Arab Saudi Minta Jamaah Umroh Patuhi Jadwal yang Telah Ditetapkan

Pelaksanaan umroh harus tetap pada jadwal yang telah ditentukan.

Otoritas Arab Saudi meminta umat Islam yang berencana melakukan ibadah umroh untuk mematuhi jadwal pelaksanaan ibadah umroh. Pelaksanaan umroh harus tetap pada jadwal yang telah ditentukan untuk melakukan ritual ibadah di Masjidil Haram, Makkah.

“Kami berharap, Anda akan berkomitmen untuk melakukan umroh pada tanggal dan waktu yang ditentukan untuk Anda dalam izin,” kata Kementerian Haji dan Umrah Saudi, seperti dilansir Gulf News, Kamis (27/7/2023).

Seruan itu disampaikan dengan tujuan untuk menghindari kemacetan pada saat musim baru umroh berlangsung, yang bertepatan dengan dimulainya tahun baru Hijriah Islam.

Musim umroh dimulai setelah berakhirnya ibadah haji Islam tahunan yang dihadiri sekitar 1,8 juta Muslim untuk pertama kalinya dalam tiga tahun setelah pembatasan terkait pandemi dicabut.

Dalam beberapa bulan terakhir, Arab Saudi telah meluncurkan sejumlah fasilitas bagi Muslim dari negara lain untuk datang ke Kerajaan untuk melaksanakan ibadah umroh. Arab Saudi mengharapkan sekitar 10 juta Muslim dari luar negeri untuk melakukan umroh selama musim baru.

Umat Muslim yang memegang berbagai jenis visa masuk seperti visa pribadi, kunjungan, dan turis diizinkan untuk melakukan umrah dan mengunjungi Al Rawda Al Sharifa, di mana makam Nabi Muhammad (saw) terletak di Masjid Nabawi di Madinah setelah memesan e-appointment.

Otoritas Saudi telah memperpanjang visa umrah dari 30 hari menjadi 90 hari dan mengizinkan pemegangnya untuk memasuki kerajaan melalui semua outlet darat, udara dan laut dan berangkat dari bandara manapun.

Kerajaan juga telah mengumumkan bahwa ekspatriat yang tinggal di negara-negara Dewan Kerjasama Teluk berhak untuk mengajukan visa turis, terlepas dari profesinya, dan dapat melakukan umrah.

Pemegang visa Schengen, AS dan Inggris dapat membuat janji, untuk Umrah dan mengunjungi Al Rawda Al Sharifa, melalui aplikasi Nusuk sebelum tiba di Arab Saudi.

IHRAM

Jangan Sia-siakan Umurmu

Usia adalah salah satu misteri yang kita takkan pernah tahu kapan berakhir, namun terkadang manusia bangga dan bahagia ketika usianya bertambah. Lantas bagaimana pandangan orang-orang saleh berkaitan dengan perkara berkurangnya jatah hidupnya di dunia ini?

Al Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Malam dan siang akan terus berlalu dengan cepat, umurpun berkurang, ajal (kematian) pun semakin dekat” (Jaami’ul ‘ulum wal Hikam, 2: 383).

Sungguh ungkapan indah bahwa seorang mukmin harus bersiap-siap menyambut ajal dengan mengisi hidupnya agar selalu beramal saleh. Sangat merugi di akhirat kelak ketika kita menyia-nyiakan sedetik saja dari hari-hari kita dengan hal yang sia-sia.

Al Hasan Al-Basri mengatakan: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari, tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu” (Hilyatul Aulia’ 2: 148).

Jangan pernah terlena dengan nikmat sehat, kelapangan rezeki, dan berbagai kemudahan untuk bisa beramal saleh. Ketika kita tertipu dengan amal yang menurut hitungan matematika manusia sangat banyak, maka kita akan merasa ujub diri sehingga bisa meremehkan beramal saleh dengan lebih baik. Tak ada jaminan amal kita diterima di sisi Allah Ta’ala karena itu teruslah mengisi waktu dengan kebaikan. Demikian pula ketika kita merasa tertinggal jauh dengan orang lain dalam beramal saleh atau merasa dirinya penuh dosa maka janganlah pesimis, segera berbenah diri. Justru dengan ketertinggalan dalam beramal saleh akan memacu iman untuk tergerak meninggalkan dosa-dosa dan bertekad berbuat kebaikan di sisa usianya.

Memacu diri mengejar akhirat adalah slogan utama seorang mukmin yang sadar diri bahwa dirinya serba penuh kekurangan. Dengan semangat fastabiqul khairat niscaya dia optimis mampu menjadi pribadi yang bertakwa meski terkadang potret episode masa lalunya penuh dengan dosa-dosa maksiat. Simak dialog berkelas dari Imam Fudhail bin Iyadh di bawah ini yang semoga menginspirasi setiap mukmin untuk segera berubah menjadi sosok yang giat beramal saleh dengan memaksimalkan waktunya dalam ketaatan pada Allah Ta’ala.

Fudhail bin Iyadh rahimahullah ketika beliau menasehati seorang lelaki beliau berkata kepada lelaki itu “Berapa tahun usiamu (sekarang)?” Lelaki itu menjawab “enam puluh tahun”. Fudhail berkata “(berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai. Lelaki itu menjawab, “Sesungguhnya kita ini milik Allah dan pasti akan kembali kepada-Nya”. Maka Fudhail berkata, “Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu berkata “Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya”? Barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti). Dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya) maka hendaknya dia mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia). Dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia) maka hendaknya dia mempersiapkan pula jawabannya.” Lelaki itu lantas bertanya,”(Kalau demikian) bagaimana caranya (untuk menyelamatkan diri ketika itu)?” Fudhail menjawab, “(caranya) mudah”. Lelaki itu bertanya lagi, “Apa itu?”. Fudhail menjawab, “Engkau berbuat kebaikan (amal saleh) pada sisa umurmu (yang masih ada). Maka Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu. Karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada) kamu akan disiksa (pada hari kiamat) lantaran (dosa-dosamu) pada sisa umurmu”. (Jami’ul “ulumi wal hikam, hal. 464 dan Latha’ifu al ma’arif , hal. 108).

Sebuah nasehat pengingat agar kita selalu beramal saleh berapapun usia kita, karena begitu cepat berlalu usia kita. Berkata Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah: “Waktu muda itu sebentar bagaikan bunga di musim semi, keindahan dan keelokannya. Maka jika bunga itu telah menjadi kering dan putih maka telah dekat waktu kepergiannya” (Lathaiful Ma’arif I/333) (dikutip dari Telegram Nashihatulinnisa).

Untuk yang masih muda, janganlah terlena dan terlalu percaya diri dengan kesempatan waktu dan kesehatan karena kita tak tahu kapan pintu beramal saleh itu masih terbuka. Ingatlah dosa sehingga membuat semangat beramal saleh dengan lebih baik. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Janganlah berbangga diri dengan amalmu, sekalipun engkau telah beramal saleh, karena hakekatnya amalmu sedikit jika dibandingkan dengan hak Allah Ta’ala yang harus kau penuhi” (Syarh Riyadhus Shalihin, hal. 575).

Jalan taubat dan beramal saleh masih terbuka, maka bergembiralah dan segera raih kebaikan.

Ada seseorang yang berbuat dosa bertanya kepada Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Masihkah ada pintu taubat bagiku?” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berpaling darinya. Tapi tak lama kemudian Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menoleh ke arah orang yang bertanya tadi dan melihat kedua matanya meneteskan air mata. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata “Sesungguhnya surga itu punya delapan pintu, selamanya bisa dibuka dan ditutup kecuali pintu taubat. Sesungguhnya pada pintu taubat tersebut malaikat yang ditugasi (untuk menjaga) agar pintu tersebut tidak ditutup. Segeralah beramal dan jangan berputus asa” (Al Ihya’ 4/16).

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi:

1. Majalah Al Furqon edisi 9 tahun kesebelas Rabiul Akhir 1433H.

2. Majalah Al Mawaddah, vol 73 Jumadats Tsaniyah 1435H.

3. Rumaysho.com, Desember 2012

© 2023 muslimah.or.id
Sumber: https://muslimah.or.id/15883-jangan-sia-siakan-umurmu.html

Memanfaatkan Modal Waktu dan Umur yang Tersisa

Kerugian hakikatnya adalah berkurangnya atau lenyapnya modal, maka, demi waktu, sungguh manusia benar-benar ada dalam kerugian

SADAR atau tidak, hadirnya tahun baru sesungguhnya menandakan satu hal: jatah umur manusia yang terus berkurang.  Terkait itu, renungkanlah firman Allah SWT berikut:                       

والعصر. ان الانسان لفي خسر

“Demi waktu. Sungguh manusia benar-benar ada dalam kerugian… “ (QS al-‘Ashr [103]: 1-2).

Sebagaimana kita ketahui, kerugian hakikatnya adalah berkurangnya atau bahkan lenyapnya modal (Lihat: Ibn Manzhur, Lisaan al-‘Arab, II/1156; al-Fayumi, Mishbaah al-Muniir, I/78).

Jika rugi—sebagaimana juga dirasakan oleh para pedagang/pebisnis—adalah berkurangnya modal, lalu apa modal manusia? Apanya yang berkurang dari manusia?

Modal manusia tidak lain adalah waktu atau jatah umurnya yang ia miliki. Inilah yang terus berkurang setiap saat.

Sebabnya, Allah SWT telah menjatah umur setiap manusia. Tentu hanya Dia Yang Mahatahu berapa jatah umur yang Dia berikan kepada setiap manusia di dunia ini.

Andai Allah SWT menjatah umur si fulan di dunia ini hanya 60 tahun, misalnya, dan ia telah memasuki usia 55 tahun pada akhir tahun lalu, maka sebanyak itulah modal umurnya berkurang. Berarti sisa umurnya tinggal 5 tahun lagi.

Karena itu, kata Imam ar-Razi, manusia yang melewati waktu hingga umurnya berlalu, namun ia tak memperoleh hal-hal yang bermanfaat (berbuah pahala), maka rugilah dia.” (Lihat: Ar-Razi, Mafaatih al-Ghayb, XXIII/85).

Kerugian manusia lebih besar lagi saat ia menghabiskan waktunya untuk melakukan banyak dosa dan maksiat kepada Allah SWT.

Alhasil, yuk kita isi seluruh waktu dan umur kita yang masih tersisa dengan melakukan ragam amal shalih yang mendatangkan pahala. Tinggalkan semua yang sia-sia, apalagi yang makin menambah dosa-dosa kita.

Mari manfaatkan sisa modal (umur) kita untuk banyak bertobat, bukan dengan banyak maksiat. Tentu agar kita tidak merugi di dunia dan akhirat.*/ Arief B. Iskandar, khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

HIDAYATULLAH

Makanan Nama Setan Lolos Sertifikasi Halal, Aisha Maharani Kritik Kebijakan Lembaga Kemenag

Sejumlah produk dengan nama setan ditemukan mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag. Meski sertifikat halal tersebut kini sudah di take down, hal itu menimbulkan sejumlah kritik dan masukan dari sejumlah pihak. Salah satunya Halal Corner.

“Sejak maghrib kemarin sampai malam hari, saya dikontak beberapa stake holder halal. Menyampaikan informasi temuan nama nama setan dkk yang mendapatkan sertifikat halal Indonesia,” tulis Aisha Maharani, founder Halal Corner pada Senin (245/07/2023).

Beberapa nama setan yang sempat mendapatkan sertifikat halal yaitu Mie Setan, Seblak Jahanam, Kolor Ijo Rempah dan Mie Neraka.

Aisha lantas memberikan ulasan terkait proses sertifikasi halal di Indonesia saat ini.

“Catatan yang saya buat bukan untuk menjatuhkan pihak manapun, tetapi menjadi catatan penting bagi seluruh stake holder halal di Indonesia,” lanjut Aisha. “Sebagai suara konsumen, tugas saya dan tim Halal Corner adalah menjaga mereka dari hal-hal yang syubhat dan haram.”

Menurutnya, selama berpuluh tahun berkecimpung di dunia sertifikasi halal, belum pernah dijumpai Majelis Ulama Indonesia meloloskan produk yang tidak sesuai standar halal.

Perlu diketahui, kini ada dua lembaga fatwa terkait sertifikasi halal. Pertama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Kemenag RI.

Aisha kemudian menyebut setelah adanya program Halal Self Declare, didapati kasus-kasus kesalahan dalam pelaksanannya. Karenanya, lanjut Aisha, harus ada perbaikan dan keinginan pemerintah untuk menerima masukan agar sertifikasi halal di Indonesia tidak semakin menurun.*

HIDAYATULLAH

Misteri Rahasia Ka’bah, Benarkah Ada Pintu Kedua?

Pintu Ka’bah pertama kali diganti pada tahun 64 Hijriyah.

Ka’bah menyimpan catatan sejarah yang panjang tetapi ada serpihan informasi yang kerap luput dari perhatian umat Muslim. Selama ini, Ka’bah dikenal memiliki pintu besar berwarna kuning emas, namun tidak ditampakkan seluruhnya karena tertutupi kiswah.

Namun, baru-baru ini beredar foto yang memperlihatkan semacam adanya pintu rahasia yang ditutup dengan batu yang serupa dengan dinding Ka’bah. Namun, foto tersebut menunjukkan susunan batu yang tidak sejajar pada dinding Ka’bah.

Pintu ini menjadi sebuah misteri tersendiri di kalangan umat Muslim karena diyakini adanya pintu kedua Ka’bah. Pintu yang misterius itu terletak di sisi barat. Lantas, seperti apa fakta sejarah sebenarnya?

Para sejarawan, dilansir Arabic Post, mengklaim ketika Ka’bah saat pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, tidak memiliki pintu, atap, atau jendela. Ka’bah hanya berupa dinding padat yang membentuk kubus tertutup di semua sisi. Dengan kata lain, saat itu belum ada pengaturan untuk memasuki Ka’bah.

Namun kemudian, diyakini pada periode Raja Tubba yang memerintah pada abad ke-4 Masehi, Ka’bah dibuka pada kedua sisinya, sebagaimana disebutkan dalam biografi Ibnu Hisyam.

Al Azraqi menyebutkan dalam Akhbar Makkah, dengan mengutip riwayat Ibnu Jarir, bahwa Raja Tubba adalah orang pertama yang mendandani dan membersihkan Ka’bah. Ia memerintahkan para penguasa dari Jurhum untuk membuat pintu masuk Ka’bah.

Di masa itulah, Ka’bah memiliki dua pintu permanen, yaitu pintu masuk dan pintu keluar, yang terbuka sepanjang waktu. Siapapun bisa masuk melalui pintu timur dan keluar melalui pintu barat.

Kemudian, masih pada masa pra Islam, di satu pintu Ka’bah dibuatkan penghalang dengan 18 batu untuk mengontrol pergerakan keluar masuk Ka’bah. Pintu yang dihalangi 18 batu batu ini adalah pintu yang terletak di sisi yang berhadapan dengan pintu utama Ka’bah sekarang, dekat Rukun Yamani.

Lalu, pada era Suku Quraisy ketika mereka menguasai Makkah sebelum Islam datang, salah satu dari dua pintu ditutup. Sedangkan pintu timur dinaikkan beberapa kaki di atas permukaan tanah.

Siti Aisyah dalam sebuah riwayat, pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang mengapa orang-orang Quraisy menaikkan pintu tersebut, kemudian Nabi SAW mengatakan, itu karena mereka kekurangan dana. Setelah itu, struktur Ka’bah mengalami perbaikan, renovasi dan pemugaran karena pengaruh hujan deras dan faktor waktu.

Berlanjut ke era negara Islam, pintu Ka’bah berdasarkan catatan sejarah, pertama kali diganti pada tahun 64 Hijriyah pada masa kepemimpinan Abdullah bin Zubair, setelah terkikis melewati waktu yang panjang. Saat itu, dibuatkan pintu setinggi 11 hasta. Pintu yang sebelumnya tertutup pun dibuka sehingga ada dua pintu untuk masuk dan keluar.

Sesudah itu, Al Hajjaj bin Yusuf, salah satu pemimpin dalam Dinasti Umayyah, membangun kembali Ka’bah di atas bangunan Quraisy dan menutup pintu yang kedua. Sehingga hanya satu pintu yang dapat digunakan untuk keluar masuk.

Pada 1045, para peziarah mengubah desain pintu asli yang lama, dengan menyertakan ornamen yang terbuat dari perak dengan berat sekitar 200 pon. Selanjutnya, di era Ottoman, tembok timur dan barat Ka’bah pernah runtuh, sehingga sultan saat itu, Sultan Ottoman Murad IV, membangun kembali Ka’bah tepatnya pada tahun 1630 Masehi.

Sultan tersebut mempekerjakan pengrajin Mesir untuk membuat pintu baru yang desainnya mirip dengan pintu sebelumnya. Mereka menghiasinya dengan bentuk geometris berlapis perak dan emas. Pintu inilah yang digunakan selama lebih dari 300 tahun, dan tidak diganti sampai era negara Kerajaan Arab Saudi. Pintunya masih berdiri dan sekarang menjadi bagian dari pameran sejarah Arab di Museum Louvre di Abu Dhabi.

IHRAM

Cara Rasulullah Melindungi Rumah Ibadah Non Muslim

Relasi muslim dan non muslim sudah terbina sejak Rasulullah masih di Mekah dahulu. di Kota Mekah, ada komunitas non muslim. Begitu pun ketika sudah di Madinah. Kota yang notabenenya beragam, hidup berdampingan komunitas dari pelbagai agama. Artikel ini akan menjelaskan tentang cara Rasulullah melindungi rumah ibadah non muslim.

Rasulullah merupakan potret yang sangat sempurna untuk dijadikan contoh dan teladan dalam bersosial, bertetangga, dan bermasyarakat, baik dengan kalangannya sendiri (umat Islam), maupun kalangan yang lain (non-muslim).

Hal ini menjadi penting untuk diketahui bersama, karena saat ini masih banyak ditemukan umat Islam yang bersikap seolah mengikuti Rasulullah, namun kenyataannya tidak. Nah, dalam hal ini yang paling dominan terjadi adalah ketika berhubungan dengan non-muslim.

Sebagian kalangan menganggap bahwa non-muslim adalah musuh umat Islam yang harus diperangi dan dimusnahkan, bahkan ada juga yang berani mengahancurkan tempat peribadatan mereka atas nama “jihad”.

Padahal, semua ini tidaklah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah dalam bersosial dengan pemeluk agama lain. Justru, ia merupakan sosok yang juga akrab dengan pemeluk agama lain tanpa ada satu pun yang ia bunuh dan tidak ada satu tempat ibadah pun yang pernah ia rusak.

Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan perihal cara Rasulullah melindungi rumah ibadah milik non-muslim. Dengan tujuan, agar keharmonisan antarumat beragama menjadi lebih baik, dan sikap ekstrimisme semakin terkikis.

Rasulullah Melindungi Rumah Ibadah

Salah satu uaya Rasulullah untuk melindungi rumah ibadah milik pemeluk agama lain bisa dilihat dalam setiap umat Islam hendak berperang, Rasulullah selalu berpesan kepada para sahabat yang terlibat di dalamnya agar tidak merusak bangunan-bangunan rumah ibadah. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits, ia bersabda:

اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فَقَاتِلُوا عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ بِالشَّامِ وَسَتَجِدُونَ فِيهِمْ رِجَالاً فِى الصَّوَامِعِ مُعْتَزِلِينَ مِنَ النَّاسِ فَلاَ تَعْرِضُوا لَهُمْ وَسَتَجِدُونَ آخَرِينَ لِلشَّيْطَانِ فِى رُءُوسِهِمْ مَفَاحِصُ فَافْلُقُوهَا بِالسُّيُوفِ وَلاَ تَقْتُلُوا امْرَأَةً وَلاَ صَغِيرًا ضَرَعًا وَلاَ كَبِيرًا فَانِيًا وَلاَ تَقْطَعُنَّ شَجَرَةً وَلاَ تَعْقِرُنَّ نَخْلاً وَلاَ تَهْدِمُوا بَيْتًا

“Berperanglah kalian semua atas nama Allah, maka bunuhlah musuh Allah dan musuh kalian di Syam. Kalian akan bertemu dengan rombongan laki-laki di tempat peribadatan salib yang mengasingkan dirinya dari manusia, maka jangan kalian ganggu mereka. Kalian juga akan bertemu dengan golongan lain yang ada setan-setan di atas kepalanya yang suka mencari aib orang lain maka hadapilah mereka dengan pedang.

Dan jangan kalian bunuh wanita, anak kecil yang masih menyusu, orang tua yang lemah, jangan pula kalian potong pepohonan, memotong pohon kurma, dan jangan pula kalian merusak rumah.” (HR. Abu Abdillah)

Demikian pesan Rasulullah kepada para sahabat yang hendak mengikuti peperangan ketika dalam perjalanan. Rasulullah melarang mereka untuk mengganggu pemeluk agama lain yang tidak memerangi uma Islam. Bahkan, ia juga melarang para sahabat untuk merusak rumah-rumah peribadatan milik pemeluk agama lain.

Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah juga memberikan perlindungan dan keamanan bagi mereka, sekaligus menunjukkan etos dakwahya yang sangat lembut dan penuh teladan. Ia melarang para sahabat untuk tidak ikut campur dengan tempat ibadah milik non-muslim.

Demikian sekilas penerangan terkait cara Rasulullah melindungi rumah ibadah Non Muslim. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Tragedi Karbala 10 Muharram; Kisah Kematian Husein bin Ali

Tragedi Karbala 10 Muharram menyisakan duka yang berat. Karbala, sebuah nama yang mendalam dan penuh makna dalam sejarah Islam. Di tanah ini, pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriyah (10 Oktober 680 M), terjadi tragedi besar yang menggetarkan hati umat Muslim. Tragedi ini melibatkan sosok pahlawan, Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW.

Tragedi Karbala 10 Muharram mengisahkan kematian Husein di Karbala. Tragedi ini menjadi simbol pengorbanan, ketabahan, dan keberanian dalam menghadapi ketidakadilan dan tirani. Husein bin Ali bin Abi Thalib adalah cucu Nabi Muhammad SAW dan merupakan putra dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra, putri Nabi.

Konflik antara keluarga Ali bin Abi Thalib dan penguasa Bani Umayyah telah berlangsung sejak zaman Khilafat Utsmaniyah, dan situasi ini mencapai puncaknya di Karbala pada tahun 680 Masehi.

Pada masa itu, kepemimpinan politik umat Islam telah berpindah dari khilafah rasyidin ke masa kekhalifahan Umayyah. Penguasa Bani Umayyah saat itu adalah Yazid bin Muawiyah, yang dianggap oleh banyak kelompok Muslim sebagai pemimpin yang kontroversial. Pemerintahannya dipenuhi dengan kebijakan yang meresahkan masyarakat, seperti korupsi, ketidakadilan, dan perilaku buruk yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Pada tahun 680 Masehi, Husein bin Ali melakukan perlawanan terhadap penguasa Bani Umayyah yang saat itu dijabat oleh Yazid bin Muawiyah. Ia memilih untuk melakukan perlawanan karena menolak untuk memberikan baiat (janji setia) kepada Yazid, yang dianggapnya tidak layak untuk memimpin kaum Muslimin.

Husein bersama keluarga dan para pengikutnya berangkat dari Madinah menuju Kufah di Irak untuk mendapatkan dukungan dari pendukungnya. Namun, di tengah perjalanan, pasukannya terkepung oleh pasukan besar yang dikirim Yazid di Karbala, sebuah wilayah gurun di Irak.

Pertempuran Karbala terjadi selama sepuluh hari dan mencapai puncaknya pada tanggal 10 Muharram tahun 680 Masehi. Husein bersama dengan keluarganya dan pasukan yang kecil tetapi berani, yang terdiri dari sekitar 72 orang laki-laki dan sejumlah wanita dan anak-anak, menghadapi pasukan besar yang berjumlah ribuan dari pihak Bani Umayyah.

Meskipun kalah jumlah, Husein dan pasukannya berperang dengan gagah berani dan menunjukkan sikap yang teguh dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan. Namun, setelah berhari-hari berjuang dan menghadapi kehausan dan kelaparan di tengah teriknya gurun Karbala, pasukan Husein semakin melemah.

Pada akhirnya, pada sore hari tanggal 10 Muharram, pasukan Bani Umayyah menyerang pasukan Husein dengan brutal. Dalam pertempuran yang sengit itu, banyak dari keluarga Husein dan pengikutnya tewas di medan perang. Termasuk di antaranya adalah putra Husein yang masih bayi bernama Ali Asghar yang tewas akibat kehausan setelah panah melintas di lehernya ketika Husein mencoba memohonkan air untuknya.

Tragedi Berdarah Kematian Husein bin Ali

Akhirnya, Husein bin Ali sendiri turun dari kuda dan berlutut di tengah medan perang. Ia dipenggal dengan kejam oleh pasukan Bani Umayyah, yang memenggal kepalanya adalah Ziyad. Syekh Jalaluddin Suyuthi menerangkan tentang kematian Husein dan pasukannya tersebut.

Imam Suyuthi dalam kitab Tarikh Khulafa melukiskan kepedihan mengingat kisah tragis ini. Dengan penuh cinta dan kesedihan, ia menulis narasi ini;

وكان قتله بكربلاء، وفي قتله قصة فيها طول لا يحتمل القلب ذكرها، فإنا لله وإنا إليه راجعون، وقتل معه ستة عشر رجلًا من أهل بيته. ولما قتل الحسين مكثت الدنيا سبعة أيام والشمس على الحيطان كالملاحف المعصفرة، والكواكب يضرب بعضها بعضًا، وكان قتله يوم عاشوراء، وكسفت الشمس ذلك اليوم، واحمرت آفاق السماء ستة أشهر بعد قتله، ثم لازالت الحمرة ترى فيها بعد ذلك اليوم ولم تكن ترى فيها قبلها.

Artinya; Husein dibunuh di Karbala. Ada kisah memilukan tentang pembunuhanny. Hati tidak akan sanggup menanggung beban kesedihan. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Sebanyak 26 orang lainnya terbunuh dalam pembantaian Karbala tersebut. Ketika Husein terbunuh, dunia seakan berhenti selama tujuh hari.

Matahari seolah mendekat ke bumi, kilau cahayanya laksana kain yang menguning. Bintang-bintang seperti bertabrakan. Dia dibunuh tanggal 10 Muharram. Pada hari itu terjadi Gerhana Matahari. Ufuk langit menjadi merah selama enam bulan secara terus menerus, padahal hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Hikmah Tragedi Karbala

Kematian Husein di Karbala tidak hanya merupakan tragedi bagi umat Islam, tetapi juga menjadi simbol perlawanan dan keteguhan dalam menghadapi ketidakadilan dan tirani. Kisah ini menjadi landasan penting bagi gerakan-gerakan perlawanan dan pemberontakan selanjutnya dalam sejarah Islam.

Meski begitu, kita sebagai umat Islam, hari ini tidak seyogianya mencaci maki sahabat Nabi terdahulu yang berkonflik. Sebagai umat hari ini, kita cukup mengetahui bahwa konflik politik sudah lama melanda dunia Islam, bahkan era sahabat. Dan penting bagi kita untuk bersatu sebagai umat.

BINCANG SYARIAH

Benarkah Islam Menzalimi Perempuan Melalui Pembagian Waris?

Tidak diragukan lagi, harta merupakan salah satu sumber dan pokok kehidupan yang sejatinya merupakan titipan dan ujian dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 28)

Di dalam mengumpulkan, memanfaatkan, dan membagi harta, semuanya harus tunduk dan patuh terhadap aturan yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk manusia. Bahkan, saat seseorang telah meninggal dunia sekalipun, ketika harta kekayaan yang sudah ia kumpulkan dengan susah payah di dunia ini dibagikan kepada ahli warisnya, semua itu harus sesuai dengan aturan dan ketetapan yang telah Allah Ta’ala buat tersebut.

Pembagian harta waris merupakan salah satu kekhususan dan ketetapan Allah Ta’ala, di mana Allah Ta’ala sendiri yang telah menentukan bagian setiap ahli waris dalam sebuah kasus warisan. Seorang hamba tidak diperbolehkan untuk melakukan campur tangan di dalamnya, baik dengan mengubah aturan atau mengaplikasikannya sekehendak hatinya. Campur tangan seorang hamba di dalam pembagian harta waris pastilah menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan, serta tidak tersampaikannya hak-hak yang seharusnya didapatkan kepada para pemiliknya.

Tuduhan ketidakadilan Islam terhadap wanita dalam pembagian harta waris

Di antara tuduhan yang seringkali dilemparkan oleh para aktivis feminisme dan pendukung kesetaraan gender terhadap syariat Islam adalah tuduhan dan klaim tak berdasar bahwa Islam menindas perempuan dan merebut hak-hak harta mereka. Hal itu karena Islam memberikan perempuan hanya setengah dari bagian yang didapatkan laki-laki dalam pembagian waris. Di mana mereka berargumen dengan firman Allah Ta’ala,

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ 

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa’: 11)

Tuduhan dan klaim semacam ini tidak hanya dilemparkan oleh mereka yang beragama non-Islam saja. Sebagian dari mereka yang mengaku beragama Islam sekalipun juga melakukan tuduhan yang serupa. Semua itu karena kebodohan dan dangkalnya pengetahuan mereka terhadap ajaran Islam yang sangat memuliakan perempuan ini.

Argumen pertama

Poin pertama yang harus kita ketahui sebelum menjelaskan duduk perkara permasalahan ini dan menjawab tuduhan mereka adalah memahami firman Allah Ta’ala tentang diri-Nya sendiri,

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

”Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya: 23)

Tidak ada satu pun makhluk-Nya yang dapat menolak ketetapan-Nya dan tidak ada satu pun yang dapat menghalangi perintah-Nya. Ia berfirman,

وَاللّٰهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهٖۗ وَهُوَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

“Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya). Tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Dia Mahacepat perhitungan-Nya.” (QS. Ar-Ra’d: 41)

Siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah Ta’ala, maka tidak halal baginya untuk mencemooh, mencela, dan mencibir agama, ketetapan-ketetapan-Nya Subhaanahu Wa Ta’ala. Siapapun yang menghina agama Islam ini, sungguh ia telah jauh dari keimanan, karena Allah Ta’ala berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Maka, demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)

Bantahan dan jawaban

Siapa saja yang menuduh dan beranggapan bahwa Islam menindas perempuan dan merebut hak-hak mereka, hendaknya ia membaca kembali bagaimana pembagian waris di masa jahiliah sebelum datangnya Islam. Di mana perempuan sama sekali tidak mendapatkan harta waris saat ada keluarganya yang meninggal dunia.

Jika kita membaca sebab turunnya surah An-Nisa ayat yang kesebelas, akan kita dapati bahwa ayat waris tersebut turun mengenai istri Sa’ad bin Ar-Rabi’ radhiyallahu ‘anhu yang datang dengan kedua anak perempuannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sembari mengadu,

يا رسولَ اللَّهِ هاتانِ ابنتا سعدِ بنِ الرَّبيعِ قُتِلَ أبوهما معَكَ يومَ أحدٍ شَهيدًا وإنَّ عمَّهما أخذَ مالَهما فلم يدَع لَهما مالاً ولاَ تُنْكحانِ إلاَّ ولَهما مالٌ. قالَ يقضي اللَّهُ في ذلِكَ فنزلت آيةُ الميراثِ ، فبعثَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليه وسلم إلى عمِّهما فقالَ أعطِ ابنتي سعدٍ الثُّلثينِ وأعطِ أمَّهما الثُّمُنَ وما بقي فَهوَ لَكَ

“Wahai Rasulullah, ini adalah kedua putri dari Sa’ad bin Ar-Rabi’ yang telah syahid pada perang Uhud bersamamu. Sesungguhnya pamannya mengambil seluruh hartanya dan tidak menyisakan sedikit pun untuk keduanya. Dan tentunya keduanya tidak dapat dinikahkan, kecuali jika memiliki uang.” Maka beliau menjawab, “Semoga Allah memutuskan dalam perkara ini.” Setelah itu, turunlah ayat waris, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang kepada paman keduanya dengan perintah, “Berikanlah kepada kedua putri Sa’ad dua pertiga harta, dan berilah ibu mereka seperdelapan, lalu harta yang tersisa menjadi milikmu.” (HR. Tirmidzi no. 2092, Ibnu Majah no. 2720, dan Ahmad no. 14840)

Sungguh Islam datang untuk memuliakan perempuan dan meninggikan kedudukan mereka, memberikan mereka kedudukan yang tinggi saat menjadi ibu, memuliakan mereka saat menjadi saudara perempuan, dan menjaga mereka saat menjadi istri bagi seseorang, serta menjaga mereka saat masih anak-anak.

Islam menyamakan mereka dengan laki-laki dalam berbagai macam ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala. Di antaranya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

”Sesungguhnya, wanita itu adalah saudara kandung dari laki-laki.” (HR. Abu Dawud no. 236, Tirmidzi no. 113, dan Ahmad 6: 256)

Mereka juga mendapatkan pahala dan ganjaran yang sama dengan laki-laki atas setiap amal saleh yang dikerjakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا

“Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa’: 124)

Bantahan yang selanjutnya mengenai alasan mengapa Allah Ta’ala menjadikan bagian harta warisan untuk perempuan itu setengah dari harta warisan laki-laki. Dalam Islam, laki-laki dibebani kewajiban menafkahi seorang wanita baik ketika wanita tersebut sebagai ibu, saudara perempuan, istri, dan juga anak perempuan bagi dirinya. Sedangkan wanita, maka sama sekali tidak diwajibkan untuk menafkahi suaminya, ayahnya, saudara laki-lakinya, atau anak laki-lakinya.

Begitu pula saat menikah, syariat mewajibkan laki-laki untuk memberikan mas kawin kepada pihak perempuan. Sebaliknya, wanita tidak diwajibkan untuk membayar apapun. Seluruh kepemilikan hartanya menjadi hak miliknya sendiri.

Ketika syariat membebankan kewajiban nafkah dan biaya atas laki-laki, maka syariat juga menambahkan jatah warisnya melebihi saudarinya. Ketahuilah, bahwa adil itu tidak mesti sama rata, namun semua itu menyesuaikan kebutuhan dan kondisi yang ada.

Perlu kita ketahui juga, tidak setiap laki-laki lebih diutamakan dari perempuan dalam pembagian waris. Terdapat banyak sekali contoh kasus pembagian waris di mana perempuan mendapatkan bagian yang lebih banyak dari laki-laki.

Sebut saja saat seorang laki-laki meninggal dunia, lalu ia meninggalkan seorang ibu, bapak, dan satu anak perempuan yang masih hidup sebagai pewarisnya, maka pembagian warisnya adalah anak perempuan mendapatkan setengah bagian dari seluruh harta waris, ibu mendapatkan seperenam, dan bapak si mayit mendapatkan sisa dari harta waris tersebut. Dari sini dapat kita ketahui, bahwa anak perempuan mendapatkan bagian yang lebih besar dari bapak si mayit (kakeknya).

Pada kasus lainnya, jika seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri serta beberapa saudara laki-laki sebapak dan seibu, maka istri mayit mendapatkan seperempat bagian dari seluruh harta waris. Adapun sisanya, maka dibagi untuk beberapa saudara laki-laki tersebut. Bisa jadi, bagian masing-masing-masing untuk setiap saudara laki-laki tidak melebihi sepersepuluh dari keseluruhan harta waris jika jumlah saudaranya tersebut banyak. Pada kasus ini istri mayit jelas mendapatkan bagian yang lebih besar dari saudara laki-laki mayit sebapak dan seibu.

Dari beberapa jawaban dan argumen yang telah kita sampaikan di atas, jelaslah bahwa Islam sangatlah menghormati dan menghargai perempuan, bahkan dalam masalah pembagian harta waris sekalipun! Tidak ada kezaliman, ketidakadilan, dan diskriminasi apapun terhadap mereka.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga setiap perempuan muslim yang ada di seluruh penjuru dunia, menjaga setiap hak mereka, dan menjauhkan mereka dari setiap kezaliman dan tindakan semena-mena.

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86632-benarkah-islam-menzalimi-perempuan-melalui-pembagian-waris.html

Pencarian Jamaah Haji Hilang tak Ada Batas Waktu

Kementerian Agama memastikan tidak ada batasan waktu untuk mencari jamaah haji

Pencarian Idun Rohim Zen,87, jamaah haji yang hilang terus dilakukan. Kementerian Agama memastikan tidak ada batasan waktu untuk mencari jamaah haji

“Saya sudah perintahkan kepada para petugas terutama linjam (perlindungan jamaah) di sana untuk terus mencari jemaah kita yang masih hilang ini tanpa batas waktu. Sampai kemudian pihak otoritas Arab Saudi yang menyatakan bahwa memang yang bersangkutan sudah tidak bisa ditemukan,” tegas Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas seusai menyambut kedatangan petugas haji di Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, Kamis (27/7/2023).

Menurut Gus Yaqut, pihaknya terus berikhtiar mencari jamaah haji yang hilang saat puncak haji. “Masih-masih terus dilakukan pencarian. Jadi perlu saya sampaikan, ada 8 jemaah yang kemarin sempat hilang. Tujuh sudah ditemukan, satu yang belum ditemukan. Sebanyak tiga jamaah yang ditemukan sudah meninggal dunia,” katanya. 

Gus Yaqut mengaku, telah berkoordinasi dengan pihak otoritas kerajaan Arab Saudi baik dengan kepolisian maupun dengan Tim Search and Resque (SAR).  “Jadi saya minta cari sampai ketemu. Mudah-mudahan masih hidup. Kalaupun harus terima kenyataan misalnya dalam kondisi wafat kita harus perlakukan dengan baik saya kira itu. 

Seperti diberitakan sebelumnya, ada tiga jamaah haji Indonesia yang hilang saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Ketiganya yakni, Idun Rohim Zen (87) dari Embarkasi Palembang Kloter 20 (PLM 20), Suharja Wardi Ardi (69) dari Embarkasi Kertajati Kloter 10, dan Niron Sunar Suna (77) dari Embarkasi Surabaya Kloter 65 (SUB 65).

Dua di antaranya telah ditemukan meninggal dunia yakni, Niron Sunar Suna,77, ditemukan meninggal dunia di Rumah Sakit An Nur. Kemudian, Suharja Wardi Ardi,69, juga ditemukan sudah meninggal dunia Rumah Sakit (RS) Mu’aisyim, Mina, Makkah. 

Saat ini, masih ada satu jamaah yang masih dicari, yaitu Idun Rohim Zen,87, yang tergabung dalam kloter 20 Embarkasi Palembang. “Masih ada satu jemaah lagi yang terus dalam proses pencarian oleh Tim Linjam PPIH Arab Saudi. Semoga ini juga bisa segera diketemukan,” kata dia

IHRAM

Mau Shalat Tahajud Tapi Ngantuk Berat? Inilah 7 Rahasia Mengatasi Ngantuk Berat Saat Shalat Tahajud

Hampir semua Muslim paham akan keutamaan melaksanakan shalat tahajud itu betapa besar dan mulia. Namun, hanya sedikit dari meraka yang bisa menjalankan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam itu. Salah satu tantangan yang paling umum dihadapi dalam menjaga dan konsisten melaksanakan shalat tahajud adalah rasa kantuk berat yang datang saat hendak bangun di tengah malam.

Bahkan jika sudah bisa bangun malam dan telah melaksanakan shalat tahajud, sebagian dari mereka ini ada yang mengalami tantangan lain, yakni ketika kerja atau aktivitas di siang sampai sore, rasa kantuk menyerang begitu hebat. Dalam bahasa lain, bangun malam itu seringkali menyebabkan seseorang ‘ngantukan’ saat aktivitas di siang hari.

Namun sejatinya beberapa tantangan di atas tidak cukup kuat jika dijadikan dalih untuk tidak bangun di sepertiga malam guna menunaikan shalat tahajud. Untuk itu, artikel ini akan menguak 7 (tujuh) rahasia mengatasi rasa kantuk atau ngantuk berat saat dan setelah melaksanakan shalat tahajud.

  1. Niat yang Kuat

Niat adalah fondasi awal dalam melakukan segala hal. Oleh karena itu, niatkan dengan tulus dan kuat dalam lubuk hati yang paling dalam untuk melaksanakan shalat tahajud semata-mata karena ingin mendapatkan ridha dan kasih sayang Allah SWT.

Niat yang kuat akan secara otomatis dapat memprogram otak manusia sehingga akan menumbuhkan semangat dan kesadaran atas pentingnya ibadah ini. Jika sudah demikian, maka akan membantu Anda bangun dengan lebih bersemangat tanpa rasa kantuk untuk menjalankan shalat tahajud.

  1. Pastikan Mengatur Waktu Tidur yang Cukup dan Berkualitas

Tidur yang teratur dan cukup juga menjadi kunci dalam mengusir rasa kantuk berat saat seseorang akan melaksanakan shalat tahajud. Oleh karena itu, pastikan untuk mendapat tidur yang cukup. Dan yang paling penting lagi adalah tidur yang berkualitas sebelum melaksanakan shalat tahajud.

Misalkan, tidur malam tidak lebih dari jam 00.00 WIB supaya saat bangun tengah malam untuk shalat tahajud tidak ngantuk berat. Kuncinya adalah, sesuaikan jam tidur sehingga Anda mendapatkan waktu tidur yang memadai dan berkualitas sebelum bangun untuk tahajud.

  1. Tidur dengan Posisi Miring ke Kanan

Salah satu kebiasaan Rasulullah adalah tidur miring ke kanan. Hal ini sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim “Nabi Muhammad SAW bersabda: Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR Bukhari & Muslim).

Tidur miring ke kanan diakui dalam bidang medis memiliki manfaat atau dapat menjadikan tidur seseorang berkualitas. Oleh karena itu, tips ketiga ini perlu diperhatikan supaya tidur menjadi berkualitas dan ketika bangun untuk tahajud akan semangat dan khusyuk.

  1. Bangun dengan Gerakan Aktif

Cara yang keempat ini bisa diterapkan, yang setelah bangun dari tidur, hindari duduk atau berbaring dalam waktu yang lama. Sebagai gantinya, cobalah saat bangun dari tidur, lakukan gerakan-gerakan aktif tapi tidak berlebihan seperti berdiri, berjalan, atau menggerakkan anggota tubuh lainnya dengan rileks.

Dalam ilmu kebugaran, gerakan ini menjadikan tubuh fresh karena dapat membantu meningkatkan aliran darah. Jika sudah demikian, maka dapat membantu mengurangi kantuk saat melaksanakan shalat tahajud.

  1. Ambil Wudhu Supaya Menyegarkan

Tips selanjutnya adalah mengambil air wudhu yang segar sebelum melaksanakan shalat tahajud. Nikmati dan resapi setiap langkah dalam melakukan wudhu supaya menghadirkan suasana dan wajah yang segar. Bahkan jika diperlukan, lakukan mandi sebelum menunaikan ibadah sunnah shalat tahajud.

  1. Jadwalkan Shalat Tahajud dengan Kegiatan Lain

Jika cara-cara di atas masih menjadikan kamu sulit bangun malam khusus untuk shalat tahajud, maka cobalah jadwalkan ibadah yang mulia dan penuh keberkahan ini dengan kegiatan penting lainnya.

Misalkan setelah shalat tahajud, jadwalkan untuk menyelesaikan pekerjaan atau untuk melanjutkan mengerjakan skripsi, thesis dan disertasi bagi mahasiswa tingkat akhir. Biasanya, tugas atau pekerjaan yang dikerjakan setelah selesai shalat tahajud akan cepat selesai karena tidak banyak gangguan seperti chat WA teman yang seringkali ‘berseliweran’.

  1. Motivasi Diri dengan Tujuan Ibadah

Cara terakhir adalah dengan mendalami dan meresapi manfaat dan keutamaan shalat tahajud. Dengan demikian, akan timbul motivasi yang tinggi untuk melaksanakan ibadah yang luar biasa ini. Dengan motivasi yang kuat dan tinggi, akan menjadikan kamu semangat dan rasa kantuk secara otomatis akan hilang.

Demikianlah 7 rahasia mengatasi rasa kantuk ata ngantuk saat hendak bangun atau pada saat melaksanakan shalat tahajud. Tentu tips-tips di atas harus dijalankan secara konsisten supaya menjadi gaya hidup. Selain itu, semoga tips-tips di atas dapat membantu kamu untuk lebih khusyuk dan bersemangat dalam melaksanakan shalat tahajud, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.

ISLAMKAFFAH