Arab Saudi Beri Pengajaran Bahasa China di Sejumlah Sekolah

Kementerian akan mendorong fasilitator dalam proses pengajaran bahasa Mandarin.

Departemen pendidikan di berbagai wilayah dan provinsi di seluruh Arab Saudi telah menyelesaikan prosedur pemilihan sekolah menengah negeri dan swasta. Di tahun ajaran baru ini, Saudi akan menerapkan program pengayaan bahasa China di kelas dua selama semester pertama.

Dalam program tersebut, akan ada sejumlah sekolah yang ditargetkan untuk diberikan pengajaran bahasa China di bawah masing-masing departemen pendidikan, menurut sebuah laporan di harian lokal berbahasa Arab Al-Watan, dilansir Saudi Gazette, Jumat (18/8/2023).

Ini merupakan bagian dari pelaksanaan tahap ketiga penerapan sistem jalur yang meliputi pengajaran bahasa Mandarin, kursus baru, proyek kelulusan, bidang pilihan, bimbingan untuk kelas kecakapan, pendidikan hibrida, dan kerelawanan.

Kementerian Pendidikan Arab Saudi akan mendorong fasilitator dalam proses pengajaran bahasa Mandarin. Biasanya, fasilitator berkonsentrasi pada proses pembelajaran dengan mendorong kolaborasi dan belajar mandiri.

Guru lebih fokus pada penyampaian konten, sedangkan fasilitator merangsang diskusi, mengajukan pertanyaan untuk membuat kelompok berpikir, dan mendorong komunikasi antar rekan.

Panduan menteri, yang diberikan kepada departemen pendidikan, menekankan bahwa departemen pendidikan akan membagikan setidaknya satu kelas kecakapan per pekan di seluruh semester, untuk mengimplementasikan program bahasa Mandarin, dan menugaskannya kepada seorang fasilitator. Mereka berperan mendukung dan membimbing siswa untuk belajar mandiri.

Program ini kemudian akan diterapkan kembali pada bagian siswa baru untuk setiap semester, dan bahan pengayaan khusus akan disediakan untuk aplikasi bersama dengan alat evaluasi. Sekolah lainnya memiliki pilihan untuk menerapkan atau berinvestasi dalam kelas kecakapan sesuai dengan apa yang dianggap perlu jika ada keinginan untuk melaksanakan pemberitahuan dari Departemen Pengawasan Pendidikan.

Jumlah target siswa laki-laki dan perempuan di Departemen Pendidikan Al-Ahsa di Provinsi Timur adalah sekitar 2950 siswa laki-laki dan perempuan, termasuk 1.415 siswa laki-laki di delapan sekolah dan 1534 siswa perempuan di 10 sekolah.

Panduan ini menekankan bahwa departemen pendidikan harus aktif dalam pengawasan akademik mereka, memantau tingkat pencapaian jam sukarelawan siswa laki-laki dan perempuan, terutama siswa kelas tiga, dan bekerja untuk menyelesaikan jam sukarelawan sebelum akhir semester delapan. Termasuk menginstruksikan departemen untuk mengkonfirmasi penyediaan peluang sukarela untuk siswa pria dan wanita, dengan perlunya pengawasan dan tindak lanjut.

Berkenaan dengan pendidikan campuran atau hibrida, dikeluarkan arahan ke sekolah-sekolah yang mendesak siswa laki-laki dan perempuan untuk mendaftar pendidikan hibrid. Aplikasi yang diajukan dalam hal ini akan diperiksa oleh kelompok kerja menteri.

IHRAM

Viral, Seorang Mualaf Perempuan Mesir Dipaksa Kembali Kristen

Seorang perempuan Mesir yang secara terbuka memeluk agama Islam dan beberapa hari kemudian tampak bersama keluarganya berdoa di dalam Gereja telah menimbulkan kontroversi di media sosial, di tengah-tengah laporan bahwa ia dipaksa untuk kembali memeluk agama Kristen.

Situs-situs media lokal mengidentifikasi wanita muda tersebut sebagai Maryam Samir Fayez, seorang asisten peneliti di Universitas Arish.

Menurut situs-situs tersebut, keluarga perempuan muda itu kehilangan kontak dengannya pada 30 Juli setelah dia mengatakan kepada mereka bahwa dia sibuk. Kemudian, ia muncul dalam sebuah video di YouTube di mana ia mengumumkan bahwa ia telah mualaf dan menunjukkan sertifikat masuk Islam yang secara resmi ditandatangani oleh Al-Azhar, Mesir.

Dalam video tersebut, Maryam menekankan bahwa ia tidak diculik, dan keputusannya adalah atas keinginannya sendiri.

Keluarga wanita muda itu melaporkan bahwa dia telah diculik dan mengatakan bahwa pihak Keamanan Negara telah mengembalikannya ke gereja melalui seseorang bernama Naguib Gabriel.

Gabriel muncul dalam sebuah klip video, bersama dengan wanita muda itu dan keluarganya ketika mereka berdoa di dalam gereja.

Namun, para pengguna media sosial mengatakan bahwa wanita muda itu dipaksa kembali ke agama Kristen.

Selama beberapa tahun terakhir, isu perpindahan agama dari Koptik Mesir ke Islam telah memicu kontroversi yang meluas, di tengah tuduhan bahwa gereja menculik mereka yang mengambil langkah ini, dan memaksa mereka kembali ke agama Kristen.

Para pengguna media sosial juga mengkritik apa yang mereka gambarkan sebagai “kebungkaman Al-Azhar” dalam isu-isu seperti itu, dan kegagalan negara melindungi mereka yang ingin jadi Muslim.*

HIDAYATULLAH

10 Fakta Menarik Perjalanan Sinead O’Connor setelah Memeluk Islam

Dunia musik berduka atas berita meninggalnya legenda ikonik, Sinead O’Connor, yang telah tiada pada usia 56 tahun. Sinead, yang memeluk Islam pada tahun 2018 dan mengambil nama Shuhada’ Davitt, meninggalkan jejak perjalanan hidup yang penuh warna setelah memutuskan untuk mengikuti agama barunya.

Berikut adalah 10 fakta menarik tentang perjalanan Sinead O’Connor setelah memeluk Islam:

  1. Perpindahan ke Islam: Pada tahun 2018, Sinead O’Connor mengumumkan keputusannya untuk memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Shuhada’ Davitt. Keputusan ini mengubah arah hidupnya dan menjadi landasan untuk perjalanan spiritualnya.
  2. Kedamaian dalam Al-Quran: Setelah menjadi seorang Muslim, Sinead menemukan kedamaian dan inspirasi dalam membaca Al-Quran. Kitab suci ini menjadi panduan dan sumber inspirasinya dalam mengarungi kehidupan barunya.
  3. Mengenakan Hijab: Shuhada’ Davitt menunjukkan komitmen agamanya dengan mengenakan hijab. Ia berbagi beberapa foto selfie dengan penuh kebahagiaan, mengenakan hijab di akun media sosialnya.
  4. Adzan dan Kalimat Syahadat: Kepiawaian Sinead O’Connor dalam melantunkan Adzan (panggilan shalat) dan membaca Kalimat Syahadat menarik perhatian banyak orang. Rekaman video dirinya yang mengumandangkan Adzan dan Syahadat menjadi viral di YouTube.
  5. Pengakuan tentang Kesehatan Mental: Sebagai seorang yang terbuka, Shuhada’ Davitt berbagi tentang perjuangannya dengan gangguan bipolar dan kompleks gangguan stres pasca trauma. Pengakuan ini menjadi inspirasi bagi banyak orang yang juga berjuang dengan masalah kesehatan mental.
  6. Karier Musik dan Pengaruhnya: Sinead O’Connor, yang telah dikenal karena suaranya yang emosional dan pesan-pesan politiknya, telah meninggalkan jejak tak terlupakan dalam dunia musik. Meskipun hit terbesarnya adalah “Nothing Compares 2 U,” karier musiknya tetap diakui dan dihormati.
  7. Kontroversi dan Defiance: Sikap tegas dan berani Sinead O’Connor terbukti dalam tindakan protesnya terhadap Gereja Katolik pada tahun 1992, ketika ia merobek gambar Paus Yohanes Paulus II di acara “Saturday Night Live.” Tindakan kontroversial ini menarik perhatian media dan masyarakat.
  8. Penghargaan dan Pengakuan: Prestasi musiknya telah diakui dengan berbagai penghargaan selama karier musiknya. Warisan seninya akan terus menginspirasi dan meninggalkan jejak dalam dunia musik.
  9. Perjalanan Hidup yang Penuh Warna: Kehidupan Sinead O’Connor penuh dengan perubahan keyakinan, pernikahan, dan tantangan kesehatan mental. Namun, dia tetap berada dalam sorotan publik meskipun tidak merilis hit besar di kemudian hari.
  10. Duka yang Mendalam: Berita meninggalnya Shuhada’ Davitt pada usia 56 tahun meninggalkan kesedihan mendalam di kalangan penggemar musiknya dan masyarakat. Dia akan selalu dikenang sebagai seorang legenda musik yang tak tertandingi.

Sinead O’Connor telah meninggalkan warisan seni dan semangat juang yang menginspirasi banyak orang. Semoga dia mendapatkan ketenangan abadi setelah melewati perjalanan hidup yang penuh warna. Selamat jalan, Shuhada’ Davitt.*/mm

HIDAYATULLAH

Sifat Munafik Penipu Allah

Orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka.

Suatu hari Hanzhalah Al Usayyidiy, salah satu juru tulis Rasulullah SAW bertemu dengan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Dia kemudian ditanya sahabat nomor wahid Rasulullah. “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Dia lantas menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.”

Abu Bakar lantas berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?” Dia pun menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah SAW, kami teringat kepada neraka dan surga sampai-sampai seperti melihatnya di hadapan mata. Saat keluar dari majelis Rasulullah dan bergaul dengan istri dan anak, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa”. Menanggapi perkataan Hanzhalah, Abu Bakar lantas menjawab, “Kami pun begitu.”

Dua sahabat ini kemudian menghadap Rasulullah SAW. Mereka mengadukan masalah yang berkecamuk di dada mereka. Rasulullah lantas menjawab, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau terus menerus dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur dan di jalan. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat. “Rasulullah mengulangi sampai tiga kali.

Kisah yang dikutip dari HR Muslim No. 2750 ini mengisahkan betapa sahabat sangat berhati-hati pada sifat munafik. Padahal, boleh jadi apa yang mereka lakukan merupakan bentuk naik turunnya iman. Layaknya roller coaster, iman seorang manusia memang terkadang di atas, sedangkan lain waktu di bawah.

Meski kualitas keimanan para sahabat tidak diragukan, mereka masih takut terjerembap pada sifat kemunafikan. Mereka boleh jadi sadar rentannya sifat munafik karena orang-orang munafik bukanlah non-Islam. Kita bisa menukil dari QS An-Nisa ayat 142-143 yang secara eksplisit menyebutkan sifat orang munafik.

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan, apabila mereka berdiri dengan shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”

Salah satu ciri orang munafik adalah malas saat melakukan shalat berjamaah. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang mengisahkan, dua shalat yang paling berat bagi munafik adalah shalat Subuh dan shalat Isya. Padahal, kata Rasulullah, jika mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya niscaya mereka akan mendatanginya meski merangkak. Di dalam QS al-Maun, Allah SWT pun mengecam orang-orang yang melalaikan shalatnya. Allah pun tak segan-segan mencelakai orang yang lalai dalam shalatnya.

Bukan hanya melalaikan shalat, orang munafik pun memiliki empat ciri yang disebutkan salah satu hadis nabi. Dalam satu hadis Abdullah bin Umar Ra berkata, Nabi SAW bersabda, ”Ada empat dosa sifat yang jika seseorang memperlihatkan semua cirinya, dia sepenuhnya orang munafik. Jika dia punya salah satu ciri, dia dianggap memiliki unsur-unsur seorang munafik. Ciri-ciri itu adalah berkhianat, berdusta, ingkar janji, dan melampaui batas jika ada perbedaan pendapat.” (HR Bukhari).

Pengkhianatan menjadi salah satu sifat jahat dalam diri manusia. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), khianat artinya perbuatan tidak setia, tipu daya, perbuatan ingkar janji. Jika merujuk pada definisi itu, banyak sekali sifat khianat dipertontonkan di negeri ini. Contoh sederhananya adalah khianat terhadap amanah yang diberikan rakyat.

Banyak calon pemimpin di negeri ini yang mengungkapkan seribu satu janji kampanye demi mendulang suara. Tak jarang, kontrak politik pun ditekennya agar mendapat rasa percaya. Setelah terpilih, janji pun tinggal janji. Apa yang dikatakan saat kampanye jauh panggang dari api. Amanah suara rakyat pun dikhianati. Janji sudah diingkari. Kisah pengkhianatan bisa dilihat dari Abdullah bin Ubay. Orang yang mengaku Islam, tetapi kerap menjadi provokator di Madinah. Tokoh ini toleran terhadap kaum Musyrikin, tetapi menyembunyikan toleransinya terhadap kaum Muslimin.

Lainnya adalah dusta alias bohong. Berbohong dan menyebarkan kabar kebohongan seolah sudah menjadi tren di negeri ini. Banyak sekali berita hoax yang dibagikan tanpa proses tabayun terlebih dahulu kepada si empunya peristiwa. Dusta dalam konteks berita sangat merugikan. Allah SWT pun menyuruh kepada kaum mukminin untuk meneliti dan mengonfirmasi berita yang datang kepadanya. Khususnya ketika berita itu datang dari orang fasik.

“Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, tabayunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.” (QS al-Hujurat :6).

Ingkar janji juga digolongkan dalam munafik. Orang-orang beriman pun harus berhati-hati dalam menepati janji. Karena itu, Rasulullah SAW pun mengajarkan agar mengucapkan insya Allah jika hendak berjanji atau memberi harapan. Rasulullah SAW bersabda, ”Berkata Sulaiman bin Daud as: Malam ini aku akan berkeliling mengunjungi 70 perempuan, tiap perempuan kelak akan melahirkan seorang anak yang kelak akan berperang di jalan Allah.”

Sulaiman ditegur oleh malaikat, ”Katakanlah Insya Allah.” Sulaiman tanpa mengucapkan insya Allah mengunjungi 70 perempuan itu dan ternyata tidak seorang pun di antara wanita-wanita itu yang melahirkan anak, kecuali seorang wanita yang melahirkan seorang setengah manusia. Demi Allah yang nyawaku ada di tangan-Nya, seandainya Sulaiman mengucapkan kata insya Allah niscaya ia tidak gagal dan akan tercapai hajatnya. (HR Bukhari dan Muslim).

Terakhir, yakni berlebihan saat berbeda pendapat atau berselisih. Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk meninggalkan hal yang tidak bermanfaat. Perdebatan tanpa ilmu alias debat kusir yang tidak jelas ujung pangkalnya kerap kita saksikan di televisi dan kehidupan sehari-hari. Padahal, seperti diriwayatkan Imam Abu Dawud, Rasulullah sudah memberikan jaminan rumah di pinggiran surga kepada orang yang mampu meninggalkan debat meski dia orang yang benar.

REPUBLIKA

Makna Cinta Tanah Air dalam Islam

Berikut ini makna cinta tanah air dalam Islam. Saat ini kita merayakan kemerdekaan Indonesia. Selamat hari kemerdekaan yang ke-78 negeri tercinta Republik Indonesia. Di setiap tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia selalu merayakan hari ulang tahun kemerdekaannya.

Tentunya dalam setiap perayaan HUT RI selalu meriah. Berbagai persiapan dilakukan secara matang guna sambut hari istimewa ini.  Sikap inilah yang sering kali kita sebut sebagai nilai nasionalisme dan cinta tanah air. Sudah tahukah kamu sejarah terkait keutamaan nasionalisme dan makna cinta tanah air dalam ajaran Islam?

Makna Cinta Tanah Air dalam Islam

Dalam beberapa hadis, Rasulullah pernah menyebut tentang kecintaan terhadap tanah kelahirannya, yaitu Makkah, Rasulullah pernah bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَّةَ مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya: Rasulullah ﷺ bersabda kepada kota Makkah, “Alangkah bagusnya dirimu wahai Makkah dan alangkah cintanya diriku terhadap dirimu, seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, niscaya saya tidak akan bertempat tinggal melainkan di selain tanahmu.” (HR. Tirmidzi)

Dalam bahasa Arab, cinta tanah air disebut dengan (hubbul wathan). Perasaan ini hadir dalam bentuk kebanggaan dan ikut rasa memiliki sebuah wilayah tertentu. Hal ini juga membentuk sikap seseorang yang siap dan rela berkorban untuk melindungi wilayahnya tersebut. 

Pentingnya rasa cinta tersebut hadir, tidak heran apabila menjadikannya sebuah tabiat alamiah pada diri manusia. Oleh sebab itu, hadis yang sebelumnya menjelaskan tentang Rasulullah kepada tanah kelahirannya, Makkah. Bukan tanpa sebab, perasaan itu lahir karena rasa memiliki terhadap Makkah itu sendiri.

Kemudian dalam konteks Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus diperingati sebagai HUT RI. Hal ini merupakan upaya untuk terus mengobarkan semangat nasionalisme pahlawan bangsa kepada generasi penerus.

Bukan hanya hadis, terdapat ayat Al-Quran yang juga menyinggung tentang pentingnya nasionalisme. Dalam surah al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”

Selaras dengan pandangan Prof Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa ayat di atas dapat dimaknai sebagai bentuk penisbahan manusia terhadap tanah kelahirannya. Hal ini pula yang mendasari bahwa manusia secara lahir atau kodrati memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya.

Momentum 17 Agustus yang dirayakan untuk memperingati HUT RI adalah bagian dari upaya menjaga sikap nasionalisme itu sendiri. Sebab, para pahlawan terdahulu telah mewariskan semangat kemerdekaan kepada generasi penerus.

Pentingnya memupuk rasa nasionalisme memiliki banyak keutamaan. Berbagai keutamaan tersebut di antaranya mendorong setiap muslim untuk taat terhadap hukum negara, gotong royong membangun masyarakat yang beradab, meningkatkan loyalitas, hingga persatuan.

Kita harus tau bahwa kecintaan terhadap tanah air tidaklah menjelma di atas kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada hukum dan nilai-nilai Islam tetap menjadi prioritas utama bagi seorang muslim, sedangkan cinta tanah air hanya dimaknai dalam kerangka ini.

Demikian makna cinta tanah air dalam Islam. HUT RI yang dilaksanakan setiap 17 Agustus adalah bagian dari memupuk jiwa nasionalisme dalam setiap jiwa umat Islam. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Tak Sekadar Tawakal

Tawakal merupakan salah satu ibadah hati yang diperintahkan Allah Ta’ala. Tawakal mencakup kumpulan (himpunan) dari keimanan dan seluruh urusan hamba itu berkaitan dengan tawakal. Allah Ta’ala berfirman,

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

“Dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61)

Dalam firman-Nya yang lain,

وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)

Bahkan, para pelaku maksiat dan kemungkaran terkadang juga bertawakal kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Seperti halnya ketika seseorang melakukan syirik kecil dengan menggunakan tamimah (jimat) yang mana ia bertawakal kepada Allah Ta’ala, tetapi berkeyakinan memakai jimat tersebut sebagai sebab atau perantaranya. Padahal Allah Ta’ala telah memperingatkan agar jangan bertawakal dan menjadikan selain Allah Ta’ala sebagai penolong sebagaimana firman-Nya,

أَلَّا تَتَّخِذُوا۟ مِن دُونِى وَكِيلً

“Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku” (QS. Al-Isra’: 2)

Tawakal butuh aksi

Tawakal bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Inti dari tawakal adalah penyandaran hati kepada Allah Ta’ala bersamaan dengan melakukan sebab (ikhtiar atau usaha) dan rida kepada keputusan yang Allah Ta’ala tetapkan. Jika usaha yang dilakukan gagal, maka hal tersebut tidak mempengaruhi tawakalnya kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ خُذُوا۟ حِذْرَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (QS. An-Nisa: 71)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Dalam firman-Nya yang lain,

قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمَا ٱدْخُلُوا۟ عَلَيْهِمُ ٱلْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَٰلِبُونَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya, ‘Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu memasukinya, niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.’” (QS. Al-Maidah: 23)

Dari beberapa ayat di atas dapat kita pahami bahwa ketika bertawakal, maka Allah Ta’ala juga perintahkan kita untuk berusaha. Tawakal tanpa usaha termasuk kemalasan, sedang usaha saja tanpa tawakal termasuk kesombongan.

Nabi pun mengambil sebab

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan manusia yang paling bertawakal dan beliau pun menempuh usaha dalam melakukan tawakal sebagaimana hadis berikut.

عن الزُّبير بن العَوَّام رضي الله عنه قال: كان على النبي صلى الله عليه وسلم دِرْعان يوم أحد، فنهض إلى الصَّخرة فلم يستطع، فأَقعد طلحة تحته، فصعد النبي -صلى الله عليه وسلم عليه- حتى استوى على الصخرة

Dari Zubair bin ‘Awwam raḍhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memakai dua (lapis) baju besi ketika perang Uhud, lalu beliau bangkit hendak naik ke atas batu besar, namun tidak bisa. Lantas beliau memerintahkan Ṭalhah duduk di bawahnya dan beliau naik di atasnya hingga berdiri tegak di atas batu besar tersebut.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّه جَعَلَ رِزْقِي تَحْت ظِلّ رُمْحِي

Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku.(HR. Ahmad, dari Ibnu ‘Umar. Lihat Shahih Al-Jami no. 2831)

Burung juga menempuh usaha

Dalam suatu hadis, Umar bin Khattab raḍhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mencontohkan bagaimana tawakalnya seekor burung dengan menempuh usaha.

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang. (HR. Ahmad. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 310)

Hadis di atas menunjukkan bahwa burung yang telah Allah Ta’ala jamin rezekinya tidak berdiam diri di sangkar, tetapi ia keluar di pagi hari yang dingin dalam kondisi lapar untuk mencari rezeki yang telah Allah tetapkan dan ia pun pulang kembali ke dalam sangkarnya dalam kondisi kenyang.

Tempuh cara yang halal

Bagi seorang muslim, tatkala melakukan tawakal dengan mengambil sebab (usaha) itu haruslah sesuai dengan syariat. Jika melanggar syariat, maka ia telah bertolak belakang dengan makna tawakal. Sebagaimana menyogok untuk mendapatkan pekerjaan atau menyontek saat ujian. Hal demikian tidak teranggap sebagai tawakal.

Tawakal itu berbeda dengan isti’anah

Isti’anah adalah khusus terkait dengan amalan-amalan yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, seperti salat, umrah, dan semisalnya. Adapun tawakal, maka lebih luas cakupannya, yakni meminta pertolongan Allah dalam berbagai aspek termasuk di dalamnya isti’anah.

Allah Ta’ala berfirman,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)

Ayat di atas menunjukkan bahwa isti’anah hanya terkhusus pada hal ibadah. Dan isti’anah merupakan bagian dari ibadah. Sehingga ketika melakukan suatu ibadah, kita memerlukan pertolongan dari Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada Mu’adz, Demi Allah, aku sungguh mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam),

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allahumma ainni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik

“Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, sahih)

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86816-tak-sekedar-tawakal.html

3 Anugerah yang Diberikan Allah Pada Orang Saleh

Artikel ini akan mengulas ungkapan Syekh Abu Bakar Al-Wasithi tentang tiga anugerah yang diberikan Allah pada orang saleh. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Musa Al-Wasithi. Nama populernya Ibnu Al-Furghani. Beliau hidup di abad ke-4 Hijriah, dan wafat pada tahun 320 Hijriah.

Abu Nu’aim Al-Isfahani dalam karyanya Hilyat Al-Awliya’ Wa Tabaqat Al-Asfiya‘ Juz 1, halaman 350, mengutip ungkapan Syekh Abu Bakar Al-Wasithi. Ungkapan tersebut, terkait tiga tingkatan anugerah Allah yang diberikan Allah kepada hamba yang saleh. 

Adapun kutipannya sebagai berikut:

الناس على ثلاث طبقات: الطبقة الأولى من الله عليهم بأنوار الهداية، فهم معصومون من الكفر والشرك والنفاق، والطبقة الثانية من الله عليهم بأنوار العناية، فهم معصومون عن الكبائر والصغائر، والطبقة الثالثة من الله عليهم بالكفاية، فهم معصومون عن الخواطر الفاسدة، وحركات أهل الغفلة 

Artinya: Manusia terbagi menjadi tiga tingkatan, tingkatan pertama adalah orang-orang yang dianugerahi oleh Allah nur hidayah, sehingga mereka menjadi orang-orang yang terjaga dari kekafiran, kesyirikan, dan kemunafikan. 

Tingkatan kedua adalah orang-orang yang dianugerahi oleh Allah nur inayah, sehingga mereka menjadi orang-orang yang terjaga dari berbuat dosa besar dan dosa kecil. Tingkatan ketiga adalah orang-orang yang dianugerahi oleh Allah perlindungan dari lintasan kerusakan di dalam hati, dan perlindungan dari melakukan tindakan orang-orang yang lupa kepada Allah.

Ungkapan Syekh Abu Bakar Al-Wasithi di atas, dapat kita pahami bahwa seorang hamba yang shaleh akan meraih diantara tiga tingkatan anugerah Allah. Adapun tiga tingkatan tersebut sebagai berikut:

Pertama, seorang hamba yang shaleh dianugerahi Nur Hidayah (cahaya petunjuk) dari Allah. Bila seorang hamba telah dianugerahi Nur Hidayah (cahaya petunjuk) maka ia akan selamat dari kekafiran, kemusyrikan, dan kemunafikan.

Hidayah (petunjuk) adalah hak priogatif Allah, tidak ada campur tangan dari yang lain. Jika Allah tidak menganugerahi hidayah kepada hambanya, niscaya keyakinan seorang hamba akan menyimpang, sesat, dan jauh dari rahmat Allah.

Kedua, seorang hamba yang shaleh dianugerahi Nur Inayah (cahaya pertolongan) dari Allah. Bila seorang hamba tidak dianugerahi Nur Inayah (cahaya pertolongan) maka ia tidak akan bisa menjauhi larangan Allah.

Seorang hamba yang terjerumus kepada perbuatan dosa kecil dan dosa besar, karena ia tidak dianugerahi Nur Inayah (cahaya pertolongan) dari Allah. Sehingga mereka senang berbuat dosa atau kemaksiatan.

Ketiga, seorang hamba yang shaleh dianugerahi Kifayah (kecukupan) dari Allah. Jika seorang hamba tidak dianugerahi Kifayah (kecukupan) dari Allah, niscaya ia tidak akan selamat dari lintasan atau pergerakan hati yang rusak. Dan juga tidak akan selamat dari perilaku orang-orang yang lalai kepada Allah. 

Demikian penjelasan terkait anugerah yang diberikan Allah pada hamba yang saleh. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Kisah Mualaf: ‘Alhamdulillah Saya Dibangkrutkan Allah’

Sekilas, sebagian orang yang melihat penampilan perempuan Chinese ini tak akan menyangka bahwa wanita tersebut seorang mualaf.

Bernama lengkap Marcelia Yovian Djong, perempuan yang akrab dipanggil Cici Marcy ini pertama kali membagikan kisah perjalanan hidupnya hingga masuk Islam di akun TikTok pribadinya @marceliayovian.

Meski sudah mualaf dan menjadi seorang muslim, wanita yang berprofesi sebagai tenaga medis dan terapis ini pada awalnya belum melaksanakan kewajibannya seperti salat.

Hal tersebut lantaran keyakinan dirinya terhadap Islam belum kuat. untuk memperkuat keyakinannya kepada Islam, dia mencoba membuktikan kekuasaan Allah, yang Maha Pemberi dengan meminta sesuatu yang menurutnya mustahil.

Apa permintaan Marcy? Bagaimana awal mula Marcelia Yovian Djong hingga akhirnya jadi mualaf?


Tonton selengkapnya di sini.

HIDAYATULLAH

Rasulullah Ajarkan Mencintai Tanah Air

Rasulullah SAW sejak dahulu telah mengajarkan umat Islam untuk mencintai tanah airnya. Yakni memiliki rasa nasionalisme pada negara kelahirannya. Berikut ini kisah inspiratif Nabi Muhammad terkait jiwa nasionalismenya yang tinggi pada tanah kelahiran meskipun akhirnya terpaksa harus hijrah dari Makkah ke Madinah. Berikut ini artikel Rasulullah Ajarkan Mencintai Tanah Air

Rasulullah Ajarkan Mencintai Tanah Air 

Dalam riwayat Imam At-Tirmizi, beliau (Rasulullah) pernah mengatakan “betapa indahnya engkau wahai negeriku (Mekkah). Betapa saya sangat cinta kepadamu. Seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, tentu saya tidak akan bertempat tinggal selain dirimu”. 

Ucapan tersebut dilontarkan oleh banginda Nabi Muhammad saat keluar dari Makkah seraya berlinangan air mata. Rasulullah sebenarnya sangat terpaksa meninggalkan negeri tempat tumpah darahnya. Hal ini menggambarkan betapa kekasih Allah itu sangat dalam mencintai tanah air.

Dari ucapan beliau pun sudah sangat jelas bahwa sebenarnya Nabi Muhammad tidak akan meninggalkan Makkah kecuali dalam keadaan sangat terpaksa saat itu, yakni selalu mendapat intimidasi dari kaumnya sendiri. Namun, Allah menghendaki hal lain. Beliau harus keluar dari Makkah dan hijrah ke Madinah. 

Meski begitu, Rasulullah tetap bersabar. Ketika akhirnya hijrah dan memilih tanah air yang kedua yakni Madinah, Nabi Muhammad pun tak lupa berdoa kepada Allah agar cinta terhadap tanah air yang baru ini melebihi dari cintanya kepada Mekkah. Rasulullah tidak ingin Madinah dijadikan hanya sebatas tempat berlindung sesaat, tetapi dijadikan pula sebagai pelindung dan tempat perjuangannya. 

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasul bahkan berdoa “Allahumma habbib ilainalmadinata, kahubbina makkata aw asyaddan. Ya Allah jadikanlah kami cinta terhadap Madinah sebagaimana kami cinta kepada Makkah atau bahkan lebih dari itu.”

Selain itu dalam hadits shahih yang diriwayatkan Siti Aisyah, Nabi Muhammad juga pernah membaca doa atau merukyah orang yang sedang sakit dengan mengatasnamakan debu dari negerinya.

“Dengan nama Allah, debu dari tanah kami dan liur dari bagian kami, ya Allah sembuhkanlah orang yang sakit dengan izin-Mu”. Memaknai perkataan tersebut lagi-lagi membuktikan bahwa ketika Nabi Muhammad menyebut atas nama tanah air, maka secara tidak langsung mengisyaratkan pada umatnya bahwa begitu besarnya jiwa nasionalisme Rasulullah SAW.

Dari sejumlah kisah tersebut tentunya kita tahu bahwa cinta Nabi Muhamamad terhadap tanah airnya, Makkah, merupakan fitrah atau naluri manusia karena itu adalah tempat tinggalnya. Adapun kecintaan terhadap Madinah merupakan anugerah dari Allah.

Jiwa Nasionalisme Umat Islam Terdahulu

Perlu kita ketahui pula, bahkan dari dulu dalam kultur kebiasaan orang Arab, ketika ingin melakukan perjalanan untuk berperang, mereka kerap mengambil secuil tanah sebagai bekal. Kemudian tanah itu diciuminya saat sedang merasakan kerinduan kepada negerinya.

Itulah Makkah, negeri Rasullulah dilahirkan, tumbuh besar, hingga menjadi seorang nabi, bahkan awal memulai keluarga maka tentunya memiliki banyak kenangan-kenangan indah bagi Rasulullah yang menjadikan beliau sangat cinta kepada Makkah.

Dari beberapa kisa tersebut pun kita tahu bahwa sejatinya cinta tanah air merupakan fitrah, naluri, dan menjadi ukuran normal atau tidaknya manusia. Ketika orang rela menggadaikan tanah air, tidak cinta, bahkan akan menghancurkan tanah airnya, maka sebenarnya keluar dari nilai-nilai fitrah, sedangkan Islam adalah agama fitrah. 

Maka bisa kita simpulkan bahwa ketika seseorang mengatasnamakan Islam padahal tidak cinta tanah air, berarti kontradiksi antara Islam dan nilai-nilai fitrah yang ada. Artinya orang yang tidak normal adalah mereka yang tidak cinta terhadap tanah air. Dan perlu kita ingat sejak zaman dahulu pun Rasulullah SAW telah mengajarkan umatnya untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Demikian penjelasan terkait Rasulullah ajarkan mencintai tanah air. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Memperkokoh Pondasi Rumah Tangga

Tulisan ini akan membahas tentang pentingnya memperkokoh niat ketaatan lillah sebagai pondasi kuat dalam membangun dan menjalani kehidupan rumah tangga. Karena, pondasi yang rapuh dapat memicu pertikaian antara suami dengan istri yang dapat berujung pada perceraian dan penyesalan. Melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah umat, banyak orang berumah tangga karena murni cinta. Sebagian lain menjadikan alasan mencari kebahagiaan, bahkan ada yang termotivasi karena hanya takut celaan manusia dengan status single.

Memang, tidak ada yang salah dengan alasan-alasan duniawi tersebut. Namun, jika motivasi menikah itu tidak dibarengi dengan niat untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala, serta menjadikannya sebagai alasan utama membangun mahligai rumah tangga, maka sungguh pondasi rumah tangga itu menjadi rapuh. Karena jika pondasinya adalah alasan duniawi tersebut, lantas apa perbedaan antara orang muslim dan kafir dalam pernikahan? Oleh karenanya, pondasi yang kokoh dalam membangun dan menjalani mahligai rumah tangga adalah ketaatan kepada Allah Ta’ala yang menjadi tujuan utama.

Ketaatan dalam perjanjian yang agung

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَیۡفَ تَأۡخُذُونَهُۥ وَقَدۡ أَفۡضَىٰ بَعۡضُكُمۡ إِلَىٰ بَعۡضࣲ وَأَخَذۡنَ مِنكُم مِّیثَـٰقًا غَلِیظࣰا

Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang agung (ikatan pernikahan) dari kamu.” (QS. An-Nisa’: 21)

Dalam Tafsir As-Sa’di tentang ayat ini, khususnya berhubungan dengan kalimat مِّيثَٰقًا غَلِيظًا (perjanjian yang agung), dijelaskan bahwa Allah Ta’ala juga telah mengambil perjanjian yang kuat dari para suami dengan adanya akad dan (perintah untuk) memenuhi hak-hak istrinya. Oleh karenanya, ada unsur ketaatan kepada perintah Allah dalam setiap perjanjian akad nikah yang dipikul oleh seorang suami dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Sedangkan tanggung jawab taat kepada suami (selama dalam koridor syariat) berada pada pundak istri yang pada akhirnya berarti juga berarti tunduk dan patuh kepada perintah Allah Ta’ala.

Ketaatan dalam menyempurnakan separuh agama

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إذا تَزَوَّجَ العبدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّينِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فيما بَقِيَ

“Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka, bertakwalah kepada Allah pada setengah sisanya.” (HR. Baihaqi dalam kitabnya Syu’bul Iman no. 5486. Al-Albani menyatakan bahwa derajat hadis ini adalah hasan li ghairihi dalam kitab Silsilah As-Shahihah)

Menyebut pernikahan sebagai “separuh agama” adalah sebagai bentuk penekanan untuk mendorong segera menikah.

Al-Ghazali rahimahullah berkata, “Yang dominan dalam merusak agama adalah kelamin (kemaluan) dan perut. Dengan menikah, sudah cukup untuk menjaga dari salah satunya (yaitu kemaluan, pent.). Karena dalam pernikahan terdapat penjagaan dari setan, pemutus keinginan, menahan hawa nafsu (syahwat), menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan.” [1]

Ketaatan dalam membentuk keturunan yang saleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إذا مات ابنُ آدَمَ انقَطَع عمَلُه إلَّا مِن ثَلاثٍ: صَدَقةٍ جاريةٍ، أو عِلمٍ يُنتَفَع به، أو وَلَدٍ صالِحٍ يدعو له. رواه مسلمٌ

Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Terhadap peran anak saleh yang mendoakannya, Syekh Bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah anak yang saleh yang mendoakan orang tuanya. Doa anak saleh tersebut akan memberikan manfaat baginya. [2]

Oleh karenanya, apabila tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan, maka pastikan bahwa niat kita setelah mendapatkan keturunan adalah mendidik dan mangasuh anak tersebut sehingga menjadi hamba Allah yang saleh agar kelak dapat mendoakan kita tatkala meninggalkan dunia ini. Bentuklah rumah tangga yang penuh dengan ketaatan, jadilah contoh dan teladan bagi anak-anak kita sebagai hamba Allah yang istikamah dalam iman dan takwa.

Pondasi rumah tangga yang kokoh

Ketaatan kepada Allah Ta’ala adalah pondasi yang semestinya menjadi mutlak dalam membangun dan membina rumah tangga. Karena bagaimanapun sulitnya problematika kehidupan yang dijalani bersama, tidak akan menggoyahkan keutuhan rumah tangga selama setiap individu, baik suami maupun istri, benar-benar memahami bahwa tujuan menikah adalah dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Namun jangan lupa, komitmen ketaatan tersebut tentu saja harus terikat kuat dengan sebab-sebab yang dapat menguatkan keistikamahan kita. Sebab-sebab itu tiada lain adalah dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai suri teladan dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86950-memperkokoh-pondasi-rumah-tangga.html