Bersedekah atas Nama Orang Tua

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Abu Daud dari Abdullah bin Abbas RA, bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW:

“Ibuku meninggal dunia. Apakah akan bermanfaat baginya apabila aku bersedekah atas namanya?”

“Beliau menjawab” Ya.” Dia berkata. “Aku memiliki sebidang kebun aku mempersaksikanmu bahwa aku menyedekahkannya atas nama ibuku.”

Diriwayatkan oleh para penulis kitab hadits yang enam selain At-Tirmidzi dan Aisyah Ra:

Bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah SAW. “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak.” Aku kira kalau dia sempat bicara sebelumnya, untuk dia akan bersedekah. Bolehkah aku bersedekah atas namanya? 

Rasulullah SAW menjawab, “ya.” 

Diriwayatkan juga oleh Ibnu khuzaimah dalam shahihnya (4/124) diriwayatkan oleh Ath-Barani dalam kitab Al-Mujam Al Kautsar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Seseorang apabila ingin bersedekah, hendaknya bersedekah atas nama kedua orang tuanya. Apabila mereka berdua muslim sehingga kedua orang tuanya mendapatkan pahala dan dia pun mendapatkan pahala yang sama dengan pahala yang didapatkan oleh kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala mereka berdua sedikitpun.”

Diriwayatkan oleh Malik dan An Nasa’i dari Said bin Amr bin Syuhrabil bin Ubadah, dari bapaknya dari kakeknya: 

Saad bin Ubadah pergi berperang bersama Nabi SAW, sementara ibunya akan meninggal dunia di kota Madinah. Dikatakan kepadanya, “Buat lah wasiat.” Dia menjawab, “wasiat untuk apa? semua harta yang ada ini adalah milik Saad.”

Dia pun meninggal dunia sebelum saat pulang. Setibanya saat di rumah, hal itu diceritakan kepadanya. Dia bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah apakah akan bermanfaat baginya apabila aku bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” 

Saad mengatakan, “Kebun demikian dan demikian dia sebutkan namanya aku Sedangkan atas namanya.” 

Dari Abu Hurairah Ra,  ada seorang yang bertanya kepada Nabi SAW “bapakku meninggal dunia dan meninggalkan warisan, tetapi dia tidak sempat membuat wasiat. Apakah dosanya bisa terampuni apabila aku bersedekah atas namanya? Beliau menjawab, “Ya” 

Riwayatkan oleh Abu Daud dan an-Nasa’i dari saat bin ubadah ra, bahwa ia berkata, “Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia. Sedekah apa yang terbaik?” Beliu menjawab,”Air” 

Dia lalu menggali sumur dan mengatakan, “ini untuk ibu Saad.” 

Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwanya Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang menggali sumur maka tidak lah minum darinya makhluk hidup dari kalangan jin, manusia ataupun burung melainkan Allah akan memberinya pahala di hari kiamat. Barang siapa yang membangun masjid sebesar kandang kucing atau bahkan lebih kecil dari itu akan membangunkan rumah baginya di Surga. 

Diriwayatkan oleh Ibnu khuzaimah dalam shahihnya (2/269). Pentahqiqknya Musthafa al-A’azhami berkomentar. “Sanadnya sahih,” Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah.

KHAZANAH REPUBLIKA

Petrus Venerabilis dan Sejarah Studi Islam di Barat

Petrus Venerabilis yang menyimpulkan Islam sekte terkutuk membentuk, membiayai sekaligus membuat tim menerjemahkan karya untuk misionaris Kristen berinteraksi dengan kaum Muslimin, yang ujungnya lahir studi Islam di Barat

Oleh: Adnin Armas  

Hidayatullah.com | PETRUS (Peter 1094-1156) adalah seorang tokoh terkemuka Gereja Katolik Roma (the Roman Catholic Church) pada ‘zaman pertengahan Barat.’ Sekalipun usianya baru tujuh belas tahun (1111), Petrus diangkat sumpah sebagai seorang pendeta dalam sebuah biara di Sauxillanges, Prancis.

Tiga tahun setelah itu, ia menjadi rahib di biara Vézelay. Kemudian dia berpindah ke biara Domene. Pada usianya yang ketiga puluh (1124), Petrus diangkat sebagai “Bapak” (Abbot) Cluny di Prancis. Cluny adalah Gereja yang paling berpengaruh di Kristen Eropa pada ‘zaman pertengahan Barat.’

Disebabkan kualitas yang dimilikinya, Petrus digelar dengan the Venerable (yang terhormat). Petrus Venerabilis (Peter the Venerable) yang dikenal juga sebagai Pierre Maurice de Montboissier meninggal di Cluny (sekarang lokasinya di Mâcon, Prancis) pada tanggal 25 Desember 1156.

Merintis studi Islam di Barat

Sekitar tahun 1141-1142, Petrus Venerabilis berkunjung ke Toledo, Spanyol. Kedatangannya untuk mengkaji Islam secara serius.

Petrus memulainya dengan membentuk, membiayai sekaligus menugaskan sebuah tim yang akan menerjemahkan karya berseri dan bisa dijadikan landasan bagi para misionaris Kristen ketika berinteraksi dengan kaum Muslimin. Robert dari Ketton (Inggris), yang merupakan salah seorang anggota tim penerjemah yang dibentuk Petrus, menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin.

Disebabkan kualitas yang dimilikinya, Petrus digelar dengan the Venerable (yang terhormat). Petrus Venerabilis (Peter the Venerable) yang dikenal juga sebagai Pierre Maurice de Montboissier meninggal di Cluny (sekarang lokasinya di Mâcon, Prancis) pada tanggal 25 Desember 1156.

Merintis studi Islam di Barat

Sekitar tahun 1141-1142, Petrus Venerabilis berkunjung ke Toledo, Spanyol. Kedatangannya untuk mengkaji Islam secara serius.

Petrus memulainya dengan membentuk, membiayai sekaligus menugaskan sebuah tim yang akan menerjemahkan karya berseri dan bisa dijadikan landasan bagi para misionaris Kristen ketika berinteraksi dengan kaum Muslimin. Robert dari Ketton (Inggris), yang merupakan salah seorang anggota tim penerjemah yang dibentuk Petrus, menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin.

Hanya menjelang akhir abad ke-17, tepatnya pada tahun 1698, terjemahan Robert sudah tidak digunakan lagi. Sebabnya, Ludovico Marracci (1612-1700), seorang Pendeta Italia yang mengkaji Al-Qur’an selama 40 tahun, telah menerjemahkan Al-Qur’an sekali lagi ke dalam bahasa Latin dengan judul Alcorani Textus Receptus (Teks Al-Qur’an yang Standart).

Ludovico Marracci mencatat serta merevisi berbagai kelemahan terjemahan Robert. (Lihat Hartmut Bobzin, “A Treasury of Heresies”: Christian Polemics against the Koran, dalam The Qur’an as Text, editor Stefan Wild, Leiden: E. J. Brill, 1996).

Motif Petrus Venerabilis mengkaji Islam adalah untuk “membaptis pemikiran kaum Muslimin.” Dalam pandangannya, kaum Muslimin perlu dikalahkan bukan saja dengan ekspedisi militer, namun juga dengan pemikiran.

Berbeda dengan sikap para tokoh terkemuka Katolik yang memprovokasi semangat tempur Laskar Kristus dalam  Perang Salib periode kedua (1145-1150), Petrus Venerabilis menyatakan:

“Kelihatannya aneh, dan mungkin memang aneh, aku, seorang manusia yang yang sangat berbeda tempat dari kamu, berbicara dengan bahasa yang berbeda, memiliki suasana kehidupan yang terpisah dari suasana kehidupanmu, asing dengan kebiasaanmu dan kehidupanmu, menulis dari jauh di Barat kepada manusia yang tinggal di tanah-tanah Timur dan Selatan. Dan dengan perkataanku itu, aku menyerang mereka yang aku tidak pernah melihat, orang yang mungkin aku tidak pernah lihat. Namun aku menyerangmu bukan sebagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan akal; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta… aku sungguh mencintaimu, aku memang menulis kepadamu, aku mengajakmu kepada keselamatan.” (Dikutip dari James Kritzeck, “Robert of Kettons’ Translation of the Qur’an, The Islamic Quarterly No. 2 tahun 1955).

Untuk mendapatkan sokongan atas usaha intelektualnya, Petrus Venerabilis mengirim surat kepada Bernard dari Clairvaux (±1090-1153), seorang tokoh terkemuka Gereja Katolik di Prancis yang memainkan peran penting dalam Perang Salib. Dalam suratnya kepada Bernard dari Clairvaux (Epistola Petri Cluniacensis ad Bernardum Caraevallis), Petrus Cluny menyatakan sekiranya apa yang dilakukannya dianggap tidak berguna, karena senjata untuk mengalahkan musuh (Islam) bukan dengan pemikiran, namun kerja-kerja ilmiah seperti itu tetap akan ada manfaatnya. Jika orang-orang Islam yang sesat tidak bisa diubah, maka sarjana Kristen akan bisa menasehati orang-orang Kristen yang lemah imannya. (Lihat Maxime Rodinson, “The Western Image and Western Studies of Islam,” dalam The Legacy of Islam, editor Joseph Schacht dengan C. E. Bosworth, Oxford: Oxford University Press, edisi kedua, 1974).

Sekalipun pada zamannya usaha Petrus Venerabilis tidak mendapat sambutan, namun perjalanan waktu justru menunjukkan cita-citanya menjadi kenyataan.   Kini, setelah kurang lebih 850 tahun kematiannya, para calon intelektual Muslim banyak yang belajar mengenai Islam (Islamic Studies) dari orang-orang Kristen. Petrus dengan kerja-kerja ilmiah bukan saja telah memprakarsai ketertarikan sarjana Kristen kepada studi Islam, bahkan telah  ‘menaklukkan pemikiran’ sebagian sarjana Muslim yang lemah iman dan kurang ilmu.

Petrus venerabilis dan pemikiran Islam

Selain menugaskan para sarjana Kristen untuk menerjemahkan teks-teks Arab yang penting, Petrus Venerabilis sendiri menulis mengenai Islam. Karyanya mengenai Islam ada dua: Summa Totius Haeresis Saracenorum (Semua Bid’ah Tertinggi Orang-Orang Islam) dan Liber contra sectam sive haeresim Saracenorum (Buku Menentang Cara Hidup atau Bid’ah orang-orang Islam).

Dalam karyanya Summa, Petrus Venerabilis menghujat pandangan Islam mengenai Tuhan, Isa as., Rasulullah ﷺ, Qur’an, penyebaran Islam dan menamakan Islam sebagai Kristen yang sesat (Islam as a Christian heresy). (Lihat Dikutip dari Allan Cutler, “Petrus the Venerable and Islam,” Journal of the American Oriental Society 86:1966).

Pendapat Petrus mengenai Islam berasal dari beberapa sarjana Kristen pendahulunya yang menetap di Spanyol dan beberapa karya anggota tim penerjemah yang dibentuknya. Gagasan Petrus mengenai Al-Qur’an berdasarkan kepada karya anggota tim penerjemah, yaitu  Petrus dari Toledo (Petrus Toletanus) yang telah menerjemahkan karya Risalah ‘Abd allah ibn Ismail al-Hashimi ila ‘Abd al-Masih ibn Ishaq al-Kindi wa risalat al-Kindi ila al-Hashimi (Surat ‘Abdullah ibn Ismail al-Hashimi kepada Abdul Masih al-Kindi dan Surat al-Kindi kepada al-Hashimi) ke dalam bahasa Latin pada tahun 1141 dengan judul Epistula Saraceni et Rescriptum Christiani (Surat Seorang Muslim dan Jawaban Seorang Kristen).

Mengulangi pendapat Abdul Masih al-Kindi (nama samaran), Petrus Venerabilis menyatakan Al-Qur’an tidak terlepas dari peran setan. Dalam pandangannya, ketika Mohammed menyangkal Kristus adalah Tuhan atau Anak Tuhan, maka sangkalan itu merupakan rancangan setan (diabolical plan). Setan telah mempersiapkan Mohammed, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim seorang informan kepada Mohammed, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture).

Petrus Venerabilis menyimpulkan Islam adalah sekte terkutuk sekaligus berbahaya (execrable and noxious heresy), doktrin berbahaya (pestilential doctrine), ingkar (impious) dan sekte terlaknat (a damnable sect) dan Mohammed adalah orang jahat (an evil man). (Lihat Jo Ann Hoeppner Moran Cruz, “Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe” dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe, editor Michael Frasseto and Davis R. Blanks, New York: St. Martin’s Press, 1999).

Oleh sebab itu, Petrus mengajak orang-orang Islam ke jalan keselamatan karena dalam keyakinannya tidak ada keselamatan di luar Gereja (extra ecclesiam nulla salus). Saat ini, motif ‘zaman pertengahan’ memang sudah tidak banyak digunakan oleh para orientalis/Islamolog kontemporer. Pendekatan yang digunakan orientalis kontemporer dalam studi Islam adalah dengan menggunakan kajian kritis-historis.

Bagaimanapun, kajian kritis-historis tersebut juga tidak terlepas dari pengalaman pandangan hidup Kristen terhadap agamanya. Jadi, paradigma ‘zaman pertengahan’ dengan zaman kontemporer tetap sama, yaitu mengkaji Islam tetap dalam perspektif pandangan hidup Kristen, padahal sebenarnya Islam memiliki pandangan hidupnya tersendiri, yang berbeda bahkan bertentangan dengan pandangan hidup agama lain.*

Oleh: Adnin Armas  

Penulis buku “Metodologi Bibel Dalam Studi Al-Qur’an”. Artikel diambil dari laman INSISTSnet

HIDAYATULLAH

Bolehkah Makan Makanan Buatan Orang Kafir?

Pertanyaan:

Bolehkah makan di restoran milik orang kafir atau bolehkan makan makanan buatan orang kafir? Namun yang dimakan bukan makanan yang jelas haram seperti daging babi, daging anjing dan semisalnya? Yang dimakan semisal roti-rotian, puding, atau daging ayam, daging sapi, daging kambing. Mohon penjelasannya.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Tentang hukum makan makanan buatan orang kafir, perlu dirinci menjadi beberapa rincian:

Pertama, dibolehkan memakan makanan non-daging buatan nonmuslim, baik Ahlul Kitab atau selain mereka. Seperti roti, kue, puding, permen, keripik, dan semisalnya yang tidak mengandung daging. Tentunya selama makanan tersebut halal bahannya, tidak ada zat haram di dalamnya. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. al-An’am: 121)

Yang dilarang dalam ayat ini adalah daging sembelihan. Adapun sayuran, buah-buahan, makanan laut, kue, dan lainnya dari orang kafir maka tidak ada masalah selama tidak ada zat haram di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah makan makanan buatan orang Yahudi. Dalam hadits Aisyah radhiyallahu ’anha, ia berkata:

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من حديدٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut.” (HR. Bukhari no. 2068)

Dan makanan non-daging, serta minuman, selama secara zahir tidak diketahui terdapat zat haram di dalamnya, maka hukum asalnya halal. Kaidah fiqhiyyah yang disebutkan para ulama:

الأصل في الأطعمة الإباحة إلا ما ثبت النص بتحريمه

“Hukum asal makanan adalah mubah, kecuali yang terdapat dalil pengharamannya.”

Sekedar adanya keraguan tentang keberadaan zat haram di dalamnya, tidak mengubah hukum asalnya yaitu mubah. Kecuali diyakini atau terdapat sangkaan kuat bahwa di dalamnya ada zat haram, baru bisa dihukumi sebagai makanan haram. Kaidah fiqhiyyah lainnya yang disebutkan para ulama:

اليقين لا يزول بالشك

“Sesuatu yang yakin tidak bisa gugur dengan keraguan.”

Kedua, dibolehkan bagi seorang muslim untuk memakan daging sembelihan dari kaum Nasrani atau Yahudi. Berdasarkan firman Allah ta’ala:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.” (QS. al-Maidah: 5)

Kebolehan memakan daging sembelihan dari kaum Yahudi dan Nasrani harus memperhatikan 3 syarat:

1. Daging tersebut disembelih dengan cara yang benar, yaitu dzabh atau nahr.Dzabh artinya memotong tenggorokan dari saluran makan hingga saluran darah” (Lisaanu Arab). “Nahr artinya cara menyembelih unta, yaitu dengan menusuk unta di bawah leher unta di bagian dada“ (Mu’jam Lughatil Fuqaha).

Jika menyembelihnya dengan cara dicekik, dipukul, disetrum, dan cara lainnya, maka ini tidak halal dagingnya. Allah ta’ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS. al-Ma’idah: 3)

2. Daging tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah. Allah ta’ala berfirman:

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. al-An’am: 121)

3. Tidak diketahui ada zat haram dalam daging tersebut atau dalam proses memasaknya. Jika diketahui ada zat yang haram dalam daging tersebut, maka haram pula memakannya.

Bagaimana jika seseorang tidak mengetahui daging sembelihan Nasrani atau Yahudi itu? Bagaimana cara penyembelihan mereka? Dan apakah mereka menyebut nama Allah atau tidak? Dan apakah mereka mereka membubuhi zat haram dalam daging tersebut? 

Jawabnya, jika memang itu semua tidak diketahui, maka daging sembelihan Nasrani atau Yahudi tersebut hukum asalnya halal. Berdasarkan sebuah hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

 أَنَّ قَوْمًا قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ ، لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ )

“Ada beberapa orang yang berkata: wahai Rasulullah, kami mendapatkan daging dari kaum yang lain. Dan kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau tidak ketika menyembelih. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau demikian, sebutlah nama Allah sebelum kalian memakannya, lalu makanlah”.” (HR. Bukhari no. 2057)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Allah ta’ala membolehkan kita untuk makan daging yang tidak diketahui apakah penyembelihnya menyebut nama Allah atau tidak. Demikian juga dibolehkan untuk memakan daging yang kita tidak mengetahui apakah ia disembelih dengan cara yang benar atau tidak. Karena suatu perbuatan yang sudah terjadi, jika itu dilakukan oleh orang yang layak melakukannya, maka hukum asalnya perbuatan tersebut sah, kecuali ada bukti ketidakabsahannya. Maka jika datang kepada kita, daging sembelihan dari seorang Muslim, atau seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, tidak perlu kita bertanya: “Bagaimana cara kamu menyembelih?”. Tidak perlu kita bertanya: “Apakah kamu menyebut nama Allah ketika menyembelih?”. Daging tersebut halal selama tidak ada bukti bahwa daging tersebut haram. Ini adalah kemudahan dari Allah ta’ala.” (Liqa’at Babil Maftuh, 1/77)

Ketiga, makanan berupa hewan air hukum asalnya halal walaupun dimasak oleh orang kafir. Seperti ikan, udang, kepiting, cumi-cumi, dan semisalnya, ini semua hukum asalnya halal. Allah ta’ala berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ

“Dihalalkan bagi kalian semua hewan laut dan makanan dari laut.” (QS. al-Maidah: 96)

Hukum asalnya halal walaupun yang memasak adalah orang kafir, karena hewan air tidak butuh untuk disembelih agar menjadi halal. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang laut:

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud no. 83, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Daud)

Artinya, hewan-hewan air yang dimakan dalam kondisi sudah mati tanpa penyembelihan itu statusnya bangkai namun halal dimakan. Para ulama al-Lajnah ad-Daimah mengatakan:

الأصل في حيوان البحر الذي لا يعيش عادة إلا فيه : الحل

“Semua hewan laut yang hanya hidup di air, hukum asalnya halal.” (Fatawa al-Lajnah, 22/313)

Dengan catatan, masakan berupa hewan air yang dimasak orang kafir hukum asalnya halal selama tidak diketahui ada zat haram yang dicampurkan ke dalamnya.

Keempat, tidak boleh memakan daging sembelihan nonmuslim yang bukan Yahudi atau Nasrani. Seperti sembelihannya orang Majusi, pemeluk agama Hindu, Budha, Konghucu, demikian juga orang yang atheis, dan murtad. Sembelihan mereka tidak halal dimakan. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. al-An’am: 121)

Dan karena yang dihalalkan oleh Allah adalah sembelihan Ahlul Kitab, sebagaimana di dalam surat al-Maidah ayat 5 yang sudah disebutkan di atas. Sehingga mafhumnya, sembelihan orang kafir selain Ahlul Kitab, tidaklah halal. Dan ini adalah kesepakatan para ulama. Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan:

وأجمَعوا أنَّ المجوسيَّ والوَثَنيَّ لو سمَّى اللهَ لم تؤكَلْ ذَبيحتُه

“Para ulama sepakat bahwa sembelihan orang Majusi, atau penyembah berhala, walaupun mereka menyebut nama Allah, tetap tidak boleh dimakan sembelihannya.” (Al-Istidzkar, 5/520)

Ibnu al-Qathan rahimahullah juga mengatakan:

وأجمعوا أنَّ المجوسيَّ والوَثَنيَّ لو سَمَّى اللهَ لم تؤكَلْ ذبيحتُه… وأجمعوا أنَّ ذبائح المرتَدِّين حرامٌ على المسلمينَ

“Para ulama sepakat bahwa sembelihan orang Majusi atau penyembah berhala, walaupun mereka menyebut nama Allah, tetap tidak boleh dimakan sembelihannya … Dan mereka juga sepakat bahwa sembelihan orang yang murtad hukumnya haram bagi kaum Muslimin.” (Al-Iqna’ fi Masail al-Ijma’, 1/321)

Setelah rincian-rincian di atas, andaikan seseorang tetap ragu terhadap kehalalan makanan buatan orang kafir karena adanya indikasi-indikasi keharaman di dalamnya, maka yang utama adalah menghindarinya dan lebih memilih makanan yang dibuat oleh kaum Muslimin. Dari al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دَع ما يَريبُكَ إلى ما لا يَريبُكَ

“Tinggalkan yang meragukanmu dan beralihlah kepada yang tidak meragukanmu” (HR. Ahmad no.12120, dishahihkan Syaikh Syu’aib al-Arnauth)

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/40056-bolehkah-makan-makanan-buatan-orang-kafir.html

Benarkah Sholat Orang yang Sudah Menikah Itu Lebih Utama?

Salah satu tujuan menikah adalah untuk menyalurkan hasrat kepada jalan yang dihalalkan oleh syariat. Selain itu, pasangan suami istri yang melakukan hubungan badan setelah menikah juga dapat dinilai ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah Swt. Bahkan, dalam keyakinan beberapa masyarakat sholatnya orang yang menikah itu lebih utama daripada yang belum menikah. Lantas, benarkah sholat orang yang sudah menikah itu lebih utama?

Dalam literatur kitab hadis, dijumpai beberapa keterangan yang menyatakan bahwasanya Nabi pernah bersabda 2 rakaat sholatnya orang yang sudah menikah itu lebih utama daripada 70 rokaatnya orang yang masih belum menikah. Hal ini karena orang yang telah menikah dinilai lebih fokus daripada yang belum menikah. Namun, ulama menyatakan bahwa hadis ini adalah hadis munkar.

Sebagaimana dalam kitab At-Taysiir Bi Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir, juz 2, halaman 70 berikut,

 ( ركعتان من المتزوج أفضل من سبعين ركعة من الأعزب ) لأن المتزوج مجتمع الحواس والأعزب مشغول بمدافعه الغلمة وقمع الشهوة فلا يتوفر له الخشوع الذي هو روح الصلاة …. وقال هذا حديث منكر

Artinya : “Dua rokaat dari seseorang yang menikah itu lebih utama daripada 70 rokaatnya orang yang belum menikah. Karena orang yang telah menikah telah terkumpul semua indranya, sementara yang belum manikah masih disibukkan untuk mengekang syahwatnya, maka dia tidak dapat memperoleh khusu’ yang merupakan ruh sholat…. Pengarang berkata hadis ini adalah hadis munkar.”

Selain itu, banyak juga para ulama yang menyatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis maudhu’ atau palsu karena rawinya dikenal sebagai pembohong di kala itu. Sebagaimana dalam keterangan kitab Faidh al-Qadir, juz 4, halaman 50 berikut,

وفي الميزان عن ابن معين أنه أحد الكذابين ثم أورد له هذا الخبر وقال البخاري : مجاشع بن عمرو منكر مجهول وحكم ابن الجوزي بوضعه 

Artinya : “Dalam kitab Miizaan dari Ibn Mu’in dinyatakan bahwa perawi ‘Uqaily termasuk salah satu pembohong kemudian mendatangkan hadits tersebut. Imam Bukhori berkata Mujaasyi’ Bin ‘Amr diinkari dan tidak diketahui. Dan Ibn al-Jauzi menghukumi hadis tersebut sebagai hadis maudhu’ (palsu).”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, Nabi pernah bersabda 2 rokaat sholatnya orang yang sudah menikah itu lebih utama daripada 70 rokaatnya orang yang masih belum menikah. Namun, ulama menilai hadis ini sebagai hadis munkar, ada juga yang menilainya sebagai hadis maudhu’.

Demikian penjelasan mengenai benarkah sholatnya orang yang sudah menikah itu lebih utama. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Kisah Habib Al-Ajami Dimudahkan Urusannya Karena Rajin Beribadah

Berikut kisah Syekh Habib Al-Ajami yang dimudahkan urusannya karena rajin ibadah. Syekh Habib Al-Ajami adalah tokoh sufi yang ternama di masanya. Beliau berasal dari kota Faris namun beliau pindah dan menetap di kota Basrah. Beliau pernah bertemu dengan Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirrin, dan beliau banyak mengambil riwayat hadits dari kedua-Nya. 

Di bawah ini adalah kisah ketekunan Syekh Habib Al-Ajami dalam beribadah, sehingga segala urusannya dimudahkan oleh Allah SWT. Syekh Fariduddin Attar dalam karyanya Tadzqiratul Auliya’ (Juz, 1 Hlm. 83-84) Menuturkan tentang ketekunan Syekh Habib Al-Ajami dalam beribadah.

Alkisah, Syekh Habib Al-Ajami awal mulanya adalah orang yang terkenal kaya raya, namun kekayaannya dihasilkan dari pekerjaan yang diharamkan, ia berprofesi sebagai rentenir. Setelah berhenti dari pekerjaannya sebagai rentenir ia jatuh miskin, dan tidak mempunyai harta sama sekali. Dalam keadaan miskin, istrinya selalu menuntut untuk dinafkahi.

Pada suatu hari Syekh Habib Al-Ajami keluar rumah, ia pergi ke tempat pertapaannya untuk melakukan ibadah, ketika pulang ke rumahnya, istrinya bertanya, “Kamu dari mana? Dan apa yang kamu lakukan”

Syekh Habib Al-Ajami menjawab, “Aku berkerja kepada seseorang” Si istri menimpalinya, “Kalau kamu bekerja mana gajimu?” Syekh Habib Al-Ajami menjawab, “Majikanku itu orang baik aku malu untuk meminta gajiku, biasanya ia menggaji kontan, aku dengar ia menggaji setelah bekerja sepuluh hari.”

Syekh Habib Al-Ajami sebenarnya tidak bekerja, ia hanya terus-menerus beribadah, ia pulang-pergi untuk melakukan ibadah ke tempat pertapaannya, setelah sampai sepuluh hari ia berfikir, dan berujar, “Nanti kalau aku pulang ke rumah tidak membawa sesuatu, sedangkan istriku menuntut gajiku” Ia terus berfikir dan memohon kepada Allah agar dimudahkan segala urusannya. 

Tiba-tiba datang serombongan orang  kerumah Syekh Habib Al-Ajami dengan membawa berbagai macam bahan pokok makanan. Ada yang membawa, beras, tepung, daging, madu, dan lain sebagainya. Dalam rombongan itu, ada pemuda yang sangat tampan, wajahnya bagaikan bulan purnama, ia membawa sebungkus uang dirham, lalu ia mengetuk pintu rumah Syekh Habib Al-Ajami.

Keluarlah istri Syekh Habib Al-Ajami, untuk menemui mereka. Dan Si pemuda berkata, “Aku diutus untuk mengantarkan gaji dari pekerjaan Syekh Habib Al-Ajami, katakan kepada Syekh Habib Al-Ajami teruslah bekerja, karena keluarganya membutuhkan gaji dari pekerjaannya, apabila ia giat bekerja gajinya akan dilipat gandakan.”

Kemudian rombongan itu, bergegas meninggalkan rumah Syekh Habib Al-Ajami. Setelah sepuluh hari di tempat pertapaannya, Syekh Habib Al-Ajami bertambah bingung, karena jika ia pulang pasti istrinya menuntut nafkah, Syekh Habib Al-Ajami terpaksa pulang ke rumahnya walau ia tidak membawa sesuatu.

Ketika Syekh Habib Al-Ajami sampai di pagar rumahnya, ia mencium bau masakan dari dapurnya, kemudian ia mengetuk pintu, dan disambut oleh istrinya dengan rasa senang dan bahagia. Si istri berkata, “Majikanmu sangat baik kepadamu, ia mengantarkan gajimu kepadaku.” 

Dan si istri menyampaikan pesan orang yang memberikan sesuatu itu, bahwa orang tersebut berpesan kepada Syekh Habib Al-Ajami, “Apabila Syekh Habib Al-Ajami giat bekerja maka gajinya akan dilipat gandakan.” Syekh Habib Al-Ajami keheranan setelah mendengarkan apa yang telah disampaikan oleh istrinya.

Syekh Habib Al-Ajami berkata kepada istrinya, “Dalam sepuluh hari ini, aku tidak melakukan sesuatu, kecuali hanya beribadah kepada Allah, Allah telah memberikan kebaikan kepadaku ketika aku memperbanyak melakukan ibadah.”

Semenjak peristiwa itu Syekh Habib Al-Ajami bersemangat melakukan ibadah, bahkan sampai akhir hayatnya. Ia berpaling dari kesibukan gemerlapnya dunia, dan ia melakukan ibadahnya dengan ikhlas, zuhud, dan wara’  sehingga ia menjadi waliyullah atau kekasih Allah, dan ia masyhur dengan doanya yang cepat terkabul, Oleh sebab itu, para pembesar dan rakyat jelata, berdatangan untuk minta di doakan. 

Demikian penjelasan kisah Habib Al-Ajami dimudahkan urusannya karena rajin beribadah. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Sejarah Maulid Nabi Muhammad dari Masa ke Masa

Artikel ini akan menjelaskan sejarah maulid Nabi Muhammad SAW dari masa ke masa. Sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW adalah acara rutin dilaksanakan oleh mayoritas kaum muslimin untuk mengingat, mengahayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah.

Menurut catatan Sayyid al-Bakri, sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anah Al Tholibin, juz 3, halaman 364 dan kitab Haul Al-Ihtifal Bidzikra Al-Maulid Al Nabawi Al-Syarif, halaman 58-59, pelopor pertama kegiatan maulid adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad.

Dikisahkan bahwa umat Islam porak-poranda setelah dikalahkan oleh tentara salib dalam perang salib atau The Crusade untuk perebutan masjidil Aqsha. Kekalahan tersebut menjadikan umat Islam kehilangan semangatnya. Tidak ada lagi semangat juang untuk merebut kembali masjid yang menjadi kiblat pertama kali bagi umat Islam ini. 

Untuk menumbuhkan semangat ini lalu Malik Mudhaffar Abu Sa’id yang lebih dikenal dengan sebagai Sultan Shalahuddin al-Ayyubi—“Saladin” dalam sebutan orang barat—mempunyai ide untuk membacakan cerita-cerita tentang perjuangan nabi Muhammad SAW. Dengan mendengar kisah tentang perjuangan nabi ini diharapkan semangat umat Islam kembali sehingga bisa lagi untuk merebut masjid al-Aqsha dari pendudukan laskar eropa (Prancis, Jerman, Inggris). 

Malik Mudzaffar pada waktu itu memang menyelenggarakan acara maulid dengan cukup meriah untuk ukuran masa sekarang sekalipun. Acara maulid nabi itu dihadiri oleh tokoh-tokoh ulama, sufi, pemerintah dan rakyat banyak.

Karena besarnya acara yang akan diselenggarakan, Mudhaffar sampai menyediakan tidak kurang dari 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 kaleng susu dan 30.000 hidangan kue dan beberapa kelengkapan lainnya. Diperkirakan semuanya menghabiskan biaya 300.000 dinar. 

Namun tentunya kemegahan acara ini bukan perwujudan kesombongan dan niat bermewah-mewah. Sebab Mudzaffar dikenal sebagai pribadi yang kharismatik, pemberani, patriotik, cerdas, alim, dan adil. Kalau kemudian maulid dibuat mewah, itu semata-mata merupakan perwujudan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW. 

Ini adalah salah satu pendapat tentang siapakah pencetus tradisi maulid. Menurut pendapat lain, tradisi maulid ini sudah ada di masa pemerintahan Fathimiyyah. (Baca juga: Kenapa Sahabat Nabi Tidak Merayakan Maulid?)

Perkembangan selanjutnya, perayaan maulid menyebar keseluruh penjuru dunia, termasuk ke Indonesia. Dalam hal ini, Sunan kalijogo sering disebut sebagai pencetus perayaan maulid di bumi nusantara. Pada masa itu, rakyat Indonesia masih dalam pelukan keyakinan Hindu-Budha. Sunan Kalijogo mencoba menyadarkan mereka untuk menuju jalan kebenaran. Banyak diantara mereka yang akhirnya masuk Islam. 

Mereka yang mau masuk Islam ini, oleh Sunan Kalijogo dikumpulkan untuk mengikrarkan syahadatain. Agar lebih mudah menarik perhatian mereka, beliau mengadakan acara yang menarik, dan salah satunya adalah acara perayaan maulid nabi di bulan rabi’ul awal. Sampai saat ini, peninggalan sejarah ini masih tampak pada acara sekaten yang marak diselenggarakan terutama di daerah Yogyakarta dan Solo.

Pada perkembangan selanjutnya, dari waktu ke waktu, khususnya di Indonesia, bentuk perayaan maulid terus mengalami modifikasi. Di setiap daerah mempunyai cara tersendiri dalam menyelenggarakannya. Misalnya di Banyuwangi dalam perayaan maulid ada tradisi dok endokan. Di beberapa daerah jawa juga ada tradisi Grebek Maulid. Tentunya tetap ada kesamaannya, seperti pembacaan shalawat. 

Di samping itu, dalam merayakan maulid ini ada yang mengadakan acara besar-besaran, dengan berbagai acara, seperti shalawatan, ceramah agama, perlombaan, hiburan-hiburan yang bernuansa Islami dan lain sebagainya.

Makanya tak heran ketika memasuki bulan Rabi’ul Awwal di berbagai daerah tidak sepi dari berbagai acara maulid, terlebih paling sering diadakan di pondok-pondok. Tapi ada juga yang diadakan secara sederhana. Misalnya hanya dengan mengundang tetangga sekitar untuk membaca shalawat lalu diakhiri makan bersama.

Demikian penjelasan mengenai maulid dari masa kemasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

4 Syarat Bergurau dalam Islam

BERGURAU boleh saja. Namun sebagai Muslim, ada syarat bergurau dalam Islam yang harus kita ketahui.

Diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bershifat gurau. Dan aku juga menjamin rumah di syurga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik,” (HR. Abu Daud no 4167).

Pelajaran dari hadits

Dibolehkan bergurau selama itu memenuhi beberapa syarat, diantaranya:

Syarat Bergurau dalam Islam yang Pertama: Tidak mengandung kebohongan baik dalam perkataan maupun perbuatan sebagaimana di dalam hadits Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah ia, celakalah ia,” (HR. Abu Daud, Baihaqi, Ahmad. Berkata Syu’iab al-Arnauth: Sanadnya Hasan).

BACA JUGA: 5 Aturan Islam tentang Bercanda

Syarat Bergurau dalam Islam yang Kedua: Tidak mengandung sesuatu yang keji atau sesuatu yang kasar dan tidak senonoh, baik dalam perkataan maupun perbuatan.

Syarat Bergurau dalam Islam yang Ketiga: Hendaknya dilakukan sekedarnya dan seperlunya, serta tidak terus menerus. Berkata al-Mula Ali al-Qari di dalm Mirqah al-Mafatih Syarah Misykat al-Mashabih (14/153):

قال النووي اعلم أن المزاح المنهي عنه هو الذي فيه إفراط ويداوم عليه فإنه يورث الضحك وقسوة القلب ويشغل عن ذكر الله والفكر في مهمات الدين ويؤول في كثير من الأوقات إلى الإيذاء ويورث الأحقاد ويسقط المهابة والوقار فأما ما سلم من هذه الأمور فهو المباح الذي كان رسول الله يفعل على الندرة لمصلحة تطييب نفس المخاطب ومؤانسته وهو سنة مستحبة

Berkata an-Nawawi: Ketahuilah bahwa bergurau yang dilarang adalah yang keterluan dan terus-menerus, karena hal itu akan menyebabkan tertawa dan mengeraskan hati, serta memalingkan dari mengingat Allah dan dari memikirkan masalah-masalah agama. Bahkan seringnya menyakitkan orang lain dan menimbulkan dendam, begitu juga bisa menjatuhkan kewibawaan dan kehormatan seseorang.

Adapun jika hal-hal di atas tidak ada, maka bergurau adalah sesuatu yang dibolehkan, seperti yang kadang dilakukan oleh Rasulullah, demi kemaslahatan dan meyenangkan orang yang diajak bicara serta menambah keakraban. Dan ini semua merupakan sunnah yang dianjurkan.

Syarat Bergurau dalam Islam yang Keempat: Hendaknya tidak memalingkan dari kewajiban dan mengingat Allah

Syarat Bergurau dalam Islam yang Kelima : Hendaknya tidak mengandung sesuatu yang menyakiti atau menakuti orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam :

لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

“Tidak halal bagi seorang muslim membuat kaget sesama saudaranya yang muslim,” (HR. Abu Daud dan Ahmad. Hadits Shahih)

Syarat Bergurau dalam Islam yang Keenam: Hendaknya tidak bercanda dalam hal-hal yang dilarang oleh agama.

Diantaranya adalah bercanda dalam agama yang melecehkan Allah, Ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya, sebagaimana yang tersebut di dalam firman Allah :

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa,” (QS. At Taubah : 65-66).

Syarat Bergurau dalam Islam yang Ketujuh : Hendaknya tidak bergurau di tempat dan waktu yang mestinya seseorang harus serius.

Pelajaran Kedua : Manfaat Bergurau.

Bergurau mempunyai banyak manfaat, diantaranya adalah:

1. Supaya menambah keakraban di antara sesama.
2. Menghilangkan rasa jenuh dan bosan.
3. Sarana untuk bisa menghibur dan menarik seseorang untuk bisa diarahkan pada sesuatu yang baik.
4. Melatih otak agar terus berpikir dan berkembang sebagaimana mestinya.
5. Memberikan kegembiraan kepada orang lain.
6. Pelajaran Ketiga: pada dasarnya berdusta dan berbohong adalah perbuatan dosa yang diharamkan di dalam Islam.

Sebagaimana firman Allah:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘Ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung,” (QS. An Nahl: 116).

Ini dikuatkan dengan hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukkan, dan keburukkan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tetapi dalam beberapa hal, berdusta dibolehkan, diantaranya sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ummu Kultsum bin Uqbah radhiyallahu ‘anha bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِي خَيْرًا

“Orang yang mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, orang yang berkata demi kebaikan, dan orang yang membangkitkan (mengingatkan) kebaikan bukanlah termasuk pendusta,” (HR. Bukhari 2692 dan Muslim 2605).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ummu Kultsum bin Uqbah radhiyallahu ‘anha berkata:

لَمْ أَسْمَعْهُ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ: فِي الْحَرْبِ وَالْإِصْلَاحِ بَيْنَ النَّاسِ، وَحَدِيثِ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ، وَحَدِيثِ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا

“Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memberikan keringanan pada apa yang diucapkan oleh manusia bahwa itu berdusta kecuali dalam tiga perkara, yaitu, dalam perang, atau mendamaikan perselisihan di antara manusia, dan ucapan suami kepada istrinya, atau cuapan isri kepada suaminya,” (HR. Ahmad). []

Sumber : Buku “Banyak Jalan Menuju Surga” dengan perubahan judul. Hal. 139

ISLAMPOS

Visa Umroh Diperpanjang Tiga Bulan untuk Semua Jamaah

Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Al-Rabiah mengatakan visa umroh telah diperpanjang dari satu menjadi tiga bulan untuk semua jamaah umroh dari semua negara. Pengumuman ini dibuatnya selama kunjungan resmi dua hari ke Tashkent di mana Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev menerima menteri Saudi pada akhir kunjungan Al-Rabiah. 

Menteri menyampaikan salam Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman dan Putra Mahkota dan Perdana Menteri Mohammed Bin Salman kepada Presiden Mirziyoyev dan pemerintah dan rakyat Uzbekistan dan keinginan mereka untuk pertumbuhan lebih lanjut untuk Uzbekistan.

Menteri mengharapkan kemakmuran bagi Uzbekistan sehubungan dengan reformasi yang sedang berlangsung di negara itu. Al-Rabiah juga menekankan kunjungan tersebut merupakan perpanjangan dari hubungan sejarah yang menonjol antara kedua negara dan menghasilkan beberapa perjanjian kerja sama di berbagai bidang. 

Kesepakatan itu terutama dalam haji dan umroh yang mencerminkan upaya besar kepemimpinan dalam melayani Islam dan Muslim dan memfasilitasi prosedur untuk jamaah haji dan umroh. Ia menambahkan musim haji baru-baru ini melihat partisipasi sekitar 12 ribu jamaah Uzbekistan setelah pihak berwenang meningkatkan jumlah peziarah setelah meredanya pandemi Covid-19. 

Dia mencatat lebih dari 36 ribu orang dari Uzbekistan telah melakukan umroh selama dua bulan terakhir, yang sebagian besar berhasil mengunjungi Madinah dan berdoa di Al-Rawdah Al-Sharifah dan mengunjungi situs-situs keagamaan dan sejarah di Madinah.

Kunjungan Al-Rabiah menjadi saksi diadakannya beberapa pertemuan dengan berbagai pejabat untuk membahas cara meningkatkan kerja sama di berbagai bidang dan mengembangkan hubungan istimewa antara kedua negara. 

Diskusi terutama berkisar pada otomatisasi semua layanan dan program yang sekarang ditawarkan secara elektronik melalui platform Nusuk dan penerbitan visa kunjungan dan umrah dengan cepat. Dilansir dari Saudi Gazette pada Senin (3/10/2022), Al-Rabiah bertemu dengan beberapa pejabat Uzbekistan sebagai bagian dari peningkatan kerja sama antara kedua negara di berbagai bidang dan menekankan hubungan bilateral yang mengakar.

Pembicaraan dalam kunjungan tersebut juga membahas upaya meningkatkan kerja sama bilateral strategis antara kedua belah pihak untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada jamaah umroh Uzbekistan. Hal ini selain membahas kemungkinan peningkatan kegiatan komite bersama di beberapa aspek, termasuk peningkatan jumlah penerbangan kedua negara.

IHRAM

Nabi Muhammad dan Visi Menghapus Perbudakan

Lahirnya sosok pemuda yang agung dan bahkan saat masih berada di dalam kandungan sudah dinantikan para penduduk Makkah, menjadi tanda bahwa risalah islam akan tersampaikan kepada umatnya. Kelahiran pemuda ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi keluarganya dan penduduk sekitar, bahkan Namanya sudah terdengar ditelinga kaum Quraisy.

Pemuda ini bernama Muhammad ibn Abdullah. Banyak dalam buku  sejarah yang mengangkat kisah perjalanan Muhammad mulai dari masih dalam kandungan hingga menjadi rosul pembawa syariat islam yang lurus dan benar, seperti halnya dalam buku Martin Ling yang berjudul Muhammad, Lesly Hazleton dengan judul Pribadi Muhammad, dan tentu masih banyak lainnya.

Hal ini menjadi bukti bahwa perjalanan Nabi Muhammad memang sangatlah inspiratif hingga dibukukan dalam bentuk bacaan yang bahkan penulisnya adalah orang yang bukan dari agama Islam. Ketika kita back to history, maka akan banyak hikmah serta ibrah yang dapat diambil sebagai seorang umat muslim.

Ditulis dalam sejarah kelahiran beliau bertepatan dengan peristiwa penyerangan pasukan gajah yang dibawa oleh raja Abrahah al- Asyram, yang merupakan seorang gubenur Yaman pada saat itu. Tujuan raja tersebut datang ke Makkah bermaksud untuk menjauhkan orang orang Arab dari Ka’bah. Peristiwa itu kemudian diabadikan dalam al-Qur’an surah al-Fiil ayat 1-5.

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?, Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu, dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong bondong, yang melempari mereka dengan batu(berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun daun yang dimakan(ulat).”

Tidak hanya itu, perjalanan beliau terekam dalam sejarah yang akan menjadi saksi bahwa Nabi Muhammad merupakan sosok yang teladan dan gigih dalam perjuangan, terutama dalam memperjuangkan agama Allah. Dakwah beliau tidak hanya berbuah manis apalagi langsung mendapat apresiasi, akan tetapi beliau harus melewati masa masa pahit nan menyakitkan. Mulai dari dilempar batu, dan bahkan dilempar dengan kotoran unta. Sungguh begitu menyakitkat bahkan ya memang begitulah konsekuensi dalam membela kebenaran, banyak orang yang semula mengagumi akan menjadi membenci.

Risalah Nabi tidak hanya berupa syariat ketauhidan, melainkan terdapat muamalah, fiqih, dan lain sebagainya. Selain itu, sifat rendah hati dan belas kasih telah melekat pada jiwa Nabi Muhammad. Sifat belas kasih tersebut dapat dilihat ketika beliau membebaskan beberapa budak di antaranya ada Zaid bin Haritsah, Aslam, dan lain sebagainya. Pembebasan budak ini beliau lakukan karena beliau sadar betul bahwa budak juga punya hak sebagaimana hamba yang lain. Selain itu budak juga sebagai penyebab untuk terhindar dari api neraka bagi orang yang memerdekakan.

Zaman dahulu telah terdapat peristiwa pembebasan budak yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Hal ini sebagaimana hak asasi setiap manusia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Bahkan dalam ajaran Islam, terdapat beberapa ajaran pembebasan budak ketika melanggar syariat tertentu. Ini menunjukkan bahwa sejatinya ajaran Islam mempunyai visi menghapus perbudakan.

Rasulullah dengan ajaran Islam meletakkan manusia memiliki derajat yang sama. Tidak ada perbedaan dalam diri manusia kecuali nilai ketakwaannya. Visi menghapus perbudakan adalah bagian dari manifestasi ajaran kesetaraan manusia.

Kehadiran Nabi Muhammad melalui risalah Islam memang mengejutkan tradisi, budaya dan kebiasaan masyarakat jahiliyah. Penghormatan kepada kaum perempuan dan pembebasan budak adalah bagian dari ajaran Islam yang membebaskan. Islam mempunyai visi kesetaraan manusia yang selanjutnya akan memberikan visi kepada dunia tentang egalitarianisme.

ISLAM KAFFAH

114 Nama Marga Keturunan Nabi Muhammad ﷺ di Mancanegara

SAHABAT Islampos, ada yang tahu jumlah marga keturunan Nabi Muhammad ﷺ yang tersebar di berbagai negara di dunia? Ternyata, jumlah yang diketahui ada sekitar 114. Lantas, apa saja nama marga keturunan Nabi Muhammad ﷺ tersebut?

Sayyid Idrus Alwi Al-Masyhur dalam bukunya “Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad ﷺ di Indonesia, Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika” menjelaskan bahwa keturunan Nabi Muhammad ﷺ mempunyai beberapa panggilan khusus. Di setiap negara dan daerah biasanya berbeda-beda dalam penyebutannya. Namun, secara umum,  keturunan-keturunan nabi Muhammad ﷺ tersebut disebut sebagai habaib.

Munculnya marga Habaib bermula dari Hijrahnya Imam Ahmad bin Isa (wafat tahun 345 H) dari Basrah ke Hadhramuat Yaman. Imam Ahmad bin Isa atau Imam Al-Muhajir ini merupakan generasi ke-8 keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah ﷺ. Cucu Imam Ahmad yang bernama ‘Alawi merupakan orang pertama dilahirkan di Hadhramaut Yaman. Oleh karena itu, anak-cucu ‘Alawi digelari dengan Ba ‘Alawi yang bermakna Bani Alawiyin (keturunan Alawi).  Bani Alawiyyin inilah yang menandai kumpulan keluarga besar dari cabang-cabang keluarga keturunan Nabi Muhammad ﷺ.

Munculnya marga Habaib ini terbagi dalam dua fase besar, yaitu:

Fase Awal

  1. As-Sajjad (yang banyak sujud)
  2. Al-Baqir (Membelah), bermakna mengetahui asal dan rahasia ilmu.
  3. Ash-Shadiq (Benar dalam kata-katanya)
  4. Al-Uraidhi (sebuah tempat yang berada 4 mil dari Madinah)
  5. An-Naqib (pemimpin yang sempurna)
  6. Ar-Rummi (karena rupanya putih kemerah-merahan seperti pria dari Romawi)
  7. Al-Muhajir (telah berhijrah dari Irak ke Hadhramaut)
  8. Al-Ustaz Al-A’dzam (guru besar dan seorang sufi yang menjalankan Thariqoh kefakiran)

Fase Berkembangnya Nasab Alawiyyin

Seiring waktu nasab Alawiyyin ini berkembang di Hadhramaut Yaman hingga ke negeri lain. Berikut 114 marga keturunan Nabi Muhammad ﷺ:

  1. Assadullah Fi Ardhihi (tekun dan semangat membaca Al-Qur’an dan maknanya bagaikan seekor singa).
  2. Al-A’yun (mempunyai warna hitam yang lebar pada matanya hingga terlihat indah).
  3. Al-Albar (karena sangat berbakti kepada ibunya dengan sebenar benarnya taat).
  4. Al-Battah (lahir di Battah sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sahil, Afrika Timur).
  5. Al-Bahar (munculnya banyak karomah ketika sering berlayar di laut, juga karena ilmunya yang luas seperti luasnya laut).
  6. Al-Ibrahim (nisbat kepada nama leluhur).
  7. Al-Barakat (berharap mendapat berkah dan kebaikan dari Allah).
  8. Al-Barum (nama dusun di Hadhramaut).
  9. Al-Basri (diambil dari nama Kota Basrah Irak).
  10. Al-Babathinah (karena mempunyai masjid Babathinah dan kebun yang subur yang bernama Babathinah).
  11. Al-Baiti (nisbat kepada nama desa yang berjarak 10 Km dari Tarim Hadramaut).
  12. Al-Abiedh (sering menekuni puasa hari-hari putih, yaitu puasa hari ke 13-15 bulan Qomariyah).
  13. Al-Babarik (berasal dari waliyullah Ahmad Babarik bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah).
  14. At-Turobi (karena sangat tawadhu dan mengumpamakan dirinya dengan tanah).
  15. Al-Bajahdab (karena tinggal di Desa Jahadabah, Yaman).
  16. Jadid (karena keluarganya dipimpin oleh Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Basrah ke Hadhramaut).
  17. Al-Jufri (bermakna banyak, di antaranya: anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Setelah dewasa ia menjadi ahli dalam bidang ilmu Fajar, suatu rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di klit Jafar (anak kambing).
  18. Jamalulail (selama hidupnya selalu mengisi malam malam dengan berbagai macam ibadah).
  19. Bin Jindan (anak cucu dari Waliyullah Syaikh Abu Bakar bin Salim).
  20. Al-Jannah (terkenal dengan ilmu, kemuliaan, dan ibadahnya, selain itu juga karena sering berdoa dan sangat merindukan surga).
  21. Al-Junaid (Tabarukan kepada Syaikh Junaid bin Muhammad, seorang Sayyid Atthaillah Al-Sufiyah yang terkenal).
  22. Al-Junaid Al-Akhdor (sama seperti di atas)
  23. Al-Hamid (karena orang tuanya menginginkan anaknya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah dengan memujinya
  24. Al-Habsyi (karena sering bepergian ke Kota Habasyah (Afrika) dan pernah tinggal selama 20 tahun untuk berdakwah).
  25. Al-Haddad (sering bergaul dengan pandai besi dan sering berada di tempat penempaan besi).
  26. Al-Banahsan/Al-Bahasan (terdiri dari keluarga Bahasan Al-Sakran, Bahasan Faqis, Bahasan At-Thowil, Bahasan Jamalullail).
  27. Al-Bahusein (keturunan Ahmad bin Husein bin Abdurrahman Assegaf).
  28. Al-Hiyyid (sebuah tempat yang berada di lerang gunung di Inat Hadhramaut).
  29. Al-Khirrid (sering beribadah di Gua Khirrid di pegunungan Aqram Tarim).
  30. Al-Khamenan (berasal dari Kota Khanam, ada juga yang menisbatkan dengan buah kurma).
  31. Al-Khamur (karena bermukim di Khamur sebelah barat Kota Sibam Hadhramaut).
  32. Al-Mulakhela (karena bermukim di pegunungan Khaillah di sebelah barat Kota Tarim, juga karena sanggup memelihara ibadahnya).
  33. Al-Khuun (karena tinggal di desa Khun sebelah timur Hadhramaut).
  34. Mauladawilah (Pemimpin Dusun Dawilah yang berada dekat dengan makam Nabi Hud di bagian Timur Hadhramaut).
  35. Al-Dzi’bu (pernah berkelahi dan berhasil menangkap seekor serigala karena menyerang sekumpulan kambing).
  36. Al-Baraqbah (suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon korma dekat Kota Tarim).
  37. Al-Rukhailah (karena tidak memiliki apa-apa, hanya mempunyai seekor anak kambing).
  38. Al-Zahir (karena cahaya wajahnya indah berseri, jernih saat sedang memberikan nasehat).
  39. Al-Basakutah (seorang laki-laki yang banyak diam, sedikit bicara dan jika bicara hanya kata kata yang baik saja).
  40. Al-Saqqaf/As-Saggaf (pengayom para Wali, tinggi derajatnya dari para wali lainnya bagaikan kedudukan atap bagi rumah).
  41. Al-Sakran (karena cintanya kepada Allah)
  42. Al-Bin Sumait/Smith (karena masa kecilnya dipakaikan sebuah kalung dari benang yang biasa dipakai oleh anak kecil dan biasa disebut Sumaith).
  43. Al-Bin Sumaithan (karena giat, mempunyai tumbuh kecil dan bertempat tinggal di suatu Desa Badiyah Hadromiyah yang penduduknya merupakan orang-orang yang giat bekerja).
  44. Al-Siry (tabaruk kepada waliyullah Syaikh Al-Sirri Al-Saqthi)
  45. Al-Bin Sahal (tabaruk kepada Sayyid Sahal Al-Tastari)
  46. As-Syathiri (selalu membagi dua harta yang dimilikinya kepada saudara kandungnya, membagi dua dalam bahasa arab adalah Syatara).
  47. Al-Syabsyabah (nama dari jenis pohon kurma yang istimewa dan masyarakat lebih suka kalau kurma itu dalam keadaan mengkal (setengah matang).
  48. As-Syilli (sebagai Fiil amer dengan makna bawalah atau ambillah)
  49. Al-Basyumailaj (terjadinya sebuah keramat dengan menggunakan selimut yang membawa seorang wali ke Mekkah untuk ibadah haji setelah kapal yang akan dia naiki sudah terlebih dahulu berangkat, Syamilah artinya selimut)
  50. Al-Syahabudin/Shihab (nisbat kepada para ulama yang agung dan terkenal akan keluasan ilmu mereka. Dan juga mempunyai banyak karya tulis pada zamannya).
  51. Al-Basyaiban (berasal dari Syaibu yang artinya beruban, dinamakan Al Syaiban karena berusia lanjut dan mempunyai rambut putih yang menambah kewibawaan dan kewibawaan sang pemilik nama).
  52. As-Syaikh Abu Bakar bin Salim (karena seorang guru besar dalam ilmu agama dan seorang pemimpin, juga seorang sufi yang bergelar Wali Quthub)
  53. As-Syaikho dan Aal Bin Syaikhon (ada 5 orang yang memakai gelar ini).
  54. Shahib Al-Hamra’ (karena tinggal di Hamra nama kota yang terkenal di Yaman).
  55. Shahib Al-Huthoh (karena tinggal di Huthoh daerah yang terletak di sebelah Barat Kota Tarim, Hadhramaut).
  56. Shahib Al-Syi’ib (karena dimakamkan di Syi’ib tempat dimakamkan kakeknya yang bernama Imam Al-Muhajir bin Isa, daerah tersebut terletak di antara kota Tarim dan Sewun).
  57. Shahib Qasam (karena pindah dari Tarim ke Qasam).
  58. Shahib Mirbath (karena tinggal di Marbath Zhufar).
  59. Shahib Maryamah (karena tinggal di Maryamah suatu kota yang terletak dekat Sewun).
  60. Al-Basuroh (karena memiliki sebuah bungkusan (Surrah) yang selalu dijaga dan dibawa kemana saja beliau pergi dan isinya ternyata kitab-kitab agama).
  61. -Shulaibiyah (berasal dari kata Al Sholabu yang berarti teguh dalam menjalankan ajaran Islam).
  62. Al-Shafi Al-Jufri (karena melekat yang suci (Safail Qalbu).
  63. Al-Shafi Assaqqaf/Assaggaf (karena beliau mempunyai kejernihan hati dan pikiran,kebersihan perasaan, kelembutan tabiat).
  64. Al-Thoha (bertabaruk kepada salah satu nama Rasulullah ﷺ).
  65. Al-Thahir (berasal dari nama Waliyullah bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurrahman).
  66. Al-Adeni (karena hijrah dari kota Tarim ke Kota Aden).
  67. Al-Azhamat Khan (Keluarga yang mulia dan terhormat yang saat itu berada di India kemudian hijrah ke Asia Tenggara).
  68. Al-Aqil/Agil (diberikan kepada 4 orang).
  69. Al-Ba’aqil/Ba’agil (keturunan dari waliyullah Aqil bin Imam Abdurrahman Assegaf).
  70. Al-Ba’alawi (setiap yang bernasab kepada kepada Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Jafar Shodiq sampai akhir nasab yang mulia disebut Ba’alawi).
  71. Al-Ali Lala (dalam bahasa Urdu artinya hartawan, jadi Ali Lala adalah Saudagar Ali).
  72. Al-Attas (terjadinya sebuah keramat ketika seorang bayi bersin dalam perut dan mengucapkan Alhamdulillah dan itu didengar oleh ibunya).
  73. Al-Aydrus (bersifat seperti macan dan singa, dimana saat itu beliau merupakan pemimpin para wali dan nama yang agung untuk seorang sufi).
  74. Al-Aidid (karena bermukim di suatu dusun yang tidak berpenduduk disebut Wali Aidid sebelah barat daya kota Tarim).
  75. Al-Ba’umar (datuk dari Ali bin Umar seorang wali yang mempunyai derajat tinggi).
  76. Al-Auhaj (karena bermukim di dusun yang disebut Auhaj Yaman).
  77. Al-Ba’bud (sifat untuk orang yang banyak melakukan ibadah dan kadang dipakai sebagai gelar untuk orang yang bernama Abdullah).
  78. Al-Ghazali (berharap putranya seperti Imam Al-Ghazali).
  79. Al-Ghusnu (seorang yang lembut dan rendah hati terhadap masyarakat sekitarnya dan selalu berbaik hati kepada keluarganya).
  80. Al-Ghamri (air yang banyak, perumpamaan orang yang dermawan dan lapang dada, juga karena terlihat keramatnya yang sempurna).
  81. Al-Balghaits (tabaruk kepada waliyullah yang terkenal Abul Ghaits bin Jamil).
  82. Al-Ghaidi (karena bertempat tinggal di suatu daerah Al-Ghaidoh di pantai timur Hadhramaut yang banyak ditumbuhi pepohonan).
  83. Al Fad’aq (sejenis harimau, karena mempunyai sifat kuat dan berani seperti Harimau saat berdakwah).
  84. Al-Bafaqih (alim dan menguasai ilmu fiqih).
  85. Al-Bilfaqih (dikenal sebagai seorang ahli fiqih dan mengikuti jejak ayahnya).
  86. Al-Faqih Al-Muqaddam (seorang faqih yang menguasai ilmu fiqih dan karena beliau negeri Hadhramaut menjadi negeri yang aman, juga beliau merupakan seorang yang terkemuka/panutan).
  87. Al-Bafaraj (yang berarti senang atau berkah, dengan tujuan agar anaknya menjadi orang yang saleh dan penuh dengan kesenangan dan keberkahan dari Allah).
  88. Al-Abu Futhaim (karena mempunyai anak perempuan bernama Fatimah yang berasal dari kata Fatama).
  89. Al-Fardy (terkenal sebagai ahli ilmu Faraid di zamannya).
  90. Al-Qadri (berasal dari kata Qadratullah yaitu takdir Allah. Adapun sebab diberi gelar Al-Qadri karena beliau selalu menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah yang terlihat dari perkataan dan perbuatannya).
  91. Al-Quthban (karena gagah berani dalam mengalahkan musuh-musuh).
  92. Al-Qori’ (karena qari yang terkenal).
  93. Al-Kaf (karena mempunyai kekuatan luar biasa, dalam bahasa Hadhramaut kekuatan itu disebut Kaf, selain karena adanya seorang waliyullah yang menuliskan kode pada suatu pengadilan, kode tersebut adalah huruf KAF).
  94. Al-Muhdar (karena ingin mendapatkan berkah dari leluhurnya yang bernama Umar Muhdar bin Abdurrahman Assegaf).
  95. Al-Mahjud (karena sering beruzlah, mendekatkan diri kepada Allah untuk memohon petunjuk mengatasi kerusakan zaman).
  96. Al-Maknun (karena tinggal di Maknun, nama sebuah tempat yang dkenal di Hadramaut).
  97. Al-Masyhur (karena terkenal ke penjuru negeri, di mana kewalian tersebut diperoleh dari Allah dengan Jadzab (kewaliannya tanpa didahului oleh amalan).
  98. Al-Marzaq (berasal dari Syaikh bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaikh Marzaq).
  99. Al-Maqaddi (karena tinggal di suatu tempat terkenal yang terletak dekat Kota Al Hami Al Sahiliah di Hadhramaut).
  100. Al-Muqaibil (karena bersifat tawadhu, gelar ini diberikan karena apabila beliau datang beliau selalu mendapatkan penghormatan dari seseorang, selalu membalasnya dengan senang hati dan menghadapkan wajahnya).
  101. Al-Musyayyakh (berasal dari keturunan Waliyullah Musyayyah bin Abdullah bin Syaikh Ali bin Abi Bakar Asy-Sakran).
  102. Al-Musawa (tabaruk kepada seorang guru besar yang tinggal di Yaman bernama Al-Musawa).
  103. Al-Munawar (karena seorang yang baik dan tekun dalam beribadah kepada Allah sehingga cahaya Allah tampak pada wajahnya yang berseri-seri).
  104. Al-Mudaihij (karena membiasakan diri untuk sholat berjamaah di masjid Madihij).
  105. Al-Muthahar (keturunan waliyullah Muthahar bin Abdullah bin Alwi bin Mubarak).
  106. Al-Nahwi (seorang yang sangat mahir dalam ilmu Nahwu).
  107. Al-Nadhir (seorang yang gagah perkasa dan bagus).
  108. Abu Numay (keturunan dari waliyullah Abu Numay bin Abdullah bin Syekh bin Ali).
  109. Al-Haddar (karena berkdakwah dengan suara yang keras bagai suara Guntur, suara semacam itu disebut Haddar).
  110. Al-Hadi (bertabaruk kepada Rasul Al-Hidayah dengan harapan agar anaknya mendapat hidayah)
  111. Al-Hinduan (karena badan dan iman beliau sangat kuat bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India).
  112. Al-Baharun (berharap anaknya mempunyai sifat seperti Nabiyullah Harun).
  113. Al-Bahasyim (diambil dari nama Hasyim bin Abdullah bin Ahmad).
  114. Bin Yahya (berharap anaknya mendapat keberkahan seperti Nabi Yahya yang dapat menerangi hati yang gersang).

Selain nama fam di atas, banyak juga dari mereka yang menggunakan nama langsung kedua cucu Rasulullah SAW dengan laqob “Al-Husaini atau Al-Hasani”. Ini adalah hal biasa karena memang jumlah keturunan Rasulullah ﷺ mencapi jutaan dan tersebar di seluruh dunia. Sehingga tidak semua dari Dzurriyah Nabi menggunakan nama Fam ataupun julukan.

Di samping itu banyak juga keturunan Rasulullah ﷺ yang belum terdata di wilayah pelosok-pelosok yang kadang sulit dijangkau untuk dilakukan pendataan. Mereka menggunakan gelar laqob “Al-Husaini dan Al-Hasani.”

ISLAMPOS