Benarkah Islam Menzalimi Perempuan Melalui Pembagian Waris?

Tidak diragukan lagi, harta merupakan salah satu sumber dan pokok kehidupan yang sejatinya merupakan titipan dan ujian dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 28)

Di dalam mengumpulkan, memanfaatkan, dan membagi harta, semuanya harus tunduk dan patuh terhadap aturan yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk manusia. Bahkan, saat seseorang telah meninggal dunia sekalipun, ketika harta kekayaan yang sudah ia kumpulkan dengan susah payah di dunia ini dibagikan kepada ahli warisnya, semua itu harus sesuai dengan aturan dan ketetapan yang telah Allah Ta’ala buat tersebut.

Pembagian harta waris merupakan salah satu kekhususan dan ketetapan Allah Ta’ala, di mana Allah Ta’ala sendiri yang telah menentukan bagian setiap ahli waris dalam sebuah kasus warisan. Seorang hamba tidak diperbolehkan untuk melakukan campur tangan di dalamnya, baik dengan mengubah aturan atau mengaplikasikannya sekehendak hatinya. Campur tangan seorang hamba di dalam pembagian harta waris pastilah menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan, serta tidak tersampaikannya hak-hak yang seharusnya didapatkan kepada para pemiliknya.

Tuduhan ketidakadilan Islam terhadap wanita dalam pembagian harta waris

Di antara tuduhan yang seringkali dilemparkan oleh para aktivis feminisme dan pendukung kesetaraan gender terhadap syariat Islam adalah tuduhan dan klaim tak berdasar bahwa Islam menindas perempuan dan merebut hak-hak harta mereka. Hal itu karena Islam memberikan perempuan hanya setengah dari bagian yang didapatkan laki-laki dalam pembagian waris. Di mana mereka berargumen dengan firman Allah Ta’ala,

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ 

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa’: 11)

Tuduhan dan klaim semacam ini tidak hanya dilemparkan oleh mereka yang beragama non-Islam saja. Sebagian dari mereka yang mengaku beragama Islam sekalipun juga melakukan tuduhan yang serupa. Semua itu karena kebodohan dan dangkalnya pengetahuan mereka terhadap ajaran Islam yang sangat memuliakan perempuan ini.

Argumen pertama

Poin pertama yang harus kita ketahui sebelum menjelaskan duduk perkara permasalahan ini dan menjawab tuduhan mereka adalah memahami firman Allah Ta’ala tentang diri-Nya sendiri,

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

”Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya: 23)

Tidak ada satu pun makhluk-Nya yang dapat menolak ketetapan-Nya dan tidak ada satu pun yang dapat menghalangi perintah-Nya. Ia berfirman,

وَاللّٰهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهٖۗ وَهُوَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

“Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya). Tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Dia Mahacepat perhitungan-Nya.” (QS. Ar-Ra’d: 41)

Siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah Ta’ala, maka tidak halal baginya untuk mencemooh, mencela, dan mencibir agama, ketetapan-ketetapan-Nya Subhaanahu Wa Ta’ala. Siapapun yang menghina agama Islam ini, sungguh ia telah jauh dari keimanan, karena Allah Ta’ala berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Maka, demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)

Bantahan dan jawaban

Siapa saja yang menuduh dan beranggapan bahwa Islam menindas perempuan dan merebut hak-hak mereka, hendaknya ia membaca kembali bagaimana pembagian waris di masa jahiliah sebelum datangnya Islam. Di mana perempuan sama sekali tidak mendapatkan harta waris saat ada keluarganya yang meninggal dunia.

Jika kita membaca sebab turunnya surah An-Nisa ayat yang kesebelas, akan kita dapati bahwa ayat waris tersebut turun mengenai istri Sa’ad bin Ar-Rabi’ radhiyallahu ‘anhu yang datang dengan kedua anak perempuannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sembari mengadu,

يا رسولَ اللَّهِ هاتانِ ابنتا سعدِ بنِ الرَّبيعِ قُتِلَ أبوهما معَكَ يومَ أحدٍ شَهيدًا وإنَّ عمَّهما أخذَ مالَهما فلم يدَع لَهما مالاً ولاَ تُنْكحانِ إلاَّ ولَهما مالٌ. قالَ يقضي اللَّهُ في ذلِكَ فنزلت آيةُ الميراثِ ، فبعثَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليه وسلم إلى عمِّهما فقالَ أعطِ ابنتي سعدٍ الثُّلثينِ وأعطِ أمَّهما الثُّمُنَ وما بقي فَهوَ لَكَ

“Wahai Rasulullah, ini adalah kedua putri dari Sa’ad bin Ar-Rabi’ yang telah syahid pada perang Uhud bersamamu. Sesungguhnya pamannya mengambil seluruh hartanya dan tidak menyisakan sedikit pun untuk keduanya. Dan tentunya keduanya tidak dapat dinikahkan, kecuali jika memiliki uang.” Maka beliau menjawab, “Semoga Allah memutuskan dalam perkara ini.” Setelah itu, turunlah ayat waris, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang kepada paman keduanya dengan perintah, “Berikanlah kepada kedua putri Sa’ad dua pertiga harta, dan berilah ibu mereka seperdelapan, lalu harta yang tersisa menjadi milikmu.” (HR. Tirmidzi no. 2092, Ibnu Majah no. 2720, dan Ahmad no. 14840)

Sungguh Islam datang untuk memuliakan perempuan dan meninggikan kedudukan mereka, memberikan mereka kedudukan yang tinggi saat menjadi ibu, memuliakan mereka saat menjadi saudara perempuan, dan menjaga mereka saat menjadi istri bagi seseorang, serta menjaga mereka saat masih anak-anak.

Islam menyamakan mereka dengan laki-laki dalam berbagai macam ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala. Di antaranya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

”Sesungguhnya, wanita itu adalah saudara kandung dari laki-laki.” (HR. Abu Dawud no. 236, Tirmidzi no. 113, dan Ahmad 6: 256)

Mereka juga mendapatkan pahala dan ganjaran yang sama dengan laki-laki atas setiap amal saleh yang dikerjakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا

“Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa’: 124)

Bantahan yang selanjutnya mengenai alasan mengapa Allah Ta’ala menjadikan bagian harta warisan untuk perempuan itu setengah dari harta warisan laki-laki. Dalam Islam, laki-laki dibebani kewajiban menafkahi seorang wanita baik ketika wanita tersebut sebagai ibu, saudara perempuan, istri, dan juga anak perempuan bagi dirinya. Sedangkan wanita, maka sama sekali tidak diwajibkan untuk menafkahi suaminya, ayahnya, saudara laki-lakinya, atau anak laki-lakinya.

Begitu pula saat menikah, syariat mewajibkan laki-laki untuk memberikan mas kawin kepada pihak perempuan. Sebaliknya, wanita tidak diwajibkan untuk membayar apapun. Seluruh kepemilikan hartanya menjadi hak miliknya sendiri.

Ketika syariat membebankan kewajiban nafkah dan biaya atas laki-laki, maka syariat juga menambahkan jatah warisnya melebihi saudarinya. Ketahuilah, bahwa adil itu tidak mesti sama rata, namun semua itu menyesuaikan kebutuhan dan kondisi yang ada.

Perlu kita ketahui juga, tidak setiap laki-laki lebih diutamakan dari perempuan dalam pembagian waris. Terdapat banyak sekali contoh kasus pembagian waris di mana perempuan mendapatkan bagian yang lebih banyak dari laki-laki.

Sebut saja saat seorang laki-laki meninggal dunia, lalu ia meninggalkan seorang ibu, bapak, dan satu anak perempuan yang masih hidup sebagai pewarisnya, maka pembagian warisnya adalah anak perempuan mendapatkan setengah bagian dari seluruh harta waris, ibu mendapatkan seperenam, dan bapak si mayit mendapatkan sisa dari harta waris tersebut. Dari sini dapat kita ketahui, bahwa anak perempuan mendapatkan bagian yang lebih besar dari bapak si mayit (kakeknya).

Pada kasus lainnya, jika seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri serta beberapa saudara laki-laki sebapak dan seibu, maka istri mayit mendapatkan seperempat bagian dari seluruh harta waris. Adapun sisanya, maka dibagi untuk beberapa saudara laki-laki tersebut. Bisa jadi, bagian masing-masing-masing untuk setiap saudara laki-laki tidak melebihi sepersepuluh dari keseluruhan harta waris jika jumlah saudaranya tersebut banyak. Pada kasus ini istri mayit jelas mendapatkan bagian yang lebih besar dari saudara laki-laki mayit sebapak dan seibu.

Dari beberapa jawaban dan argumen yang telah kita sampaikan di atas, jelaslah bahwa Islam sangatlah menghormati dan menghargai perempuan, bahkan dalam masalah pembagian harta waris sekalipun! Tidak ada kezaliman, ketidakadilan, dan diskriminasi apapun terhadap mereka.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga setiap perempuan muslim yang ada di seluruh penjuru dunia, menjaga setiap hak mereka, dan menjauhkan mereka dari setiap kezaliman dan tindakan semena-mena.

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86632-benarkah-islam-menzalimi-perempuan-melalui-pembagian-waris.html

Pencarian Jamaah Haji Hilang tak Ada Batas Waktu

Kementerian Agama memastikan tidak ada batasan waktu untuk mencari jamaah haji

Pencarian Idun Rohim Zen,87, jamaah haji yang hilang terus dilakukan. Kementerian Agama memastikan tidak ada batasan waktu untuk mencari jamaah haji

“Saya sudah perintahkan kepada para petugas terutama linjam (perlindungan jamaah) di sana untuk terus mencari jemaah kita yang masih hilang ini tanpa batas waktu. Sampai kemudian pihak otoritas Arab Saudi yang menyatakan bahwa memang yang bersangkutan sudah tidak bisa ditemukan,” tegas Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas seusai menyambut kedatangan petugas haji di Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, Kamis (27/7/2023).

Menurut Gus Yaqut, pihaknya terus berikhtiar mencari jamaah haji yang hilang saat puncak haji. “Masih-masih terus dilakukan pencarian. Jadi perlu saya sampaikan, ada 8 jemaah yang kemarin sempat hilang. Tujuh sudah ditemukan, satu yang belum ditemukan. Sebanyak tiga jamaah yang ditemukan sudah meninggal dunia,” katanya. 

Gus Yaqut mengaku, telah berkoordinasi dengan pihak otoritas kerajaan Arab Saudi baik dengan kepolisian maupun dengan Tim Search and Resque (SAR).  “Jadi saya minta cari sampai ketemu. Mudah-mudahan masih hidup. Kalaupun harus terima kenyataan misalnya dalam kondisi wafat kita harus perlakukan dengan baik saya kira itu. 

Seperti diberitakan sebelumnya, ada tiga jamaah haji Indonesia yang hilang saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Ketiganya yakni, Idun Rohim Zen (87) dari Embarkasi Palembang Kloter 20 (PLM 20), Suharja Wardi Ardi (69) dari Embarkasi Kertajati Kloter 10, dan Niron Sunar Suna (77) dari Embarkasi Surabaya Kloter 65 (SUB 65).

Dua di antaranya telah ditemukan meninggal dunia yakni, Niron Sunar Suna,77, ditemukan meninggal dunia di Rumah Sakit An Nur. Kemudian, Suharja Wardi Ardi,69, juga ditemukan sudah meninggal dunia Rumah Sakit (RS) Mu’aisyim, Mina, Makkah. 

Saat ini, masih ada satu jamaah yang masih dicari, yaitu Idun Rohim Zen,87, yang tergabung dalam kloter 20 Embarkasi Palembang. “Masih ada satu jemaah lagi yang terus dalam proses pencarian oleh Tim Linjam PPIH Arab Saudi. Semoga ini juga bisa segera diketemukan,” kata dia

IHRAM

Mau Shalat Tahajud Tapi Ngantuk Berat? Inilah 7 Rahasia Mengatasi Ngantuk Berat Saat Shalat Tahajud

Hampir semua Muslim paham akan keutamaan melaksanakan shalat tahajud itu betapa besar dan mulia. Namun, hanya sedikit dari meraka yang bisa menjalankan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam itu. Salah satu tantangan yang paling umum dihadapi dalam menjaga dan konsisten melaksanakan shalat tahajud adalah rasa kantuk berat yang datang saat hendak bangun di tengah malam.

Bahkan jika sudah bisa bangun malam dan telah melaksanakan shalat tahajud, sebagian dari mereka ini ada yang mengalami tantangan lain, yakni ketika kerja atau aktivitas di siang sampai sore, rasa kantuk menyerang begitu hebat. Dalam bahasa lain, bangun malam itu seringkali menyebabkan seseorang ‘ngantukan’ saat aktivitas di siang hari.

Namun sejatinya beberapa tantangan di atas tidak cukup kuat jika dijadikan dalih untuk tidak bangun di sepertiga malam guna menunaikan shalat tahajud. Untuk itu, artikel ini akan menguak 7 (tujuh) rahasia mengatasi rasa kantuk atau ngantuk berat saat dan setelah melaksanakan shalat tahajud.

  1. Niat yang Kuat

Niat adalah fondasi awal dalam melakukan segala hal. Oleh karena itu, niatkan dengan tulus dan kuat dalam lubuk hati yang paling dalam untuk melaksanakan shalat tahajud semata-mata karena ingin mendapatkan ridha dan kasih sayang Allah SWT.

Niat yang kuat akan secara otomatis dapat memprogram otak manusia sehingga akan menumbuhkan semangat dan kesadaran atas pentingnya ibadah ini. Jika sudah demikian, maka akan membantu Anda bangun dengan lebih bersemangat tanpa rasa kantuk untuk menjalankan shalat tahajud.

  1. Pastikan Mengatur Waktu Tidur yang Cukup dan Berkualitas

Tidur yang teratur dan cukup juga menjadi kunci dalam mengusir rasa kantuk berat saat seseorang akan melaksanakan shalat tahajud. Oleh karena itu, pastikan untuk mendapat tidur yang cukup. Dan yang paling penting lagi adalah tidur yang berkualitas sebelum melaksanakan shalat tahajud.

Misalkan, tidur malam tidak lebih dari jam 00.00 WIB supaya saat bangun tengah malam untuk shalat tahajud tidak ngantuk berat. Kuncinya adalah, sesuaikan jam tidur sehingga Anda mendapatkan waktu tidur yang memadai dan berkualitas sebelum bangun untuk tahajud.

  1. Tidur dengan Posisi Miring ke Kanan

Salah satu kebiasaan Rasulullah adalah tidur miring ke kanan. Hal ini sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim “Nabi Muhammad SAW bersabda: Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR Bukhari & Muslim).

Tidur miring ke kanan diakui dalam bidang medis memiliki manfaat atau dapat menjadikan tidur seseorang berkualitas. Oleh karena itu, tips ketiga ini perlu diperhatikan supaya tidur menjadi berkualitas dan ketika bangun untuk tahajud akan semangat dan khusyuk.

  1. Bangun dengan Gerakan Aktif

Cara yang keempat ini bisa diterapkan, yang setelah bangun dari tidur, hindari duduk atau berbaring dalam waktu yang lama. Sebagai gantinya, cobalah saat bangun dari tidur, lakukan gerakan-gerakan aktif tapi tidak berlebihan seperti berdiri, berjalan, atau menggerakkan anggota tubuh lainnya dengan rileks.

Dalam ilmu kebugaran, gerakan ini menjadikan tubuh fresh karena dapat membantu meningkatkan aliran darah. Jika sudah demikian, maka dapat membantu mengurangi kantuk saat melaksanakan shalat tahajud.

  1. Ambil Wudhu Supaya Menyegarkan

Tips selanjutnya adalah mengambil air wudhu yang segar sebelum melaksanakan shalat tahajud. Nikmati dan resapi setiap langkah dalam melakukan wudhu supaya menghadirkan suasana dan wajah yang segar. Bahkan jika diperlukan, lakukan mandi sebelum menunaikan ibadah sunnah shalat tahajud.

  1. Jadwalkan Shalat Tahajud dengan Kegiatan Lain

Jika cara-cara di atas masih menjadikan kamu sulit bangun malam khusus untuk shalat tahajud, maka cobalah jadwalkan ibadah yang mulia dan penuh keberkahan ini dengan kegiatan penting lainnya.

Misalkan setelah shalat tahajud, jadwalkan untuk menyelesaikan pekerjaan atau untuk melanjutkan mengerjakan skripsi, thesis dan disertasi bagi mahasiswa tingkat akhir. Biasanya, tugas atau pekerjaan yang dikerjakan setelah selesai shalat tahajud akan cepat selesai karena tidak banyak gangguan seperti chat WA teman yang seringkali ‘berseliweran’.

  1. Motivasi Diri dengan Tujuan Ibadah

Cara terakhir adalah dengan mendalami dan meresapi manfaat dan keutamaan shalat tahajud. Dengan demikian, akan timbul motivasi yang tinggi untuk melaksanakan ibadah yang luar biasa ini. Dengan motivasi yang kuat dan tinggi, akan menjadikan kamu semangat dan rasa kantuk secara otomatis akan hilang.

Demikianlah 7 rahasia mengatasi rasa kantuk ata ngantuk saat hendak bangun atau pada saat melaksanakan shalat tahajud. Tentu tips-tips di atas harus dijalankan secara konsisten supaya menjadi gaya hidup. Selain itu, semoga tips-tips di atas dapat membantu kamu untuk lebih khusyuk dan bersemangat dalam melaksanakan shalat tahajud, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.

ISLAMKAFFAH

Amalan 10 Muharram Mustajab dari KH. Abdul Hamid Kudus

Berikut ini amalan 10 Muharram mustajab dari KH Abdul Hamid Kudus. Dalam kitab Kanzun Najah, ia menyatakan bahwasanya dianjurkan untuk menghidupi malam Asyura’ (10 Muharram) dengan ibadah, karena ini sangat dianjurkan oleh syariat Islam. 

Adapun ibadahnya adalah semisal membaca atau mendengarkan al-Qur’an, memanjatkan doa dan melantunkan dzikir. Karena pada malam tersebut adalah masa  dicurahkannya pertolongan rabbani dan disebarkanya kebaikan. 

6 Amalan 10 Muharram Mustajab

Lebih lanjut, di antara amalan yang dianjurkan oleh Syekh Al-Dairabi antara lain;  Pertama, menyempurnakan wudhu. Kedua, lalu melaksanakan sholat sunnah 2 rakaat. Ketiga,  kemudian membaca ayat kursi sejumlah 360 kali yang mana selalu diawali dengan basmalah, seraya menghadap kiblat.

Keempat, dilanjut membaca Surah Yunus ayat 58 sebanyak 48 kali; 

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Qul bifaḍlillāhi wa biraḥmatihī fa biżālika falyafraḥụ, huwa khairum mimmā yajma’ụn

Artinya: Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

kelima, membaca doa berikut sebanyak 12 kali;

اللهم إنّ هذه ليلةٌ جديدةٌ، وشهر جديدٌ، وسنةٌ جديدة، فأعطني اللهم خيرها وخير ما فيها، واصرف عني شرها وشرَّ ما فيها، وشرّ فتنتها ومُحدَثاتها، وشرّ النفس والهوى والشيطان الرجيم. 

Allahumma inna hadzihi laylatun jadidah, wa syahrun jadid, wa sanatun jadidah, fa’a’thinillahumma khoiroha wa khoiro ma fiha, washrif anni syarraha wa syarra ma fiha, wa syarra fitnataha, wa muhdatsatiha, wa syarran nafsi wal hawa was syaithanir rojim. 

Artinya; Ya Allah, ini adalah malam baru, bulan baru, dan tahun baru. Mohon berikan aku kebaikan dan kebaikannya, dan jauhkan dariku kejahatannya dan kejahatan apa yang ada di dalamnya. Serta kejahatan godaan dan fitnah, kejahatan jiwa, nafsu dan setan yang terkutuk.

Kemudian ia menutupnya dengan membaca doa yang bersumber dari Al-Qur’an, membaca sholawat, mendoakan kaum muslimin, lalu membaca tasbih dan tahlil berkali-kali. Maka orang tersebut pada tahun itu akan dijaga dari semua keburukan.

Keenam, dengan faedah dan waktu yang sama, Syekh Al-Ajhuri mengijazahkan untuk membaca kalimat berikut sejumlah 70 kali;

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

 Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. 

Artinya; Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. 

Keterangan tentang amalan 10 Muharram mustajab ini disarikan dari karya KH Abdul Hamid Kudus yang berjudul Kanz Al-Najah  Wa Al-Surur, halaman 18. Mari diamalkan, agar kita dijaga oleh Allah Swt. Semoga bermanfaat dan mujarab, Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

BINCANG SYARIAH

Mengapa 10 Muharram Dinamai Asyura?

Mengapa 10 Muharram dinamai Asyura? Nomenklatur ini merupakan derivasi dari diktum al-asyr, yakni huruf ain-nya dibaca fathah, yang bermakna nama atas bilangan tertentu.

Namun ada yang mengatakan bahwa lafadz ini berasal dari lafadz yang sama, namun ain-nya dibaca kasrah, yakni al-‘isyr. Demikian pula dalam lafadz Asyura’, ada yang membacanya dengan tidak ada alifnya setelah huruf ‘ain, yakni Asyura’. (Futuhat al-Wahhab bi taudih syarh manhaj al-thullab, atau yang biasa dikenal dengan judul Hasyiyah al-Jamal 2/347)

Alasan mengapa 10 Muharram dinamai Asyura, ulama berbeda pandangan. Menurut penuturan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, ada beberapa pendapat mengenai hal ini, yaitu sebagai berikut;

Pertama, dinamai dengan Asyura’, sebab ini merupakan tanggal 10 dari bulan Muharram. Ini merupakan pendapat dari mayoritas ulama’.

kedua, Sebagian dari mereka mengatakan bahwa alasannya adalah karena ini merupakan karamah yang ke-sepuluh yang diberikan kepada umat ini. Di mana yang pertama adalah Rajab, yaitu bulannya Allah yang dijadikan karamah bagi umat Rasulullah SAW.

Bahkan ini menjadi keutamaan tersendiri bagi mereka, dibanding umat yang lain. Kemudian bulan Sya’ban, di mana keutamaannya itu seperti keutamaan antara Rasulullah SAW yang melebihi keutamaan para nabi yang lain.

Lalu bulan Ramadhan, yang mana keutamaannya seperti keutamaannya Allah dibanding dengan makhluknya. Kemudian lailat al-qadr (yang fadilahnya melebihi ibadah di seribu bulan), hari raya, ayyam al-asyr (10 hari awal bulan Dzulhijjah), hari Arafah (yang keutamaannya bisa menghapus dosa 2 tahun), hari kurban, hari jum’at, dan hari Asyura’ yang bisa menghapus dosa satu tahun.

Setiap hari-hari yang telah disebutkan ini, merupakan karamah yang diberikan Allah kepada umatnya Rasulullah SAW agar supaya bisa mengurangi dan menghilangkan dosa-dosa mereka.

Ketiga, Dan sebagian ulama’ yang lain mengatakan bahwasanya alasan 10 muharram dinamai dengan Asyura’ adalah bahwa pada hari tersebut Allah memberikan 10 karamah kepada 10 Nabi.

Antara lain; Allah menerima taubatnya Nabi Adam As, Allah mengangkat Nabi Idris ke Langit, Bahtera Nabi Nuh sudah berhenti berlayar pasca kejadian banjir bandang yang menewaskan seluruh umat manusia di zaman tersebut.

Nabi Ibrahim dilahirkan di hari ini dan di hari yang sama Allah mengangkat beliau menjadi kekasih-Nya, serta Allah menyelamatkan beliau dari perlakuan Namrudz.

Allah menerima taubatnya Daud As dan Allah mengembalikan tahta putranya (Nabi Sulaiman As), Allah mengangkat penyakit Nabi Ayyub As, Allah menyelamatkan Nabi Musa As dan menenggelamkan Fir’aun di tengah laut.

Allah mengeluarkanNabi Yunus As dari Perutnya Paus, dan pada hari ini Nabi Muhammad SAW dilahirkan (salah satu pendapat mengenai hari lahirnya Rasulullah SAW. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah li Thalibi Tariq al-Haq, Juz 2 Hal. 90-92)

Selain perbedaan pendapat mengenai alasan mengapa 10 Muharram dinamai Asyura, Syekh Abdul Qadir al-Jilani juga membeberkan beberapa perbedaan pendapat terkait kapan tepatnya hari Asyura’ ini. Dalam kitab yang sama, Beliau membuat pasal tersendiri terkait ini, beliau mengatakan;

[(فصل) واختلفوا في أي يوم هو من المحرم] فقال أكثرهم: اليوم العاشر من المحرم وهو الصحيح لما تقدم. وقال بعضهم: هو الحادي عشر منه. ونقل عن عائشة -رضي الله عنها -أنه هو التاسع منه.

Menurut riset beliau, mayoritas ulama’ berpendapat bahwa hari Asyura’ jatuh pada tanggal 10 Muharram, dan ini lah pendapat yang sahih menurut beliau. Kemudian sebagian ulama’ berpendapat jatuh pada tanggal 11 Muharram, dan versi pendapatnya Sayyidah Aisyah jatuh pada tanggal 9 Muharram. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah li talibi tariq al-haq )

Demikianlah penjelasan terkait khilaf penyebutan nama Asyura’, alasan dinamai dengan nomenklatur tersebut dan perbedaan pendapat terkait kapan tanggal Ayura’. Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

6 Pelajaran Penting dari Kisah Hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (Khotbah Jumat)

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala! Taatilah seluruh perintah-Nya dan janganlah engkau bermaksiat kepada-Nya! Ketahuilah wahai jemaah sekalian bahwa kebaikan duniamu dan akhiratmu tidak akan bisa diraih, kecuali dengan ketakwaan kepada Allah Sang Mahakaya dan Maha Esa. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. At-Talaq: 5)

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Alhamdulillah, Allah Ta’ala masih mengizinkan kita kembali bertemu dengan bulan Muharam. Bulan pertama dalam kalender Hijriah, kalender umat Islam yang menjadi salah satu syiar agama ini.

Kalender dan penanggalan Hijriah ini disebut Hijriah bukan tanpa sebab. Merunut sejarahnya, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu tatkala berinisiatif untuk membuat patokan tahun pertama untuk kalender ini, beliau memulai hitungan tahun pertamanya bertepatan dengan tahun di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan perintah Allah Ta’ala untuk berhijrah dari kota Makkah menuju Madinah.

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Dalam peristiwa dan momen bersejarah ini, terdapat banyak sekali faedah dan pelajaran penting yang bisa kita ambil. Pada kesempatan khotbah Jumat kali ini, akan kita pelajari setidaknya 6 pelajaran penting dari kisah hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut.

Pelajaran pertama: Hijrah adalah pengorbanan.

Perintah hijrah yang Allah turunkan untuk Nabi dan kaum muslimin Makkah ini membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya harus meninggalkan kota kelahiran mereka dan kota masa kecil mereka. Meninggalkan pula karib kerabat dan keluarga tersayang. Saat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat, lihat apa yang beliau katakan dengan penuh rasa kesedihan ini,

واللَّهِ إنَّكِ لخيرُ أرضِ اللَّهِ، وأحبُّ أرضِ اللَّهِ إلى اللَّهِ، ولولا أنِّي أُخرِجتُ منكِ ما خرجتُ

”Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik bumi Allah, dan negeri Allah yang paling dicintai Allah. Kalau bukan lantaran aku dikeluarkan darimu, niscaya aku tidak keluar.” (HR. Tirmidzi no. 3925)

Pelajaran kedua: Nabi hijrah bukan karena menyerah!

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah tinggal di kota Makkah selama beberapa waktu lamanya untuk menyeru umatnya menuju jalan hidayah dan kebenaran. Sayangnya, hanya sedikit yang beriman kepadanya. Berbagai penganiayaan dan penghinaan, bahkan beliau rasakan. Dan tidak jarang beliau dan para sahabatnya juga disiksa oleh kaum kafir Quraisy.

Semua hal itu tidak serta merta menyurutkan semangat beliau di dalam berdakwah. Justru semakin menguatkan dan meningkatkan kegigihan beliau di dalam berdakwah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berusaha terus mencari solusi alternatif untuk menyukseskan dakwah yang beliau emban, pergi ke Taif misalnya. Sayangnya, yang beliau dapatkan adalah penolakan yang lebih keras dari yang beliau harapkan. Dilukai dan dihina hingga dilempari batu.

Semenjak itu, beliau tidak menyerah. Beliau tampilkan dirinya di depan khalayak manusia, berdiri di depan suku-suku yang ada saat musim haji, sembari berkata,

أَلا رجلٌ يَحْمِلُنِي إلى قَوْمِهِ ، فإنَّ قُرَيْشًا قد مَنَعُونِي أنْ أُبَلِّغَ كَلامَ ربِّي

 “Adakah seorang laki-laki yang mau membawaku kepada kaumnya, sesungguhnya orang-orang Quraisy telah melarang aku menyampaikan pesan Tuhanku.” (HR. Abu Dawud no. 4734, Tirmidzi no. 2925, Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 7727, Ibnu Majah no. 201, dan Ahmad no. 15192)

Begitu banyak kabilah dan suku yang menolak beliau. Sehingga pada akhirnya, Allah Ta’ala membuka hati sebagian dari kaum Anshar dan terjadilah baiat Aqabah. Kemudian beliau hijrah ke kota Madinah, kota kaum Anshar yang menjadi cikal bakal berdirinya negeri Islam yang mulia ini.

Jemaah yang berhagia,

Pelajaran ketiga: Persahabatan yang penuh kesetiaan dan kebaikan.

Hal itu nampak jelas pada sosok Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tatkala mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَدْ أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ؛ رَأَيْتُ سَبْخَةً ذَاتَ نَخْلٍ بيْنَ لَابَتَيْنِ

“Sungguh aku telah ditampakkan negeri tempat hijrah kalian dan aku melihat negeri yang subur ditumbuhi dengan pepohonan kurma di antara dua bukit yang kokoh.” (HR. Bukhari no. 2297)

Mendengar hal tersebut, Abu Bakar bergegas untuk bersiap-siap hijrah, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menahannya sembari berkata,

“Janganlah kamu tergesa-gesa, karena aku berharap aku akan diizinkan (untuk berhijrah).”

Rasulullah sangat ingin berangkat hijrah dengan didampingi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Abu Bakar pun berharap demikian. Beliau tunggu perintah dan izin Allah Ta’ala agar Nabi-Nya diperbolehkan berhijrah sembari beliau memberi makan dua hewan tunggangan yang dimilikinya dengan dedaunan samur selama empat bulan.

Pelajaran keempat: Pentingnya planing dan perencanaan yang matang serta memanfaatkan segala sumber daya yang ada dalam merencanakan sesuatu.

Hijrah mengajarkan kita bagaimana perencanaan yang baik dan matang memiliki peranan penting dalam mencapai sebuah kesuksesan. Dan salah satu pondasi terbesar di dalam merencanakan sesuatu adalah menggunakan sumber daya yang ada secara tepat, efektif, dan optimal.

Dalam hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, wanita memiliki peranan penting. Hal ini terwakilkan dengan apa yang diceritakan Aisyah radhiyallahu ‘anha perihal dirinya dan saudarinya Asma’,

فَجَهَّزْنَاهُما أحَثَّ الجِهَازِ؛ وضَعْنَا لهما سُفْرَةً في جِرَابٍ، فَقَطَعَتْ أسْمَاءُ بنْتُ أبِي بَكْرٍ قِطْعَةً مِن نِطَاقِهَا، فأوْكَأَتْ به الجِرَابَ، ولِذلكَ كَانَتْ تُسَمَّى ذَاتَ النِّطَاقِ

“Lalu, kami mempersiapkan untuknya bekal dengan cepat dan sigap. Kami membuatkan untuk keduanya Sufrah (tempat membawa makanan untuk musafir) dalam Jirab (bejana tempat menaruh perbekalan). Kemudian Asma’ binti Abu Bakr memotong ikat pinggangnya, dan mengikatkan ke bejana tersebut. Dari situlah ia dinamai dengan dzatunnithaq (yang memiliki ikat pinggang).” (HR. Bukhari no. 5807)

Di antara bukti matangnya perencanaan dalam hijrah Nabi, seorang penggembala bernama Amir bin Fuhairah sengaja menggiring kawanan hewan gembalaannya melalui jalur gua dengan tujuan untuk menghilangkan jejak kaki Nabi dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang mengarah ke sana. Kemudian ia juga memberi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minum dari susu dombanya.

Bukti lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyewa Abdullah bin Uraiqit sebagai penunjuk jalan yang mengetahui medan dan rute jalan menuju Madinah, meskipun ia seorang musyrik. Hal ini diperbolehkan selama ia bisa dipercaya dan profesional di dalam pekerjaannya. Dengan begitu, orang tersebut bisa membimbing Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu untuk mengambil jalan yang berbeda dari jalan biasanya yang dilalui manusia.

Wallahu a’lam bisshawab.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Pelajaran kelima yang bisa kita petik dari perjalanan hijrah beliau adalah: Kuatnya beliau di dalam bertawakal dan menyerahkan seluruh urusan kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لَرَاۤدُّكَ اِلٰى مَعَادٍ

“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al-Qasas: 85)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Maksudnya adalah akan mengembalikanmu ke Makkah sebagaimana Ia juga menyuruhmu untuk keluar darinya.”

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Coba kita cermati lebih dalam, salah satu momen dari kisah hijrah beliau ini. Siapa lagi yang dapat menghalangi kaum musyrikin untuk menemukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan mereka sudah berdiri di depan pintu gua, kalau bukan Allah Ta’ala?

Sampai-sampai Abu Bakr mengatakan, “Jikalau salah satu dari mereka melihat ke bawah kakinya, tentu saja mereka akan menemukan kita.”

Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepadanya,

ما ظَنُّكَ يا أبَا بَكْرٍ باثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا؟!

“Tidakkah engkau beranggapan wahai Abu Bakr, bahwa jika ada dua orang, maka Allah yang ketiganya?” (HR. Bukhari no. 3653 dan Muslim no. 2381)

Ma’asyiral mukminin yang berbahagia. Tawakal merupakan jalan sukses menuju kemenangan; semakin susah ujian yang dihadapi oleh seseorang, namun hal tersebut membuatnya semakin bertawakal kepada Allah Ta’ala. Maka, yakinlah bahwa kemudahan dan pertolongan Allah Ta’ala semakin dekat dengan dirinya. Allah Ta’ala berfirman,

حَتّٰٓى اِذَا اسْتَا۟يْـَٔسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوْا جَاۤءَهُمْ نَصْرُنَاۙ فَنُجِّيَ مَنْ نَّشَاۤءُ ۗوَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ

“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan siksa Kami tidak dapat ditolak dari orang yang berdosa.” (QS. Yusuf: 110)

Saat dunia ini terasa sempit, saat ujian datang bertubi-tubi, jangan pernah menyerah dan teruslah berusaha, bertawakallah dan gantungkan seluruh urusan kepada Allah Ta’ala. Karena pertolongan-Nya terkadang datang di titik di mana seorang hamba sudah hampir menyerah terhadap ujian yang menimpanya.

Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam limpahan rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala,

Pelajaran terakhir yang bisa kita ambil dari kisah hijrah ini adalah memaknai kembali apa itu ‘hijrah’.

Selain makna aslinya adalah meninggalkan dan berpindah dari negeri kafir menuju negeri muslim, hijrah juga dimaknai dengan meninggalkan kemaksiatan dan menjauh dari dosa-dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Seorang muslim (yang sempurna Islamnya) ialah (apabila) kaum muslimin (yang lain) selamat daripada (keburukan) lidahnya dan tangannya. Adapun muhajir (orang yang berhijrah) adalah seseorang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40)

Jemaah yang berbahagia, renungilah hadis yang baru saja kita bacakan tersebut. Berusahalah untuk terus beramal dengan amalan yang akan mengantarkan kita untuk menjadi seorang muhajir yang hakiki. Seseorang yang berhijrah karena Allah Ta’ala dan diberikan keistikamahan di dalam menjalaninya.

Semoga Allah tuliskan kita semua sebagai hamba-Nya yang bisa menjalani salah satu syariat dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, berhijrah dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari gelapnya dosa menuju terangnya hidayah dan keimanan.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86324-pelajaran-penting-dari-kisah-hijrah-nabi.html

10 Muharram dan Misi Kemanusiaan Husain dalam Peristiwa Karbala

Tanggal 10 Muharram lekat dengan sebutan “Hari Asyura”, mengacu pada sebuah peristiwa berdarah pembantaian Sayyidina Husain, cucu Baginda Nabi dari perkawinan Siti Fatimah dan Sayyidina Ali. Di Karbala, Sayyidina Husain beserta keluarganya yang dalam catatan sejarah berjumlah 73 orang dibantai oleh 4000 ribu tentara pimpinan Umar bin Sa’ad atas perintah Yazid bin Muawiyah.

Syaikh Abdul Qodir al Jailani dalam al Ghunya memasukkan 10 Muharram atau Hari Asyura sebagai salah satu Asyirul Karomah atau Hari Keramat bersama Nuzul Qur’an, Lailatul Qadar, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Hari Arafah, Idul Fitri dan Idul Adha.

Muslim Indonesia hingga hari tetap melanggengkan tradisi 10 Muharram atau Hari Asyura dengan ragam model cara memperingati hari bersejarah tersebut. Di Jawa, ada tardisi “Bubur Suro”, di Bengkulu dengan festival Tabot, di Madura Tajin Peddis (bubur pedas) dan berbagai jenis tradisi lokal lainnya untuk memperingati Hari Asyura.

Bahkan, hikayat tentang Hari Asyura diceritakan turun temurun, baik berupa catatan maupun cerita tutur. Di Aceh, ada Hikayat Soydina Usin yang ditulis pada abad ke-17, di Sunda bertajuk Wawacan Yazid, di Madura Caretana Yazid Calaka (Kisah Yazid Celaka) dan lain-lain.

Pesan Kemanusiaan dalam Tragedi Karbala

Kekejaman Yazid bin Muawiyah membantai Sayyidina Husain dan keluarganya, perempuan dan anak-anak, menyiratkan catatan luhur tentang pentingnya semangat kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan sendiri oleh Sayyidina Husain: “Aku keluar bukan untuk berperang dan merusak, melainkan untuk memperbaiki umat kakekku. Tujuanku amar ma’ruf nahi munkar “.

Sayyidina Husain dengan penuh kesabaran berusaha memperingati Umar bin Sa’ad beserta pasukannya. Salah satu komandan pasukan Yazid bernama Hur ar Riyahi tersadar dan berbalik mendukung Sayyidina Husain. Ia pun syahid di Karbala bersama Sayyidina Husain dan keluarganya.

Disaat pasukan Umar bin Sa’ad melewati Syam setelah peristiwa Karbala, seorang pendeta membayar Umar bin Sa’ad beserta pasukannya demi meminjam dalam waktu semalam kepala Sayyidina Husain yang dipenggal di Karbala. Ia mencuci kepala Sayyidina Husain yang berlumuran darah di sebuah batu. Di atas batu itu kini dibangun sebuah masjid an Nuqtah untuk menghormati Sayyidina Husain. Lokasinya di Aleppo (Suriah).

Hingga kini pendeta dari Syam ikut hadir dalam peringatan 10 Muharram gugurnya Sayyidina Husain di makam beliau di Irak. Bagi mereka tragedi Karbala bukan hanya milik muslim saja, tapi milik semua manusia. Sebab Husain adalah “hati nurani agama-agama” dan “prinsip kemanusiaan”

Sayyidina Husain memang tertindas, namun sejatinya ia pemenang dalam tragedi Karbala. Ia saat itu sedang melakukan perjalanan dengan mengemban misi kemanusiaan, keadilan dan semangat egalitarian. Ia hendak menyelamatkan umat Islam yang dilanda musibah besar.

Sebagaimana dikatakan oleh Sayyidina Husain kepada pasukan Umar bin Sa’ad: “Kalian orang-orang yang sedang dilanda musibah besar, karena kedudukan ulama telah direbut”.

Sayyidina Husain keluar menuju Irak dalam upaya melakukan konsolidasi terhadap pengikut setia ayahandanya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebagai upaya perjuangan melawan kekuasaan tirani Yazid bin Muawiyah. Sebuah misi kemanusiaan mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh kakeknya, Rasulullah.

Bahwa, perang dalam Islam bukan hanya semata soal agama, namun untuk kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan manusia dan semangat egalitarian. Yazid bin Muawiyah adalah khilafah kejam yang tidak memiliki nurani kemanusiaan. Oleh karena itu, ia harus dilawan demi agama Islam dan untuk kemanusiaan. Satu kekejaman Yazid adalah peristiwa “Harrah” yang mengerikan itu.

Tujuan Sayyidina Husai adalah untuk menyadarkan umat Islam dari belenggu tirani anti kemanusiaan. Supaya kondisi dunia saat itu kembali seperti pada zaman kakeknya di saat menjadi pemimpin Madinah. Disana, umat Islam hidup damai. Di internal umat Islam terjalin ukhuwah dengan sangat baik, hubungan dengan non muslim juga harmonis dan kemanusiaan dijunjung tinggi.

ISLAMKAFFAH

Pakar Psikologi Unair: Pernikahan Beda Agama akan Menimbulkan Banyak Permasalahan

Pakar Psikologi Keluarga Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Nurul Hartini SPsi MKes Psikolog, mengungkapkan bahwa pasangan yang menikah dengan perbedaan agama memiliki tantangan yang lebih besar daripada pasangan dengan keyakinan yang sama.

Dengan memutuskan untuk menikah berbeda agama dan tidak ada yang mau berkorban, sebenarnya itu sudah menandakan bahwa mereka memang sulit menyatukan sejak awal. Padahal bagi sebagian orang, agama menjadi hal yang esensial dalam kehidupan mereka, kata Nurul.

Akhirnya, bukan tidak mungkin ke depan akan banyak permasalahan yang timbul akibat perbedaan itu. Jelasnya, permasalahan lain akan timbul ketika pasangan tersebut memiliki anak. Terkadang anak dibuat bingung disaat kedua orang tuanya menanamkan nilai yang berbeda.

Walaupun, ia menyadari bahwa sangat memungkinkan mereka mampu hidup dengan perbedaan tersebut akibat toleransi yang tinggi. “Saya yakin setiap dari kita pasti inginnya apa yang kita tanamkan untuk anak-anak itu adalah hal-hal yang kebenarannya memang benar menurut kita,” tambah Guru Besar Fakultas Psikologi UNAIR tersebut.

Menurutnya, agama menjadi hal penting dalam diri seorang manusia, karena hal tersebut akan mempengaruhi dan memberikan warna pada diri pribadi. Agama pun akan menjadi pondasi dalam kita berpikir, bersikap, hingga memberikan respon.

“Kalau memang sulit bersatu, mungkin memang bukan pernikahan jalan untuk mempersatukan. Kita tetap saudara, tapi bukan disatukan dalam ikatan tali pernikahan,” tutupnya.*

HIDAYATULLAH

Kisah Mualaf: Tangan Kanan Geert Wilders Satu Persatu Masuk Islam

Siapa umat Islam yang tak kenal Geert Wilders. Dia adalah tokoh pembenci Islam nomor wahid di Belanda. Dia mendirikan Partai Kebebasan Wilders (PVV) di mana isu utama yang diusung adalah anti Islam. Partai Kebebasan sekarang menjadi partai terbesar ketiga di negeri kincir angin itu.

Wilders juga pernah bikin film ‘Fitna’ yang menyulut kemarahan umat Islam sedunia karena film ini menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW.

Tak hanya itu, tahun 2018, dia menggelar kontes menggambar kartun Nabi Muhammad SAW. Padahal dalam Islam menggambar Nabi itu dilarang.

Setahun sebelumnya, dalam kampanyenya, Wilders menyatakan akan menutup masjid dan melarang Alquran. Menurut Wilders, Alquran lebih anti-Semit ketimbang Mein Kampf, buku otobiografi Adolf Hitler.

“Saya lebih suka tidak ada Alquran di Belanda sebagaimana kita tidak mau ada Mein Kampf di sini. Saya yakin Alquran dan Islam itu menyamar sebagai agama. Punya kitab suci, punya rumah ibadah, punya imam. Tapi kenyataannya sama sekali bukan agama, melainkan ideologi,” kata Wilders.

Mungkin belakangan ini Wilders sedang merenung, sebab tangan kanannya di Partai Kebebasan satu persatu masuk Islam. Uniknya, mereka mendapat hidayah justru saat sedang menulis buku untuk menyerang Islam.

Siapa saja mereka, mengapa akhirnya mereka mengakui Islam sebagai agama yang benar dan bagaimana komentar Wilders sendiri?

Jawabannya ada di video ini

HIDAYATULLAH

Doa Mohon Kebaikan dalam Harta dan Anak

Harta dan anak tidak selamanya mendatangkan kebahagiaan dan kebaikan dalam hidup kita. Sebaliknya, kadang harta dan anak menjadi sumber malapetaka, bahkan menjurumuskan ke jalan yang sesat. Karena itu, agar harta dan anak menjadi sumber kebaikan dan kebahagiaan, maka hendaknya kita memperbanyak membaca doa berikut;

اللَّهُمَّ اجْعَلْ سَرِيرَتِي خَيْرًا مِنْ عَلَانِيَتِي ، وَاجْعَلْ عَلَانِيَتِي صَالِحَةً ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ صَالِحِ مَا تُؤْتِي النَّاسَ مِنَ الْمَالِ وَالْأَهْلِ وَالْوَلَدِ غَيْرِ الضَّالِّ وَلَا الْمُضِلِّ

Allohummaj’al sariroti khoirom min ‘alaniyyati waj’al ‘alaniyyati sholihah. Allohumma inni as-aluka min sholihi ma tu’tin nasa minal mali wal waladi ghoirod dholli walal mudhilli.

“Ya Allah, jadikanlah diam-diamku lebih baik daripada terang-teranganku, dan jadikanlah terang-teranganku itu baik. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan apa yang telah Engkau berikan kepada manusia, baik harta dan anak, yang tidak sesat dan tidak menyesatkan.”

Doa ini bersumber dari hadis riwayat Imam Tirmizi dari Sayidina Umar bin Khatthab, dia berkata;

عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قُلْ : اللَّهُمَّ اجْعَلْ سَرِيرَتِي خَيْرًا مِنْ عَلَانِيَتِي ، وَاجْعَلْ عَلَانِيَتِي صَالِحَةً ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ صَالِحِ مَا تُؤْتِي النَّاسَ مِنَ الْمَالِ وَالْأَهْلِ وَالْوَلَدِ غَيْرِ الضَّالِّ وَلَا الْمُضِلِّ

“Rasulullah Saw pernah mengajariku seraya berkata, ‘Ucapkanlah; Allohummaj’al sariroti khoirom min ‘alaniyyati waj’al ‘alaniyyati sholihah. Allohumma inni as-aluka min sholihi ma tu’tin nasa minal mali wal waladi ghoirod dholli walal mudhilli.’”

BINCANG SYARIAH