Rasa Cemburu yang Langka di Zaman Ini

Seorang suami atau istri harus memiliki rasa cemburu kepada pasangannya. Ini adalah tanda cinta dan merupakan cara untuk menjaga kehormatan diri dan pasangannya. Tentu yang dimaksud adalah rasa cemburu yang sesuai syariat dan tidak berlebihan serta dapat mengantarkan kepada curiga dan su’udzan berlebihan kepada pasangannya.

Di zaman ini, rasa cemburu begitu berkurang dan bahkan hilang. Bisa jadi karena pengaruh kehidupan barat dan pola pikir barat yang umumnya mereka tidak memperhatikan kehidupan beragama. Misalnya,

  • Membiarkan istrinya berkhalwat satu ruangan dengan laki-laki lain
  • Membiarkan pasangannya berada dalam satu mobil berdua dengan yang bukan mahramnya
  • Membiarkan istrinya membonceng motor oleh laki-laki lainnya
  • Membiarkan istrinya membuka aurat dan dilihat oleh banyak orang
  • Membiarkan pasangannya chating dengan orang lain yang bukan mahramnya tanpa ada keperluan penting sama sekali

Di zaman ini, kita perlu mengenalkan kembali bagaimana cemburu para salaf dahulu, yaitu cemburu yang syar’i. Minimal kita bisa mendekati amal mereka, meskipun tidak bisa mencontoh sepenuhnya. Perhatikanlah kisah yang dibawa oleh Ibnu Katsir rahimahullah berikut ini,

تقدمت امرأة إلى قاضي الري، فادعت على زوجها صداقها خمسمائة دينار. فأنكر الزوج، وجاءت ببينة تشهد لها به.

‏ قالوا: نريد أن تسفر لنا عن وجهها حتى نعلم أنها الزوجة؟

‏قال الزوج: لا تفعلوا هي صادقة فيما تدعيه. فأقر بما ادعت ليصون زوجته عن النظر إليها.

‏قالت المرأة: هو في حِلٍ من صداقي في الدنيا والآخرة.

“Seorang wanita mengadu kepada hakim di negeri Roy. Wanita tersebut mengklaim bahwa suaminya masih berhutang mahar kepadanya 500 dinar. Namun, sang suami mengingkari hal tersebut dan sang istri datang membawa bukti akan hal tersebut.

Para hakim kemudian berkata (kepada sang suami),

“Kami ingin Engkau membuka wajahnya (istrimu) kepada kami, sehingga kami yakin bahwa wanita tersebut ialah istrimu.”

Sang suami berkata,

“Jangan kalian lakukan hal tersebut. Klaim dia (istriku) itu benar.”

Sang suami mengakui hal tersebut untuk menjaga istrinya agar sang hakim tidak melihat wajahnya (cemburu yang syar’i).

Akhirnya sang istri berkata,

“Aku telah halalkan (relakan) maharku atasnya di dunia dan akhirat.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 11: 81)

Perhatikanlah bagaimana kecemburuan para salaf dahulu. Cemburu seperti ini adalah cemburu syar’i, yang dipuji oleh syariat. Perhatikanlah hadits berikut.

Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu berkata,

قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ

“Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan istriku (berzina), niscaya dia akan kutebas dengan pedang.”

Ucapan itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Apakah kalian merasa heran terhadap kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Bukhari)

Hindari cemburu yang tercela, yaitu cemburu yang berlebihan. Cemburu yang selalu menimbulkan prasangka buruk pada pasangannya. Cemburu yang menyebabkan menuduh pasangan tanpa bukti serta dapat menghilangkan kasih sayang sesama pasangan.

Allah Ta’ala berfirman,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﻛَﺜِﻴﺮﺍً ﻣِّﻦَ ﺍﻟﻈَّﻦِّ ﺇِﻥَّ ﺑَﻌْﺾَ ﺍﻟﻈَّﻦِّ ﺇِﺛْﻢٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Demikian, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Kala Umat Manusia Menuhankan Kemajuan Digital, Apa Jadinya?

Umat manusia cenderung menuhankan kemajuan digital

Tantangan Islam salah satunya adalah semakin digitalnya zaman. Kita memang sudah sampai pada era baru yang bernama era digital.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya para agamawan merespons arus digitalisasi itu, baik agamawan tua maupun muda. Karena, perkembangan teknologi digital tak hanya bisa mengubah pandangan manusia tentang agama, tapi juga tentang Tuhan. 

Pada titik ini, menurut Husein Ja’far Al Hadar dalam Menyegarkan Islam Kita, dunia digital seolah memberi ruang bagi liarnya imajinasi manusia yang sering melampui kekuasaan Tuhan sekalipun. Sebab, seperti didengungkan Nietzche, dunia modern telah lama ‘membunuh’ Tuhan dan menyeret peradaban manusia ke titik nol akibat ‘kematian’-Nya.

Perekembangan teknologi di zaman ini pun mencoba mengisi titik nol itu. Sehingga, menurut Husein, kemajuan teknologi digital tak hanya menjadi wahana dalam komunikasi dan interaksi antarumat beragama atau antariman dan umatnya, tapi malah menempatkannya secara ontologis sejajar dengan Tuhan.

Dengan pemikirannya yang mendalam, Husein mengungkapkan bahwa di zaman teknologi ini Tuhan tak lagi dilihat sebagai pencipta tunggal dunia dan manusia. Karena, manusia melalui teknologi digital dipandang mempunyai kekuasaan yang mendekati, bahkan menyamai keekuasaan Tuhan.

Hal itulah yang kemudian menjadi visi tentang manusia sebagai Tuhan bagi dirinya sendiri yang dikembangkan oleh para cyberist. Salah satunya Timothy Leary yang menulis dalam Chaos and Cyber Culture (1994) bahwa ia meyakini Tuhan bukan sebagai kepala suku, tuan feodal atau insinyur manajer jagat raya.

Sebab, baginya, Tuhan telah menjadi plural sebanyak yang dapat diimajinasikan. Bahkan, Jean Baudrillard dalam the Illusion of the End (1994) juga menyatakan, imajinasi ketuhanan hanya dapat direalisasikan melalui teknologi digital.

Dalam cacatan Husein, fenomena seperti itu memang kerap mewarnai peradaban dunia modern yang memang tak begitu memberi ruang bagi Tuhan, alih-alih justru ‘membunuh’-Nya. Namun, menurut Husein, para cyberist itu takkan pernah benar-benar bisa ‘membunuh’ Tuhan, apalagi secara ontologis.

Justru, menurut dia, yang dilakukan mereka merupakan kegiatan teisme sejati yang semakin mengukuhkan eksistensi Tuhan dengan membersihkan-Nya dari imanjinasi-imajinasi kaku dan kolot para teolog, atau intitusi agama.

Karena itu, menurut Husein, yang mendesak untuk diagendakan dan diimplemantasikan bersama oleh agamawan dan saintis di lingkaran teknologi digital saat ini adalah membentuk iklim kerja sama integral, alih-alih saling menegasikan. Karena, pada dasarnya integrasi itu memang spektrum relasi paling idel bagi agama dan sains.

Buku ini mengajak pembaca untuk merenungkan dan “menyegarkan” Islam kita di tengah tantangan ruang dan zaman, sehingga Islam tetap menjadi rahmat bagi alam semesta. Tanpa mengurangi bobot kajian keislaman dalam bingkai filosofisnya, esai-esai yang ditulis Husein di dalam buku ini juga bersifat kontekstual sehingga pembahasannya menjadi segar.

Meskipun buku ini telah lama ditulis, tapi tidak usang. Karena, pemikiran-pemikiran Husein selalu didasarkan pada fakta-fakta sejarah. Tidak hanya itu, pandangan Husein dalam buku ini juga bisa menjadi bahan yang layak untuk mendiskusikan keberagamaan di Indonesia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Apa Hukum Demonstrasi Dan Bolehkah Wanita Ikut Di Dalamnya?

Fatwa Syaikh ‘Utsman Al Khamis

Soal:

Apa hukum demonstrasi dan bolehkah wanita ikut di dalamnya?

Jawab:

Demonstrasi itu tidak pernah disyariatkan dalam Islam. Tidak semestinya melakukan hal tersebut, dan ia merupakan mukhalafah (pelanggaran syariat). Bahkan ia juga merupakan bid’ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama di masa ini. Demikian juga apa yang ada di dalamnya berupa kerusakan-kerusakan yang serius, seperti bercampur-baurnya wanita dan laki-laki, juga terkadang para demonstran mengeluarkan perkataan-perkataan yang buruk, dan terkadang juga mereka menyerang benda dan barang milik orang lain, seperti mobil atau yang lainnya. Lebih lagi demonstrasi dalam rangka memberontak pada penguasa Muslim, ini juga tidak diperbolehkan. Dimana ketika demonstrasi pula biasanya diikuti oleh orang-orang awam dari kelompok para pendemo maupun orang-orang awam dari pihak yang lain. Dengan demonstrasi yang demikian itu, jika diikuti para wanita, maka keharamannya lebih besar lagi. Wa’iyyadzubillah.

Setelah kita ketahui hal ini, maka janganlah berdemonstrasi. Bahkan kepada pemerintah, yang terkadang dimanfaatkan oleh sebagian orang, yaitu para provokator. Yang mereka itu ingin membuat kacau suasana, sehingga polisi didatangkan. Lalu para provokator itu membuat kerusakan dan akhirnya para demonstran pun dipukuli oleh polisi.

Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam apakah memungkinkan bagi beliau untuk melakukan demonstrasi di masa beliau? Tentu saja mungkin, namun beliau tidak pernah melakukannya. Dan perkara yang mudah saja untuk beliau lakukan namun ternyata beliau tidak melakukannya menunjukkan ini tidak disyariatkan dalam agama.  Demonstrasi itu tidak disyariatkan.

Sumber:

Artikel Muslimah.Or.Id

Penerjemah: Yulian Purnama

Khutbah Jumat : Iman dan Takwa, Kunci Semua Keadaan

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون, اتقو الله حق تقاته ولاتموتن ألا وأنتم مسلمون. وقد قال الله تعالى فى القرأن الكريم وَإِن تَصبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِن عَزمِ ٱلأُمُورِ

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah.

Marilah kita senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT kepada kita yang tiada henti. Mulai dari kita bangun pagi sampai kita tidur lagi nikmat Allah tiada putus. Jika kita mensyukuri nikmat Allah maka akan mudah bagi kita untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.

Oleh karena itu, mumpung kita masih diberi nikmat Allah yang berupa kesehatan, di siang hari ini marilah kita pergunakan untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan beribadah kepadaNya. Jangan kita menunggu ujian ataupun cobaan dari Allah untuk menjadi hamba yang taat.

Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Dunia bagi seorang muslim, dalam kondisi apapun, ia dituntut untuk selalu menjadi hamba yang berbahagia.

Dunia yang ia yakini hanya sementara, tempat diuji dan dicoba, tempat berjuang untuk meraih janji dari Allah Tuhan yang Maha Pencipta . Sehingga ia  sadar, bahwa dirinya harus tegar, tabah dengan segala cobaan, selalu berharap ia menjadi pemenang dalam setiap kesempatan, untuk menjadi bagian dari seorang yang akan diberikan balasan baik dari apa yang telah diusahakan. Inilah kunci keberhasilan, keyakinan  dan kesadaran akan arti kehidupan.

Bila tidak peduli dan tidak mengetahui, dengan hakikat dunia bagi kehidupan manusia, yang terjadi adalah kebingungan dan ambigu dalam menghadapi ujian yang berkepanjangan, tidak tahu kemana arah yang dituju, tidak menentu apa yang harus di laku. Semua terasa sebagai bencana dan kesengsaraan yang tiada pernah berujung. Tiada hari kecuali air mata dan jeritan hidup yang tidak pernah selesai. Itulah suasana kehidupan yang di alami oleh orang yang tidak beriman dan jauh dari ketakwaan.

Beriman dan Takwa dalam beragama… itulah Kunci dari semuanya keadaan. Iman, keyakinan dan kedekatan yang kuat akan mempengaruhi semua keadaan. Iman yang akan merubah semuanya menjadi mudah, iman yang menjadikan dirinya tegar dan tabah, iman yang merubah suasana dari kesedihan menjadi kebahagiaan, dari tangisan menjadi keceriaan. Selalu berusaha menebar senyum kemenangan  dalam setiap kesulitan, selalu berharap pahala dari setiap linangan air mata yang membasahi pipi.. berusaha optimis dan yakin Allah memberikan jalan keluar dalam setiap cobaan. Andai, Allah memberikan seluruh detik dari waktu kehidupannya, seluruhnya darah dan air mata, sampai akhir kehidupannya mengira kesengsaraan terus menempel pada setiap tarikan nafasnya.. sampai ajal menjemputnya. Orang yang beriman akan selalu tersenyum, sangat yakin bahwa hidup manusia adalah perjuangan, hanya Allah dan janji surgaNya yang selalu ia harapkan. Inilah tujuan dari kehidupan manusia. Seluruhnya adalah ibadah, seluruhnya adalah cobaan, baik ataupun buruh, suka ataupun duka, seluruhnya adalah ujian, segalanya ada pahala , tidak akan di dapat kecuali ada keimanan yang menghujam hatinya. Lihatlah apa yang telah di  sabdakan oleh nabi Kita, beliau membisikkan di dalam telinga kita dengan nasihat indahnya:

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.”
(HR. Muslim, no. 2999)

Sehingga, jika seseorang benar dalam keimanan, seperti apa yang di ucap dengan lisannya, maka segala urusannya merupakan kebaikan. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan ketika susah, ia bersabar.

Para hamba yang berbahagia, Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga menyatakan, bahwa sabar dan Takwa adalah kunci kebahagiaan, sebagaimana firmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allâh supaya kamu beruntung.”
(Ali ‘Imran/3:200)

Sadar, bahwa dunia adalah tempat ujian, tidak ada satu jiwapun kecuali akan diuji, kesulitan hidup jauh lebih tidak berarti dari pada siksa jahannam yang tiada kan bisa di tahan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(Al-Baqarah/2: 155)

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn (Sesungguhnya kami milik Allâh dan kepada-Nyalah kami kembali)’. Mereka itulah yang memperoleh shalawat dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itu¬lah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Al-Baqarah/2:156-157)

Sadarlah kawan.. kesulitan hari ini tidak akan berarti, jangan sampai jeritan hidup ini akan berlanjut lagi.. menyiksa diri kita pada kehidupan di akhirat nanti, Jangan sampai kita korbankan kehidupan abadi di akhirat dengan singkatnya kehidupan dunia yang tidak seberapa..

Mendekatlah, untuk menguatkan hati dan iman ini, jadikan islam dan iman sebagai pegangan dalam kehidupan dunia ini. Hanya itu, iman, pasrah kepada-Nya, hanya berharap Kepadanya, sabar dengan segala cobaan, merubah setiap keadaan sebagai lahan ibadah dan pahala..insyaallah, akan jadikah hidup kita bahagia, walau manusia mengira kita paling pilunya dalam menjalani kehidupan.. padahal kita adalah paling bahagianya manusia, karena surga menanti kita.. kerinduan untuk menatap wajah Allah di akhirat nanti.

وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُور

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
(QS. Ali-Imron:186)

Semoga Allah jadikan kita bagian dari hamba yang beriman dan bertakwa kepadaNya.

بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

Khutbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

Para hamba Allah yang berbahagia, pada khotbah yang kedua ini, sebelum kita  menutup dengan doa dan munajat kepadaNya..kami ingatkan kembali..bahwa dunia bukan segalanya, dunia hanya sementara, tujuan kita hanya beribadah kepada Allah, sebagaimana yang Allah katakan untuk menjelaskan hakikat dan arti dalam  kehidupan ini, firman ALlah ta’ala:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

Karenanya, Jadikan iman sebagai pegangan, apa yang kita rasakan sekarang, mencerminkan besar kecilnya atau baik buruknya keimanan dan ketakwaan kita. Bila diri ini banyak berkeluh kesah, merasa menderita dan tidak bahagia, merasa semua kehidupan di penuhi dengan amarah dan keputusasaan, menunjukkan bahwa iman kita lemah, atau bahkan  perlahan hilang, sirna entah kemana.

Namun, bila kita merasakan, dibalik jeritan dan linangan air mata kehidupan kita, senyum kita masih mengembang, harapan ke depan masih terasa  besar, setiap cobaan yang terjadi selalu terhiasi dengan prasangka baik kepada Allah yang Maha Penguasa, selalu merasa bahwa Allah  selalu cinta kepada kita dengan setiap cobaan yang terus mendera. Menganggap, semua kesulitan ini , mengira bahwa Allah ingin kita selalu mendekat dan bersimpah kepada-Nya, selalu mengandalkan dan menyerahkan diri secara total hanya kepada Allah dalam setiap keadaan. Benar benar menjadikan semua kehidupan dunia ini sebagai media untuk mendapatkan kehidupan selanjutnya.

Yakinlah, bahwa fenomena yang di rasa ini,  menunjukkan bahwa masih ada iman didalam diri kita, menjadikan  iman yang kuat sebagai sinyal  untuk selalu  melahirkan perjuangan dalam meniti kehidupan dan pengabdian kepada Allah ta’ala.

Sekali lagi.. solusi utama dan tiada jalan lain.. adalah hanya dengan cara selalu mendekat kepada-Nya, terus belajar dan membaguskan perilaku ibadah kita dengan ilmu agama, untuk selalu menyadarkan bahwa hidup ini hanya sementara, sangat singkat, berpacu dengan waktu dan tekad, untuk menuju kematian yang semakin dekat.

Selalu berharap Allah memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita  semua untuk mewujudkan apa yang kita cita citakan, serta bersama berdoa semoga Allah mengumpulkan kita semua, bersama keluarga dan sahabat sahabat kita, beserta seluruh kaum muslimin di dalam surgaNya nanti. Aamiin ya robbal aalamin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ  إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آل مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آل إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمُ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَيَا غَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

ربنا آتنا فى الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.

عباد الله، إنّ الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون فاذكر الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسألوه من فضله يعطكم، ولذكر الله أكبر.

Disusun oleh :
Ustadz Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Siapakah Orang-Orang Dungu itu?

Allah Swt berfirman :

سَيَقُولُ ٱلسُّفَهَآءُ مِنَ ٱلنَّاسِ مَا وَلَّىٰهُمۡ عَن قِبۡلَتِهِمُ ٱلَّتِي كَانُواْ عَلَيۡهَاۚ

Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (Muslim) dari kiblat yang dahulu mereka (berkiblat) kepadanya?” (QS.Al-Baqarah:142)

Al-Qur’an menyebut bahwa setiap orang yang menentang syariat Allah, sejatinya mereka adalah orang-orang dungu. Kedunguan mereka telah mencapai puncaknya dan akal mereka seakan diliburkan sehingga Allah swt menyebut mereka “Safih” (orang dungu), sebagaimana dalam ayat lain Allah Berfirman :

وَمَن يَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٰهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُۥۚ

“Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri.” (QS.Al-Baqarah:130)

Maka bagi mereka yang sedang menyampaikan kebenaran dan memperjuangkan kebenaran, bersiaplah untuk menghadapi orang-orang semacam ini dalam perjuangan kalian. Mulai dari syubhah yang mereka lontarkan, pemikiran-pemikiran yang mereka kemukakan bahkan sindiran serta pelecehan yang akan selalu mereka lemparkan. Dan sebaik-baik sikap kita dalam menghadapi mereka adalah seperti yang di ajarkan oleh Allah Swt dalam Firman-Nya :

وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا

Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam,” (QS.Al-Furqan:63)

Mereka mempertontonkan kedunguan dengan menentang aturan Allah dan kita mempertontonkan kecerdasan dengan akhlak yang diajarkan oleh Allah melalui Baginda Nabi Saw.

Semoga bermanfaat…

KHAZAMAH ALQURAN

Audur Linda Sonjudottir Jadi Mualaf Saat di Indonesia

Perempuan ini menemukan hidayah Islam di negara sejauh 12 ribu kilometer dari tanah tempat kelahiran nya. Audur Linda Sonjudottir, demikian namanya, lahir 22 tahun lalu di Mosfellsbaer, sebuah kota kecil di Islandia. Saat dirinya masih kecil, ibu kandungnya meninggal dunia. Ia pun dibesarkan ayah dan ibu tirinya sebagai pemeluk Kristen.

Linda mengenang, masa kecilnya diwarnai kebahagiaan. Ia dan kedua saudaranya saat itu cukup taat beribadah. Kebiasaan itu terbangun berkat didikan orang tuanya. Keluarganya selalu rutin pergi ke tempat upacara keagamaan setiap akhir pekan.  

“Sejak kecil, saya termasuk orang yang taat beribadah. Setiap akhir pekan, kami selalu menyempatkan diri untuk hadir di tempat ibadah dan acara keagamaan tiap musim panas,” kata perempuan cantik ini kepada Republikabeberapa waktu lalu.  

Linda kecil mengenyam pendidikan dasar di kota tempat kelahirannya.Sejak itu, ia mulai tertarik pada berbagai bahan bacaan, termasuk litera tur yang mengarahkan orang agar tidak beragama. Ia ingat, saat berusia 12 tahun diri nya mulai mengeklaim sebagai seorang ateis.

Menginjak masa remaja, Linda tidak hanya gemar membaca, tetapi juga rekreasi dan sport. Bahkan, gadis tersebut mendaftar pada sebuah klub amatir sepak bola wanita setempat. Selain itu, ia juga menekuni cabang olah raga angkat beban. Beberapa kompetisi lokal pernah diikutinya.

Menjelang akhir masa sekolah menengah, Linda tertarik pada bidang baru, yakni otomotif. Baginya, penampilan seorang perempuan di atas kendaraan roda dua begitu memukau. Saat itu, ia tidak hanya mempelajari keterampilan mengendarai sepeda motor, tetapi juga seluk-beluk mesin. Sampai-sampai, dirinya mengikuti kursus mekanik selama beberapa tahun.

Berbekal sertifikat dari kursus itu, ia memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di beberapa perusahaan otomotif. Ternyata, sebuah korporasi ternama merekrutnya untuk bebera patahun. Sambil berkarier dan mengumpulkan uang, perempuan yang hobi jalan-jalan itu juga mengikuti klub sepeda motor trail.

Suatu hari, rekannya mengungkapkan ide yang cukup fantastis: berkeliling dunia dengan sepeda motor. Bagi Linda, gagasan itu adalah tantangan tersendiri. Setelah mengumpulkan dana yang cukup, ia bersama dengan kawannya memulai perjalanan jauh. Empat bulan lamanya mereka berkeliling Asia Tenggara dan Australia dengan sepeda motor. Dua region itu dipilih karena menjanjikan pengalaman baru bagi seorang Islandia yang jarang mengalami iklim tropis.

Terkesan Indonesia

Bali menjadi salah satu destinasi utama Linda dalam petualangannya.Ia mengaku terkesan dengan keramahtamahan orang-orang Indonesia, khususnya yang dijumpainya di Pulau Dewata. Menurutnya, kebanyakan warga setempat menyambutnya dengan baik. Tak butuh waktu lama, ia pun jatuh cinta pada negeri ini.

Masih di Bali, dirinya menemukan hobi baru, yakni bermusik. Bahkan, Linda kemudian memutuskan untuk berkarier sebagai pemain gitar sejak 2019. Pekerjaannya di perusahaan otomotif pun dilepaskannya. Pada akhir tahun lalu, ia memulai profesi barunya sebagai musisi jalanan di beberapa kota di Bali.

Sayangnya, pandemi virus korona membuat aktivitasnya sempat terhenti. Apalagi, Linda sempat mengalami kecelakaan yang meskipun kecil membuat kakinya kesulitan berjalan normal untuk beberapa bulan.

“Saya mengalami patah jari kaki sewaktu kecelakaan saat naik sepeda bulan Juni lalu. Sampai tidak bisa berjalan selama dua bulan. Sehingga rutinitas saya di Bali terhenti,” tuturnya. 

Beberapa waktu lamanya, pembatasan sosial berskala besar (PSBB)dilonggarkan. Linda memanfaatkan momen itu untuk pergi dari Bali ke Jakarta. Tujuannya, bertemu dengan sejumlah musisi yang direkomendasikan kawan-kawannya. Ia ingin sekali belajar bermusik dari mereka.  

Selama di Ibu Kota, Linda juga berkenalan dengan beberapa Youtuber. Hingga suatu hari, dirinya bertemu dengan Ade Londok, sosok yang sempat viral di media-media sosial karena konten jenakanya. Mengetahui dirinya sebagai bule dengan cukup banyak pengalaman menarik, beberapa stasiun televisi swasta pun menghubunginya. Linda kemudian diundang untuk acara bincang-bincang.

Ketika datang ke studio stasiun televisi, dirinya berjumpa untuk pertama kalinya dengan Gus Miftah. Ulama muda yang memiliki nama lengkap Miftah Maulana Habiburrahman itu kebetulan juga akan mengisi sebuah acara di studio yang sama. Sebelum acara dimulai, pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji itu sempat berbincang-bincang sejenak dengan Linda bersama dengan Ade Londok dan kawan-kawan.

Linda mengakui, pertemuannya dengan Gus Miftah adalah awal perjalanannya dalam mengenal Islam. Pada mulanya, ia tidak begitu tertarik pada Islam. Mayoritas orang Indonesia memang Muslim, tetapi saat itu dirinya yakin, tradisi ramah-tamah mereka timbul dari kebudayaan, alih- alih agama yang dianut. Namun, pandangan itu ternyata keliru. Sebab, Islam pun menganjurkan umatnya untuk bersikap baik, termasuk kepada tamu atau musafir.

Sejak bertemu Gus Miftah, Linda kian memperhatikan aspek religi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Apalagi, kebanyakan kawannya adalah Muslim. Ia pun banyak membaca berbagai literatur tentang Islam. Ketika teman-temannya mengetahui hal itu, mereka berpikir bahwa gadis ini akan memeluk Islam.

“Saya tidak pernah mengakui atau mengatakan kepada siapapun bahwa ingin menjadi seorang Muslim.Bahkan, tidak pula kepada diri saya sendiri. Namun, sering saya bercanda dengan mengatakan, ”`alhamdulliah.’Mungkin, saya waktu itu sebenarnya sudah merasa memeluk Islam, tetapi belum sampai mengakuinya,” katanya.

Allah SWT memberikan petunjuk kepada siapapun yang dikehendaki- Nya. Itulah yang juga dirasakan Linda. Perempuan Islandia itu tidak pernah menyangka, dirinya yang teguh berpaham ateis justru tertarik mengenal Islam lebih dekat.

 Sebagai orang ateis, ia saat itu tidak mempedulikan adanya kehidupan setelah kematian. Surga dan neraka baginya hanyalah fiksi. Agama hanyalah karangan manusia agar berpaling dari dunia nyata. “Waktu itu saya memandang, semua agama adalah kebohongan yang dibuat-buat oleh manusia,” ucapnya mengenang. 

Dakwah Gus Miftah kepadanya ternyata menimbulkan kesan. Hati dan pikirannya mulai terbuka untuk mempertanyakan kembali keyakinan nya selama ini. Bagaimana mungkin ia yang tadinya tiada menjadi ada? Alam semesta yang luas ini tidak mungkin ada tanpa Sang Pencipta.

Cukup lama ia merenung. Akhirnya, pada pekan pertama November lalu dirinya memutus kan untuk masuk Islam. Hatinya sudah mantap meyakini kebenaran agama ini. Bersama kawan nya, ia kemudian menemui Gus Miftah dan memintanya untuk membimbing pada Islam.

“Saya menemukan petunjuk Allah di dalam hati saya, dan Gus Miftah membantu saya menghidupkannya. Saya bersyahadat pada 17 November 2020, tepat di belakang pang gung stasiun televisi swasta yang mengundang beliau,” ucapnya.

Sejak menjadi Muslimah, Linda memiliki nama baru, yakni Aisyah.Nama itu terinspirasi dari Aisyah binti Abu Bakar yang juga salah seorang ummahatul mu`mininatau istri Rasulullah SAW. Ia mengatakan, sosok yang berjulukan al-Humaira itu terkenal cerdas dan juga jelita.

Linda bukanlah satu-satunya yang menjadi mualaf di keluarganya. Saudara perempuannya, Dyka, juga kini memeluk Islam. Mereka saling mendukung untuk terus belajar dan rutin beribadah. 

Linda mengaku hatinya lebih tenang sejak menjadi Muslimah. Ia bahkan memutuskan untuk berhijab. Sejauh ini, dirinya terus berupaya fasih dalam membaca Alquran. Satu hal yang juga dinantikannya ialah bulan suci Ramadhan. Sebab, kawan- kawannya mengatakan, momen sebulan penuh itu memiliki banyak keberkahan. 

IHRAM

‘Dakwah Hendaknya Memberi Hikmah dan Pembelajaran yang Baik’

Dakwah harusnya dijaga keagungan dan keluhurannya sebagai tugas yang sangat mulia.

Dakwah pada hakikatnya adalah mengajak kepada kebaikan. Mengajak kepada kebaikan sendiri harusnya dengan cara yang baik, sehingga dakwah tidak sekedar menyampaikan, tetapi juga menanamkan nilai. Maka dakwah harusnya membawa rahmat kepada umatnya, bukan laknat atau bahkan menghardik yang berbeda pandangan.

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muayyad Windan, Sukoharjo, KH Mohammad Dian Nafi mengatakan bahwa dakwah harusnya dijaga keagungan dan keluhurannya sebagai tugas yang sangat mulia. Karena dakwah hendaknya selalu dilaksanakan oleh para ulama dengan hikmah, pelajaran yang baik, dan berbagi argumentasi secara terpelajar.

“Karenanya keteladanan menjadi kebutuhan niscaya di dalam kegiatan dakwah. Keteladanan memudahkan orang-orang menangkap contoh berupa keseharian sang pelaku dakwah. Orang-orang yang tidak membaca Kitab Suci Alquran, hadis Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab agama Islam akan membaca teladan para juru dakwah itu,” ujar Dian Nafi di Sukoharjo, Rabu (2/12).

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah itu menuturkan yang dilihat dan dibaca oleh orang-orang adalah tutur kata, pola pikir, pola sikap, dan juga pilihan tindakannya sebagai pribadi dan tokoh masyarakat. Karena menurutnya para ulama atau juru dakwah ini juga hadir untuk mengisi kebutuhan masyarakat dalam lapis informasional, pergaulan, keilmuan dan keagamaan.

“Masyarakat sendiri mencermati, siapakah ulama yang menenteramkan dirinya untuk diikuti. Bahkan di banyak daerah ada keluarga ulama dari generasi ke generasi menjadi sandaran warga masyarakatnya juga dari generasi ke generasi mengikuti kultur sosial budaya masyarakat setempat,” ucap Dian.

Oleh sebab itu, menurutnya dari situlah masyarakat menaruh kepercayaan kepada para ulama. Karena dalam berbagai peran di berbagai lingkup kehidupan, para ulama selalu memberikan suluh penerang di saat masyarakat butuh pencerahan. Yang mana menurutnya hal itu menempatkan dakwah para ulama sebagai bagian yang penting di dalam nation and character building

“Itulah sebabnya, maka dakwah juga berarti memperkuat sikap proaktif di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sikap proaktif diteladankan oleh para ulama dengan cara hidup menjadi warga negara yang baik,” tutur lulusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sebelas Maret itu.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa sebetulnya ada nilai-nilai yang dikembangkan oleh para ulama adalah tafahum atau saling memahami, tarahum atau saling menyayangi, tasamuh atau ramah kepada perbedaan; tawazun atau keseimbangan dan keselarasan; dan ta’adul atau saling menegakkan ukuran objektif dan keadilan.

“Sejarah bangsa kita memberikan pelajaran yang sangat berharga. Tantangan-tantangan berat dapat kita atasi dengan baik selama kita menjaga persatuan nasional. Umat Islam dapat menjadi teladan yang baik dalam urgensi itu dengan dukungan para ulama yang juga memberi keteladanan,” ucapnya.

Selain itu, peraih gelar master Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu juga menegaskan bahwa para ulama harusnya meneladankan untuk mendahulukan hal-hal terpenting di dalam dakwahnya. Misalnya, hal-hal yang wajib sebagai Muslim, sebagai warga masyarakat dan warga negara akan didahulukan. Kemudian hal-hal yang sunah atau anjuran dan utama.

“Para ulama hendaknya tidak memperuncing segi-segi khilafiyah atau polemik karena perbedaan pendapat. Kalaupun jika harus diutarakan sampaikan secara seimbang. Karena hal-hal yang rinci seperti itu mungkin dipahami berbeda-beda oleh para ulama dalam aneka pendapat atau qaul yang dibahas di dalam pertemuan terbatas dan itupun menggunakan rujukan kitab-kitab yang jelas,” jelasnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Menyentuh Mushaf Tanpa Berwudhu

Soal:

Apa hukum menyentuh mushaf tanpa berwudhu terlebih dahulu atau memindahkan posisi mushaf tanpa berwudhu? Dan apa hukum membacanya pada saat kondisi-kondisi tersebut?

Jawab:

Tidak boleh bagi seorang muslim menyentuh mushaf sedangkan dia sebelumnya tidak berwudhu menurut jumhur/mayoritas ulama’, imam-imam empat mahzab, dan  begitu pula yang difatwakan oleh para Sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Terdapat hadits yang shahih dari ‘Amr bin Hazm  radhiyallahu ‘anhu : bahwa nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan kepada penduduk kota yaman :

أن لا يمس القرآن إلا طاهر

“Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang sudah bersuci”(HR. Malik dalam Al Muwatha’ no. 419, Ad Darimi no.1266).

Hadits ini jayyid, memiliki jalur-jalur sanad yang saling menguatkan satu sama lain. Oleh karenanya, hadits ini menunjukkan tidak boleh bagi seorang Muslim menyentuh mushaf Al Qur’an kecuali sudah bersuci. Baik bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Demikian pula sama hukumnya ketika ada orang yang hendak memindahkan posisi mushaf dari satu tempat ke tempat lain, apabila dia tidak dalam keadaan suci, maka tetap tidak diperbolehkan. Beda halnya apabila dia menyentuh atau memindahkan mushaf dengan menggunakan sebuah perantara seperti memakai pembungkus, sarung tangan, atau yang semisalnya, maka hukumnya boleh. Namu jika dia menyentuh secara langsung dan dalam keadaan tidak suci, maka yang paling tepat hukumnya tidak diperbolehkan menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama.

Adapun ketika membaca Al-Qur’an, maka tidak mengapa dia membaca dengan menggunakan hafalan Al-Qur’annya walaupun dalam kondisi berhadats. Atau boleh juga dia membacanya dalam keadaan ada orang lain yang memegangkan Al-Qur’an untuknya dan membukakan halaman mushaf untuknya. Akan tetapi ketika dalam kondisi junub, maka tidak diperbolehkan baginya membaca Al-Qur’an karena terdapat larangan dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa tidak ada sesuatu yang menghalanginya dari membaca Al-Qur’an kecuali dalam kondisi junub. Dalam hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dengan sanad yang jayyid, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia mengatakan :

أن النبي ﷺ خرج من الغائط وقرأ شيئًا من القرآن، وقال هذا لمن ليس بجنب أما الجنب فلا ولا آية

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari buang hajat, lalu beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam membaca sesuatu ayat dari Al-Qur’an, dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan perbuatan ini boleh bagi yang tidak sedang junub/hadats besar. Adapun jika dalam kondisi junub, maka tidak boleh ia membacanya walupun hanya satu ayat” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no.830).

Maksudnya adalah orang yang dalam kondisi junub tidak boleh membaca Al-Qur’an baik dari mushaf maupun dari hafalannya sampai ia mandi junub untuk menghilangkan hadats besarnya. Adapun bagi orang yang berhadats kecil dan tidak sedang junub, maka boleh baginya membaca Al-Qur’an melalui hafalannya dan tidak boleh menyentuh mushaf.

Dan ada masalah lain yang terkait dengan hal ini, yaitu tentang wanita haid dan nifas. Apakah boleh bagi mereka membaca Al-Qur’an atau tidak?T erdapat khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama. Di antara mereka ada yang tidak membolehkannya, karena hukumnya disamakan dengan orang yang sedang junub. Lalu ada ulama yang berpendapat boleh membacanya asalkan dengan menggunakan hafalan atau tidak menyentuh mushaf secara langsung. Alasan ulama yang membolehkan adalah karena panjangnya masa haid dan nifas. Dan keduanya tidak seperti junub yang singkat waktunya sehingga mampu untuk langsung mandi, lalu kembali membaca Al-Qur’an. Adapun perempuan yang haid dan nifas tidak mungkin bagi mereka untuk mandi kecuali jika sudah benar-benar bersih dari haid dan nifas. Maka tidak cocok menyamakannya dengan kondisi orang yang sedang junub.

Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah bahwa tidak ada yang penghalang bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Qur’an dari hafalan mereka. Ini pendapat paling tepat, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan pelaragan tersebut. Terdapat hadits dalam shahihain dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia mengatakan kepada ‘Aisyah yang pada saat itu dalam kondisi haid ketika melaksanakan ibadah haji :

افعلي ما يفعل الحاج غير ألا تطوفي بالبيت حتى تطهري

“Lakukan apa yang dilakukan orang yang berhaji, hanya saja jangan melaksanakan thawaf di Baitullah sebelum suci” (HR. Bukhari no.294, 1540, Muslim no.2114, 2115).

Ibadah haji adalah ibadah yang di dalamnya dibacakan Al-Qur’an dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikannya, maka ini menunjukkan atas bolehnya membaca Al-Qur’an untuk ‘Aisyah yang pada saat itu sedang haid dan dengan kalimat yang serupa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakannya  kepada ‘Asma’ binti ‘Umais yang pada saat itu baru melahirkan anak bayi yang diberi nama Muhammad bin Abu Bakar, sedangkan ‘Asma’ berada di miqat dalam kondisi haji wada’, maka ini menunjukkan bahwa wanita haid dan nifas boleh membaca Al-Qur’an akan tetapi tanpa langsung menyentuh mushaf.

Adapun hadits riwayat Ibnu ‘Umar dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئًا من القرآن

“Janganlah wanita haid dan orang yang dalam kondisi junub membaca sesuatu dari ayat-ayat Al-Qur’an” (HR. At Tirmidzi no.121, Ibnu Majah no.588).

Ini adalah hadits yang dha’if (lemah). Dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Isma’il bin ‘Ayyas, ia meriwayatkan dari Musa bin ‘Uqbah. Para ulama hadits mendhaifkan riwayat Isma’il yang bersumber dari penduduk Hijaz. Mereka mengatakan: “riwayat ‘Ismail ini jayyid jika bersumber dari penduduk Syam, akan tetapi dhaif jika bersumber dari penduduk Hijaz. Dan riwayat hadits ini berasal dari penduduk hijaz sehingga menjadi dhaif”.

Sumber: Fatawa Islamiyyah juz 4 halaman 23, Majmu’ Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah (24/336), dinukil dari web binbaz.org.sa

Penulis: Muhammad Bimo Prasetyo

Artikel: Muslim.or.id

Hari Disabilitas Internasional Sebagai Momentum Meneledani Nabi

Di awal bulan desember ini kita dihadapkan dengan peringatan penting yakni hari disabilitas internasional yang jatuh pada tanggal 3 desember 2020.

Bagi umat Nabi Muhammad Saw., seharusnya peringatan tersebut tidak dilewatkan begitu saja tanpa pemaknaan yang mendalam. Apalagi seharusnya hari tersebut dijadikan momentum untuk meneladani Nabi dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas.

Interaksi Nabi dengan penyandang disabilitas tersebut dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik sebagai berikut :

أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – اِسْتَخْلَفَ اِبْنَ أُمِّ مَكْتُومٍ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ وَهُوَ أَعْمَى رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد

“Dari sahabat Anas bin Malik Ra. sesungguhnya Rasulullah Saw. meminta Ibnu Umi Maktum menjadi imam shalat menggantikan beliau, sementara Ibnu Umi Maktum, seorang yang tunanetra.” (HR. Ahmad, Abu Daud)

Pelajaran penting yang bisa diambil dari hadis tersebut adalah persamaan hak antara penyandang difabel mupun nondifabel. Pada hadis tersebut Nabi memerintah sahabat ibnu umi maktum untuk menggatikan jadi imam shalat. Padahal Ibnu umi maktum merupakan penyandang difabel (tunanetra)

Menyikapi hadis tersebut ulama besar seperti imam al-Gazhali dan ِAbu Ishaq al-Maruzi memberi advokasi terhadap kaum difabel. Dalam kitab Nail al-Authar mereka menegaskan bahwa tunanetra lebih utama menjadi imam shalat daripada orang yang bisa melihat.

Mereka berpandangan tunanetra memiliki potensi khusyuk yang lebih besar  karena tidak disibukkan dengan perkara-perkara yang bisa memalingkan dari sholat.

Pada kesempatan lain Nabi juga mengajarkan umatnya untuk tidak merendahkan mereka yang terlahir dalam keadaan tidak sempurna.

Suatu hari, sahabat Abdullah bin Mas’ud, yang memiliki kemapuan intelektual dalam menafsirkan Al-Qur’an, memanjat sebuah pohon. Seketika angin terhembus sehingga kaki Abdullah terlihat.

Betis Abdullah sangat kecil, hingga hal itu dijadikan bahan cemoohan oleh beberapa orang yang melihatnya. Namun Nabi menegur mereka dengan berkata  “Apa yang membuat kalian tertawa? Ketahuilah bahwa di hari pembalasan kedua kaki Ibnu Mas’ud akan lebih berat di timbangan daripada Gunung Uhud.”

Selain perlakuan tanpa diskriminasi, Nabi juga memberikan berbagai kemudahan bagi penyandang disabilitas. Nabi menawarkan solusi bagi mereka yang tidak mampu menunaikan shalat sambil berdiri untuk melaksanakannya dengan duduk, dan seandainya masih tidak mampu, Nabi memperbolehkan mereka untuk shalat sambil berbaring.

Apa yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi seharusnya menjadi teladan untuk kita semua. Semoga momentum hari disabilitas internasional ini menjadi motifasi bagi kita untuk lebih meneladani nabi terutama dalam berinteraksi dengan kaum difabel. Wallahu a’lam

BINCANG SYARIAH

Hikmah Disyariatkannya Azan dalam Islam

Seperti kita ketahui bersama bahwasanya salah satu ajaran dalam Islam adalah azan, dimana biasanya dikumandangkan sebagai penanda masuknya waktu salat. Lantas, apa hikmah disyariatkannya azan dalam Islam?

Sekurang-kurangnya terdapat tiga hikmah disyariatkannya azan dalam Islam yang disampaikan oleh Syaikh ‘Ali Ahmad al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmat at-Tasyri’ wa Falsafatuhu (h. 103-104):

Pertama, setiap hari manusia pada biasanya disibukkan dengan melakukan aktifitasnya masing-masing seperti bekerja, bermain, sekolah dan lain sebagainya. Sehingga hal ini terkadang sering membuat mereka kehilangan (telat) untuk shalat jamaah dimana di dalamnya terdapat banyak keutamaan-keutamaan. Tidak cukup itu, yang lebih parah lagi manusia terkadang lupa untuk mengerjakan kewajiban shalatnya dikarenakan sibuk dengan beragam kegiatannya. Nah, dalam hal ini azan hadir dalam rangka sebagai pengingat bagi mereka yang lalai dan lupa terhadap kewajibannya shalat lima waktu.

Kedua, shalat merupakan nikmat kedekatan seorang hamba dengan Penciptanya. Azan hadir dengan dengan seruan kebaikannya. Sehingga, orang muslim tidak kehilangan nikmat yang besar yakni berdekatan dengan tuhannya saat shalat.

Ketiga, dalam rangka menampakkan keagungan agama Islam yang suci terhadap orang yang non-muslim. Kita ketahui bahwa sebelum sahabat Umar bin Khattab ra. masuk islam, umat muslim melakukan shalat dengan rasa khawatir dan takut (diganggu oleh kaum musyrik), namun setelah beliau masuk Islam barulah shalat disyiarkan dengan tujuan memotivasi orang-orang musyrik pada waktu itu supaya tertarik dengan agama Islam yang suci ini.

Sebagian ulama mengatakan bahwasanya adanya azan dalam Islam dalam rangka menampakkan syariat-syariat Islam, kalimat tauhid, memberitahu masuknya waktu shalat dan tempat shalat, mengajak untuk shalat berjamaah dimana di dalamnya terdapat kebaikan yang besar.

Jika direnungkan lebih dalam, kita dapat mengetahui bahwa dalam lafal-lafal azan terdapat akidah keimanan yang meliputi sifat-sifat menyucikan dan mengagungkan Allah SWT. serta menetapkan keesaan-Nya.

Demikianlah hikmah disyariatkannya azan yang disampaikan oleh Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam

BINCANG SYARIAH