Amalan 10 Muharram Mustajab dari KH. Abdul Hamid Kudus

Berikut ini amalan 10 Muharram mustajab dari KH Abdul Hamid Kudus. Dalam kitab Kanzun Najah, ia menyatakan bahwasanya dianjurkan untuk menghidupi malam Asyura’ (10 Muharram) dengan ibadah, karena ini sangat dianjurkan oleh syariat Islam. 

Adapun ibadahnya adalah semisal membaca atau mendengarkan al-Qur’an, memanjatkan doa dan melantunkan dzikir. Karena pada malam tersebut adalah masa  dicurahkannya pertolongan rabbani dan disebarkanya kebaikan. 

6 Amalan 10 Muharram Mustajab

Lebih lanjut, di antara amalan yang dianjurkan oleh Syekh Al-Dairabi antara lain;  Pertama, menyempurnakan wudhu. Kedua, lalu melaksanakan sholat sunnah 2 rakaat. Ketiga,  kemudian membaca ayat kursi sejumlah 360 kali yang mana selalu diawali dengan basmalah, seraya menghadap kiblat.

Keempat, dilanjut membaca Surah Yunus ayat 58 sebanyak 48 kali; 

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Qul bifaḍlillāhi wa biraḥmatihī fa biżālika falyafraḥụ, huwa khairum mimmā yajma’ụn

Artinya: Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

kelima, membaca doa berikut sebanyak 12 kali;

اللهم إنّ هذه ليلةٌ جديدةٌ، وشهر جديدٌ، وسنةٌ جديدة، فأعطني اللهم خيرها وخير ما فيها، واصرف عني شرها وشرَّ ما فيها، وشرّ فتنتها ومُحدَثاتها، وشرّ النفس والهوى والشيطان الرجيم. 

Allahumma inna hadzihi laylatun jadidah, wa syahrun jadid, wa sanatun jadidah, fa’a’thinillahumma khoiroha wa khoiro ma fiha, washrif anni syarraha wa syarra ma fiha, wa syarra fitnataha, wa muhdatsatiha, wa syarran nafsi wal hawa was syaithanir rojim. 

Artinya; Ya Allah, ini adalah malam baru, bulan baru, dan tahun baru. Mohon berikan aku kebaikan dan kebaikannya, dan jauhkan dariku kejahatannya dan kejahatan apa yang ada di dalamnya. Serta kejahatan godaan dan fitnah, kejahatan jiwa, nafsu dan setan yang terkutuk.

Kemudian ia menutupnya dengan membaca doa yang bersumber dari Al-Qur’an, membaca sholawat, mendoakan kaum muslimin, lalu membaca tasbih dan tahlil berkali-kali. Maka orang tersebut pada tahun itu akan dijaga dari semua keburukan.

Keenam, dengan faedah dan waktu yang sama, Syekh Al-Ajhuri mengijazahkan untuk membaca kalimat berikut sejumlah 70 kali;

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

 Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. 

Artinya; Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. 

Keterangan tentang amalan 10 Muharram mustajab ini disarikan dari karya KH Abdul Hamid Kudus yang berjudul Kanz Al-Najah  Wa Al-Surur, halaman 18. Mari diamalkan, agar kita dijaga oleh Allah Swt. Semoga bermanfaat dan mujarab, Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

BINCANG SYARIAH

Mengapa 10 Muharram Dinamai Asyura?

Mengapa 10 Muharram dinamai Asyura? Nomenklatur ini merupakan derivasi dari diktum al-asyr, yakni huruf ain-nya dibaca fathah, yang bermakna nama atas bilangan tertentu.

Namun ada yang mengatakan bahwa lafadz ini berasal dari lafadz yang sama, namun ain-nya dibaca kasrah, yakni al-‘isyr. Demikian pula dalam lafadz Asyura’, ada yang membacanya dengan tidak ada alifnya setelah huruf ‘ain, yakni Asyura’. (Futuhat al-Wahhab bi taudih syarh manhaj al-thullab, atau yang biasa dikenal dengan judul Hasyiyah al-Jamal 2/347)

Alasan mengapa 10 Muharram dinamai Asyura, ulama berbeda pandangan. Menurut penuturan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, ada beberapa pendapat mengenai hal ini, yaitu sebagai berikut;

Pertama, dinamai dengan Asyura’, sebab ini merupakan tanggal 10 dari bulan Muharram. Ini merupakan pendapat dari mayoritas ulama’.

kedua, Sebagian dari mereka mengatakan bahwa alasannya adalah karena ini merupakan karamah yang ke-sepuluh yang diberikan kepada umat ini. Di mana yang pertama adalah Rajab, yaitu bulannya Allah yang dijadikan karamah bagi umat Rasulullah SAW.

Bahkan ini menjadi keutamaan tersendiri bagi mereka, dibanding umat yang lain. Kemudian bulan Sya’ban, di mana keutamaannya itu seperti keutamaan antara Rasulullah SAW yang melebihi keutamaan para nabi yang lain.

Lalu bulan Ramadhan, yang mana keutamaannya seperti keutamaannya Allah dibanding dengan makhluknya. Kemudian lailat al-qadr (yang fadilahnya melebihi ibadah di seribu bulan), hari raya, ayyam al-asyr (10 hari awal bulan Dzulhijjah), hari Arafah (yang keutamaannya bisa menghapus dosa 2 tahun), hari kurban, hari jum’at, dan hari Asyura’ yang bisa menghapus dosa satu tahun.

Setiap hari-hari yang telah disebutkan ini, merupakan karamah yang diberikan Allah kepada umatnya Rasulullah SAW agar supaya bisa mengurangi dan menghilangkan dosa-dosa mereka.

Ketiga, Dan sebagian ulama’ yang lain mengatakan bahwasanya alasan 10 muharram dinamai dengan Asyura’ adalah bahwa pada hari tersebut Allah memberikan 10 karamah kepada 10 Nabi.

Antara lain; Allah menerima taubatnya Nabi Adam As, Allah mengangkat Nabi Idris ke Langit, Bahtera Nabi Nuh sudah berhenti berlayar pasca kejadian banjir bandang yang menewaskan seluruh umat manusia di zaman tersebut.

Nabi Ibrahim dilahirkan di hari ini dan di hari yang sama Allah mengangkat beliau menjadi kekasih-Nya, serta Allah menyelamatkan beliau dari perlakuan Namrudz.

Allah menerima taubatnya Daud As dan Allah mengembalikan tahta putranya (Nabi Sulaiman As), Allah mengangkat penyakit Nabi Ayyub As, Allah menyelamatkan Nabi Musa As dan menenggelamkan Fir’aun di tengah laut.

Allah mengeluarkanNabi Yunus As dari Perutnya Paus, dan pada hari ini Nabi Muhammad SAW dilahirkan (salah satu pendapat mengenai hari lahirnya Rasulullah SAW. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah li Thalibi Tariq al-Haq, Juz 2 Hal. 90-92)

Selain perbedaan pendapat mengenai alasan mengapa 10 Muharram dinamai Asyura, Syekh Abdul Qadir al-Jilani juga membeberkan beberapa perbedaan pendapat terkait kapan tepatnya hari Asyura’ ini. Dalam kitab yang sama, Beliau membuat pasal tersendiri terkait ini, beliau mengatakan;

[(فصل) واختلفوا في أي يوم هو من المحرم] فقال أكثرهم: اليوم العاشر من المحرم وهو الصحيح لما تقدم. وقال بعضهم: هو الحادي عشر منه. ونقل عن عائشة -رضي الله عنها -أنه هو التاسع منه.

Menurut riset beliau, mayoritas ulama’ berpendapat bahwa hari Asyura’ jatuh pada tanggal 10 Muharram, dan ini lah pendapat yang sahih menurut beliau. Kemudian sebagian ulama’ berpendapat jatuh pada tanggal 11 Muharram, dan versi pendapatnya Sayyidah Aisyah jatuh pada tanggal 9 Muharram. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah li talibi tariq al-haq )

Demikianlah penjelasan terkait khilaf penyebutan nama Asyura’, alasan dinamai dengan nomenklatur tersebut dan perbedaan pendapat terkait kapan tanggal Ayura’. Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

6 Pelajaran Penting dari Kisah Hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (Khotbah Jumat)

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala! Taatilah seluruh perintah-Nya dan janganlah engkau bermaksiat kepada-Nya! Ketahuilah wahai jemaah sekalian bahwa kebaikan duniamu dan akhiratmu tidak akan bisa diraih, kecuali dengan ketakwaan kepada Allah Sang Mahakaya dan Maha Esa. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. At-Talaq: 5)

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Alhamdulillah, Allah Ta’ala masih mengizinkan kita kembali bertemu dengan bulan Muharam. Bulan pertama dalam kalender Hijriah, kalender umat Islam yang menjadi salah satu syiar agama ini.

Kalender dan penanggalan Hijriah ini disebut Hijriah bukan tanpa sebab. Merunut sejarahnya, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu tatkala berinisiatif untuk membuat patokan tahun pertama untuk kalender ini, beliau memulai hitungan tahun pertamanya bertepatan dengan tahun di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan perintah Allah Ta’ala untuk berhijrah dari kota Makkah menuju Madinah.

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Dalam peristiwa dan momen bersejarah ini, terdapat banyak sekali faedah dan pelajaran penting yang bisa kita ambil. Pada kesempatan khotbah Jumat kali ini, akan kita pelajari setidaknya 6 pelajaran penting dari kisah hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut.

Pelajaran pertama: Hijrah adalah pengorbanan.

Perintah hijrah yang Allah turunkan untuk Nabi dan kaum muslimin Makkah ini membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya harus meninggalkan kota kelahiran mereka dan kota masa kecil mereka. Meninggalkan pula karib kerabat dan keluarga tersayang. Saat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat, lihat apa yang beliau katakan dengan penuh rasa kesedihan ini,

واللَّهِ إنَّكِ لخيرُ أرضِ اللَّهِ، وأحبُّ أرضِ اللَّهِ إلى اللَّهِ، ولولا أنِّي أُخرِجتُ منكِ ما خرجتُ

”Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik bumi Allah, dan negeri Allah yang paling dicintai Allah. Kalau bukan lantaran aku dikeluarkan darimu, niscaya aku tidak keluar.” (HR. Tirmidzi no. 3925)

Pelajaran kedua: Nabi hijrah bukan karena menyerah!

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah tinggal di kota Makkah selama beberapa waktu lamanya untuk menyeru umatnya menuju jalan hidayah dan kebenaran. Sayangnya, hanya sedikit yang beriman kepadanya. Berbagai penganiayaan dan penghinaan, bahkan beliau rasakan. Dan tidak jarang beliau dan para sahabatnya juga disiksa oleh kaum kafir Quraisy.

Semua hal itu tidak serta merta menyurutkan semangat beliau di dalam berdakwah. Justru semakin menguatkan dan meningkatkan kegigihan beliau di dalam berdakwah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berusaha terus mencari solusi alternatif untuk menyukseskan dakwah yang beliau emban, pergi ke Taif misalnya. Sayangnya, yang beliau dapatkan adalah penolakan yang lebih keras dari yang beliau harapkan. Dilukai dan dihina hingga dilempari batu.

Semenjak itu, beliau tidak menyerah. Beliau tampilkan dirinya di depan khalayak manusia, berdiri di depan suku-suku yang ada saat musim haji, sembari berkata,

أَلا رجلٌ يَحْمِلُنِي إلى قَوْمِهِ ، فإنَّ قُرَيْشًا قد مَنَعُونِي أنْ أُبَلِّغَ كَلامَ ربِّي

 “Adakah seorang laki-laki yang mau membawaku kepada kaumnya, sesungguhnya orang-orang Quraisy telah melarang aku menyampaikan pesan Tuhanku.” (HR. Abu Dawud no. 4734, Tirmidzi no. 2925, Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 7727, Ibnu Majah no. 201, dan Ahmad no. 15192)

Begitu banyak kabilah dan suku yang menolak beliau. Sehingga pada akhirnya, Allah Ta’ala membuka hati sebagian dari kaum Anshar dan terjadilah baiat Aqabah. Kemudian beliau hijrah ke kota Madinah, kota kaum Anshar yang menjadi cikal bakal berdirinya negeri Islam yang mulia ini.

Jemaah yang berhagia,

Pelajaran ketiga: Persahabatan yang penuh kesetiaan dan kebaikan.

Hal itu nampak jelas pada sosok Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tatkala mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَدْ أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ؛ رَأَيْتُ سَبْخَةً ذَاتَ نَخْلٍ بيْنَ لَابَتَيْنِ

“Sungguh aku telah ditampakkan negeri tempat hijrah kalian dan aku melihat negeri yang subur ditumbuhi dengan pepohonan kurma di antara dua bukit yang kokoh.” (HR. Bukhari no. 2297)

Mendengar hal tersebut, Abu Bakar bergegas untuk bersiap-siap hijrah, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menahannya sembari berkata,

“Janganlah kamu tergesa-gesa, karena aku berharap aku akan diizinkan (untuk berhijrah).”

Rasulullah sangat ingin berangkat hijrah dengan didampingi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Abu Bakar pun berharap demikian. Beliau tunggu perintah dan izin Allah Ta’ala agar Nabi-Nya diperbolehkan berhijrah sembari beliau memberi makan dua hewan tunggangan yang dimilikinya dengan dedaunan samur selama empat bulan.

Pelajaran keempat: Pentingnya planing dan perencanaan yang matang serta memanfaatkan segala sumber daya yang ada dalam merencanakan sesuatu.

Hijrah mengajarkan kita bagaimana perencanaan yang baik dan matang memiliki peranan penting dalam mencapai sebuah kesuksesan. Dan salah satu pondasi terbesar di dalam merencanakan sesuatu adalah menggunakan sumber daya yang ada secara tepat, efektif, dan optimal.

Dalam hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, wanita memiliki peranan penting. Hal ini terwakilkan dengan apa yang diceritakan Aisyah radhiyallahu ‘anha perihal dirinya dan saudarinya Asma’,

فَجَهَّزْنَاهُما أحَثَّ الجِهَازِ؛ وضَعْنَا لهما سُفْرَةً في جِرَابٍ، فَقَطَعَتْ أسْمَاءُ بنْتُ أبِي بَكْرٍ قِطْعَةً مِن نِطَاقِهَا، فأوْكَأَتْ به الجِرَابَ، ولِذلكَ كَانَتْ تُسَمَّى ذَاتَ النِّطَاقِ

“Lalu, kami mempersiapkan untuknya bekal dengan cepat dan sigap. Kami membuatkan untuk keduanya Sufrah (tempat membawa makanan untuk musafir) dalam Jirab (bejana tempat menaruh perbekalan). Kemudian Asma’ binti Abu Bakr memotong ikat pinggangnya, dan mengikatkan ke bejana tersebut. Dari situlah ia dinamai dengan dzatunnithaq (yang memiliki ikat pinggang).” (HR. Bukhari no. 5807)

Di antara bukti matangnya perencanaan dalam hijrah Nabi, seorang penggembala bernama Amir bin Fuhairah sengaja menggiring kawanan hewan gembalaannya melalui jalur gua dengan tujuan untuk menghilangkan jejak kaki Nabi dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang mengarah ke sana. Kemudian ia juga memberi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minum dari susu dombanya.

Bukti lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyewa Abdullah bin Uraiqit sebagai penunjuk jalan yang mengetahui medan dan rute jalan menuju Madinah, meskipun ia seorang musyrik. Hal ini diperbolehkan selama ia bisa dipercaya dan profesional di dalam pekerjaannya. Dengan begitu, orang tersebut bisa membimbing Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu untuk mengambil jalan yang berbeda dari jalan biasanya yang dilalui manusia.

Wallahu a’lam bisshawab.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Pelajaran kelima yang bisa kita petik dari perjalanan hijrah beliau adalah: Kuatnya beliau di dalam bertawakal dan menyerahkan seluruh urusan kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لَرَاۤدُّكَ اِلٰى مَعَادٍ

“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al-Qasas: 85)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Maksudnya adalah akan mengembalikanmu ke Makkah sebagaimana Ia juga menyuruhmu untuk keluar darinya.”

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Coba kita cermati lebih dalam, salah satu momen dari kisah hijrah beliau ini. Siapa lagi yang dapat menghalangi kaum musyrikin untuk menemukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan mereka sudah berdiri di depan pintu gua, kalau bukan Allah Ta’ala?

Sampai-sampai Abu Bakr mengatakan, “Jikalau salah satu dari mereka melihat ke bawah kakinya, tentu saja mereka akan menemukan kita.”

Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepadanya,

ما ظَنُّكَ يا أبَا بَكْرٍ باثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا؟!

“Tidakkah engkau beranggapan wahai Abu Bakr, bahwa jika ada dua orang, maka Allah yang ketiganya?” (HR. Bukhari no. 3653 dan Muslim no. 2381)

Ma’asyiral mukminin yang berbahagia. Tawakal merupakan jalan sukses menuju kemenangan; semakin susah ujian yang dihadapi oleh seseorang, namun hal tersebut membuatnya semakin bertawakal kepada Allah Ta’ala. Maka, yakinlah bahwa kemudahan dan pertolongan Allah Ta’ala semakin dekat dengan dirinya. Allah Ta’ala berfirman,

حَتّٰٓى اِذَا اسْتَا۟يْـَٔسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوْا جَاۤءَهُمْ نَصْرُنَاۙ فَنُجِّيَ مَنْ نَّشَاۤءُ ۗوَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ

“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan siksa Kami tidak dapat ditolak dari orang yang berdosa.” (QS. Yusuf: 110)

Saat dunia ini terasa sempit, saat ujian datang bertubi-tubi, jangan pernah menyerah dan teruslah berusaha, bertawakallah dan gantungkan seluruh urusan kepada Allah Ta’ala. Karena pertolongan-Nya terkadang datang di titik di mana seorang hamba sudah hampir menyerah terhadap ujian yang menimpanya.

Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam limpahan rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala,

Pelajaran terakhir yang bisa kita ambil dari kisah hijrah ini adalah memaknai kembali apa itu ‘hijrah’.

Selain makna aslinya adalah meninggalkan dan berpindah dari negeri kafir menuju negeri muslim, hijrah juga dimaknai dengan meninggalkan kemaksiatan dan menjauh dari dosa-dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Seorang muslim (yang sempurna Islamnya) ialah (apabila) kaum muslimin (yang lain) selamat daripada (keburukan) lidahnya dan tangannya. Adapun muhajir (orang yang berhijrah) adalah seseorang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40)

Jemaah yang berbahagia, renungilah hadis yang baru saja kita bacakan tersebut. Berusahalah untuk terus beramal dengan amalan yang akan mengantarkan kita untuk menjadi seorang muhajir yang hakiki. Seseorang yang berhijrah karena Allah Ta’ala dan diberikan keistikamahan di dalam menjalaninya.

Semoga Allah tuliskan kita semua sebagai hamba-Nya yang bisa menjalani salah satu syariat dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, berhijrah dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari gelapnya dosa menuju terangnya hidayah dan keimanan.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86324-pelajaran-penting-dari-kisah-hijrah-nabi.html

10 Muharram dan Misi Kemanusiaan Husain dalam Peristiwa Karbala

Tanggal 10 Muharram lekat dengan sebutan “Hari Asyura”, mengacu pada sebuah peristiwa berdarah pembantaian Sayyidina Husain, cucu Baginda Nabi dari perkawinan Siti Fatimah dan Sayyidina Ali. Di Karbala, Sayyidina Husain beserta keluarganya yang dalam catatan sejarah berjumlah 73 orang dibantai oleh 4000 ribu tentara pimpinan Umar bin Sa’ad atas perintah Yazid bin Muawiyah.

Syaikh Abdul Qodir al Jailani dalam al Ghunya memasukkan 10 Muharram atau Hari Asyura sebagai salah satu Asyirul Karomah atau Hari Keramat bersama Nuzul Qur’an, Lailatul Qadar, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Hari Arafah, Idul Fitri dan Idul Adha.

Muslim Indonesia hingga hari tetap melanggengkan tradisi 10 Muharram atau Hari Asyura dengan ragam model cara memperingati hari bersejarah tersebut. Di Jawa, ada tardisi “Bubur Suro”, di Bengkulu dengan festival Tabot, di Madura Tajin Peddis (bubur pedas) dan berbagai jenis tradisi lokal lainnya untuk memperingati Hari Asyura.

Bahkan, hikayat tentang Hari Asyura diceritakan turun temurun, baik berupa catatan maupun cerita tutur. Di Aceh, ada Hikayat Soydina Usin yang ditulis pada abad ke-17, di Sunda bertajuk Wawacan Yazid, di Madura Caretana Yazid Calaka (Kisah Yazid Celaka) dan lain-lain.

Pesan Kemanusiaan dalam Tragedi Karbala

Kekejaman Yazid bin Muawiyah membantai Sayyidina Husain dan keluarganya, perempuan dan anak-anak, menyiratkan catatan luhur tentang pentingnya semangat kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan sendiri oleh Sayyidina Husain: “Aku keluar bukan untuk berperang dan merusak, melainkan untuk memperbaiki umat kakekku. Tujuanku amar ma’ruf nahi munkar “.

Sayyidina Husain dengan penuh kesabaran berusaha memperingati Umar bin Sa’ad beserta pasukannya. Salah satu komandan pasukan Yazid bernama Hur ar Riyahi tersadar dan berbalik mendukung Sayyidina Husain. Ia pun syahid di Karbala bersama Sayyidina Husain dan keluarganya.

Disaat pasukan Umar bin Sa’ad melewati Syam setelah peristiwa Karbala, seorang pendeta membayar Umar bin Sa’ad beserta pasukannya demi meminjam dalam waktu semalam kepala Sayyidina Husain yang dipenggal di Karbala. Ia mencuci kepala Sayyidina Husain yang berlumuran darah di sebuah batu. Di atas batu itu kini dibangun sebuah masjid an Nuqtah untuk menghormati Sayyidina Husain. Lokasinya di Aleppo (Suriah).

Hingga kini pendeta dari Syam ikut hadir dalam peringatan 10 Muharram gugurnya Sayyidina Husain di makam beliau di Irak. Bagi mereka tragedi Karbala bukan hanya milik muslim saja, tapi milik semua manusia. Sebab Husain adalah “hati nurani agama-agama” dan “prinsip kemanusiaan”

Sayyidina Husain memang tertindas, namun sejatinya ia pemenang dalam tragedi Karbala. Ia saat itu sedang melakukan perjalanan dengan mengemban misi kemanusiaan, keadilan dan semangat egalitarian. Ia hendak menyelamatkan umat Islam yang dilanda musibah besar.

Sebagaimana dikatakan oleh Sayyidina Husain kepada pasukan Umar bin Sa’ad: “Kalian orang-orang yang sedang dilanda musibah besar, karena kedudukan ulama telah direbut”.

Sayyidina Husain keluar menuju Irak dalam upaya melakukan konsolidasi terhadap pengikut setia ayahandanya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebagai upaya perjuangan melawan kekuasaan tirani Yazid bin Muawiyah. Sebuah misi kemanusiaan mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh kakeknya, Rasulullah.

Bahwa, perang dalam Islam bukan hanya semata soal agama, namun untuk kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan manusia dan semangat egalitarian. Yazid bin Muawiyah adalah khilafah kejam yang tidak memiliki nurani kemanusiaan. Oleh karena itu, ia harus dilawan demi agama Islam dan untuk kemanusiaan. Satu kekejaman Yazid adalah peristiwa “Harrah” yang mengerikan itu.

Tujuan Sayyidina Husai adalah untuk menyadarkan umat Islam dari belenggu tirani anti kemanusiaan. Supaya kondisi dunia saat itu kembali seperti pada zaman kakeknya di saat menjadi pemimpin Madinah. Disana, umat Islam hidup damai. Di internal umat Islam terjalin ukhuwah dengan sangat baik, hubungan dengan non muslim juga harmonis dan kemanusiaan dijunjung tinggi.

ISLAMKAFFAH

Pakar Psikologi Unair: Pernikahan Beda Agama akan Menimbulkan Banyak Permasalahan

Pakar Psikologi Keluarga Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Nurul Hartini SPsi MKes Psikolog, mengungkapkan bahwa pasangan yang menikah dengan perbedaan agama memiliki tantangan yang lebih besar daripada pasangan dengan keyakinan yang sama.

Dengan memutuskan untuk menikah berbeda agama dan tidak ada yang mau berkorban, sebenarnya itu sudah menandakan bahwa mereka memang sulit menyatukan sejak awal. Padahal bagi sebagian orang, agama menjadi hal yang esensial dalam kehidupan mereka, kata Nurul.

Akhirnya, bukan tidak mungkin ke depan akan banyak permasalahan yang timbul akibat perbedaan itu. Jelasnya, permasalahan lain akan timbul ketika pasangan tersebut memiliki anak. Terkadang anak dibuat bingung disaat kedua orang tuanya menanamkan nilai yang berbeda.

Walaupun, ia menyadari bahwa sangat memungkinkan mereka mampu hidup dengan perbedaan tersebut akibat toleransi yang tinggi. “Saya yakin setiap dari kita pasti inginnya apa yang kita tanamkan untuk anak-anak itu adalah hal-hal yang kebenarannya memang benar menurut kita,” tambah Guru Besar Fakultas Psikologi UNAIR tersebut.

Menurutnya, agama menjadi hal penting dalam diri seorang manusia, karena hal tersebut akan mempengaruhi dan memberikan warna pada diri pribadi. Agama pun akan menjadi pondasi dalam kita berpikir, bersikap, hingga memberikan respon.

“Kalau memang sulit bersatu, mungkin memang bukan pernikahan jalan untuk mempersatukan. Kita tetap saudara, tapi bukan disatukan dalam ikatan tali pernikahan,” tutupnya.*

HIDAYATULLAH

Kisah Mualaf: Tangan Kanan Geert Wilders Satu Persatu Masuk Islam

Siapa umat Islam yang tak kenal Geert Wilders. Dia adalah tokoh pembenci Islam nomor wahid di Belanda. Dia mendirikan Partai Kebebasan Wilders (PVV) di mana isu utama yang diusung adalah anti Islam. Partai Kebebasan sekarang menjadi partai terbesar ketiga di negeri kincir angin itu.

Wilders juga pernah bikin film ‘Fitna’ yang menyulut kemarahan umat Islam sedunia karena film ini menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW.

Tak hanya itu, tahun 2018, dia menggelar kontes menggambar kartun Nabi Muhammad SAW. Padahal dalam Islam menggambar Nabi itu dilarang.

Setahun sebelumnya, dalam kampanyenya, Wilders menyatakan akan menutup masjid dan melarang Alquran. Menurut Wilders, Alquran lebih anti-Semit ketimbang Mein Kampf, buku otobiografi Adolf Hitler.

“Saya lebih suka tidak ada Alquran di Belanda sebagaimana kita tidak mau ada Mein Kampf di sini. Saya yakin Alquran dan Islam itu menyamar sebagai agama. Punya kitab suci, punya rumah ibadah, punya imam. Tapi kenyataannya sama sekali bukan agama, melainkan ideologi,” kata Wilders.

Mungkin belakangan ini Wilders sedang merenung, sebab tangan kanannya di Partai Kebebasan satu persatu masuk Islam. Uniknya, mereka mendapat hidayah justru saat sedang menulis buku untuk menyerang Islam.

Siapa saja mereka, mengapa akhirnya mereka mengakui Islam sebagai agama yang benar dan bagaimana komentar Wilders sendiri?

Jawabannya ada di video ini

HIDAYATULLAH

Doa Mohon Kebaikan dalam Harta dan Anak

Harta dan anak tidak selamanya mendatangkan kebahagiaan dan kebaikan dalam hidup kita. Sebaliknya, kadang harta dan anak menjadi sumber malapetaka, bahkan menjurumuskan ke jalan yang sesat. Karena itu, agar harta dan anak menjadi sumber kebaikan dan kebahagiaan, maka hendaknya kita memperbanyak membaca doa berikut;

اللَّهُمَّ اجْعَلْ سَرِيرَتِي خَيْرًا مِنْ عَلَانِيَتِي ، وَاجْعَلْ عَلَانِيَتِي صَالِحَةً ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ صَالِحِ مَا تُؤْتِي النَّاسَ مِنَ الْمَالِ وَالْأَهْلِ وَالْوَلَدِ غَيْرِ الضَّالِّ وَلَا الْمُضِلِّ

Allohummaj’al sariroti khoirom min ‘alaniyyati waj’al ‘alaniyyati sholihah. Allohumma inni as-aluka min sholihi ma tu’tin nasa minal mali wal waladi ghoirod dholli walal mudhilli.

“Ya Allah, jadikanlah diam-diamku lebih baik daripada terang-teranganku, dan jadikanlah terang-teranganku itu baik. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan apa yang telah Engkau berikan kepada manusia, baik harta dan anak, yang tidak sesat dan tidak menyesatkan.”

Doa ini bersumber dari hadis riwayat Imam Tirmizi dari Sayidina Umar bin Khatthab, dia berkata;

عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قُلْ : اللَّهُمَّ اجْعَلْ سَرِيرَتِي خَيْرًا مِنْ عَلَانِيَتِي ، وَاجْعَلْ عَلَانِيَتِي صَالِحَةً ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ صَالِحِ مَا تُؤْتِي النَّاسَ مِنَ الْمَالِ وَالْأَهْلِ وَالْوَلَدِ غَيْرِ الضَّالِّ وَلَا الْمُضِلِّ

“Rasulullah Saw pernah mengajariku seraya berkata, ‘Ucapkanlah; Allohummaj’al sariroti khoirom min ‘alaniyyati waj’al ‘alaniyyati sholihah. Allohumma inni as-aluka min sholihi ma tu’tin nasa minal mali wal waladi ghoirod dholli walal mudhilli.’”

BINCANG SYARIAH

Doa untuk yang Sedang Patah Hati Agar Cepat Move On

Tak semua hal dalam hidup kita berjalan seperti yang kita inginkan, begitu pula dengan mencintai seseorang. Mencintai berarti juga menerima risiko untuk patah hati, baik karena ditinggalkan atau terpaksa meninggalkan.

Patah hati tentu saja pahit, namun bukan berarti itu adalah akhir dari kisah percintaan. Terkadang manusia begitu egois meminta keinginannya, padahal Tuhan justru telah menyiapkan hadiah yang lebih indah untuknya.

Oleh karena itu, ketika merasakan patah hati, hendaknya kita berbaik sangka (husnudzhan) dan berdoa kepada Allah SWT. Agar bisa cepat move on, hendaknya membaca doa:

اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

Allahumma’jurni fii mushibati, wa akhlif lii khoiron minha

Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan gantilah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya

Doa ini sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Ummu Salamah yang saat itu dirundung duka karena kematian suaminya. Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un,Allahumma’jurni fii mushibati, wa akhlif lii khoiron minha” melainkan akan Allah gantikan baginya dengan yang lebih baik” (HR Muslim)

Ketika suaminya wafat, Ummu Salamah amat bersedih seraya berkata “Laki-laki mana yang lebih baik dari Abu Salamah”. Namun Ummu Salamah tetap bersabar menghadapi musibah yang menimpanya dan senantiasa membaca doa tersebut, hingga Allah SWT kemudian menggantikan untuknya seorang laki-laki yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah SAW.

Bagi yang sedang berusaha move on, jangan lupa untuk selalu berhusnudzhan dan berdoa. Riri Abdillah pernah berkata “Jika cinta pertamamu berakhir pada takdir yang tak diharapkan, semoga segera terganti dengan cinta terakhir yang membawamu pada kebahagiaan”

Wallahu a’lam bisshawab

Tulisan ini sudah dipublikasikan di Islami.co

Bahaya Memutus Hubungan Kekerabatan

Berikut ini adalah cara mengatasi patah hati. Tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Marilyn Monroe, dan bahkan Rasulullah SAW, tidak luput dari tragedi patah hati.  Kecuali itu, orang biasa banyak pula yang patah hati. Beruntungnya tokoh-tokoh besar, kisah mereka dicatat, ketika patah hati sekalipun.

Katanya, orang patah hati tidak butuh nasehat, dia butuh hiburan (healing namanya sekarang). Berkaca dari kisah Rasulullah SAW ketika patah hati ditinggal wafat Ummul Mukminin Khadijah ra, ungkapan itu ada benarnya. Rasulullah SAW, sembari healing, dibawa keliling dunia dan antariksa (al-isra’ wa al-mi’raj) untuk menjemput beberapa pondasi agama.

Meskipun begitu, saya kukuh untuk tetap menasihati orang-orang patah hati. Karena saya telah berkali-kali pula menjadi korban. Hanya agar kita-para korban-lebih bergaya kalau patah hati lagi.

“Kamu Jahat” Ah… Klise

Ketika orang-orang mengatakan ‘kamu kok jahat?’ ketika ditinggal kekasihnya, tidak begitu dengan Abu Shakhar al-Hatzali (w. 80 H). Penyair tersohor loyalis Dinasti Umayyah itu menggubah syair efek jahat ditinggal kekasih dan mengilustrasikannya dengan apik. Syairnya itu tidak hanya jadi rujukan sastra, tetapi juga boleh jadi rujukan rasa. Beliau menggambarkan begini:

أما والذي أبكى وأضْحَكَ والذي … أماتَ وأحيا والذي أمرهُ الأمر

“Sungguh, demi Zat yang menjadikan tangis dan tawa, demi Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan demi Dia yg perintah-Nya adalah titah”.

لقد تَركَتْني أحْسُدُ الوحشَ أن أرى … ألِفَيْنِ منها لا يَروعُهما النّفْر

“Sungguh kau telah meninggalkanku mencemburui binatang liar; bahwa aku melihat sepasang mereka, tanpa diburu perpisahan (Sudzur adz-Dzahab, juz 1/162).”

Ikhlas Tapi Tak Rela

Namun begitu, ditinggal kekasih bagi sebagian orang adalah hal wajar, meski tidak sepenuhnya rela. Syair Ghada al-Samman (81 tahun), penyair Arab modern, berikut ini boleh jadi rujukan untuk pengganti ungkapan ‘ikhlas tapi tak rela’ itu. Dalam sebuah kutipan syair, perempuan Arab itu menuliskan:

و كنت اعرف منذ البداية

أنني وجدتك لأضيعك

و احببتك لافقدك

فقد التقينا مصادفة

وأنت ذاهب إلى فرحتك بمجدك

و انا راجعة من ضجري بكل ما يفرحك الآن

و كنا سهمين متعاكسي الاتجاه

و كان لا مفر من الوداع كما اللقاء

Aku sudah tahu dari awal:

Bahwa aku mendapatkanmu untuk melepasmu

Aku mencintaimu untuk kehilanganmu

Sebab kita bertemu secara kebetulan

Dan kau pergi ke kegembiraanmu dengan kemuliaanmu …

Sedang aku kembali dari kebosananku dengan segala hal yang membuatmu bahagia sekarang…

Kita adalah dua anak panah yang berlawanan arah

Perpisahan tak terelakkan seperti halnya pertemuan

(Qashaid wa Syi’r Gadah as-Saman)

Mencintaimu Adalah Luka

Jika Eka Kurniawan (47 tahun), sastrawan Indonesia, mendeskripsikan ‘Cantik Itu Luka’ dalam novelnya, Ibnu al-Ta’awidziy (w. 584 H), penyair Arab Era Abbasiyah, meilustrasikan luka karena cinta. Beliau meilustrasikan luka itu dalam dua bait syairnya:

وَأَبعَدُ ما يُرامُ لَهُ شِفاءٌ … فُؤادٌ مِن لَحاظك فيه جُرحُ 

فَبَينَ القَلبِ وَالسُلوانِ حَربٌ … وَبَينَ الجَفنِ وَالعَبَراتِ صُلحُ

“Sulit diharapkan segala yang terjadi ini ada obatnya, hati yang terpikat oleh tatapanmu kini memendam luka. Ada perang antara hati dan bahagia, ada kedamaian antara pelupuk dan air mata (Masalik al-Abshar fi Mamalik al-Amshar, juz 16/58).”

Sekian tip dari saya, semoga menjadi pengganti ‘teman’ dalam tongkrongan mu menatap senja yang datang di ujung langit (seperti dalam lirik lagu Putri Ariani berjudul mimpi). Pesan saya; tetap terkawal ya! karena incaranmu bisa jadi tidak suka puisi. Itu diluar tanggung jawab penulis.

Demikian penjelasan terkait cara mengatasi patah hati. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bahaya Memutus Hubungan Kekerabatan

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menjaga hubungan silaturahim. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain. Dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan membuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yang memperoleh laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’du: 25)

Termasuk yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk disambung adalah hubungan kekerabatan. Adanya ancaman laknat Allah pada ayat ini menunjukkan bahwa memutuskan hubungan kekerabatan termasuk dosa besar.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang membuat kerusakan di muka bumi dan orang yang memutuskan hubungan kekerabatan akan mendapatkan hukuman, baik di dunia dan di akhirat. Hukuman di dunia berupa dibutakan mata dan ditulikan telinganya. Sedangkan hukuman di akhirat berupa laknat Allah Ta’ala.

Penglihatan yang dibuat buta oleh Allah Ta’ala adalah pandangan hati, bukan pandangan mata secara fisik. Akibatnya, dirinya akan melihat kebatilan sebagai sebuah kebenaran, dan sebaliknya, dia melihat kebenaran sebagai sebuah kebatilan. Begitu pula pendengaran yang dibuat tuli oleh Allah Ta’ala bukanlah pendengaran secara fisik. Akan tetapi, telinganya dibuat tuli sehingga tidak mampu lagi mendengarkan kebenaran. Dan seandainya dapat mendengarkan kebenaran pun, dirinya tidak dapat mengambil manfaat dari kebenaran yang didengarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaitkan keimanan terhadap Allah dan hari akhir dengan menyambung hubungan kekerabatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Dan barangsiapa yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia menyambung kekerabatannya.” (HR. Bukhari no. 6138 dan Muslim no. 47)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengancam orang-orang yang memutus hubungan kekerabatan, bahwa mereka tidak akan masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

Tidak masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5984 dan Muslim no. 2556)

Ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa tidak masuk surga bagi orang yang memutus hubungan kekerabatan menunjukkan bahwa memutus hubungan kekerabatan termasuk dosa besar karena terdapat ancaman khusus, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ، فَقَالَتْ: هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قَالَ: نَعَمْ، أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ، وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ؟ قَالَتْ: بَلَى

Sesungguhnya Allah menciptakan semua makhluk. Sampai ketika Allah selesai menciptakan makhluk, maka berdirilah rahim (kekerabatan). Dan rahim berkata, ‘Ini adalah berdirinya makhluk yang meminta perlindungan kepada-Mu, jangan sampai aku diputus.’ Allah mengatakan, ‘Iya (engkau tidak boleh diputus). Tidakkah engkau rida bahwa Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan Aku akan memutus orang yang memutusmu?’ Rahim mengatakan, ‘Iya, (saya rida).’” (HR. Bukhari no. 7502 dan Muslim no. 2554)

Hadis ini menunjukkan satu perkara gaib bahwa rahim (kekerabatan) itu bisa berbicara. Berkaitan dengan hal tersebut, sikap kita sebagai orang yang beriman adalah wajib untuk meyakini dan tidak boleh membicarakannya secara detail (bagaimana bentuk atau hakikatnya) tanpa disertai ilmu.

Menyambung hubungan kekerabatan adalah sebab lapangnya rezeki dan panjang umur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2556)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ اللَّهُ: أَنَا الرَّحْمَنُ وَهِيَ الرَّحِمُ، شَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنَ اسْمِي، مَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ

Aku adalah Ar-Rahman, dan dia adalah rahim. Aku berikan dia pecahan dari nama-Ku [yaitu rahim (kekerabatan), pent.]. Barangsiapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutusnya, maka Aku akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud no. 1694 dan Tirmidzi no. 1908)

Seorang yang kaya janganlah memutus hubungan kekerabatan dengan saudaranya yang miskin. Demikian pula, janganlah memutus hubungan kekerabatan dengan sikap yang tidak sopan dan menyakiti hati kerabatnya. Misalnya, tidak memperhatikan atau pura-pura tidak mengetahui bagaimanakah keadaan kerabatnya. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بلوا أرحامكم ولو بالسلام

Basahilah rahim kalian (sambunglah hubungan kekerabatan, pent.), walaupun hanya dengan (sekedar) mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat, 1: 75. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86342-bahaya-memutus-hubungan-kekerabatan.html