Perasaan bersalah mendorong seorang wasit sepak bola Arab Saudi untuk berhenti dari profesinya sekitar 25 tahun yang lalu dan memilih menjadi sukarelawan untuk memandikan jenazah.
Mantan wasit Hassan bin Abdul Rahman Al Beheiri mengenang bahwa ketika menjadi wasit dalam pertandingan lokal antara klub Arab Saudi, Al Nassr dan Al Ahli, lebih dari dua dekade yang lalu, seorang pemain sepak bola dijegal dengan keras oleh kiper lawan dan mengalami patah tulang, tetapi Al Beheiri tidak membuat keputusan pelanggaran terhadap pelaku.
Perasaan bersalahnya mendorongnya untuk berhenti menjadi wasit untuk selamanya dan mengabdikan dirinya untuk memandikan jenazah secara gratis.
“Setelah pertandingan berakhir, saya menontonnya di video. Saya menemukan bahwa saya melakukan kesalahan dan saya tidak adil terhadap pemain yang dilanggar. Oleh karena itu, saya mengumumkan berhenti menjadi wasit pada malam yang sama, dua jam setelah pertandingan berakhir,” katanya kepada Saudi TV Al Ekhbariya.
Kini berusia 66 tahun, Hassan mengatakan dia menjalani hari-hari terbaik dalam hidupnya sebagai tukang memandikan jenazah.
“Saya telah memasuki tahun ke-25 di bidang ini. Ini adalah bagian terbaik dalam hidup saya. Tidak ada masa kecil maupun masa muda saya yang menyamai 25 tahun ini. Saya tidak mendapatkan satu riyal pun dari ini. Semuanya gratis,” katanya.
Al Beheiri bekerja sebagai asisten pengawas di sebuah fasilitas pemandian jenazah sebuah masjid di Riyadh. Ia biasanya bekerja dari jam 7 pagi hingga matahari terbenam.
“Anda harus bersabar dan mengendalikan diri. Anda berurusan dengan berbagai orang yang sedang berduka karena kehilangan orang yang mereka cintai,” katanya tentang pekerjaan sukarela ini. “Kami tidak pergi berlibur. Kami melakukan pekerjaan ini setiap hari, termasuk hari raya.” Lahir di wilayah tengah Arab Saudi, Al Qasim, Al Beheiri memiliki gelar sarjana di bidang sastra dan pendidikan dengan jurusan pendidikan jasmani. Ia mengabdi sebagai wasit selama 17 tahun.
Ia mengatakan bahwa ia berharap akan mendapatkan akhir yang baik dalam hidupnya dan khusnul khotimah.*
Saat ini generasi muda sangat dekat dengan gadget dan media sosial (medsos). Ini berpotensi besar memicu perubahan pada perilaku anak. Misalnya anak menjadi berperilaku menyimpang, suka pada hal yang berbau pornografi, dan hal lain yang melanggar ketaatan kepada Allah SWT.
Guru Besar Studi Islam di Universitas Damanhour Mesir, Ahmad Shtayyeh menyampaikan penjelasan soal cara menyikapi anak yang berperilaku menyimpang dan hal lain semacamnya itu.
Shtayyeh menyampaikan, generasi muda adalah harapan di masa depan. Sejatinya ada banyak hal yang dapat membuat mereka termotivasi untuk berbagai sesuatu yang bermanfaat dan bekerja keras serta penuh ketulisan. Dalam konteks inilah, generasi muda membutuhkan teladan yang tepat. Terutama di lingkup keluarga.
Shtayyeh menuturkan, semua hal yang terjadi di lingkup keluarga bermula dari kenyataan yang terjadi di dalam keluarga. Karena itu, ketika anak berperilaku menyimpang maka harus dilihat mengenai apa saja yang dicontohkan oleh orang tua.
“Semua ini bermula dari keluarga dan tidak adanya teladan serta komunikasi antar anggota keluarga,” kata dia seperti dilansir laman Masrawy, Selasa (5/9/2023).
Shtayyeh mengingatkan, orang tua harus mengasuh anak-anaknya dan berkomunikasi dengan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Nabi SAW menaruh perhatian besar terhadap generasi muda. Beliau SAW membesarkan dan mendidik anak agar menjauhi perilaku yang tidak benar dan melanggar syariat. Cara mendidiknya pun tidak dengan kekerasan, tetapi justru dengan kelembutan.
“Maka jika anak Anda terpapar ateisme, penyimpangan, atau kecanduan film porno, maka Anda harus menggunakan kebijaksanaan dan menjauhi kekerasan sepenuhnya. Sebab Nabi Muhammad SAW tidak pernah memukul binatang dan manusia,” tutur dia.
Salah satu contoh mendidik anak bisa dengan melihat praktik Nabi Yaqub kepada anak-anaknya yang jahat. Perkataan Nabi Yaqub kepada anak-anaknya yang jahat kepada Yusuf itu terekam dalam Surat Yusuf ayat 18.
“Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Yakub) berkata, ‘Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.'” (QS Yusuf ayat 18)
Nabi Yaqub tetap menunjukkan perilaku yang terpuji. Apa yang dikatakan Nabi Yaqub, seperti dalam ayat tersebut, merupakan cerminan pengajaran akhlak terpuji kepada putra-putranya, walaupun mereka telah berbuat jahat kepada saudaranya sendiri.
Tak dipungkiri, perilaku anak sering kali membuat resah orang tua. Misalnya anak merengek minta dibelikan motor, mobil, atau bahkan helikopter. Padahal orang tuanya tidak bisa membelikannya.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, orang tua harus menunjukkan akhlak terpuji sebagai bentuk pengajaran akhlak kepada anaknya. Jangan menghardik, memaki atau bahkan memukul. Termasuk mengeluarkan kata-kata kasar. Jika ini dilakukan, maka sama saja dengan menanamkan akhlak yang tak baik kepada anak.
Orang tua dituntut menunjukkan sikap dan perilaku luhur di hadapan anak, supaya mereka terlatih dalam merasakan akhlak yang terpuji. Akhlak yang mulia, adalah pangkal dari perbuatan dan perkataan orang tua.
Surat Yusuf ayat 46-49 menyinggung soal musim kemarau dan paceklik.
Raja Mesir dibuat gelisah dengan mimpi yang dialaminya. Ia pun menceritakan mimpi itu pada ahli pembesar kerajaan bahwa ia melihat tujuh ekor sapi yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus serta tujuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh tangkai lainnya yang kering. Ia meminta agar ada yang dapat menakwilkan mimpinya itu.
Namun tak seorangpun yang dapat menjelaskan apa makna mimpi sang raja. Hingga ada seorang abdinya yang menyarankan agar raja menanyakan takwil mimpi itu kepada nabi Yusuf. Lalu raja pun mengutus abdinya itu menemui nabi Yusuf di penjara untuk menjelaskan mimpi sang raja.
Artinya: (Dia berkata,) “Wahai Yusuf, orang yang sangat dipercaya, jelaskanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi) kurus dan tujuh tangkai (gandum) hijau yang (meliputi tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu supaya mereka mengetahuinya. (Alquran surat Yusuf ayat 46).
Dalam tafsir Al Qurthubi halaman 322 dijelaskan bahwa datanglah utusan kepada nabi Yusuf lalu dia bertanya tentang mimpi raja sehingga apabila setelah memperoleh penjelasan dari nabi Yusuf maka utusan tersebut bisa kembali ke raja dan para sahabat atau pembesar lainnya untuk menjelaskan mimpi tersebut.
(Yusuf) berkata, “Bercocok tanamlah kamu tujuh tahun berturut-turut! Kemudian apa yang kamu tuai, biarkanlah di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan.(Alquran surat Yusuf ayat 47).
Dalam tafsir tahlili LajnahPentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama RI dijelaskan bahwa dengan segala kemurahan hati Yusuf menerangkan ta’bir mimpi raja itu, seolah-olah Yusuf menyampaikan kepada raja dan pembesar-pembesarnya, katanya, “Wahai raja dan pembesar-pembesar negara semuanya, kamu akan menghadapi suatu masa tujuh tahun lamanya penuh dengan segala kemakmuran dan keamanan. Ternak berkembang biak, tumbuh-tumbuhan subur, dan semua orang akan merasa senang dan bahagia. Maka galakkanlah rakyat bertanam dalam masa tujuh tahun itu. Hasil dari tanaman itu harus kamu simpan, gandum disimpan dengan tangkai-tangkainya supaya tahan lama. Sebagian kecil kamu keluarkan untuk di makan sekadar keperluan saja.
Artinya: Kemudian, sesudah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit (paceklik) yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.(Alquran surat Yusuf ayat 48).
Maksudnya sehabis masa yang makmur itu akan datang masa yang penuh kesengsaraan dan penderitaan selama tujuh tahun pula. Pada waktu itu ternak habis musnah, tanaman-tanaman tidak berbuah, udara panas, musim kemarau panjang. Sumber-sumber air menjadi kering dan rakyat menderita kekurangan makanan. Semua simpanan makanan akan habis, kecuali tinggal sedikit untuk kamu jadikan benih.
Artinya: Setelah itu akan datang tahun, ketika manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).”Alquran surat Yusuf ayat 49).
Maksudnya sesudah berlalu masa kesulitan dan kesengsaraan itu, maka datanglah masa hidup makmur, aman dan sentosa. Di masa itu bumi menjadi subur, hujan turun sangat lebatnya, manusia kelihatan beramai-ramai memeras anggur dengan aman dan gembira. Mereka telah duduk bersantai menikmati buah-buahan hasil kebunnya bersama anak-anak dan keluarganya. Itulah ta’bir mimpi raja itu saya sampaikan kepadamu untuk saudara sampaikan kepada raja dan pembesar-pembesarnya.
Basmalah adalah kalimat yang memiliki sir atau rahasia yang sangat besar, bahkan banyak sekali hadist yang menjelaskan terkait besarnya dampak atau rahasia bacaan basmalah. Nah berikut rahasia basmalah menurut Syekh Nawawi Al-Bantani.
Berdasarkan hadist bahwa Rasulullah, terdapat banyak keberkahan dalam suatu pekerjaan akan tercapai bila senantiasa diawali dengan bacaan basmalah. Nabi bersabda;
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: “كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَر”
Artinya; “Rasulullah Saw bersabda; ‘Setiap perkara baik yang tidak diawali dengan basmalah maka perkara itu akan mendapat sedikit keberkahan.’” (HR. Al-Khatib).
Selain itu juga dikatakan bahwa jika kita membaca basmalah maka Allah Swt akan membalas dengan berkali lipat pahala. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw;
قال صلى الله عليه وسلم: مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ بِسْمِ الله الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ إلاَّ أمَرَ الله تَعَالى الكِرَامَ الكَاتِبْينَ أن يَكْتُبُوا في دِيوَانِهِ أرْبَعْمَائَةِ حَسَنَةٍ”.
Artinya; “Nabi saw. bersabda, “Tidak ada dari seorang hamba yang membaca bismillahirrahmanirrahim kecuali Allah ta’ala (Yang Maha Luhur) memerintahkan malaikat yang mulia pencatat amal untuk mencatat di buku catatannya empat ratus kebaikan.”
Dari itu perlu kita menyimak rahasia bacaan basmalah menurut salah seorang ulama kenamaan asal bumi Nusantara yaitu Syaikh Nawawi Al-Bantani.
ففيها إشارة إلى إعانة الله تعالى عباده المسلمين على الشيطان فإنه قال لأتينهم من بين أيديهم ومن خلفهم وعن أيمانهم وعن شمائلهم فأعطاهم الله تعالى هذه الكلمات الأربع لئلا تضرهم وسوسته ، ففيها إشارة إلى أن معاصي المؤمنين في أربعة أوجه في السروالعلانية والليل والنهار فأعطاهم هذه ليغفرها لهم بها.
Artinya; “Maka di dalam basmalah ada sebuah isyaroh pertolongan Allah Swt terhadap hamba-hambanya atas setan Ia berfirman ‘kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.’ Maka Allah memberikan empat kalimat ini (basmalah) agar tidak was-wasnya, maka di dalam basmalah ada sebuah isyarat bahwa maksiatnya mukmin di empat arah baik secara sembunyi dan terang-terangan, baik malam dan siang, maka Allah memberikan basmalah ini agar mengampuni dosa-dosa mereka.”
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa rahasia basmalah itu ada dua. Pertama, adalah menghilangkan was-was yang membahayakan. Kedua, adalah Allah akan mengampuni dosa-dosa pembacanya.
Demikian penjelasan mengenai rahasia basmalah menurut Syekh Nawawi Al-Bantani. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.
Hati dalam bahasa Arab disebut dengan qalbu (jantung). Disebutqalbu karena sifatnya yataqallabu yang artinya mudah bergejolak dan berbolak-balik (baik detak, tekanan, atau sifatnya). Di antara definisi hati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah jantung. Dan perlu diketahui bahwa tempat akal adalah di jantung (hati).
“Maka, apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,
فيه إشارة إلى أن العقل في القلب، وأن المدبر هو القلب
“Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa akal itu letaknya di dalam hati (jantung), dan pengaturnya adalah hati (jantung).” (Syarah Al Arba’in, hal. 134)
Hati merupakan tempat ilmu
Imam Waki’ rahimahullah berkata, “Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan kepada ahli maksiat.” (Lihat I’anatuth Thalibin, 2: 190)
Sesuatu yang mulia tentu akan bertempat pada tempat yang mulia. Emas atau barang mewah tak mungkin ditempatkan di WC, pembuangan sampah, atau tempat yang jorok. Begitu pula ilmu. Ia akan memilih wadah yang bersih dan mulia.
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Syekh Shalih Al-‘Ushaimi hafizhahullah mengutip ungkapan yang indah,
“Ilmu adalah permata mulia. Tidak akan cocok bertempat, kecuali di hati yang bersih.”
“Siapa yang hatinya bersih, maka ilmu akan betah menetap di dalamnya. Siapa yang tidak berusaha mengusir kotoran hati, ilmu akan meninggalkannya dan pergi.” (Lihat Khulashah Ta’dzhimil ‘Ilmi, hal. 9-10)
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas dapat kita ketahui bahwa hati itu mempengaruhi jasad (perilaku) seseorang. Maka, hendaknya seorang muslim meminta kepada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Hal ini sebagaimana yang sering Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minta dalam doa beliau,
“Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala dinik (Wahai Zat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamahradhiyallahu ‘anha pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengapa doa tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syekh Al-Albani mengatakan hadis ini sahih)
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)
Hati dapat menaikkan level hamba di sisi Allah Ta’ala. Dikisahkan dalam suatu hadis yang populer (dikenal dengan hadis Jibril) bahwa Islam memiliki tiga tingkatan, yaitu Islam-muslim, iman-mukmin, dan ihsan-muhsin (Lihat HR. Muslim no. 8). Orang yang mukmin sudah tentu muslim, tetapi orang yang muslim belum tentu mukmin (bahkan, bisa jadi munafik). Demikian karena muslim hanya terkait amalan yang nampak, sedangkan mukmin adalah amalan hati (batinnya) dan muhsin menyempurnakan keduanya.
Dia (Jibril) bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang ihsan!”
”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim no. 8)
Amalan-amalan hati dalam berbagai riwayat lebih utama nilainya dan lebih besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Karena amalan hati (iman) yang ada dalam dadanya, beliau lebih unggul daripada sahabat yang lain. Bahkan, Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu memuji beliau dengan mengatakan,
لو وزن إيمان أبي بكر بإيمان أهل الأرض لرجحت كفة أبي بكر
“Seandainya keimanan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ditimbang dengan keimanan penduduk bumi (selain para Nabi dan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam), maka sungguh keimanan beliau radhiyallahu ‘anhu lebih berat dibandingkan keimanan penduduk bumi.”(HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 36 dengan sanad yang sahih)
Ibadah seseorang tidaklah akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kecuali jika terpenuhi dua syarat:
Yang pertama: Ikhlas, yaitu memurnikan ibadah kita hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tidak mengharapkan apapun dari manusia baik itu pujian, sanjungan, ataupun balasan dari dunia yang fana ini.
Yang kedua: Mutaba’ah, yaitu mengikuti/ mencontoh sikap dan perilaku Nabi dalam menjalankan ibadah serta tidak berinovasi dalam ibadah.
Kedua syarat ini telah Allah isyaratkan di dalam firman-Nya,
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Sangat jelas di dalam ayat tersebut bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan syarat bagi mereka yang ingin bertemu dengan-Nya. Yaitu, dengan beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Hal tersebut adalah isyarat tentang keikhlasan. Adapun yang di maksud “beramal saleh” adalah suatu ibadah tidaklah dikatakan saleh (baik), kecuali sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selain syarat ibadah, di sana ada rukun ibadah yang harus ada di dalam ibadah seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu:
Pertama: Al-mahabbah (rasa cinta)
Kedua: Al-khauf (rasa takut)
Ketiga: Ar-Raja‘ (rasa harap).
Rukun ibadah satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan atau berdiri sendiri seperti amalan-amalan hati lain yang juga saling berhubungan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Khalid bin Utsman As-Sabt hafidzahullah. Beliau menyatakan terkait amalan hati,
هذه الأعمال متلازمة ومترابطة
“Amalan-amalan hati ini satu dengan yang lainnya saling bersinergi dan saling berkaitan.”
Bahkan, di dalam Al-Qur’an, 3 rukun ini digandengkan dalam satu ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa 3 rukun ini tidak bisa dipisahkan. Berikut ini adalah ayat ketika Allah menyifati ibadahnya orang-orang yang beriman,
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Tiga rukun ibadah ini harus saling berkorelasi terus ketika seorang hamba menjalankan ibadah kepada Allah. Dan apabila salah satunya tidak ada, maka akan mempunyai efek yang kurang baik.
Contohnya adalah apabila rasa al-khauf atau rasa takutnya seseorang yang dalam ‘ubudiyah-nya itu lebih dominan, maka hamba tersebut akan mudah putus asa dari rahmat Allah. Sebaliknya, seorang yang rasa takutnya rendah, maka ia pun akan mempunyai efek yang buruk, yaitu akan bermudah-mudahan di dalam melakukan kemaksiatan.
Contohnya juga adalah apabila rasa raja‘ atau harapan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu lebih dominan, maka dia akan mudah untuk bermaksiat kepada-Nya dan suka menunda tobat. Sebaliknya, apabila rasa harapnya berkurang, maka dia akan mudah untuk putus asa dari mendapatkan rahmat dan ampunan Allah Ta’ala.
Begitu pula dengan rukun yang satunya, yaitu cinta, harus bersinergi dengan rukun yang lain karena ia pun penyeimbang dari rukun-rukun yang ada. Bahkan, mahabbah adalah roh dan penggerak suatu ibadah. Walaupun demikian, ia tetap membutuhkan 2 rukun ibadah yang lain. Jika tidak, maka tidak akan ada ketidakseimbangan. Seorang yang dominan adalah mahabbah-nya, maka ia akan bermudah-mudahan dalam menjalankan syariat. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menerobos batasan-batasan Islam dengan dalih bahwa Islam adalah agama yang tasamuh, memberikan kelonggaran. Dengan demikian, akan menjadi rusak efeknya. Mari kita lihat apa yang dinyatakan oleh Ibnul Qayyimrahimahullah,
المحبة ما لم تقترن بالخوف فانها لا تنفع صاحبها بل قد تضره
“Al-mahabbah (rasa cinta) yang tidak dibarengi dengan al-khauf (rasa takut), maka sesungguhnya ia tidak akan bermanfaat untuk pelakunya. Bahkan, mampu memberikan kemudaratan kepadanya.” (Bada’i As-Shana’i)
Para ulama mengibaratkan 3 rukun ini bagaikan seekor burung, mahabbah itu bagaikan kepalanya, adapun khauf dan raja‘ itu bagaikan kedua sayapnya. Satu dengan yang lainnya saling membutuhkan untuk mampu terbang ke angkasa. Begitu juga ibadah, membutuhkan 3 rukun itu agar mampu diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“القلب في سيره إلى الله – عزَّ وجلَّ – بمنزلة الطَّائر؛ فالمحبَّة رأسه، والخوف والرَّجاء جناحاه”
“Hati manusia ibarat seekor burung ketika ia beribadah kepada Allah. Mahabbah bagaikan kepalanya. Khauf dan raja’ ibarat kedua sayapnya.”
Rukun-rukun ibadah ini apabila tidak saling menguatkan atau bahkan mengambil salah satunya saja dan meninggalkan rukun yang lain, maka akan memiliki efek yang tidak baik. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama,
“مَنْ عبدَ الله بالحبِّ وحده، فهو زنديق، ومَن عبدَه بالخوف وحْده، فهو حروريٌّ – أي: خارجي – ومَن عبدَه بالرَّجاء وحْده، فهو مرجئ، ومن عبدَه بالخوف والحب والرَّجاء، فهو مؤمن موحِّد”.
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta saja, maka ia seorang zindiq (munafik). Dan barangsiapa yang beribadah dengan rasa takut saja, maka dia adalah seorang haruri atau seorang khawarij. Dan barang siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa berharap saja, maka dia adalah murji’ah. Dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa takut, cinta, dan harap, maka dia adalah seorang mukmin yang bertauhid.”
Dari pernyataan di atas, kita mungkin bertanya tanya, kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya mahabbah saja, maka ia akan terjatuh pada kemunafikan? Kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya khauf saja, maka ia akan terjatuh pada kelompok khawarij? Kenapa orang yang hanya mengambil dalam ibadahnya raja‘ saja, maka ia akan terjatuh pada kelompok murji’ah?
Orang yang beribadah hanya dengan mahabbah, dia lalu mengesampingkan khauf dan raja‘. Itu mereka biasanya merasa kalau sudah cinta kepada Allah, merasa hatinya sudah terpaut dengan Allah, merasa sudah mendapat derajat “kekasih” Allah, maka tidak perlu lagi mengamalkan syariat. Akhirnya mereka meremehkan syariat. Tidak merasa perlu mengamalkan syariat Islam. Karena merasa sudah cukup dan sempurna ibadahnya dengan rasa cinta. Dari sinilah letak mereka seperti orang zindiq atau munafik.
Adapun yang beribadah hanya mengandalkan khauf-nya dan mengesampingkan mahabbah dan raja‘, maka biasanya mereka lebih dominan dalam memahami dan menelaah dalil-dalil wa’id atau terkait ancaman dengan pemahaman bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan keluar dari ajaran Islam, bahkan mampu memasukkan pelaku dosa besar tersebut ke dalam api neraka selamanya. Dan seperti inilah pemahaman orang-orang khawarij.
Adapun yang beribadah hanya mengandalkan raja‘ dan mengesampingkan mahabbah dan khauf, maka ia akan mudah terjerumus ke dalam golongan murji’ah. Karena orang murji’ah adalah orang yang berlebihan dalam mempelajari dalil-dalil wa’id dan ganjaran (pahala) dalam agama Islam. Karena tidak diimbangi dengan rukun yang lain, maka banyak di antara mereka yang meyakini pelaku dosa itu imannya tidak berkurang sama sekali.
Oleh karena itu, marilah untuk senantiasa memperbaiki hati kita agar menjadi hamba Allah yang lebih baik.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS: al-Baqarah: 186).
Dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Muhammad ﷺ, dalam hadits yang diriwayatkan dari Allah ‘Azza wa Jalla, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai hamba-hambaKu, sungguh Aku telah haramkan kedzaliman atas diriKu dan Aku jadikan kedzaliman itu haram atas kalian. Maka janganlah kalian saling mendzalimi.
Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian sesat kecuali yang Aku berikan petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepadaKu niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian.
Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian lapar kecuali yang Aku beri makan. Maka mintalah makan kepadaKu dan Aku akan berikan makan kepada kalian.
Wahai hamba-hambaKu, setiap orang dari kalian telanjang, kecuali yang Aku berikan pakaian. Maka mintalah pakaian kepadaKu, niscaya Aku akan memberikannya.”
“Wahai hamba-hambaKu, sungguh setiap orang dari kalian salah di malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa semuanya. Maka beristighfarlah kepadaKu, niscaya Aku akan mengampuni kalian.”
“Wahai hamba-hambaKu, kalau orang yang pertama dari kalian dan orang yang terakhir, jin dan manusia semuanya memiliki hati yang paling bertakwa, maka itu tidak akan menambah kekuasaanKu sedikitpun.
Wahai hamba-hambaKu, kalau seandainya orang yang pertama dari kalian dan orang yang terakhir, manusia dan jin, semuanya memiliki hati yang pliang durhaka, maka itu juga tidak akan mengurangi kekuasaanKu sama sekali.
Wahai hamba-hambaKu, kalau senadainya orang yang pertama dari kalian sampai yang terakhir, bangsa jin dan manusia semuanya berdiri di sebuah tangan lapang, kemudian mereka semuanya meminta kepadaKu, dan Aku memberikan masing-masing orang apa yang dia minta, maka itu tidak akan mengurangi harta yang ada padaKu kecuali sebagaimana berkurangnya air laut saat dicelupkan jarum ke dalamnya.”
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya ini adalah amalan kalian, Aku mencatatnya untuk kalian kemudian memberikan balasannya untuk kalian. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka hendaknya dia tidak mencela kecuali dirinya sendiri.” (HR: Muslim).
Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي
“Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu.” (HR. At Tirmidzi).
Berapa kali kita lupa ketika kita mempunyai masalah, cepat sekali mengeluh kepada orang lain dan mengeluhkan nasib tanpa kita sadari bahwa ada yang mengawasi kita, ada yang akan menemani kita bahkan memberi kita kekuatan jika kita mengeluh dan memohon kepada-Nya.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS: Al-Baqarah 186).
Maka marilah kita berdoa tanpa kenal lelah setiap saat dan waktu. Mari berdoa agar Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita tahun ini dan tahun sebelumnya. Semoga segala amal kita di tahun ini diterima di sisi Allah. Amin.*
Mayoritas umat beragama di Indonesia memiliki sifat atau sikap yang toleran dan inklusif. Sejak bangsa ini bernama Nusantara, rakyat hidup damai mengedepankan sikap menghargai perbedaan. Namun, belakangan muncul sekelompok kecil kelompok beragama yang memaknai ajaran agamanya secara keliru.
Misalnya, melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah agama lain, aksi-aksi kekerasan seperti bom bunuh diri, dan teror yang kadang disertai dengan ancaman kepada mereka yang dianggap tidak sama dengan kelompoknya. Potensi buruk ini bisa muncul dari penganut agama apapun, tak terkecuali agama Islam.
Islam, agama yang memiliki prinsip rahmatan lil ‘alamin, mencintai seluruh manusia sekalipun tidak memeluk Islam, diselewengkan pada suatu pemahaman dan pengamalan agama yang keliru. Mereka memaknai religiusitasnya dengan keliru. Alhasil, Islam yang sebenarnya sangat menghargai martabat kemanusiaan, di tangan mereka berubah menjadi agama yang keras dan menakutkan.
Maka, penting untuk mengingat kembali pesan-pesan al Qur’an yang begitu menghargai martabat kemanusiaan. Salah satunya adalah surat Al Isra’ ayat 70 berikut.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka dari rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. Al Isra’: 70).
Ayat di atas berbicara tentang agungnya martabat makhluk yang bernama manusia. Allah memuliakan semua keturunan Adam dengan kelebihan yang tidak dimiliki makhluk yang lain. Seperti nikmat makanan, pakaian, makan dengan tangan sedangkan mahluk lain makan langsung dengan mulutnya dan seterusnya. Mahkluk lain tidak diberi kenikmatan-kenikmatan tersebut.
Kenikmatan tersebut diberikan Allah kepada semua manusia tanpa terkecuali tanpa melihat agama, suku, etnis, ras, golongan, warna kulit dan seterusnya. Sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab tafsir, Islam menjunjung tinggi humanisasi, yaitu menghargai setiap individu dengan kedudukan yang sama di hadapan manusia lainnya.
Nilai kemanusiaan yang harus dihormati menandakan bahwa manusia memiliki martabat kemanusiaan yang sama, terlepas apapun agama, keyakinan dan seluruh pembeda yang lain. Perbedaan yang memang disengaja oleh Allah harus diterima dan dihormati sebagaimana Allah memberikan kemuliaan dan kelebihan kepada semua manusia, terlepas apapun agamanya.
Dengan demikian, kemuliaan manusia bukan karena dimuliakan oleh manusia yang lain tapi memang Allah-lah yang memuliakan manusia. Oleh karena itu, humanisme sejatinya adalah ajaran al Qur’an. Maka, sekelompok kecil yang mengatasnamakan agama dan selalu menginjak martabat kemanusiaan bisa dipastikan tidak memahami ayat-ayat al Qur’an secara mendalam.
Proses tersebut juga menjamin pelestarian dan pemeliharaannya.
Komisi Warisan Budaya menominasikan 50 ribu aset heritage perkotaan dari seluruh wilayah Arab Saudi untuk didaftarkan. Komisi mengatakan, pencalonan dilakukan melalui koordinasi dengan pemangku kepentingan sesuai dengan UU Purbakala dan Warisan Kota.
Komisi akan mengerjakan rencana registrasi, klasifikasi dan kodifikasi aset nominasi dalam Daftar Heritage Arsitektur sesuai seri registrasinya, dengan menggunakan teknologi terkini, sebagaimana dilansir SaudiGazette, Selasa (5/9/2023).
Daftar Warisan Arsitektur diperlakukan sebagai catatan resmi dari situs warisan yang didaftarkan berdasarkan kriteria khusus. Ini berkaitan dengan signifikansi nasional, perkotaan, atau budaya berdasarkan Undang-Undang Warisan Kota Purbakala, dengan menggunakan Sistem Informasi Geospasial.
Proses pendaftaran dilakukan dengan mengelola, menyimpan, dan melestarikan informasi tentang situs dan bangunan ini secara akurat dengan tujuan menentukan tindakan pencegahan dan perlindungan yang diperlukan.
Proses tersebut juga menjamin pelestarian dan pemeliharaannya untuk generasi mendatang, karena pentingnya situs dan bangunan tersebut dalam heritage perkotaan Kerajaan Arab Saudi.
Tahapan pendaftaran aset heritage kota di Arab Saudi melalui lima tahapan utama dalam rantai pendaftaran. Pertama dimulai dari penemuan aset warisan kota, pencalonan aset, dilanjutkan dengan pendaftaran aset dalam daftar warisan kota, pengklasifikasian aset, dan terakhir kodifikasi aset.
Mendaftarkan situs-situs ini akan memberikan beberapa manfaat. Manfaat paling penting adalah memberikan perlindungan, otentikasi dan dukungan untuk melestarikan situs-situs tersebut, selain memasukkannya ke dalam rencana pengembangan di masa depan.
Manfaat lainnya adalah kodifikasi untuk merayakan kepemilikan situs warisan perkotaan dan membagikannya kepada masyarakat. Daftar Warisan Arsitektur Nasional saat ini mencakup lebih dari 3.400 situs warisan perkotaan yang terdaftar di seluruh Arab Saudi.
Berikut ini praktik perjudian bangsa Arab Pra-Islam. Seiring adanya perkembangan zaman, kemajuan teknologi kini juga berkembang kian pesat, perkembangan teknologi ini telah membuat manusia terbuai dengan kemudahan untuk melakukan segala sesuatu melalui dunia maya atau yang lebih dikenal dengan internet.
Contoh nyata lain dari dampak negatif penggunaan internet, adalah terjadinya penipuan jual beli melalui internet, banyaknya situs-situs dewasa, yang dapat dengan mudahnya diakses oleh setiap orang dengan berbagai usia, bahkan terjadinya transaksi prostitusi.
Berkembangnya teknologi ini juga membuat jenis-jenis praktek perjudian pun mulai berkembang, perjudian yang awalnya di Indonesia berbentuk seperti permainan kartu, togel, dan sabung ayam, kemudian berubah menjadi bentuk perjudian yang dilakukan melalui internet.
Sebenarnya, masalah perjudian sudah dikenal sepanjang sejarah ditengah-tengah masyarakat sejak zaman dahulu, masalah perjudian ini merupakan suatu kenyataan atau gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainanya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat membantu keperluan masyarakat dalam mendapatkan informasi.
Selain dampak positif dari perkembangan teknologi, adapun dampak negatif yang ditimbulkan seperti perjudian online, pornografi dan kejahatan dunia maya lainnya yang menyebabkan rusaknya moral bagi generasi penerus bangsa.
Fenomena permainan online yang mulanya diperuntukan bagi anak-anak dan remaja, kini bahkan telah dimainkan dan sangat diminati oleh orang-orang dewasa. Maraknya permainan online ini diikuti juga dengan munculnya berbagai pendapat mengenai efek dari permainan online itu.
Ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa permainan online berdampak buruk bagi anak-anak dan remaja, namun ada pula yang mengungkapkan bahwa permainan online dapat memberi efek positif bagi penggemarnya. Namun, bagaimana jika permainan yang awalnya hanya untuk menghibur kini mengandung unsur perjudian yang akan merusak moral bangsa.
Sebut misalnya judi slot yang lagi hits sekarang. Pada hakikatnya, perjudian semacam ini adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan, maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat bangsadan negara.
Bagaimana tidak! Penyelenggaraan perjudian mempunyai dampak yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat terutama bagi generasi muda, oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi hal tersebut yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Perjudian dapat menjadi penghambat bagi pembangunan nasional yang beraspek materil, karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak pemalas, sedangkan pembangunan membutuhkan orang yang giat dalam bekerja dan bermental kuat.
Sangat beralasan kemudian judi harus dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya, karena sudah jelas judi merupakan masalah sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti.” (QS. Al-Ma’idah [5]:90-91).
Mengenai hal ini, para ulama tafsir berbeda pendapat tentang sebab turunnya ayat tersebut. Bisa saja kita mengatakan bahwa ayat ini turun karena doa Umar tentang khamar. Bisa pula karena peristiwa yang menimpa Sa’ad dengan orang Anshar ketika mereka berdua sedang mabuk.
Atau karena musibah yang terjadi terhadap salah seorang diantara mereka ketika hartanya hilang lantaran judi, dan pertikaian yang disebabkan olehnya. Yang jelas, apapun sebabnya, perintah dalam ayat tersebut wajib atas seluruh mukallaf, walaupun mereka tidak mengetahui sebab turunnya ayat ini.
Jelasnya khamar, judi-perjudian, menyembelih untuk berhala, dan mengadu nasib dengan anak panah, merupakan perbuatan keji dan termasuk amalan syetan, sehingga wajib hukumnya bagi semua mukallaf yang mendapatkan ayat ini untuk meninggalkan semua perkara tersebut
Kata Judi dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an, kata judi (maysir) disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 219, surah Al-Maidah ayat 90-91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitu khamar, al-maysir, al-anshab (berkorban untuk berhala), dan al-azlam (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Dengan penjelasan itu, sekaligus al-Qur’an sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.
Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 219).
Pertama, suka minum arak. Kita tahu, arak adalah salah satu minuman yang memabukkan. Dalam bahasa Arab, arak dinamakan khamar, yang berasal dari kata khamara, artinya menutup. Seseorang yang minum arak atau khamr biasanya ia mabuk, hilang akal pikirannya, tertutup jalan kebenaran, dan ia lupa pada dirinya. Salah satu kebiasaan buruk bangsa Arab sebelum datangnya Islam adalah suka meminum minuman ini.
Bisa dipastikan, hampir rata-rata bangsa Arab adalah peminum, kecuali hanya beberapa orang yang dapat dihitung dan nama namanya tercatat dalam sejarah hingga sekarang. Karena kegemaran mereka kepala minuman yang memabukkan itu, tidak sedikit jenis minuman yang dibuat oleh mereka.
Di antara salah satu cara mereka meminum arak adalah dengan minum bersama-sama dalam suatu pertemuan. Dalam acara tersebut, dilakukan juga perjudian. Jadi, muminum sambil berjodi. Siapa yang menang, ia segera memotong unta dari taruban jadinya.
Demikianlah sampai beberapa puluh unta yang dipotong dalam sekali main dan minum. Apabila telah selesal berjudi, unta-unta yang telah dipotong (disembelih daging dibagi-bagikan kepada fakir miskin, dan dimakan bersama-sama sambil dihibur perempuan-perempuan penyanyi.
Karena itu, tidak aneh jika sebagian dari para sahabat Nabi Muhammad Saw. pada masa permulaan Islam dan ayat larangan orang yang telah beriman minuman khamar belum diturunkan, banyak yang masih suka meminum minuman keras, minum arak akibat kegemaran mereka pada masa Jahiliah.
Kedua, senang dan gemar akan perjudian. Jadi praktik perjudian bangsa Arab Pra-Islam. Jadi bermain judi termasuk salah satu permainan yang sangat disukai oleh kebanyakan bangsa Arab pada masa pra-Islam.
Cara berjudi yang biasa dilakukan mereka itu bermacam-macam, di antaranya adalah berjudi dengan bertaruh seperti yang biasa dilakukan orang sekarang. Ada lagi dengan cara berlote unta di antara beberapa orang.
Lebih dulu telah disediakan sepuluh bilah kayu yang kecil-kecil, dan masing masing telah diberi nama dan ditentukan pula berapa mata satu per satunya, yaitu al-Fadz, at-Tau-am, ar-Raqib, al-Halis, an-Nafis, al-Musabbal, al-Mu’alla, al-Manih, as-Safin, dan al-Waghad. Sepuluh bilah kayu itu sebagai undian, di antara sepuluh undi itu tujuh undi ada hadiahnya dan tiga undi yang akhir (al-Manih, as-Safih, dan al-Waghad) kosong.
Mereka membeli dan memotong seekor unta, lalu dibagi menjadi 28 bagian, lantas mereka pisahkan satu-satunya. Caranya, satu bagian untuk al-Fadz, dua bagian untuk at-Tau-am, tiga bagian untuk ar-Raqib, empat bagian untuk al-Halis, lima bagian untuk an-Nafis, enam bagian untuk al-Musabbal, tujuh bagian untuk al-Mu’alla. Semuanya ada 28 bagian.
Adapun al-Manih, as-Safih, dan al-Waghad (tiga bagian yang akhir) tidak mempunyai bagian alias kosong. Kemudian, orang-orang yang ikut serta bermain judi itu berkumpul dan memasukkan sepuluh undi ke dalam satu kantong dari kulit atau lainnya. Lalu, mereka menyerahkan kantong itu kepada seorang lain yang mereka pandang boleh dipercaya dan lurus, untuk menggoncangkannya.
Maka, sesudah di kocok oleh orang yang dipercaya itu, dikeluarkanlah undian itu satu per satunya, dan diberikan kepada seorang-seorang, hingga habis sepuluh undi tadi terbagi kepada sepuluh orang yang ikut serta dalam perjudian tersebut.
Ketiga, senang bermain perempuan (pelacuran). Pelacuran atau perzinaan di antara lelaki dan perempuan oleh bangsa Arab di Jazirah Arab pada masa sebelum Islam merupakan perbuatan biasa. Bahkan, idak menjadikan rendahnya derajat orang yang melakukannya.
Pelacuran dengan cara terang-terangan tidak di bolehkan, tetapi orang boleh melakukannya dengan cara tertutup. Para perempuan pelacur dengan terang-terangan membuka kedai pelacuran dan untuk tandanya mereka memasang bendera di muka rumah masing-masing
Tidak sedikit para pujangga ahli syair yang melukiskan perbuatan para pelacur yang keji serta cemar itu dalam syair-syair. Sehingga, ada pula syair-syair mereka hanya karena kebagusan atau keindahan susunan katanya, lalu digantungkan di Ka’bah, rumah suci yang dihormati oleh mereka. Hal itu menunjukkan bahwa perzinaan dan perbuatan yang keji serta cemar itu seolah- olah menjadi suatu kemegahan.
Keempat, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Perbuatan buruk lain bangsa Arab pra-Islam adalah kebiasaannya mengubur hidup-hidup anak perempuan. Seorang laki-laki mengubur anak perempuannya secara hidup-hidup selepas kelahirannya karena takut mendapat aib.
Dalam al-Qur’an, terdapat penentangan terhadap perilaku semacam ini serta penjelasan betapa kejinya perilaku tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan celaan keras terhadap pelakunya pada hari kiamat. Allah berfirman: