Menakar Kecintaan Kepada Keturunan Nabi Muhammad SAW

Berikut ini menakar kecintaan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW. Saat ini menjadi topik hangat dan trending di media sosial, terkait pembahasan nasab atau keturunan Nabi Muhammad SAW, bahkan menjadi pro dan kontra.

Diantara gelar keturunan Nabi Muhammad SAW bagi lelaki yaitu, syarif, sayyid, dan habib. Sedangkan bagi wanita digelari, sayyidah dan syarifah. 

Umat Islam diwajibkan untuk mencintai keluarga atau keturunan Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT:

قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ 

Artinya: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. (QS. Asy Syura: 23)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kita diwajibkan untuk mencinta keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW, tetapi bukan cinta buta atau fanatik buta, dalam artian saking cintanya apapun yang dilakukan oleh keturunan Nabi Muhammad SAW, dianggap paling benar. 

Mencintai keturunan Nabi Muhammad SAW, bukan karena mereka alim, bodoh, kaya, atau miskin. Tetapi karena mereka mempunyai ikatan darah atau kekerabatan dengan Rasulullah SAW. Keturunan Nabi Muhammad SAW, sama halnya seperti manusia pada umumnya, yang tidak terlepas dari salah dan dosa. 

Jika ada keturunan Nabi Muhammad SAW, yang tidak sama dengan leluhurnya dalam memegang agamanya, kita tetap wajib mencintai mereka.

Kita dianjurkan untuk selalu mencintai Keturunan Nabi Muhammad SAW dalam kondisi apapun, bukan karena memandang status sosialnya. Dan kita boleh berbeda pandangan dan beda dalam berdakwah dengan mereka, yang terpenting kita tidak membenci mereka.

Jangan sampai kecintaan kita kepada mereka melebihi kewajaran, dalam artian apabila mereka berbuat kemaksiatan dan kerusakan kita bela mati-matian, hal tersebut adalah kecintaan yang bisa mencelakakan kita, karena kita membela perkara yang tidak dibenarkan. 

Apabila ada keturunan Nabi Muhammad SAW berperilaku menyimpang dari ajaran Islam, kita tidak boleh membenci dan mencaci maki mereka, tetapi kita dianjurkan untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar dengan memberi nasehat dan peringatan dengan rasa hormat. 

Sungguh indah pujian Imam Syafi’i kepada keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW: 

يا آل بيت رسول الله حبكم #   فرض من الله فى القران أنزله 

Wahai para Ahlul Bait Rasulullah, mencintai kalian adalah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah sebagaimana wahyu yang disebutkan dalam Al-Qu’ran.

يكفيكم من عظيم الفخر انكم #  من لم يصل عليكم لا صلاة له 

Cukuplah bagi kalian sebuah kebanggaan yang sangat agung, bahwasanya siapa saja yang tidak bershalawat kepada kalian di dalam shalatnya, maka sholatnya tidak sah.

Demikian penjelasan terkait menakar kecintaan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Parenting Islam; Tips Mendidik Anak dari Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun, seorang cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-14, memiliki pemikiran yang mendalam tentang pendidikan, termasuk pendidikan anak. Dalam karyanya yang terkenal, Muqaddimah, Ibnu Khaldun menguraikan berbagai tips mendidik anak yang masih relevan hingga saat ini.

Anak adalah tanggung jawab besar bagi setiap orang tua, oleh karenanya diperlukan adanya tips atau cara yang bisa dilakukan oleh seitap orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Inilah tips mendidik anak dari Imam Ibnu Khaldun.

Biografi Singkat Imam Ibnu Khaldun

Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadhrami atau terkenal dengan nama Ibnu Khaldun (1332-1406 M) merupakan ilmuan sosial yang juga memperhatikan pendidikan anak-anak (parenting) secara psikologis. Ibnu Khaldun yang dikenal dalam sejarah ilmu pengetahuan dunia sebagai peletak dasar sosiologi modern.

Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H/27 Mei 1332 M ini dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al-Qur’an sejak usia dini. Sedangkan kata al-Hadrami adalah dinisbatkan kepada silsilah keluarganya yang berasal dari Hadramaut Yaman.

Tips Mendidik Anak dari Imam Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun di dalam kitab karyanya yang berjudul Muqaddimah Ibnu Khaldun beliau menegaskan bahwa ketika mendidik anak jangan sampai melakukan kekerasan ketika sang anak melakukan kesalahan. Karena menurut beliau pendidikan dengan jalan kekerasan membawa mudharat terutama bagi anak-anak yang kejiwaannya sedang dalam masa pertumbuhan.

وذلك أن إرهاف الحد في التعليم مضر بالمتعلم سيما في أصاغر الولد لانه من سوء الملكة.

Artinya; “Kekerasan dalam pendidikan membahayakan pelajar terutama pelajar pada usia anak karena kekerasan dalam mendidik merupakan bagian dari tabiat buruk.”

Mengapa sikap keras kepada anak harus dihindari, karena menurut Ibnu Khaldun jika mendidik anak dengan sikap keras maka akan cenderung memadamkan semangat belajar anak.

Dengan tidak dibolehkannya kekerasan bukan berarti ketika sang anak melanggar lalu dibiarkan. Namun, orang tua tetap harus menyanksi sang anak ketika anak melanggar perintah, tentu sanksi tersebut adalah tindakan yang ringan dan tidak sampai merusak mental sang anak.

Sebagaimana pendapat Ibnu Khaldun di dalam lanjutan keterangan di atas.

فينبغي للمعلم في متعلمه والوالد في ولده أن لا يستبد عليهما في التأديب وقد قال محمد بن أبي زيد في كتابه الذي ألفه في حكم المعلمين والمتعلمين لا ينبغي لمؤدب الصبيان أن يزيد في ضربهم إذا احتاجوا إليه على ثلاثة أسواط شيئا.

Artinya; “Pendidik terhadap peserta didik dan orang tua terhadap anaknya seharusnya tidak berbuat sewenang-wenang dalam mendidik. Muhammad bin Abi Zaid dalam karyanya seputar etika guru dan peserta didik mengatakan; “seorang pendidik anak-anak kalau pun harus memukulnya dengan tiga sabetan ringan (sebagai peringatan) seharusnya tidak melakukan lebih dari itu,”.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam parenting anak sosok orang tua tidak boleh sampai melakukan tindakan yang bisa merusak mental sang anak. Karena hal tersebut sudah bisa dikategorikan dengan kekerasan meskipun tidak sampai memukul. Dan ketika memang harus ada sanksi, maka sanksinya harus dijatuhkan dengan tetap memperhatikan kapasitas dan mental sang anak.

Demikian penjelasan mengenai tips mendidik anak dari Imam Ibnu Khaldun. Semoga kita para orang tua dan yang kelak menjadi orang tua, bisa mengamalkannya dalam kehidupan berkeluarga. Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 1): Definisi dan Keutamaan Dakwah Ilallah

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Definisi dakwah ilallah dan keutamaannya

Inti “dakwah ilallah” adalah mengajarkan Islam kepada manusia dan menerapkannya agar manusia mengetahui dan mencontohnya.

Definisi dakwah ilallah

Hanya saja, para ulama rahimahumullah memiliki anekaragam ungkapan dalam mendefinisikan secara rinci istilah “dakwah ilallah”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan dakwah ilallah dengan menjelaskan materi dakwah yang terpenting untuk disampaikan dalam berdakwah, kemudian ajakan untuk melaksanakan semua bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah semata secara bertingkat dari dasar sampai tingkatan sempurna, yaitu: Islam, iman, dan ihsan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menuturkan dalam Majmu’ Fatawa [1],

الدعوة إلى الله هي الدعوة إلى الإيمان به، وبما جاءت به رسله، بتصديقهم فيما أخبروا به، وطاعتهم فيما أمروا، وذلك يتضمن الدعوة إلى الشهادتين، وإقامة الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت، والدعوة إلى الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله والإيمان بالقدر خيره وشره، والدعوة إلى أن يعبد العبد ربه كأنه يراه، فإن هذه الدرجات الثلاث التي هي: الإسلام والإيمان والإحسان، داخلة في الدين، كما في الحديث الصحيح:((هذا جبريل جاءكم يعلمكم دينكم))

Dakwah ilallah (mengajak manusia kepada Allah) adalah mengajak manusia untuk beriman kepada Allah dan beriman kepada ajaran yang dibawa oleh para rasul-Nya, dengan membenarkan apa yang mereka kabarkan, serta menaati apa yang mereka perintahkan.

Dan dakwah ilallah ini mengandung: 1) Ajakan kepada (rukun Islam, yaitu) dua kalimat syahadat, menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, serta menunaikan haji ke Baitullah. 2) Serta mengandung ajakan kepada (rukun iman, yaitu:) iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, dan iman kepada takdir, baik perkara yang ditakdirkan itu baik maupun buruk. 3) Demikian pula ajakan (kepada rukun Ihsan, yaitu) agar seorang hamba beribadah kepada Rabbnya seolah-olah ia melihat-Nya.

Karena sesungguhnya tiga tingkatan ini, yaitu Islam, iman dan ihsan, semuanya termasuk dalam cakupan agama Islam ini. Sebagaimana dalam hadis sahih,

هذا جبريل جاءكم يعلمكم دينكم

Ini adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Keutamaan dakwah ilallah

Banyak keutamaan berdakwah mengajak manusia kepada Allah (dakwah ilallah), di antaranya:

Pertama: Dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah adalah manusia yang paling baik ucapannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ 

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?’” (QS. Fushshilat: 33)

Kedua: Dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah termasuk golongan manusia yang terbaik.

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ

“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kalian) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110)

Definisi hikmah

Secara istilah syar’i

Kata “hikmah/bijaksana” banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dalam Al-Qur’an, terdapat lebih dari 19 ayat.

Dan para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan makna “hikmah” dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis hingga mencapai 29 tafsir. Di antaranya adalah yang disebutkan dalam kitab Al-Hikmah fid Da’wah ilallah [2]:

Hikmah itu kenabian.

Hikmah itu Al-Qur’an dan pemahamannya.

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak.

Hikmah itu mengetahui kebenaran dan mengamalkannya.

Hikmah itu ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Hikmah itu takut kepada Allah.

Hikmah itu sunah.

Hikmah itu wara’ dalam melaksanakan agama Allah.

Hikmah itu berilmu dan beramal.

Hikmah itu meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Definisi hikmah yang paling universal adalah definisi seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’in, Mujahid rahimahullah

Dalam kitab Tafsir Al-Qurthubi, Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan ucapan Mujahid rahimahullah berikut ini,

وَقَالَ مُجَاهِدٌ: الْإِصَابَةُ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ

Mujahid rahimahullah berkata, ‘(Hikmah adalah) tepat dalam berucap dan bertindak.’

Tafsir-tafsir hikmah selain itu, pada hakikatnya adalah memperinci makna hikmah, yaitu: tentang sumbernya, cara mendapatkannya, buahnya, dan konsekuensinya.

Penjelasan:

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak. Dan tidak mungkin seseorang bisa tepat dalam berucap dan bertindak, kecuali harus:

Pertama: Mempelajari kebenaran yang sumbernya Al-Quran dan Al-Hadis dengan manhaj salaf saleh dan mengamalkannya.

Kedua: Menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Menempatkan ucapan dan perbuatan sesuai dengan materi yang tepat, cara yang tepat, sasaran yang tepat, kondisi yang tepat, waktu yang tepat, tempat yang tepat, hak yang tepat, urutan yang tepat, serta sesuai dalam segala halnya.

Oleh karena itu, disebutkan pula ucapan Malik bin Anas rahimahullah dalam kitabTafsir Al-Qurthubi ,

وَقَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ: الْحِكْمَةُ الْمَعْرِفَةُ بِدِينِ اللَّهِ وَالْفِقْهِ فِيهِ وَالِاتِّبَاعِ لَهُ

Malik bin Anas rahimahullah berkata, ‘Hikmah itu mengetahui agama Allah, memahami, serta mengikutinya.’

Maksudnya adalah mengetahui kebenaran, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis, kemudian mengamalkannya.

Penulis kitab Manazil, Syaikhul Islam Abdullah Al-Anshari Al-Harawi, berkata ketika mendefinisikan hikmah,

وضْعُ الشَّيْءِ في مَوْضِعِهِ

Menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Jadi, berdasarkan penjelasan Malik bin Anas dan Syekh Al-Harawi di atas, hikmah itu sumbernya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Oleh karena itu, untuk bisa hikmah, seseorang harus mempelajari keduanya dan mengamalkannya. Dan hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak dengan memperhatikan ketepatan materinya, caranya, sasarannya, kondisinya, waktunya, tempatnya, haknya, urutannya, serta ketepatan dalam segala halnya.

Tepat materinya, yaitu: isi ucapan dan bentuk perbuatannya tepat.

Tepat caranya, yaitu: cara berucapnya tepat dengan menggunakan kata-kata yang paling mudah dipahami dan paling mudah diterima di hati dan cara bertindaknya pun tepat.

Tepat sasarannya, yaitu: obyek yg diajak bicara dan yang disikapi tepat.

Tepat kondisinya, yaitu: keadaan orang yang diajak bicara dan yang disikapi tepat.

Tepat waktunya, yaitu: saatnya tepat.

Tepat tempatnya, yaitu: tempat untuk bicara dan berbuat adalah tempat yang tepat.

Tepat haknya, yaitu: memberikan hak sesuai kedudukan pemilik hak. Termasuk menempatkan seseorang sesuai dengan kedudukan dan jabatannya.

Tepat urutannya, yaitu: mendahulukan yang terpenting lalu yang penting setelahnya.

Oleh karena itu, orang yang hikmah/bijak itu mempertimbangkan sesuatu dari segala sisi dengan matang, sehingga profilnya adalah orang yang suka hati-hati dan tidak terburu-buru dan menilai segala sesuatu serta mendasari segala sesuatu dengan ilmu syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah)

Kesimpulan cakupan hikmah/bijaksana

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak jelas bahwa cakupan hikmah dalam berdakwah ilallah itu luas. Hikmah dalam berdakwah ilallah itu tidak berarti lembut, toleransi, dan mengalah terus pada seluruh keadaan. Hikmah dalam berdakwah ilallah itu tidak hanya mencakup ucapan yang lembut, mendorong semangat, menahan diri dari amarah, memaafkan saja.

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak sesuai dengan tuntutan keadaan, tempat, waktu, objek dakwah, dan seluruh sisi pertimbangan lainnya. Hikmah itu menempatkan sesuatu pada tempatnya, maka tertuntut untuk: 1) meletakkan ucapan yang lembut pada tempatnya, 2) meletakkan mau’izhah hasanah pada tempatnya, 3) meletakkan berdebat yang baik pada tempatnya, 4) meletakkan orang yang zalim pada tempatnya, dan 5) meletakkan sikap tegas dan ucapan yang keras pada tempatnya.

Intinya, hikmah itu lembut pada saat tuntutannya lembut, dan keras pada saat tuntutannya keras. Adapun bersikap keras saat tuntutannya lembut, maka ini namanya kaku dan melampaui batasan syariat Islam. Sedangkan bersikap lembut padahal tuntutannya keras, ini namanya lemah dan hina.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] https://www.alukah.net/sharia/0/68785/

[2] Al-Hikmah  fid Da’wah Ilallah, hal. 32, Dr. Sa’id Al-Qahthani

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87796-definisi-dan-keutamaan-dakwah-ilallah.html

Doa Maulid Barzanji

Pada bulan Rabiul Awal, qasidah barzanji sering kali dibacakan oleh masyarakat muslim di Indonesia. Ini doa maulid Barzanji yang bisa dibaca setelah membaca barzanji, sebagai bentuk ungkapan kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW.

Doa Maulid Barzanji ini pertama kali dikarang oleh Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji, seorang ulama besar yang lahir di Madinah pada tahun 1690 M. Karya ini merupakan puisi dan syair berbahasa Arab yang menjelaskan kisah kelahiran, kehidupan, dan keutamaan Nabi Muhammad SAW, yang diucapkan secara khusyuk oleh banyak umat Islam dalam berbagai acara peringatan Maulid Nabi.

Nah berikut ini doa maulid Barzanji;

اَللّٰهمَّ يَا بِاسِطَ الْيَدَيْنِ بِالْعَطِيَّةِ، يَا مَنْ إِذَا رُفِعَتْ إِلَيْهِ أَكُفُّ الْعَبْدِ كَفَاهُ ۞ يَا مَنْ تَنَزَّهَ فِيْ ذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ الْأَحَدِيَّةِ عَنْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا نَظَائِرُ وَأَشْبَاهُ ۞ يَا مَنْ تَفَرَّدَ بِالْبَقَاءِ وَالْقِدَمِ وَالْأَزَلِيَّةِ، يَا مَنْ لَا يُرْجٰى غَيْرُهُ، وَلَا يُعَوَّلُ عَلِـٰى سِوَاهُ ۞ يَا مَنِ اسْتَنَدَ الْأَنَامُ إِلـٰى قُدْرَتِهِ الْقَيُّوْمِيَّةِ، وَأَرْشَدَ بِفَضْلِهِ مَنِ اسْتَرْشَدَهُ وَاسْتَهْدَاهُ ۞نَسْأَلُكَ اَللّٰهمَّ بِأَنْوَارِكَ الْقُدْسِيَّةِ الَّتِيْ أَزَاحَتْ مِنْ ظُلُمَاتِ الشَّكِّ دُجَاهُ ۞

وَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِشَرَفِ الذَّاتِ الْمُحَمَّدِيَّةِ، وَمَنْ هُوَ آخِرُ الْأَنْبِيَاءِ بِصُوْرَتِهِ وَأَوَّلُهُمْ بِمَعْنَاهُ ۞ وَبِآلِهِ كَوَاكِبَ أَمْنِ الْبَرِيَّةِ وَسَفِيْنَةِ السَّلَامَةِ وَالنَّجَاةِ وَبِأَصْحَابِهِ أُوْلِي الْهِدَايَةِ وَالْأَفْضَلِيَّةِ الَّذِيْنَ بَذَلُوْا نُفُوْسَهُمْ لِلهِ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنَ اللهِ وَبِحَمَلَةِ شَرِيْعَتِهِ أُوْلِي الْمَنَاقِبِ وَالْخُصُوْصِيَّةِ الَّذِيْنَ اسْتَبْشَرُوْا بِنِعْمَةٍ وَفَضْلٍ مِنَ اللهِ, أَنْ تُوَفِّقَنَا فِي الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ لِإِخْلَاص النِّـيَّةِ، وَتُنْجِحَ لِكُلٍّ مِنَ الْحَاضِرِيْنَ مَطْلَبَهُ وَمُنَاهُ ۞

وَتُخَلِّصَنَا مِنْ أَسْرِ الشَّهَوَاتِ وَالْأَدْوَاءِ الْقَلْبِيَّةِ وَتُحَقِّقَ لَنَا مِنَ  الْآمَالِ مَا بِكَ ظَنَنَّاهُ ۞ وَتَكْفِيَنَا كُلَّ مُدْلَهِمَّةٍ وَبَلِيَّةٍ، وَلَا تَجْعَلَنَا مِمَّنْ أَهْوَاهُ هَوَاهُ ۞ وَتُدْنِيَ لَنَا مِنْ حُسْنِ الْيَقِيْنِ قُطُوْفًا دَانِيَةً جَنِيَّةً، وَتَمْحُوَ عَنَّا كُلَّ ذَنْبٍ جَنَيْنَاهُ ۞ وَتَسْتُرَ لِكُلٍّ مِنَّا عَيْبَهُ وَعَجْزَهُ وَحَصْرَهُ وَعِيَّهُ وَتُسَهِلَ لَنَا مِنْ صَالِحِ الْأَعْمَالِ مَا عَزَّ ذُرَاهُ ۞

 اَللّٰهمَّ اِنَّكَ جَعَلْتَ لِكُلِّ سَائِلٍ مَقَامًا وَمَزِيَّةً وَلِكُلِّ رَاجٍ مَا أَمَّلَهُ فِيْكَ وَرَجَاهُ ۞ وَقَدْ سَأَلْنَاكَ رَاجِيْنَ مَوَاهِبَكَ اللَّدُنِّيـَّةَ فَحَقِّقْ لَنَا مَا مِنْكَ رَجَوْنَاهُ ۞ وَتَعُمَّ جَمْعَنَا هٰذَا مِنْ خَزَائِنِ مِنَحِكَ السَّنِيَّةِ بِرَحْمَةٍ وَمَغْفِرَةٍ، وَتُدِيْمَ عَمَّنْ سِوَاكَ غِنَاهُ ۞

 اَللّٰهمَّ آمِنِ الرَّوْعَاتِ وَأَصْلِحِ الرُّعَاةَ وَالرَّعِيَّةَ وَأَعْظِمِ الْأَجْرَ لِمَنْ جَعَلَ هٰذَا الْخَيْرَ فِيْ هٰذَا الْيَوْمِ وأَجْرَاهُ ۞ اَللّٰهمَّ اجْعَلْ هذِهِ الْبَلْدَةَ وَسَائِرَ بِلَادِ الْإِسْلاَمِ آمِنَةً رَخِيَّةً وَاسْقِنَا غَيْثًا يَعُمُّ انْسِيَابُ سِيْبِهِ السَّبْسَبَ وَرُبَاهُ ۞وَاغْفِرْ لِنَاسِخِ هذَهِ الْبُرُوْدِ الْمُحَبَّرةِ الْمَوْلِدِيَّةِ جَعْفَرِ مَنْ إِلـٰى بَرْزَنْجَ نِسْبَتُهُ وَمُنْتَمَاهُ ۞ وَحَقِّقْ لَهُ الْفَوْزَ بِقُرْبِكَ وَالرَّجَاءَ وَالْأُمْنِيَّةَ، وَاجْعَلْ مَعَ الْمُقَرَّبِيْنَ مَقِيْلَهُ وَسُكْنَاهُ ۞ وَاسْتُرْ لَهُ عَيْبَهُ وَعَجْزَهُ وَحَصْرَهُ وَعِيَّهُ وَلِكَاتِبِهَا وَقَارِئِهَا وَمَنْ أَصَاخَ إِلَيْهَا سَمْعَهُ وَأَصْغَاهُ ۞

اَللّهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلـٰى أَوَّلِ قَابِلٍ لِلتَّجَلِّيْ مِنَ الْحَقِيْقَةِ الْكُلِّيَّةِ وَعَلـٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ نَصَرَهُ وَوَالَاهُ مَا شُنِّفَتِ الْآذَانُ مِنْ وَصْفِهِ الدُّرِّيِّ بِأَقْرَاطٍ جَوْهَرِيَّةٍ وَتَحَلَّتْ صُدُوْرُ الْمَحَافِلِ الْمُنِيْفَةِ بِعُقُوْدِ حُلَاهُ ۞وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ وَأَتَمُّ التَّسْلِيْمِ عَلـٰى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلـٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. سُبۡحَٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِينَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِين.

Allahumma yaa basitha al-yadiin bil-‘atiyyah, yaa man idza rufi’at ilaihi akufful-‘abdi kafaahu, yaa man tanazzaha fi dhātihi wa sifatihi al-ahadiyyah ‘an an yakuna lahu fiha naza’iru wa ashbahu, yaa man tafarrada bi-l-baqa’i wa al-qidami wa al-azaliyati, yaa man laa yurja ghayruhu, wa laa yu’awwalu ‘ala siwaahu, yaa man istanadal al-an’am ila qudratihi al-qayyumiyati, wa arshada bi-fadhlihi man istarshidaahu wa istahdaahu, nas’aluka Allahumma bi-anwarika al-qudsiyyah al-lati azahat min zulumatish-syakki dujahu,

Wa natawassalu ilayka bi-sharafidh-dhaati al-muhammadiyyah, wa man huwa aakhirul-anbiya’i bi-suratihi wa awwaluhum bi-ma’nahu, wa bi-alihi kawakib amannil-barriyyah wa safinatas-salaamati wa al-najjati, wa bi ash-haabihi aliya’il-hidayahi wa al-afdaliyyah allazina  bazalu anfusuhum lillahi yabtaghuuna fadlan min Allahi,

wa bi hamalatish-syari’ati aulil manaqibi wa al-khususiyah,  allazina istabsharu bi-ni’matin wa fadlin min Allahi, an tuwaffiqana fi al-aqwali wa al-a’mal li ikhlaasin niyyah, wa tunjiha li-kullin minal-hadirin matlabahu wa munahahu,

wa tukhallishina min asri syahwati wal adwai al-qalbiyyati, wa tuhaqqiqa lana minal amaali ma bika Zanannaahu, wa takfiyana kulla mudlihimmatin wa baliyyatin, wa laa taj’alna min man ahwahu hawahu, wa tudni lana min husni al-yaqini qutufan daaniyatan janiyyatan, wa tamhuu ‘anna kulla zanbin janaynahu,

wa tustarra li-kullin minna ‘aibahu wa ‘ajzuhu wa hashrahu wa ‘iyyahu, wa tusahhila lana min salihil-a’mal ma ‘azza zarahu,

Allahumma innaka ja’alta li-kulli sa’ilin maqaman wa ma’ziyatan, wa li-kulli rajim ma ammalahu fika wa rajaahu, wa qad sa’alnaka rajiina mawahibka al-ladunniyyah fahaqqiq lana ma minka rajawnahu, wa ta’ummu jam’ana hadha min khaza’in minakhi laka saniyatan birahmatin wa maghfiratin, wa tudiimun ‘anman siwaka ghinahaha,

Allahumma aamin al-rawa’ati wa ashlih ar-ru’ata wa ar-ra’iyyah, wa a’zhimi al-ajra liman ja’ala haza al-khayra fi hazhal yawmi wa ajaraahu, Allahummaj’al hazhihil baldata wa sairi bilad al-islami aaminan rakhiyyah, wasqiina ghaisan ya’ummu insiyabu saibihi sabsaba wa rubaha, waghfir li-nasiji hazhihi al-buruudil al-muhabbatirah al-maulidiyyah Ja’farin man ilaa Barzanji nisbatuhu wa muntamiahu,  wa haqqiq lahu al-fawza bi-qurbika wal-raj’a wa al-umniyata, wa aj’al ma’a al-muqarrabiina maqilahu wa suknaahu, wastur lahu ‘aibahu wa ‘ajzuhu wa hashrahu wa ‘iyyahu, wa katibiha wa qari’iha wa man ashakha ilaiha sam’ahu wa ashgahu,

Allahumma salli wa sallim wa barik ‘alaa awwali qaabilin li-l-tajalli min al-haqiqah al-kulliyyah, wa ala alihi shahbihi w aman nasarahu wawalahu,

Ma syunnifati al azanu min wasfihi ad durri bi aqratin jawhariyah, wa tahallat sudurul al muhafili al munifati bi uqudi hulahu. Wa afdahalu ash shalati wa atammu at taslimi ala sayyidina wa maulana khatami al anbiyai wa mursalin. Wa a’la alihi wa shahbihi ajmai’n. Subahanaka rabbika rabbi al i’zzati ‘amma yasifuna. Wa salamun ‘ala almursalin. Walhamdulilahi rabbil alamin. 

Artinya; Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, wahai Dzat yang kedua tangan-Nya terbuka dengan pemberian, wahai Dzat yang apabila diangkat telapak-telapak tangan hamba kepada-Nya, Dia mencukupinya, wahai Dzat yang mahasuci dalam dzat dan sifat-Nya, Yang Maha Esa dari adanya sesuatu yang menyamai dan menyerupaiNya, wahai Dzat yang tersendiri (satu-satunya) dengan kekekalan, keterdahuluan (dan tanpa permulaan), dan azali, wahai Dzat yang selain-Nya tidak diharapkan, dan selain-Nya tidak dimintai pertolongan, wahai Dzat yang manusia bersandar kepada kekuasaan-Nya yang terus menerus, dan Dia memberikan petunjuk dengan kemurahan-Nya kepada orang yang memohon petunjuk-Nya…

Kami mohon kepada-Mu, ya Allah, dengan cahaya-cahaya-Mu yang suci dari segala kekurangan, yang menghilangkan gelap gulitanya keraguan, dan kami bertawasul kepada-Mu dengan kemuliaan diri Nabi Muhammad, nabi yang terakhir dalam bentuknya dan yang paling awal dalam hakikatnya, juga dengan para keluarganya, bintang-bintang keamanan dan perahu keselamatan, serta para sahabatnya yang mempunyai petunjuk dan keutamaan, yang menyerahkan jiwa mereka kepada Allah karena mencari anugerah dari-Nya, juga para pembawa syariat beliau yang memiliki riwayat-riwayat dan kekhususan, yang merasa senang dengan nikmat dan karunia dari Allah agar Engkau memberi petunjuk kepada kami supaya dapat ikhlas dalam perkataan dan perbuatan, dan Engkau luluskan apa yang dicari dan dicita-citakan setiap orang yang hadir,

dan Engkau selamatkan kami dari tawanan nafsu dan penyakit-penyakit hati, dan Engkau wujudkan harapan-harapan yang kami prasangkakan terhadap-Mu, dan Engkau pelihara kami dari segala kegelapan hati dan cobaan.

Janganlah Engkau jadikan kami termasuk golongan orang yang ditunggangi hawa nafsu. Dan kami mohon agar Engkau dekatkan kepada kami, buah yang mudah diambilnya dan sudah matang karena keyakinan yang baik, dan agar Engkau hapuskan dari kami setiap dosa yang kami perbuat, dan agar Engkau tutup masing-masing dari kami akan cacatnya, kelalaiannya, dan kebingungannya, dan agar Engkau mudahkan bagi kami baiknya amal yang bagian-bagian puncaknya itu sulit, dan agar Engkau ratakan kepada kami perbendaharaan karunia-Mu yang mulia, dengan rahmat dan ampunan-Mu, dan agar Engkau kekalkan kekayaan kami dengan tidak membutuhkan selain Engkau.

Ya Allah, amankanlah kami dari hal-hal yang menakutkan, perbaikilah para pemimpin dan rakyat. Besarkanlah pahala bagi orang yang melakukan kebaikan pada hari ini.

Ya Allah, jadikanlah negeri ini dan seluruh negeri Islam aman dan makmur. Siramilah kami dengan hujan yang aliran hujan itu merata kepada tanah datar dan bukitnya. Ampunilah penggubah burdah yang baik dan berkenaan dengan kelahiran Nabi ini, Sayyidina Ja far, yang nasabnya sampai kepada Al-Barzanji.

Dan wujudkanlah baginya kebahagiaan, harapan, dan cita-cita dekat dengan-Mu. Dan jadikanlah tempat peristirahatan dan tempat tinggalnya bersama orang-orang yang didekatkan kepada-Mu. Tutuplah cacatnya, kelemahannya, keterbatasannya, dan kebingungannya. Dan ampunilah pula penulisnya, pembacanya, dan orang yang mendengarkannya.

Berilah rahmat dan kesejahteraan atas orang yang pertama menerima tajalli dari hakikat keseluruhan, yaitu Nabi Muhammad. Juga atas keluarganya, sahabatnya, serta orang yang menolong dan memuliakannya selama telinga dihiasi dengan anting-anting permata karena mendengarkan untaian kata tentang sifatsifat beliau. Dan hiasilah para tokoh majelis atas yang lainnya dengan sifat-sifatnya.

Rahmat dan kesejahteraan yang paling sempurna semoga senantiasa tercurah atas junjungan kami, Nabi Muhammad, penutup para nabi, serta keluarga dan sahabatnya semua. Mahasuci Tuhanmu, wahai Nabi, Yang memiliki kemuliaan dari sesuatu yang mereka (orang-orang kafir) sifatkan. Semoga kesejahteraan juga senantiasa terlimpah atas para rasul. Segala puji itu milik Allah, Tuhan sekalian alam.

Demikian penjelasan terkait doa maulid Barzanji. Semoga doa maulid Barzanji ini bermanfaat, dan senantiasa menambah cinta kita pada Rasulullah.

BINCANG SYARIAH

Bukan Bertanya: Apa Dalil Maulid, Tapi Mana Dalilmu Menyalahkan Maulid Nabi?

Hari kelahiran Rasulullah atau biasa disebut Maulid Nabi adalah sebuah tradisi untuk merayakan hari kelahiran Baginda Nabi. Mayoritas ahli sejarah Islam menyepakati hari kelahiran beliau tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal penanggalan hijriah. Berdasarkan hal itu, umat Islam merayakan hari kelahiran beliau di tanggal tersebut, bahkan sepanjang bulan Rabiul Awal perayaan Maulid Nabi berlangsung.

Tak terkecuali umat Islam di Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam memperingati Maulid Nabi. Tradisi ini berlangsung dari dulu, sejak era awal masuknya Islam masa Wali Songo. Perayaan Maulid Nabi merupakan apresiasi dan ekspresi kecintaan umat Islam terhadap Rasulullah sebagai suri tauladan agung.

Bagaimana cara mengekspresikan cinta kepada Rasulullah? Pertama, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan rasul-Nya. Kedua, mengimplementasikan akhlak beliau dalam kehidupan nyata, seperti lemah lembut, kasih sayang, toleran, mudah memaafkan, selalu berdzikir, dan seterusnya. Ketiga, banyak menyebut nama beliau dengan bershalawat. Sebab siapa yang cinta pada sesuatu ia pasti banyak menyebutnya. Keempat menempatkan sosok Rasulullah dalam lubuk sanubari sehingga pancaran akhlak terpuji beliau selalu diingat dan amalkan.

Dengan demikian, membaca shalawat kepada Rasulullah merupakan ekspresi kecintaan dan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam, justru sangat dianjurkan sebagaimana firman Allah dalam al Qur’an.

“Sungguh, Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian untuk Nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al Azhab: 56)

Di antara keutamaan membaca shalawat kepada Nabi sebagimana disabdakan sendiri oleh beliau:

“Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali”. (HR. Muslim).

Tidak diragukan lagi bahwa bershalawat merupakan anjuran kepada umat Islam. Bagaimana caranya? Membaca shalawat merupakan ibadah yang tidak terikat oleh tempat dan waktu, sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits Nabi dan perkataan para ulama. Shalawat boleh dibaca di mana saja yang penting bukan di tempat yang kotor seperti di WC dan tempat kotor yang lain.

Di antara tempat yang disunnahkan untuk membaca shalawat adalah disaat berkumpul di suatu majelis. Sebagimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar: “Hiasilah majelis-majelis kalian dengan bershalawat kepadaku. Karena shalawat kalian kepadaku adalah cahaya bagi kalian di hari kiamat”.

Lalu, bagaimana dengan Maulid Nabi? Adakah dalilnya?

Allah berfirman: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya (Nabi Muhammad) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira”. (QS. Yunus: 58).

Ada ragam penafsiran tentang anugerah dan rahmat Allah pada di atas. Sebagian ulama menafsiri, dua kata tersebut bermakna al Qur’an. Ambil Fadhol Syihabuddin al Alusi dalam Ruhul Ma’ani (11/86), menjelaskan bahwa keutamaan bermakna ilmu sedangkan rahmat adalah Nabi Muhammad. Sebab ayat di atas berkolerasi dengan firman Allah tentang terputusnya Nabi sebagai rahmatan lil ‘alamin.

“Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta”. (QS. Al Anbiya: 107).

Dalam Ikhraj wa Ta’liq fi Mukhtasar Shirah an Nabawiyah, Sayyid Muhammad bin Alwi al Maliki, menjelaskan bahwa bergembira dengan adanya Nabi Muhammad adalah dianjurkan.

Memperingati kelahiran beliau adalah termasuk salah satu cara mengekspresikan kegembiraan terhadap adanya beliau. Sedangkan pembacaan shalawat dalam tradisi perayaan Maulid Nabi tentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab membaca shalawat juga dianjurkan serta tidak terikat dengan waktu dan tempat kecuali di tempat yang kotor.

Sedangkan suguhan makanan di acara peringatan Maulid juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab diperuntukkan sebagai sedekah terhadap sesama. Ada sisi berbagai dan nilai sosial yang sangat dianjurkan dalam agama Islam.

Karenanya, tidak layak bertanya tentang dalil Maulid Nabi karena memang ada dalilnya. Bahkan, yang perlu dipertanyakan adalah: apa dalilnya mengatakan tradisi Maulid Nabi bertentangan dengan syariat Islam?

ISLAMKAFFAH

Kemenag Kembangkan Layanan Chatbot Al-Qur’an dengan Teknologi Artificial Intelligence

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Balitbang-Diklat Kementerian Agama terus mengembangkan layanan Al-Qur’an dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi (TI). Salah satunya adalah layanan chatbot Al-Qur’an dengan teknologi Artificial Intelligence (AI).

Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala LPMQ, Abdul Aziz Sidqi, MA dalam Lokakarya Pengembangan Al-Qur’an Digital. Menurut Aziz, pengembangan layanan Al-Qur’an dengan teknologi AI saat ini menjadi kebutuhan yang urgen.

Masyarakat membutuhkan akses informasi yang cepat, tepat, dan akurat. Khusus di bidang Al-Qur’an informasi tersebut harus valid dengan sumber-sumber referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Di bidang Al-Qur’an, layanan AI yang tersedia di Dunia Maya masih banyak kelemahan. Teks ayat, terjemahannya, juga tafsirnya banyak yang tidak tepat. Untuk itu, kita harus mengembangkan layanan Al-Qur’an dengan teknologi AI. Dan langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan grand designnya,” terang Aziz, Rabu (20/10) di Jakarta Selatan.

Selain chatbot Al-Qur’an, LPMQ juga akan mengembangkan layanan Sistem Informasi Layanan Tashih (Silat) dengan penambahan Software Tashih Otomatis. Software tersebut diperuntukkan sebagai sarana pentashihan master mushaf Al-Qur’an dalam bentuk file, sebelum ditashih atau diperiksa secara manual oleh tim pentashih.

“Dalam pengembangan aplikasi ini, LPMQ tetap akan mengikuti grand design dari biro Humas Data dan Informasi (HDI),” ujar Aziz menggarisbawahi.

Kepala Biro HDI, Kemenag, Ahmad Fauzin, sangat mendukung upaya LPMQ mengembangkan layanan Al-Qur’an berbasis teknologi kekinian. Namun, harus tetap mengikuti regulasi dan terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag.

Menurutnya, saat ini, tercatat ada 2.258 sistem aplikasi di Kemenag, sebagian besarnya tidak aktif. Kemenag terus melakukan penataan sistem informasi dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam Pusaka SuperApp.

“Pengembangan layanan Al-Qur’an dengan AI merupakan bagian dari upaya penjagaan Al-Qur’an. Saya mendukung hal baik ini. Tetapi, harus terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag dan mengikuti regulasi yang ada,” pesan Fauzin.

Fauzin menambahkan, dalam proses digitalisasi ada empat hal yang harus dipenuhi, antara lain: 1. Skill digital atau keterampilan digital; 2. Digital Etik yaitu konten-konten digital yang positif, konstruktif, dan beretika; 3. Culture Digital atau membangun budaya digital yang baik; dan 4. Safety Digital atau keamanan digital.

“Jangan sampai, kita semangat membangun aplikasi tetapi lupa membangun keamanan digitalnya. Banyak aplikasi Kemenag di daerah banyak diretas, bahkan ada yang dipakai judi online,” ungkap Fauzin.*

HIDAYATULLAH

Cara Rasulullah Menghadapi Bullying

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat luar biasa dalam menghadapi bullying. Beliau pernah dihina, dilempar batu, bahkan dilempar kotoran oleh orang-orang kafir. Namun, beliau tidak pernah membalasnya dengan kekerasan. Sebaliknya, beliau justru mendoakan mereka agr mendapat hidayah dari Allah SWT. Nah berikut adalah beberapa cara Rasulullah SAW dalam menghadapi bullying.

Melihat kian maraknya kasus bullying di Indonesia sering kali memunculkan sejumlah stigma dan pertanyaan. Bagaimana jika kita dihadapkan dengan perundungan, apa yang harus kita lakukan?

Sedari dulu kasus perundungan atau bullying sudah ada. Bahkan Rasulullah SAW sering dihadapkan posisi tersebut. Pernah sekali waktu saat Nabi Muhammad saw sholat di Masjidil Haram, seseorang bernama Uqbah bin Abi Muith menghampirinya. Tatkala Nabi sujud, Uqbah langsung meletakkan kotoran dan usus unta yang masih berlumuran darah di pundaknya.

Nabi Muhammad tetap sujud dengan tenang. Sebelum akhirnya Siti Fatimah, putri Rasul, mengambil kotoran tersebut dari punggung ayahnya. Selain Uqbah, perempuan bernama Arwa binti Harb juga sering menyakiti Nabi Muhammad. Dalam Ath-Thabari disebutkan, ketika malam hari, istri Abu Lahab ini selalu meletakkan duri di sepanjang jalan yang biasa Rasulullah lalui.

Tidak hanya mendapat siksaan, kaum kafir Mekkah juga berkali-kali mencoba membunuh Rasulullah. Mereka menduga bisa merendahkan dan menjatuhkan mental Nabi, kemudian membuatnya menyerah dan berhenti berdakwah.

Cara Rasulullah Hadapi Bullying

Meski kerap kali menerima bullying dan intimidasi, keimanan Rasulullah tak pernah goyah. Nabi memiliki cara jitu untuk menghadapi perlakuan orang-orang yang memusuhinya, beberapa di antaranya:

  1. Tidak membalas keburukan dengan keburukan

Ketika nabi Muhammad berdakwah di Thaif dan mengajak mereka masyarakatnya memeluk Islam. Celakanya, tak seorang pun di Thaif yang menerima ajakan Nabi Saw. Mereka justru dengan kejam mengusir Rasulullah Saw dari Negerinya. Sewaktu hendak keluar dari sana, Rasulullah saw dibuntuti orang-orang jahat dan budak-budak Thaif.

Mereka meneriaki dan mencaci-maki Nabi, bahkan juga melempari Rasul dengan batu. Lemparan mereka berhasil mengenai tumit Nabi Saw, hingga terompah yang dikenakannya berlumuran darah.

Setibanya di daerah Qarnul Manazil, Allah Swt mengutus Malaikat Jibril untuk menemui Nabi, ia pun mengabarkan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung. Nabi Saw dapat memerintahkan apapun kepada mereka untuk membalas perlakuan orang Thaif.

“Wahai Muhammad, demikianlah aku diperintahkan, sekarang terserah apa maumu? Jika engkau menghendaki, akan ku balik dan ku timpakan dua gunung kepada mereka,” ucap malaikat penjaga gunung.

Rasul justru tidak meminta umat Thaif diberikan azab, Rasulullah Saw justru berkata “Aku berharap dari anak keturunan mereka akan muncul orang-orang yang hanya menyembah Allah Swt, yang tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.”

  1. Perbanyak teman dan dukungan

Makin hari, pendukung Nabi Muhammad Saw kian banyak. Orang kafir Mekkah menjadi tambah segan kepada Nabi Muhammad dan umat Islam.

Terlebih ketika Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab dengan penuh keyakinan mengucap kalimat syahadat. Nyali para penentang Rasulullah Saw menjadi kian ciut.

  1. Hijrah berpindah ke tempat yang lebih baik

Tatkala kekejaman kaum kafir Mekah semakin menjadi-jadi, Allah Swt kemudian memerintahkan umat Muslim untuk hijrah ke Madinah.

Di sana, banyak masyarakat Madinah menyambut Nabi dengan tangan terbuka. Di kota yang dahulu bernama Yatsrib inilah umat Islam mulai membangun peradaban, hingga selanjutnya berhasil menaklukkan Kota Mekah.

  1. Membela diri

Orang-orang kafir belum juga puas menghalangi dakwah Nabi. Allah Swt kemudian mengizinkan umat Muslim berperang. Syekh Ramadhan Al-Buthi menyatakan, peperangan yang terjadi sebelum perang Khaibar dilandasi sebab yang defensif, yakni untuk mempertahankan keberadaannya dari serangan musuh-musuh.

Dengan membela diri, para musuh Islam menjadi sadar bahwa pengikut Nabi bukanlah kaum yang lemah. Meskipun demikian, orang-orang yang tidak pernah memerangi Muslim tetap harus dilindungi dan tidak boleh diperangi.

Demikian cara yang diambil Rasulullah SAW dalam menghadapi bullying maupun penganiayaan. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Islam Mengutuk Aksi Bullying

Berikut ini artikel tentang Islam mengutuk aksi bullying. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk menghormati dan menyayangi sesama manusia. Oleh karena itu, Islam melarang segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti atau merendahkan orang lain, termasuk bullying.

Bullying adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menyakiti atau merendahkan orang lain secara fisik, verbal, atau emosional. Tindakan ini dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah, tempat kerja, atau bahkan di lingkungan keluarga.

Belum lama ini masyarakat Indonesia dihebohkan oleh sejumlah kasus kekerasan di kalangan anak. Dari mulai kasus anak SD yang matanya ditusuk sampai akibatkan kebutaan oleh rekannya. Hingga terbaru kasus perundungan senior pada adik tingkatnya di salah satu SMP Cilacap, Jawa Tengah.

Kasus tersebut kini viral lewat video di media sosial. Posisinya anak-anaknya masih mengenakan seragam batik berwarna biru, sang pelaku inisial MK (15) nampak menendang sang korban yakni FF (14).

Islam Mengutuk Aksi Bullying

Ajaran Islam melarang keras dan mengutuk tindakan kekerasan, termasuk dalam hal ini aksi bullying. Rasullullah termasuk orang yang paling banyak mendapat perundungan ketika menyiarkan agama Islam. Tak hanya mendapatkan olokan bahkan penganiyaayaan sering kali menimpa Rasulullah SAW.

Pernah sekali waktu Nabi salat di Masjidil Haram, seseorang bernama Uqbah bin Abi Muit menghampirinya. Tatkala Nabi sujud, Uqbah langsung meletakkan kotoran dan usus unta yang masih berlumuran darah di pundaknya. Nabi Muhammad tetap sujud dengan tenang.

Sebelum akhirnya Siti Fatimah, putri Rasul, mengambil kotoran tersebut dari punggung ayahnya.Tak cukup dengn penganiyayaan, kaum kafir Mekkah juga berkali-kali mencoba membunuh Rasulullah. Mereka menduga bisa merendahkan dan menjatuhkan mental Nabi, dengan harapan membuatnya menyerah dan berhenti berdakwah.

Hal ini Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 11;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (QS. Al-Hujuraat/49: 11).

Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apapun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain.

Apalagi dilakukan di hadapan publik. Demikian halnya bullying di dunia nyata dan maya yang berisi umpatan, ujaran kebencian, caci maki, sumpah serapah, atau serangan fisik kepada pihak lain adalah perilaku keji (fahsya’).

Jadi, hukum bullying adalah haram, karena termasuk sikap dan perilaku menyakiti orang lain yang dapat merusak nama baik (citra) atau harkat kemanusiaan. Dengan alasan apapun, bullying tetap dilarang oleh Islam. Bagi para pelaku yang terlanjur melakukannya harus meminta maaf kepada korban agar dosanya diampuni oleh Tuhan.

Sebagai kesimpulan Islam mengutuk keras aksi bullying pada orang lain. Semoga kita tidak termasuk dalam pelaku kegiatan zalim ini.

BINCANG SYARIAH

Penetapan Takdir dalam Kandungan

Dalam suatu hadis diterangkan mengenai ditetapkannya empat perkara di dalam kandungan (rahim) setelah ditiupkannya roh.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes air mani (nuthfah) selama empat puluh hari. Kemudian berubah menjadi setetes darah (alaqah) selama empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat, lalu ditiupkan padanya roh dan diperintahkan untuk ditetapkan (dituliskan) empat perkara, yaitu: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.

Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga, hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi, ketetapan telah ditetapkan baginya. Dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi, ketentuan telah ditetapkan baginya. Dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga. (HR. Bukhari dan Muslim)

Faedah hadis

Beberapa faedah dari hadis di atas:

Pertama: Kalimat “Beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu mengatakan Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang benar dan dibenarkan. Beliau ingin menekankan tentang kebenaran yang ada pada hadis di atas, karena dalam hadis tersebut akan disampaikan dua perkara gaib (kisah proses penciptan manusia dan kisah ditetapkannya takdir).

Kedua: Kalimat Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya.”

Nabi shallallahu alaihi wasallam menyebut ‘dikumpulkan’ karena awal mula proses penciptaan manusia adalah bertemunya dua kemaluan (bercampurnya dua cairan).

Ketiga: Kalimat “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes air mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari.“

Jika Allah Ta’ala berkendak menjadikan manusia langsung jadi, sungguh mudah bagi-Nya dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah Ta’ala menjadikan proses penciptaan manusia ada fase dan tahapan karena Allah hendak mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa segala sesuatu ada prosesnya. Demikian pula, ketika Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi selama enam masa (hari).

Keempat: Kalimat “Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat.

Ini menunjukkan betapa besarnya pertolongan Allah Ta’ala kepada umat manusia. Dimulai dari dalam kandungan, Allah Ta’ala telah mengutus malaikat untuk mengurusnya. Ketika ia terlahir, ia ditolong malaikat. Tatkala menjalani kesehariannya, ia juga dijaga dua malaikat. Ketika hadir di majelis ilmu, dinaungi para malaikat. Ketika meninggal dan dicabut rohnya, dihadiri dan dibawa oleh malaikat. Bahkan, saat di surga pun, dilayani oleh para malaikat. Maka, perbanyaklah syukur kepada Allah Ta’ala.

Kelima: Kalimat “lalu ditiupkan padanya roh

Roh ditiupkan setelah janin berumur 4 bulan (120 hari). Sehingga roh dihukumi menjadi manusia saat kandungan berumur 4 bulan. Apabila terjadi keguguran saat janin berumur 4 bulan, maka berlaku padanya hukum-hukum penyelenggaraan jenazah sesuai dengan yang disyariatkan (dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dikuburkan). Janin tersebut juga dianjurkan diberi nama.

Keenam: Kalimat “diperintahkan untuk ditetapkan (dituliskan) empat perkara”

Kita wajib mengimani bahwa malaikat mempunyai sifat menulis sebagaimana firman-Nya,

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 17-18)

Ketujuh: Kalimat “ditetapkan (dituliskan) empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.”

Menunjukkan bahwa rezeki, ajal, amal, celaka, dan bahagia seseorang telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala. Hal ini bukan berarti kita pasrah dan tidak berusaha. Manusia juga diperintahkan untuk berusaha dan diberikan kehendak (pilihan).

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Dalam firman-Nya yang lain,

وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad: 10)

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا

Maka, Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(QS. Asy-Syams: 8)

Kedelapan: Kalimat “Dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia ke dalam neraka. Dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga.”

Hadis di atas mengajarkan kepada kita agar jangan merasa puas dan bangga terhadap banyaknya amal yang telah dilakukan. Jangan pula kita merasa aman dari azab Allah Ta’ala karena kita tidak tahu pada akhir hayat kelak amal apa yang kita lakukan. Adapun terhadap orang lain, maka janganlah meremehkan para pelaku maksiat atau mengagungkan ahli ibadah atas banyaknya amalannya.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.(HR. Bukhari)

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

Artikel: Muslim.or.id

Referensi:

Kitab Ushulul Iman karya Syekh At-Tamimi rahimahullahu

Syarah Al-Arbain karya Syekh Utsaimin rahimahullahu.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87461-penetapan-takdir-dalam-kandungan.html

Kisah Masuk Islamnya Uskup Filipina Pakar Alkitab

Selama bertahun-tahun Kleopas Daclan menduduki jabatan tertinggi gereja Ortodoks Filipina, yakni uskup dan telah melayani gereja selama 21 tahun. Dia juga merupakan seorang pakar Alkitab dan mempelajarinya dalam berbagai bahasa, mulai dari bahasa Yunani, Ibrani dan Aram.

Meski begitu, pada tahun 2018 di usianya yang ke 64 tahun, Kleopas Daclan meninggalkan agama Kristen dan masuk Islam. Dia pun mengganti namanya menjadi Musa Ibrahim.

Mengapa bisa begitu?

Kisahnya dimulai ketika ia menjadi seorang pendeta di Gereja Ortodoks. Suatu hari ia membaca tentang Islam dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an. Dia sangat menyukai monoteisme murni dalam Islam, karena doktrin Trinitas sangat sulit dalam agama Kristen dan sulit dipahami oleh siapa pun, jadi dia terus membaca tentang Islam dan dia menemukan bahwa sulit untuk memikirkan agama lain.

Sekali lagi, ia mulai mempelajari Alkitab dalam bahasa Yunani, Ibrani, dan Aram, namun ia terkejut ketika menemukan banyak sekali kesalahan dan kontradiksi dalam Alkitab. Semakin dalam ia membaca, semakin banyak kontradiksi yang tampak baginya.

Dia memulai studi perbandingan terhadap berbagai terjemahan Alkitab untuk mengetahui bahwa kontradiksi-kontradiksi tersebut semakin meningkat.

HIDAYATULLAH