Nabi Muhammad SAW dalam Berbisnis, Utamakan Muamalah dan Sifat Jujur

Berbisnis memerlukan analisa peluang pasar, pengembangan strategi marketing, perencanaan langkah-langkah marketing, dan memaksimalkan usaha marketing. Semua itu terangkum dalam sebuah konsep yang bernama process.

Sebuah perusahaan yang memiliki strategi yang baik tanpa proses yang mendukung tidak akan menghasilkan apa-apa. Salah satu strateginya adalah dengan melibatkan konsumen dalam proses sebuah produk, karena akan menumbuhkan sense of belonging atau konsumen merasa menjadi bagian dari produk tersebut.

Misalnya, perusahaan bisa mengadakan sayembara dalam desain produk. Hal tersebut akan menumbuhkan kedekatan antara produk dengan konsumen, sehingga loyalitas konsumen akan muncul dengan sendirinya.

Pada abad ketujuh masehi, Nabi Muhammad juga melakukan konsep proses dalam kegiatan perdagangannya, dikutip dari buku Strategi Andal dan Jitu Praktik Bisnis Nabi Muhammad karya Thorik Gunara dan Utus Hardiono Sudibyo, Kamis (29/4/2021).

Nabi Muhammad memulai usaha perdagangannya dari nol. Beliau pernah menjadi agen untuk beberapa pengusaha kaya di kota Mekah. Dengan kegiatan tersebut, Nabi Muhammad dapat mengetahui lokasi-lokasi perdagangan di mana tempat membeli (supplier) dan di mana pasar-pasar yang ada di daerah utara, timur dan barat dari jazirah Arab.

Dengan pengetahuan yang rinci mengenai kebiasaan penduduk setempat membuat beliau dapat melakukan proses perdagangan dengan baik. Hubungan baik yang mendasari perdagangannya membuat beliau mempunyai banyak jaringan yang mendukung kegiatan usahanya. Dalam proses ini pun Nabi Muhmammad tetap mempertahankan perilaku jujur.

Dalam Al-Quran surat al-Baqarah Allah berfirman, “Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang tidak ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil” (QS al-Baqarah [2]: 282).

Bermuamalah menggambarkan hubungan antara dua belah pihak dalam kegiatan berbisnis. Dalam hal ini, hubungan yang dimaksud dapat berupa hubungan antara perusahaan dengan mitra usaha, distributor, supplier, karyawan, investor, dan pelanggan.

Penulisan perjanjian dengan adil menggambarkan bahwa dalam perjanjian haruslah terdapat kejelasan mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak, beserta waktu yang telah ditentukan. Kejujuran dan tidak adanya pihak yang dirugikan menjadi dasar perjanjian tersebut.

Untuk menghindari penyelewengan dan sanksi diperlukan seorang penulis sebagai pihak ketiga, dalam hal ini yang berkompeten dalam tata cara penulisan perjanjian. Nabi Muhammad menekankan pada ketelitian atau detail dalam melakukan proses, salah satunya dalam melakukan transaksi.

Rabi ibn Badr, seorang budak Thalhah ibn Ubaidillah yang pernah menjadi mitra bisnis Nabi Muhammad, mengatakan bahwa saat melakukan perniagaan, Nabi Muhammad adalah mitra yang paling baik. Beliau tidak pernah menipu dan mereka tidak pernah berselisih.

OKEZONE

Puasa Menjadi Perisai dari Pebuatan Tercela

Perbuatan tercela bisa dicegah dengan puasa.

Puasa bisa menjadi perisai seorang muslim dari segala perbuatan yang tercela. Dengan puasa maka kita terhalang dari dusta, berkata kotor, berlaku bodoh, penuh caci maki, dan sebagainya.

“Perisai ini diharapkan bukan hanya berlaku saat puasa saja, tetapi menyebar dan meluas sampai bulan-bulan selanjutnya di luar Ramadhan,” kata Candra Nila Murti Dewo Jati dalam Strategi Jitu Meraih Lailatul Qadar.

Puasa dapat merubah menjadi pribadi lebih baik yang diharapkan oleh seorang hamba selepas Ramadhan. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya.

“Puasa itu bagaikan perisai. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian berpuasa maka janganlah dia berkata kotor dan tidak juga berlaku kasar. Jika ada orang yang dicaci maki, maka hendaklah ia mengatakan Sesungguhnya aku sedang berpuasa..”

Dikatakan oleh Abdurrahman ad-Dausauri bahwa ada beberapa rahasia puasa yang bisa diungkap oleh seorang hamba. Dan barangsiapa yang berhasil mengungkap dan mengambil hikmah terbesar dan puasa, maka ia termasuk orang yang beruntung.

“Karena memaksimalkan puasa bukan hanya sebagai ibadah rutinitas tahunan tetapi karena ingin meraih ribuan bahkan jutaan pala dapat mengalir setiap harinya,” katanya.

Beberapa manfaat puasa dan rahasia itu adalah. Puasa bisa menjadi metode yang tepat untuk melakukan perubahan.

Salah satu manfaat terdahsyat nya adalah menjadikan bulan Ramadhan sebagai waktu yang tepat bagi seorang muslim untuk melakukan perubahan. Perubahan kearah yang lebih baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

“Suasana yang tepat dan atmosfer mendukung untuk menahan diri dari segala godaan yang disukainya dan alam bawah sadarnya membimbingnya untuk mengatakan ‘tidak’ terhadapa godaan nafsu syahwatnya,” katanya.

Maka, kata Candra, tidak salah dan berlebihan jika perubahan akhlak dan perilaku seseorang dimulai dari momen yang tepat, yaitu berpuasa di bulan Ramadan. Karena Ramadhan ini merupakan bulan yang penuh rahmat dan ampunan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Allah Memperkenalkan Penghargaan Orang Berilmu

Allah memerintahkan menghormati seseorang yang mempunyai ilmu.

Ramadhan telah tiba, kembali kami tampilkan uraian singkat tentang Al Qur’an sebagai tadarus singkat selama bulan Ramadhan. Tadarus ini, meneruskan tulisan sejenis yang diupload Ramadhan tahun lalu. Moga Bermanfaat.

Pada tulisan kali ini, ditampilkan Qs Al Baqarah ayat 34:

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

Wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, abā wastakbara wa kāna minal-kāfirīn

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir. (Qs Al Baqarah 34).

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada malaikat dan yang ada pada saat itu untuk bersujud kepada Adam a.s. Perintah bersujud pada ayat ini bukan berarti penyembahan atau peribadatan, tetapi lebih cenderung kepada penghormatan yang sangat.

Jika perintah sujud ini diartikan dengan penyembahan atau peribadatan maka jelas bertentangan dengan perintah Allah untuk hanya beribadah atau menyembah Allah saja pada ayat-ayat yang lebih awal  dalam Al Qur’an seperti yang diisyaratkan pada Qs Al Fatihah ayat 5:

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ

Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Qs Al Fatihah 5)

Juga yang terdapat dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 21 dan 22:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Yā ayyuhan-nāsu’budụ rabbakumullażī khalaqakum wallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Qs Al Baqarah 21).

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖوَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Allażī ja’ala lakumul-arḍa firāsyaw was-samā`a binā`aw wa anzala minas-samā`i mā`an fa akhraja bihī minaṡ-ṡamarāti rizqal lakum, fa lā taj’alụ lillāhi andādaw wa antum ta’lamụn

(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (Qs Al Baqarah 22).

Dalam ayat 21 Allah memerintahkan manusia untuk beribadah atau menyembah Tuhan yang menciptakan manusia. Sedang dalam ayat 22 Allah melarang manusia mencari tandingan untuk disembah. Jadi jelas sujud dalam Qs Al Baqarah ayat 34 ini bukan berarti penyembahan atau peribadatan.

Oleh karena itu, kata sujud di dalam ayat 34 ini lebih cenderung perintah untuk menghormati orang berilmu. Ini tergambar dalam ayat-ayat sebelumnya.

Ayat 31 Allah mengajarkan sesuatu pada Adam dan memerintahkan malaikat untuk menyebutkan sesuatu itu.

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ

هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

Wa ‘allama ādamal-asmā`a kullahā ṡumma ‘araḍahum ‘alal-malā`ikati fa qāla ambi`ụnī bi`asmā`i hā`ulā`i ing kuntum ṣādiqīn

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”(Qs Al Baqarah ayat 31).

Ayat 32 malaikat tidak mengerti sesuatu itu, karena belum pernah diajarkan oleh Allah SwT.

قَالُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Qālụ sub-ḥānaka lā ‘ilma lanā illā mā ‘allamtanā, innaka antal-‘alīmul-ḥakīm

Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (Qs Al Baqarah ayat 32)

Ayat 33 Allah meminta Adam untuk memberitahu sesuatu itu kepada malaikat dan yang hadir pada saat itu. 

قَالَ يٰٓاٰدَمُ اَنْۢبِئْهُمْ بِاَسْمَاۤىِٕهِمْ ۚ فَلَمَّآ اَنْۢبَاَهُمْ بِاَسْمَاۤىِٕهِمْۙ قَالَ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ

غَيْبَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۙ وَاَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ

Qāla yā ādamu ambi`hum bi`asmā`ihim, fa lammā amba`ahum bi`asmā`ihim qāla a lam aqul lakum innī a’lamu gaibas-samāwāti wal-arḍi wa a’lamu mā tubdụna wa mā kuntum taktumụn

Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (Qs Al Baqarah 33).

Lalu apa yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas?

Allah memerintahkan menghormati seseorang yang mempunyai ilmu Allah, apalagi seseorang itu mengajarkan ilmu Allah tersebut kepada kita. Ini merupakan pengajaran akhlak kepada kita untuk bisa menghormati orang berilmu, termasuk menghormati guru-guru dan ustadz kita yang telah mengajarkan kebaikan. Takdzim kepada guru atau ustadz merupakan akhlak atau tindakan yang terpuji. Waallahu a’lam bisshawab

Oleh: Lutfi Effendi

sumber : Suara Muhammadiyah/Republika.co.id

Hukum Suntik Vaksin COVID-19 Ketika Puasa

Fatwa Syekh Dr. Sa’ad Al-Khatslan hafizhahullahu

Saat ini, ada masalah kontemporer dan juga masalah nazilah yaitu terkait suntikan vaksin corona. Seseorang yang mendapatkan vaksin corona di siang hari, apakah puasanya menjadi batal?

Jawabannya, ini tidak membatalkan puasanya. Karena suntikan vaksin corona ini termasuk suntikan pengobatan. Dan suntikan pengobatan tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang rajih. Karena suntikan pengobatan tidak termasuk makan, tidak termasuk minum, dan tidak semakna dengan makan atau minum.

Maka hukum asalnya, puasa seseorang tersebut sah. Dan kita tidak berpaling dari hukum asal tersebut kecuali apabila ada perkara yang jelas memalingkan dari hukum asal tersebut. Oleh karena itu, menurut pendapat yang rajih, suntikan pengobatan tidak membatalkan puasa.

Sehingga kesimpulannya, suntikan vaksin Corona tidaklah mengapa bagi orang yang berpuasa dan tidak merusak puasanya.

Wallahu a’lam.

Penerjemah: Dimas Setiaji

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=FMqGVpX6-EY

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/63347-hukum-suntik-vaksin-covid-19-ketika-puasa.html

Manasik Haji Nabi Muhammad

Nabi Muhammad memberikan contoh manasik haji.

I

Banyak di antara para sahabat, setiap kali bertemu dengan Abdullah bin Umar bertanya kepadanya tentang perincian ibadah haji yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Syekh Ahmad Rofi Usmani dalam bukunya “Pesona Ibadah Nabi, Salat, Zakat, Puasa, Haji” mengatakan, putra pasangan suami istri Umar Ibn Al-Khattab dan Zainab binti Mazh’un itu memang pakar dalam bidang tersebut.

Suatu saat, ketika ditanya demikian dia menjawab, “Ketika menunaikan ibadah haji wada Rasulullah SAW berhaji secara Tamattu, yakni umroh dulu lalu berhaji kemudian menyembelih hewan qurban.  Beliau membawa hewan kurban dari Dzulhulaifah.” Di sanalah beliau memulai ihram umrah. Setelah itu beliau berihram haji. Orang-orang pun melakukan ibadah haji tamattu bersama beliau dengan berumroh dulu kemudian berhaji.  Sebagian orang ada yang membawa hewan kurban untuk disembelih, dan sebagian lain ada yang tidak membawa hewan kurban. 

“Setelah tiba di Makkah, Rasulullah SAW bersabda kepada orang-orang yang menyertai beliau. Barang siapa membawa hewan kurban, dia tidak boleh bertahallul sehingga menyelesaikan ibadah hajinya. Dan barang siapa tidak membawa hewan kurban bertawaflah di Baitullah lalu bersailah di antara Safa dan Marwah kemudian potonglah rambut dan bertahalulah. Setelah itu, berihramlah untuk haji dan sembelihan hewan qurban. Jika tidak mampu, berpuasalah tiga hari pada saat berhaji dan tujuh hari ketika telah pulang ke tempat asalnya.

Ketika datang di Makkah, Rasulullah SAW lantas melakukan tawaf. Mula-mula beliau mengusap atau mencium rukun, yakni Hajar Aswad. Sesuai itu, beliau berlari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada empat putaran berikutnya. Beliau lalu salat di makam Ibrahim dua rakaat setelah tawaf. Setelah salam, beliau menuju Safa, kemudian melakukan ke tujuh kali antara Safa dan Marwah. Selanjutnya beliau tidak berkah sebelum menyelesaikan ibadah hajinya dan sebelum beliau membeli hewan kurban pada hari nahar. Setelah itu beliau kembali ke Mekkah untuk melakukan tawaf dan kemudian bertahallul.

“Orang-orang yang membawa qurban mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW yang demikian itu.”

IHRAM

Cek Jadwal keberangkatan haji Anda melalui aplikasi Android ini… https://s.id/cekporsihaji

Wangi Parfum Favorit Rasulullah

Nabi Muhammad SAW biasa menggunakan wewangian setiap sholat.

Parfum sangat penting dalam kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad. Dia selalu ingin tetap bersih dan harum.

Nabi Muhammad SAW biasa menggunakan wewangian setiap kali dia pergi sholat terutama pada sholat Jumat dan menasehati sahabatnya untuk melakukannya. “Siapapun yang mandi pada hari Jumat dan membersihkan dirinya sendiri sebanyak yang dia bisa dan mengoleskan minyak (pada rambutnya) atau mengharumkan dirinya sendiri dan kemudian melanjutkan untuk sholat semua dosanya di antara hari ini dan hari Jumat terakhir akan diampuni,” (Al-Bukhari).

Sehingga menggunakan parfum bagi pria merupakan sunnah yang dapat diikuti. Parfum juga dikenal sebagai salah satu hadiah yang  bisa diberikan seseorang.

Banyak dari kita adalah pemakai parfum, namun ada pula yang tidak peduli dengan wewangian. Nabi Muhammad menyukai  kebersihan dan aroma yang harum.

Hal ini terbukti dalam banyak hadits yang membahas kecintaannya pada wewangian dan wangi yang harum seperti musk, oud dan amber.

Dalam salah satu hadits terkenal, dia berkata,”Di dunia ini, wanita dan parfum adalah yang paling aku sukai, dan penghiburanku telah disediakan dalam doa,” (An-Nasa’i).

Aroma favorit Nabi diketahui adalah wangi Amber dan Musk. Bau yang harum adalah kebiasaan yang baik dalam kehidupan Nabi Muhammad.

Dia tidak suka pergi keluar tanpa memakai sedikit parfum. Dan jika parfum dihadiahkan kepadanya, dia tidak akan pernah menolaknya.

Anas berkata, “Nabi (damai dan berkah besertanya) tidak akan menolak parfum,” (Al-Bukhari).

Istri Nabi Muhammad, Aisyah, biasa menyemprotkan pakaian nabi dengan parfum favoritnya setiap kali dia keluar untuk sholat atau bertemu dengan sahabatnya. Dia berkata,”Saya akan menaruh banyak wewangian pada Rasulullah SAW sejauh Anda bisa melihat kilau di dahinya yang diberkati dan janggut yang diberkati.”

Diriwayatkan bahwa Muhammad ibn ‘Ali berkata, “Saya bertanya pada ‘Aisyah: Apakah Rasulullah memakai parfum?’ Dia berkata, Ya, parfum yang digunakan pria: Musk dan amber.’ ”

Dalam hadits lain, Anas meriwayatkan, “Saya tidak pernah mencium amber atau musk seharum aroma tubuh Rasulullah dan saya tidak pernah menyentuh brokat atau sutra dan menemukannya selembut tubuh Rasulullah”. (Muslim) 

KHAZANAH REPUBLIKA

Cek Keberangkatan Haji Anda sesuai Nomor Porsi di aplikasi Android ini… https://s.id/cekporsihaji

Nabi Muhammad Mengerjakan Umroh Sebelum Haji

Nabi Muhammad umroh di sepanjang hayatnya sebanyak empat kali. Peristiwa ini diabadikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin malik.

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم اعتمر أربع عمر كلهن في ذي القعدة إلا التي مع حجته : عمرة من الحديبية أو زمن الحديبية في ذي القعدة ، وعمرة من العام المقبل في ذي القعدة ، وعمرة من جعرانة حيث قسم غنائم حنين في ذي القعدة

“Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berumroh empat kali, semuanya dilakukan di bulan Dzulqa’dah kecuali umroh yang dilakukan bersamaan dengan haji; yaitu umroh dari Hudaibiyah atau saat peristiwa Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah, umrah pengganti di tahun selanjutnya bulan Dzulqa’dah, dan umrah dari Ji’ranah bersamaan di antara waktu pembagian Ghanimah (harta rampasan perang) pada perang Hunain di bulan Dzulqa’dah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pembimbing Ibadah Haji dan Umroh Ustaz Rafiq Jauhary Lc, mengatakan, tiiga kali umrohnya Rasulullah dilakukan sebelum beliau berhaji dan satu kali bersamaan dengan pelaksanaan Haji secara Qiran. Ini sekaligus membantah pernyataan yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan umroh sebelum berhaji.

“Hadits di atas mengingat Rasulullah dan para sahabat pun melakukannya,” katanya.

Ustaz Rafiq menyampaikan, merujuk pada kitab Zadul Ma’ad, Ibnu Qayim menerangkan bahwa peristiwa umroh pertama dilakukan oleh Rasulullah pada bulan Dzulqa’dah tahun 6 hijriyah. Saat itu Rasulullah bermimpi dapat memasuki Kota Makkah dalam keadaan rambutnya digundul habis dan sebagian sahabat ada pula yang memendekkannya.

“Mimpi ini diabadikan dalam Alquran surat al-Fath ayat ke 27,” katanya.

Ustaz Rafiq mengatakan, perjalanan umroh perdana ini belum dapat berjalan sesuai rencana. Rasulullah dihadang pasukan kafir Quraisy di perbatasan Kota Makkah, tepatnya di daerah Hudaibiyah. Beliau bersama ummat Islam harus rela membatalkan niatannya beribadah umroh dengan menyembelih unta.

Di tahun selanjutnya, masih sama di bulan Dzulqa’dah Rasulullah kembali mengulang perjalanan umroh yang sama. Bedanya di perjalanan kali ini Rasulullah dapat menyelesaikan umroh dengan sempurna tanpa hambatan berarti.

“Ini adalah perjalanan umroh kedua bagi beliau dan para sahabat,” katanya.

Perjalanan umroh ketiga dilakukan oleh Rasulullah bersama para sahabat di tahun ke-8 hijriyah tepatnya setelah beliau selesai memenangkan perang Hunain. Hunain adalah sebuah lembah yang terletak sekitar 40 kilometer sisi Timur Kota Makkah, disana ummat Islam berperang melawan kabilah Hawazin dan Tsaqif dari Kota Thaif.

Peperangan pun dimenangkan ummat Islam. Setelah berperang Rasulullah membagi ghanimah (harta rampasan perang) di Ji’ranah perbatasan Kota Makkah. Di sela waktu pembagian ghanimah ini Rasulullah mengajak ummat Islam untuk mewujudkan rasa syukurnya dengan beribadah umroh.

Pada tahun ke-9 hijriyah Rasulullah kembali melakukan perjalanan ke Kota Makkah, namun yang membedakan perjalanan kali ini dengan sebelumnya adalah Makkah telah dikuasai oleh ummat Islam (telah dilakukan Fathu Makkah pada tahun 8 hijriyah) dan Rasulullah tidak sebatas berniat menjalankan umroh, melainkan beliau menjalankan haji secara Qiran .

Haji Qiran adalah menggabungkan antara pelaksanaan ibadah haji dan umroh secara bersamaan. Walaupun praktik pelaksanaannya mirip dengan Haji Ifrad namun di sini Rasulullah juga mendapatkan pahala umrah. Maka dapat dikatakan ini sebagai perjalanan umrah keempat sekaligus sebagai penutup bagi beliau.

IHRAM

MAU Cek Porsi Haji? Silakan gunakan aplikasi Android ini,… https://s.id/cekporsihaji

Disyariatkan Membaca Doa Qunut Dalam Shalat Witir

Soal:

Apa hukum doa qunut witir dan bagaimana tata caranya? Apakah dianjurkan membaca doa qunut witir setiap shalat malam ataukah hanya sebagiannya saja? Dan apakah doa qunut itu terbatas pada doa yang terdapat dalam hadits saja? Kemudian bolehkah menggunakan lafadz doa dengan shighah jamak (plural) ataukah hanya terbatas pada doa yang terdapat dalam hadits saja? Dan bagaimana menurut anda mengenai masalah melagukan doa qunut seperti melagukan Al Qur’an?

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah menjawab:

Pendapat yang disebutkan oleh Imam Ahmad dan banyak para ulama adalah bahwa doa qunut dianjurkan di rakaat terakhir dari shalat witir dan ini berlaku sepanjang tahun. Disebutkan dalam Al Mughni:

قال أحمد في رواية المروذي: كنت أذهب إلى أنه في النصف من شهر رمضان، ثم إني قلت: هو دعاء وخير، ووجهه ما روي عن أبي: “أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، كان يوتر فيقنت قبل الركوع

“Imam Ahmad dalam riwayat Al Marudzi mengatakan: dulu aku berpendapat bahwa qunut witir itu disunnahkan setelah pertengahan bulan Ramadhan, lalu aku berpendapat bahwasanya doa qunut itu adalah doa dan kebaikan (sehingga berlaku sepanjang tahun). Alasannya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab: ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasa membaca qunut dalam shalat witir sebelum rukuk’”

Dan dari Ali radhiallahu’anhu,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، كان يقول في آخر وتره: اللهم إني أعوذ برضاك من سخطك .إلخ

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasa berdoa di rakaat terakhir shalat witir: Allahumma inni a’udzu biridhaka min sakhatik… dst.

Dan كان (kaana) menunjukkan perbuatan yang dilakukan terus-menerus. Dan juga karena amalan ini disyariatkan di shalat witir maka ia disunnahkan di sepanjang tahun. Sebagaimana juga dzikir-dzikir yang lain.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau punya pendapat tidak dianjurkan membaca qunut witir kecuali pada pertengahan akhir bulan Ramadhan. Dan sebagian ulama Hanabilah berpendapat demikian. Ini juga pendapat madzhab Malik dan Syafi’i. Sebagian ulama juga berpendapat dianjurkan untuk terkadang meninggalkan qunut witir agar orang awam tidak menganggapnya wajib.

Adapun doa yang dibaca ketika qunut witir, hendaknya berdoa dengan doa yang diriwayatkan dari Al Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkanku doa yang dibaca ketika qunut witir, yaitu:

اللهمَّ اهدِني فيمن هديتَ وعافِني فيمن عافيتَ وتولَّني فيمن تولَّيتَ وبارِكْ لي فيما أعطيتَ وقِني شرَّ ما قضيتَ إنك تَقضي ولا يُقضى عليك وإنه لا يَذِلُّ من واليتَ ولا يعِزُّ من عاديتَ تباركتَ ربَّنا وتعاليتَ

/Allahummahdini fiiman hadayta wa ‘aafinii fiiman ‘aafayta wa tawallanii fiiman tawallayta wa baariklii fiiman a’thoyta waqinii syarro maa qodhoyta wallaa yuqdhoo ‘alaika wa innahu laa yadzillu man waalayta walaa ya’izzu man ‘aadayta tabaarakta robbanaa wa ta’aalayta/

Ya Allah beri aku hidayah sehingga aku termasuk orang yang mendapat hidayah, beri aku keselamatan sehingga aku termasuk orang yang selamat, jadikanlah aku mencintai-Mu sehingga aku termasuk diantara orang-orang yang mencintai-Mu, berkahilah apa-apa yang engaku berikan kepadaku, lindungilah aku dari takdir yang buruk, sungguh engkau lah yang menetapkan taqdir dan tidak ada selain-Mu yang menetapkan takdir, karena orang yang engkau cintai tak akan terhinakan, dan orang yang engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci dan Maha Tinggi engkau Rabb kami” (HR. At Tirmidzi no. 464, Abu Daud no. 1425, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Juga doa yang diriwayatkan dari Ali radhiallahu’anhu, yaitu:

اللهم إِنَّي أعوذُ برضاكَ من سخَطِكَ وأعوذُ بمعافاتِكَ من عقوبَتِكَ وأعوذُ بك منكَ لا أُحْصي ثناءً عليكَ أنتَ كما أثنيتَ على نفسِكَ

/Allohumma inii a’uudzu biridhooka min sakhotika, wa a’uudzu bimu’aafatika min ‘uquubatika, wa a’uudzu bika minka laa uh-shii tsanaa-an ‘alaika, anta kamaa atsnayta ‘alaa nafsika/

Ya Allah, dengan ridha-Mu aku mohon perlindungan dari murka-Mu, dengan ampunan-Mu aku mohon perlindungan dari hukuman-Mu, dan dengan hikmah-Mu aku mohon perlindungan dari takdir yang buruk, tidak terhitung pujian untuk Mu, Engkau sebagaimana pujian yang Engkau sematkan pada Diri-Mu” (HR. Tirmidzi no. 3566, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Atau dengan doa yang dibaca Ubay[1. Demikian teks dari fatwa Syaikh Ibnu Jibrin, namun yang kami temukan doa ini diriwayatkan dari Ubaid bin Umair rahimahullah bukan Ubay. Wallahu a’lam.], yang pertama:

اللهمَّ إنَّا نستعينك ونستغفرك ، ونُثْنِي عليك ولا نَكفُرُكَ ، ونخلعُ ونتركُ من يفجرك

/Allohumma innaa nasta’iinuka wa nastaghfiruka wa nutsnii ‘alaika walaa nakfuruka, wa nakhla’u wa natruku man yafjuruka/

Yaa Allah aku memohon pertolonganMu dan memohon ampunanMu, aku memujiMu dan tidak kufur kepadaMu, dan kami berlepas diri dan meninggalkan orang yang berbuat maksiat kepadaMu

Yang kedua:

اللهمَّ إياكَ نعبدُ ، ولك نُصلِّي ونسجدُ ، وإليك نسعى ونحفدُ ، نخشى عذابكَ الجِدَّ ، ونرجو رحمتكَ ، إنَّ عذابكَ بالكفارِ مُلْحِقٌ

/Allohumma iyaaka na’budu, walaka nusholli wa nasjudu, wa ilaika nas’a wa nahfadu, nakhsya ‘adzaabakal hidda, wa narjuu rohmataka, innaa ‘adzaabaka bilkuffari mulhiqun/

Yaa Allah hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami shalat dan sujud, hanya kepadaMu kami memohon dan meminta pertolongan, kami takut akan adzabMu yang pedih, dan kami mengharapkan rahmatMu, sungguh adzabMu kepada orang-orang kafir itu pasti

Karena Umar bin Khathab radhiallahu’anhu membaca kedua doa tersebut ketika qunut. Dan ditambahkan juga dengan doa:

اللهمَّ عذِّبْ كَفَرَةَ أهلِ الكتابِ والمشركينَ الذين يَصُدُّونَ عن سبيلِكَ ويجْحَدُونَ آياتِكَ ويكذِّبُونَ رُسُلَكَ ويتَعدَّوْنَ حُدُودَكَ ويَدْعُونَ معَكَ إلهًا آخرَ لا إلهَ إلا أنتَ تبَارَكتَ وتعَالَيتَ عمَّا يقولُ الظالمونَ علوًّا كبيرًا

/Allohumma ‘adzib kafarota ahlil kitaabi wal musyrikiinalladziina yashudduna ‘an sabiilika wa yajhaduuna aayaatika wa yukadzibuuna rusulaka wa yata’addauna huduudaka wa yad’uuna ma’aka ilaahan aakhor laa ilaaha illa anta tabaarokta wa ta’aalayta ‘amma yaquuluzh zhoolimuuna ‘uluwwan kabiiron/

Yaa Allah adzablah orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan musyrikin yang menyimpang dari jalanMu dan mendustakan ayat-ayatMu dan mendustakan para Rasul-Mu dan melewati batasan-batasanMu, dan menyembah sesembahan yang lain selain diriMu, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi Engkau terhadap apa yang dikatakan orang-orang zhalim itu, Engkau Maha Tinggi dan Maha Besar” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, 2/211, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil [2/170]).

Dari sini juga diketahui bolehnya menambah doa-doa tersebut dengan doa-doa yang sesuai dengan keadaan. Namun dengan berusaha memilih doa-doa yang diajarkan Rasulullah yang padat kalimatnya. Tapi hendaknya tidak terlalu banyak memberikan tambahan doa-doa, sehingga bisa membuat makmum bosan dan kesusahan.

Jika doa itu diaminkan banyak orang maka hendaknya menggunakan lafadz jamak. Dan terkadang lafadz jamak ini lebih afdhal walaupun ia berdoa sendirian.

Adapun melagukan dan mendayu-dayukan bacaan doa sehingga sampai taraf yang tidak lagi menjadi doa yang khusyuk dan penuh harap, maka ini tidak boleh. Karena yang dituntut dalam berdoa adalah ketundukan hati, tawadhu dan khusyuk. Ini lebih menguatkan untuk dikabulkannya doa.

Wallahu a’lam.

(Fatawa Syaikh Abdullah bin Jibrin, 24/42, Asy Syamilah)

***

Penerjemah: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/30446-disyariatkan-membaca-qunut-dalam-shalat-witir.html

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 2)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Pendapat ulama terkuat & alasan ilmiahnya

Wanita hamil / menyusui jika tidak puasa karena udzur Syar’i hamil/menyusui, maka wajib menunaikan fidyah saja. Sebagaimana ini kami sebutkan dalam pendapat ulama yang ketujuh pada artikel seri pertama.

Pendapat ini adalah pendapat terkuat dengan beberapa alasan ilmiah berikut ini :

  1. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam Al-Baqarah :184 dengan tafsir dari pakar Tafsir dikalangan sahabat, yang tafsirnya lebih diutamakan daripada ulama Tafsir lainnya,

Allah Ta’ala berfirman :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa) menunaikan fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.

Banyak ulama menyatakan bahwa ayat ini tentang pria dan wanita yang sudah lanjut usia, wanita hamil dan menyusui yang berat melaksanakan puasa Ramadhan atau khawatir pada bayi/janinnya.

Ini adalah pendapat ulama dikalangan sahabat : Ibnu Abbas, Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, dan pendapat ulama di kalangan tabi’in : Sa’id bin Jubair, Atha’, Mujahid, Ikrimah, dan sekelompok dari tabi’in rahimahumullah.[1]

Banyak ulama menyatakan bahwa ayat ini mansukh (dihapus hukumnya) dengan ayat setelahnya, Al-Baqarah :185.

Namun demikian, diantara ulama yang menyatakan ayat ini mansukh, ada yang menyatakan bagi wanita hamil/menyusui tetap fidyah tanpa qodho’, sebagaimana pendapat Qotadah dan Ikrimah rahimahumallah.[2]

Adapun maksud petikan ayat ini adalah wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa Ramadhan, apabila mereka tidak berpuasa, untuk menunaikan fidyah, yaitu : memberi makan seorang miskin. Sebagaimana ini tafsir dari pakar Tafsir di kalangan sahabat, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam menafsirkan petikan ayat di atas:

من لم يطق الصوم إلا على جهد فله أن يفطر، ويطعم كل يوم مسكيناً، والحامل، والمرضع، والشيخ الكبير والذي به سقم دائم

“Barangsiapa yang tidak mampu berpuasa (Ramadhan) kecuali dengan susah payah, maka ia punya udzur untuk tidak berpuasa, dan ia (berkewajiban) memberi makan seorang miskin untuk setiap hari (yang ia tidak berpuasa padanya), demikian pula hukumnya (orang-orang yang berat berpuasa seperti) wanita hamil dan menyusui, orang lanjut usia serta orang yang sakit terus menerus”.[3]

Dalam riwayat lainnya yang sanadnya shahih[4], Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma melihat wanita yang hamil atau menyusui lalu berkata :

أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِي لَا يُطِيقُهُ، عَلَيْكِ أَنْ تُطْعِمِي مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، وَلَا قَضَاءَ عَلَيْكِ

“Engkau seperti kedudukan orang yang tidak mampu puasa, maka wajib bagimu untuk memberi makan (fidyah) satu orang miskin untuk satu hari (yang engkau tidak berpuasa padanya), dan tidak ada qodho’ bagimu”

Dan riwayat shahih, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan :

رخص للشيخ الكبير، والعجوز الكبيرة في ذلك وهما يطيقان الصوم أن يفطرا إن شاءا، ويطعما كل يوم مسكينا، ولا قضاء عليهما، ثم نسخ ذلك في هذه الآية: ﴿فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ﴾ [البقرة: 185]، وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة إذا كانا لا يطيقان الصوم، والحبلى والمرضع إذا خافتا أفطرتا، وأطعمتا كل يوم مسكينا

“Diberi keringanan bagi pria & wanita yang lanjut usia dalam hal itu -sedangkan keduanya mampu puasa- untuk tidak berpuasa jika keduanya mau dan memberi makan (fidyah) satu orang miskin untuk satu hari (yang tidak berpuasa padanya), dan tidak ada kewajiban qodho’ bagi keduanya, lalu dimansukh dengan ayat :

﴾ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ﴿ ,

dan tetap hukumnya (menunaikan fidyah) bagi pria & wanita lanjut usia apabila keduanya tidak mampu puasa, serta wanita hamil & menyusui yang khawatir (terhadap janin/bayinya), maka keduanya (mendapatkan udzur) tidak berpuasa dan (wajib) memberi makan (fidyah) satu orang miskin untuk satu hari (yang keduanya tidak berpuasa padanya)”.

Riwayat lain yang sanadnya shahih, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata :

إِذَا خَافَتِ الحَامِلُ عَلَى نَفْسِهَا وَالمُرْضِعُ عَلَى وَلَدِهَا فِي رَمَضَانَ

“Apabila wanita hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita menyusui mengkhawatirkan bayinya di bulan Ramadhan”

يُفْطِرَانِ، وَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، وَلَا يَقْضِيَانِ صَوْمًا

“Keduanya (memiliki udzur untuk) tidak puasa dan (wajib) memberi makan untuk setiap hari (yang keduanya tidak berpuasa) kepada satu orang miskin dan keduanya tidak usah mengqodho’ puasa”.[5]

Dalam riwayat shahih dari Ad-Daruquthni, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata :

الحَامِلُ و المُرْضِعُ تفطر وَلَا تَقْضِي

“Wanita hamil dan menyusui itu (memiliki udzur Syar’i) untuk tidak berpuasa dan tidak ada kewajiban mengqodho’”.[6]

Dalam riwayat lainnya, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata kepada istrinya yang sedang hamil :

أَفْطِرِي وَأَطْعِمِي عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَلَا تَقْضِي

“Berbukalah dan berilah makan (fidyah) untuk setiap hari (yang engkau tidak berpuasa) kepada satu orang miskin dan engkau tidak usah mengqodho’” [HR. Ad-Daruquthni, dengan sanad jayyid][7]

Apakah tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘an

huma memiliki hukum marfu’?

Imam As-Suyuthi rahimahullah dalam Al-Itqon fi ‘Ulumil Qur’an bahwa tafsir seorang sahabat yang terkait dengan sebab diturunkannya Alquran (sababun nuzul) itu dihukumi dengan hukum khabar yang marfu’. Kaedah ini juga ma’ruf di kalangan Ahli Hadits.

Sedangkan tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,  demikian pula riwayat shahih tafsir yang semisal dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, kedua tafsir ini dihukumi hukum marfu’ karena sababun nuzul.[8]

Mana yang didahulukan, seandainya tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bertentangan dengan sahabat lainnya?

Berkata Az-Zarkasi rahimahullah dalam Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an :

إن تعارضت أقوال جماعة من الصحابة، فإن أمكن الجمع فذاك، وإن تعذر؛ قُدِّم ابن عباس رضي الله عنهما؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم بشّره بذلك حيث قال: (اللهم علمه التأويل)

“Apabila ucapan sekelompok sahabat saling bertentangan, jika bisa digabungkan maka digabungkan, namun jika tidak memungkinkan, maka didahulukan ucapan (tafsir) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira tentangnya, dengan bersabda : ‘Ya Allah, ajarkanlah kepadanya (Ibnu Abbas) ilmu Tafsir’

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/63345-wajibkah-fidyah-bagi-wanita-hamil-atau-menyusui-jika-tidak-puasa-ramadhan-bag-2.html

Ketika Anggota Badan Kita Memberikan Persaksian (Tafsir Surat Yasin Ayat 65)

Kelak di akhirat, anggota badan kita akan memberikan persaksian terhadap apa yang telah kita lakukan di dunia. Allah ta’ala akan menjadikan anggota badan kita bisa berbicara untuk memberikan persaksian. Ketika itu kita tidak bisa lagi mengelak untuk mempertanggung-jawabkan apa yang telah kita kerjakan.

Allah ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya:

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (QS. Yasin: 65)

Ada beberapa faedah yang berharga dari ayat yang mulia ini:

Faedah 1: Ngerinya kesyirikan, kekufuran dan kemunafikan

Karena ayat di atas, jika kita melihat pada ayat-ayat sebelumnya, bicara tentang keadaan orang-orang yang melakukan kesyirikan dan penyembahan kepada Selain Allah. Allah ta’ala berfirman,

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya:

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin: 60).

Allah ta’ala juga berfirman,

هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya:

“Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya)” (QS. Yasin: 63).

Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan surat yasin ayat 65 di atas dengan mengatakan:

هذا حال الكفار والمنافقين يوم القيامة حين ينكرون ما اجترموه في الدنيا ويحلفون ما فعلوه

Artinya:

“Ini adalah keadaannya orang-orang kafir dan munafik di hari Kiamat. Ketika mereka mengingkar kejahatan yang mereka lakukan di dunia, dan mereka bersumpah atas apa yang mereka lakukan” (Tafsir Ibnu Katsir).

Di sini kita dapati kengerian yang akan dirasakan orang-orang yang berbuat kekufuran, kesyirikan dan kemunafikan. Mereka tidak akan diampuni oleh Allah ta’ala, dan tidak bisa mengelak dari hukuman Allah. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Artinya:

“Sesungguhnya orang yang berbuat syirik terhadap Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72).

Allah ta’ala juga berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Maka jauhkanlah diri kita dari kekufuran, kesyirikan dan kemunafikan.

Faedah 2: Anggota tubuh kita akan menjadi saksi

Ayat di atas juga menunjukkan bahwa anggota badan kita akan menjadi saksi atas apa yang kita kerjakan di dunia. Di sebutkan dalam ayat yang lain:

حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (20) وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (21) وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ (22)

Artinya:

“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushilaat: 20-22).

As Sa’di menjelaskan:

شهد عليهم كل عضو من أعضائهم، فكل عضو يقول: أنا فعلت كذا وكذا، يوم كذا وكذا. وخص هذه الأعضاء الثلاثة، لأن أكثر الذنوب، إنما تقع بها، أو بسببها

Artinya:

“Anggota badan akan bersaksi memberatkan manusia. Setiap anggota badan akan mengatakan: “saya telah melakukan ini dan itu, pada hari ini dan itu”. Dan dikhususkan tiga anggota badan dalam ayat ini (pendengaran, penglihatan dan kulit) karena mereka lah yang paling banyak berbuat dosa. Mereka yang mengerjakannya atau mereka menjadi sebab terjadinya dosa” (Tafsir As Sa’di).

Anggota badan akan bisa bicara untuk menyampaikan apa yang diperbuat oleh manusia, yang tidak disampaikan oleh lisannya. Dijelaskan dalam Tafsir Al Baghawi:

قال السدي وجماعة : المراد بالجلود الفروج . وقال مقاتل : تنطق جوارحهم بما كتمت الألسن من عملهم

Artinya:

“As Suddi dan sejumlah ulama mengatakan: yang dimaksud dengan “kulit” di sini adalah farji (kemaluan). Muqatil juga mengatakan: setiap anggota badan akan bisa bicara untuk menyampaikan apa yang disembunyikan oleh lisan”.

Adapun mengenai bagaimana anggota badan berbicara? Bagaimana bentuknya? Bagaimana sifatnya? Apakah mereka memiliki bibir dan lidah masing-masing? Kita katakan: wallahu a’lam. Ini adalah perkara gaib yang Allah rahasiakan. Yang jelas Allah Maha Kuasa untuk membuat hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, disebutkan dalam surat Fushilat ayat 21 di atas:

قَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya:

“Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”.

Maka hendaknya kita bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri dari semua maksiat. Selain karena malaikat mencatat semua perbuatan kita tanpa luput sedikit pun, juga anggota badan kita akan bersaksi memberatkan kita di hari kiamat. Nas’alullah as-salamah wal-‘afiyah!

Faedah 3: Perhatikan akhirat kita!

Jika kita telah memahami hal di atas, maka hendaknya kita jadikan perkara akhirat sebagai perhatian utama kita. Kita berupaya keras bagaimana agar kita berbahagia di akhirat dan selamat dari siksaan berat di sana. Jangan sampai kita tertipu dengan kenikmatan dunia, sehingga menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Allah ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

Artinya:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” (QS. Al-Isra’: 18).

Allah ta’ala juga berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Hud: 15-16).

Orang yang cerdas adalah yang sibuk menyiapkan bekal untuk akhirat. Karena ia tahu, akhirat itu kekal dan dunia hanya sementara. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

يا رسولَ اللَّهِ أيُّ المؤمنينَ أفضلُ ؟ قالَ : أَحسنُهُم خُلقًا ، قالَ : فأيُّ المؤمنينَ أَكْيَسُ ؟ قالَ : أَكْثرُهُم للمَوتِ ذِكْرًا ، وأحسنُهُم لما بعدَهُ استِعدادًا ، أولئِكَ الأَكْياسُ

Artinya:

“Wahai Rasulullah, orang Mu’min mana yang paling utama? Nabi menjawab: yang paling baik akhlaknya. Orang Anshar bertanya lagi: lalu orang Mu’min mana yang paling cerdas? Nabi menjawab: yang paling banyak mengingat mati, dan yang paling baik dalam menyiapkan bekal untuk akhiratnya, itulah orang-orang yang cerdas” (HR. Ibnu Majah no. 3454, dihasankan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Wallahu a’lam. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/63343-ketika-anggota-badan-kita-memberikan-persaksian.html