Tantangan Mendidik Anak dalam Islam

Anak merupakan anugerah terindah sekaligus amanah yang Allah berikan kepada setiap orang tua. Kehadiran anak membawa kebahagiaan yang luar biasa dalam keluarga, namun juga membawa tanggung jawab besar dalam memastikan perkembangan mereka secara jasmani dan rohani.

Dalam pandangan Islam, mendidik anak adalah suatu tugas utama dan suci yang harus diemban oleh orang tua. Pola asuh yang baik sangat ditekankan, dan pemahaman mendalam tentang pendidikan anak sangat penting untuk memenuhi tanggung jawab ini.

Agama Islam menekankan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab besar terhadap pendidikan dan perkembangan anak-anak mereka. Ini tidak hanya mencakup aspek pendidikan agama, tetapi juga pendidikan moral, etika, dan pengetahuan yang baik.

Allah SWT berfirman dalam al-Quran tentang tugas orang tua dalam mendidik anak-anak mereka, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Surah At-Tahrim: 6)

Dalam Islam, orang tua dianggap sebagai model utama bagi anak-anak. Cara orang tua berbicara, bertindak, dan bersikap akan memengaruhi perilaku dan pemahaman anak-anak tentang nilai-nilai dan etika.

Islam mendorong orang tua untuk menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Pola asuh yang baik mencakup memberikan kasih sayang, keadilan, dan perhatian kepada semua anggota keluarga.

Pendidikan Agama, Moral, dan Etika

Pendidikan anak dalam Islam mencakup berbagai aspek, termasuk pendidikan agama, moral, dan etika. Orang tua diharapkan untuk memberikan pemahaman tentang ajaran agama, ibadah, dan nilai-nilai moral kepada anak-anak mereka. Ini adalah fondasi yang kuat untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dengan pemahaman yang benar tentang iman dan etika yang baik.

Disiplin yang Bijak

Dalam mendidik anak-anak, Islam mengajarkan pentingnya penggunaan disiplin yang bijak. Ini mencakup memberikan batasan dan konsekuensi yang seimbang, tanpa kekerasan atau perlakuan yang tidak adil. Anak-anak perlu tahu batasan-batasan yang ada, tetapi juga harus merasakan cinta dan perhatian dari orang tua mereka.

Menghormati Anak sebagai Individu

Meskipun anak-anak adalah individu yang masih dalam tahap perkembangan, Islam mengajarkan pentingnya menghormati mereka sebagai individu yang memiliki hak-haknya sendiri. Orang tua harus mendengarkan pendapat anak-anak mereka, memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang sesuai dengan potensi masing-masing, dan memberikan dukungan dalam mencapai tujuan dan impian mereka.

Pendidikan Seumur Hidup

Pendidikan anak dalam Islam bukan hanya tentang tahun-tahun awal kehidupan mereka. Sebaliknya, pendidikan adalah bagian integral dari praktik keagamaan seumur hidup. Orang tua diharapkan untuk terus mendukung dan membimbing anak-anak mereka dalam perkembangan moral, intelektual, dan spiritual mereka. Ini mencakup memberikan teladan yang baik dan mengawasi perkembangan anak-anak mereka seiring bertambahnya usia.

Dalam Islam, pendidikan anak adalah suatu tugas suci dan penting yang diberikan kepada orang tua. Memahami dan mempraktikkan ajaran Islam dalam mendidik anak adalah kunci untuk memastikan bahwa generasi muda tumbuh menjadi individu yang kuat, etis, dan bertaqwa. Melalui pengamalan ajaran Islam, orang tua dapat menciptakan keluarga yang penuh dengan kasih sayang, keadilan, dan harmoni.

Dalam dunia yang semakin kompleks, pendidikan anak dalam Islam adalah suatu amanah yang tidak boleh diabaikan. Dengan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, orang tua dapat memenuhi tanggung jawab mereka dengan baik dan membimbing anak-anak mereka menuju kesuksesan dunia dan akhirat. Dengan begitu, mereka akan menjalani peran penting dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan penuh dengan cinta, perdamaian, dan moral yang kuat.

ISLAMKAFFAH

Awas, Ada Riya’ dalam Ibadahmu

Dalam beribadah, terkadang muncul perasaan ingin dipuji orang lain. Apalagi ibadah tersebut dilakukan di tempat umum yang banyak dilihat orang lain. Memang pujian manusia terdengar manis di telinga, tetapi hal ini dapat membawa kerugian bagi kita semua. Hal ini merupakan riya’ yang tersembunyi pada hati. Apa itu riya’? Dan apa saja bahayanya? Mari simak penjelasan singkat mengenai riya’ berikut ini.

Definisi Riya

Riya’ merupakan keinginan hati untuk dipuji saat melakukan ibadah maupun amal salih, sehingga pelaku riya’ tersebut cenderung memperbagus ibadahnya. Para ulama mendefinisikan riya’ sebagai berikut,

أن يُظهِرَ الإنسانُ العَمَلَ الصَّالحَ للآخَرِينَ، أو يُحَسِّنَه عِندَهم؛ لِيَمدَحوه، ويَعظُمَ في أنفُسِهم

Riya’ adalah menampakkan amalan shalih kepada orang lain atau memperbagusnya di hadapan orang lain, agar mendapatkan pujian atau agar dianggap agung oleh orang lain.” (Lihat Al-Muwafaqat karya Asy-Syatibi [2/353], Ar-Ri’ayah karya Ibnu Abil Izz [hal. 55])

Bahaya dari Riya

Terdapat beberapa bahaya dari riya’ yang disebutkan baik di Al-Qur’an maupun berbagai sumber As-Sunnah, diantaranya sebagai berikut:

1. Riya’ membatalkan pahala amal salih

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Perumpamaan hati pada ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang berbuat riya’ tidak akan mendapatkan apa-apa. Amal ibadah yang dilakukan lewat saja dari hati mereka. Tidak ada kebaikan maupun pahala yang didapatkan, bahkan mereka mendapatkan dosa darinya. Hal ini sangat disayangkan sekali karena ibadah yang dilakukan terhapus pahalanya, hanya memberikan lelah.

2. Riya’ termasuk kesyirikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ ، قَالَ قُلْنَا بَلَى ، فَقَالَ : الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata, “Kami mau.” Maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang salat, lalu ia menghiasi (memperindah) salatnya, karena ada orang yang memperhatikan salatnya.” (HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al-Khudri, hadits ini hasan-Shahih Ibnu Majah, no. 3389)

Kesyirikan yang dimaksud adalah kesyirikan tersembunyi atau disebut sebagai syirik khafi.

3. Amal salih yang disertai riya’ akan hilang pengaruh baiknya

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ﴿٥﴾الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ﴿٦﴾وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

Maka celakalah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan mencegah (menolong dengan) barang yang berguna.” (QS. Al-Ma’uun: 4-7)

Dalam ayat tersebut, orang yang salat dengan riya’ tidak akan memiliki pengaruh positif dalam hati mereka. Mereka hanya mengerjakan salat dari apa yang tampak saja. Hati mereka tidak digunakan untuk mengharap pahala dari Allah, tetapi mereka hanya mengharapkan ucapan semu dari manusia. Maka merugilah orang-orang yang melakukan riya’.

Riya’ yang Menempel pada Ibadah

Berdasarkan fatwa dari Syaikh Ibnu Utsaimin hafizhahullah pada Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, (2/29, 30), terdapat tiga macam menempelnya riya’ dengan ibadah:

1. Asal tujuan dalam ibadahnya agar dilihat oleh orang

Pada kasus ini, riya’ membatalkan ibadahnya.

2. Bersama dalam ibadah, terdapat riya’ disela-selanya

  • Apabila kondisi awal tidak terkait dengan kondisi akhir, maka riya’ mempengaruhi pada kondisi yang dilekatinya. Sebagai contoh membaca Al-Qur’an. Pada sepuluh ayat awal, orang tersebut tidak ada riya’. Tetapi pada ayat selanjutnya, orang tersebut melakukan riya’. Maka riya’ hanya mempengaruhi amalan pada bacaan setelah sepuluh ayat pertama.
  • Apabila kondisi awal terkait dengan kondisi akhir, maka riya’ dapat membatalkan ibadahnya. Sebagai contoh salat, puasa. Apabila orang tersebut menyadarinya dan segera mengkoreksi niatnya, maka riya’ tersebut tidak memberikan pengaruh. Tetapi apabila orang tersebut menikmati dan tidak ingin menolak riya’, maka ibadah tersebut batal.

3 . Munculnya riya’ setelah beribadah

Hal ini tidak mempengaruhi ibadahnya karena telah sempurna ibadah yang sudah dilakukan. Bukan termasuk riya’ seseorang senang dengan melakukan amal salih karena hal tersebut merupakan bukti atas keimanannya. Dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

Siapa yang merasa bahagia dengan ibadah yang dia kerjakan, dan merasa sedih karena maksiat yang dia lakukan, maka itulah mukmin”. (HR. Ahmad 115, Turmudzi 2318, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Penutup

Betapa bahayanya ibadah apabila dimasuki riya’ karena dapat menghapus nilai dari ibadah tersebut. Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi karenanya. Semoga dengan bertambanya ilmu tentang riya’, kita dapat semakin berhati-hati dalam menjaga niat pada ibadah kita.

Wallahu a’lam. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Penulis: Lisa Almira

© 2023 muslimah.or.id
Sumber: https://muslimah.or.id/16257-awas-ada-riya-dalam-ibadahmu.html

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 4): Hal yang Diperlukan agar Bisa Berdakwah dengan Hikmah

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Hal yang diperlukan agar bisa berdakwah hikmah

Di antara hal yang diperlukan agar bisa berdakwah hikmah adalah mengenal tingkatan hukum dalam mengingkari kemungkaran

Nasihat Syekh Al-Utsaimin rahimahullah [1]

Bahwa hendaknya seorang da’i mendekati dan mendakwahi anggota masyarakat pelaku dosa besar serta bersabar terhadap resikonya, bukan justru membuat sekat, menjauhi, dan mengucilkannya. Jangan pula seorang da’i merasa sombong dan tidak pantas mendekati pelaku dosa besar dalam rangka mendakwahinya.

Karena apabila para da’i menjauhi mereka, tidak mendakwahi mereka, dan meninggalkan amar makruf nahi mungkar, siapa lagi yang akan mendakwahi dan mengingkari kemungkaran mereka? Apakah sesama pelaku dosa besar yang diharapkan akan mengingkari temannya? Atau orang yang tidak paham ilmu amar makruf nahi mungkar yang diharapkan akan mendakwahi mereka?

Hukum mengingkari kemungkaran

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, dalam kitab I’lam Al-Muwaqqi’in (4: 3-5) mengatakan,

“Mengingkari kemungkaran itu ada 4 tingkatan :

Tingkatan pertama: Hilang kemungkaran yang diingkari dan berganti dengan kebalikannya

Tingkatan kedua: Berkurang, namun tidak hilang secara totalitas

Tingkatan ketiga: Berganti dengan kemungkaran yang semisal

Tingkatan keempat: Berganti dengan kemungkaran yang lebih buruk dibanding kemungkaran yang diingkari.

Hukum dua tingkatan pertama adalah disyariatkan, sedangkan tingkatan yang ketiga adalah ranah ijtihad. Adapun hukum tingkatan yang keempat adalah diharamkan.” [2]

Contoh penerapan kaidah ingkarul mungkar di atas [3]:

Contoh pertama:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkisah, “Saya dan sebagian temanku melewati sekelompok orang yang menenggak minuman memabukkan. Lalu, salah satu temanku mengingkarinya, namun justru saya mengingkari temanku tersebut. Saya katakan kepadanya,

‘Allah mengharamkan minuman memabukkan, karena menghalangi dari dzikrullah dan salat. Sedangkan (sekarang), minuman memabukkan itu menghalangi mereka dari membunuh dan menyekap orang serta merampas harta. Oleh karena itu, biarkan mereka (mabuk).”

Penjelasan:

Kemudaratan mabuk itu mengenai diri pemabuk sendiri, namun kemudaratan mengingkari pemabuk itu mengenai orang lain, di samping juga mengenai pemabuk sendiri. Karena pemabuk itu di samping mabuk, juga bisa melakukan dosa yang lebih parah dari mabuk (membunuh dan menyekap orang serta merampas harta).

Contoh kedua:

Apabila mengingkari seseorang yang sibuk membaca buku-buku porno itu diduga kuat ia akan beralih kepada buku-buku bid’ah, akidah batil, dan sihir, maka sikap yang tepat saat itu adalah membiarkan orang tersebut membaca buku porno, untuk menghindari mudarat yang lebih besar.

Macam-macam kondisi mengingkari kemungkaran dan hukumnya

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Minhajul Qashidin menjelaskan bahwa mengingkari kemungkaran ditinjau dari bermanfaat atau tidaknya, terbagi menjadi 4 keadaan orang yang mengingkari kemungkaran:

Pertama: Ia tahu bahwa kemungkaran tersebut akan hilang dengan perkataan atau perbuatannya, tanpa ada bahaya yang menimpanya. Maka wajib baginya untuk mengingkari.

Kedua: Ia tahu bahwa perkataannya tidak bermanfaat dan jika ia berbicara, akan dipukul. Maka gugurlah kewajiban ingkarul mungkar darinya.

Ketiga: Ia tahu bahwa pengingkarannya tidak bermanfaat. Akan tetapi, ia tidak khawatir akan dampak buruknya, maka tidak wajib baginya untuk mengingkarinya, karena tidak ada manfaatnya. Namun, disunahkan hal itu baginya, guna menyebarkan syi’ar Islam dan mengingatkan akan ajaran Islam.

Keempat: Ia tahu bahwa mengingkarinya menyebabkannya tertimpa bahaya. Akan tetapi, jika diingkari, pelaku maksiat akan meninggalkan kemungkarannya, seperti mematahkan gitar [4] atau menumpahkan minuman memabukkan. Sedangkan ia tahu bahwa setelah itu pelaku maksiat tersebut akan memukulnya, maka gugurlah kewajiban inkarul munkar baginya. Namun, hukum mengingkarinya masih disunahkan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أفضلُ الجهادِ كلمةُ عدلٍ عند سُلطانٍ جائرٍ

Jihad yang paling utama adalah kalimat haq yang disampaikan di hadapan penguasa yang zalim.” (Shahih Abu Dawud)

Catatan:

Mengingkari kemaksiatan di tengah masyarakat dengan mematahkan gitar atau menumpahkan minuman memabukkan itu adalah hak dari pihak yang berwenang (polisi atau semisalnya). Karena apabila diserahkan kepada setiap individu masyarakat, maka akan terjadi pertengkaran, kekacauan, bahkan bisa saja sampai saling membunuh. Tentunya, mengingkari kemungkaran yang menyebabkan timbulnya kemungkaran yang lebih besar itu hukumnya haram.

Di antara hal yang diperlukan agar bisa berdakwah dengan hikmah adalah mengenal skala prioritas dalam beragama Islam

Perintah Allah itu bertingkat-tingkat. Urutannya sebagai berikut:

Pertama: Dasar keimanan dan rukun-rukun (tauhid dasar, rukun iman, dan rukun Islam)

Kedua: Wajib

Ketiga: Sunnah mu’akkadah (afdal)

Keempat: Sunnah ghoiru mu’akkadah (mafdhul)

Larangan Allah itu bertingkat-tingkat. Urutannya sebagai berikut:

Pertama: Syirik akbar dan setingkatnya

Kedua: Syirik kecil dan setingkatnya

Ketiga: Bid’ah

Keempat: Dosa besar

Kelima: Dosa kecil

Keenam: Makruh

Hanya saja, dituntut kekreatifan dalam memilih pintu-pintu pengajaran perkara terpenting, yaitu tauhid. Dan pengajaran tauhid itu bisa via pengajaran Al-Qur’an, hadis, fikih ibadah, dan lain-lain.

Kita pun bisa melakukan pendekatan kepada masyarakat dan memasukkan akidah lewat pengajian kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah dan kitab Riyadhush Shalihin, yang kebetulan kedua-duanya merupakan karya salah satu ulama tersohor mazhab Syafi’i, yaitu Imam An-Nawawi rahimahullah.

Di saat kita menjelaskan hadis tentang ikhlas, kita bisa memasukkan ajaran tauhid. Ketika menjelaskan hadis tentang iman dengan para rasul, kita bisa memasukkan kewajiban mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam segala lini kehidupan. Demikian selanjutnya.

Kita pun bisa menerapkan metode di atas dengan masyarakat kita, dengan mulai membuka TPA untuk anak-anak dan bisa juga dengan mengadakan pengajian tafsir untuk orang tua mereka. Ketika telah sampai ke dalam ayat kelima dari surah Al-Fatihah, kita bisa menekankan kewajiban memurnikan ibadah dan permohonan tolong hanya untuk Allah semata. [5]

Jadi, cara berdakwah yang hikmah bukan justru larut dalam acara maksiat dengan alasan ingin mendakwahi.

Sebagai ilustrasi, misalnya:

Seorang ‘juru dakwah’, namun minim ilmu, kerap ikut larut dalam ritual-ritual syirik dan acara-acara bid’ah, sambil sesekali bermusik ria dengan dalih pendekatan masyarakat sebelum mendakwahi mereka.

Dengan alasan:

“Kita harus bersikap hikmah dalam berdakwah. Kalau kita tidak mengikuti acara-acara itu terlebih dahulu, masyarakat akan lari dan menjauhi kita! Bukankah Islam itu rahmatan lil ‘alamin?” Jawab si ‘juru dakwah’ tadi dengan ringan.

Maka, kita luruskan sikap da’i yang keliru tersebut bahwa hikmah tetap dengan amar makruf nahi mungkar, namun dikemas dengan cara yang mudah diterima selama tidak melanggar syariat Islam, bukan justru ikut melakukan kemungkaran.

Demikian pula, dengan menerapkan poin “Hukum mengingkari kemungkaran” dan poin “Menerapkan skala prioritas dalam berdakwah” di atas, maka insyaAllah tidak akan terjadi kebingungan saat seorang anak melihat rumahnya banyak kemungkaran karena keawaman keluarganya.

Perhatikan ilustrasi seorang anak yang mengingkari kemungkaran yang banyak terjadi di rumahnya:

“Pokoknya mulai hari ini, bapak dan ibu tidak boleh lagi pergi ke dukun dan tidak boleh lagi sedekah bumi, tidak boleh ikut maulidan dan tahlilan, tidak boleh nonton tv, bapak harus memendekkan celana panjang di atas mata kaki, dan ibu harus memakai cadar!” Demikian ‘instruksi’ seorang pemuda yang baru ‘ngaji’ kepada bapak dan ibunya.

“Memangnya kenapa?!” tanya orang tuanya dengan nada tinggi.

“Karena itu syirik, bid’ah, dan maksiat!” jawab si anak berargumentasi.

“Kamu itu anak kemarin sore, tahu apa?! Tidak usah macam-macam, kalau tidak mau tinggal di rumah ini keluar saja!!” Si bapak dan ibu menutup perdebatan dalam rumah kecil itu.

Kita katakan kepadanya:

“Bertahaplah akhi dalam mengingkari kemungkaran-kemungkaran yang ada di rumah antum …” “Antum harus bersikap hikmah …”

Jika ada pertanyaan:

“Lho, bukankah kita harus menyampaikan yang hak, meskipun itu pahit?!”

Kita jawab bahwa hikmah itu menuntut kita mempertimbangkan kesiapan mad’u dan menggunakan cara yang paling mudah diterima, serta menghindari kemudaratan yang lebih besar atau sama. [6]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88321-hal-yang-diperlukan-agar-bisa-berdakwah-dengan-hikmah.html

Sabda-Sabda Rasulullah SAW Berikut Ungkap Kondisi Jasad Para Syahid, Termasuk di Gaza?

Allah SWT memuliakan para syahid yang gugur akibat perang

Serangan Hamas ke zionis Israel pada Sabtu (7/10/2023) mengejutkan banyak pihak. Aksi heroik ini dibalas dengan serangan Israel yang membabi buta ke Jalur Gaza. 

Hingga berita ini ditulis, sedikitnya 2.370 warga Palestina di Jalur Gaza telah meninggal akibat serangan Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023 lalu. Sementara warga Israel yang tewas akibat serangan Hamas mencapai setidaknya 1.300 jiwa.

Saat ini kehidupan warga di Jalur Gaza diperburuk karena ketiadaan pasokan pangan, listrik, air, dan barang-barang esensial lainnya. Israel diketahui telah memberlakukan blokade total terhadap wilayah tersebut. 

Gugurnya Muslim Gaza akibat serangan Zionis Israel ini mengingatkan kita tentang keutamaan meninggal secara syahid. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sejumlah hadits berikut ini:

Pertama, darah syahid harum semerbak 

Seorang mujahid yang mati di medan pertempuran yang sesungguhnya, boleh jadi darahnya berceceran dimana-mana. Orang awam yang melihatnya pasti akan ngeri, atau malah merasa jijik.

Namun di akhirat nanti, darah yang berceceran di sekujur tubuh itu justru akan berubah menjadi bau harum semerbak. Dan hal itu memang merupakan salah satu keutamaan bagi mujahid yang mati syahid di jalan-Nya, sebagaimana telah dijelaskan  Rasulullah SAW dalam sabdanya:  

زَمِّلُوهُمْ بِدِمَائِهِمْ فَإِنَّهُ لَيْسَ كَلَّمْ يُكْلَمُ فِي اللَّهِ إِلَّا يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَدْمَى لَوْتُهُ لون الدم وَريحُهُ رِيحُ الْمِسْكِ

“Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darah-darahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun aromanya seharum kesturi.”(HR An-Nasai dan Ahmad)

photo

Tiga Front Perlawanan Palestina – (Republika) Meski hadits ini berbicara tentang apa yang terjadi nanti di hari kiamat, namun kenyataannya begitu banyak bukti di masa sekarang ini, mereka yang mati syahid, justru darahnya sudah berubah menjadi bau harum semerbak.

Misalnya tatkala umat Islam berjihad mengusir Uni Sovyet di tanah Afghan, banyak sekali mujahidin yang mengalami hal seperti itu. Semua menjadi bukti dan tanda dari Allah, bahwa mereka betul-betul telah menjadi syahid di jalannya.

Dr Abdullah Azzam membuat buku khusus yang mengabadikan karamah para mujahidin itu dalam satu tulisan yang berjudul, Tanda-tanda Kekuasaan Allah di dalam Jihad Afghanistan. 

Kedua, tetesan darahnya dicintai Allah SWT

Selain berbau wangi, tetesan darah orang yang mati syahid itu dicintai Allah SWT. Bagi Allah SWT ada dua macam tetesan yang dicintainya, yaitu tetesan darah para syuhada, dan tetesan air mata orang yang takut kepada Allah SWT. Dan tetes darah para syuhada adalah satu tetesan yang paling dicintai Allah, sebagaimana sabda beliau SAW:

لَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ قَطْرَتَيْنِ وَأَثْرَيْنِ : قَطْرَةٌ مِنْ دُمُوع في خَشْيَةِ اللَّهِ وَ قَطْرَةً دَمٍ تُهْرَقُ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ وَأَمَّا الْأَتَرَانِ : فَأَتْرٌ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَأَثَرُ فِي فَرِيْضَةٍ مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ

“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas, tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban- kewajiban Allah.” (HR at-Tirmidzi)

Ketiga, jasadnya tidak dimakan tanah

Orang yang mati syahid mendapatkan kemuliaan dimana jasadnya setelah dikubur tidak dimakan tanah, tetapi utuh seperti ketika baru dikuburkan, meski sudah lama meninggal dunia.

ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أَنْ أَتْرَكَهُ مَعَ الْآخَرَ فَاسْتَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ فَإِذَا هُوَ كَيَوْمٍ وَضَعَتْهُ هَنِيَّةٌ غَيْرَ أُذُنِهِ

“Kemudian aku tidak tega meninggalkannya dengan yang lainnya, maka aku keluarkan jasadnya setelah ena bulan. Ternyata bentuknya masih sama dengan bantuk ketika dikuburkan, kecuali bagian telinganya.” (HR Bukhari)

IQRA REPUBLIKA

McDonald’s Dibanjiri Kecaman setelah Beri Makanan Gratis Tentara Zionis

McDonald’s ‘Israel’ menghadapi seruan boikot setelah mereka mulai memberikan makanan gratis kepada tentara ‘Israel’ yang memborbardir Kota Gaza, Palestina. Di X (sebelumnya Twitter), pengguna mengkritik waralaba milik ‘Israel’ tersebut mendukung penjajah.

“McDonald’s menyediakan makanan gratis kepada IDF, (pasukan militer ‘Israel’). Kita harus berpegang pada prinsip-prinsip kita dan mengambil tindakan yang sejalan dengan keyakinan kita. Mari kita boikot McDonalds karena mendukung perusahaan yang terlibat dalam konflik adalah hal yang salah, terutama jika menyangkut hilangnya nyawa orang yang tidak bersalah,” tulis seorang pengguna X dikutip laman Newsweek.

“Mari kita tingkatkan kesadaran dan dorong akuntabilitas dari merek-merek ini. Ingat, suara dan tindakan setiap individu dapat membuat perbedaan dalam membentuk dunia yang lebih adil,” tulis nya.

Dalam serangkaian unggahan Instagram minggu ini, McDonald’s ‘Israel’ mengatakan pihaknya menyumbangkan ribuan makanan gratis kepada tentara Pasukan Pertahanan ‘Israel’ serta rumah sakit.

Pertempuran melawan Hamas dimulai setelah kelompok pejuang Palestina tersebut melancarkan serangan mendadak ke ‘Israel’ (wilayah Palestina yang dicaplok ‘Israel’, red) akhir pekan lalu. Lebih dari 2.700 korban telah dikonfirmasi di kedua sisi, menurut Associated Press.

Tagar #BoycottMcDonalds dengan cepat mendapatkan momentum di platform media sosial, terutama X (sebelumnya Twitter), setelah akun resmi McDonald’s ‘Israel’ menyatakan solidaritasnya dengan IDF.

Terlepas dari kontroversi tersebut, McDonald’s ‘Israel’ tak peduli kritik. Ia teguh pada komitmennya memberikan bantuan pada tentara penjajah.

Melalui akun Instagram resminya, perusahaan mengumumkan bahwa mereka telah mendonasikan “puluhan ribu makanan” ke berbagai kelompok, termasuk unit IDF, polisi, rumah sakit, warga di sekitar zona konflik, dan pasukan penyelamat lainnya. Selain itu, mereka juga menawarkan diskon 50% kepada tentara dan pasukan keamanan yang mengunjungi cabang mereka.

Perusahaan tersebut mengungkapkan upayanya yang luar biasa, termasuk pendirian lima restoran yang didedikasikan semata-mata untuk bantuan dan sumbangan bagi pasukan keamanan, dengan rencana untuk mengirimkan 4.000 makanan setiap hari.

Pengumuman mereka baru-baru ini menunjukkan bahwa mereka telah menyumbangkan 12.000 makanan kepada IDF dan penduduk ‘Israel’ di sekitarnya, menampilkan gambar mobil yang memuat makanan McDonald’s dan tentara serta pekerja rumah sakit menerima paket-paket ini.

Setelah Brigade al-Qassam menyerang penjajah dengan 5000 rudal, Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya sedang “berperang”. Serangan udara terus dilancarkan terhadap Jalur Gaza, dan invasi ‘Israel’ ke wilayah tersebut layaknya genosida.

‘Israel’ juga memutus pasokan makanan, bahan bakar, dan listrik ke Gaza, yang berujung tewasnya 13 tawanan ‘Israel’, termasuk warga asing.

Di X, seorang pengguna bernama Attockonians menulis : “Pakistan yang terhormat, Ayo BOYCOTT McDonalds. Sebarkan sebanyak yang Anda bisa.”

Pengguna X @NoOnesX_ menulis, “Jika McDonalds memberikan makanan gratis kepada Angkatan Pertahanan ‘Israel’ dan bukan kepada mereka yang [terkena dampak] di GAZA, maka saya pikir seluruh Muslim di seluruh dunia harus memboikot McDonalds.”

Dan pengguna X, Hassaan Bokhari berkata, “Boikot McDonalds! Semua gerai McDonalds di Pakistan harus diambil tindakan untuk mendukung Palestina.”

HIDAYATULLAH

Antrean Haji Kalsel 38 Tahun

Calon jamaah haji menunggu 38 tahun paling lama untuk berangakat.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalimantan Selatan (Kalsel) Muhammad Tambrin menyampaikan daftar tunggu keberangkatan haji di provinsi itu bertambah hingga menjadi 38 tahun.

“Kalau tahun lalu daftar tunggu haji di provinsi kita selama 36 tahun, tahun ini hingga Oktober 2023 ini menjadi selama 38 tahun,” ucapnya pada temu media tentang kebijakan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Banjarmasin, Sabtu.

Tambrin mengatakan pendaftaran haji di Kalsel hingga kini mencapai 132.118 orang.

“Untuk masa tunggu keberangkatan haji ini, khusus provinsi, Kalsel yang nomor satu di Indonesia. Tapi kalau secara kabupaten/kota itu yang terpanjang daftar tunggunya Kabupaten Sidrap (Sulawesi Selatan) hingga 40 tahun,” ujarnya.

Ia mengatakan panjangnya antrian haji di Kalsel karenakan kuota haji hanya 3.836 orang sesuai keberangkatan haji tahun 2023.  “Karena dihitung kuota itulah, hingga menjadi 38 tahun lamanya daftar tunggu keberangkatan haji tersebut,” ujarnya.

Tambrin menyampaikan beberapa kebijakan terkait keberangkatan haji yang sudah dijalankan tahun ini antara lain memprioritaskan jamaah haji lanjut usia (lansia).

“Jadi penyelenggaraan keberangkatan haji tahun ini temanya Haji Ramah Lansia, sebab jamaah haji lansia cukup banyak. Di Kalsel sendiri sebanyak 191 orang di atas 82 tahun,” ujarnya.

Menurutnya  pelaksanaan ibadah haji tahun 2023 atau 1444 Hijriah berjalan cukup lancar, meskipun beberapa harus dievaluasi. “Tapi secara keseluruhan bisa dikatakan sukses,” ujarnya.

Sementara itu Kabid Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Kalsel Rusbandi mengapresiasi sinergi antara Kemenag Kalsel dan pihak jurnalis yang sudah ikut menyukseskan penyelenggara keberangkatan haji tahun 2023 atau 1444 Hijrah.

Menurut dia, dengan bantuan jurnalis informasi ke masyarakat tersiar secara cepat dan akurat, hingga pihaknya menggelar kegiatan ini untuk mempererat tali silaturahmi dan kerja sama.

“Kami harap melalui kegiatan ini, jurnalis bisa membantu menyampaikan ke masyarakat, hingga semuanya mengerti dan memahami proses haji,” ucap Rusbandi.

sumber : Antara

4 Perbedaan Talak dan Fasakh Nikah

Selain talak, fasakh nikah juga menjadi salah satu cara memutus tali pernikahan. Fasakh nikah ini bisa dilakukan oleh masing-masing pihak pasutri karena ada sebab tertentu atau aib yang dijumpai setelah adanya akad nikah. Nah berikut 4 perbedaan talak dan fasakh nikah. 

Namun, perlu diperhatikan terlepas dari perbedaan dua jenis perceraian tersebut, suami harus tetap memperhatikan etika di dalam menceraikan istrinya.

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ.

Artinya; “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik.” (QS. Al-Baqarah ayat 229).

Meskipun keduanya sama-sama merupakan cara memutus tali pernikahan, namun antara talak dan fasakh tetap memiliki perbedaan, yang itu akan berkaitan kuat dengan konsekuensi keduanya. Berikut ini adalah empat perbedaan antara talak dan fasakh.

Perbedaan Talak dan Fasakh Nikah

Adpun penjelasan mengenai empat perbedaan talak dan fasakh ini banyak dijelaskan di dalam literatur kitab fikih, khususnya di dalam bab fikih nikah. Salah satu keterangan yang membahas perbedaan keduanya adalah keterangan yang termaktub di dalam kitab I`anatut Thalibin karya Syaikh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi.

أن الفسخ يفارق الطلاق في أربعة أمور: الأول أنه لا ينقص عدد الطلاق … الثاني إذا فسخ قبل الدخول فلا شئ عليه …. الثالث إذا فسخ لتبين العيب بعد الوطئ لزمه مهر المثل… الرابع إذا فسخ بمقارن للعقد فلا نفقه لها وإن كانت حاملا..  

Artinya, “Ketahuilah, fasakh itu berbeda dengan talak dalam empat hal. Pertama, ia tidak mengurangi bilangan talak. Kedua, jika seorang suami menjatuhkan fasakh sebelum hubungan intim, maka tidak kewajiban apapun baginya. Ketiga, jika seorang suami menjatuhkan fasakh karena kejelasan aib setelah senggama, maka ada kewajiban mahar mitsli baginya. Keempat, jika fasakh dalam keadaan hamil, maka tidak ada nafkah untuk istrinya.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ada empat perbedaan antara talak dan fasakh. [Baca juga: Apakah Boleh Rujuk Setelah Talak Satu?]

Pertama, fasakh tidak mengurangi jumlah talak. Dengan demikian, jika seseorang suami menjatuhkan fasakh pernikahannya, kemudian memperbaharuinya, kemudian menjatuhkan fasakhnya lagi, maka tidak haram baginya menikahi kembali mantan istrinya walaupun telah berkali-kali

Sedangkan talak berbeda, Jika seorang suami sudah menjatuhkan talak satu kepada istrinya, maka setelah rujuk sang suami memiliki dua hak talak. Sehingga jika telah menjatuhkan talak tiga maka talaknya berstatus bain kubra. Dengan demikian ia tidak boleh menikahi mantan istrinya kecuali mantan istri sudah pernah menikah dengan laki-laki lain (muhallil).

Kedua, jika melakukan fasakh nikah sebelum hubungan badan, maka tidak ada kewajiban apapun bagi suami yang menjatuhkan fasakh. Beda halnya dengan talak. Jika suami mentalak istrinya sebelum berhubungan badan, maka sang suami memiliki kewajiban membayar separuh mahar sebab talak yang ia jatuhkan sebelum hubungan badan.

Ketiga, apabila seorang suami menjatuhkan fasakh sebab adanya aib setelah hubungan badan, maka ada kewajiban baginya membayar mahar mistil yaitu mahar yang disesuaikan dengan mahar yang diterima keluarga istri. Berbeda dengan talak. Jika ia menjatuhkan talak setelah hubungan badan, maka suaminya berkewajiban membayar seluruh mahar musamma yaitu mahar yang disepakati dalam akad.

Keempat, jika seorang istri di fasakh dalam keadaan hamil, maka ia tidak berhak mendapatkan nafkah. Berbeda halnya dengan talak yang ia berhak mendapatkan nafkah hingga melahirkan.

Demikian penjelasan mengenai 4 perbedaan antara talak dan fasakh nikah. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

3 Cara Menjaga Shalat Menurut Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali memberikan nasihat mengenai 3 cara menjaga shalat. Dalam Islam, shalat lima waktu fungsinya untuk mengingat atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, kita jangan sampai lalai atau sengaja meninggalkannya. Allah SWT, berfirman: 

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku” (QS. Thaha: 14)

Imam Al-Ghazali dalam karyanya Kitab Arbain fi Ushuludin Juz 1, halaman 21, menjelaskan tentang cara menjaga atau memelihara shalat lima waktu. Adapun penjelasannya sebagai berikut:  

Pertama, jaga dan pelihara cara bersuci sebelum menunaikan shalat. Ketika kita bersuci untuk menunaikan shalat, kita dianjurkan untuk menyempurnakan wudhu’ dengan mengerjakan sunnah-sunnah wudhu’ doa-doa dalam berwudhu’. Dan juga kita harus menjaga kesucian badan, pakaian, dan air yang digunakan untuk berwudhu’.

Kedua, jaga dan pelihara sunnah-sunnah shalat, dan bacaan-bacaan dalam shalat. Ketika kita menunaikan shalat kita dianjurkan menyempurnakan dengan sunnah-sunnah shalat, dan adab-adab shalat.  Imam Al-Ghazali menyatakan, “Ruh shalat itu adalah niat dan hadirnya hati. Badannya shalat adalah amal-amal dalam shalat. Sedangkan anggota badan shalat adalah rukun-rukun shalat”.

Ketiga, jaga dan pelihara ruh shalat. Adapun ruh shalat, yaitu, niat dan hadirnya hati. Imam Al-Ghazali menyatakan, Janganlah kamu berkata, “Allahu Akbar”  (Allah maha besar) Tetapi dalam hatimu masih ada sesuatu yang lebih besar daripada Allah. Janganlah kamu berkata,

 “Wahjahtu Wajhi” (Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan) Tetapi wajahmu menghadap kepada selain Allah dan berpaling dari Allah. Janganlah kamu berkata, “AlHamdulillah” (segala puji bagi Allah) Tetapi hatimu tidak bersyukur atas nikmat Allah. Dan janganlah kamu berkata,  “Wa lyyaaka Nasta’iin” (Dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan) Tetapi hatimu masih meminta pertolongan kepada orang lain. 

Ketika kita menunaikan shalat, jaga hati dan pikiran, jangan sampai lupa dan lalai, karena Allah mencatat pahala shalat seukuran apa yang kita pikirkan. Jika kita lalai dan tidak khusuk dalam menunaikan shalat, maka shalat kita tidak akan mendapat ganjaran atau pahala dari Allah SWT.

Untuk melatih supaya tidak lalai dalam shalat, latihlah dengan dua rakaat shalat sunnah, jika masih lalai ulangi lagi sampai empat rakaat atau sepuluh rakaat. Jika masih lalai maka shalat sunnah tersebut sebagai pengganti kelalaianmu, karena shalat sunnah sebagai penambal atau pengganti ketidak khusuan dalam menunaikan shalat fardhu. 

Demikian penjelasan mengenai 3 cara menjaga shalat. Semoga kita senantiasa termasuk orang-orang yang menjaga ibadah shalat. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Tuntunan Nabi dalam Mendidik Istri

Pendidikan keluarga merupakan salah satu tanggung jawab utama seorang suami kepada istri dan anaknya. Dengan mengajarkan ilmu agama dan adab, maka seorang suami dapat menjaga keluarganya dari keburukan dunia dan keburukan di akhirat (api neraka).

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Tahrim: 6)

Ayat di atas memberikan pelajaran bahwa setelah diri sendiri diberikan asupan ilmu dan adab, maka prioritas selanjutnya adalah keluarga, sebelum orang lain. Bahkan, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam tidak segan dan canggung dalam mendidik istri-istri beliau, termasuk meluruskan dan mengingkari kesalahan yang dilakukan mereka.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

Dari Abdullah bin Umar radliallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Penguasa yang memimpin rakyat, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan anak-anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas mereka… (HR. Bukhari)

Bentuk pendidikan Nabi terhadap istri

Pertama, berjuang bersama untuk menggapai surga

Hal tersebut terlihat dari bagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam membangunkan istri-istri beliau untuk salat malam (witir) dan iktikaf (pada sepuluh hari terakhir Ramadan).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كانَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يُصَلِّي صَلَاتَهُ مِنَ اللَّيْلِ كُلَّهَا وأَنَا مُعْتَرِضَةٌ بيْنَهُ وبيْنَ القِبْلَةِ، فَإِذَا أرَادَ أنْ يُوتِرَ أيْقَظَنِي فأوْتَرْتُ

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : فَإذَا بَقِيَ الوِتْرُ ، قَالَ : (( قُوْمِي فَأوْتِرِي يَا عِائِشَةُ)) .

“Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa melakukan salat malam dengan posisi Aisyah berbaring (melintang) di hadapan beliau. Maka, ketika tersisa witir, beliau membangunkannya, lalu Aisyah melakukan witir.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, “Ketika tersisa witir, beliau berkata, Bangunlah, dan kerjakanlah salat witir, wahai Aisyah.’”

Dalam riwayat yang lainnya,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Apabila Nabi shallallahu alaihi wasallam memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadan), beliau mengencangkan sarung beliau, menghidupkan malamnya dengan beribadah, dan membangunkan keluarga beliau.(HR. Bukhari)

Kedua, pendidikan yang lemah lembut dan romantis

Di antara yang menunjukkan kelemah-lembutan Nabi dalam mendidik istri-istri beliau sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tanganku, kemudian berisyarat menunjuk ke bulan, seraya berkata,

يا عائشة: استعيذي بالله من شر هذا فإن هذا هو الغاسق إذا وقب  (رواه أحمد)

‘Wahai Aisyah, mintalah perlindungan kepada Allah dari keburukan ini. Sesungguhnya ini adalah kejahatan malam jika telah gelap gulita.’ (HR. Ahmad, 6: 237. Lihat As-Silsilah As-Shahihah)

Sebelum mengajari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangannya yang menunjukkan betapa baik dan lemah lembutnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik istri beliau. Begitu pula tatkala bersama Shafiyah, beliau mengusap air mata Shafiyah dengan tangannya saat Shafiyah menangis.

Dari Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كانت صفية مع رسول الله صلى الله عليه وسلفي سفر وكان ذلك يومها فأبطت في المسير فاستقبلها رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي تبكي وتقول حملتني علي بعير بطئ فجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم يمسح بيديه عينيها

“Suatu ketika, Shafiyah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan. Hari itu adalah gilirannya (bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Akan tetapi, Shafiyah sangat lambat sekali jalannya. Lantas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kepadanya, sedangkan ia menangis dan berkata, ‘Engkau membawaku di atas unta yang lamban.’ Kemudian Rasulullah shlallahu ‘alaihi wasallam menghapus air mata Shafiyah dengan kedua tangannya.” (HR. An-Nasa’i. Lihat As-Sunanul Kubra no. 9162)

Selain dua riwayat tersebut, bentuk romantisnya Nabi adalah dengan memberikan panggilan cinta kepada istri beliau, meletakkan kaki istrinya di atas lutut beliau hingga naik (ke unta), mengantar istri beliau, mencium istri beliau, tidur di pangkuan istri, dan yang lainnya.

Ketiga, permudah urusan keluarga dan sederhana dalam beribadah

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok suami yang menginginkan kemudahan bagi istri-istri beliau. Dan ini merupakan karakter beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang suka mempermudah urusan orang lain.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

ما خُيِّر رسول الله صلى الله عليه وسلم بين أمرين إلَّا أخذ أيسرهما، ما لم يكن إثمًا

“Rasulullah tidaklah dihadapkan pada dua pilihan, melainkan ia pilih yang paling mudah di antara keduanya. Selama itu bukan sebuah dosa …” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia bercerita,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَرَأَى حَبْلًا مَمْدُودًا بَيْنَ سَارِيَتَيْنِ فَقَالَ مَا هَذَا الْحَبْلُ قَالُوا لِزَيْنَبَ تُصَلِّي فِيهِ فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ بِهِ فَقَالَ حُلُّوهُ حُلُّوهُ لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam masjid dan melihat seutas tali yang terbentang di antara dua tiang. Beliau bertanya, ‘Ini tali apa?’

Para sahabat menjawab, ‘Ini tali milik Zainab (istri Nabi) yang ia gunakan untuk salat. Jika lelah, ia mengikatkan talinya pada tiang tersebut.’

Maka beliau pun bersabda, ‘Lepaskanlah, lepaskanlah. Hendaklah kalian salat ketika dalam kondisi kuat (semangat). Jika lelah, hendaklah duduk.’” (HR. Ibnu Majah no. 1361. Lihat HR. Muslim no. 1306)

Dikisahkan dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Juwairiyah binti Al-Harits radhiyallahu ‘anha,

“Nabi keluar dari rumahku. Saat itu aku sedang berada di musalla rumahku. Beliau kembali lagi saat siang, sementara aku masih di tempat itu (untuk berzikir). Beliau berkata, ‘Engkau tidak meninggalkan musalamu sedari aku keluar tadi?’ ‘Iya’, jawabku. Beliau bersabda,

لَقَدْ قُلْتُ بَعْدَكِ أرْبَعَ كَلِمَاتٍ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، لَوْ وُزِنَتْ بِمَا قُلْتِ مُنْذُ اليَوْمِ لَوَزَنَتْهُنَّ : سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، وَرِضَا نَفْسِهِ ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

“Sungguh, aku mengucapkan empat kalimat sebanyak tiga kali. Jika ditimbang dengan zikir yang kau ucapkan sejak tadi, tentu akan menyamai timbangannya yaitu, ‘SUBHAANALLAHI WA Muhammad, ADADA KHALQIH, WA RIDHA NAFSIH, WA ZINATA ARSYIH, WA MIDAADA KALIMAATIH. (artinya: Mahasuci Allah. Aku memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya).’(HR. Muslim)

Dari riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan kemudahan terutama dalam hal ibadah.

Keempat, menggembirakan keluarga dan meluangkan waktu untuk bersama

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita,

خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأنا خَفِيفَةُ اللَّحْمِ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً فَقَالَ لأَصْحَابِهِ : تَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي: تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقَنِي فَسَبَقْتُهُ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ فِي سَفَرٍ آخَرَ ، وَقَدْ حَمَلْتُ اللَّحْمَ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً فَقَالَ لأَصْحَابِهِ : تَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي : تَعَالَيْ أُسَابِقُكِ فَسَابَقَنِي فَسَبَقَنِي فَضَرَبَ بِيَدِهِ كَتِفِي وَقَالَ : هَذِهِ بِتِلْكَ.

“Aku pernah keluar bersama Rasulullah dan saat itu aku masih kurus. Ketika kami telah sampai di suatu tempat, beliau berujar kepada para sahabatnya, ‘Pergilah kalian terlebih dahulu!’

Kemudian beliau menantangku untuk berlari, ‘Ayo ke sinilah! Aku akan berlomba denganmu!’

Kemudian beliau berlomba denganku. Namun akhirnya, akulah yang memenangkan lomba tersebut.

Pada lain kesempatan, aku kembali keluar bepergian bersama beliau, dan saat itu badanku semakin besar. Ketika kami berada di suatu tempat, Rasulullah kembali berkata kepada para sahabatnya, ‘Pergilah kalian terlebih dahulu!’

Kemudian beliau menantangku untuk berlari, ‘Ayo ke sinilah! Aku akan berlomba denganmu!’

Kemudian beliau berlomba denganku, tetapi akhirnya beliaulah yang memenangkan lomba tersebut. Beliau mengatakan bahwa ini adalah balasan dari kekalahan beliau sebelumnya sembari menepuk pundakku.” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, 23: 47. Lihat Al-Misykah, 2: 238)

Juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau mengatakan,

بِتُّ عِنْدَ خَالَتِيْ مَيْمُوْنَةَ فَتَحَدَّثَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَعَ أَهْلِهِ سِاعَةً ثُمَّ رَقَدَ

(Suatu malam), aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi shallallahu alaihi wassallam). Rasulullah shallallahu alaihi wassallam berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa saat kemudian beliau tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima, memaafkan kesalahan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ

Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri). Jika si pria (suami) tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita (istri), hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridai (sukai).(HR. Muslim)

Diceritakan bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam, ia pun menjelaskan,

كان أحسن الناس خلقا، لم يكن فاحشا ولا متفحشا، ولا صَخابا في الأسواق، ولا يجزي بالسيئة السيئة، ولكن يعفو ويصفح

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Beliau tidak pernah kasar, berbuat keji, berteriak-teriak di pasar, dan membalas kejahatan dengan kejahatan. Malahan beliau pemaaf dan mendamaikan (memaklumi). (HR. Tirmizi, Ahmad, dan Ibnu Hibban, dari https://hadithprophet.com/hadith-60217.html)

Dari riwayat-riwayat yang telah disampaikan di atas, menunjukkan betapa baiknya pendidikan yang diimplementasikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam terhadap istri-istri beliau. Semoga kita dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dalam mendidik istri dan anak yang kita cintai.

***

Penulis: Arif Muhammad N

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88007-tuntunan-nabi-dalam-mendidik-istri.html

Penderita Diabetes Berencana Umroh? Perhatikan Tip Ini

Jamaah umroh penderita diabetes disarankan mengenakan kaus kaki yang nyaman.

Muslim penderita diabetes yang berencana melakukan umroh disarankan untuk mengikuti serangkaian saran yang diberikan otoritas Arab Saudi. Saran ini disampaikan oleh Otoritas Umum untuk Perawatan Dua Masjid Suci.

Otoritas tersebut, yang bertanggung jawab atas dua situs paling suci umat Islam telah menyarankan umat Islam memulai ritual umroh di Masjidil Haram di Makkah setelah minum obat dan asupan makanan yang cukup.

Jamaah umroh disarankan menghentikan sementara ibadah umroh begitu merasakan penurunan kadar gula darah. Mereka juga harus melindungi kaki mereka saat berjalan dari potensi bahaya.

“Bawalah obat-obatan Anda saat Anda berada di Masjidil Haram,” kata Otoritas Umum untuk Perawatan Dua Masjid Suci, dalam sebuah pernyataannya saat berbicara kepada jamaah penderita diabetes, dilansir Gulf News, Sabtu (14/10/2023).

Saran lainnya, yaitu minum cukup air. Mereka juga disarankan secara umum untuk menggunakan alat cukur listrik dibandingkan silet serta mengenakan kaus kaki yang nyaman dan mencari bantuan medis di pusat kesehatan jika diperlukan.

Pedoman tersebut disorot ketika musim umroh mulai mendapatkan momentum di Arab Saudi. Arab Saudi mengharapkan sekitar 10 juta Muslim dari luar negeri untuk melaksanakan umroh selama musim umrah saat ini yang dimulai hampir tiga bulan lalu.

Musim haji dimulai setelah berakhirnya ibadah haji tahunan yang dihadiri sekitar 1,8 juta umat Islam. Jumlah tersebut untuk pertama kalinya dalam tiga tahun setelah pembatasan terkait pandemi dicabut.

Dalam beberapa bulan terakhir, Arab Saudi telah meluncurkan sejumlah fasilitas bagi umat Islam luar negeri untuk datang ke negara itu untuk menunaikan umrah. Umat Muslim yang memegang berbagai jenis visa masuk seperti visa pribadi, visa kunjungan dan turis diperbolehkan melakukan umroh dan mengunjungi Raudhah setelah memesan slot via elektronik.

Raudhah merupakan tempat di mana makam Nabi Muhammad SAW terletak di Masjid Nabawi. Pemerintah Saudi telah memperpanjang masa berlaku visa umroh dari 30 hari menjadi 90 hari.

Jamaah umroh diizinkan memasuki kerajaan melalui semua jalur darat, udara dan laut dan berangkat dari bandara mana pun. Jamaah haji perempuan tidak lagi diwajibkan didampingi oleh wali laki-laki. Kerajaan juga mengatakan ekspatriat yang tinggal di negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk berhak mengajukan visa turis, apa pun profesinya, dan dapat menunaikan ibadah umroh.

IHRAM