Punya Masalah Bertubi-tubi Meski Bergelimang Harta? Ini Penyebabnya

Alquran juga telah memperingatkan tentang orang-orang yang curang.

Syekh Dr. Essam Al Rubi, pendakwah asal Mesir, menyampaikan pandangan yang menarik mengenai kepemilikan harta yang melimpah namun terasa seolah hanya numpang lewat.

Dalam penjelasannya, dia menyoroti bagaimana banyak orang merasa harta mereka tak memberi kebahagiaan yang sebenarnya, terutama saat dihadapkan dengan masalah rumah tangga yang hancur, anak yang sulit diatur, atau permasalahan lainnya yang menguras kedamaian batin.

Pandangan yang disampaikan oleh Syekh Essam al-Rubi mengajak kita untuk merefleksikan makna sebenarnya dari kepemilikan harta. Bukan sekadar jumlah harta yang dimiliki, melainkan bagaimana kita menjalani hidup dengan kebijaksanaan dan ketenangan dalam menghadapi segala ujian yang diberikan Allah.

Dalam konteks ini, dia mengingatkan bahwa kekayaan sejati bukanlah semata-mata harta duniawi, melainkan kekayaan spiritual dan ketenangan jiwa yang didapatkan melalui ketakwaan dan ketaatan kepada-Nya.

Pesan yang disampaikan oleh pendakwah Mesir ini menjadi pengingat tidak terjebak dalam ilusi kekayaan materi yang seolah menjadi segalanya. Sebagai gantinya, diajak untuk menjaga harta dengan bijaksana, menggunakan kekayaan tersebut sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam dan keberkahan dalam kehidupan serta memberikan manfaat bagi sesama.

Syekh Essam kemudian mengutip ayat 29-30 Surat An Nisa. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.”

Ayat tersebut, demikian penjelasan Syekh Essam, memperingatkan orang-orang beriman untuk menjauhi segala bentuk uang haram. Dia mengingatkan, uang haram bisa mendatangkan suatu penyakit.

Uang haram itu, lanjut Syekh Essam, akan menggerogoti sekaligus merusak keharmonisan rumah tangga. Uang haram tersebut juga bisa menjadi penyebab anak kehilangan masa depan. Uang haram bisa menyakiti dan merusak akal pikiran mereka serta juga merusak moral mereka.

“Uang haram ibarat peledak, yang mengakibatkan ledakan hingga tidak ada lagi yang tersisa,” tuturnya.

Syekh Essam menyampaikan, Allah SWT telah memberi peringatan soal uang haram itu. Karena justru ketika seseorang memiliki banyak uang, ia akan diminta pertanggungjawaban dari mana uang itu berasal dan untuk apa uang tersebut digunakan.

Dalam riwayat Abu Barzah, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang bagaimana usianya dihabiskan, bagaimana ilmunya digunakan, bagaimana hartanya diperoleh dan digunakan untuk apa, dan tubuhnya digunakan untuk apa saja.” (HR Tirmidzi dan ad-Darimi)

Alquran juga telah memperingatkan tentang orang-orang yang curang. Allah SWT berfirman, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS Al-Mutaffifin ayat 1-3)

IHRAM

Qarun dan Fir’aun Masa Kini

Qarun pernah hidup dalam nikmat harta yang kelewat melimpah. Dikisahkan dalam Al-Quran kunci-kunci gudang hartanya sangat banyak dan berat. Setiap bepergian, Qarun mengenakan baju-baju mewah yang selalu berbeda, memilih kuda terbaik untuk ditungangi, dan berjalan dengan didampingi oleh sepuluh tentaranya untuk memanggul emas, batu Ruby, permata, mutiara, dan perhiasan-perhiasan miliknya. Qarun pamer dan riya. Semua orang terkagum-kagum pada dia dan hartanya.

Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa[1], maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”(Q.S. Al-Qashash: 76).

Kisah Qarun berakhir ketika suatu kali dia sedang jalan pamer dengan hartanya. Lalu azab Allah datang, seketika bumi bergemuruh dan retak. Tanah yang merekah menelan Qarun, hartanya, kunci-kunci gudang hartanya, dan bala tentaranya. Dan Allah pun memerintahkan bumi untuk menelan istananya.

Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (Q.S. Al-Qashash: 81).

Kisah kesombongan selain Qarun datang dari Mesir dan terjadi pada zaman yang sama, yaitu kisah seorang Firaun, Raja Mesir sombong yang mengaku sebagai tuhan. Dia ingin disembah-sembah manusia. Firaun adalah raja pemilik piramida yang selalu diagungkan kedigdayaanya. Dia dengan sombong membangun piramida untuk melihat Tuhan Musa, yaitu Allah.

Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia dari orang-orang pendusta. (Q.S. Al-Qashash: 38).

Firaun dan bala tentaranya ditenggelamkan Allah di Laut Merah. Ketika itu mukjizat Allah datang pada Nabi Musa untuk mampu membelah lautan. Nabi Musa serta kaumnya selamat, sedangkan Firaun dan tentaranya tenggelam tak pernah sampai ke seberang.

Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu[2], kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. (Q.S. Thaha: 77-78)

Kisah Qarun dan Firaun bukanlah sekadar dongeng. Kejadian itu memang nyata pernah terjadi di bumi serta jelas diabadikan ceritanya dalam kitab suci Al-Quran. Kisah manusia-manusia congkak zaman dulu itu harusnya mengingatkan kita semua yang hidup sekarang ini. Qarun dan Firaun memang sudah mati, tetapi sifat-sifatnya tetap turun-temurun hidup hingga sekarang.

Mulai perhatikanlah orang-orang di sekeliling kita! Sekarang, banyak orang yang gila fashion: baju, tas, sepatu, dan jam tangan bermerek yang bisa berharga jutaan rupiah. Harga-harga yang kita tahu sebenarnya tidak rasional. Qarun dulu menunggangi kuda terbaiknya. Sekarang orang menunggangi kendaraan mewah yang mencitrakan dirinya siapa. Penilaian khalayak menjadi penting dalam setiap pengambilan keputusan pembelian barang-barang yang prestisius.

Jika Qarun pada zaman dulu memerintahkan pembantunya untuk memanggul harta, orang sekarang tidak perlu susah melakukan itu semua. Gadget-gadget mahal sekarang enteng dibawa sendiri. Merek-merek gadget telah mendefinikan status sosial pemiliknya pada orang lain. Namun, Qarun zaman dulu dengan Qarun zaman sekarang bukankah sama saja, tujuannya riya dan pamer kekayaan pada orang lain.

Sifat Firaun kini juga masih ada. Memang sekarang tidak ada orang yang terang-terangan mengaku sebagai tuhan. Namun, banyak orang yang ingin disembah-sembah orang lain. Banyak yang ingin diakui kehebatannya, kecerdasannya, kepemimpinannya, kemampuannya; merasa hanya dia yang bisa melakukannya, tidak butuh orang lain, merasa mendapatkan semuanya dengan usaha dirinya sendiri; dan lama-kelamaan tidak percaya adanya Tuhan. Sifat Firaun yang utama adalah mengagungkan diri sendiri dan merasa esa.

Qarun dan Firaun dulu berpamer pada kaumnya saja. Celakanya aksi pamer-pameran seperti itu saat ini terfasilitasi semakin luas tidak hanya pada satu kaum saja. Melalui internet membuat orang bisa berpamer tidak hanya pada tetangganya atau orang-orang yang melihat dia di sekelilingnya, melainkan sudah lintas negara, bahkan seluruh dunia.

Padahal, Allah sudah mengingatkan pada kita semua. Qarun dan Firaun telah nyata-nyata diazab lebih dahulu. Manusia seperti kita yang tidak hidup sezaman dengan nabi akan sering mudah lupa. Manusia sekarang banyak yang congkak. Jatuh oleh puji-pujian orang lain. Siapa pun bisa terjebak. Kita yang tidak hati-hati bisa jatuh kapan saja. Semoga kita belajar dari kisah yang penuh hikmah ini. Silakan bermuhasabah diri! ∎

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakaan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. Al-Qashash: 83).

Maulida Rahma, Kader HMI FEB UGM

HMISLEMAN

Kisah Qorun: Pelajaran Berharga tentang Harta dan Kegagalan Manusia

Harta, sebatas anugerah nikmat atau jebakan terkutuk? Kisah Qorun, yang terkenal dalam Quran, memberikan kita pandangan mendalam tentang bagaimana harta dapat menjadi ujian bagi manusia.

Qorun, dengan kekayaannya yang melimpah, tidak hanya memperlihatkan keberhasilannya, tetapi juga kebanggaan dan kesombongannya. Hartanya, sebagian besar emas dan perak, disimpan dalam ribuan gudang yang kuncinya memerlukan kekuatan luar biasa untuk dibuka.

Namun, kekayaan Qorun menjadi bagian dari kebanggaannya. Ia senantiasa memamerkan kemewahannya, tidak sadar bahwa kekayaan itu adalah anugerah dari Allah. Bahkan ketika nasihat-nasihat bijak dari orang-orang shaleh datang, Qorun menolaknya, merasa kekayaannya semata-mata karena kecerdasan dan usahanya sendiri.

Tetapi, apa yang terjadi selanjutnya tidak bisa diprediksi. Allah menenggelamkan Qorun beserta hartanya ke dalam bumi, tanpa seorang pun yang dapat menolongnya.

Dari kisah ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran berharga:

  1. Harta Bukan untuk Pamer: Kekayaan seharusnya tidak membuat kita sombong. Ketika harta hanya digunakan untuk memamerkan status dan kekuatan, itu menjadi sumber masalah.
  2. Kekayaan dengan Kekuasaan Berpotensi Menyebabkan Kerusakan: Kekayaan yang tidak diimbangi dengan empati dan kepedulian bisa menjadi alat untuk menyebabkan kerusakan, baik kepada lingkungan maupun sesama manusia.
  3. Kebaikan Haruslah Diturunkan dari Kekayaan: Harta tidak hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi juga untuk berbagi dengan yang membutuhkan. Menahan diri dari memberikan yang seharusnya diberikan kepada sesama manusia adalah kegagalan besar.
  4. Kekayaan adalah Anugerah Allah: Merasa bahwa kekayaan diperoleh semata-mata melalui usaha dan kecerdasan pribadi adalah kesombongan. Seharusnya kita selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah.

Kisah Qorun mengingatkan kita bahwa kekayaan bukanlah tujuan akhir, tetapi ujian yang harus dijalani dengan bijak. Semoga kita dapat menjaga hati dan pikiran dari kesombongan dan keserakahan, serta selalu mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa.

Sumber: TABUNG WAKAF

Ayat tentang Bulan Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah disebut juga sebagai bulan haji.

Seluruh umat musim akan bertemu dengan bulan Dzulhijah yang menandakan sebagai tanda waktu untuk melaksanakan ibadah Haji bagi yang mampu merupakan termasuk dalam rukun Islam yang kelima. Selain itu, pada bulan tersebut juga bertepatan dengan dilaksanakannya penyembelihan kurban. Terdapat tafsir ayat yang menjelaskan 10 hari pertama di bulan Dzulhijah.

Allah SWT menurunkan ayat dan menjelaskan tentang keutamaan 10 hari pertama di bulan Dzulhijah. Seperti yang tertulis pada surat Al Fajr ayat 1 dan 2, Allah SWT berfirman,

وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2) 

Arab Latin: Wal-fajr(i). Wa layālin ‘asyr(in).

Artinya: “Demi fajar; Demi malam yang sepuluh.”

Menurut tafsir tahlili Kemenag, pada ayat tersebut menjelaskan Allah SWT bersumpah dengan fajar. Fajar yang dimaksud adalah fajar yaumun-naḥr (hari penyembelihan kurban), yaitu tanggal 10 Zulhijah, karena ayat berikutnya membicarakan “malam yang sepuluh”, yaitu sepuluh hari pertama bulan itu. Akan tetapi, ada yang berpendapat bahwa fajar yang dimaksud adalah fajar setiap hari yang mulai menyingsing yang menandakan malam sudah berakhir dan siang sudah dimulai. Ada pula yang berpendapat bahwa fajar itu adalah fajar 1 Muharram sebagai awal tahun, atau fajar 1 Zulhijah sebagai bulan pelaksanaan ibadah haji.

Dalam ayat tersebut menandakan bahwa terdapat ibadah – ibadah yang bilamana seorang muslim menjalankannya, akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT dan bisa dinikmati ketika di akhirat nanti. Seperti ibadah yang hanya dapat dilakukan bagi orang yang mampu, yaitu ibadah haji. Jika tidak mampu menunaikan haji, dapat melaksanakan ibadah shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban. Allah SWT Maha Pengasih memberikan kenikmatan yang luar biasa bagi umat muslim yang beriman.

Allah SWT sangat mencintai saat amalan kebaikan dilakukan pada saat bulan Dzulhijah. Seperti yang dijelaskan pada Hadits Riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّام. يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ. (رواه البخاري) 

Artinya : “Tidak ada hari di mana amal kebaikan saat itu lebih dicintai oleh Allah SWT daripada hari-hari ini. Rasulullah menghendaki 10 hari (awal Dzulhijjah). Lantas para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (mati syahid).” 

IHRAM

Jamaah Haji Haid Saat Hendak Tawaf dan Harus Segera Pulang, Harus Bagaimana?

Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita.

Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita. Sebagian jamaah haji mengonsumsi obat untuk menghentikan haid sementara.

Bagaimana dengan jamaah haji yang tidak mengonsumsi obat tersebut sedangkan jadwal menstruasi bertepatan dengan saat ia hendak tawaf? Dalam buku Tuntunan Manasik Haji terbitan Kementerian Agama disebutkan sejumlah kekhususan haji bagi jamaah perempuan.

Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haid sebelum selesai umroh, maka ia harus melakukan sejumlah hal.

a. Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur.

b. Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing.

8. Jika jamaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah:

a. Menunda tawaf dan menunggu sampai suci jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan.

b. Meminum obat sekadar untuk memampatkan kucuran darah jika dia adalah jamaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air.

c. Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haid mampat dalam durasi yang cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran.

Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidnya mampat, jamaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf.

Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i.

d. Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haid melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.

e. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jamaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan tawaf ifadhah. Jamaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.

IHRAM

Aturan Haji Diperketat

Pengetatan untuk menjamin keselamatan jamaah haji.

Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah menegaskan pihaknya akan lebih memperketat aturan haji tahun ini, dan akan menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang melanggar aturan tersebut.

“Pengetatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan para jamaah haji secara umum, termasuk jamaah haji asal Indonesia,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta.

Pemerintah Arab Saudi telah siap menyambut kedatangan calon jemaah haji Indonesia yang mencapai 241.000 orang tahun ini, katanya seraya menekankan bahwa pemerintahnya juga terus memberikan perhatian pada pelaksanaan haji melalui jalur resmi.

 “Tidak ada lagi istilahnya haji ilegal,” Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah  yang mengaku senang kembali berada di Indonesia dalam kunjungannya dari 29 April hingga 2 Mei.

“Sangat senang sekali berada di Indonesia. Kunjungan tahun ini merupakan yang kedua setelah kunjungan pada 2022,” katanya.

Dalam konferensi pers itu, dia lebih lanjut mengatakan Kerajaan Arab Saudi tahun ini juga mulai menggunakan sistem bernama aplikasi nusuk. yakni smart card yang mempermudah para jemaah haji.

“Aplikasi ini baru diperkenalkan pertama kalinya di Indonesia, dan ini memudahkan pergerakan jamaah haji Indonesia selama melakukan ibadah haji,” katanya.

Smart card adalah kartu yang dibuat khusus untuk memberikan pelayanan kepada jamaah haji, yang memuat informasi tentang haji dan membantu jamaah untuk mengetahui lokasi-lokasi yang ada di tempat pelaksanaan ibadah haji.

Adapun pelaksanaan umroh tahun ini akan kembali dibuka pada 14 Dzulhijah yakni sepekan setelah pelaksanaan ibadah haji, katanya menambahkan.

IHRAM

Konsep Taubat antara Islam & Stoikisme

Konsep taubat dalam Islam dan Stoikisme memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dalam hal pandangan mereka tentang penyesalan dan perbaikan diri. Nah artikel ini akan membahas tentang konsep taubat antara Islam dan Stokisme.

Kehidupan selalu dipenuhi rasa takut akan penderitaan dan musibah. Padahal rasa takut itu adalah bayangan yang kita ciptakan sendiri. “Dunia bukan dilihat sebagaimana adanya, tapi bagaimana kita bersikap”.

Di kehidupan modern, perubahan sosial, mulai dari gaya hidup, kebutuhan hidup, keinginan hidup, apakah selalu di kontrol dengan arus fyp, viral, hedon, flexing, konsumerisme?.

Kehidupan modern penuh dengan pernak- perniknya yang sebenarnya itu manipulatif dengan segala dramanya. Maka tak heran sekali banyak kasus bunuh diri karena stress, menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, sekitar 971 kasus bunuh diri di Indonesia selama periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka itu sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang 2022 yang jumlahnya 900 kasus. (Imami Teguh, 2024) 

Banyaknya kejadian tersebut merupakan efek gilanya hidup di kehidupan modern ini. Maka daripada itu pentingnya kita untuk bertaubat, kembali kepada Tuhan yang maha pencipta, dan bertaubat dengan menyadari kehidupan adalah anugrah terbesar yang kita miliki, dengan memahami filsafat stoikisme untuk menghadapi hidup yang rumit ini.

Konsep Taubat Islam dengan Stoikisme

Pengertian taubat secara linguistik menurut  Ghazali adalah “kembali” (ruju’), berdasarkan Etimologi, Kata tobat berasal dari Bahasa Arab yakni taubah: taaba-yatuubu-taubatan yang berarti kembali dari kemaksiatan ke ketaatan, kembali dari jalan yang jauh ke  jalan yang dekat. Imam Haramain (Abdul Marri al-Juwayni) mengatakan bahwa bertaubat berarti melepaskan keinginan untuk  melakukan kejahatan seperti sebelumnya demi mengagungkan Allah  dan menjauhkan diri dari murka. (Rozalina Erba, 2017)  

Taubat dalam perspektif islam memiliki pengertian dan makna yang luas untuk menata kembali kehidupan manusia. Bertaubat berarti ia telah meninggalkan dosanya dan Allah telah mengampuni serta menyelamatkannya dari dosanya. 

Tetapi dalam hubunganya dengan Filsafat Stoikisme, yang didirikan Ajaran pertama kali dibawa oleh Zeno dari Cizio tepatnya di pulau Siprus 333 SM- 263 SM. Zeno mulai mempelajari filsafat pada sebuah akademi yang didirikan Plato pada tahun 300 SM. (STF Widya Sasana, 2014)

Selanjutnya Zeno mendirikan sebuah akademi miliknya sendiri di depan teras yang diberi nama Stoa. Stoikisme juga mengajarkan Taubat yakni mengajarkan manusia agat kembali memahami kodrat, dan kendali pada dirinya. Kata Zeno hidup sebenarnya ada di dalam diri manusia. Kebahagiaan menurut stoikisme adalah hidup sesuai dengan kodrat (amor faith). Walaupun stoikisme menolak metafisika dan memasukkannya ke dalam fisika, tapi konsep tersebut ada hubunganya. 

Hubungan Konsep keduanya

Dalam hubungannya islam dan stoikisme ada titik penekanan yakni makna “kembali”, yang artinya manusia harus kembali (bertobat) dari dosa (pikiran yang buruk) kepada keselarasan alam (nature).

Taubat atau tobat tidak selalu berurusan dengan masalah dosa tapi masalah pikiran- tindakan, kita yang seharusnya tidak mengikuti keinginan arus yang berlebihan. Taubat sebenarnya mempunyai 3 (tiga) makna berturut-turut, yaitu ilmu dan kesadaran (‘ilm), keadaan hati (hal) dan perbuatan (fi’il).  (Rozalina Erba, 2017)  

Dalam Taubat Islam dan Stoikisme adalah bagaimana usaha manusia menemukan kesadaraanya kembali, untuk memahami apa yang ada di dalam dirinya. Filsuf Epictetus yang hidup di sekitar tahun 55 – 135 mengutarakan hal serupa:

“Tugas utama dalam hidup adalah mengenali dan memisahkan hal-hal eksternal yang tidak di bawah kendali saya, dan yang berkaitan dengan pilihan yang benar-benar saya kendalikan.”- Epictetus (Pandiangan, 2021) 

Manusia kerap kali kehilangan dirinya di tengah- tengah arus yang hebat, maka perlunya untuk mengenali dirinya sendiri, karena ada maqolah yang mengatakan,

ُمَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه

Artinya, “Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.

Mengenal Tuhan adalah kebahagiaan dan kebajikan tertinggi, atau socrates mengatakan kebahagiaan tertinggi (eudaimonia). Pada dasarnya banyak persamaan konseptual antara Al-Qur’an dan filsafat Stoa mengenai hakikat kebahagiaan.

Karena Al-Qur’an merupakan pedoman yang mendorong manusia untuk menggunakan akal sehatnya, seperti terlihat pada ungkapan afala tatafakkarun, afala ta’qilun, afala yatadabbarun, yang semuanya merupakan idiom Al-Qur’an dan berkaitan dengan pentingnya mengedepankan akal sebagai metode untuk mencapai kebenaran memiliki kesamaan dengan Al-Quran, yaitu mendorong pentingnya penggunaan akal. ( Rahman Taufik, Dkk, 2022) 

Mulai Bertobat Mengontrol Emosi dan Mengendalikan Pikiran

Terkadang kita selalu, kewalahan menuruti hal eksternal dalam kehidupan kita, seperti opini, tingkah buruk manusia lain, pencapaian orang lain, harta, kekayaan, jabatan. Membuat kita stress berlebihan dan terlena akan dunia. Itu juga dosa kita, jika kita tidak segera bertaubat, dan memahami keselarasan alam. Seperti Epictetus mengatakan,

“Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi 

inginkan hidup terjadi apa adanya, dan jalanmu akan baik adanya.”- Epictetus

Jalanilah kehidupan kita dengan harapan yang sesuai dengan kemampuan kita, dan berhenti untuk menyalahkan keadaan ataupun diri sendiri, itu juga sebenarnya dosa besar kita, yang akhirnya kita tidak sabar dan bersyukur atas kehidupan ini, lalu mengakhiri kehidupan kita, naudzubillah min dzalik.

Dengan memahami tobat dari kedua konsep tersebut seharusnya, kita bisa lebih mengetahui bahwasanya kebahagiaan itu diciptakan oleh kita, melalui sikap, keputusan, komitmen kita dalam berjuang. 

“Anda memiliki kekuatan atas pikiran

Anda─bukan atas peristiwa yang di luar.

Sadarilah ini, dan Anda akan menemukan

kekuatan.” ─ Marcus Aurelius.

Demikian penjelasan terkaitkonsep Taubat antara Islam & Stoikisme. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Apakah Sains Bertentangan dengan Agama? (Bag. 1)

“Ayat ini bertentangan dengan Sains! Hadis ini tidak masuk akal!”

Demikianlah, salah satu ucapan yang menggambarkan kesalahpahaman terhadap Islam yang sering ditemukan di kalangan para intelektual dan semisalnya. Miskonsepsi tersebut adalah dugaan adanya pertentangan antara sains dan syariat atau pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama.

Sebagian orang merasa tidak memiliki masalah terhadap syariat dan informasi-informasi di dalamnya. Mereka menganggap bahwa agama adalah salah satu sumber pengetahuan. Akan tetapi, di benaknya ia merasa ada pertentangan antara dalil tertentu dengan fakta ilmiah tertentu. Kemudian ia menganggap bahwa fakta ilmiah tersebut harus didahulukan.

Sebagian orang lainnya menganggap bahwa dalil apa pun sudah pasti benar, tanpa mengecek validitas dalil tersebut. Oleh karenanya, apabila ia temukan pertentangan antara agama dan sains, ia langsung buru-buru menyalahkan sains, dan membela dalil tersebut. Padahal, bisa jadi, dalil yang ia gunakan tidak sahih dan sains yang ia salahkan adalah fakta aksiomatis yang tidak bisa diganggu gugat kebenarannya.

Lantas, bagaimanakah posisi yang tepat dalam masalah ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami sajikan dalam bentuk poin-poin.

Pertama: Kepastian dalil agama dan sains bertingkat-tingkat

Di antara faktor yang melahirkan permasalahan ini adalah anggapan bahwa dalil agama dan sains berada dalam satu tingkatan kekuatan, baik dari sisi validitas informasi ataupun penafsirannya. Padahal, faktanya tidaklah demikian. Dalil agama dan sains keabsahannya bertingkat-tingkat.

Dalil agama ada yang pasti benar dari sisi periwayatan dan penafsirannya, ada pula yang bersifat dugaan. Sebagai contoh, Al-Qur’an, dari awal hingga akhir, diriwayatkan secara mutawātir, yaitu sekelompok orang meriwayatkan dari sekelompok orang sampai bersambung ke Nabi ﷺ. Oleh karena itu, tingkat validitas seluruh informasinya adalah pasti. Namun, pemahaman terhadap dalālah atau maksud dari ayat-ayatnya bertingkat-tingkat. Ada yang pasti, tidak ada perselisihan dalam memahami maksud ayat tersebut. Ada pula yang bersifat dugaan, sehingga perlu dikembalikan tafsirnya kepada ulama untuk memahami maksudnya dengan benar.

Contoh ayat yang maksudnya pasti adalah,

Allah Ta’āla berfirman

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa.’” (QS. Al-Ikhlas: 1)

Maksud ayat tersebut bersifat pasti, yaitu Allah adalah Esa. Ayat tersebut tidak dapat dipahami dengan pemahaman lainnya. Seseorang tidak bisa mengalihkan maknanya ke makna lain, seperti Allah tidak esa, atau Allah adalah dua.

Contoh dugaan pertentangan ayat Al-Qur’an dan sains

Adapun ayat berikut adalah contoh pemahaman maksud ayat yang tidak pasti, sehingga perlu dikembalikan maknanya kepada ulama tafsir. Allah Ta’āla berfirman,

حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِى عَيْنٍ حَمِئَةٍۢ …

Hingga ketika dia telah sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam…” (QS. Al-Kahfi: 86)

Pemahaman secara tekstual terhadap ayat tersebut adalah bahwasanya matahari terbenam di laut yang berlumpur hitam. Sedangkan konsensus sains mengatakan bahwa bumi berotasi mengitari matahari, bukan matahari yang masuk ke dalam bumi. Pertanyaannya, apakah pemahaman bahwa matahari terbenam ke dalam laut berlumpur tersebut benar atau salah? Jawabannya tentu saja salah.

Para ahli tafsir bersepakat bahwa maksud matahari terbenam ke dalam laut adalah terbenam dari perspektif orang yang melihatnya. Maknanya, orang yang menyaksikan matahari terbenam di sore hari seakan-akan melihatnya masuk ke dalam laut yang berlumpur hitam. Hal ini menunjukkan luasnya penggunaan ekspresi kalimat dalam khazanah bahasa Arab.

Hal ini sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Al-‘Utṣaimīn rahimahullah dalam menafsirkan ayat tersebut,

﴿وَجَدَهَا تَغْرُبُ﴾ في هذه العين، ومعلوم أنها تغرب في هذه العين الحمئة حسب رؤية الإنسان، وإلَّا فهي أكبر من الأرض، وأكبر من هذه العين الحمئة وأعظم، …لكن لا حرج أن الإنسان يُخْبِر عن الشيء حسب رؤيته إياه.

“‘Dia melihatnya terbenam …’ ke dalam air laut tersebut. Sebagaimana diketahui, bahwa matahari terbenam ke dalam laut berlumpur hitam berdasarkan penglihatan manusia, karena matahari lebih besar dibandingkan bumi dan laut berlumpur hitam tersebut. Akan tetapi, tidak mengapa seseorang mengabarkan sesuatu berdasarkan perspektif ia melihat.[1]

Oleh karena itu, dugaan pertentangan di sini muncul dari kekeliruan memahami maksud ayat. Apabila ayat dipahami secara tepat, maka hilanglah dugaan pertentangan tersebut.

Contoh dugaan pertentangan hadis dan sains

Adapun hadis, maka validitasnya bertingkat dari sisi periwayatan dan pemahaman. Berdasarkan periwayatannya, ada hadis yang derajatnya sahih dan ada yang di bawah itu. Demikian pula, dari sisi penafsiran maksud hadis, ada yang bersifat pasti dan ada yang bersifat dugaan.

Sebagai contoh adalah hadis yang diriwayatkan secara marfū‘ oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

من حدّث حديثًا فعطس عنده فهو حقٌّ

Barangsiapa yang berbicara suatu ucapan kemudian bersin, maka ucapan tersebut benar.[2]

Hadis ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang bersin ketika berbicara, maka ucapannya benar dan jujur. Apakah hal ini terbukti benar?

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Seandainya ada yang menilai hadis ini sahih, tetap secara insting inderawi terasa palsu. Sebab, kita menyaksikan ada orang yang bersin, sedangkan kebohongan tetap berjalan. Seandainya ada seratus orang bersin ketika meriwayatkan sebuah hadis Nabi ﷺ, maka tidak dapat dianggap sahih hanya karena bersin, dan seandainya mereka bersin ketika bersaksi sebuah persaksian dusta, tidak bisa dibenarkan persaksiannya.[3]

Perhatikanlah bagaimana Ibnul Qayyim rahimahullah menjadikan indera dan observasi terhadap realita sebagai bukti kebatilan hadis tersebut. Demikianlah faktanya, hadis tersebut berstatus sangat lemah atau bahkan palsu, sebagaimana dijelaskan beberapa ulama seperti Asy-Syaukāni [4] dan Al-Albāni [5]. Sehingga, tidak dapat dikatakan adanya pertentangan antara hadis dan sains. Karena hadis tersebut tidak sahih, artinya ia bukan ucapan Nabi ﷺ.

Oleh karena itu, hakikat pertentangan di sini adalah antara observasi inderawi yang pasti dan dalil yang lemah, sehingga yang harus dimenangkan adalah observasi inderawi yang pasti.

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

Disarikan dari kitab Zukhruf Al-Qaul bab 8 berjudul a Mukhālifun lil-‘Ilmi dan The Divine Reality Chapter 12 berjudul Has Science Disproved God?

Catatan kaki:

[1] Tafsīr Ibn Al-‘Utṣaimīn, Al-Kahf, hal. 127.

[2] HR. Abu Ya’la di dalam Musnad Abi Ya’la, no. 6352.

Sumber: https://muslim.or.id/93297-apakah-sains-bertentangan-dengan-agama-bag-1.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Andai ini Salat Terakhirku

Bagaimana jika salat yang akan kita laksanakan setelah ini adalah salat terakhir kita sebagai makhluk yang bernyawa? Anggaplah kita tahu bahwa setelah salat ini nanti, malakul maut akan datang menjemput dan mencabut nyawa kita. Kita akan berpisah dengan orang-orang tercinta dan bersiap untuk menghadap Allah Ta’ala, serta mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan selama hidup di dunia.

Ibadah yang merupakan amalan pertama dihisab pada hari akhir itu ternyata menjadi persembahan terakhir kita kepada Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا

Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah salat. Maka, jika salatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika salatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari salat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki salat sunah.’ Maka, disempurnakanlah apa yang kurang dari salat wajibnya. Kemudian, begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi no. 413 dan An-Nasa’i no. 466 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini sahih.)

Barulah kita menyadari bahwa, di dalamnya terdapat waktu mustajabnya doa (ketika sujud). Di mana kita masih dapat memohon pengampunan dari Allah Ta’ala atas segala dosa selama hidup. Salat di mana kita berserah diri kepada Allah Ta’ala, mengakui kebesaran-Nya tatkala mengucap takbiratulihramAllahu Akbar”.

Kemudian, kita merenungi setiap kalimat dan kata di kala melantunkan surah Al-Fatihah, melakukan rukuk, iktidal, dan sujud dengan begitu tumakninahnya karena menyadari bahwa ibadah tersebut merupakan penutup amalan kita selama hidup di dunia. Tentu, menangislah diri kita sejadi-jadinya berharap kesempatan terakhir dalam ibadah kepada Allah Ta’ala tersebut. Terbayang dosa-dosa yang pernah dilakukan, rasa cemas yang begitu tinggi, serta harapan yang besar agar mendapat ampunan dari Allah Ta’ala sebelum ajal menjemput.

Salat dan prioritas ibadah

Salat merupakan ibadah yang paling fundamental dalam Islam. Ibadah salat merupakan sarana di mana seorang hamba berkomunikasi dengan Rabb-Nya. Renungkanlah bacaan-bacaan dalam salat mulai dari takbiratulihram hingga salam. Semua kalimat tersebut merupakan zikir pengagungan kepada Allah Ta’ala dan doa-doa agung yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Rabbnya.

Bagaimana mungkin sepanjang melantunkan zikir dan doa kepada Allah, kita tidak mampu khusyuk dan benar-benar memahami bacaan yang kita ucapkan?

Padahal, sangat jelas bahwa dalam setiap ayat yang kita baca dalam surah Al-Fatihah, Allah Ta’ala menjawab lantunan kita tersebut. Karena pada setiap bacaan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Maka, Allah Ta’ala akan berfirman,

حَمِدَنِي عَبْدِي

Hamba-Ku memuji-Ku.”

Adapun dalam setiap bacaan,

الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Allah Ta’ala pun menjawab,

أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي

Hamba-Ku menyanjung-Ku.

Begitu juga, dalam setiap bacaan,

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Maka, Allah juga membalasnya dengan kalimat,

مَجَّدَنِي عَبْدِي

Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” (HR. Muslim no. 395, Ahmad no. 7291, dan yang lainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Namun, kenyataannya, sebagian besar dari kita masih belum memprioritaskan salat sebagai momen paling berharga sepanjang kehidupan yang diberikan oleh Allah Ta’ala setiap waktu. Padahal, saat salatlah seharusnya kita benar-benar mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah Ta’ala dengan fisik yang prima, pakaian terbaik, dan ilmu yang mumpuni tentang salat.

Seseorang yang memiliki fisik yang prima tentu akan dengan mudah melakukan rangkaian gerakan salat dengan baik, tumakninah, dan kesesuaian dengan petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu pula, pakaian terbaik disertai dengan wewangian terbaik pula sebagai tanda persiapan maksimum sebelum bertemu dengan Allah Ta’ala dalam salat. Serta, ilmu yang mumpuni, dengannya seorang hamba dapat menyempurnakan ibadah salatnya sesuai dengan ketentuan sunah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ikhtiar memaksimalkan kekhusyukan

Ditegaskan pula bahwa salat menempati urutan prioritas untuk dipertanggungjawabkan seorang muslim dalam rukun Islam setelah syahadatain. Karena keislaman seseorang tidak akan utuh tanpa melaksanakan salat sebagai kewajiban utamanya sebagai seorang muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan salat; menunaikan zakat; menunaikan haji (ke Baitullah); dan berpuasa Ramadan.” (HR. Bukhari no. 8; Muslim no. 16 dari Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma.)

Oleh karenanya, pahami dan sadarilah bahwa kedudukan salat adalah sungguh sangat agung dalam Islam. Persiapkan diri dengan semaksimal mungkin sebelum melaksanakan ibadah mulia ini, seperti:

Pertama: Memohon kemudahan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala;

Kedua: Membulatkan tekad dan azam untuk memprioritaskan salat dari segala urusan duniawi lainnya;

Ketiga: Senantiasa menambah ilmu tentang fikih salat agar wawasan terhadap ibadah mulia ini selalu bertambah dan dapat mendekati kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan petunjuk sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam;

Keempat: Mengatur pengingat 10 menit sebelum waktu salat dengan niat mendapatkan saf pertama di masjid (bagi kaum pria);

Kelima: Menjaga wudu agar selalu siap tatkala masuk waktu salat;

Keenam: Menyiapkan pakaian salat di tempat tertentu agar mudah mengenakannya atau senantiasa mengenakan pakaian yang tertutup aurat agar memudahkan diri melaksanakan salat secara tepat waktu;

Ketujuh: Senantiasa menyiapkan wewangian dan siwak agar terjaga dari bau yang tidak sedap tatkala menghadap Allah Ta’ala;

Kedelapan: Memaksimalkan kekhusyukan setiap melaksanakan salat dan menganggap bahwa salat tersebut adalah ibadah terakhirnya;

Kesembilan: Memahami seluruh kata dan kalimat yang diucapkan dalam salat serta berupaya mentadaburinya;

Kesepuluh: Memutus setiap pikiran dan khayalan yang timbul saat sedang menunaikan ibadah salat.

Menyadari kelemahan saat menunaikan salat

Banyak hal yang dapat menggiring dan menjauhkan kita dari fokus untuk dapat khusyuk setiap kali melaksanakan salat. Di antaranya adalah kesadaran diri dan benteng diri dari setan.

Kadangkala, kita mengalami kurang fokus saat melaksanakan salat. Terpikir hal-hal yang sejatinya tidak terpikirkan ketika sedang tidak salat. Bahkan, ayat-ayat yang dibacakan mungkin benar secara tajwid, tapi satu huruf pun kadang tak mampu direnungi makna dan maksudnya. Wal’iyadzubillah. Padahal, jelas ditegaskan bahwa dalam salat seharusnya kita memahami apa yang kita baca. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ

Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan.” (QS. An-Nisa: 43)

Sering pula, kita diganggu oleh setan dengan berbagai cara, mulai dari rasa was-was apakah wudu batal atau tidak, terbayang permasalahan duniawi, bahkan bacaan Al-Qur’an yang terganggu karena pikiran sedang kacau. Maka, segeralah memohon perlindungan kepada Allah dan tiup/meludahlah ke sebelah kiri sebanyak tiga kali.

Renungkanlah riwayat berikut ini. Dari Abul ‘Ala’ bahwa ‘Utsman bin Abil ‘Ash mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan mengganggu salat dan bacaanku, ia menggodaku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda,

ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا ». قَالَ فَفَعَلْتُ ذَلِكَ فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّى.

Itu adalah setan, ia disebut dengan Khinzib. Jika engkau merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan tersebut. Kemudian ludahlah ke sebelah kirimu sebanyak tiga kali.” ‘Utsman kemudian melakukan seperti itu, lantas Allah mengusir setan itu darinya. (HR. Muslim no. 2203)

Nikmatnya salat khusyuk

Betapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menikmati ibadah salatnya sampai-sampai Nabi berucap bahwa salat merupakan bagian dari perkara kesenangan duniawinya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

حُبِّبَ إليَّ مِن الدُّنيا النساءُ والطِّيب، وجُعِلَتْ قُرَّةُ عيني في الصلاة

Diberikan kepadaku dari perkara dunia adalah senang kepada wanita dan minyak wangi. Dan ketentramanku dijadikan ada pada salatku.” (HR. An-Nasa’i no. 3939)

Begitu pula, banyak riwayat yang menceritakan bahwa para sahabat dahulu ketika di medan perang tertusuk panah tajam pada tubuhnya. Ia tidak rela untuk dicabut, kecuali saat sedang melaksanakan salat, saking khusyuknya. Mereka menyadari bahwa orang-orang yang istikamah dan khusuk dalam salatnya adalah mereka orang-orang beriman yang beruntung.

Allah Ta’ala berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 1-2)

Dari Abi Ayyub radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ

Apabila engkau mendirikan salat, maka salatlah seperti salatnya orang yang akan berpisah.” (Hadis hasan. Dikeluarkan oleh Ahmad, 5: 412; Ibnu Majah no. 417; Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 1: 462; Al-Mizzi, 19: 347; dan Lihat Ash-Shahihah no. 401.)

Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah Ta’ala yang diberikan karunia kekhusyukan dalam salatnya. Menghadirkan perasaan bahwa salat tersebut merupakan ibadah terakhir dalam hidup karena memang sejatinya tidak ada yang tahu kapan ajal menjemput. Bisa jadi setelah salat tersebut, itu benar-benar waktu ajal kita tiba. Maka, persembahkan kualitas ibadah terbaikmu pada setiap salat-salatmu. Wallahua’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/93417-andai-ini-salat-terakhirku.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Hindari Heat Stroke Saat Berhaji, Salah Satunya Minum Segelas Air Sejam Sekali

Akan lebih baik apabila diminum bersama oralit.

Praktisi kesehatan masyarakat Ngabila Salama mengatakan terdapat dua permasalahan kesehatan yang sering terjadi saat ibadah haji, yaitu kelelahan dan serangan panas (heat stroke), sehingga perlu ada persiapan yang baik sebelum ibadah itu.

Ngabila mengatakan awal dari kedua masalah itu adalah dehidrasi. Dehidrasi kemudian berkembang menjadi kelelahan karena panas, mengingat temperatur di sana mencapai 45 derajat Celsius, yang akhirnya menjadi serangan panas.

“Kenapa bisa terjadi? Karena kita terpapar sinar matahari yang luar biasa dan kita kurang minum. Makanya tadi ada yang namanya Gerus dan Gerah. Gerus, gerakan minum tanpa menunggu haus,” katanya dalam ‘Fisik Sehat, Haji Mabrur’ yang disiarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta, Jumat (3/5/2024).

Dia menyebutkan ketika ada yang terkena serangan panas, orang tersebut tak sadarkan diri, hemodinamikanya tidak stabil, tensinya sangat tinggi. Hal itu dapat menyebabkan henti jantung, bahkan kematian apabila tidak ditangani secara cepat.

Ngabila mengatakan jamaah haji harus konsumsi cairan selama satu jam sekali, yaitu 200 cc atau satu gelas. Akan lebih baik apabila diminum bersama oralit. Oralit tak hanya untuk mengobati diare pada anak-anak, namun juga untuk menjaga keseimbangan elektrolit selama beribadah.

“Karena kita banyak keringat. Otomatis kan elektrolit di dalam tubuh kita keluar lewat keringat. Jadi, itu harus digantinya bukan cuma air, tapi elektrolit,” katanya.

Untuk melindungi diri dari panas, jamaah perlu menyemprot wajah dengan air sesering mungkin. Sejumlah barang yang perlu dipersiapkan, antara lain payung, topi berdaun lebar yang berwarna cerah agar memantulkan cahaya serta kurma.

Menurutnya, kurma sangat penting untuk menjaga fisik agar tidak kekurangan kadar gula atau hipoglikemi. “Lalu kita juga penting memakai masker. Masker medis itu untuk menjaga kelembapan di saluran nafas dan juga saluran mulut kita,” katanya.

Dia juga mengatakan penting untuk menyiapkan kantong plastik untuk menyimpan alas kaki karena di sana orang sering kehilangan alas kaki, dan akhirnya orang berjalan tanpa alas kaki. Dampaknya, kata dia, terjadi serangan panas secara langsung.

“Saat kelelahan yang paling penting adalah ya kita jangan memaksakan diri. Beribadahlah kita tahu kondisi diri kita. Yang paling tahu kondisi diri kita adalah kita sendiri,” ujar Ngabila.

Menurutnya, pola pikir yang harus diterapkan adalah berangkat sehat sama-sama, pulang sehat sama-sama. Dia menilai paradigma dimana meninggal di Arab Saudi, Madinah, atau  Makkah adalah sesuatu yang keren perlu dihilangkan.

“Masih banyak keluarga tercinta kita yang benar-benar menanti kita,” katanya.

IHRAM