Mengenal Apa Itu Visa Umroh

Setiap jamaah umroh diwajibkan memenuhi syarat-syarat dokumen yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Arab Saudi. Salah satu dokumen yang krusial adalah visa umroh.

Dalam buku Umroh Backpacker karya Haadiy Fatahillah dijelaskan, visa umrah yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Saudi Arabia pengurusannya tidak dilakukan langsung oleh kedutaan mereka di Jakarta. Kementerian Haji dan Kementerian Luar Negeri Saudi menunjuk beberapa yayasan atau biasa disebut sebagai muasasah.

Penunjukkan muasasah di sana adalah untuk mengakomodasi sekaligus menjadi penjamin semua jamaah umroh yang datang. Muasasah inilah yang akan bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi kepada para jamaah, terutama apabila mereka overstay atau mungkin menghilang.

Di Indonesia, muasasah ini melakukan kerja sama dengan biro-biro perjalanan tertentu untuk memasarkan dan memenuhi persyaratan pengurusan visa. Biro perjalanan di Indonesia ini biasa disebut sebagai provider visa.

Saat ini (2015), provider visa yang beroperasi terdapat sekitar 90 perusahaan dan jumlah tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Pemerintah Saudi memang menyerahkan tanggung jawab atas jamaah kepada muasasah. Namun muasasah juga mengoper tanggung jawab tersebut kepada provider di Indonesia.

Yakni dengan meminta deposit jaminan dari mereka. Apabila diketahui ada jamaah yang tidak pulang, maka deposit mereka akan dipotong. Namun pada akhirnya provider juga mengalihkan tanggung jawab itu kepada travel umroh yang menerima pendaftaran jamaah.

Yakni dengan menandatangani pernyataan bahwa mereka bersedia membayar denda bila jamaah yang diberangkatkan tidak kembali sebagaimana mestinya.

IHRAM

Hak-Hak yang Harus Dipenuhi Bersama oleh Suami dan Istri

Para pembaca yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah. Ada beberapa hak yang ditetapkan dalam Islam, yang harus dipenuhi oleh masing-masing suami dan istri terhadap pasangannya. Suami wajib menunaikan hak-hak tersebut terhadap istrinya, begitu juga sebaliknya. Di antara hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:

Hak kesalehan; Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Seorang suami hendaknya berusaha menjadi suami yang saleh bagi istrinya. Demikian juga seorang istri, hendaknya berusaha menjadi istri yang salihah bagi suaminya. Dalam surah An-Nisa ayat 34, Allah Ta’ala menyebutkan profil suami yang saleh dan istri yang salihah. Allah Ta’ala berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang salihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-Nisa : 34)

Suami yang saleh adalah suami yang cakap menjadi pemimpin bagi keluarganya, memberikan nafkah kepada keluarganya, dan tidak mencari-cari kesalahan istrinya serta tidak menzalimi istrinya. Dan istri yang salihah adalah istri yang taat kepada Allah Ta’ala, taat kepada suaminya, menjaga diri dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada, serta tidak berbuat kedurhakaan. Ayat ini menunjukkan adanya hak kesalehan yang harus ditunaikan kepada pasangan.

Oleh karena itu, syariat memerintahkan untuk mencari istri yang salihah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no. 5090, Muslim no. 1466)

Demikian juga, para wanita muslimat diperintahkan untuk mencari lelaki yang saleh sebagai suaminya. Dari Abu Hatim Al-Muzanni radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” (HR. Tirmidzi no.1085. Al-Albani berkata dalam Shahih At-Tirmidzi bahwa hadis ini hasan lighairihi).

Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan idaman. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan di sinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.

Maka, pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفقِّهْهُ في الدِّينِ

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, akan dimudahkan untuk memahami ilmu agama.” (HR. Bukhari no. 71, Muslim no. 1037)

Hak al-kafa’ah (sekufu)

Yang dimaksud dengan sekufu atau al-kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah, dan selainnya (Lisaanul Arab). Al-kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan, dan pekerjaan. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan tentang al-kafa’ah,

هي خمسة: النسب، والدين، والحرية، والصناعة، والمال

Al-kafa’ah (sekufu) itu dalam 5 perkara: nasab, agama, kemerdekaan, pekerjaan, dan harta.” (Syarah Muntahal Iradat, 5: 152)

Maka, hendaknya suami dan istri tidak terlalu terpaut jauh perbedaannya dalam lima hal di atas. Atau dengan kata lain, hendaknya ada kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala,

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An-Nur: 26)

Al-Bukhari pun dalam kitab Shahih-nya membuat Bab Al-Akfaa fid Diin (sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadis,

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no. 5090, Muslim no. 1466)

Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apalagi kita?

Hak tazayyun (berhias); Menyenangkan jika dipandang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan idaman. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka, mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri atau suami-suami dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram dengannya.” (QS. Ar-Ruum: 21)

Dalam sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebutkan 4 ciri wanita salihah yang salah satunya,

وإن نظرَ إليها سَرَّتْه

“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Ibnu Majah no. 1857. Disahihkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak [1487], didaifkan oleh Al-Albani dalam Dha’if Ibnu Majah)

Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhar, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَظَرْتَ إلَيْهَا؟ قالَ: لَا، قالَ: فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إلَيْهَا، فإنَّ في أَعْيُنِ الأنْصَارِ شيئًا

Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim no. 1424)

Dan hak tazayyun ini tidak hanya ditunaikan istri kepada suami. Namun juga seorang suami hendaknya menjadi sosok suami yang menyenangkan bagi istrinya. Allah Ta’ala berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوف

“Pergaulilah mereka (istri-istri kalian) dengan ma’ruf.” (QS. An-Nisa: 19)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya menjelaskan ayat ini:

أي طيبوا أقوالكم لهن، وحسنوا أفعالكم وهيئاتكم بحسب قدرتكم كما تحب ذلك منها، فافعل أنت بها مثله، كما قال تعالى: ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف

“Maksudnya, berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbagus perlakuan kalian, perbagus penampilan kalian sesuai kemampuan, sebagaimana kalian ingin istri kalian memperlakukan anda dengan baik, maka lakukan juga semisalnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya): “berlakulah dengan ma’ruf kepada mereka, sebagaimana mereka diwajibkan berlaku ma’ruf kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 228) (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 400)

Di antara bentuk berhiasnya suami yang dianjurkan dalam syariat adalah:

Pertama: Memakai minyak rambut

Kedua: Merawat rambut, kumis, dan jenggot

Ketiga: Memakai minyak wangi

Keempat: Bersiwak

Kelima: Mencukur bulu kemaluan

Keenam: Mencabut bulu ketiak

Ketujuh: Memakai pakaian yang bagus

Hak keturunan atau kesuburan

Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang saleh yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,

تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم

“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya umatku.” (HR. An-Nasa’i, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Misykatul Mishabih)

Karena alasan ini juga sebagian fuqaha (para pakar fikih) berpendapat bolehnya faskhun nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As-Sa’di berkata, “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun. Jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa).” (Lihat Manhajus Salikin, hal. 202)

Hak istimta‘ (bermesraan)

Di antara hikmah pernikahan adalah untuk menjaga diri dari fitnah syahwat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR. Bukhari no. 5056, Muslim no. 1400)

Dan para lelaki diperintahkan untuk istimta‘ (bermesraan) dengan istrinya yang telah dihalalkan baginya, ia tidak ingin lagi untuk melakukan istimta‘ yang haram. Allah Ta’ala berfirman,

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ

“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai.” (QS. Al-Baqarah: 223)

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ المَرْأَةَ تُقْبِلُ في صُورَةِ شيطَانٍ، وَتُدْبِرُ في صُورَةِ شيطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ؛ فإنَّ ذلكَ يَرُدُّ ما في نَفْسِهِ

“Sesungguhnya wanita itu terlihat dari depan dalam bentuk yang dihiasi setan, dan terlihat dari belakang dalam bentuk yang dihiasi setan. Maka, jika seseorang di antara kalian melihat wanita (yang bukan mahram), hendaknya kalian datangi istri kalian. Karena itu akan dapat menjadi solusi dari gejolak yang ada dalam diri kalian.” (HR. Muslim no. 1403)

Oleh karena itu, para istri diperintahkan untuk memenuhi panggilan suaminya ketika suaminya mengajak berhubungan. Agar tujuan-tujuan di atas tercapai. Dari Thalqu bin Ali radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ فَلْتَأْتِهِ وَ إِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ

“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan intim, hendaknya sang istri mendatanginya walaupun dia sedang berada di dapur.” (HR. At-Tirmidzi [4: 387], disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib, 2: 199)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا اَلْمَلآئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ

“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. Bukhari no. 3237)

Demikian juga seorang suami, ia wajib memberi “nafkah batin” kepada istrinya, yaitu menggaulinya. Suami berdosa jika tidak menggauli istrinya sama sekali. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ

“Istri-istri yang kalian khawatirkan mereka berbuat durhaka (kepada kalian), maka nasihatilah mereka, dan boikotlah mereka di tempat tidur …” (QS. An-Nisa: 34)

Mafhum ayat ini menunjukkan bahwa jika istri tidak berbuat kedurhakaan, maka tidak boleh suami memboikot istrinya dan tidak menggaulinya. Dalam hadis dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“Sesungguhnya istrimu juga punya hak yang mesti engkau tunaikan.” (HR. Bukhari no. 1975)

Namun, para ulama berbeda pendapat tentang seberapa kadar wajibnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

يجب على الرجل أن يطأ زوجته بالمعروف ، وهو من أوكد حقها عليه ، أعظم من إطعامها ، والوطء الواجب ، قيل : إنه واجب في كل أربعة أشهر مرة ، وقيل : بقدَر حاجتها وقُدْرته ، كما يطعمها بقدَر حاجتها وقُدْرته ، وهذا أصح القولين

Wajib bagi suami berhubungan intim dengan istrinya secara ma’ruf. Dan “nafkah batin” itu lebih wajib bagi suami daripada nafkah berupa makanan. Dan kadar wajibnya menggauli istri, sebagian ulama mengatakan: minimal sekali dalam empat bulan. Sebagian ulama mengatakan: sesuai dengan kebutuhan istri dan kemampuan suami. Sebagaimana nafkah makanan, itu juga sesuai dengan kebutuhan istri dan kemampuan suami. Ini pendapat yang lebih tepat.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/271)

Wallahu a’lam. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik.

***

Penulis: Yulian Purnama

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80493-hak-hak-yang-harus-dipenuhi-bersama-oleh-suami-dan-istri.html

Sikap Seorang Muslim dalam Menghadapi Musibah

Sebagai hamba Allâh Ta’ala, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.

Allâh Ta’ala berfirman:

Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs al-Anbiyâ’/21:35)

Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:

“(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.[1]

KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TA’ALA

Allâh Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

Allâh Ta’ala berfirman:

Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu
yang memberi (kemaslahatan)[2] hidup bagimu
(Qs al-Anfâl/8:24)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi seruan Allâh Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam. Maka, barang siapa tidak memenuhi seruan Allâh Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam, dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allâh Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam secara lahir maupun batin”[3].

Allâh Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Hûd/11:3)

Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:

“Dalam ayat-ayat ini Allâh Ta’ala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat. [4]

SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MASALAH

Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allâh Ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allâh Ta’ala membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allâh Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya.

Dengan keyakinannya ini pula Allâh Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allâh Ta’ala dalam firman-Nya:

Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs at-Taghâbun/64:11)

Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:

“Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allâh Ta’ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allâh Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allâh Ta’ala tersebut, maka Allâh Ta’ala akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allâh Ta’ala akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”[5]

Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya.

Meskipun Allâh Ta’ala dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allâh Ta’ala dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin.

Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:

“Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allâh Ta’ala senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut.

Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisâb. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan).

Sungguh Allâh Ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya:

”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allâh apa yang tidak mereka harapkan” (Qs an-Nisâ/4:104).

Jadi, orang-orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allâh Ta’ala.”[6]

HIKMAH COBAAN

Di samping sebab-sebab di atas, ada lagi faktor lain yang bisa meringankan semua kesusahan yang dialami seorang Mukmin di dunia ini, yaitu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allâh Ta’ala jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allâh Ta’ala.

Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allâh Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya.

Dengan sikap ini, Allâh Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allâh Ta’ala memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:

“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”.[7]

Maknanya: Allâh Ta’ala akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allâh Ta’ala.[8]

Di antara hikmah yang agung tersebut adalah:

1.Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allâh Ta’ala. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Ta’ala[9].
2.Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allâh Ta’alamencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.[10]Inilah makna sabda Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :“Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”[11]
3.Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allâh Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allâh Ta’ala menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.[12]Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :”Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”[13]

PENUTUP

Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullâh tentang gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jama’ah di jamannya, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang Mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allâh Ta’ala takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“Dan Allâh Ta’ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah rahimahullâh). Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allâh Ta’ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi di sisi lain (aku mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya.

Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah rahimahullâh), jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat).

Dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”[14]

[1]Tafsîr Ibnu Katsîr (5/342- cet Dâru Thayyibah).
[2]Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr (4/34).
[3]Kitab Al-Fawâ-id (hal 121- cet. Muassasatu Ummil Qura’)
[4]Al-Wâbilush Shayyib (hal 67- cet. Dârul Kitâbil ‘Arabi).
[5]Tafsîr Ibnu Katsîr (8/137)
[6]Ighâtsatul Lahfân (hal 421-422 – Mawâridul Amân)
[7]HR al-Bukhâri (no 7066- cet. Dâru Ibni Katsîr) dan Muslim (no 2675)
[8]Lihat kitab Faidhul Qadîr (2/312) dan Tuhfatul Ahwadzi (7/53)
[9]Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul Lahfân (hal 422 – Mawâridul Amân)
[10]Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh dalam Ighâtsatul Lahfân (hal 424 – Mawâridul Amân)
[11]HR Muslim (no 2999)
[12]Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul lahfân (hal 423 – Mawâridul amân), dan imam Ibnu Rajab dalam Jâmi’ul ‘Ulûmi wal Hikam (hal 461- cet. Dâr Ibni Hazm).
[13]HR al-Bukhâri (no. 6053)
[14]Kitab Al-Wâbilush Shayyib (hal 67- cet. Dârul Kitâbil ‘Arabi)

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/5026-sikap-seorang-muslim-dalam-menghadapi-musibah.html

Istighfar Setelah Shalat Maghrib Agar Husnul Khatimah

Berikut ini istighfar setelah shalat Maghrib agar husnul khatimah. Kita pasti mengharapkan meninggal dalam keadaan husnul khatimah, atau meninggal dalam keadaan baik dan bahagia, dan mati dalam keadaan beriman kepada Allah. Untuk mewujudkan itu, kita harus berdoa kepada Allah agar nanti  dalam keadaan husnul khatimah.

Disebutkan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, bahwa di antara cara agar kita mati dalam keadaan husnul khatimah adalah kita istiqomah mengamalkan membaca istighfar setelah shalat Maghrib agar husnul khatimah berikut setelah shalat Maghrib sebanyak 4 kali;

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمِ الَّذِيْ لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ رَبِّ اغْفِرْلِيْ

Astaghfirullaahal ‘azhiim alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuumu wa atuubu ilaihi, robbighfirlii.

Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, tidak ada Tuhan selain Dia, Dzat Yang Hidup dan Berdiri Sendiri. Wahai Tuhanku, ampunilah aku.

Kemudian dilanjutkan membaca shalawat berikut sebanyak 10 kali;

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلِّمْ بِعَدَدِ كُلِّ حَرْفٍ جَرَى بِهِ الْقَلَمُ

Alloohumma sholli ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii wa sallim bi’adadi kulli harfin jaroo bihil qolam.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya, sebanyak jumlah huruf yang digariskan oleh qalam (pena).

Habib Abdurrahman dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin berkata sebagai berikut;

فائدة: نقل عن القطب الحداد نفعنا الله به أن مما يوجب حسن الخاتمة عند الموت أن يقول بعد المغرب أربع مرات: أستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم الذي لا يموت وأتوب إليه رب اغفرلي وعن بعض العارفين: من قال بعد صلاة المغرب ايضا قبل ان يتكلم اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه بعدد كل حرف جرى به القلم عشر مرات مات على الايمان

Sebuah faidah : Dinukil dari Al-Quthb Al-Haddad bahwa di antara hal yang menyebabkan khusnul khatimah saat meninggal adalah membaca setelah Maghrib sebanyak 4 kali; Astaghfirullaahal ‘azhiim alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuumu wa atuubu ilaihi, robbighfirlii.

Dari sebagian arifin; Barangsiapa setelah shalat Maghrib juga membaca sebelum berbicara ‘Alloohumma sholli ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii wa sallim bi’adadi kulli harfin jaroo bihil qolam’ sebanyak 10 kali, maka dia mati dalam keadaan iman.

Demikian penjelasan istighfar shalat Maghrib agar husnul khatimah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Sampaikan Pesan Perdamaian lewat Ayat Alquran pada Pembukaan Piala Dunia 2022, Ini Profil Ghanim al-Muftah

SAHABAT Islampos, upacara pembukaan Piala Dunia 2022 di Stadion Al Bayt, Qatar, Ahad (20/11/2022) dimulai dengan pembacaan ayat-ayat Alquran oleh bintang YouTube Qatar berusia 20 tahun Ghanim al-Muftah. Sosoknya berhasilmencuri perhatian. Siapakah Ghanim al-Muftah tersebut?

Pembacaan ayat suci Alquran pada Opening Ceremony Piala Dunia merupakan kali pertama sepanjang sejarah ajang bergengsi itu. Ghanim al-Muftah, pengusaha muda yang juga seorang difabel itu membacakan QS Al Hujarat Ayat 13:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ghanim al-Muftah – yang juga merupakan duta Piala Dunia FIFA saat itu tampil bersama aktor peraih Oscar Morgan Freeman.

Freeman menceritakan segmen pembukaan upacara pembukaan Piala Dunia 2022 berjudul ‘The Calling’, memberi tahu pemirsa: ‘Kita semua berkumpul di sini dalam satu suku besar’.

“Bagaimana bisa begitu banyak negara, bahasa, dan budaya bersatu jika hanya satu cara yang diterima?” Freeman memberi tahu orang banyak.  “Aku mendengar sesuatu yang indah. Bukan hanya musik, tetapi juga seruan untuk perayaan ini.

Freeman kemudian berbicara kepada orang banyak, mengatakan, “Sepak bola menyatukan negara-negara dan kecintaan mereka pada permainan yang indah. Apa yang menyatukan bangsa juga menyatukan komunitas.”

Selain kemunculan Freeman, sosok Ghanim –pemuda berparas  tampan yang melantunkan Alquran– pun  tentu saja mencuri perhatian publik. Siapa Ghanim al-Muftah tersebut?

Profil Ghanim al-Muftah

Ghanim, lahir dengan kondisi langka yang mengganggu perkembangan tulang belakang bagian bawah, Caudal Regression Syndrome. Mengingat sangat sedikit peluang untuk bertahan hidup oleh dokter, dia termasuk orang yang diberkati karena berhasil hidup lebih dari lima belas tahun.

Kisahnya telah memukau dan menginspirasi orang-orang dengan menjadi contoh yang menonjol dan luar biasa bagi kaum muda dan para difabel di seluruh dunia. Setiap tahun, Muftah menerima perawatan ahli bedah di Eropa.

Dia berharap bisa menjadi Paralympian masa depan. Terlepas dari kekurangannya, Ghanim melakukan renang, selam skuba, sepak bola, hiking, dan skateboard sebagai olahraga favoritnya.

Di sekolah, Ghanim biasa bermain sepak bola memakai sepatu di tangannya dan mengejar bola dengan teman-temannya yang ‘berukuran normal’. Dia mendaki Jebel Syams, puncak gunung tertinggi di seluruh wilayah Teluk. dia memiliki niat untuk mendaki Gunung Everest.

Dengan lebih dari 1 juta pengikut di Instagram, Al-Muftah memiliki keinginan untuk belajar Ilmu Politik di universitas, dengan tujuan menjadi Perdana Menteri Qatar di masa depan. []

SUMBER: NEWS360

ISLAMPOS

Bencana Alam Landa Cianjur, Ini Doa Hadapi Musibah dan Gempa Bumi

Hari ini, pada Senin (21/11/2022) tepatnya pukul 13.21 WIB gempa bumi bermagnitudo (M) 5,6 dirasakan warga DKI Jakarta dan sekitarnya. Pusat gempa berada di darat 10 km barat daya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Bencana alam, seperti gempa bumi merupakan musibah dan ujian dari Allah SWT kepada manusia. Hendaknya seorang Muslim yang tertimpa musibah bersabar, tawakkal, dan berdoa kepada Allah SWT.

Sementara bagi yang tidak terdampak, seyogyanya membantu baik secara materil maupun non-materil serta turut mendoakan saudaranya yang tertimpa musibah.
Adapun doa yang dapat dibaca ketika menghadapi musibah adalah:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ اؤْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا


“Inaa lillahi wainnaa ilaihi raaji’uun. Allahumma`jurnii fii mushiibati wa akhlif lii khairan minhaa.”

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena musibah ini dan tukarlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya”. Rasulullah SAW bersabda:


ما مِن مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ، فيَقولُ ما أمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 156]، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي في مُصِيبَتِي، وأَخْلِفْ لي خَيْرًا مِنْها، إلَّا أخْلَفَ اللَّهُ له خَيْرًا مِنْها

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu dia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, (redaksi doa di atas), melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik.” (HR Muslim no 1525)

Doa lainnya, Imam Nawawi menyebutkan dalam kitabnya al-Adzkar, bahwa Rasulullah SAW mengajarkan Sayyidina Ali sebuah doa yang dibaca ketika menghadapi kesulitan ataupun bencana agar Allah SWT menghilangkan bencana tersebut. Doa yang dimaksud sebagai berikut :


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ باللَّهِ العَلِيّ العَظِيمِ.

“Bismillahirrahmanirrahim wala haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim.”

“Dengan menyebut nama Allah yang Mahapengasih dan Mahapenyayang. Tiada daya dan kekuatan (bagi kami) melainkan hanya dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (Abu Zakariya an-Nawawi, al-Adzkar, Daarul Fikr, hal 123)

Doa gempa

Terkhusus gempa bumi, terekam dalam Alquran bahwa Nabi Musa memanjatkan doa ketika kaumnya tertimpa bencana gempa bumi :


رَبِّ لَوْ شِئْتَ اَهْلَكْتَهُمْ مِّنْ قَبْلُ وَاِيَّايَۗ اَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاۤءُ مِنَّاۚ اِنْ هِيَ اِلَّا فِتْنَتُكَۗ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاۤءُ وَتَهْدِيْ مَنْ تَشَاۤءُۗ اَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الْغٰفِرِيْنَ. وَاكْتُبْ لَنَا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ اِنَّا هُدْنَآ اِلَيْكَۗ

“Rabbi lau syi’ta ahlaktahum min qablu wa iyyaya, atuhlikunaa bimaa fa’alas-sufahaau minnaa, in hiya illa fitnatuka tudhillu bihaa man tasyaau wa tahdhi man tasyaa, anta waliyyuna faghfir lanaa warhamnaa, wa anta khairul-ghaafirin, waktub lanaa fiii haadzihid-dunya hasanatan wa fiil-akhirat inna hudna ilaika”

“Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari-Mu. Engkau menyesatkan siapa yang Engkau kehendaki dengan cobaan itu dan Engkau memberi petunjuk siapa yang Engkau kehendaki.

Engkaulah Pelindung kami. Maka, ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah sebaik-baik pemberi ampun. Tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan di akhirat. Sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau.” (QS Al-Araf [7]: 155-156)

Demikian doa-doa yang dapat dibaca ketika menghadapi musibah atau bencana alam, seperti gempa bumi dan lainnya. Wallahu a’lam.. (Shafira Amalia, ed: Nashih)

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Amalan-Amalan Ketika Terjadi Gempa

Ketika gempa bumi menyapa, bila tsunami menghampiri manusia, ketika para korban berjatuhan meninggal dunia, ketika bangunan hancur berkeping-keping menjadi tanah, ketika para wanita menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim tanpa orang tua … pada saat itu semua hendaknya kita semua lebih mendekatkan diri kepada Allah, mengingat akhirat, segera bertaubat, bersemangat ibadah, dan tidak tertipu dengan dunia yang fana.

Berikut ini beberapa amalan yang hendaknya dilakukan ketika gempa dan tsunami terjadi:

Taubat kepada Allah

Sesungguhnya peristiwa ini akan membuahkan bertambahnya iman seorang mukmin, memperkuat hubungannya dengan Allah. Dia sadar bahwa musibah-musibah ini tidak lain dan tidak bukan adalah akibat dosa-dosa anak manusia berupa kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan.Tidaklah terjadi suatu malapetaka melainkan karena dosa, dan malapetaka itu tidak akan dicabut oleh Allah kecuali dengan taubat.

Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah berkata, “Kadang-kadang Allah mengizinkan bumi bernapas sehingga mengakibatkan gempa dan tsunami yang dahsyat, sehingga hal itu menjadikan ketakutan kepada Allah, kesedihan, taubat dan berserah diri kepada Allah”.

Banyak berdzikir, do’a, dan istighfar kepada Allah

Imam Syafi’i mengatakan, “Obat yang paling mujarab untuk mengobati bencana adalah memperbanyak tasbih”. Imam as-Suyuthi berkomentar, “Hal itu karena dzikir dapat mengangkat bencana dan adzab, sebagaimana firman Allah:

فَلَوْلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلْمُسَبِّحِينَ ﴿١٤٣﴾ لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ ﴿١٤٤﴾

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit” (QS. ash-Shoffat [37]: 143–144).

Renungkanlah juga bersama saya firman Allah:

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ ﴿٣٣﴾

Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS. al-Anfal [8]: 33).

Ayat mulia ini menunjukkan bahwa ada dua hal yang dapat melindungi manusia dari adzab.

Pertama, adanya Nabi Muhammad di tengah-tengah manusia dan ini bersifat sementara.

Kedua, istighfar dan meninggalkan segala dosa dan ini bersifat seterusnya sekalipun Nabi telah meninggal dunia.

Membantu para korban bencana

Saudaraku, bila kita sekarang dalam kenikmatan dan kesenangan, kita bisa makan, minum, dan memiliki rumah, maka ingatlah saudara-saudaramu yang terkena bencana. Saat ini mereka sedang kesusahan dan kesulitan. Maka ulurkanlah tanganmu untuk membantu mereka semampu mungkin.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Barang siapa yang membantu menghilangkan kesusahan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan menghilangkan kesusahan darinya besok di hari kiamat” (HR. Muslim no. 2699).

Terlebih lagi orang kaya, pengusaha, pemerintah, dan bangsawan, hendaknya mereka mengeluarkan hartanya untuk membantu para korban.

Dahulu, tatkala terjadi gempa pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau menulis surat kepada para gubernurnya untuk bersedekah dan memerintah rakyat untuk bersedekah.

Dan hendaknya para relawan saling membantu dan saling melengkapi antar sesama sehingga terwujudlah apa yang menjadi tujuan mereka, jangan sampai ada terjadi pertengkaran atau perasaan bahwa dia adalah orang yang paling pantas dibanding lainnya.

Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Sebagaimana tadi kita sebutkan bahwa termasuk faktor terjadinya gempa adalah dosa umat manusia maka hendaknya hal itu dihilangkan, salah satu caranya dengan menegakkan dakwah, saling menasihati, dan amar ma’ruf nahi munkar sehingga mengecillah kemungkaran.

Adapun bila kita acuh tak acuh dan mendiamkan kemungkaran maka tak ayal lagi bencana tersebut akan kembali menimpa kita.

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنۢ بَنِىٓ إِسْرَ‌ٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَ‌ٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ ﴿٧٨﴾ كَانُوا۟ لَا يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍۢ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا۟ يَفْعَلُونَ ﴿٧٩﴾

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (QS. al-Ma’idah [5]: 78–79).

***

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/29075-amalan-amalan-ketika-terjadi-gempa.html

Gempa Bumi Bukan Sekedar Fenomena Alam

Memang benar, gempa bumi terjadi karena fenomena alam semisal pergerakan lempeng bumi dan lain-lain, akan tetapi bagi orang yang beriman, gempa bukan hanya sekedar bencana alam, akan tetapi juga tanda peringatan dari Allah agar manusia kembali kepada agamanya dan menjauhi maksiat. Allah yang menjadikan pergerakan lempeng bumi dan terjadilah gempa atas izin Allah.

Allah mengirim gempa dan bencana alam sebagai peringatan kepada manusia.

Allah berfirman,

ﻭَﻣَﺎ ﻧُﺮْﺳِﻞُ ﺑِﺎﻟْﺂﻳَﺎﺕِ ﺇِﻟَّﺎ ﺗَﺨْﻮِﻳﻔًﺎ

“Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS:Al-Isra’: 59).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa agar dengan sebab ini manusia sadar dan jera dari bermaksiat terus-menerus, beliau berkata

المقصود منها التخويف والترهيب ليرتدعوا عن ما هم عليه

“Maksud ayat ini adalah memberikan rasa takut agar manusia jera (efek jera dan berhenti) melakukan maksiat saat itu” (Tafsir As-Sa’di).

Ibnul Qayyim juga menjelaskan bahwa gempa bumi ini terjadi agar manusia meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada Allah, beliau berkata,

ﺃﺫﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻟﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﻴﺎﻥ ﺑﺎﻟﺘﻨﻔﺲ ﻓﺘﺤﺪﺙ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﺰﻻﺯﻝ ﺍﻟﻌﻈﺎﻡ ﻓﻴﺤﺪﺙ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻟﻌﺒﺎﺩﻩ ﺍﻟﺨﻮﻑ ﻭﺍﻟﺨﺸﻴﺔ ﻭﺍﻹﻧﺎﺑﺔ ﻭﺍﻹﻗﻼﻉ ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺻﻴﻪ ﻭﺍﻟﺘﻀﺮﻉ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺍﻟﻨﺪﻡ

“Allah –Subhanah- terkadang mengizinkan bumi untuk bernafas maka terjadilah gempa bumi yang dasyat, sehingga hamba-hamba Allah ketakutan dan mau kembali kepada-Nya, meninggalkan kemaksiatan dan merendahkan diri kepada Allah dan menyesal” (Miftah Daris Sa’adah 1/221).

Musibah karena akibat perbuatan kita sendiri

Perlu diketahui bahwa segala musibah dan kesusahan dunia adalah disebabkan dosa kita dan akibat perbuatan manusia sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar-Rum: 41).

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Asy Syura: 30).

Allah Ta’ala berfirman,

مَّآأَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri” (An-Nisa: 79).

Dan peringatan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa kerusakan dan musibah yang terjadi pada manusia karena banyaknya maksiat. Beliau bersabda,

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ وَمَا لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا ظَهَرَ فِيهِمُ الأَمْرَاضُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ فِي أَسْلَافِهِمِ وَمَا مَنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَ مَا لَمْ يُطَفِّفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِجَوْرِ السُّلْطَانِ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَالسِّنِينَ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيْدٌ

“Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara, jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allah agar kamu tidak mendapatkannya. Tidaklah muncul perbuatan keji (Zina,merampok, minum khamr, judi, dan lainnya) pada suatu masyarakat, sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang sebelum mereka. Dan tidaklah mereka menahan (tidak mengeluarkan) zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan. Tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan kezhaliman pemerintah, kehidupan yang susah, dan paceklik. Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak berhukum dengan kitab Allah, dan memilih-milih sebagian apa yang Allah turunkan, kecuali Allah menjadikan permusuhan yang keras di antara mereka” (HR Ibnu Majah, ash-Shahihah no. 106).

Kita pun diperintahkan agar beristigfar ketika terjadi gempa. Istigfar sangat mudah dilakukan dan itulah seharusnya yang dilakukan ketika terjadi gempa, bukan teriak-teriak atau kata-kata yang menunjukkan penyesalan dan murka atas takdir Allah.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

” الواجب عند الزلازل وغيرها من الآيات والكسوف والرياح الشديدة والفياضانات البدار بالتوبة إلى الله سبحانه , والضراعة إليه وسؤاله العافية , والإكثار من ذكره واستغفاره

“Kewajiban ketika terjadi gempa bumi dan lainnya semisal gerhana, angin kuat, banjir, yaitu menyegerakan taubat, merendahkan diri kepada-Nya, meminta afiyah/keselamatan, memperbanyak dzikir dan ISTIHGFAR” (Majmu’ Fatawa 150/152-9).

Penyusun: Raehanul Bahraen

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/36092-gempa-bumi-bukan-sekedar-fenomena-alam.html

Derita Abadi tersebab Dengki

Harapan ingin mendapatkan milik orang tak didapatkan, namun sesuatu yang menjadi milik sendiri dikorbankan. Karena sejatinya pendengki selalu rugi, tak ada keuntungan sedikitpun bagi pendengki.

Gambaran peribahasa tersebut belum cukup menggambarkan total kerugian orang yang dialami orang yang terjangkiti penyakit dengki.

***

Tak ada yang lebih patut dikasihani melebihi orang yang menderita penyakit dengki. Jika umumnya manusia berpikir dan berbuat untuk sesuatu yang menguntungkan dirinya, atau sekedar menyenangkan hatinya, tidak demikian halnya dengan pendengki.

Tak ada keuntungan sedikitpun yang dihasilkan pendengki. Tak ada pula kesenangan hati yang dipanen oleh orang yang hasud.

Kerisauan hati yang tak putus-putus, dialami oleh pendengki saat melihat orang lain mendapat nikmat. Semakin banyak nikmat disandang orang lain, makin menguat gelisah hati pendengki.

Ini tidak akan berakhir hingga nikmat tersebut hilang dari orang yang didengki, bahkan terkadang belum terobati juga rasa dengki itu sebelum orang yang didengki tertimpa banyak kerugian.

Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta’ala menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya,

اِنۡ تَمۡسَسۡكُمۡ حَسَنَةٌ تَسُؤۡهُمۡ وَاِنۡ تُصِبۡكُمۡ سَيِّئَةٌ يَّفۡرَحُوۡا بِهَا

“Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya.” (QS. Ali Imran: 120)

Berbeda dengan kesedihan atau musibah yang dialami oleh orang yang bersabar, kegalauan yang terus menerus dirasakan oleh pendengki adalah musibah berat yang sama sekali tidak mendatangkan pahala, bahkan berpotensi menggerogoti kebaikan, sebagaimana api melalap kayu bakar yang telah kering.

Nabi  ﷺ bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ ». أَوْ قَالَ « الْعُشْبَ »

“Hindarilah oleh kalian hasad, karena hasad bisa memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” (HR: Bukhari – Muslim)

Disebutkan dalam Kitab Faidlul Qadiir, maksud memakan kebaikan adalah menghilangkannya, membakarnya dan menghapus pengaruhnya. Ini juga menunjukkan bahwa kebaikan itu bisa sirna dalam sekejap jika terbakar oleh kedengkian.

Makin besar api kedengkian, makin cepat melalap habis kebaikan. Al-Manawi di dalam at-Taisir bi Syarhi al-Jami’is Shaghir menjelaskan sebab dihilangkannya kebaikan pendengki adalah, “karena orang yang dengki itu berarti menganggap Allah Ta’ala jahil, tidak bisa memberikan sesuatu sesuai dengan proporsinya.”

Membahayakan orang Lain

Efek kedengkian  berdampak pada diri sendiri, maupun orang lain. Karenanya, hendaknya menyudahi dan mengakhir kedengkian kepada orang lain, dan saudaranya sendiri.

Masih ingat, pembunuhan pertama yang terjadi di jagad raya yang dilakukan oleh Qabil terhadap Habil juga disebabkan oleh dengki. Qabil tak bisa menerima kenyataan atas nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Habil, saudara kembarnya.  

Hati Bersih  

Kedengkian bermuara dari hubbud dunya, gandrung terhadap dunia. Baik berupa gila tahta sehingga ia dengki terhadap siapapun yang sedang memegang suatu posisi jabatan yang diinginkan.

Dengki juga lahir karena ta’azzuz, gila hormat dan merasa diri lebih mulia. Ia keberatan bila ada orang lain lebih dihormati dari dirinya.

Doa Saat Gempa Bumi

Berikut doa saat gempa bumi. Gempa bumi yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik.

Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa bumi yang dialami selama periode waktu.

Hingga saat ini jumlah korban gempa bumi yang terjadi semakin bertambah. Mereka meninggal akibat tertimpa bangunan yang roboh karena kekuatan gempa 7 Skala Richter (SR).

Selain itu ratusan korban luka-luka yang banyak membutuhkan bantuan medis. Sebagain dari kita ada yang sudah bosan melihat peristiwa yang sering terjadi di Indoneisa ini. Lantas apa yang sebaiknya kita lakukan saat kejadian gempa bumi terjadi, dan terjadi lagi?

Amalan dan Doa Saat Gempa Bumi

Langkah paling pertama yaitu taubat. Merujuk dari perkataan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, bahwa kadang kali Allah mengizinkan bumi bernafas sejenak.

Tarikan nafas bumi tersebut yang mengakibatkan gempa dan tsunami yang dahsyat di muka bumi. Sehingga penduduk bumi pun merasa ketakutan, terus gelisah dan akhirnya taubat dan kembali berserah diri pada Allah. ungkapan tersebut mengingatkan kita untuk kembali taubat kepada Allah. bukankah Allah telah berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.”

Selanjutnya adalah memperbanyak tasbih. Di saat bencana banyak terjadi di mana-mana, maka obat yang paling mujarab adalah bacaan tasbih. Masih ingatkah dengan kisah Nabi Yunus yang hidup dalam kegelapan dalam perut ikan besar?

Selain memohon ampun kepada Allah, Nabi Yunus terus bertasbih di dalamnya. Hingga jalan keluarpun ia temui di hari kemudian. Kisah indah tersebut termaktub dalam QS Ash-Shaffat:143-144

فَلَوْلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلْمُسَبِّحِينَ . لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit”

Setelah kita bertaubat dan banyak berdzikir kepada Allah, selanjutnya aksi nyata dan uluran tangan saudara sangat dibutuhkan saat terjadi gempa bumi.

Siapa saja yang memiliki kelebihan dana ataupun fisik yang kuat, dianjurkan untuk membantu korban disana. Selagi kita mau menolong saudara yang dalam kesusahan, kita akan selalu ditolong oleh Allah. Teringat dengan sabda Rasulullah:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang membantu menghilangkan kesusahan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan menghilangkan kesusahan darinya besok di hari kiamat” (HR. Muslim)

Pasca terjadi gempa, marilah kita naikkan level semangat untuk menegakkan amal ma’ruf dan nahi munkar di muka bumi ini.. Minimal dengan menegakkan dakwah, saling mengingatkan dalam amar ma’ruf dan nahi munkar, maka akan meminimalisir terjadinya kemungkaran. Karena jika tidak memperhatikan kemunkaran di jaman sekarang, maka akan terjadi lagi dan lagi dengan musibah yang berbeda. Renungan dari QS Al Maidah:78-79

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنۢ بَنِىٓ إِسْرَ‌ٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَ‌ٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ . كَانُوا۟ لَا يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍۢ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا۟ يَفْعَلُونَ

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu”

BINCANG SYARIAH