.

Pertama, semangat di dalam bersyukur kepada Allah Ta’ala atas limpahan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya selama 40 tahun.

Baik itu nikmat kesehatan tubuh, nikmat pengelihatan, pendengaran, akal fikiran, dan yang paling utama, nikmat berada di atas agama Islam serta teguh di dalam memeluknya. Allah Ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Ma’idah: 3)

Rasa syukur merupakan sebab ditambahnya nikmat dan rezeki. Allah Ta’ala berfirman,

وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’” (QS. Ibrahim: 7)

Selain itu, rasa syukur pastinya akan membuat seseorang layak untuk mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,

وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

“Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145)

Kedua, memanfaatkan sisa umur dengan bersemangat di dalam melaksanakan amal kebaikan yang akan mendatangkan keridaan Allah Ta’ala.

Tidak ada yang lebih mulia dan lebih besar daripada keridaan Allah Ta’ala. Sayangnya apa yang terkadang dianggap sebagai sebuah ketaatan dan amal kebaikan oleh seorang hamba terkadang tidak mendatangkan keridaan Allah sama sekali. Justru sebaliknya, amalan yang dia lakukan tersebut sejatinya justru mendatangkaan kemurkaan dari Allah Ta’ala.

Lalu, bagaimana cara terbaik untuk meraih keridaan Allah Ta’ala? Allah Ta’ala berfirman,

وَسَيُجَنَّبُهَا الْاَتْقَىۙ * الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ * وَمَا لِاَحَدٍ عِنْدَهٗ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزٰىٓۙ * اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْاَعْلٰىۚ * وَلَسَوْفَ يَرْضٰى 

“Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan darinya (neraka), orang yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya), dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat yang ada padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” (QS. Al-Lail: 17-21)

Allah Ta’ala mengisyaratkan bahwa amalan yang diridai oleh-Nya adalah amalan yang dilaksanakan dengan keikhlasan penuh dan hanya diperuntukkan untuk-Nya saja.

Ketiga, kesadaran penuh untuk mendidik dan memperhatikan anak keturunan serta membesarkan mereka di atas agama Islam yang lurus.

Allah Ta’ala menyebutkan di dalam ayat tersebut,

وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَتِي

“Dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.”

Dalam kitab Zubdatu At-Tafsir disebutkan bahwa maknanya adalah, “Jadikanlah anak keturunanku orang-orang yang benar-benar saleh”, karena anak yang saleh merupakan sebaik-sebaik nikmat bagi orang tuanya.

Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencontohkan kepada kita, bagaimana semangat beliau di dalam menjaga anak keturunannya agar senantiasa di atas agama Islam yang lurus ini. Beliau berdoa,

وَاجْنُبنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (QS. Ibrahim: 35)

Keempat dan terakhir, bertobat dengan benar dan istikamah di jalan Islam.

Allah Ta’ala tatkala menceritakan tentang orang yang berdoa dan meminta kepada Allah Ta’ala perihal ketiga hal sebelumnya, Allah Ta’ala sebutkan setelahnya,

إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau. Dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa doa tidak dikabulkan, kecuali jika disertai dengan tobat dari segala macam kesyirikan dan kemaksiatan.

Ketahuilah wahai saudaraku, kesyirikan, dosa, dan kemaksiatan akan menghalangi terkabulnya doa seorang hamba. Ingatlah bagaimana Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, tubuhnya penuh debu, ketika lelaki itu berdoa dengan mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyebut nama Allah, “Wahai Rabb, Wahai Rabb …” Lalu, beliau  bersabda,

ومَطْعَمُهُ حَرامٌ، ومَشْرَبُهُ حَرامٌ، ومَلْبَسُهُ حَرامٌ، وغُذِيَ بالحَرامِ، فأنَّى يُسْتَجابُ لذلكَ؟!

“(Sedangkan) laki-laki tersebut mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak halal, pakaiannya pun tidak halal dan selalu diberi (makanan) yang tidak halal. Maka, bagaimana mungkin permohonannya akan dikabulkan (oleh Allah)?” (HR. Muslim no. 1015)

Laki-laki yang disebutkan di dalam hadis berpeluang besar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala karena padanya sebab-sebab terkabulnya doa, yaitu kondisinya yang sedang dalam safar, mengangkat kedua tangannya ke langit seraya menyebut nama Allah dengan salah satu nama-Nya yang mulia ketika berdoa. Hanya saja, tidak Allah Ta’ala kabulkan do’anya karena satu sebab, makanan dan minuman serta pakaian yang ia kenakan berasal dari sesuatu yang haram.

Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber:

Fathu Al-Bayan Fii Maqasid Al-Qur’an karya Muhammad Siddiq Khan rahimahullah

Tafsir Al-Qurtubi karya Imam Al-Qurtubi

Situs halodoc.com.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78887-adakah-puber-kedua.html

Inilah 5 Ciri Orang yang Beriman

Allah Subhanahu Wata’ala telah berjanji bagi mereka yang beriman dan berbuat baik, disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya dan diberi rezeki buah-buahan, inilah 5 ciri orang beriman

Hidayatullah.com | ALLAH  Subhanahu Wata’ala dalam Al-Quran, selalu memanggil orang-orang beriman dengan “ya ayyuhalladzina amanu”. Menurut catatan, ada sebanyak 89 kali panggilan seperti ini.

Orang-orang yang beriman menjadi perhatian Allah Subhanahu Wata’ala disbanding orang lain, yang tidak beriman. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 5, Allah menyampaikan, yang artinya; “sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu.”

Semua di antara kita berharap agar masuk menjadi bagian orang beriman yang disebut Allah. Di bawah ini adalah 5 tanda orang beriman yang disebut dalam Al-Quran;

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran Surat Al-Anfal Ayat 2 sampai 4 mengatakan ciri orang beriman:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُہُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ زَادَتۡہُمۡ إِيمَـٰنً۬ا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ (٢) ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣)أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقًّ۬ا‌ۚ لَّهُمۡ دَرَجَـٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٌ۬ وَرِزۡقٌ۬ ڪَرِيمٌ۬ (٤)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka [karenanya] dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, [yaitu] orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki [ni’mat] yang mulia.”. (QS: Al-Anfal [8]: 2-4).

Gemetar hatinya pada Allah

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka.” (QS Al-Anfal [8]: 2).

Hanya orang yang berimanlah, yang jika disebutkan nama Allah, gemetar atau bergetar hatinya. Ada rasa takut dalam hatinya.

Rasa takutnya justru adalah sebagai bentuk mengagungkan asma Allah. Maka, jika ia berkeinginan untuk melakukan perbuatan dosa atau maksiat, ia pun segara teringat Allah dan takut melaksanakannya.

Bertambah imannya jika dibacakan ayat Al-Quran

وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا

Artinya: “dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya).” (QS: Al-Anfal [8]: 2).

Hal ini menjadi bukti keimanan seseorang  ketika Al-Qur’an dibaca, baik oleh dirinya ataupun orang lain.

Bertawakkal hanya kepada Allah

Allah  berfirman dalam lanjutan ayat :

وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Artinya: “Dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakkal.” (QS: Al-Anfal [8]: 2).

Orang yang beriman akan menyandarkan segala urusannya hanya kepada Allah, bukan kepada benda, gunung, cincin, keris, atau yang lain. Karena orang beriman itu yakin bahwa tidak akan terwujud suatu hal kecuali atas kehendak Allah.

Jika Allah berkehendak terjadi, maka terjadilah. Dan jika Allah tidak berkehendak, ya tidak akan terjadi.

Mendirikan shalat

Allah  berfirman pada lanjutan ayat:

ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat.” (QS: Al-Anfal [8]: 3).

Mendirikan shalat adalah bukti keimanan seseorang. Di samping karena memang shalat adalah tiangnya agama.

Kalau ia menegakkan shalatnya, sama dengan ia menegakkan agamanya. Sebaliknya manakala ia meruntuhkannya, tidak memperhatikannya, mengabaikannya, sama juga dengan meruntuhkan, tidak memperhatikan dan mengabaikan agamanya sendiri.

Rasulullah ﷺ mengingatkan di dalam sabdanya:

الصَّلاةُ عِمادُ الدِّينِ ، مَنْ أقَامَها فَقدْ أقَامَ الدِّينَ ، وَمنْ هَدمَها فَقَد هَدَمَ الدِّينَ

Artinya: “Shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya.” (HR Al-Baihaqi).

Gemar berinfaq di jalan Allah

Allah  berfirman pada lanjutan ayat:

وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Artinya: “Dan mereka yang menginfakkan rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS: Al-Anfal [8]: 3).

Jika kita memiliki sifat iman seperti itu, maka ayat menegaskan:

أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ حَقًّا

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (QS Al-Anfal [8]: 4).

Semoga kita tergolong orang yang memiliki sifat-sifat orang-orang yang beriman dengan sebenarnya, sebagaimana ayat-ayat tersebut. Aamiin.*

HIDAYATULLAH

Empat Senjata Agar Tidak Diganggu Setan Menjalani Spiritual

Berikut empat senjata menurut Al-Ghazali agar tidak diganggu setan menjalani spiritual. Imam al-Ghazali mengatakan bahwa seseorang yang ingin menempuh jalan spiritual harus memiliki seorang guru yang bisa menuntunnya selama perjalanan.

Selain itu, agar tidak terseret ke dalam jalan-jalan setan yang terlampau banyak yang senantiasa mengintainya. oleh sebab itu, menjadi suatu keniscayaan seseorang memiliki guru spiritual.

jika sudah melaksanakannya, maka tugas seorang guru yang dipercayai itu harus melindungi dari gangguan-gangguan yang merintangi jalannya seorang murid menuju Tuhannya. Di samping itu, seorang guru harus membekali beberapa senjata untuk dijadikan perisai dan benteng dari tangan-tangan setan yang akan merampok di tengah perjalan spiritual.

Adapun hal yang bisa dijadikan senjata menurut Imam al-Ghazali ada empat. sebagaimana ditegaskan dalam kitab-nya Ihya Ulumiddin juz tiga.

 وهو أربعة أمور الخلوة والصمت والجوع والسهر وهذا تحصن من القواطع فإن مقصود المريد إصلاح قلبه ليشاهد به ربه ويصلح لقربه

“Adapun senjata itu ada empat hal, yaitu khalwat (isolasi diri serta melakukan meditasi dan kontemplasi), tidak banyak bicara, tidak banyak makan, dan tidak banyak tidur. empat ini adalah senjata untuk melindungi dari perampok (jalan spiritual). karena tujuan seorang murid adalah memperbaiki hatinya agar bisa menyaksikan Tuhannya dan layak berdekatan dengannya”

Hal ini, selaras dengan konsep yang diajukan oleh Sahal al-Tustari dalam memberi penilaian laku seorang wali Abdal.

وقال سهل بن عبد الله التستري ما صار الأبدال أبدالاً إلا بأربع خصال بإخماص البطون والسهر والصمت والاعتزال عن الناس

“Sahal al-Tustari berkata, tidak akan menjadi wali abdal kecuali dengan empat perkata, yaitu mengosongkan perut, jarang tidur malam, diam dan menjauhi sosial”

kenapa harus lapar, diam, tidak tidur dan khalwat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk digaris bawahi bahwa yang dimaksud dengan diam, lapar, tidak tidur dan khalwat bukan berarti tidak boleh makan sama sekali, bukan tidak boleh tidur sama sekali, demikian pula bukan bukan berarti mesti khalwat setiap saat. 

Namun, menurut teori al-Ghazali, harus makan sekedar untuk memenuhi kebutuhan primer, atau dalam istilah Imam al-Ghazali adalah qadru al-Dharurah, atau bahasa melinialnya lebih familiar dengan teori minimalis. dengan demikian, seseorang yang menempuh laku spiritual tetap boleh bicara secukupnya, makan secukupnya, tidur secukupnya dan khalwat sekedarnya.

Sementara alasan kenapa empat hal tersebut menjadi benteng dalam perjalanan spritual, Imam al-Ghazali mengemukakan alasan sebagai berikut. 

Lapar

Pertama, kondisi lapar bisa mengurangi darah hati dan membuat hati menjadi bening. dan dalam kebeningan itulah sinarnya hati akan memancar. tidak hanya itu, lapar juga membuat lemaknya fuad (bagian hati) menjadi lebur sehingga fuad menjadi lembut. kelembutan fuad itulah yang menjadi kunci untuk menyingkap tabir.

Sebagaimana kerasnya fuad menjadi sebab terhijab dari Allah. Dengan demikian, setiap kali stok darah itu berkurang maka berkurang pulalah jalan musuh. karena jalur musuh adalah urat yang dipenuhi dengan syahwat (makan).

Tidak Tidur Malam (al-Sahr)

kedua, tidak tidur kecuali sekedar kebutuhan.  Mengurangi tidur, hati seseorang menjadi mengkilat, bersih dan bercahaya. Mengurangi tidur ini sesungguhnya juga hasil dari kondisi lapar sehingga keduanya neniliki relasi yang simultan. Karena tidak tidur dalam kondisi kenyang kemungkinan besar tidak bisa. 

Imam al-Ghazali mengatakan;

 والنوم يقسي القلب ويميته إلا إذا كان بقدر الضرورة فيكون سبب المكاشفة لأسرار الغيب

“Tidur bisa mengeraskan hati dan membunuhnya kecuali sekedar kebutuhan maka ada tidak tidur itu menjadi sebab tersingkapnya rahasia-rahasia ghaib”

Diam

Ketiga, diam menjadi senjata untuk melindungi dari perampok di tengah jalan spiritual karena diam memudahkan seseorang untuk mengisolasi diri. hanya saja, orang yang mengisolasi diri tetap bicara sekedarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya misalnya makan, minum dan lain-lain. 

Di sisi lain, banyak bicara bisa menyibukkan hati dari selain Tuhan. Sementara kecenderungan hati untuk bicara sangatlah besar dan sulit untuk fokus berzikir. Oleh sebab itu, diam bisa membuahkan ide dan menjadikan seorang bersikap hati-hati dan memahami takwa.

Khalwat

Keempat, khalwat sebagai senjata karena bisa menangkal hal yang destruktif dan membatasi pendengaran dan penglihatan dari hal-hal yang tidak berguna.

Imam al-Ghazali menganalogikan hati layaknya telaga yang dialiri oleh air yang busuk, keruh dan kotor. dan panca indra adalah sungai yang menjadi tempat masuknya air keruh tersebut ke dalam telaga atau hati. Maka dengan berkhalwat yang tujuannya tidak lain untuk menutup sumber air keruh tersebut bisa membersihkan hati.

Demikian empat senjata Agar tak diganggu setan saat dalam laku spiritual. Semoga kiat ada amalan agar tidak diganggu setan dalam beribadah ini bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kemenag Lepas Tiga Hafidz Ikuti MTQ Internasional di Turki dan UEA

Kementerian Agama melepas tiga penghafal Al Quran (Hafiz) untuk mengikuti gelaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional di Turki dan Uni Emirat Arab (UEA).

“Mohon doa dari masyarakat Indonesia, semoga Allah memberikan kekuatan, kesabaran, dan keberkahan. Mohon doa semoga tiga penghafal Al Quran kita ini bisa membawa senyum untuk Indonesia,” ujar Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag Syamsul Bahri di Jakarta, Selasa.

Ketiga hafiz ini yakni M. Mas’ud, Bintang Fadhilah Puta, dan Indana Zulfa. Ketiganya merupakan para juara pada Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) Nasional ke-26 tahun 2021 di Sofifi, Maluku Utara.

M. Mas’ud merupakan juara pertama cabang tilawah dewasa, sementara Bintang Fadhilah juara dua hafalan 30 juz putra. Keduanya akan mewakili Indonesia pada ajang 8th International Quran Memorization and Recitation Competition of Turkye di Konya, Turki.

Adapun Indana Zulfa yang akan mewakili Indonesia pada ajang Sheikha Fathimah binti Mubarak International Holy Quran Competition di Dubai, UEA, merupakan juara 2 cabang hafalan 30 Juz putri pada STQH Nasional 2021.

Syamsul optimistis ketiganya akan mempersembahkan yang terbaik. Ia menyebut kemampuan penghafal Al Quran asal Indonesia sudah diperhitungkan di kancah internasional.

“Luruskan niat karena Allah. Niat untuk syiar Islam dan membaca Kalam Allah. Jika niat lurus, insyaallah Allah akan berikan pertolongan,” kata dia.

Sementara itu, Kasubdit Lembaga Tilawah dan Musabaqah Al Quran dan Al-Hadits Kemenag Rijal Ahmad Rangkuty menjelaskan Mas’ud akan mengikuti cabang tilawah, Bintang cabang hafalan 30 juz putra, dan Indana cabang hafalan 30 juz putri.

“Mohon doa dari seluruh masyarakat Indonesia. Semoga berlimpah berkah dan membuat nama Indonesia harum di kancah internasional,” kata dia.

IHRAM

Permudah Jamaah Umroh dan Haji, Saudi Luncurkan Nusuk

Arab Saudi pada Senin (26/9) meluncurkan platform pemerintah terpadu “Nusuk.sa”. Platform ini merupakan petunjuk arah menuju pintu gerbang baru menuju ke Makkah dan Madinah.

Dilansir dari Gulf Today pada Selasa (27/9), flatform Nusuk.sa ini juga memfasilitasi prosedur kedatangan para jamaah dari seluruh dunia. Ini diluncurkan sebagai bagian dari inisiatif Program Pengalaman Ziarah.

Saudi Press Agency telah mengutip Kementerian Haji dan Umrah yang mengatakan bahwa platform baru telah dikaitkan dengan layanan yang diberikan pada “Visit Saudi Arabia” untuk memfasilitasi para peziarah menuju dua kota suci.

Menteri Haji dan Umrah, Dr Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah, mengatakan platform ‘Nusuk’ bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada jemaah dengan menggunakan teknologi terbaru, dan terintegrasi dengan beberapa instansi pemerintah untuk memfasilitasi prosedur, dan memungkinkan jemaah haji dan pengunjung melakukan ritual mereka dengan mudah dan nyaman.

Platform ini menyediakan berbagai layanan dan informasi kepada peziarah dan pengunjung yang memungkinkan mereka untuk melakukan ritual umrah dengan mudah, berkontribusi untuk meningkatkan tingkat kualitas layanan yang diberikan, dan memperkaya pengalaman keagamaan dan budaya mereka, untuk mencapai tujuan dari Visi Kerajaan 2030.

Platform “Maqam” akan terus beroperasi untuk memungkinkan desain program layanan umroh hingga dipastikan layanannya sepenuhnya dialihkan ke “Nusuk.sa”.

IHRAM

Bersegera dan Berlomba dalam Kebaikan

Jika kita melihat sebagian orang begitu menggebu mengejar cita-cita dunia, maka seharusnya seorang muslim jauh lebih bersemangat dalam mengerjakan kebaikan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ

“Bersemangatlah dalam menggapai hal yang bermanfaat untukmu.” (HR. Muslim no. 2664)

Indikasi ia bersemangat adalah tidak menunda-nunda dalam melakukan kebaikan. Allah ‘azza wajalla berfirman,

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka, berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

والأمر بالاستباق إلى الخيرات قدر زائد على الأمر بفعل الخيرات، فإن الاستباق إليها, يتضمن فعلها, وتكميلها, وإيقاعها على أكمل الأحوال, والمبادرة إليها، ومن سبق في الدنيا إلى الخيرات, فهو السابق في الآخرة إلى الجنات, فالسابقون أعلى الخلق درجة،

Perintah berlomba dalam kebaikan berada di atas level melakukan kebaikan. Karena berlomba dalam kebaikan mencakup mengerjakan, menyempurnakan, berusaha mengerjakannya (kebaikan) sebaik mungkin, dan bersegera terhadap sebuah kebaikan. Barangsiapa yang ketika di dunia ia gemar berlomba dalam kebaikan, maka kelak di akhirat ia akan mendapat kesempatan menjadi golongan yang lebih dahulu ke surga dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 72)

Dalam ayat yang lain, Allah ‘azza wajalla menyifati orang-orang mukmin sebagai orang yang bersegera dan berlomba dalam kebaikan,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60)  أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61)

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 60-61)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

في ميدان التسارع في أفعال الخير، همهم ما يقربهم إلى الله، وإرادتهم مصروفة فيما ينجي من عذابه، فكل خير سمعوا به، أو سنحت لهم الفرصة إليه، انتهزوه وبادروه، قد نظروا إلى أولياء الله وأصفيائه، أمامهم، ويمنة، ويسرة، يسارعون في كل خير، وينافسون في الزلفى عند ربهم، فنافسوهم. ولما كان السابق لغيره المسارع قد يسبق لجده وتشميره، وقد لا يسبق لتقصيره

Dalam hal bersegera mengerjakan kebaikan, obsesi mereka adalah setiap perbuatan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Harapan mereka hanya ingin bebas dari siksa neraka. Setiap kebaikan yang mereka dengar atau ada kesempatan melakukannya, maka mereka akan segera bertindak saat itu juga. Mereka melihat orang-orang terpilih Allah telah jauh melampaui mereka, dari sisi kanan dan kiri mereka. Maka, mereka bersegera mengerjakan kebajikan dan berusaha sedekat mungkin dengan Rabb mereka. Mereka begitu kekeuh.

Dan semangat seorang muslim dalam mengerjakan kebaikan, tidak hanya berlaku di sebagian hal dan meninggalkan sebagian yang lain. Syekh As-Sa’diy rahimahullah mengatakan bahwa semangat tersebut harus dimiliki di setiap ibadah wajib maupun sunah,

والخيرات تشمل جميع الفرائض والنوافل, من صلاة, وصيام, وزكوات وحج, عمرة, وجهاد, ونفع متعد وقاصر. ولما كان أقوى ما يحث النفوس على المسارعة إلى الخير, وينشطها, ما رتب الله عليها من الثواب

Dan kebaikan yang dimaksud mencakup ibadah wajib dan sunah. Berupa salat, puasa, zakat, haji, umrah, jihad, dan amalan jangka panjang maupun jangka pendek. Semakin kuat dorongan hati seseorang dalam bersegera dan giat dalam mengerjakan kebaikan, sebesar itu pula pahala yang Allah limpahkan kepada hamba tadi.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 72)

Baca Juga: Nasihat Bagi yang Terjerumus dalam Kesyirikan

Semangat mengerjakan kebaikan ini hendaknya tidak boleh padam di tengah jalan dengan menunda-nundanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا وَيُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ أَحَدُهُمْ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

Bersegeralah mengerjakan kebaikan sebelum datangnya fitnah yang seperti gelapnya malam. Sehingga ada di antara orang-orang yang paginya beriman, sore harinya telah kufur. Atau sebaliknya, di sore hari ia beriman, kemudian kufur di esok paginya. Mereka menukar agama mereka dengan perbendaharaan dunia.” (HR. Ahmad no. 8017 dan Muslim no. 118)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah mengatakan,

‌إياك ‌والتسويف، فإنك بيومك ولست بغدك، فإن يكن غد لك فكس في غد كما كست في اليوم، وإن لم يكن لك غد لم تندم على ما فرطت في اليوم

Jauhilah berkata “nanti, nanti”. Karena kamu adalah apa yang ada hari ini dan bukan esok hari. Jika esok kamu masih ada, berpikiranlah sebagaimana sebelumnya (menjadikan esok sebagai hari ini -pent). Kalaupun seandainya esok bukan jatahmu lagi, maka tiada penyesalan atas apa yang kau tunda-tunda di hari ini.” (Iqtidha Al-Ilmi Al-Amal, hal. 114)

Semoga Allah karuniakan taufik kepada hati kita untuk tidak menunda-nunda amalan kebaikan. Aamiin

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78781-bersegera-dan-berlomba-dalam-kebaikan.html

Pesan Kunci Bagi yang Sedang Berjuang Menjalani Cobaan Kehidupan

Saat ini kita sedang diuji oleh Allah Ta’ala dari cobaan perekonomian. Setelah melalui masa-masa sulit berhadapan dengan wabah Covid-19, kini kita pun dihadapkan dengan dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga bahan bakar yang bermuara pada kenaikan harga barang dan jasa. Tentu ini menjadi cobaan yang cukup berat. Ketika nilai pendapatan tidak berbanding lurus dengan harga barang dan jasa tersebut, maka ujian kehidupan pun dimulai.

Dalam keadaan sulit ini, banyak pilihan untuk menempuh jalan pintas yang seakan menjadi solusi atas segala permasalahan ekonomi. Mulai dari pinjaman online (pinjol) ribawi, judi online, investasi gharar, dan berbagai tawaran menggiurkan yang apabila tidak dibarengi dengan keimanan yang kokoh, kita pun bisa dengan mudahnya terjerumus ke dalam hal-hal yang melanggar batasan agama tersebut. Wal’iyadzubillah

Lantas, bagaimana sikap yang benar dalam menghadapi situasi sulit ini?

Pesan kunci dari salafus shalih

Saudaraku, engkau mungkin telah banyak mendengar nasihat-nasihat terbaik tentang kesabaran, ikhtiar maksimal, tawakal, dan tentang bagaimana memanjatkan doa-doa kepada Allah Ta’ala agar mendapatkan solusi atas segala permasalahan ekonomi yang sedang engkau hadapi.

Mungkin juga, engkau merasa bahwa semua jalan menuju solusi problematika kehidupan itu telah engkau tempuh dengan caramu yang kau anggap telah sempurna. Tapi, jalan itu masih terlihat samar dan jawaban atas permasalahan itu pun masih belum ada.

Lalu, apa yang salah dari itu semua?

Saudaraku, aku ingin menawarkan kepadamu satu kunci yang sejatinya telah engkau ketahui sejak lama. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun beserta para sahabat radhiyallahu ‘anhum dalam banyak riwayat selalu menyampaikan pesan kunci ini.

Pesan kunci itu adalah “gantungkanlah segala urusanmu kepada Allah”. Dengan bergantung sepenuhnya pada Allah, niscaya akan diberikan petunjuk bagaimana menjadi seorang yang takwa. Dengan menjadi orang yang bertakwa, maka akan ada jalan keluar yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadamu.

Ketergantungan para salafus shalih kepada Allah

Ketergantungan kepada Allah dalam bahasa syariat disebut tawakal. Kita tentu familiar dengan kata ini. Namun, lihatlah diri kita, kemudian tanyakan kepadanya tentang tawakal yang dipahami dan bagaimana mempraktikkannya?

Ambil contoh kecil ketika kita dihadapkan dengan perbedaan pendapat tentang suatu perkara agama. Kita cenderung merasa bahwa kita mampu menemukan jawaban yang lebih mendekati kebenaran dengan cara mencari referensi, mendengarkan fatwa ulama, atau bahkan memutuskan sendiri pendapat yang benar.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kita doa berikut ini:

اللهمَّ ربَّ جِبرائيل، ومِيكائيل، وإسرافيل، فاطرَ السماوات والأرض، عالمَ الغيب والشهادة، أنت تحكم بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون، اهدني لما اختُلِف فيه من الحق بإذنك، إنَّك تهدي مَن تشاء إلى صراطٍ مستقيمٍ

Ya Allah! Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil. Pencipta langit dan bumi, Zat Yang mengetahui perkara gaib dan tampak. Engkaulah yang menetapkan keputusan apa yang diperselisihkan di antara hamba-hamba-Mu. Tunjukkanlah aku kepada kebenaran yang diperselisihkan (manusia) dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.” (HR. Muslim, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Maksudnya, bahkan dalam menghadapi perkara kecil pun kita dianjurkan untuk melaksanakan salat dan membaca doa ini sebagai istiftah guna mendapatkan petunjuk kebenaran atas perkara tersebut. Demikianlah salah satu contoh kecil bagaimana mempraktikkan tawakal dalam kehidupan.

Lebih lanjut, apabila kita mempelajari sirah tentang bagaimana para salafus shalih bertawakal kepada Allah, bahkan dalam perkara-perkara kecil, maka akan kita dapati betapa mereka benar-benar ketergantungan pada Allah Ta’ala.

Bukankah ini pertanda bahwa mereka begitu dekat dengan Rabbnya?

Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha mengatakan,

سَلُوا اللَّهَ كُلَّ شَيءٍ حَتَّى الشِّسعَ

Mintalah kepada Allah, bahkan meminta tali sendal sekalipun.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2: 42, Al-Albani berkata, “mauquf jayyid” dalam Silsilah Adh-Dha’ifah no. 1363)

Saudaraku, bayangkan! Perkara tali sendal pun mereka merasa bahwa hanya kepada Allah tempat mengadu. Bahkan hingga urusan garam dan tali kekang untuk ternaknya pun mereka selalu menggantungkan urusan itu kepada Allah Ta’ala.

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,

وكان بعض السلف يسأل الله في صلاته كل حوائجه حتى ملح عجينه وعلف شاته

Dahulu para salaf meminta kepada Allah dalam salatnya, semua kebutuhannya sampai-sampai garam untuk adonannya dan tali kekang untuk kambingnya.” (Jami’ Al-Ulum wal-Hikam, 1: 225)

Buah manisnya ketergantungan kepada Allah

Subhanallah! Sungguh mengesankan sikap para salafus shalih dalam menyikapi berbagai permasalahan yang mereka hadapi.

Maka, apabila perkara kecil saja mereka yakini bahwa Allahlah Yang Mahapengatur semuanya, konon lagi dalam perkara-perkara yang lebih besar seperti cobaan perekonomian dan kemiskinan?

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً

Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad (1: 30), Tirmidzi no. 2344, Ibnu Majah no. 4164, dan Ibnu Hibban no. 402 dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu)

Dalam Kitab Madarijus Salikin (2: 128) Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata,

“Perhatikanlah ganjaran-ganjaran yang akan diterima oleh orang yang bertawakal yang mana ganjaran itu tak diberikan kepada orang lain selain yang bertawakal kepada-Nya. Ini membuktikan bahwa tawakal adalah jalan terbaik untuk menuju ke tempat di sisinya dan perbuatan yang amat dicintai Allah.”

Oleh karenanya, bertawakallah kepada Allah dalam urusan apapun. Terlebih dalam menghadapi permasalahan ekonomi yang saat ini melanda negeri. Sungguh, perkara ini sangat kecil bagi Allah Ta’ala. Allah Mahakaya atas segala hal, mengapa kita tidak menggantungkan (bertawakal) semua itu kepada Allah?

Tawakal dan ikhtiar

Namun demikian, pemahaman tentang tawakal harus benar-benar dimengerti secara menyeluruh sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum telah ajarkan kepada kita.

Bertawakal bukan berarti pasrah begitu saja dengan keadaan yang ada. Tentunya, seorang mukmin senantiasa membarengi tawakal dengan ikhtiar. Meyakini bahwa solusi akan diperoleh dengan izin Allah Ta’ala melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam rangka mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra`d: 11)

Wallahu a’lam

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78784-pesan-kunci-bagi-yang-sedang-berjuang-menjalani-cobaan-kehidupan.html

KH Cholil Nafis Jadi Saksi Ahli di MK, Tegaskan Nikah Beda Agama Haram

Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI), KH Cholil Nafis menegaskan bahwa nikah beda agama hukumnya haram.

Penegasan itu disampaikan Kiai Cholil saat menjadi saksi ahli fiqh dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) soal pernikahan beda agama.

“Saya tegaskan para ulama di organisasi Islam Indonesia sepakat bahwa pernikahan beda agama tidak sah dan haram,” ujarnya dalam keterangannya pada Senin (26/09/2022).

Dalam UU 39/1999 tentang HAM pasal 10, kata Kiai Cholil, menjelaskan bahwa perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pada UU ini, tambah Kiai Cholil, sahnya perkawinan apabila sesuai dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Hal tersebut pun dipertegas pada UU 1/1974 Tentang Perkawinan pasal 2 ayat 1 bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.

“Menunjukkan perkawinan dinyatakan sah manakala ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya,” tegas kiai yang juga Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah ini.

Ia juga menerangkan bahwa dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 4 dikatakan, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai UU 1/1974 pasal 40.

Pada pasal ini, tambahnya, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu; seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Selain itu, pasal 44 KHI juga menyebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.

Hal ini pun diperkuat dalam pasal 61 yang menyebut bahwa tidak sekufu (serasi) tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah pernikahan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien.

Kiai Cholil mengutip Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْن

Artinya: “Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Sebab diturunkannya ayat ini dari al-Muqatil bahwa Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy yang musyiarikah.

Padahal, jelas Kiai Choli, Ibnu Abi Martsad adalah seorang Muslim. Oleh karena itu, Rasul melarang menikahinya, lantas turunlah ayat tersebut.

Kiai Cholil mengatakan, Ibnu Katsir juga mengharamkan orang mukmin menikah dengan orang musyirkah yang menyembah berhala.

“Lalu ayat ini menggeneralisir hukum haramnya menikah dengan orang musyirik dari kitabiyah dan watsaniyah. Tetapi mengecualikan pernikahan Muslim dengan kitabiyah dengan dalil al-Maidah ayat 5,” urainya.

Masih menurut Kiai Cholil, Abdullah bin Umar dan Sahabat menyatakan bahwa haram dan tidak sahnya menikah dengan ahli kitab karena mereka telah mengubahnya dan menyatakan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala adalah yang ketiga dari ketiga tuhan (trinitas).

“Maka sebenarnya mereka telah menyekutukan Allah Subhanahu Wata’ala (syirik) dalam akidah. Mereka mentakwilkan kepada makna yang lebih dekat, ialah boleh menikah dengan Ahli Kitab di zaman turunnya ayat ini (karena) belum banyak perempuan muslimah. Sehingga diberi dispensasi oleh Allah SWT,” urainya.

Sedangkan masa kini, kata Kiai Cholil, sudah banyak perempuan Muslimah. Maka dari itu, ia menegaskan, dispensasi itu telah hilang dan hukumnya haram menikah dengan ahli kitab.

Ia juga menerangkan, pada Quran Surah Al-Mumtahah ayat 10, Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang Muslim menikah dengan orang kafir.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ – ١٠

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

“Al-Mumtahah ayat 10 ketika perempuan yang datang dari musyrik Makkah dikecualikan jika setelah diuji ternyata ia beriman kepada Allah. Maka tidak boleh dikembalikan kepada musyrikan Mekkah. Sebab, mukmin tidak halal menikah dengan wanita kafir dan muslimah tidak halal dinikahi laki-laki kafir,” jelasnya.

Kiai Cholil mengungkapkan, MUI, NU, dan Muhamadiyah telah menetapkan fatwa terkait hukum pernikahan beda agama. Ketiganya menetapkan bahwa pernikahan beda agama haram dan tidak sah.

Ia menerangkan, para ulama juga telah sepakat bahwa pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki Muslim maupun perempuan Muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan haram.

“Begitu juga pernikahan perempuan Muslimah dengan musyrik, kafir atau kitabi hukumnya tidak sah dan haram,” ungkapnya.

Walau demikian, Kiai Cholil mengungkapkan, pernikahan laki-laki Muslim dengan perempuan kitabiyah atau Yahudi dan Nasrani ada perbedaan pendapat antara ulama salaf.

“Namun ulama kontemporer, khususnya ulama-ulama yang tergabung di Ormas Islam di Indonesia sepakat hukum nikah beda agama secara mutlah tidak sah dan haram,” pungkas Kiai Cholil dikutip website resmi MUI.*

HIDAYATULLAH

Amphuri Sudah Prediksi Bakal ada Jamaah Gagal Berangkat karena Vaksin

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) telah memprediksi bakal ada kejadian jamaah gagal berangkat karena vaksin meningitis. Untuk itu Amphuri mendesak pemerintah tidak memaksakan diri menerapkan regulasi, jika tidak bisa menyediakan vaksin meningitis dan buku kuning.

“Warning Amphuri terbukti. Akhirnya sudah mulai korban berjatuhan,” kata Ketua Umum DPP Amphuri, Firman M Nur, kepada Republika, Senin (26/9/2022).

Pada kesempatan ini, Firman secara organisasi dan pribadi menyampaikan prihatin dengan nasib 94 jamaah umroh asal Jawa Timur gagal berangkat. Kegagalan ini karena Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Jawa Timur yang melakukan verifikasi kartu kuning sebagai syarat sudah divaksin miningitis tidak ada di tempat.

“Amphuri menyampaikan rasa prihatin atas gagalnya rombongan sekitar 94 orang dari bandara Juanda Surabaya pagi ini,” ujarnya.

Firman memastikan, DPP Amphuri sudah mengingatkan pemerintah bahwa akan timbul kegagalan keberangkatan Umrah akibat memberlakukan kebijakan tentang ICV miningitis yang berlebihan. Apalagi saat ini terjadi kelangkaan vaksin miningitis bagi jamaah umroh.

“Dan bahkan beberapa KKP sudah menutup pelayanan vaksin miningitis karena habis stok,” katanya.

Firman memastikan, Amphuri telah mengusulkan agar Kemenkes melakukan diskresi atas ketentuan kewajiban ICV miningitis bagi jamaah Umrah. Apalagi Pemerintah Arab Saudi sudah tidak memeriksa vaksin miningitis kepada jamaah umroh termasuk jamaah dari Indonesia.

“Karena sebagaimana informasi dari Konjen RI Jeddah, bapak Eko Hartono bahwa KSA sudah tidak memeriksa ICV miningitis di bandara kedatangan KSA,” katanya.

Untuk itu Firman mempertanyakan, kenapa Indonesia masih mewajibkan vaksin sebagai syarat keberangkatan umroh. Padahal Arab Saudi sudah tidak menjadi vaksin meningitis sebagai syarat utama.

“Kenapa kita memaksakan sesuatu yang sudah tidak menjadi persyaratan utama bagi jamaah di KSA?” katanya.

Firman meminta kegagalan keberangkatan ini perlu dilakukan kajian yang mendalam agar tidak terulang kembali dilain waktu. Karena hal dapat mengganggu pelayanan Penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU).

“Ini yang mengakibatkan kerugian besar bagi PPIU dan semua jamaahnya,” katanya.

IHRAM