Bangkit dari Kesedihan

Kesedihan hendaknya tidak berlarut-larut hingga melahirkan keburukan.

Manusia tidak akan terlepas dari teka-teki kehidupan yang istimewa. Teka-teki konstruktif yang lahir dari kasih sayang Sang Pencipta. Ada saatnya bersukacita, ada saatnya pula berdukacita. Semua itu hadir sebagai anugerah yang indah dari Yang Maha Mulia.

Dari Anas bin Malik RA ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit utang, dan dari kekuasaan.” (HR Bukhari).

Hadis ini menjelaskan tentang pentingnya bangkit dari kesedihan. Upaya pengelolaan diri agar dapat bersikap tepat dalam menghadapi setiap keterpurukan. Kesedihan hendaknya tidak berlarut-larut hingga melahirkan keburukan.

Rasulullah SAW telah mengajarkan kita agar bersikap optimistis dalam mengarungi kehidupan. Menegasikan sikap pesimistis, hingga melahirkan spirit optimal dalam menghadapi setiap keterpurukan. Ikhtiar, doa, dan tawakal secara maksimal karena-Nya menjadi kunci utama lahirnya solusi setiap permasalahan.

Sungguh, Allah melarang kita bersikap lemah dan menganjurkan kepada kita agar bersikap optimis. Sikap lemah hanya akan membuat diri kita berputus asa dan larut dalam kesedihan. Bahkan, hingga berprasangka buruk kepada-Nya.

Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS at-Taubah: 40). 

Sikap optimistis melekat pada pribadi mukmin sejati. Menjadikan prasangka baik kepada-Nya sebagai modal elite dalam mengarungi peliknya kehidupan. Membuang jauh-jauh kesedihan yang akan melahirkan keputusasaan.

Dari Abu Hurairah RA ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku saat sendirian, aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingatku di dalam suatu kumpulan, aku akan mengingatnya di dalam kumpulan yang lebih baik dari pada itu (kumpulan malaikat).” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketahuilah, kesedihan merupakan suatu hal yang paling disenangi oleh setan. Ibnu Al-Qoyyim pernah mengemukakan bahwa kesedihan adalah kondisi yang buruk dan tidak baik untuk hati kita. Suatu hal yang paling disenangi setan ialah membuat sedih setiap hamba-Nya. Hingga menghentikannya dari beramal baik dan menahannya dari kebiasaan baik.

Sungguh, Allah SWT tidak ingin melihat hamba-Nya bersedih, bahkan hingga larut dalam kesedihan. Ia senantiasa menjamin setiap ciptaan-Nya agar mendapatkan kebahagiaan. Allah SWT berfirman, “Kami tidaklah menurunkan Alquran ini kepadamu untuk membuatmu susah.” (QS Thaha: 2).

Karenanya, sungguh beruntunglah ia yang menjadikan Alquran sebagai solusi setiap kesedihan dan pedoman kebahagiaan dalam perjalanan kehidupan. Dari Ibnu Mas’ud RA ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari Alquran, maka baginya satu pahala kebaikan. Setiap satu pahala kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala kebaikan. Aku tidak berkata “Alif, lam, mim” itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR Tirmidzi).

Wallahu a’lam.

OLEH MUHAMAD YOGA FIRDAUS

REPUBLIKA.id

Peluang Haji 2021 Setelah Ada Vaksinasi Covid-19

Penyelenggaraan ibadah haji 2021 masih situasional.

Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menilai belum ada tanda-tanda Pemerintah Arab Saudi akan membuka Haji secara normal tahun 2021. Komnas menilai keberangkatan haji, semua tegantung hasil penanganan pandemi.

“Musim haji tahun 2020 menjadi memori yang kurang baik bagi jutaan jemaah haji  baik di tanah air,” katanya saat berbincang dengan Republika, Selasa (19/1)

Pada tahun 2020 akibat dikepung Covid-19 pemerintah Saudi tidak mengizinkan jamaah haji dari luar negaranya mengikuti ibadah tahunan tersebut. Maka dari itu ibadah haji diselenggarakan dengan sangat terbatas.

Menurutnya, penyelenggaraan ibadah haji 2021 akan dibuka terbatas atau bisa kembali normal spereti tahun-tahun sebelumnya atau tidak akan dintentukan oleh penanganan pandemi di negara masing-masing. Karena menyangkut keselamatan jiwa ribuaan nyawa manusia.

Kata dia, memang saat ini sedang digalakkan vaksinasi di berbagai negara, akan tetapi program tersebut belum menjadi jaminan pandemi Covid-19 segera mereda dan haji bisa dijalankan normal. Semua itu tergantung kondisi pandemi.

“Maka kebijakan haji akan tergantung pada perkembangan hasil vaksinasi,” katanya.

Mustolih mengatakan, Arab Saudi sebagai negara tuan rumah tentu akan sekuat tenaga mendorong pengendalian Covid melalui vaksinasi, sebab negara ini sudah sangat terpukul dan banyak kehilangan devisa. Mulai dari haji dan umrah yang menjadi andalan pemasukan keuangan negara para pangeran tersebut.

Indonesia juga demikian, sangat berharap 2021 jamaah haji bisa berangkat seperti tahun-tahun sebelumnya karena jika ditunda atau dilaksanakan terbatas maka dampak jemaah yang antri berangkat haji akan mamin panjang. Sementara itu penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) makin terpuruk karena terus merugi.

“Hal ini tentu tidak diinginkan. Maka itu pengendalian covid-19 menjadi tanggungjawab bersama, bukan saja pemerintah termasuk program vaksinasi,” katanya.

IHRAM

Tiga Hal Yang Menyeretmu Pada Kelalaian

Allah Swt Berfirman :

وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ

“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS.Al-A’raf:179)

Dalam ayat lain Allah Swt Berfirman :

وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ

“Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah.” (QS.Al-A’raf:205)

Kelalaian dalam arti syar’inya adalah suatu keadaan dimana seorang manusia kehilangan fokus atau perhatiannya kepada Allah dan kepada apa-apa yang diinginkan oleh Allah kepadanya.

Kelalaian juga bisa bermakna lupa akhirat dengan mengikuti syahwat duniawi dan terlena dengannya.

Lalu apa saja sebab-sebab yang membuat seseorang lalai dari Allah Swt ?

1. Tenggelam dalam kecintaan pada dunia.

Pikiran seorang yang menjadikan dunia sebagai ambisi terbesar dalam hidupnya akan selalu dipenuhi dengan hal-hal duniawi dan bagaimana cara ia meraih dunia sebanyak-banyaknya. Ia tidak akan mengingat hal lain selain urusan dunianya. Maka bila ia hidup dalam keadaan lalai seperti ini, maka ia tidak akan pernah mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah Swt.

إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَٱطۡمَأَنُّواْ بِهَا وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِنَا غَٰفِلُونَ – أُوْلَٰٓئِكَ مَأۡوَىٰهُمُ ٱلنَّارُ بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan (kehidupan) itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka, karena apa yang telah mereka lakukan.” (QS.Yunus:7-8)

2. Salah satu sebab terbesar yang menjadikan seseorang lalai dari Allah dan dari akhirat adalah dosa-dosa.

Dosa membawa pengaruh yang sangat dahsyat terhadap jiwa manusia. Dosa menjadikan hati gelap dan berkarat sehingga lalai dari mengingat Allah dan mengingat kehidupan setelah kematian.

Rasulullah Saw bersabda :

“Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan satu dosa, maka akan ada titik hitam didalm hatinya. Apabila ia beristighfar dan bertaubat maka hilanglah titik hitam itu dari hatinya. Namun apabila ia terus mengulang dan kembali maka titik hitam itu terua bertambah hingga hatinya berkarat. Dan itulah yang disebutkan dalam Firman Allah :

كَلَّاۖ بَلۡۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS.Al-Muthaffifin:14)

3. Dan sebab selanjutnya yang menjadikan manusia lalai adalah berteman dengan ahli maksiat.

Teman yang buruk selalu berusaha menghias keburukannya menjadi sesuatu yang wajar dan bahkan baik. Sehingga ia akan menyeret temannya untuk melakukan hal yang sama dan lalai dari Allah Swt.

Al-Qur’an berulang kali mengingatkan kita untuk berhati-hati dengan teman yang buruk, seperti dalam Firman-Nya.

وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا

“Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” (QS.Al-Kahfi:28)

Ketika manusia berteman dengan orang-orang yabg salah maka ia pasti akan menyesal kelak di hari kiamat. Allah Swt menggambarkan hal itu dalam firman-Nya :

يَٰوَيۡلَتَىٰ لَيۡتَنِي لَمۡ أَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيلٗا

“Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku).” (QS.Al-Furqan:28)

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Pahala Membahagiakan Ibu Menurut Imam Hasan Al-Basri

Ibu adalah sosok yang sangat istimewa dan tiada duanya bagi setiap anak. Ibu juga merupakan seseorang yang tempatnya tak akan pernah bisa digantikan siapapun itu, bahkan oleh ayah sekalipun. Sejauh apapun kita pergi baik itu untuk menuntut ilmu, berbakti pada suami atau kerja, ibu tetap menjadi tempat pulang terbaik.

Pengorbanannya untuk kita sungguhlah luar biasa. Bahkan sebesar apapun pengorbanan yang kita lakukan untuk ibu, itu tidak ada bandingannya dengan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya. Ibu adalah tempat kita bersandar di saat kita terpuruk dalam menjalani hidup ini. Tapi terkadang di saat kita mendapat kebahagiaan, kita lupa berbagi dengan ibu.

Memperlakukan ibu dengan baik adalah satu hal yang dianjurkan dalam Islam. Jika banyak cara untuk bisa membahagiakan ibu, mengapa memilih jalan untuk durhaka kepadanya? Pahala yang disiapkan Allah untuk seorang anak yang membahagiakan ibunya adalah sangat istimewa. Dalam kitab Athayib Al Jana dikisahkan:

قال هشام بن حسان: قلت للحسن : أني أتعلم القرأن, وإن أمي تنظرني بالعشاء, قال حسن: تعش العشاء مع أمك تقر به عينها أحب إلي من حجة تحجها تطوعا

Hisyam bertanya kepada Hasan Al Bashri, “aku sedang belajar al Qur’an, sedang ibuku sedang menungguku untuk makan malam. (apakah aku harus berhenti atau meneruskannya?)”, beliau menjawab “makan malamlah bersama ibumu. Sesungguhnya membahagiakan hati ibumu itu lebih utama daripada haji yang sunnah”

Ungkapan “membahagiakan ibu itu lebih utama dari ibadah haji yang sunah” menunjukkan betapa indah dan istimewanya balasan yang diberikan Allah kepada sosok anak yang mau dan bisa membahagiakan ibunya.

Bahkan menurut Imam Hasan al-Bashri dalam keterangan di atas dikisahkan bahwa dalam kondisi sedang belajar Al Qur’an pun, seorang anak lebih dianjurkan untuk menemani ibu makan malam. Dalam artian dengan menemani ibu makan malam, ibu akan menjadi bahagia. Dan hal tersebut sudah menjadi kebaikan yang utama.

Membuat ibu bahagia, hal itu menjadi harapan dan impian kebanyakan anak. Mungkin kita memang belum jadi anak yang sepenuhnya berbakti dan sempurna di mata ibu. Tapi kita rela untuk melakukan berbagai hal dan membuatnya bahagia untuk membuat ibu terus merasa nyaman. Membahagiakan ibu tak harus dengan materi, bahkan kita tak perlu menunggu kaya untuk membahagiakan kedua orang tua kita.

Banyak cara-cara kecil yang sederhana namun mampu memancarkan kebahagiaan pada sosok ibu. Misalnya dengan menemainya makan malam meski sibuk seharian, berbagi cerita tentang hal perkembangan hidup, menjadi pendengar yang baik agar ibu tak merasa sendirian, dan banyak cara-cara sederhana lainnya yang bisa dilakukan. Dengan membahagiakan sosok malaikat yang bernama ibu, kita sudah sebanding dengan mereka yang memiliki keuntungan bisa beribadah haji yang sunnah.

BINCANG MUSLIMAH

Khutbah Jumat: Menyikapi Musibah Januari 2021

Pertengahan Januari 2021, banjir melanda sejumlah wilayah di Indonesia, terutama Kalimantan Selatan. Gempa melanda Sulawesi Barat. Ada pesawat jatuh. Ada jembatan kereta api runtuh. Pandemi corona juga belum sirna. Karenanya Khutbah Jumat Januari 2021 ini mengambil tema Menyikapi Musibah Januari 2021.

Bagaimana sikap seorang muslim menghadapi musibah? Berikut ini kami persembahkan dalam bentuk teks khutbah Jumat:

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ . وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memanjangkan usia kita hingga bisa memasuki tahun 2021 ini. Di tengah banyaknya musibah dan kematian, sungguh merupakan nikmat besar saat kita hidup dalam keimanan. Semoga kelak Allah mematikan kita dalam kondisi beriman pula. Maka marilah kita terus berusaha meningkatkan taqwa kepada-Nya.

Sholawat Nabi dan salam kemuliaan atas Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah memberikan keteladanan kepada kita semua. Bagaimana menghadapi segala hal dalam hidup ini. Baik yang kita sukai sehingga harus banyak bersyukur. Atau apa yang tidak kita sukai sehingga harus bersabar.

Jamaah Jum’at rahimakumullah,
Awal tahun 2021 ini kita dikejutkan dengan banyak musibah. Banjir melanda banyak wilayah di Indonesia, terutama Kalimantan Selatan. Diberitakan ketinggian air hingga 2 meter dan ribuan rumah terendam. Gempa melanda Sulawesi Barat hingga kantor Gubernur ambruk. Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh. Jembatan kereta api di Brebes runtuh. Pandemi corona juga belum sirna, bahkan masih naik angkanya.

Bagaimana sikap kita sebagai muslim menghadapi musibah-musibah ini?

1. Sabar

Sikap pertama sebagai seorang muslim ketika menghadapi musibah atau hal-hal yang tidak ia suka adalah bersabar. Sabar bukan berarti menyerah dan berdiam diri tanpa ikhtiar. Sabar dalam menghadapi musibah adalah meneguhkan diri untuk tidak menyalahkan takdir Allah dan bertahan dalam mentaati-Nya serta menahan diri dari bermaksiat kepada-Nya.

Maka ketika menghadapi musibah, seorang muslim yang sabar tidak akan marah kepada Allah. Tidak akan menyalahkan Allah. Kalimat pertama yang ia ucapkan adalah istirja’, kalimat thayyibah yang berangkat dari kesadaran iman.

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ . الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya kami kembali). (QS. Al Baqarah: 156)

Kesadaran bahwa semua milik Allah dan semua akan kembali kepada-Nya membuat kita lebih ringan saat menghadapi musibah. Sebab kita menyadari semua adalah milik-Nya. Kita pun menjadi tak terlalu kecewa dan depresi menghadapi musibah seperti ini.

Dan yang lebih menggembirakan, orang-orang yang bersabar dengan mengucapkan kalimat istirja’ ini, Allah akan memberinya keberkahan, rahmat dan petunjuk. Sebagaimana Allah sebutkan dalam ayat selanjutnya. Yakni Surat Al Baqarah ayat 157.

Bahkan hadits shahih dijelaskan, orang yang bersabar dan mengucapkan istirja’ saat menghadapi musibah, ia akan mendapat pahala dan ganti yang lebih baik.

مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

Tidaklah seorang muslim mengalami musibah, lalu dia mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’  (dan berdoa) ‘ya Allah berikanlah pahala untuk musibahku, dan gantikan untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya’. Melainkan Allah akan memberikan pahala dalam musibahnya dan memberinya ganti dengan yang lebih baik. (HR. Muslim)

2. Membantu korban musibah

Jamaah sholat Jumat yang dirahmati Allah,
Orang-orang mukmin itu bagaikan satu tubuh. Saat yang satu terkena musibah, selayaknya yang lain membantu. Jangan justru mem-bully orang yang terkena musibah.

مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan kalaupun kita juga terkena musibah, namun saudara kita lebih membutuhkan, Islam mengajarkan untuk membantunya. Semampu kita. Meskipun hanya dengan ucapan yang baik dan untaian doa. Tentu lebih baik lagi jika mampu membantu evakuasi, membantu konsumsi dan bantuan-bantuan lain yang diperlukannya. Terutama dana, jika kita jauh dari lokasi banjir dan gempa yang memang mayoritasnya di luar Jawa.

Pertolongan ini bukan hanya dibatasi untuk saudara seiman. Saudara sebangsa dan sesama manusia pun perlu ditolong. Dan menolong orang yang membutuhkan seperti inilah yang akan mendatangkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga musibah bisa berubah menjadi berkah.

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR. Muslim)

3. Muhasabah dan introspeksi

Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Datangnya musibah di awal 2021 dan belum berakhirnya pandemi corona ini seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi kita. Muhasabah. Sebab pada umumnya musibah datang kepada kaum muslimin dalam dua jenis. Pertama, sebagai ujian. Kedua, peringatan.

Sebagai ujian, kita kuatkan kesabaran. Namun yang tak kalah penting, dengan berbagai fakta lapangan kita perlu introspeksi bahwa ada peringatan dalam berbagai musibah ini.

Peringatan seperti apa? Peringatan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar Rum: 41)

Sering kali bencana terjadi karena kerusakan yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Misalnya dalam banjir.

Kerusakan ini ada dua macam. Pertama, kerusakan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya bencana. Dan ini merupakan bagian dari sunnatullah. Ketika hutan digunduli, air yang melaluinya langsung lewat tanpa terserap sehingga mudah terjadi banjir dan tanah longsor. Ketika sampah dibuang sembarangan termasuk ke sungai, ia akan menutup saluran air dan menjadi salah satu faktor banjir. Ketika gedung-gedung dibangun tanpa memperhatikan keseimbangan alam dan aliran air, juga menjadi salah satu faktor banjir.

Kedua, kerusakan jiwa manusia. Yakni dengan semakin banyaknya dosa dan kemaksiatan, Allah pun menegur manusia untuk kembali kepada-Nya. Kerusakan semacam ini sangat dikhawatirkan para sahabat sehingga ketika terjadi gempa di Madinah, Khalifah Umar meminta seluruh penduduknya untuk bertaubat.

Kita bisa membuang sampah pada tempatnya. Kita bisa menanam kembali hutan dan pepohonan. Namun kita tak bisa mengendalikan curah hujan. Kita bisa membuat bangunan yang lebih kokoh, tapi kita tak tahu kapan datangnya gempa. Kita bisa berusaha menjaga kesehatan, tapi kita tidak tahu ketika pandemi tiba-tiba terjadi. Di sinilah pentingnya taubat nasuha serta menjauhi segala kemaksiatan dan dosa.

أَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا وَاسْتَغْفِرُوْاللَّهَ الْعَظِيْمِ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Taubat Nasuha

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Betapa pentingnya taubat nasuha agar Allah mengampuni dosa-dosa kita dan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan kita. Tanpa keberkahan, hujan menjadi banjir dan kemarau membawa kekeringan. Dengan keberkahan dari Allah, hujan maupun kemarau akan mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96)

Di akhir khutbah kedua ini marilah kita berdoa kepada Allah semoga Allah mengampuni kita atas segala dosa dan kesalahan. Juga memberkahi bangsa kita, menolong seluruh kaum muslimin. Dan menjadikan kita sebagai ahli surga.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ . رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

NERSAMA DAKWAH

Cashback yang di Tawarkan Go-pay dan OVO, Haramkah?

Tren transaksi keuangan sdengan metode pembayaran elektronik saat ini semakin berkembang. Penggunaan mobile paymentsat ini banyak digunakan seperti Go-pay dan Ovo. Bagi sebagian masyarakat muslim menggunakan aplikasi tersebut ternyata menyisakan persoalan terkait dengan kehalalannya. Ada yang menggunakan tidak boleh digunakan ada juga sebagian masyarakat yang mengatakan boleh

Secara fungsi aplikasi Go-pay atau Ovo adalah aplikasi yang digunakan untuk pembayaran. Pembayaran yang selama ini menggunakan uang kertas atau logam atau yang modern seperti kartu kredit, debit atau hal lainnya. Sekarang diganti menggunakan mobile payment. Yang artinya tujuan aplikasi Go-pay atau Ovo atau aplikasi lainnya sama saja yaitu memindahkan pembayaran yang selama ini dilakukan secara manual menjadi elektronik.

Uang elektronik adalah fitur yang netral yang bergantung pada substansi dan barang yang diperjualbelikan. Jika dengan adanya fitur ini dapat mempermudah pengguna dalam memenuhi hajat-hajat primernya, maka tingkat kepentingan aplikasi seperti Go-pay dan Ovo bernilai sama. Seperti membeli barang tanpa harus menyediakan dana tunai di dompetnya dan tanpa harus datang ke merchant serta kerepotan-kerepotan lainnya. Sebagaimana kaidah “sarana-sarana itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya.”

Kemudahan tersebut harus tetap mengacu pada fatwa DSN No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah dan Standar AAOIFI No. 38 tentang at-Ta’amulat al-Elektroniah. Dalam fatwanya tersebut MUI memberikan rambu-rambu agar uang elektronik tidak termasuk kategori haram. Agar kemudahan yang ditawarkan oleh Go-pay atau Ovo atau aplikasi lainnya memberikan maslahat dan terhindar dari efek negatif untuk yang menggunakannya.

Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional dalam fatwanya juga menyatakan adanya akad simpanan dalam uang elektronik ini. Fatwa tersebut dengan tegas menyatakan: “Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qardh.” Akad wadiah adalah akad titipan atau simpanan dimana penerbit tidak boleh menggunakan uang tersebut. Sementara akad qardh adalah akad pinjam-meminjam/utang-piutang dimana penerbit boleh menggunakan uang tersebut.

Masyarakat yang belum mengetahui dengan jelas bagaimana akad antara pemegang saldo Go-pay dengan perusahaan gojek atau pemegang saldo Ovo dengan perusahaan grab apakah menggunakan akad simpanan (wadiah) ataukah akad pinjaman (qardh). Hanya saja secara logika dinilai mustahil jika uang Go-pay dan Ovo tidak dimanfaatkan oleh pihak penerbit. Kalaupun jelas akadnya qardh, masyarakat yang khususnya pengguna Go-pay dan Ovo juga belum mengetahui berapa persen uang mereka yang dimanfaatkan oleh pihak penerbit. Maka dari itu tidak heran kalau kemudian lahir kontroversi ditengah masyarakat.

Dalam urusan muamalah semua hal boleh dilakukan kecuali terdapat hal-hal yang diharamkan dalam transaksi muamalah tersebut. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 1

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”

Ayat diataslah yang menjadi dasar bahwa apapun yang diperjanjikan oleh manusia menjadi hukum bagi mereka yang berjanji. Selama janji tidak mengandung unsur yang dilarang. Hal ini juga dipertegas dalam kaidah “Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalat adalah sah sampai adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya.” (I’lamul muwaqi’in, 1/344). Oleh karena itu mobile payment seperti Go-pay dan Ovo adalah halal atau mubah, selama perjanjian yang ada di dalamnya tidak mengandung unsur yang dilarang. Beberapa unsur yang dilarang dalam transaksi muamalah adalah riba, maysir, gharar, risywah, zalim dan haram.

Apakah dalam Go-pay atau Ovo terdapat unsur yang dilarang oleh agama? Go-pay atau Ovo adalah akad jual beli jasa. Dalam akad ini tidak mengandung riba. Namun ada dua hal yang menyebabkan kontroversi diharamkannya aplikasi mobile payment tersebut yakni adanya bonus dan akad yang berlapis.

Diskon dan akad lainnya merupakan hal yang biasa yang merupakan kebijakan dari masing-masing penyedia, sehingga tidak menyebabkan dia haram karena diskon disini sama halnya dengan pengurangan harga pada jual beli biasa.  Diskon tersebut diperkenankan jika dana yang dana yang ditempatkan pengguna di dompet digital/uang digital:

  1. Digunakan oleh penerbit dengan diskon yang diberikan atas inisiatif penerbit (tanpa syarat).
  2. Tidak digunakan oleh penerbit uang digital. Sedangkan, jika digunakan oleh penerbit, dengan sikon yang dipersyaratkan maka menjadi riba.

Pertama sebagai gambaran, promo diskon dan cashback merupakan salah satu strategi marketing penerbit uang digital, pada saat yang sama menguntungkan pengguna uang digital dan merchant. Diantaranya keuntungan penerbit adalah cash in dan cash out atas setiap penempatan dana pengguna tersebut, fee dari merchant, dan fee atas layanan uang digital lainnya. Diskon tersebut diberikan oleh penerbit.

Kedua, apakah kaidah fikih terkait diskon? Jika diskon terjadi pada transaksi utang-piutang dan dipersyaratkan oleh pihak kreditur, itu termasuk riba. Tetapi jika tidak dipersyaratkan, menurut sebagian ulama itu tidak termasuk riba, melainkan hibah (Adh-Dharir, al-Jawaiz, Hauliyatu al-Barakah edisi V, oktober, 2003).

Ketiga, jika penerbit menggunakan dana pengguna tersebut, maka berstatus titipan. Tetapi, jika penerbit menggunakannya maka menjadi utang kepada pengguna. Jika menggunakan uang digital sebagai alat pembayaran dengan syarat diskon, maka diskon menjadi riba.jika menggunakannya tanpa syarat maka diperkenankan sebagai hibah.

Keempat, jika saat ini sudah ada uang digital dan sudah mendapat izin kesesuaiaan syariah dari otoritas, itu menjadi pilihan. Namun, jika belum tersedia dan belum ada kejelasan hukum dan fatwa dari otoritas, masing-masing perlu menakar kondisinya.

Sebenernya DSN MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang Uang Elektronik Syariah, dan dalam fatwa tersebut sudah cukup dijabarkan bagaimana uang elektronik yang sekarang banyak digunakan oleh masyarakat baik yang berbentuk chip seperti E-money ataupun yang berbasis server seperti Go-pay dan Ovo yang menerapkan prinsip syariah. Hal ini menjadi PR industri dan pihak terkait untuk menerbitkan uang digital yang telah mendapatkan kesesuaiaan syariah dan izin dari DSN MUI dan otoritas terkait untuk memastikan produk dan operasionalnya telah sesuai dengan ketentuan syariah. Agar memudahkan pengguna dalam melakukan transaksi kesehariannya tanpa harus cemas akan kehalalannya.*

Oleh: Afiifah Nurulwahidah, Mahasiswa STEI SEBI

HIDAYATULLAH

Astagfirullah, Kemana Catatan Amalku?

Rasulullah saw pernah bersabda, “Akan datang seseorang di Hari Kiamat, berdiri dihadapan Tuhannya lalu disodorkan buku catatan amal kepadanya. Namun ia tak menemukan kebaikan-kebaikan yang pernah ia lakukan.”

Ia pun berkata, “Ya Allah, ini bukanlah buku catatan amalku. Tak kutemukan kebaikan yang kulakukan.”

Maka dikatakan kepadanya, “Tuhanmu tidak akan salah dan lupa. Amal baikmu habis karena engkau menggunjing orang lain.”

Dan akan datang orang lain menghadap kepada Allah, lalu disodorkan buku catatan amal kepadanya. Namun ia melihat begitu banyak kebaikan dalam buku itu.Ia pun berkata, “Ya Allah, ini bukanlah buku ku. Aku tak pernah melakukan kebaikan-kebaikan (sebanyak ini).”


Lalu dikatakan kepadanya, “Seseorang telah menggunjingmu maka amal-amal baiknya berpindah kepadamu.”

Subhanallah.. Pesan Rasulullah ini sudah cukup untuk membuat kita berhati-hati dalam menjaga lisan. Maukah kita melihat amal baik yang telah kita perjuangkan lalu habis sia-sia bagai debu yang beterbangan ?

“Dan Kami akan Perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan Jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (QS.Al-Furqon:23)[ ]

INILAH MOZAIK

Hukum Memakai Masker Saat Berpuasa

Di antara fungsi dari pemakaian masker adalah agar terlindungi dari pengaruh negatif dari partikel polusi, virus, kuman dan lainnya. Biasanya masker digunakan ketika hendak bepergian. Namun dalam kondisi tertentu, seperti ketika terjadi wabah virus corona, maka masker harus digunakan setiap saat, termasuk ketika sedang berpuasa. Bagaimana hukum memakai masker saat berpuasa?

Memakai masker saat kita sedang berpuasa, hukumnya adalah boleh, tidak masalah. Memakai masker tidak menyebabkan puasa batal atau mengurangi pahala puasa. Bahkan jika memakai masker bisa menghindarkan diri dari masuknya debu ke dalam mulut, atau benda-benda lainnya, maka menutup mulut dengan memakai masker atau lainnya hukumnya dianjurkan, meskipun tidak wajib.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu berikut;

اتَّفَقَ أَصْحَابُنَا عَلَى أَنَّهُ لَوْ طَارَتْ ذُبَابَةٌ فَدَخَلَتْ جَوْفَهُ أَوْ وَصَلَ إلَيْهِ غُبَارُ الطَّرِيقِ أَوْ غَرْبَلَةُ الدَّقِيقِ بِغَيْرِ تَعَمُّدٍ لَمْ يُفْطِرْ قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَا يُكَلَّفُ إطْبَاقَ فَمِهِ عِنْدَ الْغُبَارِ وَالْغَرْبَلَةِ لان فِيهِ حَرَجًا فَلَوْ فَتْحَ فَمَهُ عَمْدًا حَتَّى دخله الغبار ووصل وجهه فَوَجْهَانِ حَكَاهُمَا الْبَغَوِيّ وَالْمُتَوَلِّي وَغَيْرُهُمَا قَالَ الْبَغَوِيّ (أَصَحُّهُمَا) لَا يُفْطِرُ لِأَنَّهُ مَعْفُوٌّ عَنْ جِنْسِهِ (وَالثَّانِي) يُفْطِرُ لِتَقْصِيرِهِ

Ulama Syafiiyah sepakat bahwa jika ada lalat terbang kemudian masuk ke lubang tubuh, atau yang masuk ke lubang tubuh adalah debu jalanan atau ayakan tepung, semuanya tanpa disengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasa.

Ulama Syafiiyah berkata; Orang yang berpuasa tidak dituntut selalu menutup mulutnya ketika ada debu atau ayakan tepung karena hal itu menyulitkan. Jika dia membuka mulutnya dengan sengaja sehingga ada debu yang masuk sampai rongganya, maka ada dua pendapat dalam hal ini, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Baghawi dan Al-Mutawalli dan lainnya.

Imam Al-Mutawalli berkata; Yang paling shahih dari pendapat tersebut adalah tidak batal karena dimaafkan. Kedua, membatalkan karena terjadi kelalaian.

Dengan demikian, memakai masker saat sedang berpuasa hukumnya boleh. Ini apalagi bila memakai masker tersebut sangat dibutuhkan, itu malah dianjurkan. Misalnya, memakai masker dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari masuknya benda-benda ke dalam mulut, menghindarkan diri dari penyakit dan lainnya.

BINCANG SYARIAH

Mendzalimi Diri Sendiri?

Apa yang dimaksud dengan mendzalimi diri yang disebutkan dalam Al-Qur’an?

Dzalim secara bahasa artinya berbuat kejam, menindas dan melampaui batas atau melawan kebenaran.

Allah Swt Berfirman:

تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” (QS.Al-Baqarah:229)

Sedangkan mendzalimi diri sendiri artinya seorang manusia berbuat jahat kepada dirinya sendiri, sebagai hasil dari perbuatannya atau ucapannya yang melampaui batas-batas syariat, atau batas etika dan akhlak.

Maka jelas bila menyakiti orang lain adalah sebuah kedzaliman maka menyakiti atau merugikan diri sendiri dengan berbuat dosa dan kemaksiatan juga termasuk kedzaliman.

وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُ

“Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri.” (QS.Ath-Thalaq:1)

Dalam ayat lain Allah Swt Berfirman :

وَدَخَلَ جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدٗا

Dan dia memasuki kebunnya dengan sikap merugikan dirinya sendiri (karena angkuh dan kafir); dia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (QS.Al-Kahfi:35)

Sebenarnya dia sedang mendzalimi dirinya sendiri dengan mengikuti ajakan hawa nafsu dan syahwatnya yang menyeretnya menuju kebinasaan.

Dalam ayat lain Allah Swt Berfirman :

ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” (QS.Fathir:32)

Dalam ayat ini Allah Swt membagi manusia dalam tiga kelompok.

Pertama, orang yang mendzalimi dirinya yaitu orang yang keburukannya lebih mendominasi daripada kebaikannya.

Kedua, orang yang selalu ingin berlomba dalam kebaikan. Yaitu orang yang tidak memiliki keburukan atau mereka yang kebaikannya lebih dominan daripada keburukannya.

Ketiga, orang yang seimbang kejelekan dan kebaikannya.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Mereka adalah Orang-Orang yang Khusyu’ dalam Shalat (Bag. 1)

Di antara petunjuk dari Allah Ta’ala adalah dengan menyebutkan hamba-hamba-Nya yang beriman, keberuntungan dan kebahagiaan mereka, dan juga sarana-sarana yang bisa mewujudkan hal tersebut. Terkandung dalam petunjuk itu adalah agar kita termotivasi untuk memiliki sifat (karakter) sebagaimana sifat yang mereka miliki. Sifat pertama dan utama dari sifat-sifat tersebut adalah khusyu’ dalam shalat.

Pengertian khusyu’

Khusyu’ adalah menghadirkan hati ketika menghadap Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sehingga hati, jiwa, dan gerakan anggota badan pun menjadi tenang, tidak berpaling memikirkan hal-hal lainnya, dan menjaga adab ketika menghadap Rabb-Nya. Dia merenungi semua ucapan (dzikir dan doa) dan juga gerakan dalam shalat, sejak awal hingga akhir shalat. Dengan sebab itu, hilanglah was-was dan pikiran-pikiran yang tidak berguna selama mendirikan shalat. Inilah ruh dan inti shalat, dan juga menjadi tujuan dari ibadah shalat. Inilah shalat yang dicatat pahala untuk orang yang mendirikannya. Shalat yang tidak diiringi dengan khusyu’ dan juga disertai dengan hati yang lalai itu bagaikan jasad yang tidak memiliki ruh.

Terdapat berbagai keajaiban dari nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala (yang diucapkan atau dibaca ketika shalat) yang apabila direnungkan bisa mewujudkan khusyu’ dalam shalat. Namun hal itu tidaklah bisa terwujud, kecuali bagi orang-orang yang hatinya mengetahui makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hatinya tersebut juga telah merasakan manisnya keimanan. Sehingga dia pun benar-benar mengetahui bahwa setiap nama dan sifat Allah Ta’ala dalam setiap bacaan shalat itu sesuai dengan tempatnya masing-masing.

Renungan ketika takbir dan membaca doa istiftah

Ketika seseorang berdiri menghadap Allah Ta’ala, dia hadirkan dalam hatinya bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat Yang Maha berdiri sendiri (al-qayyuum). Ketika dia mengucapkan takbir (Allahu akbar), dia mempersaksikan kebesaran dan keagungan Allah Ta’ala.

Kemudian dia membaca doa istiftah berikut ini,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

“Maha suci Engkau, ya Allah. Aku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Engkau.”

Dia mempersaksikan dengan hatinya bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb (Tuhan) yang tersucikan dari semua aib dan tidak memiliki sifat-sifat kekurangan. Allah Ta’ala berhak dipuji dengan semua pujian yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Dalam pujian untuk Allah Ta’ala terkandung sifat kesempurnaan untuk Allah Ta’ala dari semua sisi. Konsekuensinya, Allah Ta’ala itu tersucikan dari semua sifat cela (aib) dan kekurangan.

“Nama-Mu penuh keberkahan”; tidaklah nama Allah Ta’ala disebut untuk sesuatu yang jumlahnya sedikit, kecuali Allah Ta’ala akan memperbanyak jumlahnya. Tidaklah nama Allah Ta’ala disebut untuk kebaikan, kecuali Allah Ta’ala akan menambah dan memberikan keberkahan pada perkara tersebut. Tidaklah nama Allah Ta’ala disebut untuk suatu penyakit, kecuali Allah Ta’ala akan menghilangkannya. Tidaklah nama Allah Ta’ala disebut kecuali setan akan terusir dengan hina dina.

“Maha tinggi Engkau”; Allah Maha tinggi dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Allah Maha tinggi sehingga tidak mungkin menerima sekutu dalam kerajaan-Nya, dalam rububiyyah, uluhiyyah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Renungan ketika membaca doa ta’awudz

Ketika seorang hamba mengucapkan,

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk”; dia memohon perlindungan dengan kekuatan Allah Ta’ala, dia bersandar dengan daya dan kekuatan Allah Ta’ala agar terhindar dari kejahatan musuh (setan) yang berusaha untuk mengganggu dan menjauhkan dirinya dari ibadah dan mendekatkan diri kepada Rabbnya.

Renungan ketika membaca surat Al-Fatihah

Ketika seorang hamba mengucapkan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”; dia pun berdiri sejenak menunggu jawaban dari Rabbnya,

حَمِدَنِي عَبْدِي

“Hamba-Ku memujiku.”

Ketika seorang hamba mengucapkan,

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”; dia pun berdiri sejenak menunggu jawaban dari Rabbnya,

أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي

“Hamba-Ku menyanjungku.” (sanjungan yaitu pujian yang berulang-ulang, pent.)

Ketika seorang hamba mengucapkan,

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

“Yang menguasai hari pembalasan”; dia pun berdiri sejenak menunggu jawaban dari Rabbnya,

مَجَّدَنِي عَبْدِي

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuliakanku.”

Betapa lezat kenikmatan yang dirasakan oleh hatinya, kesejukan (kedamaian) yang dirasakan oleh matanya, dan juga kebahagiaan yang dirasakan oleh jiwanya, dengan perkataan Rabbnya,

عَبْدِي

“Hamba-Ku”, sebanyak tiga kali. (HR. Muslim no. 395)

Demi Allah, seandainya dalam hati manusia itu tidak ada kabut syahwat dan gelapnya jiwa, tentu hati tersebut akan terliputi dengan kebahagiaan dan kegembiraan ketika Rabbnya mengatakan kepadanya dengan perkataan-perkataan seperti tersebut dalam hadits di atas.

Kemudian hatinya pun berusaha untuk menghadirkan tiga nama Allah Ta’ala, yang merupakan inti dari asmaaul husnaa, yaitu nama “Allah” (الله); “Ar-Rabb” (الرب); dan nama “Ar-Rahman” (الرحمن).

Ketika menyebut nama “Allah” (الله), dia mempersaksikan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang berhak untuk diibadahi. Ibadah tersebut tidaklah layak ditujukan kepada selain Allah Ta’ala. Semua makhluk tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al-Isra’ [17]: 44)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَّهُ قَانِتُونَ

“Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya tunduk hanya kepada-Nya.” (QS. Ar-Ruum [30]: 26)

Ketika menyebut “Rabbul ‘alamiin” (رَبِّ الْعَالَمِينَ), dia mempersaksikan bahwa Allah adalah Dzat yang Maha berdiri sendiri, tidak membutuhkan satu pun makhluk, bahkan semua makhluk butuh kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala tinggi di atas ‘arsy-Nya. Allah Ta’ala satu-satunya Dzat yang mengurusi dan memelihara makhluk-Nya. Semua urusan ada di tangan-Nya. Semua pengaturan dan pemeliharaan tersebut berasal dari Allah Ta’ala, melalui perantaraan malaikat yang bertugas untuk memberi atau mencegah (rizki), menundukkan atau memuliakan, menghidupkan atau mematikan, memberikan kekuasaan atau menimpakan kehinaan, mengangkat semua kesulitan (musibah), dan mengabulkan doa orang-orang yang membutuhkan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَسْأَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

“Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman [55]: 29)

Ketika menyebut nama “Ar-Rahman” (الرحمن), dia mempersaksikan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang telah berbuat baik kepadanya dengan memberikan berbagai macam nikmat dan kebaikan. Ilmu dan rahmat-Nya meliputi semua makhluk-Nya. Nikmat-Nya meliputi semua makhluk-Nya. Allah Ta’ala meliputi makhluk dengan segala nikmat dan keutamaan-Nya. Allah Ta’ala istiwa’ di atas ‘arsy dengan rahmat-Nya, Allah Ta’ala menciptakan makhluk dengan rahmat-Nya, menurunkan kitab-kitab dengan rahmat-Nya, mengutus rasul dengan rahmat-Nya, membuat aturan syariat dengan rahmat-Nya, menciptakan surga dan neraka juga dengan rahmat-Nya.

Renungkanlah bahwa dalam perintah, larangan, dan wasiat-Nya terdapat kasih sayang yang sempurna dan kenikmatan yang banyak. Rahmat (kasih sayang) adalah sebab yang menghubungkan Allah Ta’ala dengan hamba-Nya. Sebaliknya, ‘ubudiyyah (ibadah) adalah sebab dan sarana yang mengantarkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala.

Dan termasuk rahmat-Nya yang bersifat khusus adalah rahmat-Nya sehingga dia bisa berdiri (shalat) menghadap Rabbnya. Allah Ta’ala menjadikan dirinya sebagai hamba yang bisa mendekatkan diri dan bermunajat kepada-Nya. Allah Ta’ala memberikan nikmat tersebut kepada dirinya dan tidak kepada yang lainnya. Dia juga bisa menghadirkan hatinya untuk menghadap Allah Ta’ala dan berpaling dari selain Allah Ta’ala. Itu semua termasuk perwujudan kasih sayang Allah Ta’ala kepada dirinya.

Lalu dia pun membaca,

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

“Yang menguasai hari pembalasan.” (QS. Al-Fatihah [1]: 4)

Ketika seseorang mengucapkan ayat tersebut, dia bersaksi tentang kemuliaan Allah Ta’ala sebagai Raja yang haq. Dia bersaksi bahwa Allah adalah Raja yang Maha kuasa. Makhluk benar-benar tunduk kepada-Nya dan segala macam kekuatan tunduk pula kepada keperkasaan-Nya. Dia bersaksi di dalam hatinya bahwa Allah adalah Raja yang Maha mengawasi yang beristiwa’ di atas ‘arsy.  Raja dan penguasa yang haq dan sempurna, pasti adalah Dzat yang maha hidup, maha berdiri sendiri, maha mendengar, maha melihat, dan maha memelihara.

Kemudian sampailah dia dengan ayat,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah [1]: 5)

Dalam ayat ini, terkandung tujuan yang paling utama dan juga sarana yang paling agung untuk meraih tujuan paling mulia tersebut. Tujuan paling utama dalam hidup ini adalah untuk menegakkan ‘ubudiyyah kepada Allah Ta’ala. Sedangkan sarana terbesar untuk bisa menegakkan ‘ubudiyyah tersebut adalah adanya pertolongan dari Allah Ta’ala. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Ta’ala semata. Tidak ada yang memberikan pertolongan untuk beribadah kepada-Nya kecuali Allah Ta’ala saja.

Kalimat ini mengandung dua macam tauhid, yaitu tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyyah. ‘Ubudiyyah tersebut dikandung oleh nama Allah Ta’ala “Ar-Rabb” dan “Allah”. Allah Ta’ala diibadahi karena memiliki hak uluhiyyah, dan Allah Ta’ala dimintai pertolongan karena sifat rububiyyah-Nya. Allah Ta’ala memberikan hidayah (petunjuk) ke jalan yang lurus dengan sebab rahmat-Nya. Oleh karena itu, di awal surat disebutkan nama “Allah”, “Ar-Rabb”, dan “Ar-Rahman” yang ini bersesuaian dengan permintaan untuk bisa beribadah kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan meminta hidayah kepada-Nya.

Dia-lah satu-satunya Dzat yang memiliki kekuasaan untuk memberikan itu semuanya. Tidak ada yang bisa membantunya untuk beribadah kepada Allah kecuali Allah Ta’ala, dan tidak ada yang bisa memberikan hidayah kecuali Allah Ta’ala saja.

Kemudian seseorang mengucapkan,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah [1]: 6)

Hatinya hadir dan menunjukkan bahwa dia sangat butuh dan urgen (mendesak) untuk meminta hidayah tersebut. Seakan-akan tidak ada perkara lain yang lebih dia butuhkan melebihi permintaan hidayah tersebut. Hidayah itu dibutuhkan oleh setiap jiwa dalam setiap kesempatan. Apa yang kita minta dalam doa tersebut tidaklah terwujud kecuali kita mendapatkan hidayah untuk bisa meniti jalan yang lurus menuju Allah Ta’ala. Kita mendapatkan taufik untuk mewujudkan hidayah tersebut sesuai dengan yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala, dan juga menjaganya dari hal-hal yang bisa merusaknya.

Kemudian jelaslah bahwa orang-orang yang mendapatkan hidayah tersebut adalah orang-orang yang memang mendapatkan nikmat dan karunia dari Allah Ta’ala. Bukan orang-orang yang dimurkai (غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ), yaitu orang-orang yang mengetahui kebenaran (al-haq) namun tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Bukan pula orang-orang yang sesat (وَلاَ الضَّالِّينَ), yaitu orang-orang yang beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dasar ilmu. Dua kelompok tersebut sama-sama berserikat dalam hal berkata tentang Allah, tentang ciptaan, perintah, nama, dan sifat-Nya namun tanpa ilmu. Adapun jalan orang-orang yang mendapatkan nikmat tersebut berbeda dengan dua kelompok tersebut, baik dari sisi ilmu dan amal.

Ketika dia selesai dari pujian, doa, dan juga tauhid yang terkandung dalam surat Al-Fatihah, disyariatkan baginya untuk mengucapkan “aamiin”, sebagai penutup dan juga diiringi oleh malaikat yang ada di langit. Ucapan “aamiin” ini merupakan perhiasan shalat, sebagaimana mengangkat dua tangan juga merupakan perhiasan shalat, dan juga bentuk mengikuti sunnah, mengagungkan perintah Allah, dan juga sebagai syi’ar berpindah dari satu rukun ke rukun yang lain.

[Bersambung]

***

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., PhD

Artikel: Muslim.or.id