Apa yang Menyebabkan Fluktuasi Nilai Mata Uang?

Nilai mata uang pasti akan selalu berubah saat pasar sudah mulai naik dan terjadinya perubahan pada salah satu nilai diantara keduanya juga mulai berubah. Nilai bisa saja tinggi ketika permintaan dari pasar lebih tinggi dari pada pasokan yang ada. Begitu juga sebaliknya, nilai bisa saja turun ketika permintaan yang ada dipasar juga mulai turun. Lantas apa yang menyebabkan fluktuasi nilai mata uang?

Pada perjalanannya, mata uang yang ada pada saat ini cuma dua macam, antra logam dan juga kertas. Pada biasanya, mata uang yang berupa logam digunakan saat melakukan transaksi yang nilainya tidak banyak, tapi kecil.

Saat ekonomi sudah mulai maju dan perdagangan juga mulai besar, nampaknya penggunaan uang logam tidak lagi bisa dijadikan sebagai  transaksi. Akhirnya uang kertas yang dijadikan suatu solusi untuk membendung kejadian tersebut.

Dalam dinamika perekonomian sering terjadi fluktuasi terhadap nilai mata uang, baik mata uang yang berupa logam maupun mata uang yang berupa kertas. Acap sekali nilai dari mata uang sudah berubah akan mempengaruhi terhadap hak dan kewajiban.

Apa yang Menyebabkan Fluktuasi Nilai Mata Uang?

Lantas bagaimana hukum terjadinya fluktuasi nilai mata uang? Juga bagaimana pengaruhnya terhadap hak dan kewajiban?

Fluktuasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah gejala yang menunjukkan turun naiknya harga. Perubahan yang terjadi dikarenakan adanya permintaan dan penawaran. Fluktuasi terjadi pada dua mata uang, logam dan kertas.

Untuk menjawab pertanyaan itu semua, Dr. Muhammad Utsman Syabir terlebih dahulu membedakan antara mata uang yang berupa logam dan kertas. Dalam salah satu karangan yang pembahasanya seputar muamalah kontemporer, yaitu Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muashirah beliau membahas secara rinci.

  • Fluktuasi nilai mata uang logam

Sebenarnya para ulama fikih telah membahas persoalan mata uang apabila dipinjam lalu terjadi inflasi atau deflasi, apakah pembayaran menggunakan mata uang ataukah nilainya yang telah mengalami fluktuasi.

Dalam hal ini, Utsman shabir, menyebutkan tiga pendapat yang  berkaitan dengan masalah ini.(Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muashirah, Dr. Muhammad Utsman Syabir, hal 167)

Ulama madzhab Malikiyah, Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa bagi orang yang meminjam (madiin) wajib membayar dengan mata uang sesuai dengan akad, tanpa ada pengaruh fluktuasi nilai mata uang dalam pinjaman tersebut. Karena, inflasi dan deflasi yang terjadi pada mata uang merupakan riba yang dilarang oleh syariat.

Menurut Abu Yusuf, orang yang meminjam wajib melunasi pinjaman sesuai dengan fluktuasi nilai mata uang, baik inflasi atau deflasi. Hal ini untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia.

Beda lagi dengan ulama Malikiyah, permasalahan ini tidak bisa ditetapkan namun harus diperinci terlebih dahulu, tergantung fluktuasinya sedikit atau banyak.

Apabila inflasi atau deflasinya sedikit maka harus melunasi dengan semisal jumlah uang yang dipinjam ketika akad.  Akan tetapi jika fluktuasi banyak, maka harus menggunakan nilai mata uang yang telah mengalami perubahan.

Dr. Muhammad Utsman Syabir sendiri mengunggulkan pendapat yang dikemukakan oleh ulama Malikiyah, bahwa persoalan fluktuasi nilai mata uang harus dipilah-pilah terlebih dahulu terkait dengan sedikit dan banyaknya, yang nanti akan menentukan terhadap hukum.

Hal ini, menurut beliau, semata-mata untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dan menghindarkan mereka dari kerugian dan mafsadat. (Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muashirah, Dr. Muhammad Utsman Syabir, hal 168)

  • Fluktuasi nilai mata uang kertas

Sebagaimana flutuasi yang terjadi pada nilai mata uang logam, tentang perubahan nilai pada mata uang kertas pun ulama juga berbeda pendapat.  Utsman Syabir juga menyebutkan bahwa dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat.

Pertama, ulama kontemporer seperti Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqar berpendapat bahwa kewjiban yang ditanggung ialah membayar dengan nilai mata uang ketika terjadi inflasi atau deflasi. (Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muashirah, Dr. Muhammad Utsman Syabir, hal 170)

Belaiu beralasan bahwa masyarakat umum bakal enggan untuk menerima kompensasi berupa mata uang apabila telah terjadi perubahan nilai, karena ia mengandung kerugian yang besar.

Menanggung kewajiban dengan mata uangnya bukan nilai sama sekali tidak memiliki sandaran hukum kecuali mengqiyaskan atau menyamakan kepada emas dan perak. Sedangkan mengqiyaskan mata uang kertas kepada kedua merupakan qiyas yang batil.

Kedua, pendapat ulama kontemporer yang lain seperti Dr. Muhammad Utsman Tsalus, seyogyanya membayar hutang dengan mata uang yang serupa ketika akad, bukan nilainya. Karena uang kertas memiliki hukum yang sama dengan emas dan perak.

Hal ini merupakan makna dari hadis nabi tentang jual beli emas dengan emas, perak dengan perak dan seterusnya. (Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muashirah, Dr. Muhammad Utsman Syabir, hal 172)

Dr. Muhammad Utsman Syabir memberikan komentar terhadap persoalan ini. Menurutnya, persoalan ini merupakan persoalan yang sulit untuk melakukan tarjih pendapat. Mata uang kertas menjadi parameter harga barang dagangan tidaklah benar sebab uang kertas kurang stabil dan acap kali terjadi inflasi atau deflasi.

Saat mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa harus membayar menggunakan semisal mata uang yang dipinjam, bakal merugikan manusia dan membenarkan kezaliman pada mereka.

Sedangkan membenarkan pendapat yang mengatakan harus membayar dengan nilai yang telah mengalami perubahan, maka akan mengantarkan pada membengkaknya sejumlah uang yang harus dibayarkan dan menghalalkan riba.

Dengan demikian, untuk menyudahi persoalan ini, Utsman Syabir mengatakan, harus kembali kepada emas dan perak sebagai tolak ukur barang dagangan dan tidak lagi mata uang kertas sebagai patokan.

Masalah yang ditimbulkan oleh uang kertas haruslah dicari solusinya sesuai dengan prinsip keadilan. (Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muashirah, Dr. Muhammad Utsman Syabir, hal 173)

Demikian penjelasan terkait apa yang menyebabkan fluktuasi nilai mata uang? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Peradaban Islam di Era Murabitun

Peradaban Islam juga sempat mencapai kejayaan di bawah pemerintahan Dinasti Al-Murabitun atau Almoravids yang berkuasa pada awal abad ke-11 M hingga pertengahan abad ke-12 M. Akan tetapi, tidak banyak sumber sejarah yang mengungkapkan mengenai kemajuan peradaban umat Islam di era dinasti itu mengingat masa kekuasaannya terbilang singkat.

Sejumlah sumber sejarah menyebutkan bahwa kejayaan umat Islam pada masa itu terutama dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan.  Para ahli sejarah menyebutkan pada masa pemerintahan Dinasti Al-Murabitun berbagai bidang ilmu pengetahuan dikembangkan oleh kaum Muslimin dari berbagai aspek, seperti ilmu bahasa, kedokteran, pertanian, seni, geografi, astronomi, dan ilmu filsafat yang mendapatkan banyak kritik dari para ulama pada masa itu.

Kemunculan Dinasti Al-Murabitun yang berawal dari suatu gerakan keagamaan juga mendorong kemajuan dalam bidang ilmu agama. Berbagai cabang ilmu agama, seperti fikih, hadis, dan tafsir, berkembang pesat pada masa itu. Perkembangan yang pesat ini pada dasarnya bertujuan untuk memberantas berbagai penyimpangan ajaran agama.

Karenanya, tak mengherankan jika ribat ataupun masjid memiliki peran yang menonjol sebagai pusat pendidikan pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Almoravid tersebut pada akhirnya telah melahirkan para ilmuwan maupun ulama yang sangat andal di bidangnya masing-masing.   

Kemajuan yang dicapai kaum muslimin di zaman Dinasti al-Murabitun juga bisa dilihat dalam bidang seni arsitektur. Jejak-jejak peninggalan Dinasti Al-Murabitun dalam bidang arsitektur hingga saat ini masih bisa disaksikan di Kota Marakesh, Maroko.

Di kota yang pernah menjadi ibu kota pemerintahan Dinasti Al-Murabitun pada abad ke-11 M ini terdapat banyak peninggalan sejarah masa lalu dan salah satunya adalah peninggalan dinasti itu. Jejak-jejak kejayaan Almoravid di masa lalu dapat ditemukan di pasar tradisional yang menonjolkan nuansa budaya Arab-Berber.

Selain itu, sisa-sisa kejayaan tersebut dapat dilihat juga dari gerbang kota yang kokoh yang dilengkapi dengan pintu besi serta menara yang terbuat dari batu bata merah. Sejumlah bangunan kuno pun masih terpelihara utuh seperti Masjid Koutoubia, gerbang tua Babul Aquino, dan pasar kota (Souqul Madina). 

IHRAM

Beragama Harus Mengerti Esensinya, Jangan Terlalu Militan Seperti ISIS

Umat beragama harus mengerti esensi dari ajaran agama. Seperti umat Islam, harus paham dengan esensi Islam sebagai agama yang damai, sejuk, dan rahmatan lil alamin.

Sebaliknya, jangan beragama terlalu militant seperti kelompok teroris ISIS. Pasalnya, militansi itu justru bisa berakibat fatal bahkan bisa merusak agama. Dan itu telah dilakukan ISIS dengan menghalalkan segala cara termasuk kekerasan dan pembunuhan, untuk meraih tujuaanya.

“Orang terlalu militansi dalam beragama, tetapi tidak mengerti esensi dalam beragama. Ini menjadi problem (permasalahan) seperti ISIS,” kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis dalam Halaqah Mingguan Infokom MUI bertajuk: Rekomendasi Forum Pemikiran Agama R20 dan Peran MUI, Kamis (24/11/2022). Dikutip dari laman resmi MUI, mui.or.id.

Hal itulah, kata Kiai Cholil yang dibahas dalam gelaran forum Religion 20 (R20) yang diinisiasi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Bali beberapa waktu lalu. R20 fokus membahas isu-isu mengenai permasalahan karena agama.

“Maka di dalam R20 di dalam rekomendasinya ini menyebutkan berkenaan dengan radikalisme dan terorisme,” sambungnya.

Kiai Cholil menjelaskan, hal itu terjadi karena dalam kehidupan beragama ini memiliki dua sisi yang mengkhawatirkan.

Maka dari itu, Kiai Cholil menegaskan, pentingnya menolak orang yang sangat bersemangat dalam beragama, tetapi tidak mengerti esensi beragama. Hal itulah yang membuat seseorang menjadi radikal.

Kiai Cholil menilai, hubungan agama dengan negara sangat penting karena agama memiliki peran sebagai dasar, sedangkan negara sebagai pelaksana yang mengeksekusi. Apalagi, sekarang ini di Indonesia sudah mulai banyak isu terkait atheis. Menurutnya, hal ini ini tidak terlepas dari isu dunia.

“Agama dihadirkan bagi yang menakutkan menjadi ramah. Bagi yang tidak terlalu militan terhadap agama tapi tak cukup pemahaman yang sempurna, sehingga agama menjadi ancaman bagi yang lain itu dilakukan,” paparnya.

Kiai Cholil menyarankan agar MUI memiliki peran untuk memastikan umat untuk beragama itu bukan siapa lawan siapa, harus mengawasi atau tidak, tetapi harus melakukan secara bersama-sama membangun dunia, bukan hanya negara.

“Jadi kolaboratif, bukan yang sifatnya preventif. Apalagi menyerang dan memukul, tidak. Tetapi kolaboratif,” ujarnya.

“Bisa didasarkan agamanya masing-masing, kita tidak boleh memaksakan agama, tetapi nilai kebajikan yang ada di agama-agama bisa diimplementasikan,” pungkasnya.

ISLAMKAFFAH

Bertahun-tahun Menjaga Kebun, Mubarok Tak Pernah Tahu Rasa Buahnya, Kenapa?

ADA seorang penjaga kebun buah-buahan bernama Abdullah Mubarok. Dia adalah orang jujur dan amanah. Sudah bertahun-tahun ia bekerja di kebun tersebut.

Suatu hari majikannya, sang pemiliki kebun, datang mengunjungi kebunnya. Ia sedang mengalami masalah yang pelik dan sulit untuk dicarikan jalan keluarnya. Putrinya yang sudah beranjak dewasa tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan banyak pria yang ingin mempersuntingnya.

Yang menjadi permasalahan baginya adalah semua laki-laki yang ingin mempersunting putrinya adalah kerabat dan teman dekatnya. Ia harus memilih salah satu dari mereka, tetapi ia khawatir jika menyinggung bagi kerabat yang tidak terpilih.

Sambil beristirahat dan menenangkan pikiran, ia mencoba mencicipi hasil kebunnya. Dipanggillah Mubarok, penjaga kebun itu.

“Hai Mubarok, kemarilah! Tolong ambilkan saya buah yang manis!” perintahnya.

Dengan sigap Mubarok segera memetik buah-buahan yang diminta, kemudian diberikan kepada majikannya.

Ketika buah tersebut dimakan sang majikan, ternyata rasanya masam sekali. Majikan Mubarok berkata, “Wahai Mubarok! Buah ini masam sekali! Berikan saya buah yang manis!” pinta sang majikan lagi.

Untuk kedua kalinya, buah yang diberikan Mubarok masih terasa masam. Sang majikan terheran-heran, sudah sekian lama ia mempekerjakan Mubarok, tetapi mengapa si penjaga kebun ini tidak mampu membedakan antara buah masam dan manis?

Ah, mungkin dia lupa, pikir sang majikan. Dimintanya Mubarok untuk memetikkan kembali buah yang manis. Hasilnya sama saja, buah ketiga masih terasa masam.

Rasa penasaran timbul dari sang majikan. Dipanggillah Mubarok, “Bukankah kau sudah lama bekerja di sini? Mengapa kamu tidak tahu buah yang manis dan masam?” tanya sang majikan.

Mubarok menjawab, “Maaf Tuan, saya tidak tahu bagaimana rasa buah-buahan yang tumbuh di kebun ini karena saya tidak pernah mencicipinya!”

“Aneh, bukankah amat mudah bagimu untuk memetik buah-buahan di sini, mengapa tidak ada satu pun yang kaumakan?” tanya majikannya.

“Saya tidak akan memakan sesuatu yang belum jelas kehalalannya bagiku. Buah-buahan itu bukan milikku, jadi aku tidak berhak untuk memakannya sebelum memperoleh izin dari pemiliknya,” jelas Mubarok.

Sang majikan terkejut dengan penjelasan penjaga kebunnya tersebut. Dia tidak lagi memandang Mubarok sebatas tukang kebun, melainkan sebagai seseorang yang jujur dan tinggi kedudukannya di mata Allah SWT. Ia berpikir mungkin Mubarok bisa mencarikan jalan keluar atas permasalahan rumit yang tengah dihadapinya.

Mulailah sang majikan bercerita tentang lamaran kerabat dan teman-teman dekatnya kepada putrinya. Ia mengakhiri ceritanya dengan bertanya kepada Mubarok, “Menurutmu, siapakah yang pantas menjadi pendamping putriku?”

Mubarok menjawab, “Dulu orang-orang jahiliah mencarikan calon suami untuk putri-putri mereka berdasarkan keturunan. Orang Yahudi menikahkan putrinya berdasarkan harta, sementara orang Nasrani menikahkan putrinya berdasarkan keelokan fisik semata. Namun, Rasulullah mengajarkan sebaik-baiknya umat adalah yang menikahkan karena agamanya.”

Sang majikan langsung tersadar akan kekhilafannya. Mubarok benar, mengapa tidak terpikirkan untuk kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islamlah solusi atas semua problematika umat manusia.

Ia pulang dan memberitakan seluruh kejadian tadi kepada istrinya. “Menurutku Mobaroklah yang pantas menjadi pendamping putri kita,” usulnya kepada sang istri. Tanpa perdebatan panjang, sang istri langsung menyetujuinya.

Pernikahan bahagia dilangsungkan. Dari keduanya lahirlah seorang anak bernama Abdullah bin Mubarok. Ia adalah seorang ulama, ahli hadis, dan mujahid. Ya, pernikahan yang dirahmati Allah SWT dari dua insan yang taat beribadah, insya Allah, akan diberi keturunan yang mulia. []

ISLAMPOS

Menjadi Ayah yang “Mesra” dengan Anak

Sosok ayah teladan tampaknya melekat erat pada Mohamed El-Erian yang rela melepaskan jabatan pimpinan di perusahaan investasi dunia demi sang anak. Tanpa rasa sesal dia menanggalkan jabatan dengan gaji puluhan miliar rupiah demi menghabiskan waktu lebih banyak dengan sang anak.

Seperti yang dipublikasikan laman Daily Mail pada 25 September 2014, Mantan CEO Pimco Mohamed El-Erian mengungkapkan alasan mengapa dirinya rela melepaskan jabatan tertinggi di perusahaan investasi yang mengelola dana hingga US$ 2 triliun tersebut. Pekerjaan dengan pendapatan sekitar US$ 8,4 juta atau Rp 99,2 miliar/bulan itu ditinggalkan begitu saja karena satu alasan, demi sang anak.

Puteri Mohamed yang baru berusia 10 tahun mengatakan, sang ayah telah melewatkan hari pertamanya di sekolah, parade Haloween, pertandingan sepakbola pertamanya dan banyak acara yang telah dia lewatkan. Semua karena sang ayah terlalu sibuk bekerja.

Dalam konteks kehidupan modern seperti saat ini, keputusan Mohamed El-Erien di atas sungguh unik. Betapa tidak, di saat manusia begitu memuliakan materi hingga rela menempuh cara apa saja demi untuk mendapatkannya, justru dia meninggalkannya begitu saja. Alasannya pun sederhana, demi untuk membangun kedekatan bersama anak.

Tentu, bagi para orangtua yang berpikir materialistis itu adalah keputusan yang bodoh. Namun, bagi orangtua yang berorientasi pada pembentukan karakter serta pemenuhan hak kasih sayang pada anak, maka keputusan itu adalah pilihan yang tak salah.

Keputusan yang diambil oleh sosok ayah di atas patut menjadi renungan bagi kita sebagai orangtua. Kita hendaknya senantiasa berusaha meluangkan waktu untuk membersamai anak-anak kita betapapun kesibukan meliputi kita. Kesibukan dalam bekerja bukanlah alasan bagi kita untuk tidak bermesra-mesraan dengan mereka.

Dalih yang bertanggungjawab utama mendidik anak adalah ibu, tidaklah patut kita jadikan senjata untuk menghindar dari kelelahan ketika harus bermain bersama putra-putri kita. Sebagai seorang ayah, tetaplah berusaha membangun kemesraan dengan mereka. Sebab, mereka memiliki hak atas diri kita. Mereka perlu menumbuhkan kecerdasan emosi dan spritualnya bersama kita. Mereka juga berhak mendapat penjagaan iman dan moralnya atas diri kita.

Dengan waktu yang cukup membersamai anak, seorang ayah dapat menyemai karakter positif pada anak. Kita juga berkesempatan untuk mentransformasi nilai keimanan dan akhlaq yang baik kepada mereka. Betapa sayang bila dalam tumbuh kembangnya anak-anak, kita tak membersamai mereka. Sehingga akhlak mereka di warnai oleh zaman yang terkadang tak selaras dengan nilai-nilai iman.

Betapa memprihatinkan realitas yang kini berada di zaman kita. Begitu banyak seorang ayah dengan alasan sibuk meniti karir pekerjaannya, mereka tak lagi memiliki waktu untuk membersamai anak-anaknya. Mereka tak sempat lagi bermain bersama anak-anaknya. Mereka juga tak peduli terhadap penjagaan moral anaknya.

Lebih parah lagi, bila ibunya juga sibuk bekerja. Sehingga anak-anak tumbuh tanpa kasih sayang dari kedua orangtuanya. Karena tak mendapat didikan orangtua, maka anak-anak pun dididik oleh zaman yang melingkupinya. Sangat berbahaya bila zaman yang melingkupinya adalah zaman yang penuh dengan perilaku jahiliyah.

Mari renungkan apa yang dituturkan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, “Barangsiapa tidak terdidik oleh orangtuanya, maka akan terdidik oleh zaman. Maksudnya, barang siapa yang tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orangtua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.”

Sungguh, zaman kini dipenuhi dengan kerusakan moral yang begitu dahsyat. Apa yang terjadi bila generasi ini tumbuh dan berkembang tanpa didikan iman dan moral dari orangtuanya. Jawaban atas pertanyaan itu adalah kerusakan moral generasi.

Realitas yang kita dapati di zaman ini pun tidak menafikan akan hal itu. Betapa banyak anak-anak yang tumbuh dalam kondisi nihil nilai iman dan moral. Betapa banyak anak-anak usia sekolah yang terseret arus kemaksiatan. Pelaku kriminal tak hanya dimonopoli oleh orang dewasa, tapi justru tak sedikit yang didalangi oleh anak-anak yang baru berusia belasan tahun.

Di sinilah pentingnya keakraban orangtua bersama anak-anaknya. Sesibuk apapun, marilah kita berusaha meluangkan waktu untuk membersamai anak-anak kita. Agar jiwanya tetap dekat dengan kita. Sehingga, mereka bisa terjaga iman dan moralnya berkat tarbiyah ruhiyah yang kita suntikkan ke jiwa mereka melalui kedekatan kita bersamanya.*

HIDAYATULLAH

Bolehkah Shalat Lihurmatil Waqti Saat Menonton Bola

Shalat lihurmatil waqti adalah shalat yang dilakukan karena tidak terpenuhinya salah satu syarat atau beberapa syarat-syarat wajib shalat. Syarat wajib shalat yang dimaksud seperti suci dari hadats besar dan kecil, menghadap kiblat, dll. Lantas bolehkah shalat lihurmatil waqti saat menonton bola?

Dalam literatur hukum Islam, shalat lihurmatil waqti adalah salah satu bentuk keringanan dari Allah Swt kepada hambanya (baca; rukhshah). Keringanan ini bisa jadi opsi pilihan bagi seorang muslim yang tetap ingin melaksanakan shalat meski syarat-syaratnya tidak terpenuhi.

Belakangan ini sedang marak-maraknya piala dunia 2022 di Qatar. Ada yang menyaksikan langsung secara offline kejuaraan tingkat dunia yang hanya dilakukan 4 tahun sekali itu, dan ada juga yang hanya bisa menyaksikan secara virtual saja (baca; online) parade 4 tahun sekali tersebut.

banyak dari saudara-saudara kita yang muslim, ketika menonton pertandingan sepakbola tersebut, saat waktu adzan sholat berkumandang. Atau karena keasyikan nonton bola di stadion, mereka tidak menemukan tempat yang bersih dan layak untuk melaksanakan shalat.

Bolehkah Shalat Lihurmatil Waqti Saat Menonton Bola

Pertanyaannya, bolehkah mereka shalat lihurmatil waqti karena kondisi mereka tersebut? Dalam fiqih, shalat lihurmatil waqt boleh dilaksanakan karena beberapa sebab;

Pertama, tidak menemukan air atau debu sebagai media untuk bersuci. Hal ini ditegaskan di dalam kitab An-Najmul Wahhaj Fi Syarhil Minhaj, juz 1, halaman 479

(ومن لم يجد ماء ولا ترابا) لكونه في موضع ليسا فيه (.. لزمه في الجديد أن يصلي الفرض) لحرمة الوقت

Artinya: “siapa yang tidak menemukan air atau debu pada tempat yang memang susah ditemukan air atau debu tersebut. Wajib menurut qaul jadid untuk shalat fardhu sebagai penghormatan terhadap waktu”

Kedua, tidak mampu mengetahui masuknya waktu shalat. Hal ini dikatakan di dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal Ala Syarhil Minhaj, juz 1, halaman 407;

إذَا كَانَ قَادِرًا عَلَى الْمَعْرِفَةِ بِالِاجْتِهَادِ وَإِلَّا صَلَّى لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ (قَوْلُهُ فَمَنْ صَلَّى بِدُونِهَا لَمْ تَصِحَّ صَلَاتُهُ)

Artinya: “siapa yang sholat tanpa mengetahui waktu masuknya shalat, maka shalatnya tidak sah jika ia mampu mengetahui dengan ijtihadnya. Kalau tidak mampu mengetahui dengan ijtihad, maka ia harus sholat lil hurmatil waqt”

Ketiga, ditemukan najis pada tubuh dan jika dicuci dengan air, maka bisa mendatangkan mudharat. Hal ini disebutkan di dalam kitab Asna Al-Mathalib Fi Syarh Raudh Ath-Thalib, juz 1, halaman 93;

وَمَنْ عَلَى بَدَنِهِ نَجَاسَةٌ يَخَافُ مِنْ غَسْلِهَا وَمَنْ حُبِسَ عَلَيْهِمَا (يُصَلُّونَ) وُجُوبًا (الْفَرِيضَةَ) لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ

Artinya; “siapa yang pada tubuhnya terdapat najis dan ia khawatir jika bermudharat ketika dicuci, atau yang tertahan menggunakan air. Maka wajib melaksanakan sholat fardhu lil hurmatil waqt”

Keempat, tidak menemukan tempat yang suci untuk melaksanakan shalat. Hal ini ditegaskan di dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir, juz 1, halaman 275;

وَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَوْضِعًا طَاهِرًا وَلَا بِسَاطًا طَاهِرًا صَلَّى لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ

Artinya: “ siapa yang tidak menemukan tempat yang suci atau karpet yang suci, maka shalatlah lil hurmatil waqt”

Ulama  masih berbeda pendapat tentang sholat lil hurmatil waqt tersebut. Kalangan Syafi’iyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa shalat tersebut tidak menggugurkan kewajiban. Sedangkan menurut sebagian Malikiyyah, sholat lil hurmatil waqt tersebut sudah menggugurkan kewajiban.

Jadi terkait shalat Lihurmatil Waqti di atas, bagi suporter bola yang menonton langsung pertandingan di stadion, dan tak bisa memenuhi syarat-syarat shalat karena banyaknya penonton sehingga susah menemukan air, atau tidak ditemukan tempat yang layak.

Maka boleh melakukan shalat lil hurmatil waqt, semata-mata bukan karena pertandingan tersebut, tapi karena menghormati panggilan Allah Swt.

Sekian penjelasan tentang bolehkah shalat lihurmatil waqti saat menonton bola. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hukum Mengumpat Saat Menonton Piala dunia

Kebanyakan orang pasti merasa antusias saat menonton pertandingan klub yang diidolakan. Namun, akibat dari kekesalan melihat timnya kalah terkadang membuat sebagian orang mengeluarkan umpatan selama pertandingan berlangsung, mulai dari menyalahkan wasit sampai pelatih yang dinilai tidak becus. Lantas, bagaimanakah hukum mengumpat saat menonton piala dunia?

Dalam literatur kitab klasik, dijumpai beberapa keterangan tentang larangan bagi seseorang untuk mengumpat kepada orang lain atas dasar motif apapun. Adanya perbedaan dalam masyarakat bukan merupakan sarana untuk manusia saling menghujat dan mencela satu sama lain melainkan untuk saling memahami dan melengkapi.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran, Surat Al-Hujurat, ayat 13 berikut,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. 

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.“  

Dalam hal ini, ulama sepakat mengenai keharaman bagi seseorang untuk mengeluarkan umpatan kepada orang lain dengan mengucapkan kata-kata kotor atau memberikan julukan kepada seseorang dengan julukan yang tidak disukainya. Kebolehan menggunakan julukan-julukan tersebut hanya berlaku jika orang itu tidak dapat diketahui namanya kecuali dengan sebutan demikian.

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Adzkar Imam Nawawi, Halaman 250 berikut,

واتفق العلماء على تحريم تلقيب الإنسان بما يكره سواء كان له صفة كالأعمش والأجلح والأعمى والأعرج والأحول والأبرص والأشج والأصفر والأحدب والأصم والأزرق والأفطس والأشتر والأثرم والأقطع والزمن والمقعد والأشل أو كان صفة لأبيه أو لأمه أو غير ذلك مما يكره . واتفقوا على جواز ذكره بذلك على جهة التعريف لمن لا يعرفه إلا بذلك .

Artinya : “Ulama telah sepakat atas keharaman memberi julukan kepada seseorang dengan julukan yang tidak disukainya, baik yang berupa sifat seperti pincang, botak, buta, pincang, juling, belang, codet, berwajah kuning, bongkok, tuli, berwajah biru, pesek, cacat, renggang giginya), buntung tangan, lumpuh tubuhnya, lumpuh tangannya, atau sifat jelek lain yang dimilki bapak dan ibunya, dan sifat-sifat lain yang tidak disukainya.

Kebolehan menggunakan julukan-julukan tersebut hanya berlaku jika orang tersebut tidak dapat diketahui namanya kecuali dengan sebutan demikian.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ulama sepakat mengenai keharaman bagi seseorang untuk mengeluarkan umpatan kepada orang lain dengan mengucapkan kata-kata kotor atau memberikan julukan kepada seseorang dengan julukan yang tidak disukainya.

Kebolehan menggunakan julukan-julukan tersebut hanya berlaku jika orang itu tidak dapat diketahui namanya kecuali dengan sebutan demikian.

Demikian penjelasan mengenai hukum mengumpat saat menonton piala dunia. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Menjamak Shalat Saat Menonton Bola

Menonton bola merupakan aktivitas yang sangat diminati oleh beberapa orang khususnya kaum laki-laki, terutama saat menonton tim yang diidolakan. Namun, kegiatan ini seringkali menghabiskan waktu yang lama sehingga membuat sebagian orang menjamak sholatnya. Lantas, bagaimana hukum menjamak shalat saat menonton bola?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menyatakan kebolehan melakukan jamak shalat fardhu karena sedang berpergian ataupun karena hujan.

Tetapi, jamak juga boleh dilakukan karena suatu kebutuhan mendesak dengan syarat tidak dijadikan kebiasaan seperti ketika menggelar acara pernikahan dan kegiatan-kegiatan darurat lain yang tidak bisa ditinggalkan.

Hal ini karena ada hadis yang menceritakan bahwa Nabi pernah menjamak shalat zuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya bukan karena khauf (khawatir), sedang berpergian ataupun karena hujan.

Sebagaimana dalam penjelasan kitab Syarah al-Yaqut al-Nafis, halaman 231-232 berikut,

وَمِمَّا يَنْبَغِى اَلتَّنْبِيْهُ عَلَيْهِ: الْحَدِيْثُ الَّذِى فِى صَحِيْحِ مُسْلِمٍ اِذْ قَدْ يشْكِلُ عَلَى البَعْضِ؛ رَوَي مُسْلِمٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّه عَنْهُمَا قَالَ: (جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا سَفَرٍ وَلَا مَطَرٍ) تَكَلَّمَ العُلَمَاءُ عَلَى هَذَا الْحَدِيْثِ، قَالَ اَصْحَابُنَا الشَّافِعِيَّةُ: اَنَّهُ حَمْعٌ صُوْرِيٌّ بِمَعْنَى اَنَّهُ اَخَّرَ الظُّهْرَ اِلَى قَرِيْبِ العَصْرِ، وَعِنْدَمَا اِنْتَهَى مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ … دَخَلَ وَقْتُ العَصْرِ، فَصَلَّى العَصْرَ. وَقَالَ اخَرُوْنَ قَدْ يَجْمَعُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ الضَرُوْرَةِ، وَ لِهَذَا اَجَازَ البَعْضُ اَلْجَمْعَ عِنْدَ الضَرُورَةِ لِانَّ ابْنَ عَبَّاسِ سُئِلَ عَنِ الْحَدِيْثِ اَلْمُشَارِ اِلَيْهِ فَقَالَ : اَرَادَ اَلاَّ يُحَرِّجَ اُمَّتَهُ. فَلاَ يَجُوْزُ اَلْجَمْعُ فِى الْحَضَرِ اِلاَّ عِنْدِ الضَرُوْرَةِ

Artinya : “Dan termasuk hal yang perlu mendapat perhatian adalah hadis yang berada di dalam Shahih Muslim, lantaran hadis tersebut dianggap musykil oleh sebagian ulama. Imam Muslim meriwayatkan dari Sayyidina Abdullah bin ‘Abbas tentang ungkapan beliau mengenai:

“Rasulullah saw. menjamak shalat Zuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya bukan karena khauf (khawatir), sedang berpergian ataupun karena hujan.” Hadis ini menjadi perbincangan para ulama.

Para pengikut imam Syafi’i mengatakan bahwa: “Jamak yang dilakukan Nabi saw. Adalah Jama’ Shuri (format) saja: Dengan pengertian bahwa Rasulullah mengakhirkan Salat Zuhur di akhir waktu yang mendekati waktu Ashar, dan takala masuk waktu ashar maka beliau langsung melaksanakan salat Ashar.

Pendapat ulama yang lain mengatakan, bahwa Rasulullah terkadang memang menjamak salat dengan alasan darurat (terdesak). (Baca juga: Hukum Menjamak Shalat Jumat dengan Shalat Ashar).

Dengan pendapat kedua inilah, maka mereka memperbolehkan menjamak shalat ketika adanya keperluan mendesak. Pendapat ini didasarkan atas penjelasan Ibn ‘Abbas ketika diklarifikasi mengenai hadis ini,

“Rasulullah melakukan itu dengan maksud agar umatnya tidak merasa kesulitan (dalam menjalankan agamanya).” Dengan ini juga mereka menyimpulkan bahwa jamak salat yang dilakukan di saat tidak berpergian baru bisa dilaksankan jika memang terdesak.”

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa menjamak shalat juga boleh dilakukan karena suatu kebutuhan mendesak dengan syarat tidak dijadikan kebiasaan seperti ketika menggelar acara pernikahan dan kegiatan-kegiatan darurat lain yang tidak bisa ditinggalkan.

Akan tetapi, untuk penjelasan hukum menjamak shalat saat menonton bola, maka hukumnya tidak boleh dilakukan.  Lebih lanjut, tidak bisa dijadikan alasan untuk menjamak shalat terkecuali berada disuatu tempat yang tidak memiliki fasilitas atau sulit untuk melaksanakan shalat.

Demikian penjelasan mengenai hukum menjamak shalat saat menonton bola. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Cara Meraih Syafa’at di Hari Kiamat

SYAFAAT yang diperoleh seorang muslim akan menjadi saksi amalan kebaikan baginya saat di hari kiamat kelak. Banyak orang yang beranggapan bahwasanya untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah adalah dengan berziarah ke makam beliau.

Padahal yang demikian ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah sendiri. Beliau justru memberi tahu mengenai amalan yang dapat mendatangkan syafaat di hari kiamat kelak. Lantas amalan apa sajakah yang dimaksud? Berikut informasi selengkapnya.

1. Tauhid dan Mengikhlaskan Ibadah Kepada Allah Serta Ittiba’ Kepada Rasulullah SAW

Amalan yang pertama yaitu tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah serta ittiba’ kepada Rasulullah SAW. Tidak dapat dipungkiri bahwa tauhid menjadi salah satu hal terpenting yang harus dimilliki seorang muslim.

Nabi SAW pernah ditanya: “Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu pada hari Kiamat?” Nabi menjawab :

“Yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari Kiamat adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya,” (HR Bukhari, no. 99)

Namun hal yang harus diingat adalah semua perbuatan tersebut harus diiringi dengan keikhlasan hati dalam melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Orang yang ikhlas dalam melaksanakan perintah Allah dalam hal beribadah ataupun amalan kebaikan lainnya maka ia berhak menjadi salah satu orang yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah.

2. Shalatnya Sekelompok Orang Muslim Terhadap Mayit Muslim

Amalan selanjutnya yaitu menyolatkan sesama orang muslim. Sekelompok orang yang melakukan hal tersebut akan memperoleh syafaat dari Rasulullah SAW di hari akhir kelak. Hal tersebut sesuai dengan sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang mayit dishalatkan oleh sekelompok orang Islam yang jumlah mereka mencapai seratus, semuanya memintakan syafaat untuknya, melainkan syafaat itu akan diberikan pada dirinya”. (HR Muslim, no. 947, 58).

“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melainkan Allah akan memberikan syafaat kepadanya”. (HR Muslim, no.948, 59).

Maka dari itu, apabila ada saudara muslim yang meninggal dunia, maka shalatkanlah bersama 100 atau 40 kaum muslim lainnya. Sebab perbuatan yang demikian ini akan mendatangkan syafaat dari Allah SWT tentunya melalui hamba pilihannya yakni Rasulullah SAW.

3. Shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW

Amalan ketiga yang sudah jelas mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW adalah dengan bershalawat kepada beliau. Dari Ibnu Mas’ud, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Orang yang paling berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah, yang paling banyak shalawat kepadaku” (HR Tirmidzi, no.484).

“Barang siapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat,” (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh imam Al-Mundziri, Al-Haitsami, al-Albani rahimahumullahu. (Shahihul Jami’ : 6357).

Maka berbahagialah orang yang senantiasa bershalawat kepada Rasulullah sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkannya.

4. Puasa, Baik Puasa Wajib Maupun Puasa Sunnah

Selain bershalawat kepada Rasulullah, ternyata menjalankan puasa wajib ataupun sunnah menjadi salah satu jalan untuk mendapatkan Syafaat dari Rasulullah SAW di akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa dan al Qur`an akan memberi Syafaat kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak. Puasa akan berkata : “Wahai, Rabb-ku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan al Qur`an berkata : “Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at,” (HR Ahmad, II/174; al Hakim, I/554; dishahihkan oleh al Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Haitsami, dll. Lihat Majma’uz Zawaid III/181. Dan Tamamul Minnah, hlm. 394)

Kedua amalan ini, di hari kiamat kelak akan berdoa kepada Allah dan meminta izin kepadanya untuk memberikan Syafaat bagi orang mengalamkan puasa dan membaca Al-Qur’an pada hari kiamat kelak.

5. Senantiasa Berdoa Setelah Adzan

Rasulullah SAW tidak pernah menanggap sepele suatu amalan kebaikan. Bahkan orang yang berdoa ketika ketika adzan akan mendapatkan Syafaat di akhirat kelak dari beliau. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan ‘Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Muhammad, dan bangkitkan beliau, sehingga bisa menempati maqam terpuji yang engkau janjikan’. Maka dia berhak mendapatkan Syafaatku pada hari Kiamat,” (HR Bukhari no.614, dari Jabir bin Abdillah)

6. Memperbanyak Sujud

Memperbanyak sujud juga menjadi salah satu amalan yang mendatangkan syafaat selanjutnya. Maksud dari memperbanyak sujud ialah senantiasa melaksanakan shalat wajib serta teguh pendirian dalam mengerjakan shalat sunnah.

Selain sujudnya shalat wajib dan shalat sunnah, ternyata sujud tilawah ketika membaca ayat-ayat sajadah dan sujud syukur termasuk dalam sujud yang mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda:

Dari Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami, dia berkata: “Aku pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku mendatangi beliau sambil membawa air untuk wudhu’ beliau. Kemudian beliau berkata kepadaku,’Mintalah’. Aku berkata,’Aku minta untuk dapat menemanimu di surga,’ kemudian beliau berkata, ‘Atau selain itu?’ Aku berkata,’Itu saja’. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Tolonglah aku atas dirimu dengan banyak bersujud” (HR Muslim, no.489, 226).

Tidak hanya akan memperoleh syafaat dari Rasulullah SAW. Ternyata orang yang memperbanyak sujud selama hidupnya juga akan mendapatkan syafaat dari para malaikat. Dalam hadits Shahihain, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersaba:

“Apabila Allah telah selesai memutuskan diantara hamba-hambanya, dan Allah ingin mengeluarkan hamba-hambanya yang terjatuh ke Neraka bagi hamba yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya kepada Allah (maksudnya Ahli Tauhid), Allahpun memerintahkan para malaikat-Nya untuk mengeluarkan hamba-hamba yang menyembah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, maka para malaikat mengeluarkan mereka dari Neraka. Malaikat mengetahui tanda-tandanya dari bekas-bekas sujud dari anggota badannya. Dan Allah juga telah mengharamkan api neraka untuk tidak memakan bekas-bekas sujud dari anggota badan para hambanya. (Shahih, HR. Bukhari (7437), Muslim (182)).

7. Membaca Alquran, Mentadabburinya, dan Mengamalkan Isinya

Amalan selanjutnya yaitu membaca Al-Qur’an, mentadabburinya dan mengamalkan isinya. Amalan Al-Qur’an tersebut akan mendatangakan syafaat bagi mereka yang sungguh-sungguh dalam membaca, memahami dan mengamalkannya. Dari Abi Umamah bahwasannya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Bacalah al Qur`an. Sesungguhnya al Qur`an akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi sahabatnya…” (HR Muslim, no.804).

8. Tinggal di Madinah, Sabar Tehadap Cobaannya, dan Wafat Disana

Amalan terakhir yang mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW adalah tinggal di Madinah, sabar terhadap cobaannya dan wafat di sana. Hal ini telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya. Beliau bersabda:

“Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafaat padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat. Jika dia seorang muslim,” (HR Muslim, no.1374, 477; dari Abu Sa’id al Khudri).

Maka beruntunglah bagi mereka yang senantiasa bersabar ketika mendapatkan cobaan saat berada di Madinah. Sebab Rasulullah SAW akan memberikan syafaat kepadanya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seseorang dari umatku sabar terhadap cobaan Madinah dan kesusahannya, kecuali aku akan memberikan syafaat padanya atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat,” (HR Muslim, no.1378, 484; dari Abu Hurairah).

“Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah disana. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat bagi orang yang mati disana”. (HR Ahmad, II/74,104; Tirmidzi, no.3917; Ibnu Majah, no.3112; Ibnu Hibban, no. 3741, dari Ibnu Umar. Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”).

Demikianlah informasi mengenai amalan yang mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW. Maka dari itu, sebagai seorang muslim kita harus senantiasa mengamalan amalan di atas, selain agar mendapatkan pahala, syafaat tersebut juga bisa menjadi saksi amalan kebaikan yang telah kita lakukan selama hidup di dunia. []

ISLAMPOS

Orang yang Dirundung Penyesalan pada Hari Kiamat

PADA masa mudanya, Umar bin Abdul Aziz ialah pemuda yang selalu mengenakan wangi-wangian dari jenis terbaik, tinggal di rumah megah, pakaian yang paling mahal, menunggang kuda yang elok, dan bahkan penghasilannya mencapai 40.000 Dinar.

Pada saat ia didaulat untuk menjadi Khalifah, kehidupannya berubah menjadi terbalik. Pengganti wangi-wangiannya ialah peluh yang bercucuran, kuda yang elok berganti dengan telapak kakinya, ia pun memilih pakaian yang paling murah, makanannya hanya sebagai pengganjal lapar, dan penghasilan tahunannya tidak sebesar dulu.

Seluruh kekayaan pribadinya diangkut ke dalam baitulmal. Rumahnya pun kini berubah menjadi rumah yang terbuat dari tanah. Adapun singgasananya hanya potongan kayu bulat yang diletakkan begitu saja di atas tanah.

Hal itu dilakukan Khalifah karena ia sangat takut akan pertanggung jawabanya dihadapan Allah. Suatu hari terjadi dialog antara Khalifah dengan istrinya.

“Fatimah alangkah nikmatnya malam-malam yang kita lalui di Dabiq dulu, jauh lebih menyenangkan dari malam-malam seperti sekarang ini.” (Maksudnya ialah kehidupan sebelum dirinya ditunjuk menjadi Khalifah), Tutur Umar.

Maka istrinya menjawab, “Demi Allah, padahal waktu itu, kanda tidak lebih mampu dari waktu sekarang ini.”

Mendengar ucapan itu, wajah Umar pun menjadi muram, air matanya pun mengalir. Lalu katanya, “Wahai Fatimah, aku takut terhadap siksa Rabb-ku jika mendurhakainya, yakni di suatu hari yang amat dahsyat!”

Dalam hal ini Nabi pun bersabda, “Orang yang paling dirundung penyesalan pada hari kiamat ialah orang yang memperoleh harta dari sumber yang tidak halal lalu dengan harta itu menyebabkan dia masuk neraka.” (HR Bukhari). []

Sumber: Oase Kehidupan, Merujuk Kisah-kisah Hikmah Sebagai Teladan/Penerbit: Marja/Penulis:Abu Dzikra – Sodik Hasanuddin,2013

ISLAMPOS