Tahun Baru Islam Saatnya Kiswah Ka’bah Diganti

Tahun Baru Islam Saatnya Kiswah Ka’bah Diganti

Kepresidenan Umum untuk Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi telah mengganti penutup (kiswah) Ka’bah dengan yang baru. Proses penggantian kiswah dilakukan di bawah pengawasan Kepala Kepresidenan Umum Syekh Abdurrahman Al-Sudais, seperti kebiasaan setiap tahunnya.

Dilansir di Saudi Gazette, Kamis (20/7/2023), penggantian kiswah dilakukan oleh tim yang dipilih dari Kompleks King Abdulaziz untuk Kiswa Ka’bah Suci. Proses tersebut berlangsung di momen Tahun Baru Islam 1445 H.

Kiswah yang baru terdiri dari empat sisi terpisah dan tirai pintu. Kiswa Ka’bah menghabiskan sekitar 850 Kg sutra mentah, 120 Kg kawat emas, serta 100 kawat perak.

Sekitar 200 orang Saudi yang terlatih bekerja di Kompleks Raja Abdulaziz untuk Kiswah Ka’bah Suci. Mereka bekerja dengan beberapa bagian, yaitu binatu, tenun otomatis, tenun manual, percetakan, ikat pinggang, penyepuhan, menjahit, dan perakitan.

Selama proses pembuatan kiswah digunakan mesin jahit terbesar di dunia dalam hal panjang mesin. Mesin sepanjang 16 meter ini dioperasikan menggunakan sistem komputer.

Selain itu, pabrik ini memiliki beberapa departemen penunjang seperti laboratorium, pelayanan administrasi, kualitas, hubungan masyarakat dan kesehatan pekerja, serta keselamatan kerja di komplek.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, untuk pembuatan sebuah kiswah membutuhkan 56 keping bersulam emas. Setiap bagiannya juga membutuhkan pekerjaan tangan yang rumit, membutuhkan waktu antara 60 hingga 120 hari untuk menyelesaikannya.

Setiap bagian melewati proses bordir yang teliti. Ini memastikan standar kualitas tertinggi.

Proses produksi meliputi berbagai tahapan. Ayat-ayat Alquran dan prasasti Islam disulam dengan rumit dengan benang kawat perak berlapis emas selama fase ketujuh.

IHRAM

Teks Khotbah Jumat: Sudahkah Kita Memiliki Bagian dari Amalan yang Tersembunyi?

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala! Taatilah seluruh perintah-Nya dan janganlah engkau bermaksiat kepada-Nya! Ketahuilah wahai jemaah sekalian, bahwa kebaikan duniamu dan akhiratmu tidak akan bisa diraih, kecuali dengan ketakwaan kepada Allah Sang Mahakaya dan Maha Esa. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. At-Talaq: 5)

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Ada satu doa yang senantiasa diulang-ulang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Doa yang selalu beliau rutinkan dan beliau baca di waktu-waktu mustajab. Salah satu doa yang selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari kita. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan,

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يُكثرُ أن يقولَ يا مقلِّبَ القلوبِ ثَبِّتْ قلبِي على دينِك فقلت يا نبيَّ اللهِ آمنَّا بك وبما جئتَ به فهل تخافُ علينا؟ قال نعم إن القلوبَ بينَ إصبعينِ من أصابعِ اللهِ يُقلِّبُها كيفَ يشاءُ

”Rasulullah  senantiasa memperbanyak doa, ‘Wahai Zat Yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.’ Lalu, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan dengan apa yang engkau bawa, apakah engkau mengkhawatirkan kami?’ Beliau bersabda, ‘Iya, sesungguhnya hati itu ada di antara dua jemari dari jari jemari Allah. Dia membolak-balikkan sebagaimana yang Dia kehendaki.’” (HR. Tirmidzi no. 2140, Ahmad no. 13696 dan Ibnu Majah no. 38334)

Jika Nabi saja mengkhawatirkan kondisi agama para sahabatnya, maka ketakutan dan kekhawatiran kita akan godaan terhadap agama kita tentunya lebih besar. Karena hati ini seperti namanya dalam bahasa Arab “Al-Qalbu” memiliki makna mudah dan cepat berubah. Dari keimanan menuju kekafiran. Dan dari ketaatan menuju kemaksiatan.

Wahai hamba-hamba Allah sekalian.

Salah satu hal terbesar yang akan membantu kita teguh di atas kebenaran dan keimanan adalah menjaga hal-hal yang bersifat rahasia dari ibadah yang tersembunyi. Karena hal-hal tersebut terbukti akan menguatkan keteguhan kita. Amalan tersembunyi adalah ujian tersendiri yang dihadapkan pada amalan kita di hari kiamat nanti. Allah Ta’ala mengatakan,

يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

“Pada hari ditampakkan segala rahasia.” (QS. At-Thariq: 9)

Mengenai ayat ini, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

“Muqaatil rahimahullah mengatakan, ‘Yaitu, itu nampak dan muncul…’  Maka, keimanan termasuk dari rahasia. Dan hukum-hukum-Nya termasuk rahasia. Mereka semua akan diuji pada hari itu untuk menampakkan mana saja yang baik dari yang buruk. Siapa saja yang melaksanakannya dari mereka yang menyepelekannya. Dan apa yang diniatkan untuk Allah dari apa yang bukan untuk-Nya.”

Wahai hamba-hamba Allah sekalian.

Kebaikan yang disembunyikan dan niat yang tulus karena Allah Ta’ala akan menjadikan pahala sebuah amal menjadi besar, meskipun aslinya amalannya tersebut terlihat kecil dan sedikit. Sedangkan niat yang jelek bisa jadi akan membatalkan pahala sebuah amal, meskipun amalannya tersebut terlihat besar.

Jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Perbanyaklah amalan-amalan tersembunyi untuk menggapai rida Allah Ta’ala. Sahabat Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

مَنِ استطاعَ منكم أنْ يكونَ لَهُ خَبْءٌ [خَبِيءٌ] مِنْ عمَلٍ صالِحٍ فلْيَفْعَلْ

”Siapa saja di antara kalian yang mampu untuk memiliki amal saleh yang tersembunyikan, maka lakukanlah!” (Diriwayatkan dan disahihkan oleh Syekh Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6018)

Ibadah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta meninggalkan dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi akan mengangkat derajat seorang hamba, membesarkan nilai pahala, dan menghapuskan dosa-dosa. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِۚ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَّاَجْرٍ كَرِيْمٍ

“Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka, berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yasin :11)

Jemaah jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Ibadah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi akan menguatkan hubungan kita dengan Allah Ta’ala. Tidaklah ada seseorang yang mengeluhkan lemahnya hubungan dirinya dengan Allah, kecuali pasti sedikit dirinya di dalam berdua-duaan, berkhalwat, dan bermunajat dengan Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kekasih hati kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa bangun di malam hari, bermunajat dengan Tuhan-Nya, beriktikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan dengan kualitas salat yang tidak perlu diragukan dan dipertanyakan lagi bagusnya dan lamanya. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ * قُمِ الَّيْلَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ * نِّصْفَهٗٓ اَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًاۙ * اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ * اِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا * اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan.” (QS. Az-Zamil: 1-6)

Jikalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memiliki waktu khusus untuk berduaan dengan Rabbnya dan salat di hadapan-Nya, maka beliau tidak akan kuat memikul amanah risalah yang berat ini.

Wahai saudaraku yang sedang menghadapi kesulitan dalam agamanya, sedang menghadapi kesulitan dalam urusan dunianya, mohonlah pertolongan kepada Tuhanmu, berbisiklah kepada-Nya di malam-malam yang sunyi. Karena amal ibadah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi merupakan salah satu sebab terbesar diterimanya doa-doa dan harapanmu. Karena amalan tersebut akan menjagamu dari riya’ dan pengelihatan manusia.

Wallahu a’lam bisshawab.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Baca juga: Amalan Tersembunyi dalam Doa Bangun Tidur

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Sebagaimana setan menggoda manusia pada ibadah-ibadah yang nampak dengan riya’, setan juga tidak berputus asa dari amalan-amalan yang tersembunyi. Mereka akan menggoda para pelakunya untuk berlaku ujub, bangga diri dengan amalan tersembunyi yang telah dilakukannya. Terkadang ia jadi meremehkan saudara semuslimnya yang lain. Menganggap bahwa amal ibadah tersembunyi yang dilakukannya menjadikannya lebih baik dari mereka semua. Saat engkau sudah dimampukan untuk melakukan amal ibadah tersembunyi ini, maka berhati-hatilah dari jebakan setan tersebut.

Berhati-hatilah juga wahai saudaraku, setan akan berusaha menggoda mereka yang telah berhasil melakukan amalan secara sembunyi-sembunyi dengan cara membuatnya lalai, membuat lisannya tidak kuat untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada manusia lainnya. Amalan yang sudah susah payah dilakukannya secara sembunyi-sembunyi itu dengan cepat berubah menjadi amalan yang nampak hanya dengan satu ucapan dari lisannya. Berusahalah sekuat tenaga wahai saudaraku, untuk tidak menceritakan amalan tersembunyi yang telah kita lakukan.

Jemaah yang berbahagia, ketahuilah bahwa selain amalan-amalan tersembunyi, ada juga amalan-amalan yang Allah Ta’ala ingin untuk ditampakkan. Oleh karenanya, janganlah terlambat dan jangan lupakan bagianmu dari ibadah-ibadah ini, baik itu menghadiri salat berjemaah ataupun menghadiri salat Jumat layaknya berkumpulnya kita di masjid yang mulia ini. Sungguh itu bukanlah termasuk dari riya’ yang diharamkan.

Ma’asyiral mukminin yang berbahagia, amalan-amalan tersembunyi adalah penyeimbang bagi amal ibadah kita yang zahir dan nampak tersebut. Oleh karenanya, sangat penting sekali untuk kita rutinkan dan kita jaga. Muslim bin Yasar rahimahullah, salah atau tabiin dan muhaddits terkemuka pernah mengatakan,

ما تلذَّذ المتلذِّذونَ بمثلِ الخَلْوةِ بمناجاةِ اللهِ عز وجل

”Tidak ada kenikmatan yang dapat dirasakan oleh seorang penikmat melebihi nikmatnya yang kesendirian untuk bermunajat dengan Allah Azza Wajalla.”  (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam hal. 36)

Masruq bin Ajda’ rahimahullah juga pernah mengatakan,

إِنَّ الْمَرْءَ لَحَقِيقٌ أَنْ يَكُونَ لَهُ مَجَالِسُ يَخْلُو فِيهَا فَيَذْكُرَ فِيهَا ذُنُوبَهُ فَيَسْتَغْفِرَ مِنْهَا

“Sesungguhnya wajib bagi seseorang untuk memiliki waktu-waktu di mana dia menyendiri di dalamnya. Waktu-waktu yang ia manfaatkan untuk mengingat dosa-dosanya dan meminta pengampunan untuk itu.” (Mushannaf Al-Hafidz Ibnu Abi Syaibah no. 36017)

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita untuk bisa menjaga dan merutinkan amal ibadah yang nampak maupun yang tidak nampak dan tersembunyi.

Ya Allah,  kuatkanlah kami untuk bisa rutin bangun di sepertiga malam terakhir dan bermunajat kepada-Mu, izinkan hamba-Mu ini untuk memiliki waktu khusus dengan-Mu.

Ya Allah, jauhkan diri kami dari riya’ dan ujub dalam beribadah, karena keduanya pastilah akan merusak kadar keikhlasan kami di dalam beramal.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَ

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Baca juga: Al Khabir, Maha Mengetahui Perkara Yang Tersembunyi

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.idSumber: https://muslim.or.id/86235-amalan-yang-tersembunyi.html

Musim Umroh Baru, Arab Saudi Ingatkan Sanksi Pelanggaran pada Penyedia Layanan

Penyedia layanan diminta memberikan layanan terbaik bagi jamaah umroh.

Gelombang pertama jamaah umroh dari berbagai negara tiba di Arab Saudi pada Rabu, 1 Muharram 1445 Hijriyah bertepatan dengan dimulainya musim umroh tahunan.

Dilansir di Saudi Gazette, Rabu (19/7/2023), semua lembaga dan sektor pemerintah dan swasta terkait umroh telah menyelesaikan persiapan terpadu mereka untuk menerima jamaah. Selain itu, memperluas fasilitas serta layanan terbaik untuk jamaah melakukan ritual dengan mudah dan nyaman.

Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi mendesak semua perusahaan penyedia layanan umroh berlisensi untuk memberikan layanan terbaik bagi jamaah dan tidak melanggar kewajiban mereka dalam penyediaan layanan. Dikatakan bahwa pasal 7 peraturan untuk layanan jamaah asing dan pengunjung Masjid Nabawi menetapkan perusahaan yang berlisensi yang melanggar salah satu ketentuan dan peraturan akan menghadapi hukuman.

Sanksinya termasuk denda maksimal 50 ribu riyal dan penangguhan izin untuk jangka waktu tidak lebih dari enam bulan dan pembatalan izin yang diberikan kepada perusahaan. Pihak berlisensi di luar negeri akan dilarang berurusan dengan perusahaan berlisensi di Saudi jika melanggar salah satu kewajiban kontraktual.

Menurut peraturan, mereka yang melayani jamaah tanpa mendapatkan izin yang diperlukan akan dihukum dengan denda tidak melebihi 100 ribu riyal. Pelanggaran tersebut antara lain kegagalan penyediaan tempat tinggal bagi jamaah, penyediaan perumahan tanpa izin atau tanpa klasifikasi, perbedaan dalam program pemondokan, dan kegagalan untuk memberi tahu kementerian tentang perubahan pemondokan. Kemudian, kegagalan dalam penyediaan transportasi, mengamankan pengangkutan tanpa izin, ketidaksesuaian program transportasi, kegagalan dalam menerima jamaah, dan kegagalan mengonfirmasi reservasi keberangkatan atau kegagalan untuk menindaklanjuti keberangkatan. Berikutnya, tidak melaporkan jamaah haji yang tertunda, penyediaan layanan oleh agen eksternal di wilayah Saudi atau pengelompokan kembali jamaah haji yang salah atau tertunda, kegagalan untuk mendidik jamaah sehubungan dengan kepatuhan terhadap berat bagasi yang diizinkan pada saat keberangkatan, dan kegagalan untuk mengawasi keberangkatan jamaah.

Kementerian juga mengutip pelanggaran seperti kurangnya program untuk jamaah di Madinah, dan ketidakpatuhan terhadap instruksi pembubaran, kegagalan mengarahkan jamaah ke lokasi perumahan yang benar, keterlambatan mengamankan pemondokan, tidak adanya perwakilan perusahaan umrah untuk mendampingi jamaah selama umroh atau kunjungan, kegagalan untuk menindaklanjuti pasien rawat inap dan kasus kematian atau jamaah haji yang hilang dan menyelesaikan prosedur yang berkaitan dengan mereka.

Pelanggaran juga termasuk kegagalan untuk mengonfirmasi reservasi untuk mengunjungi Raudah Al-Sharif, dan ketidakhadiran perwakilan untuk menindaklanjuti keberangkatan jamaah dan tidak memberikan layanan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, dan tidak memberi tahu kementerian dalam peristiwa kasus wanprestasi.

IHRAM

Mengapa Allah Memilih Nabi Musa untuk Berdialog dengan Rasulullah? 

Mengapa Allah memilih Nabi Musa untuk berdialog dengan Rasulullah? Dalam perjalanan mi’raj, Nabi Muhammad SAW diberikan kewajiban sholat. Pada awal mulanya kewajiban sholatnya itu 50 kali, namun ketika beliau hendak pulang, lalu singgah di Nabi Musa As, Rasulullah diminta untuk mengahadap ke Allah Swt lagi guna meminta dispensasi shalat. 

Pasalnya, 50 kali sholat dalam sehari semalam itu terlalu banyak, terlebih postur dan kekuatan fisik ummatnya itu terbilang cukup rendah dibanding kekuatan dan postur umat nabi terdahulu. Syahdan, Rasulullah mengamini permintaan Nabi Musa As, sehingga beliau sowan lagi kepada Allah, untuk meminta dispensasi kewajiban sholat. 

Karena Allah Maha pemurah, Allah mengafirmasi permintaan Nabi Saw. Sehingga yang pada awalnya itu diwajibkan sholat sebanyak 50 kali, sekarang menjadi 45 kali. Turunlah lagi beliau, di tengah perjalanan beliau sowan lagi kepada Nabi Musa As guna menginformasikan bahwa permintaannya sudah dikabulkan, sekarang sholatnya menjadi 45 kali. 

Mendengar kabar ini, Nabi Musa As masih merasa iba. sebab ditakutkan umatnya beliau tidak mampu untuk melaksanakannya, syahdan beliau meminta Rasulullah untuk sowan lagi kepada Allah Swt guna meminta dispensasi lagi agar jumlah sholatnya dikurangi. Mendengar permintaan Nabi Musa As ini, Rasulullah menuruti lagi, Allah pun mengamini. 

Kejadian ini berulang sebanyak 9 kali, Nabi Musa memandang jumlah sholatnya itu akan memberatkan ummatnya. Hatta ketika pengurangan sholatnya sudah menjadi 5 kali (sebab dalam satu kali sowan itu dikurangi 5 waktunya), padahal awalnya berjumlah 50 kali, Nabi Musa As tetap meminta agar meminta dispensasi lagi. 

Namun pada taraf ini, Rasulullah merasa malu untuk meminta dispensasi lagi, Sebab sudah banyak sekali pengurangannya. Hingga pada akhirnya, jumlah sholat yang diperintahkan adalah 5 kali, sebagaimana sabdanya Rasulullah SAW yang berbunyi: 

فَرَّضَ اللهُ على أُمَّتِى لَيْلَةَ الإِسْرَاءِ خَمْسِيْنَ صَلاَةً فَلَمْ أَزَلْ أُرَاجِعُهُ وأَسْأَلهُُ التَّخْفِيْفَ حَتّى جَعَلَهَا خَمْسًا فِىْ كُلِّ يَوْمٍ ولَيْلَةٍ

Allah swt pada malam Isra’ mewajibkabkan atas umatku lima puluh shalat, kemudian aku terus-menerus kembali kepada Allah swt dan memohon keringan sehingga Allah Swt menjadikannya menjadi lima shalat sehari semalam.” (Hasyiyah Al-Baijuri ala Fath al-Qarib al-Mujib, Juz 1 halaman 230) 

Dari kisah ini mungkin terlintas dalam benak, mengapa yang meminta Nabi Muhammad SAW untuk meminta dispensasi kepada Allah Swt adalah Nabi Musa As, padahal masih banyak nabi lainnya yang berada di langit semisal Nabi Ibrahim As? 

Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menjawab:

فَإِنْ قُلْتَ: لِمَ لَمْ يَأْمُرْهُ إبْرَاهِيمُ بِالرُّجُوعِ لِرَبِّهِ فِي شَأْنِ ذَلِكَ مَعَ أَنَّهُ مَرَّ عَلَيْهِ قَبْلَ مُوسَى؟ أُجِيبَ: بِأَنَّهُ خَلِيلُ اللَّهِ وَالْخَلِيلُ شَأْنُهُ التَّسْلِيمُ وَمُوسَى كَلِيمُ اللَّهِ وَالْكَلِيمُ شَأْنُهُ الْكَلَامُ. 

Jika engkau bertanya mengapa mengapa Nabi Ibrahim As tidak memerintahkan untuk meminta dispensasi kepada Allah, padahal beliau dilewati terlebih dahulu (posisi Nabi Ibrahim berada di langit ketujuh, sedang nabi Musa berada di langit keenam) dari pada Nabi Musa As?

Maka aku menjawab: sebab Nabi Ibrahim As adalah Khalilullah, kekasih Allah Swt, dan karakter seorang kekasih itu adalah penurut (maka Nabi Ibrahim as tidak menyuruh Nabi Muhammad saw untuk meminta dispensasi). 

Sedangkan Nabi Musa as adalah Kalimullah, Yang pada umumnya bertugas sebagai diplomasi, maka dari itu Nabi Musa lah yang berani menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk meminta dispensasi kepada Allah swt, bukan Nabi Ibrahim As. (Hasyiyah Al-Bujairimi ala al-Khatib, judul aslinya adalah Tuhfat al-habib ala syarh al-khatib,juz 1 halaman 382) 

Jadi, demikianlah alasan Mengapa Allah Memilih Nabi Musa untuk Berdialog dengan Rasulullah, bukan Nabi yang lainnya? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Maksud Mengusap Kepala Anak Yatim di Bulan Muharram

Muharram adalah bulan pertama dalam kalender hijriyah yang mempunyai keutamaan dan makna penting bagi umat Islam. Pada bulan ini dijumpai beberapa amalan yang sunnah dilakukan, termasuk diantaranya adalah mengusap kepala anak yatim. Lantas, bagaimana maksud mengusap kepala anak yatim di bulan muharram?

Dalam literatur kitab klasik dijumpai beberapa penjelasan mengenai kesunnahan mengusap kepala anak yatim. Salah satu keutamaan mengusap kepala anak yatim adalah Allah akan mengangkat derajatnya dengan setiap rambut yang diusap.

Sebagaimana dalam kitab Manahij al-Imdad, juz 1, halaman 521 berikut,

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلي الله عليه وسلم من صام يوم عاشوراء من المحرم اعطاه الله تعالي ثواب عشرة الاف مللك ومن صام يوم عاشوراء من المحرم اعطي ثواب عشر شهيد ومن مسح يده علي راس يتيم يوم عاشوراء رفع الله تعالي له بكل شعرة درجة

Artinya : “Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. Ia berkata, Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Barang siapa puasa pada hari ‘asyura di bulan muharram, maka Allah memberikan 10.000 pahala malaikat dan barang siapa puasa pada hari ‘asyura di bulan muharram, maka Allah memberikan pahala 10.000 orang yang mati sahid. Barang siapa mengusap kepala anak yatim pad tanggal 10 muharram, maka Allah mengangkat derajatnya dengan setiap rambut yang diusap.” 

Dalam memaknai anjuran mengusap kepala anak yatim ulama terbagi menjadi dua pendapat. Sebagian ulama memaknainya dengan arti sebenarnya, yakni yang dimaksud memang mengusap kepala anak yatim. Sementara ulama lainnya memaknai dengan makna kinayah, yaitu anjuran untuk berbuat baik dan kasih sayang kepada anak yatim.

Sebagaimana dalam kitab Al-Fatawa al-Haditsiyyah Li Ibni Hajar juz 1, halaman 43 berikut,

والمراد من المسح في الحديث الثاني حقيقته كما بينه آخر الحديث وهو ( من مسح رأس يتيم لم يمسحه إلا لله كان له بكل شعرة تمر عليها يده عشر حسنات ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت أنا وهو في الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه ) .

وخص الرأس بذلك لأن في المسح عليه تعظيماً لصاحبه وشفقة عليه ومحبة له وجبراً لخاطره ، وهذه كلها مع اليتيم تقتضي هذا الثوب الجزيل ، وأما جعل ذلك كناية عن الإحسان فهو غير محتاج إليه

Artinya : “Adapun yang dimaksud dengan mengusap dalam hadits yang kedua adalah arti sebenarnya seperti dijelaskan pada hadits lain ‘Barangsiapa mengusap kepala anak yatim semata-mata karena Allah, maka disetiap rambut yang ia usap Allah berikan sepuluh kebaikan, dan barangsiapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada didekatnya maka aku dan dia berada di surga seperti dua jari ini kemudian Nabi menggandengkan antara jemarinya’

Alasan kepala disebutkan dalam hadits karena dalam mengusap kepala mengandung penghormatan, kasih sayang, rasa cinta dan membantu dalam kebutuhannya. Semua penafsiran ini bila dilakukan pada anak yatim, maka berhak mendapatkan pahala yang agung. Sedangkan mengartikan ‘hadits dengan makna kinayah dalam pengertian ‘berbuat baik’ tidaklah dibutuhkan.”

Demikian penjelasan mengenai maksud mengusap kepala anak yatim di bulan muharram. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Tanda Haji Mabrur, Jadi Teladan dan Bisa Jaga Keharmonisan Masyarakat

Haji yang mabrur juga dapat mempertahankan integritas moral.

Jamaah haji Indonesia dalam proses pemulangan dari Arab Saudi ke Indonesia usai puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna). Jamaah haji perlu mengetahui tanda-tanda menjadi haji yang mabrur, salah satu tanda haji yang mabrur bisa menjadi teladan bagi masyarakat.

Kepala Seksi Bimbingan Ibadah Daerah Kerja (Daker) Makkah, KH Zulkarnain Nasution berharap dan mendoakan agar jamaah haji khususnya jamaah haji Indonesia menjadi haji yang mabrur. Menurutnya, haji yang mabrur memiliki komitmen menjaga keharmonisan hidup di tengah masyarakat.

“Haji yang mabrur juga bisa mengaktualisasikan kepatuhan seperti kepatuhan menjaga larangan ihram, dan menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga dan masyarakatnya,” kata Kiai Zulkarnain kepada Republika di Kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah, Rabu (19/7/2023).

Kiai Zulkarnain menyampaikan, haji yang mabrur juga dapat mempertahankan integritas moral yang telah diperoleh selama haji dan diamalkan sepanjang hayat.

Ia menambahkan, mabrurnya haji juga terwujud dalam kepedulian dan ringan membantu sesama, menebar salam dan menjadi jalan terwujudnya kedamaian, dan bertutur kata serta berucap yang baik.

Jabir bin Abdillah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga.” Para sahabat bertanya, “Apa kemabruran haji itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Memberi makan, dan menebar salam (kedamaian).”

Redaksi lain pada hadist tersebut menyebutkan juga bahwa haji yang mabrur baik dalam ucapan dan perkataan. (HR Ahmad, Thabrani, Ibn Huzaimah, Baihaqi, Al-Hakim).

Haji mabrur adalah hajinya orang yang…

Kiai Zulkarnain juga menyampaikan, haji mabrur adalah hajinya orang yang tidak melakukan kemaksiatan baik selama pelaksanaan haji maupun setelahnya.

“Menurut al-Hasan, haji mabrur adalah hajinya orang yang kembali ke Tanah Air dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat (an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim),” ujar Kiai Zulkarnain.

Ia menyampaikan, di antara tanda kemabruran haji adalah melakukan amal-amal kebaikan (a’mal al-birr). Yakni iman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab suci dan Nabi. Kemudian menginfakkan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil dan peminta-minta. Serta menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, memenuhi janji, sabar atas ujian kemiskinan dan kesulitan.

Hal tersebut sesuai dengan Surah Al-baqarah Ayat 177.

۞ لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Baqarah: 177)

Sebagian ulama juga mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang maqbul, artinya haji yang diterima. Ulama yang lainnya mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri dengan dosa.

Para pakar fikih mengatakan bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori dengan kemaksiatan pada saat melaksanakan rangkaian manasiknya. Ulama lainnya mengatakan haji mabrur adalah jamaah haji yang pulang ke Tanah Air kemudian jadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak lagi mengulangi perbuatan maksiat.

IHRAM

Percetakan Alquran Terbesar di Dunia Ada di Madinah

Setiap tahun, percetakan kitab suci ini dikunjungi oleh hampir 2 juta pengunjung.

Kota Madinah, Arab Saudi dikenal sebagai kota yang memiliki percetakan terbesar di dunia. Jadi, percetakan ini layak untuk menjadi tujuan utama wisata saat berada di Madinah.

Percetakan Alquran di Madinah merupakan satu wisata yang penting untuk dikunjungi oleh umat muslim saat berada di Madinah menjalankan ibadah umroh maupun haji. Pasalnya, percetakan ini merupakan percetakan Alquran terbesar di dunia.

Percetakan ini terletak di Kompleks Raja Fahd, dinilai sebagai percetakan terbesar di dunia dengan luas 250.000 meter persegi. Setiap tahun, percetakan kitab suci ini dikunjungi oleh hampir dua juta pengunjung dari berbagai negara termasuk jamaah umroh dan haji dari Indonesia. Lokasinya kira-kira 11 kilometer dari Masjid Nabawi.

Percetakan ini dibangun pada tahun 1984 oleh Raja Fahd yang setiap tahunnya menghasilkan 207 juta eksemplar kitab-kitab Al-Quran, Hadits Nabi, tafsir, dan buku Yasin dalam berbagai bahasa untuk kemudian didistribusikan ke seluruh dunia.

Republika berkesempatan mengunjungi percetakan ini, Selasa (18/7/2023). Saat memasuki gerbang Kompleks Percetakan, di halaman utamanya kita menjumpai pohon-pohon palem dan taman yang hijau, yang dipenuhi dengan berbagai jenis bunga yang tumbuh mekar. Tak seperti di tempat-tempat lainnya di Saudi, di komplek percetakan ini terlihat asri dengan taman yang menghijau.

Sesampainya di halaman utama, kami diarahkan untuk mengantre masuk ke lokasi percetakan. Selama mengantri kurang lebih setengah jam, kami diarahkan masuk ke lantai dua. Di lantai dua ini kami dapat melihat beberapa salinan mushaf Alquran dengan berbagai terjemahan bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia.

Sedangkan bagian percetakannya berada di lantai pertama. Pengunjung tidak dapat turun menuju lantai awal. Kemungkinan agar kondisi percetakan steril dan kondusif dari keramaian manusia.

Di lantai dua ada…

Namun dari lantai dua, kita dapat melihat berbagai alat dan perangkat percetakan lengkap. Kami juga melihat kertas-kertas kosong dalam kardus yang terbuka dengan jumlah yang banyak. Kemudian juga menyaksikan proses percetakan, dan melihat hasil Alquran yang selesai dicetak.

Selesai dari lantai dua melihat proses percetakan, kami diarahkan ke pos pembagian Alquran. Setiap pengunjung akan diberikan satu mushaf Alquran produksi percetakan tersebut secara gratis.

Jika ingin memiliki lebih banyak lagi, pengunjung bisa membeli mushaf dengan berbagai macam ukurannya di tempat penjualan yang masih berada dalam satu komplek percetakan. Harganya antara 15-40 SAR, tergantung ukuran mushaf yang dibeli.

Selain Alquran, percetakan terbesar di dunia ini juga mencetak berbagai macam buku genre lainnya, seperti buku-buku hadits, tajwid, qira’ah Alquran, Alquran Braille dan lain sebagainya.

Tujuan awal dibangunnya percetakan ini ialah karena meningkatnya kebutuhan dunia Islam akan Alquran, menerjemahkan maknanya ke dalam berbagai bahasa yang digunakan oleh umat Islam, dan memelihara berbagai ilmunya, serta melayani sunnah dan biografi Nabi yang disucikan.

Pendirian percetakan di Madinah ini juga dianggap sebagai gambaran kepedulian Arab Saudi terhadap kitab suci umat Islam dalam rangka melestarikan, mencetak, dan mendistribusikannya kepada mereka di berbagai belahan dunia. Hal ini sejalan dengan misi Kerajaan Arab Saudi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tauhid.

IHRAM

Belajar Akhlak dari Kisah Para Nabi sebelum Diutus

Golongan manusia yang paling sempurna dan mendapatkan berkat berupa sifat yang indah dan akhlak yang terpuji adalah para nabi dan utusan Allah Ta’alaalaihimus salam. Mereka adalah orang-orang yang Allah Ta’ala perintah untuk dikuti dan diteladani akhlaknya. Karena mereka adalah sebaik-baik panutan dan role model kita dalam kehidupan ini. Hal ini sebagaimana perintah Allah Ta’ala untuk Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ 

“Mereka itulah (para nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90)

Allah Ta’ala juga berfirman untuk kaum mukminin,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Sebagian orang mungkin akan beranggapan, “Mereka ini adalah para nabi, utusan Allah Ta’ala, jadi wajar saja jika salah satu tuntutan Allah kepada mereka adalah berbudi pekerti yang baik. Akhlak dan budi pekerti yang baik ini merupakan pemberian dari Ta’ala untuk mereka serta Allah sucikan diri mereka dari sifat-sifat yang buruk. Lalu, bagaimana bisa kita seperti mereka? Tentu ini merupakan perkara yang sulit dan memberatkan!”

Kita katakan kepada mereka,

“Coba kita lihat kondisi para nabi tersebut sebelum mereka diutus menjadi nabi, yaitu tatkala mereka masih menjadi manusia biasa layaknya diri kita. Tidak ada wahyu yang diturunkan kepada mereka dan tidak ada pula mukjizat di tangan mereka.”

Di dalam kitab pedoman kita Al-Qur’an, Allah Ta’ala telah menyebutkan kisah para nabi-Nya yang berhubungan dengan hal ini, Allah sebutkan kisah Lut ‘alaihis salam, Musa ‘alaihis salam, Daud ‘alaihis salam, dan nabi-nabi lainnya sebelum mereka diutus. Kisah-kisah yang menunjukkan baiknya budi pekerti mereka dan akhlak mereka. Sedangkan di dalam sunah (hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), maka penuh dengan kisah-kisah sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum kenabiannya.

Pada pembahasan kali ini, akan sedikit kita paparkan kisah-kisah mulia dari para nabi-nabi tersebut. Sehingga diri kita semua semakin termotivasi untuk mengikuti jejak para nabi serta menjadikan mereka panutan di dalam berakhlak dan berinteraksi dengan manusia lainnya.

Kisah Nabi Lut ‘alaihis salam

Nabi Lut adalah salah satu dari segelintir manusia yang beriman kepada ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sedangkan kaum Ibrahim ‘alaihis salam yang lain tidak mau beriman. Sebagaimana hal ini Allah Ta’ala kisahkan di dalam firmannya,

فَاٰمَنَ لَهٗ لُوْطٌۘ وَقَالَ اِنِّيْ مُهَاجِرٌ اِلٰى رَبِّيْ

“Maka Lut membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku.” (QS. Al-Ankabut: 26)

Syekh As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyebutkan,

“Maksudnya, Ibrahim terus mengajak kaumnya, sedangkan mereka melanjutkan sikap keras kepala mereka. Namun, berkat dakwahnya, Lut beriman kepadanya, yang kemudian Allah menjadikannya sebagai nabi dan rasul kepada kaumnya.

Dan Ibrahim berkata saat melihat bahwa seruannya kepada kaumnya sudah tidak berguna lagi sedikit pun, ‘Sesungguhnya aku akan berpindah kepada Rabbku.’ Maksudnya, meninggalkan daerah yang busuk (tidak produktif) dan berpindah ke tempat yang diberkahi (produktif), yaitu negeri Syam.”

Dari tafsir beliau rahimahullah dan ahli tafsir lainnya, dapat kita simpulkan bahwa Nabi Lut ‘alaihis salam mengimani kenabian Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di saat kaumnya yang lain membangkang dan tidak mau beriman kepadanya. Dan beliau beriman terlebih dahulu sebelum kemudian dirinya Allah Ta’ala utus sebagai Nabi dan Rasul untuk kaumnya.

Sifat yang dapat kita contoh dari kisah ini adalah menerima kebenaran dan mengimaninya, meskipun jumlah orang yang beriman sangatlah sedikit.

Kisah Nabi Daud ‘alaihis salam

Tentang nabi Daud ini, Allah Ta’ala mengisahkan,

وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ

“Dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya (Daud) kerajaan dan hikmah.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Jika kita membaca kisah Talut dan Jalut dari awal mulanya di surah Al-Baqarah, akan kita dapati hawa kelemahan, kemudian kegagalan dan keberatan pada kerajaan dan kepemimpinan Talut; baik itu ketidakpatuhan tentaranya terhadap perintah Talut untuk tidak meminum air, hingga kemudian berujung keputusasaan mereka di dalam melawan Jalut dan bala tentaranya.

Dari kisah tersebut akan kita dapati juga siapa Nabi Daud yang sebenarnya. Prajurit yang bertempur di barisan Talut untuk melawan Jalut dan prajuritnya. Salah satu dari segelintir pasukan yang menahan diri untuk tidak minum air serta salah satu dari segelintir orang yang dimaksudkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ * وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ‘Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.’ Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan ketika mereka maju melawan Jalut dan tentaranya, mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami, dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.’”(QS. Al-Baqarah: 249-250)

Dan inilah ciri kedua para nabi sebelum kenabiannya, yaitu menjunjung tinggi dan menolong kebenaran melebihi segala sesuatu, tidak rakus terhadap dunia, tidak pula menjauhi orang-orang yang benar hanya karena mereka lebih rendah statusnya dalam hal uang, keturunan, atau kedudukan.

Dan Nabi Daud ‘alaihis salam tidaklah membuat pertimbangan sebagaimana kebanyakan orang melakukannya. Mereka berkata tentang kepemimpinan Talut,

اَنّٰى يَكُوْنُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ اَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِۗ 

“Bagaimana Talut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia juga tidak diberi kekayaan yang banyak?” (QS. Al-Baqarah: 247)

Sungguh standar penilaian duniawi tidaklah dianggap oleh para hamba yang saleh ini. Mereka tetap tunduk dan patuh kepada pemimpinnya, meskipun mungkin kedudukan dan status pemimpinnya lebih rendah dari mereka. Hal ini juga sejalan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

عليكم بالسَّمعِ والطَّاعةِ وإن تأمَّرَ عليكم عبدٌ حبشِيٌّ كأنَّ رأسَهُ زَبيبةٌ 

“Dengarkanlah dan taatlah kalian, sekalipun seorang budak habasyi (negeri Ethiopia) yang kepalanya seperti buah anggur kering berkuasa atas kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, dan Ibnu Majah no. 42)

Kisah Nabi Musa ‘alaihis salam

Al-Qur’an sangat memperhatikan Nabi Musa ‘alaihis salam sejak kelahirannya, kisah hidupnya tertuang di dalam Al-Qur’an dengan sangat lengkap. Dari semenjak beliau masih bayi, dalam tahap menyusu, hingga masa mudanya. Dari kondisi beliau yang menjadi orang asing dan menjadi pekerja, hingga kisah beliau saat mendapatkan keutamaan agung ketika diangkat menjadi nabi.

Di antara karakteristik beliau ‘alaihis salam yang paling menonjol sebelum diangkat menjadi nabi adalah mendukung dan membantu kaum yang lemah lagi tertindas. Allah Ta’ala mengisahkan,

فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِيْ مِنْ شِيْعَتِهٖ عَلَى الَّذِيْ مِنْ عَدُوِّهٖ ۙفَوَكَزَهٗ مُوْسٰى فَقَضٰى عَلَيْهِۖ 

“Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang yang dari pihak musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu.” (QS. Al-Qasas: 15)

Karakteristik kedua Nabi Musa ‘alaihis salam yang diabadikan di dalam Al-Qur’an adalah bersegera mencari ampunan dan bertobat kepada Allah Yang Maha Esa saat berbuat kesalahan. Tidak menunda-nunda dan tidak pula gengsi untuk mengakui kesalahannya. Allah Ta’ala mengisahkan bagaimana sikap beliau ‘alaihis salam tatkala mendapati dirinya tidak sengaja membunuh seseorang,

قَالَ هٰذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ عَدُوٌّ مُّضِلٌّ مُّبِيْنٌ * قَالَ رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَغَفَرَ لَهٗ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Dia (Musa) berkata, ‘Ini adalah perbuatan setan. Sungguh, dia (setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan.’ Dia (Musa) berdoa, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.’ Maka, Dia (Allah) mengampuninya. Sungguh, Allah, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Qasas: 15-16)

Karakteristik lainnya dari beliau ‘alaihis salam yang bisa kita tiru adalah giatnya beliau di dalam bekerja dan mencari penghasilan. Beliau tidak menganggur dan tidak pula malas dalam bekerja.

Kita ketahui bersama, beliau adalah sosok yang tumbuh di istana Fir’aun. Bahkan, oleh istri Fir’aun sudah dianggap seperti anak sendiri.

وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

“Dan istri Fir‘aun berkata, ‘(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak.’ Sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. Al-Qasas: 9)

Meskipun demikian, beliau tidak gengsi bekerja sebagai penggembala kambing setelah sebelumnya merupakan anak angkat raja. Beliau tidak meremehkan pekerjaan yang ada serta tidak menuntut untuk diperlakukan berdasarkan kedudukan yang pernah dimilikinya.

Saudaraku, inilah beberapa kisah tentang karakteristik para nabi ‘alaihimus salam sebelum diutus menjadi nabi oleh Allah Ta’ala. Saat itu, mereka hanyalah manusia biasa layaknya kita pada umumnya, belum mendapatkan keutamaan berupa turunnya wahyu ataupun mukjizat di tangan mereka.

Karakteristik-karakteristik tersebut bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan dan ditiru. Sangat dimungkinkan sekali seorang muslim berhias diri dengannya, karena sejatinya posisi dirinya sama saja dengan para nabi tersebut sebelum mereka diutus oleh Allah Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menghiasi diri kita dengan karakteristik yang baik, menunjukkan kepada kita jalan menuju akhlak dan budi pekerti yang terpuji serta menghindarkan diri kita dari bobroknya moral dan buruknya perangai. Sungguh Allah Ta’ala Mahamampu untuk mengabulkan semua permintaan tersebut. Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86058-belajar-akhlak-dari-kisah-para-nabi-sebelum-diutus.html

Adakah Doa Akhir dan Awal Tahun Hijriah?

Mengkhususkan satu ibadah tertentu pada momen tertentu dengan tata cara tertentu mengharuskan pelakunya mendatangkan dalil. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

مَن عَمِلَ عَمَلًا ليسَ عليه أمْرُنا فَهو رَدٌّ

Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari perkara (agama) kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Para ulama menjelaskan tiga syarat yang menjadi batasan bagaimana suatu amalan dikategorikan sebagai amalan bid’ah:

Pertama: Amalan tersebut diada-adakan atau tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dan para sahabatnya.

Kedua: Amalan tersebut disandarkan oleh pelakunya sebagai bagian dari agama.

Ketiga: Tidak ada dasarnya dalam syariat.

Demikianlah yang dipegang oleh para ulama ketika menyikapi tentang amalan sebagian kaum muslimin yang mengkhususkan doa tertentu atau ibadah tertentu atau zikir tertentu yang dilakukan di momen tertentu, yaitu di akhir tahun. Sebagaimana kita dapat saksikan berikut ini:

Syekh Saad bin Khatslan hafidzahullahu

Beliau hafidzahullahu mengatakan,

“Seorang mengkhususkan penutupan akhir tahun atau awalnya dengan satu amalan tertentu butuh dalil tentangnya. Karena pengkhususan momen tertentu dengan ibadah tertentu tidak dibenarkan, kecuali dengan menyertakan dalil. Jika tidak, maka termasuk di antara bid’ah idhafiyah. Misal: seorang beribadah secara khusus di hari tertentu dan menganggap bahwa hal tersebut dianjurkan. Seperti seseorang menamai kegiatan umrahnya dengan umrah rajabiyah, merayakan malam Isra Mikraj, merayakan maulid Nabi, merayakan pertengahan bulan Syakban, atau melakukan ibadah tertentu di penghujung tahun. Semua ini butuh dengan dalil. Jika tidak ada, maka tidak diperbolehkan. Begitu pun hukum mengkhususkan akhir tahun dengan ibadah tertentu, maka butuh dalil. Dan tidak ada dalil tentang hal tersebut.

Sebagian orang beranggapan bahwa ada anjuran puasa untuk menutup akhir tahun Hijriah atau dengan ibadah (tertentu) atau dengan yang lainnya, maka hal itu tidak ada dalilnya. Akan tetapi, secara umum boleh menganjurkan orang lain untuk banyak ber-muhasabah di setiap perubahan momen. Seperti akhir hari, akhir bulan, atau akhir tahun. Jika demikian, ini dipraktikkan oleh para salaf saleh. Seperti menganjurkan manusia untuk bersungguh-sungguh ketika memasuki bulan Ramadan, atau ketika masuk 10 hari pertama bulan Zulhijah, atau yang semisalnya. Hal demikian tidak mengapa dan bukan mengkhususkan akhir tahun dengan jenis ibadah tertentu.” [1]

Syekh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullahu

Ketika ditanya perihal kondisi sebagian kaum muslimin yang mengkhususkan akhir tahun dengan doa tertentu, beliau hafidzahullahu menjawab,

“Ini termasuk hal yang tidak dibenarkan. Tidak boleh mengkhususkan ibadah tertentu untuk akhir tahun, baik berupa perayaan, saling mengucapkan selamat, zikir, dan doa. Semua hal tersebut tidak diperbolehkan. Para salaf tidak ada yang mengerjakan hal ini.” [2]

Anjuran

Meski demikian, tidak ada masalah seseorang tetap berdoa kepada Allah di waktu-waktu tersebut dengan doa yang diinginkannya tanpa disertai keyakinan untuk mengharuskan doa tertentu dan momen tertentu. Wallahu Ta’ala a’lam

Baca juga: Pandangan Ulama tentang Perayaan 1 Muharam

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] https://www.youtube.com/watch?v=m5k8ZYSuHBM

[2] https://www.youtube.com/watch?v=ZbAZ-Os7gzs

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86442-doa-akhir-dan-awal-tahun-hijriyah.html

Teladan Nabi adalah Menjenguk dan Memaafkan Orang Yang Pernah Memusuhi

Beriman bukan sekedar meyakini apa yang wajib diimani yang dalam Islam terangkum dalam doktrin 6 rukun iman. Sejak sekolah madrasah ibtidaiyah hingga saat ini, saya mungkin sudah menjadi orang paling beriman karena sudah hafal di luar kepala 6 rukun iman tersebut.

Apakah segampang itu iman? Iman adalah persaksian sekaligus perwujudan dalam perilaku. Karena itulah, Rasulullah seringkali menggandengkan kata iman dengan kebajikan sosial. Misalnya, tidak beriman orang yang tidak mencintai saudara, tidak menghormati tamu, dan tidak menghormati tetangga. Lalu, Nabi pernah mengatakan malu adalah perisai iman.

Intinya, iman bukan sekedar keyakinan, apalagi kata-kata. Lalu, Rasulullah memberikan satu ajaran dan sekaligus teladan penting tentang puncak iman. Rasulullah SAW bersabda, “Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada,”.

Barangkali ini kita-tentu saja saya- belum sampai pada puncak iman seperti yang dinyatakan Nabi. Bagaimana mungkin saya bersabar terhadap orang yang terus menerus mencaci-makiku, memusuhiku dan bahkan mau mencelakaiku. Apakah saya lantas memaafkan ketika melihat orang tersebut sudah lemah dan lelah atas segala perbuatan yang pernah dilakukan terhadap diri kita.

Duh, rasanya saya belum sampai pada batas mencapai puncak keimanan itu ya Rasul. Namun, Nabi bukan sekedar mengajarkan, tetapi memberikan teladan. Kisah ini sudah cukup populer dan didengar sejak menimba pelajaran tarikh atau sirah nabawiyah di madrasah.

Kisah seorang Yahudi yang kerap berlaku buruk ketika Rasulullah melewati depan rumahnya menuju masjid. Sang Yahudi melempar kotoran ketika Rasulullah melintas. Rasulullah marah? Ya, kita yang marah mendengar cerita itu. Tapi, Rasulullah tidak marah.

Hingga suatu saat Rasulullah heran karena ketika melewati rumah itu tidak ada lagi lemparan kotoran. Setelah menanyakan ke tetangga si Yahudi, Rasulullah mendapati kabar ia terbaring sakit. Kemudian, Rasulullah meminta untuk diantarkan ke rumah orang Yahudi tersebut.

Saatnya balas dendam saat dia lemah dan terkulai lemas? Iya, mungkin itu apabila saya yang sedang mengalami di posisi Rasulullah. Tidak dengan Rasulullah. Si Yahudi saja masih berprasangka buruk dengan kedatangan Nabi : mengapa anda harus menunggu sampai aku sakit untuk membalas dendam terhadapku? Mengapa anda tidak datang ketika aku masih sehat?”.

Nabi menepis anggapan si Yahudi dan mengatakan dengan lembut dan penuh ketulusan : “kedatanganku semata-mata untuk menjengukmu dan merasa prihatin atas yang engkau derita”. Tidak hanya itu, Rasulullah mendoakan kesembuhannya.

Masyallah, rasanya belum mampu umatmu ini meniru dan meneladani sikap anggun, lembut dan pemaafmu ya Rasulullah. Umatmu ini masih terbelenggu dendam dan kebencian ketika berada di posisimu.

Tapi, Rasulullah sungguh tidak hanya mengajarkan, tetapi memberikan teladan. Si Yahudi pun bergumam : betapa mulianya lelaki ini.  setelah kejadian itu, si Yahudi memutuskan masuk Islam.

Teringat kembali satu pelajaran dari baginda Nabi : Orang yang paling penyantun di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya.” (HR. Al-Anshari).

Mungkin orang-orang yang berhati luhur dan bukan budak emosi dendam dan benci yang bisa melakukan itu. Mereka memilih menjenguk dan memaafkan orang yang pernah memusuhinya. Tentu, ia sudah sampai pada batas puncak keimanan sebagaimana diajarkan Rasulullah.

Manisnya iman ketika merasa hanya pemberian Tuhan yang paling berharga. Bukan pujian manusia yang kerapkali berubah senjata membinasakan. Bukan takut cemooh dan cacian manusia yang seolah diri menjadi nista dan hina. Yang diharapkan hanya ampunan dan maaf dari Allah.

Tentu umatmu yang fakir ini selalu berharap bisa meneladanimu, ya Rasul. Lalu, saya akan menutup dengan sabda beliau : “Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah)”. (HR At-thabrani).

ISLAMKAFFAH