Dalil Sholat Sunnah di Malam Nisfu Syaban

Dianjurkan melakukan sholat sunnah saat malam nisfu syaban.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Dalam buku Malam Nisfu Syaban karya Hanif Luthfi ada sejumlah dalil yang menyunnahkan sholat di malam nishfu Syaban. Yaitu:

Pertama, Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din  menyebutkan,

وليلة النصف من شعبان ففيها مائة ركعة يقرأ في كل ركعة

بعد الفاتحة سورة الإخلاص عشر مرات كانوا لا يتركونها

Malam Nishfu Sya’ban di dalamnya ada sholat 100 rakaat, setelah baca al-Fatihah baca Surat al Ikhlas 10 kali, mereka tidak pernah meninggalkannya.

Kedua, Syeikh Abdul Qadir al-Jilani  termasuk ulama yang mensunnahkannya. Beliau menyebutkan dalam kitabnya al Ghunyah,

(فصل) فأما الصلاة الواردة في ليلة النصف من شعبان فهي مائة ركعة بألف ركعة قل هو الله أحد … في كل ركعة عشر مرات، وتسمى هذه الصلاة صلاة الخير وتعرف بركتها وكان السلف الصالح يصلونها جماعة يجتمعون لها، وفيها فضل كثير وثواب جزيل

sholat yang ada pada malam nisfu Sya’ban adalah sholat 100 rakaat dengan 1000 al ikhlas. Setiap rakaat dibaca 10 kali. Sholat ini disebut shalat khair, dan telah diketahui keberkahannya. Para ulama salaf banyak yang melakukannya dengan berjamaah, mereka berkumpul untuk melakukannya. Di dalamnya ada anugerah yang banyak dan pahala yang banyak.

Ketiga, Abu Thalib al-Makki sebelumnya juga menyebutkan bahwa ada kesunnahan shalat 100 rakaat ini. Beliau menyebutkan:

وليلة النصف من شعبان وقد كانوا يصلون في هذه الليلة مائة ركعة بألف مرة قل هو الله أحد عشراً في كل ركعة ويسمون هذه الصلاة صلاة الخير ويتعرفون بركتها ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة

Malam Nisfu Sya’ban, mereka (para ulama) telah melakukan sholat pada malam ini 100 rakaat dengan 1000 surat al Ikhlas, setiap rakaat dibaca 10 kali. Mereka menyebutnya dengan sholat kebaikan, mereka mengetahui keberkahannya, mereka berkumpul dan kadang mereka sholat berjamaah.

Keempat, Muhammad bin Ishaq al Fakihani, dalam kitabnya Akhbar Makkah fi Qadim ad-Dahr wa Haditsihi, kabar-kabar tentang Makkah di masa lalu dan sekarang, itu pula yang dilakukan oleh beberapa orang di Makkah saat itu. Beliau menyebutkan:

وَأهْل مَكَّةَ فِيمَا مَضى إلى الْيَوْمِ إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النَّصْفِ مِنْ

الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَصَلُّوْا، عَامَّةُ شَعْبَانَ، خَرَجَ وَطَافُوا، وَأَحْيَوْا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى الصَّبَاحَ بِالْقِرَاءَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، حَتَّى يَخْتِمُوا الْقُرْآنَ كُلَّهُ، وَيُصَلُّوا، وَمَنْ صَلَّى مِنْهُمْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ مِائَةَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةِ بِالْحَمْدُ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَأَخَذُوا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَشَرِبُوهُ، وَاغْتَسَلُوا بِهِ، وَخَبَّؤُوهُ عِنْدَهُمْ لِلْمَرْضَى، يَبْتَغُونَ بِذَلِكَ الْبَرَكَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَيُرْوَى فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةً

Penduduk Makkah sejak dahulu sampai hari ini, jika malam Nishfu Sya’ban hampir kebanyakan mereka, baik laki-laki maupun perempuan itu keluar rumah menuju masjid. Mereka sholat, thawaf, menghidupkan malam itu sampai pagi, dengan membaca Al Qur’an di dalam Masjid al Haram, sampai mereka mengkhatamkan Al Qur’an.

Mereka sholat malam itu, diantara mereka ada yang sholat 100 rakaat, membaca Surat al Fatihah dan al Ikhlas setiap rakaat sebanyak 10 kali. Mereka mengambil air zamzam malam itu, mereka meminumnya, mandi dengannya dan menyiramkan kepada orang yang sakit, mencari keberkahan malam itu. Banyak juga hadis diriwayatkan tentang malam itu.

Terlepas dari perdebatan kesunnahan sholat 100 rakaat ini, shalat secara umum pada malam nishfu Sya’ban termasuk salah satu amalan yang bisa dikerjakan untuk menghidupkan malam itu.

IQRA

Marak Pejabat Pamer Harta, Jabatan Amanah dalam Islam

Belakangan marak pejabat pamer harta. Seyogianya jabatan adalah amanah dalam Islam. Belum usai kasus yang melibatkan Mario Dandy Satriyo remaja 20 tahun, yang tega aniaya David usia 17 tahun. Mario sendiri merupakan putra dari salah seorang petinggi pajak ibu kota. 

Namun dari kasus tersebut gaya hidup mewah Ayah Mario pun tak luput dari sorotan media.  Masyarakat dibuat geram atas gaya hedonisme keluarga mantan Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, terlebih saat dikonfirmasi sejumlah aset mahal tak dilaporkan dalam laman resmi kekayaan keluarga mereka. 

Dari pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentunya juga merasa kecewa, bagaimana bisa pegawai pajak malah justru melanggar hukum dan bahkan nunggak bayar pajak.

Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Diperiksa 

Namun tak cukup pegawai pajak saja yang jadi sorotan media. Akibat dari ulah Mario ini, sejumlah pejabat lain pun ikut kena imbasnya. Seperti yang baru saja dihebohkan Kemenkeu kembali memeriksa Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, yang terciduk netizen kerap bermewah-mewahan di sosial media. 

Aksi pamer kekayaan tersebut ditunjukkan Eko melalui akun instagram miliknya @eko_darmanto_bc, namun kini bagai hilang ditelan bumi, sekarang postingannya pun tiba-tiba saja sudah tak ada lagi. Dari tangkapan layar yang tersebar di media sosial twitter, Eko sering kali memamerkan hidup mewah dengan mengendarai motor gede (moge) hingga naik pesawat pribadi. 

Suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat negara yang seharusnya menjadi teladan dan pelayan masyarakat. Melihat dari sejumlah fenomena tersebut, lantas bagaimanakah anjuran Islam pada setiap pejabat yang tengah mengemban amanah dari rakyatnya?

Pandangan Islam Terkait Amanah (Tanggung Jawab)

Melihat peristiwa di atas hendaknya kita dapat bermuhasabah bersama. Bagaimana fakta zaman sekarang, sering kali manusia abai dalam mengemban suatu amanah. Tak heran di Indonesia sendiri masih terdapat sejumlah oknum (terkhusus di ranah pejabat pemerintahan), menyelewengkan wewenang jabatan dalam pekerjaan mereka guna mencapai kepuasan duniawi. 

Hal ini jelas sebagai bentuk pengkhianatan atas amanah yang telah diberikan rakyat. Dalam ajaran islam ketika kita bekerja, bahkan diibaratkan sebagai ibadah untuk mencari rezeki dari Allah guna memenuhi kebutuhan hidup. 

Bekerja untuk mendapatkan rezeki yang halalan thayyiban termasuk kedalam jihad di jalan Allah yang nilainya sejajar dengan melaksanakan rukun Islam. Dengan demikian bekerja adalah ibadah dan menjadi kebutuhan setiap umat manusia. Bekerja yang baik dan menjaga amanah dalam pekerjaan tersebut adalah bersifat wajib dalam Islam.

Islam Serukan Umat Muslim untuk Amanah dalam Bekerja

Pekerjaan juga dapat dianggap sebagai sebuah amanah yakni sesuatu yang dititipkan atau dipercayakan kepada orang lain. Dalam konteks ini seorang muslim perlu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan sebuah amanah sampai tuntas. Ketika pekerjaan tidak diselesaikan dengan baik, sama halnya dengan tidak amanah dan memiliki sikap khianat. 

Allah berfirman dalam QS Al Anfal : 27 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui.” 

Menunaikan amanah Allah bukanlah pekerjaan ringan. Bahkan langit, bumi dan gunung tidak mampu mengembannya. Sebagaimana pula yang dijelaskan dalam QS Al Ahzab: 72 :

اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ

Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS Al Ahzab: 72)

Dari penjelasan kedua ayat di atas, manusia diberi beban amanah karena ia memiliki kemampuan berbeda dengan makhluk yang lain. Manusia memiliki hati dan akal pikiran, keimanan, perasaan kasih sayang, dan rasa empati kepada sesama manusia yang mendukungnya menunaikan amanah. 

Amanah menentukan nasib sebuah bangsa. Jika setiap orang menjalankan tugasnya dengan penuh amanah dan tanggung jawab maka akan selamat semuanya. Sebaliknya jika diselewengkan maka hancurlah sebuah bangsa. 

Rasulullah dahulu selalu mengingatkan umatnya, sebagaimana dalam sebuah hadits :“Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyia-nyiaannya? Beliau bersabda:  Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”  (HR Bukhari dan Muslim).

Namun demikian, amanah itu memiliki tingkatan dan kadar yang berbeda-beda. Beratnya amanah dipengaruhi oleh faktor kapabilitas, ruang lingkup dan cakupan penunaiannya. Semakin tinggi kapabilitas seseorang, maka amanahnya semakin berat. Semakin tinggi jabatan seseorang dan semakin luas ruang lingkup tugasnya maka semakin berat pula amanahnya.

Bisa dikatakan bahwa amanah kepemimpinan adalah paling berat. Tak heran bila ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan amanah seperti di atas lebih ditujukan kepada para pemimpin, pejabat publik, dan penegak hukum. Karenanya, Islam memiliki perhatian besar terhadap masalah yang satu ini.

Amanah dalam menjalankan pekerjaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita haruslah kita jaga dengan cara menyiraminya menggunakan keimanan yang teguh kepada Allah.

Demikian penjelasan terkait marak pejabat pamer harta, jabatan adalah amanah dalam Islam. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Mengenal 15 Nama Malam Nisfu Sya’ban

Mengenal 15 nama malam nisfu Sya’ban. Di setiap bulan sya’ban, tepatnya tanggal 15, kaum muslimin berbondong-bondong untuk beribadah secara masif, Malam ini biasa disebut dengan Nisfu Sya’ban. Uniknya Selain nama ini, ternyata masih terdapat banyak nama lagi. Dalam tradisi Arab, ketika sesuatu itu mulia, maka pasti banyak namanya. 

Mengenal 15 Nama Malam Nisfu Sya’ban

Di antaranya adalah Nisfu Sya’ban, Karena malam ini adalah malam yang mulia, maka banyak kali sebutan untuk malam ini. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki mengutip pendapatnya Abu Al-Khair Al-Thaliqani, yang mana Nama nisfu sya’ban itu ada 22, namun beliau hanya menyebutkan 14 saja, yaitu sebagai berikut:

  1. Lailat Al-Mubarakah, yakni malam yang memiliki bulan berkah, yang mana para malaikat muqarabat (mendekat) kepada manusia. 
  2. Lailat al-qismah, yakni pada malam ini adalah pembagian rezeki dan taqdir. Bahkan dijelaskan,  ketika ada orang yang telah ditaqdirkan untuk meninggal, maka Allah akan memberinya umur lagi, agar ia menambah amal ibadahnya. 

3. Lailat Al-takfir, yakni malam peleburan dosa. Sebab ada beberapa momen yang mana dosa manusia dilebur, di antaranya adalah di malam nisfu syaban, yang mana pada malam ini, dosa manusia selama tahun itu dilebur (dosa yang berkaitan dengan Allah, dan dosa kecil).

Selain momen peleburan tahunan, ada juga momen peleburan yang sifatnya mingguan, yakni pada hari jumat. Adapun malam lailatul qadar, maka peleburannya itu untuk dosa seumur hidup. 

4. Lailat Al-Ijabah, yakni malam dikabulkannya doa. Juga dinamai dengan ini, karena adanya hadis yang mengatakan “bahwa ada 5 hari yang mana doa tidak akan ditolak, yakni pada malam jumat, malam awal bulan rajab, malam nisfu sya’ban, malam lailatul-qadar dan dua malam hari raya. 

5. Lailat al-hayat.

6. Lailat id al-malaikat, yakni malam hari raya malaikat. hari raya malaikat ada 2, seperti halnya hari raya manusia di bumi (idul fitri dan idul adha). Malaikat di langit berhari raya pada  lailat al-bara’ah, yakni malam nisfu syaban dan lailat al-qadar.

Hari rayanya malaikat diadakan pada malam hari, lain halnya dengan manusia yang notabene hari rayanya dilaksanakan di siang hari. Sebab para malaikat tidak tidur, malam dan siang hari sama saja bagi mereka. Adapun manusia, hari rayanya dilaksanakan di waktu siang hari, karena pada malam hari mereka istirahat, sedangkan malaikat tidak butuh pada istirahat. 

7. Lailat al-syafa’at, yakni malam pemberian syafaat. Penamaan ini diberikan oleh Abu Mansur Muhammad bin Abdullah al-hakim al-naisaburi.

8. Lailat al-bara’ah, yakni malam pembebasan. Sebab manusia yang beribadah dan menjuhi maksiat, maka ia akan terbebas dari api neraka.

وقيل: إن الحكمة في أن الله تعالى أظهر ليلة البراءة وأخفى ليلة القدر، لأن ليلة القدر ليلة الرحمة والغفران والعتق من النيران، أخفاها الله عز وجل لئلا يتكلوا عليها، وأظهر ليلة البراءة لأنها ليلة الحكم والقضاء، وليلة السخط والرضا، ليلة القبول والرد والوصول والصد، ليلة السعادة والشقاء والكرامة والنقاء.

Hikmah mengapa Allah memberitahukan malam Lailat al-bara’ah, dan Allah menyembunyikan malam Lailat Al-qadar adalah karena pada malam lailat al-qadar itu adalah malam rahmat, ampunan, dibebaskannya dari neraka.

Maka Allah menyembunyikan malam lailat al-qadar, agar mereka tidak semena-mena (yakni, hanya karena tahu malam lailat al-qadar, yang mana faidahnya adalah akan diampuni dan dikasihi, lantas ia semena-mena melakukan dosa, dengan berdasar akan taubat di malam lailat al-qadar, maka dari itu malam ini disamarkan oleh Allah). 

Sedangkan mengapa malam lailat al-bara’ah Allah tampakkan adalah karena pada malam ini diputuskannya hukum dan keputusan, malam kerelaan atau malam kemarahan, malam penerimaan atau penolakan, malam sampai atau tidak (sampai pada malam tertentu), malam bahagia atau celaka,

Malam mulia atau tidak, maka Allah memberitahukan kepada hamba-Nya agar mereka bisa memanfaatkan malam ini dengan sebaik mungkin. (Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, Al-Ghunyah li Takib Tariq al-Haq, 1/348) 

9. Lailat al-shakk, yakni malam peleburan dosa. Sebab pada malam hari ini, dosa manusia itu akan diampuni.

10. Lailat Al-Jaizah, yakni Malam pembalasan amal

11. Lailat al-ta’dzim, yakni malam yang agung.

12. Lailat al-qadar, yakni malam penentuan takdir.

13. Lailat Al-Rajhan, yakni malam yang utama.

14. Lailat al-ghufran, yakni malam pengampunan. (Kelima akhir ini berasal dari penamaannya Taqiyuddin Al-Subki)

15. Lailat al-ghufran wa al-itq min al-niran, yakni malam pengampunan doaa dan pembebasan dari api neraka.

Demikianlah penjelasan mengenai nama lain dari malam nisfu sya’ban beserta maknanya, keterangan ini diambil dari Kitab Madza Fi Sya’ban Karya Imam Ahlus Sunnah wal jamaah abad 20, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki halaman 72-75. Semoga bermanfaat. 

BINCANG SYARIAH

Tata Cara Qadha Puasa Ramadhan

Bagaimana tata cara mengganti atau qadha puasa Ramadhan yang pernah ditinggalkan? Pasalnya, orang yang tidak puasa pada bulan tersebut diwajibkan untuk menggantinya. Berikut akan penulis jelaskan tata cara qadha (mengganti) puasa Ramadhan.

Umat Islam yang sudah mukallaf, yaitu orang yang sudah baligh, pintar, tidak gila, dan mampu untuk puasa, memiliki kewajiban untuk berpuasa selama bulan Ramadhan. Ia juga diwajibkan menjaga puasanya dari hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, dan jima’. Jika tidak, maka puasanya batal dan wajib untuk menggantinya (puasa qadha).

Puasa qadha adalah puasa yang dilakukan oleh seseorang untuk mengganti puasa wajib yang tertinggal, atau karena satu hal yang membuat puasanya batal, baik disebabkan adanya unsur kesengajaan atau tidak sengaja.

Sedangkan orang-orang yang memiliki kewajiban untuk mengqadha puasanya, yaitu: (1) musafir, yaitu orang yang membatalkan puasa disebabkan bepergian; (2) orang sakit, yang dikhawatirkan sakitnya akan bertambah parah jika puasa; (3) wanita haid dan nifas; (4) muntah yang disengaja; dan (5) makan dan minum yang disengaja.

Tata Cara Qadha Puasa 

Tata cara puasa qadha sebenarnya sama dengan puasa yang lain pada umumnya, yang membedakan antara keduanya hanyalah niat dan teknisnya. Ketentuan bagi orang yang puasa qadha adalah sebagaimana ketika berada pada bulan ramadhan. Ia harus niat, agar puasanya sah dan menjadi puasa qadha.

Sedangkan lafal niatnya adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ لِلهِ تَعَالىَ

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadâi fardli ramadhâna lillahi ta’ala

“Saya niat puasa pada hari esok, untuk mengganti fardhu Ramadhan karena Allah ta’ala.”

Menurut ulama kalangan mazhab Syafi’iyah, niat dalam puasa qadha sama dengan niat puasa Ramadhan, yaitu harus diucapkan pada malam hari. Jika tidak, maka puasanya tidak sah dan tidak menjadi puasa qadha. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami dalam kitabnya mengatakan:

وَيُشْتَرَطُ لِفَرْضِ الصَّوْمِ مِنْ رَمَضَانَ أَوْ غَيْرِهِ كَقَضَاءٍ أَوْ نَذْرِ التَّبْيِيتُ وَهُوَ إيقَاعُ النِّيَّةِ لَيْلًا لِقَوْلِهِ: مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, puasa nadzar dan lainnya. Syarat ini berdasarkan hadits Rasulullah, ‘Siapa yang tidak mengucapkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya’.”

Demikian penjelasan perihal tata cara puasa qadha. Semoga Allah menerima pada udzur kita semua dalam meninggalkan puasa Ramadhan, dan menerima puasa qadha sebagai gantinya. Wallahu a’lam. 

BINCANG SYARIAH

Pengantar Ilmu Terjemah Bahasa Arab (Bag. 2)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Contoh-contoh aplikatif pengadaptasian perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam menerjemah

Menerjemahkan jumlah fi’liyyah dengan mengadaptasikan pola kalimat

Contoh:

حجّ محمد إلى بيت الله

Arti harfiahnya:

حجّ : Telah berhaji

محمد : Muhammad (nama orang)

إلى : ke

بيت الله : Baitullah (rumah Allah/ ka’bah)

Sehingga apabila kalimat di atas diterjemahkan sesuai pola bahasa sumbernya (bahasa Arab) yang berpola PSK, maka :

“Telah berhaji Muhammad ke Baitullah.

Telah berhaji: Predikat

Muhammad : Subjek

Ini tidaklah sesuai dengan pola kalimat dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia), sehingga perlu diadaptasikan dengan merubah polanya dari PSK ke SPK menjadi:

“Muhammad telah berhaji ke Baitullah.

Menerjemahkan jumlah ismiyyah dengan menambahkan kata

Contoh:

المصحف جميل

Arti harfiahnya adalah:

المصحف : mushaf

جميل : indah

Sehingga apabila kalimat di atas diterjemahkan sesuai pola bahasa sumbernya (bahasa Arab) yang hanya dua kata, maka ,enjadi

“Mushaf indah.”

Mushaf : Mubtada’ (Subjek)

Indah : Khabar (Predikat)

Terjemah ini kurang tepat, karena seolah-olah terkesan sebagai sebuah frasa, dan bukan kalimat lengkap. Sehingga dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia) perlu diadaptasikan dengan menambahkan kata penunjuk “itu” untuk menerjemahkan khabar (جميل), karena menerjemahkan pola kalimat “mubtada’- khabar” pada umumnya perlu tambahan kata yang diletakkan antara mubtada dan khabar.

Dan tambahan kata untuk menerjemahkan khabarul mubtada’ itu bisa berupa kata penunjuk (contoh : “ini” atau “itu”) atau kata penghubung/verba perakit (contoh : yaitu, ialah, adalah, merupakan, menjadi).

Jadi, terjemahan kalimat di atas yang tepat, yaitu:

“Mushaf itu indah.”

Mushaf itu : subjek

Catatan: gabungan dua kata “Mushaf itu” berfungsi sebagai subjek, karena di antara ciri subyek adalah bisa ditambah kata ini atau itu apabila maksudnya adalah subjek tertentu.

Indah: Predikat

Menerjemahkan kata bentuk pasif (fi’il mabni majhul dan isim maf’ul) tidak harus dengan bentuk pasif pula, terkadang dengan bentuk aktif

سُرِرْتُ بلقاء المشايخ

أنا مسرور بلقاء المشايخ

Arti harfiah kedua kalimat di atas:

Saya telah disenangkan dengan pertemuan bersama para syekh.

Kata pasif “telah disenangkan” diubah menjadi kata aktif “senang”, sehingga menjadi:

سُرِرْتُ بلقاء المشايخ

“Saya senang telah bertemu dengan para syekh.”

أنا مسرور بلقاء المشايخ

“Saya senang telah bertemu dengan para syekh.” (mengabarkan kejadian telah berlalu)

Bisa pula diterjemahkan:

“Saya senang bertemu dengan para syekh.” (mengabarkan kejadian yang sedang dialami)

Menerjemahkan fi’il tidak selalu dengan kata kerja

Contoh:

جَمُلَ أحمدُ وَجْهًا

Arti harfiahnya:

“Telah menjadi indah Ahmad wajahnya.”

Pada kata-kata “Telah menjadi indah” yang merupakan kata kerja, perlu diganti dengan terjemahan “ganteng”  yang merupakan kata sifat.

Jadi terjemahannya:

“Ahmad, wajahnya ganteng.”

Ada 3 trik cara mengetahui makna sebuah kata

Cara pertama

Memperkirakan dengan bekal makna kata yang mirip (dengan tiga huruf asli yang sama) yang telah diketahui maknanya oleh penerjemah sebelumnya dengan menyesuaikan konteks kalimatnya. Hal ini terutama saat penerjemah berada pada kondisi tidak sempat membuka kamus atau referensi bahasa lainnya.

Contoh :

Seorang penerjemah belum mengetahui arti kata سَحُوْرٌ . Namun, ia telah mengetahui makna kata سِحْرٌ , bahwa sihir adalah tindakan membahayakan orang lain yang bersifat mistik, yaitu tanpa sebab yang jelas alias tersembunyi, sehingga secara tiba-tiba korban sihir terkena bahaya.

Maka penerjemah bisa memperkirakan makna سَحُوْرٌ dengan bekal makna سِحْرٌ , dibantu dengan konteks kalimatnya,

Berdasarkan hal itu, arti سَحُوْرٌ adalah makanan yang dimakan saat tersembunyi dari pengetahuan manusia, karena di akhir malam saat banyak manusia tidur.

Karena kedua kata tersebut memiliki tiga huruf dasar yang sama, yaitu : sin – ha’- ra’ yang menunjukkan makna samar (tidak diketahui), sehingga keduanya masih ada kesamaan akar makna bahasanya.

Cara kedua

Menggunakan kamus

Cara ketiga

Menggunakan makna istilah, via: kitab makna ayat Al-Qur’an yang musykil bagi banyak penerjemah, kamus Gharibul Haditssyarah ulama dalam disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan.

Teknik menerjemah

Tahap analisa 

Membaca dan memahami dengan baik daftar isi buku yang akan diterjemahkan dan alur pembahasan yang terkandung dalam daftar isi.

Memahami makna global dan gagasan utama buku tersebut dengan cara membaca secara keseluruhan pasal/ bab/ suatu poin pembahasan, setidaknya sekali, diiringi dengan mencatat dan menandai kata/ istilah/ poin pembahasan yang terpenting.  Apabila buku yang diterjemahkan itu tipis, usahakan membaca dari awal sampai akhir semua isi buku tersebut sebelum menerjemahkan, agar mendapatkan gambaran isinya secara utuh sebelum mulai menerjemahkannya.

Tahap pengalihan makna

Mulai menerjemahkan per alinea, atau per pasal, atau per bab dengan memberi perhatian lebih besar kepada kata/ istilah/ poin pembahasan yang terpenting.

Pada tahapan ini, asal menerjemahkan sebuah alinea/ pasal/ bab secara keseluruhan saja, dengan menitikberatkan kepada pengalihan makna yang subtansial, tanpa memperhatikan terlebih dahulu kesempurnaan hasil terjemahan secara detail.

Catatan:

Penerjemah tidak harus urut dalam menerjemahkan bab per bab, sehingga apabila ia mendapatkan kemacetan dalam menerjemah sebuah bab, ia bisa beralih pada bab lain yang mudah baginya. Oleh karena itu, penerjemah perlu menempatkan terjemahan setiap bab pada file masing-masing secara tersendiri, sehingga ia bisa melanjutkan ataupun menghentikan penerjemahan sebuah bab, tanpa harus menunggu selesainya terjemahan bab yang sebelumnya.

Trik ini untuk menghindari berhenti menerjemah dalam waktu yang lama, karena macet saat menerjemah sebuah bab tertentu.

Tahap rekonstruksi (penyusunan ulang)

Penyusunan ulang kalimat terjemahan dengan detail dan sempurna sesuai kaidah-kaidah dalam ilmu menerjemah dan sesuai disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan.

Tahap revisi (koreksi)

Pemeriksaan kemungkinan adanya kesalahan pada pokok pembahasan, tata bahasa, kosakata, istilah, kaidah, tanda baca, dan lainnya serta menghaluskan bahasa dengan memperhatikan gaya bahasa, sastra dan dzauq lughawi (citra seni berbahasa) serta penjiwaan latar belakang kandungan buku yang sedang diterjemahkan.

Tahap finishing (penyempurnaan)

Pengendapan di pikiran secukupnya, dengan cara penerjemah tidak membaca buku hasil terjemahannya untuk beberapa waktu lamanya, agar tidak terbawa perasaan bahwa hasil terjemahannya sudah sempurna, sehingga penerjemah bisa memeriksa untuk terakhir kalinya dengan pikiran yang segar, sebelum hasil terjemahannya diterbitkan.

Lama waktu pengendapan pikiran ini kondisional, sesuai tebal tipisnya buku yang diterjemahkan, deadline hasil terjemah, dan kondisi pikiran penerjemah, bisa satu jam, satu hari, atau bahkan satu pekan.

Membaca lagi dan menyempurnakan hasil terjemahan setelah masa pengendapan untuk terakhir kali, karena biasanya masih ada saja kekurangan atau kesalahan setelah diendapkan dalam waktu tertentu.

Hubungan menerjemah dengan membaca kitab kuning

Menerjemahkan tidak bisa dipisahkan dengan membaca kitab. Hal ini karena biasanya, seorang non-Arab tidaklah bisa membaca dan memahami kitab kuning dengan benar, kecuali dalam hatinya menerjemahkan teks Arab yang dibacanya.

Jadi, pengguna ilmu terjemah bukan hanya orang yang berprofesi sebagai penerjemah, namun juga setiap pembaca teks Arab, dari mulai dai, penulis, editor, praktisi, akademisi, bahkan setiap pembaca Al-Qur’an dan hadis yang ingin tahu makna keduanya. Wallahu Ta’ala a’lam.

الحمد لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

[Selesai]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83335-pengantar-ilmu-terjemah-bahasa-arab-bag-2.html

Malam Nisfu Sya’ban Sunnah Beribadah Malam

Malam nisfu Sya’ban sunnah beribadah malam.  Untuk itu, malam sangat panjang, maka jangan kau pendekkan dengan melakukan kemaksiatan di dalamnya. Maka, setidaknya pada malam-malam tertentu usahakan untuk tidak melakukan maksiat, namun seyogyanya ditingkatkan untuk tidak melakukan maksiat

Mengapa demikian? Karena dijelaskan bahwasanya ada beberapa malam yang jika diisi dengan ibadah, maka akan mendapat fadhilah tertentu, termasuk malam Nisfu Sya’ban. Sebagai pembuka, Khalid bin Ma’dan meriwayatkan;

 خمس ليال في السنة من واظب عليهن رجاء ثوابهن، وتصديقًا بوعدهن، أدخله الله تعالى الجنة: أول ليلة من رجب يقوم ليلها ويصوم نهارها، وليلتي العيدين يقوم ليلهما ويفطر نهارهما وليلة النصف من شعبان يقوم ليلها ويصوم نهارها، وليلة عاشوراء يقوم ليلها ويصوم نهارها. 

Ada lima malam yang mana sesiapa istiqomah mengisinya dengan ibadah, Seraya dia mengharapkan pahala dan membenarkan janji maka Allah akan memasukkannya ke surga. Malam tersebut adalah malam pertama bulan Rajab, dua malam hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), malam Nisfu Sya’ban dan malam Asyura. 

Adapun 14 malam yang sunnah untuk tidak tidur, dan kita isi dengan ibadah adalah berikut redaksinya;

وقد جمع بعض العلماء -رحمهم الله- الليالي التي يستحب إحياؤها فقال: إنها أربع عشرة ليلة في السنة، وهي أول ليلة من شهر المحرم، وليلة عاشوراء، وأول ليلة من شهر رجب، وليلة النصف منه، وليلة سبع وعشرين منه، وليلة النصف من شعبان، وليلة عرفة، وليلتا العيدين، وخمس ليال منها في شهر رمضان وهي وتر ليالي العشر الأواخر.

Beberapa malam yang Sunnah untuk dihidupi adalah berjumlah 14 dalam satu tahun, yaitu malam bulan Muharram, malam Asyura, malam bulan Rajab, malam Nisfu Rajab (15 Rajab), malam 27 rajab, malam Nisfu Sya’ban (15 Sya’ban), malam Arafah, 2 malam hari raya dan 5 malam pada bulan Ramadan sepersepuluh akhir yang bilangan ganjil (21, 23, 25, 27, 29). 

Di samping itu, ada juga beberapa hari yang dianjurkan untuk mengisinya dengan membaca wirid dan ibadah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani menuliskan terkait malam Nisfu Sya’ban;

وكذلك يستحب مواصلة سبعة عشر يومًا بالأوراد والمواظبة على العبادة فيها، وهي: يوم عرفة، ويوم عاشوراء، ويوم النصف من شعبان، ويوم الجمعة، ويوما العيدين، والأيام المعلومات وهي عشر ذي حجة، والأيام المعدودات وهي أيام التشريق، وأكدها يوم الجمعة وشهر رمضان، لما روي أنس -رضي الله عنه- عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: “إذا سلم يوم الجمعة سلمت الأيام وإذا سلم شهر رمضان سلمت السنة”. ثم آكد الأيام وأفضلها بعد ذلك يوم الاثنين والخميس، وهما يومان ترفع فيهما الأعمال إلى الله عز وجل. 

Demikian pula disunnahkan untuk mengisi 17 hari berikut dengan membaca wirid dan ibadah, yaitu hari Arafah, hari Asyura, hari Nisfu Sya’ban, hari Jumat, 2 hari raya, 10 hari Dzulhijjah dan hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). 

Adapun yang sangat dianjurkan ialah hari Jumat dan bulan Ramadan, karena diriwayatkan dari sahabat Anas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Ketika seseorang itu selamat (tidak berbuat maksiat dan ia mengisinya dengan ibadah) di hari Jumat maka di hari selasanya itu ia akan juga selamat dan ketika seseorang itu selamat dari bulan Ramadhan maka sepanjang tahun dia itu akan selamat“. 

Kemudian hari yang paling utama setelahnya itu adalah hari Senin dan Kamis, yang mana pada 2 hari tersebut itu perbuatan atau amal manusia itu akan disetorkan kepada Allah SWT. Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya disunahkan untuk menghidupi atau melekan pada malam nisfu Sya’ban (yang insyaallah jatuh pada tanggal 7 Maret) dan juga beberapa malam lainnya.

Keterangan ini terkait seyogianya menghidupkan malam nisfu Sya’ban disarikan dari kitab Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang berjudul Al-Ghunyah li Thalib Tariq al-Haq Juz 1 Halaman 328.

Demikian penjelasan tentang malam nisfu Sya’ban sunnah beribadah malam. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Amalan Malam Nisfu Sya’ban dari Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani 

Berikut ini adalah amalan malam nisfu Sya’ban. Sebagaimana yang telah masyhur bahwasanya pada malam Nisfu Sya’ban atau pada tanggal 15 Sya’ban itu banyak beredar amalan-amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan.

Amalan malam nisfu Sya’ban ini di ijazahkan oleh Syekh Abdul Qodir Al Jaelani dalam kitab yang berjudul Al-Ghunyah. Dalam kitab tersebut, beliau menuliskan;

(فصل) فأما الصلاة الواردة في ليلة النصف من شعبان فهي:مائة ركعة بألف ركعة {قل هو الله أحد …} في كل ركعة عشر مرات، وتسمى هذه الصلاة صلاة الخير وتعرف بركتها.

Adapun terkait salat yang dianjurkan (Al-Waridah, yakni yang dikerjakan oleh Nabi) pada malam Nisfu Sya’ban itu adalah 100 rakaat, yang mana Di setiap rakaat itu membaca surat al-ikhlas sejumlah 10 kali. salat ini dinamakan dengan Sholat al-Khoir, dan keberkahannya sudah jamak diketahui.

Ternyata amalan ini juga dilakukan oleh para ulama salaf, Syekh Abdul Qadir mereportasekan;

وكان السلف الصالح يصلونها جماعة يجتمعون لها، وفيها فضل كثير وثواب جزيل. وروى عن الحسن رحمه الله أنه قال: حدثني ثلاثون من أصحاب رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة، وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة، أدناها المغفرة.

“Salafus soleh itu mengamalkan amalan ini secara berjamaah, sungguh amalan ini memiliki keutamaan yang besar dan pahala yang banyak. Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwasanya beliau berkata;

“Telah menceritakan kepadaku sebanyak 30 sahabat, bahwasanya Barang siapa yang melaksanakan salat ini pada malam tersebut maka Allah akan memandangnya sebanyak 70 kali dan di setiap pandangan itu Allah akan memenuhi kebutuhannya sebanyak 70, dan yang paling dasar adalah memberikan ampunan.”

Lalu kapan shalat ini dikerjakan? Syekh Abdul Qadir menjawab;

ويستحب أن تصلي هذه الصلاة أيضًا في الأربع عشر ليلة التي يستحب إحياؤها التي ذكرناها في فضائل رجب، ليحوز بها المصلي هذه الكرامة وهذه الفضيلة والمثوبة.

Disunahkan untuk melaksanakan salat ini pada malamnya 14 bulan Sya’ban (yakni perpindahan ke tanggal 15) yang mana disunahkan untuk bermalam atau melekan di malam tersebut, sebagaimana yang telah kami tuturkan pada bab keutamaannya bulan Rajab. Yang demikian ini adalah agar supaya seseorang itu bisa memperoleh kemuliaan, dan ini adalah keutamaan dan pahala.” (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah li Thalibi Tariq al-Haq, Juz 1 halaman 341)

Hanya saja, amalan ini ditentang oleh Fuqaha’ Syafi’iyyah. Ibnu Hajar al-Asqalani dengan keras dan tegas menolak amalan ini, beliau menyatakan;

(تَنْبِيهٌ) وَالصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ لَيْلَةَ الرَّغَائِبِ وَنِصْفِ شَعْبَانَ بِدْعَةٌ قَبِيحَةٌ وَحَدِيثُهَا مَوْضُوعٌ وَبَيْنَ ابْنِ عَبْدِ السَّلَامِ وَابْنِ الصَّلَاحِ مُكَاتَبَاتٌ وَإِفْتَاءَاتٌ مُتَنَاقِضَةٌ فِيهَا بَيَّنْتُهَا مَعَ مَا يَتَعَلَّقُ بِهَا فِي كِتَابٍ مُسْتَقِلٍّ سَمَّيْتُهُ الْإِيضَاحَ وَالْبَيَانُ لِمَا جَاءَ فِي لَيْلَتَيْ الرَّغَائِبِ وَالنِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ.

“Peringatan: salat yang biasa dikerjakan pada malam satu Sya’ban atau Nisfu Sya’ban itu Bid’ah yang buruk, hadis yang dijadikan pijakannya itu hadis palsu. Izzudin bin Abdi salam dan Ibnu shalah memiliki diskusi dan fatwa yang bertentangan terkait hal ini, oleh karenanya aku telah menjelaskannya pada satu kitab khusus yang aku beri judul Al-Idah Wal Bayan li ma ja’a fi Lailatai al-Raghaib wa Nisfu  Sya’ban.” (Tuhfat al-Muhtaj, Juz 2 Halaman 239)

Pandangan serupa juga berasal dari ulama’ Hanabilah, Syekh Mar’i Al-Karmi menyatakan;

وَأَمَّا صَلَاةُ الرَّغائِبِ، وَصَلَاةُ لَيلَةِ نَصْفِ شَعْبَانَ، فَبدْعَةٌ لَا أَصْلَ لَهُمَا

“Salat yang dikerjakan pada malam satu Sya’ban atau Nisfu Sya’ban itu Bid’ah dan tidak ada sandaran haditsnya.” (Ghayat al-Muntaha, Juz 1 Halaman 203)

Maka dari itu, silahkan dengan mantap memilih di antara keduanya. Yang melarang ada, dan yang memperbolehkan juga ada. Demikian adalah amalan malam Nisfu Sya’ban dari Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bolehkah Makan Kurma Medjool dari Israel?

Sebuah komunitas pecinta Masjid Al Aqsha yang berbasis di Inggris yakni Friends of Al-Aqsa (FOA) beberapa waktu lalu menyerukan Muslim untuk memboikot produk kurma Israel. Menurut FOA, Israel adalah produsen kurma Medjoul terbesar di dunia, dengan 50 persen kurma Israel diekspor ke Eropa. Kurma ini kemudian dijual di supermarket besar serta toko-toko lokal di seluruh benua. 

Melalui tagar #CheckTheLabel, FOA menyerukan seluruh Muslim terutama yang tinggal di negara-negara Eropa memeriksa label terlebih dulu sebelum membeli kurma. Mereka menyerukan agar Muslim tidak membeli kurma yang diproduksi Israel terlebih untuk berbuka puasa saat Ramadhan. Lalu apakah Muslim Indonesia juga perlu mendukung untuk  memboikot produk-produk Israel khususnya kurma Medjoul? Bagaimana hukumnya mengkonsumsi produk Israel?

Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) KH. Ahmad Kusyairi Suhail mengatakan bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Ini membuat produk Israel tak dapat masuk ke Indonesia.  

Pada sisi lain, ia menjelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 jelas tertulis, bahwa segala bentuk penjajahan harus ditentang karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan. Ia mengatakan Israel hingga saat ini masih menjajah Palestina. Sehingga menurutnya pembelaan rakyat Indonesia terhadap Palestina bukan lagi panggilan syar’i tapi juga panggilan konstitusi.

Terkait hukum mengkonsumsi atau menggunakan produk-produk Israel termasuk kurma Medjoul, kiai Kusyairi mengatakan bahwa pada dasarnya bermuamalah dan memanfaatkan produk orang kafir hukum asalnya boleh. 

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut.

“Ketika ada maslahat atau dalam rangka memperkecil bahaya dan mudharat bagi kaum muslimin, maka memboikot produk orang Israel diperbolehkan. Apalagi Israel jelas-jelas saat ini menjajah Palestina, sehingga membeli produknya dapat memperkokoh aksinya dalam menjajah dan menzalimi saudara-saudara di Palestina,” kata kiai Kusyairi kepada Republika pada Jumat (3/3/2023).

Ia mengatakan boikot semacam ini pernah dilakukan oleh sahabat Tsumamaj bin Utsail RA. Dalam hadits yanh diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada Tsumamah dan memerintahkannya untuk melaksanakan umroh. Ketika Tsumamah sampai di Makkah (untuk umroh), ada seseorang yang berkata kepadanya, “Apakah engkau telah murtad (dari agama nenek moyangmu)?”. Tsumamah mengatakan, “Tidak, justru aku telah masuk agama Islam bersama Muhammad Rasulullah SAW. Demi Allah, engkau tidak akan mendapatkan gandum dari Yamamah (sampai kepasa kaum Quraisy), kecuali diizinkan masuk oleh Nabi SAW.

Hadits ini menurut kiai Kusyairi merupakan di antara dalil bolehnya memboikot produk Israel ketika ada maslahat.

Sebelumnya  Majelis Ulama Indonesia mendukung seruan boikot produk kurma Israel yang digaungkan baru-baru ini oleh sebuah komunitas pecinta Masjid Al Aqsha yang berbasis di Inggris yakni Friends of Al-Aqsa (FOA). Melalui tagar #CheckTheLabel, FOA menyerukan seluruh Muslim terutama yang tinggal di negara-negara Eropa memeriksa label terlebih dulu sebelum membeli kurma. Mereka menyerukan agar Muslim tidak membeli kurma yang diproduksi Israel terlebih untuk berbuka puasa saat Ramadhan. 

Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (KHLN MUI), KH. Bunyan Saptomo mengatakan pihaknya mendukung seruan boikot produk kurma Israel. “Iya, MUI jelas mendukung seruan boikot korma Israel,” kata Bunyan kepada Republika.id pada Jumat (3/3/2023). 

Menurut FOA, Israel adalah produsen kurma Medjoul terbesar di dunia, dengan 50 persen kurma Israel diekspor ke Eropa. Kurma ini kemudian dijual di supermarket besar serta toko-toko lokal di seluruh benua. Seperti Inggris, pada 2020 Inggris mengimpor lebih dari 3.000 ton kurma dari Israel, senilai sekitar 7,5 juta pound (8,9 juta dolar Amerika).

Kendati demikian Bunyan tak dapat memastikan kurma asal Israel juga beredar di Indonesia. 

“Kalo ini tanya kementerian Perdagangan yg tangani impor expor,” katanya. 

Sementara itu sekretaris komisi fatwa MUI, KH Mifthul Huda mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada fatwa MUI terkait hukum membeli atau mengkonsumsi produk-produk Israel terlebih produk kurma medjoul dari Israel. 

IHRAM

5 Tanda Istri Tak Bahagia dalam Pernikahan

APA tanda istri tak bahagia dalam pernikahannya?

Dalam rumah tangga, kebahagiaan istri menjadi hal utama. Mengapa? Sebab, istri adalah penguat bagi suami. Istri juga memiliki peran penting bagi anak-anaknya. Hanya saja, tidak semua istri merasakan hal itu. Pasti akan kita temukan istri yang tidak bahagia dalam pernikahan. Bagaimana kita mengetahui bahwa istri tidak bahagia?

Sedikitnya ada lima tanda yang menyatakan bahwa istri tidak bahagia dalam pernikahan. Dengan mengetahui hal ini, maka suami harus segera mencari solusinya agar istri memperoleh kebahagiaan. Apa sajakah tanda itu?

Tanda Istri Tak Bahagia: Lebih Banyak Diam

Wanita umumnya akan berbicara 20.000 kata/hari sementara pria hanya 7.000 kata/hari. Sehingga tidak mengherankan bila para wanita lebih banyak berbicara dibandingkan laki-laki.

poligami, Cinta Pertama,, pesan, Tips Mencari Jodoh dalam Islam, Sisi Romantis Rasulullah, Tanda Istri Tak Bahagia
Foto: Unsplash

Namun bila tiba-tiba istri Anda berubah menjadi lebih pendiam atau sedikit berbicara, maka waspadalah sebab hal ini bisa menjadi pertanda bahwa ia sedang tidak bahagia.

Oleh karena itu, apabila hal ini terjadi maka dekatilah ia dan ajak berbicara agar Anda mengetahui apa yang terjadi. Sebab bagi seorang wanita, diajak berbicara dan didengarkan saja sudah membuatnya merasa bahagia.

Tanda Istri Tak Bahagia: Merasa Lelah

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh UCLA tentang kaitan antara kebahagiaan pernikahan dengan kortisol pada wanita. Dimana diperoleh hasil bahwa seorang wanita yang tidak bahagia, maka kortisolnya akan tinggi.

Sehingga hal ini menyebabkan tubuhnya menjadi cepat lelah sekalipun telah mengonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan berolahraga.

Tanda Istri Tak Bahagia: Mudah Marah

Seorang wanita yang tidak dalam kondisi bahagia akan mudah tersulut emosinya sehingga ia menjadi mudah marah dan tersinggung. Hal kecil saja dapat memicunya untuk marah.

Sehingga apabila Anda menemukan dalam kondisi seperti ini, pastikan apakah ia sedang dalam masa menstruasi atau tidak. Apabila tidak sedang dalam masa menstruasi, maka hal ini perlu diwaspadai.

Tanda Istri Tak Bahagia: Tidak Mudah Percaya

Seorang wanita akan menjadi lebih posesif terhadap suaminya apabila ia merasa tidak nyaman atau bahagia. Dalam hal ini ia menjadi tidak mudah percaya dengan suaminya. Ia akan mencari-cari cara untuk meyakinkan dirinya.

Hadits tentang Cinta, suami, Tanda Istri Tak Bahagia

Mulai dari mencari tahu apa yang dilakukan oleh sang suami, hingga sampai mengecek Hp sang suami. Biasanya hal ini terjadi apabila si wanita menemukan sesuatu yang mencurigakan dari suaminya.

Tanda Istri Tak Bahagia: Menolak Melayani Suami

Tanda selanjutnya istri yang tidak bahagia dalam pernikahannya adalah menolak melayani suaminya termasuk berhubungan intim. Jangankan diajak berhubungan, disentuh oleh suaminya saja sang istri akan merasa enggan. Apalagi bila penyebab ketidakbahagiaannya itu adalah sang suami. []

SUMBER: PALINGYUNIK/ISLAMPOS

Pengantar Ilmu Terjemah Bahasa Arab (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Tiga prinsip istikamah

Untuk bisa sukses dalam kebaikan apapun, maka seorang muslim haruslah berpegang dengan tiga prinsip istikamah, termasuk kebaikan mempelajari ilmu terjemah. Yang dimaksud dengan ilmu terjemah di sini adalah menerjemah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Ini adalah kebaikan yang besar, terutama apabila kita niatkan dengan ilmu tersebut agar bisa memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan benar dan baik. Karena keduanya adalah wahyu Allah yang berbahasa Arab.

Tiga prinsip istikamah tersebut adalah:

Prinsip pertama: Ikhlas (mencari rida dan pahala-Nya)

Di dalamnya terdapat kaidah “multi niat, multi pahala”, maka niatkan mempelajari ilmu terjemah ini dengan beragam niat, seperti:

Pertama: Sarana untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kedua: Untuk diajarkan kepada kaum muslimin dan muslimat, terutama diajarkan kepada para da’i sunnah.

Ketiga: Sarana menerjemahkan kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjelaskan tafsir Al-Qur’an dan syarah (penjelasan) Al-Hadits.

Keempat: Sarana menulis konten-konten ilmu syar’i yang tidak bisa dipisahkan dengan aktifitas menerjemah ucapan-ucapan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Prinsip kedua: Sesuai sunah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Pelajari dan terapkan adab-adab islami dalam beramal saleh, termasuk mempelajari ilmu terjemah, agar terpenuhi salah satu syarat diterimanya amal saleh.

Prinsip ketiga: Bertawakal kepada Allah semata dengan banyak berdoa kepada Allah semata, sambil berusaha dengan baik dan benar

Janganlah di dalam meraih kesuksesan mempelajari dan menggunakan ilmu terjemah ini, hati kita bersandar kepada selain Allah. Contohnya, kita bersandar kepada kecerdasan diri, kelengkapan literatur, kehebatan atau ketenaran guru, pengalaman panjang dan bersandar kepada selain Allah yang lainnya. Tawakallah dan sandarkanlah hati kita hanya kepada Allah semata dalam beramal saleh, termasuk dalam mempelajari dan menggunakan ilmu terjemah ini.

Status ilmu terjemah

Ilmu terjemah pada hakikatnya adalah:

Pertama: Disiplin ilmu tersendiri, berarti ada kaidah-kaidah dan pembagiannya, istilah-istilah dan definisinya, serta ada pula bab-babnya.

Kedua: Keterampilan (skills), berarti pemahaman dan plus butuh latihan berulang, sehingga butuh waktu dan kesabaran, sama seperti kita sedang belajar berenang, berkuda, dan keterampilan lainnya.

Ketiga: Seni, karena ada citra rasa bahasa (dzauq lughawi) yang bisa berbeda antar penerjemah yang satu dengan yang lainnya.

Baca Juga: Keutamaan Belajar Bahasa Arab dan Ilmu Nahwu

Definisi terjemah

Secara istilah, terjemah adalah:

التعبير عن الكلام بلغة أخرى

“Mengungkapkan amanat [1] ucapan (dari bahasa sumber) dengan bahasa lain (bahasa sasaran yang setara).” [2]

Atau dengan bahasa lain:

Mengungkapkan amanat ucapan dari bahasa sumber (bahasa yang diterjemahkan) ke dalam bahasa sasaran (bahasa penerjemah) dengan mengungkapkan keseluruhan maknanya dengan memperhatikan tata bahasa, struktur kalimat, dan gaya bahasa pada kedua bahasa tersebut.

Dalam KBBI, amanat adalah keseluruhan makna atau isi pembicaraan, sehingga ringkasnya, terjemah adalah mengungkapkan makna ke dalam bahasa lain.

Macam terjemah

Terjemah ada dua macam, yaitu [3]:

Pertama: Terjemah harfiyyah (leksikal), yaitu meletakkan terjemah setiap kata (dalam bahasa sumber) dengan kata yang sepadan (dalam bahasa sasaran) sesuai urutan kata dalam kalimat.

Kedua: Terjemah maknawiyyah atau tafsiriyyah, yaitu mengungkapkan amanat ucapan/teks (dari bahasa sumber) dengan bahasa lain (bahasa sasaran yang setara), tanpa harus terikat dengan kosakata dan urutannya.

Karena seringkali dalam menerjemahkan ucapan (teks bahasa Arab) itu tidak bisa secara harfiyyah, maka yang dipakai dalam menerjemahkan ucapan/ teks bahasa Arab adalah terjemah maknawiyyah. Oleh karena itu, butuh banyak disiplin ilmu sebagai pijakan dalam menerjemah, karena untuk menyampaikan makna ucapan (teks) bahasa Arab itu terkait dengan banyak hal.

Bahkan, hukum terjemah harfiyyah Al-Qur’an Al-Karim itu mustahil menurut sebagian besar ulama. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa menerjemah dengan jenis terjemah harfiyyah memungkinkan terrealisasi pada sebagian ayat Al-Qur’an. Akan tetapi, (walaupun memungkinkan) hukumnya tetap haram.

Mengapa dalam menerjemahkan ucapan (teks bahasa Arab) itu seringkali tidak bisa secara harfiyyah?

Karena perbedaan karakteristik yang besar antara dua bahasa, yaitu bahasa sumber (yang diterjemahkan = bahasa Arab), dan bahasa sasaran (penerjemah = bahasa Indonesia), baik dari sisi struktur kalimat, gaya bahasa, kekayaan kosakata, kaidah bahasanya, keluasan makna bahasanya (huruf, kata, kalimat tertentu), panjang pendek kalimatnya, pengulangan kata-kata tertentu, variasi bentuk kata dalam pengungkapan makna (contoh: pasif, aktif, mashdar, kata kerja, isim maf’ul), dan lain-lain.

Sehingga jenis terjemah yang bagus adalah terjemah maknawiyyah. Hal ini sesuai dengan definisi terjemah, yaitu: mengungkapkan makna dalam bahasa lain.

Apa saja yang dibutuhkan penerjemah dalam menerjemah?

Hal ini penting, karena setiap kesalahan dalam menerjemah rata-rata karena tidak atau kurang menguasai satu atau lebih dari tiga faktor berikut ini:

Pertama: Faktor penguasaan bahasa (maharoh lughowiyyah atau linguistik)

Hal ini berlaku baik itu bahasa sumber (bahasa Arab), maupun bahasa sasaran (bahasa Indonesia). Hal ini meliputi tata bahasa, struktur, dan gaya bahasa pada kedua bahasa.

Penguasaan bahasa Arab

Seorang penerjemah perlu menguasai nahwu, sharaf, kosakata, makna wazan, makna huruf, ilmu balaghah (ma’ani, bayan, badi’), ilmu imla’ wal kitabah, dan kaidah lughawiyyah. Di samping itu, seorang penerjemah ketika mendapatkan kesulitan memahami arti sebuah kata, ia perlu berusaha mengembalikan ke rujukan bahasa Arab, yaitu Al-Qur’an, al-hadits, dan sya’ir sebelum 150 H.

Ketiga rujukan itu banyak dinukilkan di kitab-kitab ulama, terutama di kamus-kamus besar yang berbahasa Arab, yaitu menjelaskan arti sebuah kata dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Arab pula.

Penguasaan bahasa Indonesia

Rujukan bahasa Indonesia adalah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia), KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dan TBBI (Tata Bahasa Baku Indonesia).

Baca Juga: Keistimewaan Bahasa Arab

Kedua: Mengenal perbedaan karakteristik kedua bahasa dan mampu mengadaptasikannya

Perbedaan kedua bahasa itu setidaknya tampak pada beberapa hal berikut ini:

Perbedaan struktur kalimat kedua bahasa

Struktur kalimat bahasa Arab

Fi’il-Fa’il

Fi’il-Fa’il- Maf’ul bih

Fi’il-Fa’il-Hal

Fi’il-Fa’il-Tamyiz

Fi’il-Fa’il huruf jar-Isim majrur

Fi’il-Naibul Fa’il

Mubtada’-Khabar

Inna-Isim inna-Khobar inna-Khobar

Kaana-Isim kana-Khobar kana

Huuf Nida’ – Munada

Struktur kalimat bahasa Indonesia

SP, SPO, SPOK, SPK, SPPel, SPO Pel. K, SP Pel. K, dan masih banyak struktur kalimat pengembangan lainnya.

Perbedaan gaya bahasa kedua bahasa

Misalnya, gaya bahasa dalam menegaskan, bertanya, menjelaskan, sindiran, mengulang sesuatu, membandingkan, menyebutkan sesuatu yang mewakili, memuji, menghaluskan kata, membesarkan perkara, dan lain-lain. Banyak perbedaan gaya bahasa antar kedua bahasa tersebut.

Perbedaan kekayaan kosakata antara kedua bahasa [4]

Suatu hal yang wajar, jika terdapat perbedaan kekayaan kosakata antar dua bahasa. Demikian pula dalam bahasa kita, banyak kosakata yang ada dalam bahasa kita berasal dari bahasa lain, atau dikenal dengan istilah “kata serapan”.

Konon kabarnya, kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang berasal dari bahasa Arab (kata serapan) jumlahnya cukup banyak, bahkan ada yang memperkirakan jumlahnya dua sampai tiga ribuan kata.

Berikut ini beberapa contoh kata serapan dari bahasa Arab:

Lafal dan artinya masih sesuai dengan aslinya

abad, abadi, daftar, hikmah, halal, haram

Lafalnya berubah, artinya tetap

berkah, jenis, derajat, rezeki

Lafalnya tetap, artinya berubah

ahli, dalam bahasa Indonesia bermakna “orang yang mempunyai kemampuan”, berasal dari bahasa Arab yang bermakna “luas yaitu orang yang berasal dari sesuatu.”

kalimat, dalam bahasa Indonesia bermakna “rangkaian kata-kata”, berasal dari bahasa Arab yang bermakna “kata”.

Lafal dan artinya berubah dari lafal dan arti semula

logat dalam bahasa Indonesia bermakna dialek atau aksen, berasal dari kata lughah yang bermakna bahasa.

naskah dari kata nuskhatun yang bermakna secarik kertas.

Perbedaan kaidah kedua bahasa

Sehingga seringkali tidak bisa diterjemahkan leksikal dan harfiyyah, karena adanya perbedaan kaidah berbahasa pada kedua bahasa. Oleh karena itu, perlu adaptasi dalam menerjemahkan ke bahasa Indonesia, dalam bentuk misalnya:

– Pendahuluan dan pengakhiran

– Perluasan dan penyempitan

– Cara menerjemahkan isim, huruf, fi’il

– Persamaan atau perbedaan kedua bahasa dalam kata hubung, kata penegas, kata depan, dan semisalnya.

– Cara menerjemahkan maf’ul muthlaq, huruf ‘athaf, zharaf, hal, ما maushul mubhamah yang diikuti dengan ‫ منbayaniyah, na’at, huruf jawab, isim maushul, alif lam ta’rif, dll.

Problematika non-linguistik

Ilmu-ilmu selain bahasa yang mempengaruhi pemahaman makna sehingga seorang penerjemah seringkali tidak bisa menerjemahkan kata hanya dengan makna leksikal (makna kosakata) yang terdapat dalam kamus saja, namun membutuhkan ilmu-ilmu non-bahasa seperti:

Tafsir Al-Qur’an, kitab makna ayat Al-Qur’an yang musykil bagi banyak penerjemah, i’rob Al-Qur’an, Syarah Hadits, Gharibul Hadits, Ushul Fiqih, Ushul Tafsir, Syarah, Qowa’idut Tafsir/Fiqih, Sejarah, istilah, kaidah, bahkan budaya terkait dengan istilah budaya tertentu yang viral, dan lain-lain.

Kesimpulan:

Profil penerjemah yang profesional itu memiliki wawasan yang luas, bahasa maupun nonbahasa.

Menerjemah adalah aktifitas multidisiplin, ilmu syar’i dan ilmu alat bahasa dan ushul, sehingga diperlukan literatur dalam multidisiplin ilmu. Bekal dalam menerjemah itu tidak hanya kamus dan kemampuan berbahasa saja, namun juga perlu menguasai disiplin ilmu-ilmu lain, terutama disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan. Sehingga dalam menerjemah diperlukan juga literatur kitab-kitab lain yang terkait dengan disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan.

Unsur citra rasa seni bahasa (dzauq lughawi)

Hal ini juga memiliki peran besar untuk menghasilkan terjemah yang baik, karena menerjemah itu ada sisi seninya. Oleh karena itu, penerjemah juga hendaklah menjadikan bahasa sumber (bahasa Arab) tersebut sebagai bagian dari bahasanya, agar terbentuk citra rasa seni dalam berbahasa Arab (dzauq lughawi), bi’idznillah.

Lanjut ke bagian 2: Pengantar Ilmu Terjemah Bahasa Arab (Bag. 2)

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Amanat adalah keseluruhan makna atau isi pembicaraan (KBBI)

[2] ……

[3]

[4] Diringkas dari wikipedia

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83333-pengantar-ilmu-terjemah-bahasa-arab-bag-1.html