Tiga Kebijaksanaan yang Harus Dimiliki Guru menurut Syekh Abdul Qadir Jailani

Syekh Abdul Qadir Jailani sejak muda adalah sosok yang sangat mencintai ilmu. Hal itu ditunjukkan dengan dia pergi ke berbagai pelosok negeri untuk berguru kepada puluhan ulama di zamannya, di bidang fiqih, ‘aqaid, tafsir, adab, ilmu thariqat, dan sebagainya. Pada umur 17 tahun, Abdul Qadir muda pergi belajar ke Baghdad di Jamia Nizamiyah.  

KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) mencatat, pelajaran yang diselami puluhan tahun diperoleh dari guru-guru besar yang terkenal di zamannya dan mempunyai urutan yang bersambung dari misalnya Al-Qadli Abi Said al-Mubarak bersambung pada Syekh Abi Hasan Ali bin Abi Yusuf Al-Quraisyi hingga Abil Qasim Junaidi al-Baghdadi hingga Abu al-Hasan Ali Ar-Ridla, Musa al-Kazim, Ja’far as-Shadiq sampai kepada Muhammad al-Baqir dan Zainal Abidin yang langsung dari Sayyidina Ali, dimana yang belakangan ini memperolehnya dari Rasulullah SAW.

Ucapan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang sangat terkenal di antaranya: “Tidak layak bagi seorang guru yang hendak mengajarkan ilmunya kepada orang banyak sebelum menguasai kebijaksanaan tiga perkara; pertama: ilmu al-ulama (pengetahuan ukuran ulama), kedua: siyasat al-muluk (pengetahuan politik raja-raja), dan ketiga: hikmat al-hukama (hikmat kebijaksanaan para hukama). (KH Saifuddin Zuhri, 2001: 41)

Riwayat singkat Syekh Abdul Qadir Jailani Nama lengkap Syekh Abdul Qadir Jailani adalah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Syekh Abdul Qadir dilahirkan di Desa Nif atau Naif, termasuk pada distrik Jailan (disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil), Kurdistan Selatan, terletak 150 kilometer sebelah timur laut Kota Baghdad, di selatan Laut Kaspia, Iran.

Wilayah ini dahulunya masuk ke bagian wilayah Thabarishtan, sekarang sudah memisahkan diri, dan masuk menjadi suatu provinsi dari Republik Islam Iran.   Ia dilahirkan pada waktu fajar, Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Abdul Qadir lahir dari pasangan yang taat. Ayahnya bernama al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW. Sedangkan, ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma’i, seorang sufi terkemuka waktu itu.

Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Sayyid.  

Ia lahir sebagai anak yatim. Ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan. Dia tumbuh di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Kehidupan Abdul Qodir sangat sederhana dan dikenal sangat jujur. Ia diakui sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah, yang memiliki banyak jamaah dan menyebar dari Nigeria sampai Tiongkok.

Ia juga menulis setidaknya tujuh karangan dan yang paling terkenal adalah Al-Fath al-Robbani yang berisi 60 khutbahnya sepanjang tahun 545-546 Hijriah. Beliau meninggal di Baghdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/14 Februari 1166 M di usia 91 tahun.  

Tarekat pertama kali muncul di Nusantara diperkirakan pada paruh kedua abad ke-16 dan diperkenalkan oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh. Ia penganut tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qadir Jailani.  

Dari Aceh, tarekat Qadiriyah kemudian menyebar ke Banten dan Jawa Barat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, dalam Tradisi Rakyat Cirebon, Syekh Abdul Qadir Jailani dipercaya pernah datang ke Jawa dan meninggal di pulau tersebut. Bahkan orang-orang dapat menunjukkan makamnya.  

Dan kepada murid-muridnya, Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan tujuh hal, yakni taubat, zuhud, tawakal, syukur, sabar, rida, dan jujur.  

Penulis: Fathoni Ahmad Editor: Muchlishon

NU orid

Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu (Bag. 10): Berilmu Jangan Lupa Beradab

Baca pembahasan sebelumnya pada artikel Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu (Bag. 9): Sabar Belajar, Sabar Mengajar

Bismillah…

Jika Anda diminta memilih, antara bersahabat dengan orang berilmu tapi tidak punya adab, dengan orang yang pas-pasan dalam keilmuan, tapi beradab. Anda akan nyaman bersama siapa?

Kita sama, karena jiwa kita lebih nyaman berteman dengan orang baik adabnya, walaupun pas-pasan ilmunya.

Siapa yang nyaman berteman dengan orang pintar, tapi pembohong, pintar tapi tidak amanah, pintar tapi egois, pintar tapi culas, atau pintar tapi jago korupsi. Semua tidak nyaman berteman dengan orang yang seperti ini.

Ilmu yang ada pada orang yang tak beradab, menjadi tertutupi oleh gelapnya adabnya. Sehingga ilmu tak lagi membuatnya bersinar dan tak lagi mengangkatnya. Tak ada artinya ilmu tanpa adab yang baik. Bisa dikatakan, hasil dari ilmu adalah adab dan akhlak yang baik. Ilmu seseorang bisa disebut tak bermanfaat saat tak dapat membuatnya berakhlak baik.

Benar apa yang dipesankan Makhlad bin Husain kepada Ibnul Mubarok,

نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من العلم

“Kita lebih butuh pada banyak adab daripada banyak ilmu.”

Seorang pujangga Arab membuat syair,

والمرء لا يسمو بغير الأدب

وإن يكن ذا حسب و نسب

“Seorang tak akan bisa mulia tanpa adab.

Meski dia memiliki kedudukan dan berdarah bangsawan.”

Di samping itu, ilmu yang benar-benar berkah dan manfaat itu, tak akan berkenan bersemayam di dalam hati orang yang tak punya adab. Jika benar ada ilmu yang ada padanya, itu hanya sebatas wawasan, bukan ilmu yang sebenarnya. Karena ilmu yang berkah akan membentuk karakter yang mulia pada diri pembawanya.

Yusuf bin Husain pernah mengatakan,

بالأدب تفهم العلم

“Hanya dengan adab, Anda akan memahami ilmu.”

Seorang guru, sebelum dia mengajarkan ilmunya, akan melihat mana murid yang layak ia berikan ilmunya. Ukuran kelayakan itu adalah: adab.

Dan guru akan lebih ikhlas mengajarkan ilmu, kepada murid yang beradab baik kepadanya. Sehingga ini menjadi wasilah keberkahan ilmu yang didapatkan oleh sang murid.

Oleh karenanya, para salafus shalih dahulu sangat perhatian kepada adab. Sebanding dengan besarnya perhatian mereka terhadap ilmu. Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan,

كانوا يتعلمون الهدى كما يتعلمون العلم

“Para ulama dahulu, mereka belajar adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”

Bahkan mereka lebih mendahulukan penanaman adab sebelum penanaman ilmu. Imam Malik rahimahullah pernah memberi nasihat kepada anak muda dari suku Quraisy,

يا ابن أخي تعلم الأدب قبل أن تعلم العلم

“Wahai saudaraku, belajarlah adab sebelum belajar ilmu.”

Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Madarijus Salikin menekankan tentang pentingnya adab bagi pelajar atau penuntut ilmu,

أدب المرأ عنوان سعادته وفلاحه, وقلة أدبه عنوان شقاوته وبواره, فما استجلب خير الدنيا والآخرة بمثل الأدب, ولا استجلب حرمانهما بمثل قلة الأدب

“Adab seseorang adalah tanda kesuksesan dan kebahagiaannya. Kurang adab adalah tanda kegagalan dan kesedihan. Tak ada karunia yang paling bisa mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, melebihi adab. Dan tak ada musibah yang paling bisa menghalangi seorang dari kebaikan dunia dan akhirat, melebihi kurangnya adab.” (Madarijus Salikin)

Wallahulmuwaffiq.

Penyusun: Ahmad Anshori

Atikel: Muslim.or.id

Ucapan “Salam” Bukan “Assalamu’alaikum” Apakah Berpahala?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki adab dan akhlak yang luhur berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang ucapan “salam” bukan “assalamu’alaikum” apakah berpahala?
Silahkan membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz & keluarga.

Ustadz izin bertanya, saya mahasiswa, dikalangan mahasiswa sekitar saya, sering sekali megucapkan salam hanya dengan ucapan “Salam” bukan “Assalamu’alaykum” apakah boleh dan berpahala atau tidak?
Jazaakillahu Khairan.

(Disampaikan oleh Fulanah, Member grup WA BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Ucapan salam Islam telah diajarkan dalam ajaran Islam yang mulia, ketika bertemu seorang muslim, yang dikenal maupun tidak, maka haknya adalah mengucapkan salam.

Pernah suatu ketika tiga pria menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa waktu yang berbeda, semuanya mengucapkan salam kepada Nabi, tapi pahala ketiganya berbeda-beda.

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : «عَشْرٌ ». ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ: « عِشْرُونَ ». ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ « ثَلاَثُونَ » صحيح رواه أبو داود والترمذي وغيرهما

Dari ‘Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata: as-Salâmu ‘alaikum (semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu).
Lalu Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam membalas salam orang tersebut, kemudian orang tersebut duduk dan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “(Dia mendapatkan) sepuluh kebaikan”.
Kemudian datang orang lain kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata: as-Salâmu‘alaikum warahmatullah (semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu). Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam membalas salam orang tersebut, kemudian orang tersebut duduk dan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “(Dia mendapatkan) dua puluh kebaikan”.
Kemudian datang lagi orang lain kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata: as-Salâmu‘alaikum warahmatullahi wabarakâtuh (semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu). Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut, kemudian orang tersebut duduk dan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Dia mendapatkan) tiga puluh kebaikan”
(Hadits shahih. HR Abu Dawud, no. 5195 & Tirmidzi, 5/52).

Maka ungkapan salam ketika bertemu dengan seorang muslim, hanya dengan ucapan ‘salam’ saja, bukan dengan ucapan ‘ as-Salâmu ‘alaikum’ (semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu), sebagai sebuah salam standar minimal adalah tidak bernilai pahala, dan tidak perlu dicontoh.
Ikutilah apa yang diajarkan oleh Rasul kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena inilah sebaik-baik petunjuk, dan semoga mendapat pahala balasan dari Allah Yang Maha pemurah.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Kamis, 13 Rabiul Awal 1442 H / 29 oktober 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

103 Tahun Kejahatan Balfour dan Dosa Inggris terhadap Palestina

Deklarasi Balfour 1917 dipandang oleh Palestina sebagai kejahatan bersejarah, di mana kerajaan Inggris mendukung penciptaan dan memberikan tanah untuk Yahudi di tanah milik mayoritas penduduk asli Arab.

Tanggal 2 November 1917 terus diingat sebagai salah satu mula nestapa Palestina yang sejak 103 tahun lalu hingga kini harus menghadapi penjajahan Zionis ‘Israel’. Pada tanggal tersebut, Inggris menyatakan dukungannya terhadap “pembentukan nasional bagi orang-orang Yahudi di tanah Palestina”, apa yang kini dikenal sebagai “Deklarasi Balfour”.

Palestine Action, kelompok aktivis pro-Palestina di Inggris, memperingati 103 tahun Deklarasi Balfour tersebut dengan menyerbu Elbit System UK, perusahaan pembuat drone yang memasok sebagian besar produknya dipasok untuk tentara ‘Israel’.

Para aktivis menyerang pada dini hari, melemparkan toples cat merah ke dinding dan memecahkan jendela di situs Teknologi Ferranti Elbit Systems Inggris dekat Oldham, situs Shenstone Mesin UAV di Midlands, tempat mesin penggerak untuk drone Elbit Systems UK dibangun, dan situs lain di Tamworth, dekat Birmingham.

Kejahatan Bersejarah

Deklarasi Balfour 1917 dipandang oleh Palestina sebagai kejahatan bersejarah, di mana kerajaan Inggris mendukung penciptaan dan memberikan tanah untuk Yahudi di tanah milik mayoritas penduduk asli Arab. Deklarasi tersebut, dilansir oleh Brittanica, mulanya berupa sebuah surat dari Arthur James Balfour, sekretaris luar negeri Inggris, kepada Lionel Walter Rothschild, Baron Rothschild ke-2 (dari Tring), seorang pemimpin komunitas Anglo-Yahudi.

Deklarasi itu dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan dimasukkan dalam persyaratan Mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Kekhilafan Utsmani.

Apa yang disebut sistem mandat, yang dibuat oleh kekuatan Sekutu, adalah bentuk kolonialisme dan pendudukan yang terselubung. Sistem mentransfer aturan dari wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh kekuatan yang dikalahkan dalam perang – Jerman, Austria-Hongaria, Kekhilafahan Utsmani, dan Bulgaria – kepada para pemenang.

Tujuan yang dideklarasikan dari sistem mandat adalah untuk memungkinkan pemenang perang untuk mengatur negara-negara yang baru muncul sampai mereka bisa merdeka.

Kasus Palestina, bagaimanapun, unik. Tidak seperti mandat pasca-perang lainnya, tujuan utama dari Mandat Inggris di sana adalah untuk menciptakan kondisi untuk pembentukan “rumah nasional” Yahudi – di mana orang Yahudi merupakan kurang dari 10 persen dari populasi pada saat itu.

Sejak dimulainya mandat, Inggris mulai memfasilitasi imigrasi orang Yahudi Eropa ke Palestina. Antara 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen dari total populasi.

Meskipun Deklarasi Balfour memasukkan peringatan bahwa “tidak ada yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina”, mandat Inggris didirikan dengan cara untuk melengkapi orang Yahudi dengan alat untuk membangun diri sendiri. aturan, dengan mengorbankan penduduk Arab Palestina.

Deklarasi Kontroversial

Akademisi Palestina-Amerika Edward Said, mengatakan bahwa Deklarasi Balfour “dibuat oleh kekuatan Eropa … tentang wilayah non-Eropa … dengan mengabaikan kehadiran dan keinginan penduduk mayoritas asli di wilayah itu”, dikutip oleh Al Jazeera.

Deklarasi Balfour menjanjikan orang Yahudi sebuah tanah di mana terdapat penduduk asli yang mencapai lebih dari 90 persen populasi. Deklarasi tersebut juga merupakan salah satu dari tiga janji masa perang yang saling bertentangan yang dibuat oleh Inggris.

Ketika dibebaskan, Inggris telah menjanjikan kemerdekaan Arab dari Kekhilafahan Utsmani dalam korespondensi Hussein-McMahon 1915. Inggris juga berjanji kepada Prancis, dalam perjanjian terpisah yang dikenal sebagai perjanjian Sykes-Picot 1916, bahwa mayoritas Palestina akan berada di bawah pemerintahan internasional, sementara wilayah lainnya akan dibagi antara dua kekuatan kolonial setelah perang.

Deklarasi tersebut, bagaimanapun, berarti bahwa Palestina akan berada di bawah pendudukan Inggris dan bahwa orang Arab Palestina yang tinggal di sana tidak akan memperoleh kemerdekaan.

Akhirnya, deklarasi tersebut memperkenalkan sebuah gagasan yang dilaporkan belum pernah terjadi sebelumnya dalam hukum internasional – yakni “rumah nasional Yahudi”.

Penggunaan istilah “rumah nasional” yang kabur bagi orang-orang Yahudi, sebagai lawan dari “negara”, membuat maknanya terbuka untuk ditafsirkan. Dalam pertemuan dengan pemimpin Zionis Chaim Weizmann pada tahun 1922, bagaimanapun, Arthur Balfour dan Perdana Menteri David Lloyd George dilaporkan mengatakan Deklarasi Balfour “selalu berarti negara Yahudi pada akhirnya”.

Menurut kalangan akademisi arus utama, ada serangkaian alasan yang menjadi konsensus Inggris mengeluarkan deklarasi tersebut. Yang terutama adalah, kontrol atas Palestina merupakan kepentingan strategis untuk menjaga Mesir dan Terusan Suez dalam lingkup pengaruh Inggris

Inggris juga harus berpihak pada Zionis untuk menggalang dukungan di antara orang-orang Yahudi di Amerika Serikat dan Rusia, berharap mereka dapat memberi semangat pemerintah mereka untuk tetap berperang sampai kemenangan

Adapula pihak yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah lobi Zionis yang intens dan hubungan yang kuat antara komunitas Zionis di Inggris dan pemerintah Inggris. Bahkan beberapa pejabat di pemerintahan waktu itu dilaporkan adalah Zionis itu sendiri.

Dukungan yang Masih Berlangsung

Mark Curtis, sejarawan dan analis kebijakan luar negeri Inggris, dalam sebuah artikel yang dimuat oleh Middle East Eye edisi Prancis, mengatakan bahwa “Inggris memiliki hubungan khusus dengan ‘Israel’ yang tidak banyak diberitakan oleh media arus utama”.

Ketika ‘Israel’ menggempur Gaza pada 2018, di mana tanggal 40 pengunjuk rasa Palestina telah ditembak, perdana menteri Inggris waktu itu, Theresa May menelepon Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu pada 10 Mei dan tidak mengangkat masalah tersebut sama sekali. Sementara itu, pemerintah menyimpulkan tidak akan meninjau ekspor senjata Inggris ke ‘Israel’ setelah pembantaian Gaza yang hanya dibahas satu kali di kabinet Inggris.

Bahwa Inggris mendukung ‘Israel’ atas pembunuhan di Gaza, menurut Curtis, benar adanya. Hubungan Inggris dengan ‘Israel’ khusus di setidaknya sembilan bidang, termasuk penjualan senjata, angkatan udara, penyebaran nuklir, angkatan laut, intelijen dan perdagangan, untuk beberapa nama.

Masih menurut Curtis, Inggris telah menyetujui penjualan senjata ke ‘Israel’ senilai 445 juta dolar AS sejak perang Gaza 2014 dan terdapat laporan bahwa peralatan ini telah digunakan terhadap penduduk di wilayah pendudukan. Komponen drone Inggris diekspor ke ‘Israel’untuk kemudian digunakan sebagai pengawasan dan serangan bersenjata.

Inggris juga mengekspor komponen untuk pesawat tempur sementara angkatan udara ‘Israel’ melakukan serangan udara di Gaza, menyebabkan kematian warga sipil dan kerusakan infrastruktur. Pemerintah mengakui belum menilai dampak ekspor senjatanya ke ‘Israel’ terhadap Palestina.

Inggris mengetahui bahwa ada lebih dari 570.000 pemukim ilegal ‘Israel’, yang terus bertambah, di wilayah pendudukan dan posisi resminya menganggap permukiman itu ilegal. “Namun ini tidak berarti mengingat kebijakan Inggris yang sebenarnya, yang tidak pernah diketahui menekan ‘Israel’ dengan kuat untuk mengakhiri pembangunan permukiman atau pendudukan,” ungkap Curtis.

HIDAYATULLAH



Fatwa Ulama: Menyikapi Penghina Nabi Di Negeri Non-Muslim

Ada yang mengatakan,”Tidaklah tersisa (pilihan) bagi orang-orang yang tinggal di negara Perancis kecuali meminta ijin kepada negara Belanda untuk membunuh penghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

Aku (Syaikh Muhammad Bazmul) berkata,

“Orang yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di negeri Islam tidak boleh dibunuh kecuali setelah melaporkan perbuatan tersebut kepada pemerintah (penguasa kaum muslimin).

Adapun (orang yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di negeri non-muslim, maka Engkau tidak boleh melakukan suatu tindakan apa pun. Yang Engkau lakukan hanyalah bersegera untuk berhijrah (pindah) dari negeri tersebut dan tidak tinggal di dalamnya kecuali jika Engkau tidak mampu untuk berhijrah (keluar) dari negeri tersebut. Karena di negeri tersebut terdapat kekafiran yang sangat besar. Engkau tidak perlu memenuhi tuntutan syarat dan perjanjian. Bahkan, tidak perlu pula menunggu keputusan (apakah boleh hijrah ataukah tidak, pen.) selama tidak ada jaminan keselamatan.

Untuk berhijrah, tidak perlu ada izin ke pemerintah, semisal Belanda dan lainnya. Hukum hudud tidak berlaku atas kaum muslimin di negeri yang rusak tersebut.

Tidakkah Engkau melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat masih tinggal di Mekah, ketika beliau dihina oleh istri Abu Lahab, maka beliau tidaklah memerintahkan untuk membunuhnya, demikian pula tidak ada satu pun dari para sahabat Rasulullah yang membunuhnya, pada waktu dan kondisi tersebut.

Maka janganlah rasa simpatimu (kepada kaum muslimin di Perancis, pen.) membuatmu terjerumus dalam berbuat keonaran (teror) yang menyelisihi syariat, meskipun Engkau bermaksud untuk menolong mereka. Semoga Allah memberikan hidayah kepadamu.

[selesai perkataan Syaikh Bazmul]

teks asli:

قال : لم يبق لمن يعيش في فرنسا الا ان يستأذن هولاند في قتل ساب النبي صلى الله عليه وسلم؟
قلت : ساب الرسول صلى الله عليه وسلم في بلاد الاسلام لا يقتل الا بعد رفع امره لولي الامر.
اما في بلاد الكفر فأنت لا تفعل شيئا انما تبادر الى الهجرة من هذه البلاد ولا تساكنهم الا اذا لم تقدر على الهجرة من بلادهم. فإن ما هم فيه من الكفر اعظم. وما عليك من الوفاء بالشرط والعهد مطالب به. ولا ينبغي ان يتخذ القرار في ذلك بما لا يؤمن معه سلامة المآلات .
فلا تستأذن هولاند ولا غيره هاجر او الزم حدك.. لا تجر على المسلمين في تلك البلاد الفساد.
اما ترى الرسول صلى الله عليه وسلم لما كان بمكة وكانت امرأة ابي لهب تسبه لم يامر بقتلها ولم يقتلها احد من الصحابة في ذلك الوفت وذاك الحال. فلا تأخذك العواطف فتقع في عواصف مخالفة الشرع من حيث انك تريد نصره.
هداك الله

***

Selesai diterjemahkan di pagi hari ba’da subuh, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 29 Rabiul Awwal 1346

Catatan:

Diterjemahkan dari status faceebook beliau pada tanggal 17 Januari 2015. Penerjemah mengucapkan jazakallah khair kepada Ustadz Ahmad Anshori yang telah membantu menerjemahkan sebagian kalimat dalam teks fatwa tersebut.

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Muslim.Or.Id

Kesabaran Sayyidil Wujud Muhammad Saw

Allah Swt berfirman :

وَٱصۡبِرۡ وَمَا صَبۡرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ

“Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah.” (QS.An-Nahl:127)

Kita tidak pernah mendengar seorang yang ditimpa cobaan, ujian, musibah dan bermacam kesulitan seperti yang menimpa Nabi Muhammad Saw. Dan beliau pun tabah dan sabar dalam menghadapi semua itu.

Rasulullah Saw bersabar atas rasa lapar, kemiskinan, kesusahan, sikap iri dan caci maki dari musuh-musuh beliau.

Rasulullah Saw bersabar ketika terusir dari tanah kelahirannya dan pergi jauh dari keluarganya.

Rasulullah Saw bersabar atas terbunuhnya para kerabat, para sahabat dan tersiksanya para pengikut beliau.

Rasulullah Saw bersabar atas kebodohan dan sikap kasar orang-orang dari dusun serta kelicikan orang-orang munafik di tengah mereka.

Dia lah Muhammad Saw yang selalu sabar dan tabah dalam setiap sisi kehidupannya. Kesabaran di sisi Nabi bagaikan perisai, sahabat dan teman karib dalam perjalanan hidup beliau.

Ketika kata-kata musuh begitu tajam menyakiti Rasul Saw, beliau hanya mengingat Firman-Nya :

فَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَا یَقُولُونَ

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan.” (QS.Qaf:39)

Ketika kondisi semakin sulit dan sebuah masalah besar menimpa, beliau hanya mengingat Firman-Nya :

فَصَبۡرࣱ جَمِیلࣱۖ وَٱللَّهُ ٱلۡمُسۡتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ

“Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS.Yusuf:18)

Ketika menghadapi gertakan musuh dan tekanan orang-orang kafir, beliau mengingat Firman-Nya :

فَٱصۡبِرۡ كَمَا صَبَرَ أُو۟لُوا۟ ٱلۡعَزۡمِ مِنَ ٱلرُّسُلِ

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati.” (QS.Al-Ahqaf:35)

Dan kesabaran Nabi Saw adalah kesabaran seorang hamba yang meyakini bahwa Allah pasti akan menolong dan membelanya. Kesabaran Nabi Saw adalah kesabaran seorang hamba yang yakin bahwa kemenangan kelak pasti akan berada di tangannya, karena ia selalu bersama Allah dan pasti Allah Swt akan melindungi dan mencukupinya.

Nabi Muhammad Saw adalah contoh terbaik tentang seorang hamba yang hatinya lapang, kesabarannya begitu dahsyat dan ketabahannya sangat besar dalam menanggung berbagai musibah. Dia lah contoh terindah bagi orang-orang yang bersabar dan bersyukur.

Mari kita meneladani kesabaran Baginda Nabi Saw, karena kita menyadari bahwa tiada kesuksesan di dunia ataupun di akhirat tanpa kesabaran yang kuat.

وَبَشِّرِ ٱلصَّابِرِینَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:155)

Semoga bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Cara Agar Jin tak Melihat Kita

ALQURAN menjelaskan, setan dari kalangan jin bisa melihat manusia sedangkan manusia tidak bisa melihat mereka.

Lalu, bagaimana agar jin tidak bisa melihat kita, khususnya ketika kita membuka aurat di rumah? Untungnya Rasulullah telah mengajarkan cara menutup penglihatan jin.

Ayat yang menunjukkan bahwa setan dari kalangan jin bisa melihat manusia adalah surat Al Araf ayat 27:

“Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs. Al-Araf:27)

Ayat ini juga menjadi dalil bahwa manusia tidak bisa melihat jin dalam bentuknya yang asli. Kecuali orang-orang yang dikecualikan, seperti Nabi Muhammad dan Nabi Sulaiman.

Nah, cara menutup penglihatan jin agar jin tidak melihat (aurat) kita ketika kita membuka pakaian atau ganti baju, Rasulullah mengajarkannya kepada kita. Beliau bersabda:

“Yang bisa menghalangi pandangan mata jin dan aurat anak Adam (manusia) adalah ketika hendak menanggalkan pakaian hendaklah membaca Bismillah” (HR. As Suyuthi, shahih menurut Al Albani)

Dalam hadis yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Penghalang antara pandangan mata jin dan aurat anak Adam (manusia) adalah ketika seseorang hendak masuk ke kamar mandi hendaklah membaca Bismillah” (HR. Tirmidzi, shahih menurut Al Albani).

Demikianlah caranya. Sederhana, tidak perlu ritual khusus. Cukup dengan membaca bismillah, sebuah kalimat singkat yang merupakan inti dari penyerahan diri kita kepada Allah, menyandarkan segala perkara gaib kepada Allah dan meminta perlindungan hanya kepada Allah.

Hanya dengan membaca bismillah, saat itu kita akan terlindungi dari pandangan mata jin. Hanya dengan membaca bismillah, inilah cara singkat menutup penglihatan jin sehingga tak mampu lagi melihat kita.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Salawat dan salam teruntuk Rasulullah atas segala ajarannya yang mulia.[bersamadakwah]

INILAH MOZAIK

Khutbah Jumat Nikmat Memandang Wajah Allah di Surga

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ

Kaum muslimin jamaah shalat jumat rahimani wa rahimakumullahu yang senantiasa dirahmati oleh Allah ta’ala. Pada kesempatan hari yang penuh dengan berkah ini kembali khatib mengingatkan diri khatib sendiri dan juga para jamaah sekalian untuk senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala atas semua anugrah yang diberikan kepada kita semua. Berupa kesehatan, waktu luang, rizki serta kenikmatan terbesar berupa keimananan dan keislaman. Sehingga kita masih diperkenankan untuk mau dan mampu melaksanakan salah satu kewajiban yang Allah perintahkan kepada kita berupa shalat jumat berjamaah di masjid yang mulia ini.

Kenikmatan Allah ada dua ; nikmat Mutlaqah yaitu nikmat yang Allah berikan kepada seluruh makhluk di dunia, baik itu orang shalih, orang jahat bahkan orang kafir sekalipun. Tak terkecuali juga binatang. Semuanya diberikan rizki oleh Allah, diberikan kesehatan, diberikan sandang, papan, pangan, anak istri dan yang lainnya. Akan tetapi ada jenis kenikmatan yang khusus Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang dicintainya, dan tidak diberikan kepada orang selain mereka.

Kedua, yaitu nikmat muqayyadah, nikmat yang khusus berupa keimanan, keislaman dan nikmat bisa menghadiri shalat jumat di masjid yang mulia. Maka dari itu selayaknya kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas kenikmatan ini agar Allah senantiasa menambahkan nikmatnya kepada kita semua, Allah ta’ala berfirman :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
(QS Ibrahim : 7).

Kaum muslimin jamaah shalat jumat yang dirahmati oleh Allah ta’ala, mari kita sama-sama bermohon kepada Allah ta’ala agar hari jumat ini menjadi moment bagi kita untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah. Moment untuk bertaubat serta meninggalkan kemaksiatan yang selama ini kita lakukan. Dan moment untuk senantiasa berdoa memohon keistiqamahan di dalam beribadah kepada Allah, seorang penyair menyatakan :

خل الذنوب صغيرها وكبيرها ذاك التُقى
واعمل كماشي فوق أر ض الشوك يحذر ما يرى
لا تحقرن صغيرة إن الجبال من الحصى

“Tinggalkanlah dosa-dosa yang kecil maupun yang besar! itulah hakikat dari ketaqwaan.
Dan berlakulah engkau seperti orang yang berjalan di atas tanah berduri! maka ia akan berhati-hati.
Dan jangan meremehkan dosa kecil karena gunung yang besar berasal dari kerikil-kerikil yang kecil.”
(Majmu’ Fatawa : 9/1066)

Allah ta’ala menyatakan :

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”
(QS Al-Hijr : 99).

Kaum muslimin jamaah salat jumat yang senantiasa dirahmati oleh Allah ta’ala. Saat seorang hamba istiqamah melaksanakan ibadah kepada Allah ta’ala dengan penuh kesetiaan hinga ajal datang menjalang. Maka Allah ta’ala akan memberikan banyak sekali ganjaran serta pahala yang melimpah. Berupa jalan keluar dari berbagai masalah, Allah ta’ala menyatakan :

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”
(QS. At-Talaq: 2).

Disamping itu Allah ta’ala juga akan menganugrahkan syurga kepada orang-orang yang setia beribadah kepada Allah ta’ala. Allah berfirman :

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS An-Nahl 97)

Kaum muslimin jamaah shalat jumat yang dirahmati oleh Allah ta’ala, disamping semua keutamaan yang akan Allah ta’ala berikan. Allah juga akan memberikan anugrah yang tiada tara. Yang lebih besar dan lebih utama dari kenikmatan syurga. Allah ta’ala berfirman :

لِّلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ ٱلْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.”
(QS Yunus : 26).

Dan makna TAMBAHAN yang akan diberikan oleh Allah kepada ahli syurga adalah kenikmatan berupa memandang wajah Allah ta’ala. Sebagaimana hal ini disebutkan sendiri oleh Baginda Nabi besar Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu hadits beliau yang mulia :

عَنْ صُهَيْبٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ ، قَالَ : يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا ؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ ؟ قَالَ : فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ

“Dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)?
Maka mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka?
Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah Ta’ala”.
(HR Muslim : 181).

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيَّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛

Kaum muslimin jamaah shalat jumat yang senantiasa dirahmati oleh Allah ta’ala. Demikianlah anugrah besar yang akan Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang setia beribadah kepada Allah dalam suka maupun duka. Dalam keadaan kaya maupun miskin. Kenikmatan berupa memandang wajah Allah yang mulia ini pula menjadi satu prinsip diantara prinsip-prinsip agama. Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan tatkala menjelaskan prinsip-prinsip sunnah :

والإيمان بالرؤية يوم القيامة كما روي عن النبي -صلى الله عليه وسلم- من الأحاديث الصحاح

“Dan beriman kepada ru’yah (orang beriman melihat kepada Allah ta’ala) kelak di hari kiamat sebagaimana diriwayatkan dari nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih.”
(Ushulus Sunnah : 60)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تَضَامُّوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ

“Sesungguhnya kelak kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan. Kalian tidak akan berdesak-desakan di dalam melihat-Nya.”
(HR Bukhari : 7434, Muslim : 1432).

Kaum muslimin jamaah shalat jumat yang dirahmati oleh Allah ta’ala. Maka dari itu marilah kita senantiasa memohon keistiqamahan di dalam memurnaikan peribadahan kita kepada Allah ta’ala. Dan tak pernah bosan meminta kepada Allah agar kelak Allah berkenan menganugrahkan kenikmatan tersebut untuk kita. Diantara doa yang diajarkan oleh Nabi kita shalallahu ‘alaihi wa sallam berisi permohonan agar kita diberikan kelezatan memandang wajah Allah adalah :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ

“Ya Allah, Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di Surga), rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan.”
(HR An-Nasa’i : 3/54-55, Ahmad : 4/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih An-Nasai: 1/281).

Kaum muslimin jamaah shalat jumat yang senantiasa dirahmati oleh Allah ta’ala. Barangkali demikian saja khutbah yang bisa kami sampaikan pada kesempatan hari jumat yang mulia ini. Marilah kita tutup khutbah pada kesempatan siang hari ini dengan berdoa memohon kepada Allah ta’ala keistiqamahan, tambahan keimanan dan ketaqwaan.

Tak lupa kita juga berdoa memohonkan untuk saudara-saudara kita kaum muslimin yang sedang sakit agar segera diberikan kesembuhan. Dan saudara-saudara kita kaum muslimin di luar sana yang sampai hari ini belum diberikan hidayah serta kekuatan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخَوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Ya Allah perbaikilah keadaan kami dan keadaan kaum muslimin, Ya Allah hilangkanlah kesedihan… hilangkanlah penderitaan…, Ya Allah Hinakanlah mereka yang menghina Nabi-Mu, rendahkanlah mereka yang mencela syariat dan hukum-Mu yang mulia nan agung.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ وَآَخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

Disusun oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله
Jum’at, 20 Rabiul Awwal 1442 H/ 06 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Sudahkah Kita Melakukan Sholat dengan Baik dan Benar?

Sholat yang dilakukan secara baik dan benar akan cegah dari keji dan mungkar.

Tak ada alasan apa pun bagi kita hamba-Nya untuk meninggalkan sholat fardhu lima waktu. Dalam kondisi dan situasi apa pun, sholat wajib harus tetap dijalankan. 

Mari kita lihat di sekeliling kita, bagaimana sholat sudah tidak menjadi ibadah istimewa. Ia hanya pelengkap pekerjaan. Buktinya, setiap ada panggilan azan berkumandang, kita tetap tak bergeming, abai dan terus melanjutkan pekerjaan, baik di rumah maupun di kantor.

Fakta ini, memberikan sinyal bahwa sholat fardhu lima waktu belum menjadi kebutuhan laiknya makanan pokok. Jika tak dimakan maka ia akan lapar dan ujungnya sakit. 

Artinya, jika kita tak menjalankan sholat maka ujungnya pun akan sakit. Berupa hati yang keras, kata-kata yang kotor, dan perbuatan yang keji dan mungkar. Padahal, jelas disebutkan dalam Alquran bahwa sholat mampu mencegah perbuatan keji dan munkar. 

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. “(QS al-Ankabuut: 45).

Dari sinilah terlihat betul keajaiban sholat. Belum lagi kalau kita baca dalam Alquran surat al-Mu’minun ayat 1-11. Sungguh, sholat yang benar akan menjadi jaminan sukses seseorang. Karena itu, melalui tulisan ini saya mengajak kepada seluruh umat Islam untuk menegakkan sholat. Tidak sekadar menjalankan, tapi mendirikan sholat fardhu lima waktu.

Apa maknanya? Pertama, kalau sholat dipahami sebagai kegiatan rutin, sholat kita tidak akan berbekas. Terasa biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Dengan bahasa lain, sholatnya sekadar ibadah penggugur kewajiban semata. Akibatnya, sholat dilakukan, maksiat pun terus berjalan. Ini fenomena yang sering kita lihat di sekitar kita.

Kedua, sholat berjamaah harus menjadi kekuatan umat. Barisan sholat yang lurus dan rapat memberikan pesan bahwa umat tidak boleh bercerai-berai, harus terus bersatu, satu sama lainnya.

Cara paling mudah agar umat bisa bersatu adalah kesediaan untuk saling mengalah satu sama lainnya. Tidak merasa lebih hebat, lebih kaya, lebih berpengalaman dan lebih-lebih segalanya. Sulitnya umat Islam bersatu karena sholatnya hanya sebatas ibadah ritual dan gugur kewajiban.

Sudah saatnya kita mendirikan sholat yang benar. Zaman boleh berubah, tapi sholat jangan sampai ditinggalkan, apa pun dan bagaimana pun kondisinya. Kalau cara ini kita lakukan, keajaiban sholat bisa menjadi prasyarat keberhasilan seseorang dalam hidup dan kehidupan.

KHAZANAH REPUBLIKA



Kedudukan Shalat dalam Islam (Bag. 2)

Hukum meninggalkan shalat

Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa meninggalkan shalat secara sengaja termasuk dalam perbuatan dosa besar yang paling besar. Dosa bagi orang yang meninggalkannya itu lebih besar dari dosa membunuh dan merampas harta orang lain secara batil. Juga dosanya lebih besar dari zina, mencuri, dan minum khamr. Pelakunya juga berhak mendapatkan hukuman dan murka Allah Ta’ala, baik di dunia ataupun di akhirat.

Setelah itu, para ulama berbeda pendapat tentang apakah orang yang meninggalkan shalat itu kafir? Pendapat para ulama dalam masalah ini dan juga dalil-dalil masing-masing pendapat (apakah kafir ataukah tidak) telah dijelaskan secara detail dan panjang lebar di kitab-kitab para ulama. Sehingga akan menjadi tulisan yang sangat panjang jika disebutkan secara rinci satu per satu.  Akan tetapi, pendapat ulama yang mengatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat sama sekali didukung oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berikut beberapa rincian dalilnya.

Dalil-dalil dari Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ  ؛ إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ ؛ فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءلُونَ ؛ عَنِ الْمُجْرِمِينَ ؛ مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ؛ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ؛ ؛وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ ؛ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ ؛وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ ؛ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Kecuali golongan kanan. Berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.” (QS. Al-Muddatsir [74]: 38-47)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat termasuk dalam orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka saqar.

Allah Ta’ala berfirman,

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam [19]: 59)

Terdapat riwayat dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata tentang makna “ghayy”,

نهر في جهنم خبيث الطعم ، بعيد القعر

“Sungai di neraka jahannam dengan makanan yang buruk dan dasar yang dalam.“ (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsir-nya, 18: 218).

Betapa besar musibah orang yang mendapatinya dan betapa menyesalnya orang-orang yang memasuki nereka tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah [9]: 11)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengaitkan adanya persaudaraan dalam agama dengan perbuatan mendirikan shalat. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa jika tidak shalat, maka bukan termasuk saudara dalam agama (iman).

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّداً وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu, mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.” (QS. As-Sajdah [32]: 15)

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُوا لَا يَرْكَعُونَ ، وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِينَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Rukuklah, niscaya mereka tidak mau rukuk. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (QS. Al-Mursalat [77]: 48-49)

Allah Ta’ala menyebutkan ayat tersebut setelah sebelumnya berfirman,

كُلُوا وَتَمَتَّعُوا قَلِيلاً إِنَّكُم مُّجْرِمُونَ

“(Dikatakan kepada orang-orang kafir), “Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-Mursalat [77]: 46)

Hal ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu adalah para pendosa (mujrim) yang berhak untuk mendapatkan hukuman yang pedih ketika mereka nanti bertemu Allah Ta’ala.

Dalil-dalil dari As-Sunnah

Dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

“Sungguh, yang memisahkan antara seorang laki-laki dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)

Dari sahabat ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Siapa saja yang meninggalkan shalat, sungguh dia telah kafir.” (HR. Ahmad no. 22937, At-Tirmidzi no. 2621, An-Nasa’i no. 463, Ibnu Majah no. 1079. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 4143)

Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang shalat dan bersabda,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

“Siapa saja yang menjaga ibadah shalat, maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Dan siapa saja yang tidak menjaga ibadah shalat, maka dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Dan pada hari kiamat, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad no. 6576 dan Ibnu Hibban no. 1467. Syaikh Ibnu Baaz berkata dalam Majmu’ Fataawa (10: 278): “Sanadnya hasan.”)

Di sini terdapat catatan yang sangat bagus, yaitu bahwa orang yang meninggalkan shalat itu bisa jadi disibukkan dengan harta, kekuasaan, jabatan, atau perdagangannya. Siapa saja yang disibukkan dengan harta, maka dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun. Siapa saja yang disibukkan dengan kekuasaan atau kerajaan, maka dia akan dikumpulkan bersama dengan Fir’aun. Siapa saja yang disibukkan dengan jabatan, maka dia akan dikumpulkan bersama dengan Haman. Siapa saja yang disibukkan dengan perdagangan, maka dia akan dikumpulkan bersama dengan Ubay bin Khalaf.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

فَإِنَّ مَنْ تَرَكَ صَلَاةً مَكْتُوبَةً مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللَّهِ

“Siapa saja yang meninggalkan shalat wajib secara sengaja, dia telah terlepas dari tanggung jawab Allah.” (HR. Ahmad no. 22075. Syaikh Albani mengatakan dalam Shahih At-Targhib [no. 579], “Hasan lighairihi”)

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ

“Barangsiapa shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita, dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang muslim, dia memiliki perlindungan dari Allah dan rasul-Nya. Maka janganlah kalian mendurhakai Allah dengan mencederai perlindungan-Nya.” (HR. Bukhari no. 391)

Dari sahabat Mihjan Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Beliau bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah majelis. Kemudian iqamat shalat dikumandangkan. Rasulullah kemudian berdiri untuk shalat. Kemudian Rasulullah mendatangi Mihjan yang saat itu masih berada di majelis tersebut. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya,

مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ النَّاسِ، أَلَسْتَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ؟

“Apa yang mencegahmu shalat? Bukankah Engkau seorang muslim?”

Mihjan berkata,

بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، وَلَكِنِّي كُنْتُ قَدْ صَلَّيْتُ فِي أَهْلِي

“Iya, akan tetapi aku sudah shalat di rumah bersama keluargaku.”

Rasulullah berkata kepadanya,

إِذَا جِئْتَ فَصَلِّ مَعَ النَّاسِ وَإِنْ كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ

“Jika Engkau datang, shalatlah bersama jamaah, meskipun Engkau sudah shalat.” (HR. Ahmad dalam Musnad no. 16395; Al-Muwaththa’ no. 8; Sunan An-Nasa’i no. 857; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1337)

Dalil-dalil dari perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum

Dari sahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu,

لا إسلام لمن ترك الصلاة

“Tidak ada bagian dari shalat bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Beliau radhiyallahu ‘anhu juga berkata,

لا حظ في الإسلام لمن ترك الصلاة

“Tidak ada Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” [1]

Dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ غَدًا مُسْلِمًا، فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ، فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى، وَإِنَّهُنَّ مَنْ سُنَنَ الْهُدَى، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ، لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ، وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ، إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً، وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً، وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ، وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

“Siapa saja berkehendak menjumpai Allah besok sebagai seorang muslim, hendaklah dia menjaga semua shalat yang ada, di mana pun dia mendengar panggilan shalat itu. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk. Dan sesungguhnya semua shalat adalah di antara sunnah-sunnah petunjuk itu. Kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang tidak hadir di masjid (shalat di rumah), berarti kalian telah tinggalkan sunnah Nabi kalian. Sekiranya kalian tinggalkan sunnah Nabi kalian, sungguh kalian akan sesat.

Tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian dia menuju salah satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya, dan dengannya Allah mengangkat derajatnya, dan menghapus kesalahan karenanya. Menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat jamaah, melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen). Sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah di antara dua orang hingga diberdirikan si shaff (barisan) shalat yang ada.” (HR. Muslim no. 654)

Jika demikian kondisi orang yang tidak menghadiri shalat secara berjamaah, yaitu dinilai oleh para sahabat sebagai orang munafik tulen, lalu bagaimana lagi dengan orang yang meninggalkan shalat? Kami memohon keselamatan kepada Allah Ta’ala.

Sesungguhnya timbangan shalat dalam agama itu sangat besar, demikian pula kedudukannya yang sangat tinggi. Allah Ta’ala telah mewajibkan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa perantara dari atas langit yang tujuh ketika peristiwa mi’raj.

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan kerasnya hukuman bagi orang yang meninggalkan shalat. Namun demikian, shalat ini telah banyak diremehkan dan dianggap enteng oleh mayoritas manusia. Sebagian mereka tidaklah terlihat di masjid sama sekali untuk shalat berjamaah, meskipun dia tinggal sebagai tetangga masjid. Dia keluar dari rumahnya dalam rangka bekerja mencari penghidupan duniawi, namun dia tidak mau keluar rumah dalam rangka menunaikan shalat berjamaah di masjid. Padahal dia mendengar panggilan adzan lima kali sehari semalam. Dia pun mengatakan, “Kami mendengar dan tidak mau taat.”

Yang lebih mengherankan lagi adalah ada seseorang yang tinggal bersama dengan laki-laki kerabatnya. Dia shalat berjamaah di masjid, namun tidak mau mengingkari kerabatnya yang hanya shalat di rumah. Bahkan dia biarkan kerabatnya shalat di rumah tanpa melihat bahwa kerabatnya itu telah melakukan kemungkaran. Dia tetap makan, minum, dan duduk bersama kerabatnya itu. Lalu di manakah kecemburuan dalam agama? Di manakah amar ma’ruf nahi mungkar? Kecuali bagi mereka yang masih menginginkan perbaikan.

Sebagian di antara mereka meremehkan syarat-syarat, rukun-rukun, dan wajib shalat, sehingga tidak menunaikan sebagaimana mestinya …

Sebagian di antara mereka meremehkan shalat secara berjamaah, dan ini adalah perbuatan orang-orang munafik …

Kewajiban kita adalah menjaga amal ketaatan dan ibadah yang agung ini, yang merupakan rukun Islam paling agung setelah mengikrarkan dua kalimat syahadat. Dan kita memperingatkan dengan peringatan yang paling keras dari jalan orang-orang mujrim (yang berbuat dosa), yang apabila dikatakan kepada mereka, “Rukuklah kalian:, mereka pun tidak mau ruku’ …

Namun demikian, hendaklah seseorang waspada dari sikap membanggakan diri sendiri, dan merasa ujub dari amalnya. Kemudian dia lupa mengagungkan Allah Ta’ala yang telah memberinya petunjuk dan pertolongan sehingga dapat beribadah kepada-Nya.

Dari Khalid bin ‘Umair Al-‘Adawi, beliau berkata,

خَطَبَنَا عُتْبَةُ بْنُ غَزْوَانَ، فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الدُّنْيَا قَدْ آذَنَتْ بِصَرْمٍ وَوَلَّتْ حَذَّاءَ، وَلَمْ يَبْقَ مِنْهَا إِلَّا صُبَابَةٌ كَصُبَابَةِ الْإِنَاءِ، يَتَصَابُّهَا صَاحِبُهَا، وَإِنَّكُمْ مُنْتَقِلُونَ مِنْهَا إِلَى دَارٍ لَا زَوَالَ لَهَا، فَانْتَقِلُوا بِخَيْرِ مَا بِحَضْرَتِكُمْ، فَإِنَّهُ قَدْ ذُكِرَ لَنَا أَنَّ الْحَجَرَ يُلْقَى مِنْ شَفَةِ جَهَنَّمَ، فَيَهْوِي فِيهَا سَبْعِينَ عَامًا، لَا يُدْرِكُ لَهَا قَعْرًا، وَوَاللهِ لَتُمْلَأَنَّ، أَفَعَجِبْتُمْ؟

وَلَقَدْ ذُكِرَ لَنَا أَنَّ مَا بَيْنَ مِصْرَاعَيْنِ مِنْ مَصَارِيعِ الْجَنَّةِ مَسِيرَةُ أَرْبَعِينَ سَنَةً، وَلَيَأْتِيَنَّ عَلَيْهَا يَوْمٌ وَهُوَ كَظِيظٌ مِنَ الزِّحَامِ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنِي سَابِعَ سَبْعَةٍ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا لَنَا طَعَامٌ إِلَّا وَرَقُ الشَّجَرِ، حَتَّى قَرِحَتْ أَشْدَاقُنَا، فَالْتَقَطْتُ بُرْدَةً فَشَقَقْتُهَا بَيْنِي وَبَيْنَ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ، فَاتَّزَرْتُ بِنِصْفِهَا وَاتَّزَرَ سَعْدٌ بِنِصْفِهَا، فَمَا أَصْبَحَ الْيَوْمَ مِنَّا أَحَدٌ إِلَّا أَصْبَحَ أَمِيرًا عَلَى مِصْرٍ مِنَ الْأَمْصَارِ، وَإِنِّي أَعُوذُ بِاللهِ أَنْ أَكُونَ فِي نَفْسِي عَظِيمًا، وَعِنْدَ اللهِ صَغِيرًا، وَإِنَّهَا لَمْ تَكُنْ نُبُوَّةٌ قَطُّ إِلَّا تَنَاسَخَتْ، حَتَّى يَكُونَ آخِرُ عَاقِبَتِهَا مُلْكًا، فَسَتَخْبُرُونَ وَتُجَرِّبُونَ الْأُمَرَاءَ بَعْدَنَا

“Utbah bin Ghazwan berkhutbah, ia memuja dan memuji Allah, setelah itu berkata, “Amma ba’du. Sesungguhnya dunia telah memberitahukan akan lenyap dan tidak ada yang tersisa selain seperti sisa air minum di bejana yang diminum oleh pemiliknya. Sesungguhnya kalian akan berpindah meninggalkannya menuju negeri yang tidak akan lenyap. Karena itu pindahlah dengan membawa sesuatu yang terbaik yang ada di hadapan kalian, karena telah disebutkan pada kami bahwa sebuah batu dilemparkan dari tepi neraka jahanam lalu jatuh ke dasarnya selama tujuh puluh tahun, namun belum juga mengenai dasarnya. Demi Allah, neraka jahanam itu akan dipenuhi. Apakah kalian heran?

Dan telah disebutkan kepada kami bahwa dua daun pintu di antara sekian pintu surga (seluas) perjalanan empat puluh tahun, suatu hari nanti pintu itu akan penuh sesak. Aku pernah melihat diriku sebagai orang ketujuh dari tujuh orang yang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami tidak memiliki makanan apa pun selain daun pepohonan hingga sudut mulut kami terluka. Aku mengambil selimut lalu aku belah dua, untukku dan Sa’ad bin Malik. Separuhnya aku kenakan sarung dan separuhnya lagi dikenakan Sa’ad. Kini, setiap orang dari kami telah menjadi pemimpin salah satu wilayah dan sesungguhnya aku berlindung kepada Allah menjadi orang besar sementara di sisi Allah kecil. Sesungguhnya tidak ada satu kenabian pun melainkan berseling-seling hingga akhirnya menjadi kerajaan. Kalian akan mengalaminya dan merasakan menjadi para pemimpin setelah kami.” (HR. Muslim no. 2967)

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

 Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Riwayat ini telah disebutkan sebelumnya.

[2] Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat hal. 23-30, karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al-Imam Muslim, Madinah KSA.