Ramadhan Momentum Tepat untuk Taubat

Selain dikenal sebagai syahrul shiyamsyahrul shabrsyahrul Quran, dan syahrul jihad, Ramadhan juga dikenal sebagai syahrut taubah. Disebut sebagai syahrut taubah karena Ramadhan memang momentum yang tepat untuk bertaubat.

Sebaik-baik taubat adalah taubat yang segera, tanpa menunggu dan menunda-nunda. Maka terkumpullah dua keutamaan jika kita bertaubat saat ini: keutamaan karena Ramadhannya, dan keutamaan karena menyegerakan taubat.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ

Dan bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu … (QS. Ali Imran : 133)

Allah Gembira Saat Hamba-Nya Bertaubat

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru kita dengan ayat di atas untuk menyegerakan taubat. Juga dalam ayat yang lainnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha. (QS. At-Tahrim : 8)

Allah menyeru hamba-Nya untuk bersegera bertaubat karena Dia menghendaki hamba-Nya mendapatkan ampunan dan surga.

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ

Dan Allah menyeru kalian kepada surga dan ampunan dengan izin-Nya. (QS. Al-Baqarah : 221)

Allah sangat sayang kepada hamba-Nya. Dibukakan pintu taubat. Diserunya kita menuju ampunan dan surga-Nya. Allah sangat gembira saat hamba-Nya bertaubat. Kegembiraan Allah bahkan lebih besar daripada seorang musafir yang menemukan kembali untanya setelah hilang di gurun sahara berikut segala perbekalan yang ada padanya.

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ.  أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat kepada-Nya daripada seseorang yang menunggang untanya di tengah gurun sahara yang sangat tandus. Lalu unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya. Ia putus harapan untuk mendapatkannya kembali. Kemudian dia menghampiri sebatang pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa mendapatkan unta tunggangannya tersebut.

Ketika dia dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia mendapati untanya telah berdiri di hadapannya. Lalu segera ia menarik tali kekang unta itu sambil berucap dalam keadaan sangat gembira: Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu.” Dia salah mengucapkan karena sangat gembira. (HR. Muslim)

Apapun Dosa Kita, Bertaubatlah

Ada dua titik ekstrim bagi orang yang berdosa. Ekstrim pertama adalah mereka yang merasa dosanya terlalu besar hingga putus asa dari ampunan Allah. Maka, ia pun tidak kunjung bertaubat karena kekhawatiran taubatnya tidak diterima.

Ekstrim kedua adalah mereka yang merasa dosa-dosanya mudah terhapus. Merasa dosa-dosanya hanya dosa kecil. Sehingga membuatnya berlarut-larut dalam dosa demi dosa. Kalaupun bertaubat, ia hanya melakukan taubat sambal. Sekarang berhenti, besok kembali mengulangi. Tak pernah sungguh-sungguh melakukan taubat nasuha.

Untuk ekstrim pertama, lihatlah bagaimana seorang yang telah membunuh 99 nyawa. Saat ia bertanya kepada seorang ahli ibadah apakah ada kesempatan bertaubat, ternyata dijawab tidak bisa. Lalu ia pun dibunuh sebagai orang ke-100 yang mati di tangannya.

Niatnya bertaubat tidak berhenti. Ketika bertemu seorang alim, ia pun mengajukan pertanyaan serupa. Oleh sang alim ini dijawab kalau dosanya bisa diampuni. Dan sebagai upaya taubat nasuha, ia dianjurkan hijrah ke suatu daerah yang kondusif bagi taubatnya.

Di tengah jalan, ia meninggal. Hingga berdebatlah malaikat rahmat dan malaikat azab, orang ini menjadi urusan siapa. Lalu datanglah malaikat lain yang diutus Allah untuk menyelesaikan perselisihan itu. “Ukurlah jarak kedua tempat tersebut. Mana yang jaraknya lebih dekat, apakah tempat maksiat atau tempat hijrahnya, maka ia yang berhak atas orang ini.”

Ketika diukur jaraknya, ternyata ia lebih dekat ke tujuan hijrah. Hingga ruhnya pun menjadi urusan malaikat rahmat. Dalam riwayat lain disebutkan, Allah memendekkan jarak laki-laki itu dengan tujuan hijrah.

Contoh lain dialami oleh seorang wanita dari Juhanah. Ia mengaku telah berzina dan kini ia hamil. Wanita itu bertaubat dan meminta ditegakkan hudud (rajam) atasnya. Rasulullah menyuruh wanita itu kembali untuk menjaga kandungannya sampai bayinya lahir. Setelah berselang beberapa lama dan bayinya telah lahir, wanita itu datang lagi meminta dirajam. Akhirnya ia dirajam. Rasulullah menshalatkan jenazahnya.

“Ya Rasulullah, engkau menshalatinya padahal ia telah berbuat zina?” tanya Umar bin Khatab meminta penjelasan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ تَعَالَى

Sungguh dia telah bertaubat. Seandainya taubatnya dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, taubat itu pasti mencukupinya. Apakah kamu menjumpai seseorang yang lebih utama daripada seorang yang mengorbankan dirinya untuk Allah Ta’ala? (HR. Muslim)

Pembagian Dosa

Imam Al-Ghazali di dalam Ihya’ Ulumuddin menyebutkan sifat-sifat pembangkit dosa yang kemudian diringkas oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin. Menurut beliau, sifat pembangkit dosa dibagi menjadi empat:

1. Sifat rububiyah (ketuhanan). Dari sini muncul takabur, membanggakan diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari popularitas, dan lain sebagainya. Ini termasuk dosa-dosa yang merusak, sekalipun banyak orang yang melalaikannya dan menganggap bukan dosa

2. Sifat syaithaniyah (kesetanan). Dari sini muncul kedengkian, kesewenang-wenangan, mnipu, berdusta, makar, kemunafikan, menyuruh pada kerusakan, dan lain-lain.

3. Sifat-sifat bahamiyah (kebinatangan). Dari sini muncul kejahatan, memenuhi nafsu perut dan syahwat kemaluan, zina, homoseks, mencuri, dan lain-lain

4. Sifat sabu’iyah (kebuasan). Dari sini muncul amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, dan lain-lain.

Di antara empat sifat itu, penjenjangannya bermula dari bahamiyah. Bahamiyah yang dominan lalu diikuti oleh sabu’iyah, kemudian syaithaniyah dan rububiyah.

Dari keempat jenis itu, menurut sasarannya, dosa dibagi menjadi dua, yakni dosa yang berkaitan dengan hak Allah dan dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah ada yang diampuni dan ada yang tidak diampuni. Yang tidak diampuni adalah dosa syirik, sementara dosa yang lain akan diampuni oleh Allah, jika Dia Menghendaki. Sedangkan dosa kepada sesama manusia akan diampuni oleh Allah jika hak itu telah dihalalkan atau ditegakkan qishah atasnya di akhirat nanti.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الظلم ثلاثة فظلم لا يتركه الله وظلم يغفر وظلم لا يغفر فأما الظلم الذي لا يغفر فالشرك لا يغفره الله وأما الظلم الذي يغفر فظلم العبد فيما بينه وبين ربه وأما الظلم الذي لا يترك فظلم العباد فيقتص الله بعضهم من بعض

Kezaliman itu ada tiga: kezaliman yang Allah tidak meninggalkannya, kezaliman yang mendapat ampunan, dan kezaliman yang tidak mendapat ampunan. Kezaliman yang tidak mendapat ampunan adalah syirik, maka Allah takkan mengampuninya. Kezaliman yang mendapat ampunan adalah kezaliman antara hamba kepada Rabb-nya. Sedangkan kezaliman yang tidak akan ditinggalkan/dibiarkan Allah adalah kezaliman antar manusia, maka Allah akan memberi qashah sebagian atas sebagian lainnya. (HR. Thayalisi, dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah)

Yang paling umum, biasanya dosa dibagi menjadi dua: dosa besar dan dosa kecil. Jika kita telusuri hadits, dosa besar yang biasa disebutkan adalah syirik, sihir, riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang baik sebagai pezina. Tujuh jenis dosa besar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar, sedangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan pula perkataan atau kesaksian palsu.

Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin menyebutkan pendapat Abu Thalib Al-Makki yang merinci dosa besar menjadi 17 jenis. Empat jenis di hati: syirik, fasiq, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari tipudaya-Nya. Empat jenis di lidah: kesaksian palsu, menuduh wanita mukminah, sumpah palsu, dan sihir. Tiga di perut: minum khamr, memakan harta yatim, dan riba. Dua di kemaluan: zina dan homoseks. Satu di kaki: lari dari medan perang. Dan satu di seluruh badan: durhaka pada orang tua.

Imam Adz Dzahabi menulis kitab Al Kabair. Dosa-dosa besar. Dalam kitab itu dijelaskan ada 70 dosa besar.

Jangan Remehkan Dosa Kecil

Seringkali kita terjebak pada sikap meremehkan dosa kecil. Saat kita ghibah, bercanda yang sudah masuk kategori rafats (porno), bahkan bergaul dengan lawan jenis yang tidak islami, kita beralasan “itu kan dosa kecil, tidak apa-apa”.

Padahal orang yang meremehkan dosa ia tidak sadar sedang berhadapan dengan siapa. Siapakah yang ia maksiati? Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Besar dan Maha Keras adzab-Nya. Juga, tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.

لا صغيرة مع الإصرار

Tidak ada dosa kecil selagi terus dikerjakan (HR. Dailami)

Ibarat sebuah bintik noda, dosa kecil pun akan mengotori hati. Semakin banyak dosa semakin banyak pula noda di hati.

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ

Sesungguhnya, apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka muncul bintik hitam dalam kalbunya. Kemudian jika ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun, maka hatinya bersih. Dan jika dosa-dosanya bertambah, bintik hitam itupun bertambah (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, “hasan”)

Mari Taubat Sebelum Terlambat

Marilah kita sambut seruan Allah untuk bertaubat sebelum kita terlambat. Kini Allah menganugerahkan momentum yang luar biasa kepada kita untuk menjalani taubatan nasuha.

Ramadhan yang sangat kondusif dengan amal shalih dan minim pengaruh negatif dibandingkan bulan lainnya, adalah kesempatan berharga yang belum tentu datang lagi kepada kita. Bukankah kita tidak pernah bisa menjamin bahwa kita akan tetap hidup sampai Ramadhan berikutnya jika kita menunda taubat saat ini? Lihatlah betapa banyak orang yang Ramadhan lalu masih ada, kini sudah tiada. Bahkan ketika terjadi pandemi covid-19 seperti ini, betapa banyak orang yang kemudian meninggal setelah terjangkit virus corona.

Marilah kita sambut seruan Allah untuk bertaubat sebelum kita terlambat. Dan bukankah pintu taubat akan ditutup saat kita mengalami sakaratul maut?

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi ia belum sekarat. (HR. Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Abu Ya’la)

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat maksiat di siang hari bertaubat, dan Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat maksiat di malam hari bertaubat. (Demikian itu tetap terjadi) sampai matahari terbit dari barat. (HR. Muslim)

Syarat Taubat

Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin memaparkan syarat bertaubat secara singkat dalam tiga langkah. Pertama, berhenti dari dosa yang dilakukan. Kedua, menyesali dosa yang telah dilakukan. Dan ketiga, bertekad untuk tidak mengulangi dosa itu. Ini jika bertaubat terhadap dosa yang berkaitan dengan hak Allah.

Sedangkan jika dosa berkaitan dengan hak manusia, maka syarat taubat ditambah satu lagi, yaitu membebaskan diri dari hak manusia tersebut. Pembebasan ini tentu dengan penghalalan dari yang terzalimi atau mendapat keikhlasan darinya.

Maka orang yang minum khamr dalam kesendirian misalnya, untuk bertaubat cukup ia berhenti minum khamr, menyesalinya, dan tidak mengulanginya. Namun jika seseorang mencuri harta orang lain, selain tiga langkah tersebut ia harus mendapat maaf dari orang yang dicuri dengan mengembalikan hartanya atau mendapatkan kehalalan darinya.

Semoga Ramadhan yang juga dinamakan syahrut taubah ini kita manfaatkan bersama sebagai momentum taubatan nasuha. Dan karenanya Allah menganugerahkan ampunan dan surga-Nya kepada kita. Allaahumma aamiin. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH

Doa Nabi Muhammad untuk Umatnya di Waktu Pagi

RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa:

“Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu paginya. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Marilah kita memperhatikan doa Nabi untuk umatnya, bahwa beliau mendoakan keberkahan bagi umatnya, di pagi harinya.

Waktu pagi adalah waktu yang penuh dengan berkah, terlebih jika dimanfaatkan untuk hal-hal dan aktifitas yang bermanfaat.

Tentunya bagi orang-orang yang melaksanakan salat subuh berjamaah dan tidak tidur lagi dia akan mendapatkan keberkahan dari Allah Taala. Karena didoakan oleh Rasulullah.

Namun tidak sedikit di antara manusia yang melalui waktu paginya dengan tidur terlelap, tidak bangun dari tidurnya kecuali setelah matahari meninggi.

Atau ada juga yang menghabiskan waktu paginya dengan bermalas-malasan, sehingga diapun jatuh dalam pelukan selimut dan guling, yang pada akhirnya dia terseret ke dunia lain dalam mimpi dan khayalan.

Sebaiknya kita isi waktu pagi dengan aktifitas yang bernilai ibadah dengan mengharapkan pahala di sisi Allah Taala, dengan itu kitapun mendapatkan doa Rasulullah berupa keberkahan di waktu pagi.

Ya Allah berkahilah kehidupan kami di dunia ini. Aamiin.

[Ust. Fuad Hamzah Baraba LC]

INILAH MOZAIK

Semula Masjid Nabawi tak Ada Menara, Lantas Siapa yang Buat?

Sebagai bagian dari simbol peradaban, menara dibangun umat Islam lantaran memiliki fungsi yang amat penting, yakni sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan. Sesuai dengan kondisi geografis dan situasi pada zamannya, selain sebagai tempat untuk adzan, beberapa menara yang dibangun juga berfungsi mercusuar atau menara pengintai.

Fungsi tambahan minaret itu biasanya terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau tepi sungai. Menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, juga befungsi sebagai sarana pertahanan, karena amat mirip sebuah markas militer. Di era modern, menara tak dijadikan tempat untuk azan, namun lebih sebagai tempat untuk meletakkan alat pengeras suara.

Lantas sejak kapan sebenarnya umat Islam melengkapi bangunan masjid dengan menara? Menurut sarjana Inggris terkemuka yang mengkaji arsitektur Islam, KAC Creswell, masjid Quba yang dibangun Rasulullah SAW di Madinah tak dilengkapi dengan menara. `’Pada saat Nabi Muhammad belum dikenal menara,” ungkap Creswell.

Pada era kepemimpinan Khulafa’ Ar Rasyiddin pun, papar Creswell, bangunan masjid belum dilengkapi dengan menara. Semasa Rasulullah SAW hidup, agar gema azan bisa terdengar sampai jauh, maka sahabat yang biasa menjadi muadzin naik ke atap rumah Nabi. Creswell memaparkan, jejak menara di dunia Islam pertama kali ditemukan di Damaskus mulai 673 M.

“Menara pertama kali berdiri di samping masjid 41 tahun setelah Nabi Muhammad SAW tutup usia,” tutur Creswell. Meski begitu, beberapa sarjana mengungkapkan, di rumah Abdullah Ibnu Umar berdiri sebuah tiang. Dari atas tiang itu adzan dikumandangkan adzan sehingga bisa terdengar sampai jauh. Konon, tiang itu masih berdiri hingga abad ke-10 Hijriyah.

Sekitar 703 M atau 91 H, Umar ibnu Abdul ِِAziz juga telah membangun empat menara di setiap sudut Masjid Nabi. Setiap menara tingginya mencapai sembilan meter. Melalui menara itu, muadzin bisa mengumandangkan panggilan shalat.

Sementara itu, Ensklopedia Britanicca menyebutkan, menara masjid tertua di dunia terdapat di Kairouan, Tunisia yang dibangun antara tahun 724 M hingga 727 M.

IHRAM

Tips Melawan Kemalasan Beribadah

SERINGKALI datang rasa malas dalam benak kita untuk melakukan amal ketaatan yang sebenarnya ringan, itulah lihainya setan dalam menggoda manusia.

Di antara tips untuk melawan kemalasan ini adalah dengan MENYEDERHANAKAN sebuah amalan, yakni menyadarkan diri bahwa amalan itu sangat ringan dan sederhana, hanya butuh LIMA MENIT saja.

Ketika Anda malas salat sunah 2 rakaat sebelum atau sesudah salat wajib, maka katakan pada diri Anda dan lihatlah jam, “Hanya butuh kurang dari lima menit, masa pelit beramal untuk diri sendiri?!”

Ketika Anda malas membaca Quran, maka katakan pada diri Anda, “Cobalah membaca Quran, lima menit saja, pahala untuk selamanya.”

Ketika Anda malas untuk membaca zikir-zikir setelah salat fardu, katakan pada diri Anda, “Tidak maukah berzikir meski hanya lima menit? Bukankah telah banyak waktu yang terbuang tanpa pahala?”

Selamat mencoba tips ini, dan ikutilah gerakan jam untuk membuktikannya bila diinginkan dan dimungkinkan, insyaAllah akan banyak amal ibadah yang bisa Anda lakukan.

[Ustaz Musyaffa’ Ad Dariny, MA]

INILAH MOZAIK

Cek Fakta: Suara Keras Akan Muncul 15 Ramadhan pada Malam Jumat?

Akhir-akhir ini, banyak pertanyaan seputar hadist tentang suara keras di pertengahan Ramadan karena pertengahan Ramadan tahun ini bertepatan dengan hari Jumat, suara yang muncul tersebut katanya sebagai tanda huru-hara akhir zaman. Teks panjang yang diklaim sebagai hadis Nabi itu berbunyi sebagai berikut.

Nu’aim bin Hammad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahi’ah, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا كَانَتْ صَيْحَةٌ فِي رَمَضَانَ فَإِنَّهُ يَكُونُ مَعْمَعَةٌ فِي شَوَّالٍ، وَتَمْيِيزُ الْقَبَائِلِ فِي ذِيِ الْقَعْدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِي ذِيِ الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ، وَمَا الْمُحَرَّمُ» ، يَقُولُهَا ثَلَاثًا، «هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ، يُقْتَلُ النَّاسُ فِيهَا هَرْجًا هَرْجًا» قَالَ: قُلْنَا: وَمَا الصَّيْحَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: ” هَدَّةٌ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ جُمُعَةٍ، فَتَكُونُ هَدَّةٌ تُوقِظُ النَّائِمَ، وَتُقْعِدُ الْقَائِمَ، وَتُخْرِجُ الْعَوَاتِقَ مِنْ خُدُورِهِنَّ، فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ، فِي سَنَةٍ كَثِيرَةِ الزَّلَازِلِ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَادْخُلُوا بُيُوتَكُمْ، وَاغْلِقُوا أَبْوَابَكُمْ، وَسُدُّوا كُوَاكُمْ، وَدِثِّرُوا أَنْفُسَكُمْ، وَسُدُّوا آذَانَكُمْ، فَإِذَا حَسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخِرُّوا لِلَّهِ سُجَّدًا، وَقُولُوا: سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، رَبُّنَا الْقُدُّوسُ، فَإِنَّ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ هَلَكَ

“Bila telah muncul suara di bulan Ramadan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antarsuku) di bulan Dzulqa’dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzulhijjah dan Muharram.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. “Mustahil, mustahil, manusia dibunuh ketika itu, banyak terjadi kekacauan.”

Kami bertanya: “Suara apakah, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara keras di pertengahan bulan Ramadan, pada malam Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, dan para gadis keluar dari pingitannya pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat Shubuh pada hari Jumat, masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, selimutilah diri kalian, dan sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: “Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus”. Barang siapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat. Akan tetapi, barang siapa yang tidak melakukannya, niscaya ia akan binasa”.

(Hadist ini diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammad di dalam kitab Al-Fitan 1:228, no.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, no. 39627).

Ini hadits palsu

Perlu disampaikan bahwa hadist tersebut derajatnya palsu (maudhu’), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa perawi hadis yang dicap sebagai pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadis. Para perawi tersebut antara lain:

  1. Nu’aim bin Hammad, dia seorang perawi yang dha’if (lemah),
  2. Ibnu Lahi’ah (Abdullah bin Lahi’ah), dia seorang perawi yang dha’if (lemah), karena mengalami kekacauan dalam hafalannya setelah kitab-kitab hadistnya terbakar.
  3. Abdul Wahhab bin Husain, dia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal).
  4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dia seorang perawi yang dha’if (lemah dalam periwayatan hadist) sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Hibban, dan An-Nasa’i.
  5. Al-Harits bin Abdullah Al-A’war Al-Hamdani, dia seorang perawi pendusta, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Asy-Sya’bi, Abu Hatim, dan Ibnu Al-Madini.

Penilaian para ulama mengenai hadits ini

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam Al-Manar Al-Munif (hlm. 98) tentang hadits-hadits yang tidak sahihyang membicarakan kejadian masa depan seperti hadits akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, dan para gadis keluar dari pingitannya, akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, perang antarsuku akan terjadi di bulan Dzulqa’dah, lalu di bulan Dzulhijjah terjadi pertumpahan darah. Dalam hadits disebutkan bahwa ada suara keras pada bulan Ramadhan pada malam Jumat pertengahan Ramadhan.

Mufti kerajaan Saudi Arabia pada masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menyatakan, “Hadits ini tidak sahih. Hadits ini adalah hadits yang batil dan berisi kedustaan. Padahal bertahun-tahun kita sudah melewati malam Jumat pada pertengahan Ramadhan, namun kejadian itu tidak ada, segala puji bagi Allah. Kaum muslimin yang mengetahui hal ini tidak boleh melariskan hadits batil semacam itu, bahkan wajib mengingatkan kebatilan hadits tersebut. Kita ketahui bersama bahwa wajib bagi setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah pada setiap waktu dan hendaklah memperingatkan terkait larangan Allah sampai sempurna ajalnya. Sebagaimana Allah mengingatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ayat,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99). Maksud al-yaqin dalam ayat ini adalah al-maut (kematian).

Begitu juga Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Mu’adz,

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:339-341)

Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan dalam bab khusus “Bab: nampaknya tanda-tanda kuasa Allah dalam beberapa bulan, “Hadist ini dipalsukan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Mawdhu’aat, 3:191).

Jangan percaya pada tukang ramal, walau dia berlabel ustadz

Sebenarnya, kalau mau mengingat kembali Ramadan tahun 2012 dulu, di mana pertengahan Ramadan atau 15 Ramadan 1433 Hijriahnya juga bertepatan dengan hari Jumat, bahkan ada ramalan akhir dunia akan terjadi pada bulan Desember tahun tersebut. Coba lihat, apakah ramalan tersebut terbukti?!

Akhir kata, kami nasihatkan agar tidak mudah menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya. Apalagi yang mengatasnamakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena menyebarkan kedustaan atas nama beliau, memiliki ancaman yang berat.

Dari Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barang siapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, no. 1291 dan Muslim, no. 4).

Semoga jadi ilmu yang bermanfaat dan tidak ada lagi penyebaran hadits palsu di tengah-tengah kaum muslimin Indonesia.

Referensi utama:

https://islamqa.info/ar/answers/132280/حديث-النفخة-في-اليوم-الخامس-عشر-من-رمضان-اذا-صادف-يوم-جمعة


Malam Kamis, 6 Mei 2020, 14 Ramadhan 1441 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24283-cek-fakta-suara-keras-akan-muncul-15-ramadhan-pada-malam-jumat.html

Ayat-Ayat Shiyam (Bag. 4)

Baca pembahasan sebelumnya Ayat-Ayat Shiyam (Bag. 3)

Tafsir QS. al-Baqarah ayat 186

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” [QS. al-Baqarah: 186]

Makna Ayat

Firman Allah Ta’ala “وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ” menuntut hamba untuk bertakbir mengagungkan Allah dan bersyukur kepada-Nya, maka ayat ini menjelaskan Allah Ta’ala memperhatikan atas setiap dzikir orang yang mengingat-Nya dan syukur setiap orang yang bersyukur kepada-Nya, bahwa Dia mendengar panggilannya dan memenuhi permohonannya [Tafsir ar-Razi 5/260; Tafsir Abu Hayyan 2/205]. 

Makna ayat di atas adalah jika orang-orang beriman bertanya kepadamu, wahai Muhammad, perihal kedekatan diri-Ku, maka katakanlah Diri-ku dekat dengan mereka. Aku memenuhi permohonan setiap orang yang memohon kepada-Ku. Karena itu, hendaknya mereka tunduk kepada-Ku dengan menaati segala perintah-Ku dan menjauhi segenap larangan-Ku. Hendaknya mereka meyakini bahwa Aku akan memberikan ganjaran pahala atas ketundukan mereka kepada-Ku; memenuhi permohonan dan do’a mereka, sehingga dengan hal itu semua mereka berada di atas kebenaran dan taufik tetap menyertai mereka dalam mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan beramal shalih [Tafsir Ibnu Jarir 3/222-228; Tafsir as-Sa’di hlm. 87; Tafsir Ibnu Utsaimin –al-Fatihah wa al-Baqarah – 2/342-343]. 

  Faidah-Faidah Ayat

  • Pada firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,…”

terdapat isyarat bahwa: 

  1. do’a orang yang berpuasa sangat berpotensi dikabulkan;
  2. do’a-do’a yang dipanjatkan di bulan Ramadhan sangat berpotensi dikabulkan; dan
  3. disyari’atkan berdoa di setiap penghujung hari Ramadhan [Tafsir Ibnu Asyur 2/179].  
  • Firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku…”

menunjukkan akan bimbingan Allah kepada para hamba-Nya untuk bermunajat (berbisik) dalam do’a mereka dan bukan menyeru dengan meninggikan suara. Itulah yang ditanyakan dan dijawab bahwa Allah Ta’ala dekat sehingga tidak perlu meninggikan suara dalam do’a dan permohonan mereka. Hal yang ditanyakan adalah perihal Dzat yang dekat dan menjadi tujuan bermunajat, bukanlah Dzat yang jauh sehingga perlu diteriaki. Kedekatan Allah Ta’ala dengan orang yang berdo’a kepada-Nya ini adalah kedekatan khusus dan tidak bersifat umum sehingga mencakup setiap orang [Badai’ al-Fawaid 3/7].

  • Disisipkannya perkara do’a dalam penyebutan hukum-hukum puasa, merupakan isyarat agar hamba bersungguh-sungguh dalam do’a ketika menyempurnakan bilangan hari bulan Ramadhan, bahkan sepatutnya bersungguh-sungguh berdo’a ketika berbuka puasa [Tafsir Ibnu Katsir 1/509; Tafsir Ibnu Asyur 2/179].
  • Setiap orang yang diberi ilham untuk berdo’a, sungguh do’a yang dipanjatkannya ingin dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ 

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” [QS. Ghafir: 60]

dan dalam redaksi ayat di atas Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku … ” [Al-Jawab al-Kafi hlm. 17].

  • Pada firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku…”

pengabulan do’a tidak dikaitkan dengan kehendak Allah Ta’ala, sementara pada firman Allah Ta’ala di surat al-An’am ayat 41, pengabulan do’a dikaitkan dengan kehendak-Nya. 

Allah Ta’ala berfirman,

فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ

“Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki.” [QS. al-An’am: 41]

Hal ini dikarenakan ayat yang pertama berkenaan dengan do’a yang dipanjatkan orang-orang beriman, sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kehendak Allah. Do’a orang beriman tidak akan ditolak kecuali karena adanya dosa atau faktor pemutus yang menyebabkan do’anya tertolak. Adapun ayat yang kedua, pengabulan do’a dikaitkan dengan kehendak Allah, karena berkenaan dengan do’a yang dipanjatkan orang-orang kafir [Al-Adzb an-Namir 1/239].

  • Apabila timbul pertanyaan, “Apa faidah dari firman Allah Ta’ala “إِذَا دَعَانِ” yang disebutkan setelah firman Allah Ta’ala “الدَّاعِ”. Padahal seseorang tidak disifati sebagai orang yang berdo’a setelah dia berdo’a terlebih dahulu?  

Jawabannya adalah karena ada maksud dari firman Allah Ta’ala “إِذَا دَعَانِ”, yaitu apabila dia jujur dalam berdo’a kepada-Ku, dengan menyadari bahwa dia sepenuhnya membutuhkan Allah Ta’ala; Dia Maha mampu untuk mengabulkan do’a yang dipanjatkan; dan memurnikan do’a hanya kepada Allah ‘azza wa jalla, dimana hati tidak bergantung kepada selain-Nya [Tafsir Ibnu Utsaimin – al-Fatihah wa al-Baqarah – 2/342]

  • Pengabulan do’a hamba dipengaruhi oleh sejumlah hal seperti akidah yang benar dan ketaatan yang sempurna. Hal ini karena redaksi ayat yang membicarakan perihal do’a diikuti dengan firman Allah,

فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي

“ … maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku … ”

Ada arahan agar hamba menaati perintah-Nya dan beriman kepada-Nya dengan akidah yang benar dalam redaksi ayat tersebut  [Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyah 14/33].

Aspek-Aspek Balaghah pada Ayat

  • Arah pembicaraan yang disampaikan Allah Ta’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam firman-Nya,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku…”

menunjukkan akan kemuliaan dan kedudukannya yang tinggi [Tafsir Abu as-Su’ud 1/200].

  • Pada firman Allah Ta’ala,

فَإِنِّي قَرِيبٌ

“maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat”

terdapat upaya untuk mendekatkan jawaban dan mengingatkan betapa dekatnya hamba dengan Allah Ta’ala ketika berdo’a. Sekaligus Allah Ta’ala menginformasikan bahwa diri-Nya tidak membutuhkan perantara sehingga menegaskan akan kedekatan dan kehadiran-Nya bersama setiap orang yang berdo’a. 

Oleh karena itulah Allah Ta’ala berfirman dengan kata “فَإِنّي” dan bukan dengan frasa “فقل إني” yang berarti, “Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya Aku … ”. Hal ini dikarenakan apabila ditetapkan dengan redaksi “قل” niscaya akan menimbulkan kesan jauh padahal konteksnya tidak demikian. Selain itu, pengungkapan dengan redaksi “فقل: إني” akan menimbulkan kesan bahwa yang berbicara adalah selain Allah, sehingga perlu pengungkapan dengan redaksi “إن الله” atau yang semisal [Nazhm ad-Durar 3/71; Tafsir Ibnu Asyur 2/179].

  • Pada firman Allah Ta’ala,

فَإِنِّي قَرِيبٌ

“maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat”

terdapat penegasan dengan huruf “إن” untuk menegaskan bahwa Allah Ta’ala dekat dengan hamba-Nya, meski mereka tidak melihat-Nya [Tafsir Ibnu Asyur 2/179].

  • Penutupan ayat ini dengan firman Allah Ta’ala,

فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

merupakan salah satu hal yang terindah, karena ketika memerintahkan para hamba-Nya untuk memenuhi segala perintah dan beriman kepada-Nya, Allah Ta’ala memberitahukan bahwa tujuan pembebanan syari’at semata-mata agar hamba berada dalam jalan yang benar dengan menaati perintah-Nya. Tidak ada keuntungan yang diperoleh Allah dari hal itu, sehingga keuntungan itu hanyalah diperoleh hamba [Tafsir Abu Hayyan 2/210].

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56277-ayat-ayat-shiyam-bag-4.html

Satu Bulan Bersama Al-Qur’an (Hari Ke-13)

Allah Swt Berfirman :

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ إِذَا مَسَّهُمۡ طَٰائِف مِّنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبۡصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).” (QS.Al-A’raf:201)

Ayat ini bercerita tentang sikap hamba-hamba Allah yang bertakwa. Bahwa ketika mereka mendapat bisikan setan dan dibayang-bayangi oleh pikiran jahat, maka spontan mereka mengingat dahsyatnya siksa Allah dan agungnya pahala dari-Nya, sehingga mereka segera bertaubat dan memohon ampunan.

Hamba yang bertakwa tau persis bahwa tiada yang bisa menyelamatkan mereka dari bisikan setan kecuali dengan kembali dan berlindung kepada Allah. Hanya dengan bantuan dan bimbingan Allah, seseorang mampu menghadapi dahsyatnya rayuan dan bisikan setan serta hawa nafsu.

Bila kita telusuri lebih jauh, ayat ini sangat berkait erat dengan ayat sebelumnya. Allah Swt Berfirman :

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ نَزۡغٌ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS.Al-A’raf:200)

Ayat ini adalah sebuah penekanan bahwa satu-satunya jalan yang akan menyelamatkanmu dari bujuk rayu setan adalah berlindung kepada Allah Swt. Dan kebiasaan orang bertakwa adalah selalu sadar dan selalu meminta perlindungan kepada Allah dalam setiap kondisi dalam hidupnya.

Mari kita simak bagian-bagian dari ayat di atas lebih dekat.

(1) Kalimat :

إِذَا مَسَّهُمۡ طَٰٓائِفٌ مِّنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ

“Apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan…”

Adalah isyarat bahwa setan berupaya untuk membuat kita lupa dengan “rasa takut” kepada Allah swt. Karena apabila kesadaran untuk takut kepada Allah ini “ditunda” sejenak saja maka ia tidak akan mampu melawan bisikan setan dan mudah untuk mengikuti rayuannya.

(2) Kalimat :

تَذَكَّرُواْ

“Mereka pun segera ingat kepada Allah…”

Namun orang-orang yang bertakwa segera ingat dengan peringatan-peringatan dari Allah dan akibat yang akan mereka dapatkan dari perbuatan dosa tersebut. Dan mereka lebih memilih untuk segera kembali dan meninggalkan semua kebusukan itu demi meraih pahala dari-Nya.

وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ ذَكَرُواْ ٱللَّهَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ لِذُنُوبِهِمۡ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzhalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya.” (QS.Ali ‘Imran:135)

(3) Kalimat :

فَإِذَا هُم مُّبۡصِرُونَ

“Maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)….”

Maka setelah mereka sadar, setan pun gagal menjerumuskannya ke dalam jurang kemaksiatan yang lebih dalam. Mereka pun selamat dan segera kembali kepada Allah swt.

Uniknya, kalimat مبصرون dalam ayat ini menggunakan bentuk Isim Fa’il dan bukan menggunakan bentuk Fi’i. Yang artinya kesadaran itu sebenarnya telah ada dalam diri mereka sebelumnya. Kesadaran ini bukan hal yang baru muncul ketika mereka hendak berbuat kesalahan. Orang-orang yang bertakwa selalu dalam kondisi sadar dan waspada atas bujuk rayu setan.

Lalu bagaimana seseorang bisa terjerumus dalam bujuk rayu setan? Tentunya semua itu karena ia meninggalkan dzikir dan mengingat Allah swt. Sehingga ia tidak memiliki benteng yang menyelamatkannya dari bisikan dan rayuan setan. Sehingga dengan mudah setan mengarahkannya menuju jalan yang ia kehendaki.

(4) Adapun kalimat :

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa…”

Kalimat ini menujukkan bahwa kesadaran itu bersumber dari ketakwaan. Semakin tinggi ketakwaan seseorang maka semakin kuat benteng kesadaran yang ia miliki untuk melawan bisikan setan. Hati orang yang bertakwa selalu mengajak untuk berdzikir dan mengingat Allah swt. Sehingga apabila pada suatu saat ia lalai, maka dengan segera ia akan kembali dan memohon ampunan kepada Allah swt.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Membedakan Kurma Ajwa Favorit Rasululah dari Kurma Biasa

Di Indonesia, buah kurma lebih banyak ditemukan saat bulan suci Ramadhan. Berbagai jenis kurma dijajakan, mulai dari kurma curah, kurma berkemasan, sampai sirup sari kurma.

Buah khas Timur Tengah ini memang identik dengan Ramadhan. Betapa tidak, kurma adalah sumber energi bagi orang yang berpuasa karena memiliki kandungan gula alami, yaitu glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Kurma juga mengandung serat tinggi yang dapat memperlancar proses pencernaan. 

Ahmed bin Muhaemin,  ahli gizi dari Qassim University di Arab Saudi, mengatakan, selain kaya akan gula alami, kurma juga memiliki banyak kandungan gizi lain, di antaranya garam mineral, antioksidan, protein, vitamin, dan lemak.

“Bahkan, kandungan fosfornya ratusan persen kali lipat lebih banyak dari buah-buahan, seperti semangka, jeruk, persik, dan apel,” ujar dia, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika. 

Dengan begitu, menurut dia, mengonsumsi kurma dapat memberikan banyak manfaat, khususnya antioksidan yang bisa melindungi dari radikal bebas serta beragam vitamin untuk kesehatan tubuh. Kurma juga bisa menyembuhkan banyak penyakit karena di dalamnya terkandung fungsi obat.

Tentu, kurma memiliki jenis yang sangat banyak mengingat saat ini telah ada 10 negara yang membudidayakan tanaman yang memiliki nama latin Phoenix dactylifera ini. Meski demikian, Ahmed menuturkan, ada 70 jenis kurma terbaik yang disarankan untuk dikonsumsi Rasulullah SAW.

“Kurma yang paling disenangi Rasul adalah kurma jenis ajwa. Tapi, 70 jenis itu juga yang terbaik dilihat dari manfaatnya,” kata dia menjelaskan.  

Ahmed lalu menunjukkan tiga jenis kurma yang disediakan di Pekan Budaya Saudi Arabia, yaitu kurma ajwa, kurma barhi, dan kurma sukkari. Meski ia membawa 30 jenis kurma, yang bisa dibawa pulang oleh pengunjung hanya tiga jenis ini. Sedangkan, yang lain hanya dijadikan sampel dan tidak boleh dicicipi.  

Kurma ajwa atau kurma Nabi memiliki tekstur lembut dan berwarna cokelat kemerahan. Rasanya lebih manis dibandingkan dengan jenis lainnya.  

Kurma barhi lebih kering dan warna cokelatnya terlihat lebih muda. Dagingnya lebih tebal dan manisnya cukup. Sedangkan, kurma sukkari berbentuk agak lebih bulat, padat, dan berwarna cokelat terang.

“Menurut Rasul, semua kurma itu bagus dan memberi manfaat, yang membedakan hanya jenis, warna, bentuk,” ungkapnya.  

Seiring dengan perkembangan zaman, kurma tidak lagi hanya disantap dalam bentuk buah. Ahmed mengatakan, melimpahnya buah kurma di Arab Saudi membuat penduduknya banyak menciptakan penganan dari kurma.   

Selain kue, kurma juga banyak dijadikan minuman dengan memanfaatkan sarinya. Misalnya, sirup sari kurma yang biasa disajikan untuk tamu serta selai kurma sebagai teman memakan roti.  

Sari kurma untuk sirup dan selai didapat dari daging kurma yang telah dipisahkan dari bijinya. Biasanya yang dipilih adalah jenis kurma yang memiliki tekstur lembut dan rasa yang manis.

Ia menjelaskan, manfaat sari kurma sama baiknya dengan buah kurma jika olahan dari sari kurma tidak dicampur dengan bahan-bahan lain, misalnya, pemanis buatan dan pengawet. Di Arab Saudi sendiri, pengambilan sari kurma cukup dengan menambahkan kurma dengan air.

Tak hanya di Arab Saudi, kurma yang telah banyak diekspor ke negara-negara di seluruh dunia, juga banyak melahirkan inspirasi kuliner baru. 

Menurut dia, saat ini hampir setiap negara memiliki beragam penganan dari kurma, mulai dari puding hingga kue tart.

Hal tersebut menunjukkan, kurma telah menjadi buah kegemaran semua orang, tidak hanya bagi bangsa Timur Tengah. Manfaat kurma juga telah diakui oleh semua kalangan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengenal Masjid Namirah di Arafah

Masjid Namirah terletak di atas padang pasir di Kota Arafah, sekitar 22 kilometer arah timur Kota Makkah. Masjid yang memiliki luas 110 ribu meter persegi dengan rincian panjang 340 meter dan lebar 240 meter ini ditopang enam buah menara besar. Masing-masing menara memiliki ketinggian sekitar 60 meter. Selain itu, masjid ini memiliki tiga buah kubah besar. Setidaknya, akan ditemukan sekitar 10 pintu masuk utama dan 64 pintu pendamping.

Untuk bisa menampung jamaah dalam jumlah banyak, masjid ini menyediakan pula sekitar 1.000 kamar mandi dan 15 ribu tempat wudhu. Untuk menambah kenyamanan para jamaah yang beribadah, pengelola masjid memasang ratusan mesin penyejuk udara.

Masjid ini mampu menampung hingga 350 ribu orang. Ketika musim haji tiba, masjid ini bisa menampung lebih banyak lagi jamaah. Megahnya masjid ini, tidak lepas dari peran serta Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Pada 2001 dari 12 proyek pembangunan yang menghabiskan biaya hingga 144 juta riyal, Masjid Namirah merupakan salah satu proyek yang mendapat kucuran dana.

Kala itu, pihak kerajaan memberikan dana untuk melakukan renovasi sebesar 5,8 juta riyal. Selanjutnya, untuk penyediaan peralatan pendukung, mencapai 450 ribu riyal. Dan, terakhir biaya sebesar 292 ribu riyal digunakan untuk memperbaiki reservoir masjid.

Di balik kemegahan Masjid Namirah, ada sebuah sejarah besar yang layak diketahui oleh kalangan umat Islam. Menurut hikayat setempat, masjid ini merupakan salah satu saksi pertama kali Rasulullah melaksanakan ibadah haji. Pada 9 Dzulhijah, ketika Rasulullah melaksanakan haji dalam perjalanannya dari Mina menuju Arafah, ia sempat menghentikan unta yang dibawanya.

Ketika itu, sekitar waktu Dhuha, Rasulullah berhenti di Wadi Uranah dan mendirikan tenda berwarna merah. Rasulullah sempat beristirahat di tenda merahnya hingga waktu Zhuhur tiba. Setelah itu, Rasulullah baru bergerak ke tengah Padang Arafah dekat Jabal Rahmah yang diyakini sebagai tempat dipertemukannya Adam dan Hawa setelah “pengusiran” dari surga. Dalam perjalanan waktu setelah Rasulullah, wadi tempat mendirikan tenda tersebut dibangunlah sebuah masjid, yang kemudian diberi nama Namirah.

Masjid itu dibangun oleh salah seorang khalifah dari Dinasti Abbasiyah sekitar abad kedua Hijriyah. Sampai saat ini, setiap 9 Dzulhijah, aktivitas Rasulullah yang melakukan shalat Zhuhur dijamak dengan Ashar, masih tetap dilakukan oleh para jamaah haji. Dan, baru selepas Maghrib, jamaah meninggalkan tempat tersebut untuk kemudian menuju Muzdalifah.

IHRAM

Muslim Harus Tahu Nikmatnya Dekat Dengan Allah

Dalam pelajaran TAUHID, kita diajarkan agar dekat dengan Allah. SSebagai gambaran, coba renungkan apabila kita dekat dengan penguasa setempat seperti raja atau gubernur di kota A. Kalau kita dekat dengan raja wilayah A, tentu hidup kita akan nyaman, aman, terjamin makan dan minum serta tidak ada yang perlu kita takutkan secara berlebihan karena kita dekat dengan raja. Kapanpun kita butuh sesuatu di wilayah A, kita tinggal hubungi Raja tersebut.

Karena sebagian orang berusaha dekat dengan raja & penguasa dengan mencari ridha raja bahwa  (maaf) dengan cara menjilat sekalipun

Saudaraku yang semoga disayangi Allah, mengapa kita tidak berpikir demikian juga. Kita berusaha dekat Allah. Allah bukan hanya penguasa dan raja wilayah A, tetapi penguasa langit dan bumi

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“ Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi (QS. An-Nuur: 42)

Apabila kita dekat dengan Allah, kita akan merasa nyaman, tenang, tentram dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama kita tinggal di atas tanah di bawah langit. Kapanpun kita hubungi Allah, tinggal mengangkat tangan dan sujud. Semoga kita semua bisa dekat dan mengenal Allah dengan mempelajari tauhid terutama asma’ wa sifat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Muslim Afiyah