Pakar Militer: Pasukan Al-Qassam Belum Turun, ‘Israel’ Tak akan Mampu Lenyapkan Hamas

Pakar stategi militer Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi, mengatakan bahwa 70% dari total kekuatan milisi pejuang Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) baru dikerahkan sebagian,  dalam menghadapi tentara penjajah yang merambah ke beberapa wilayah di Jalur Gaza bagian utara.

Al-Duwairi,  analisis militer di TV Al-Jazeera mengatakan, pasukan penyerang di Kota Gaza belum berpartisipasi dalam pertempuran tersebut, merujuk pada Brigade Shuja’iya dan Al-Tuffah, yang merupakan salah satu brigade cadangan di unit Al-Qassam.  Sedang Brigade lain yang belum memasuki pertempuran darat, bersama dengan brigade Tal Al-Zaatar dan Jabalia Al-Balad.’

Pakar militer tersebut menunjukkan bahwa BShujaiya dan Al-Tuffah bertanggung jawab atas penangkapan tentara Zionis Israel Shaul Aaron dalam agresi terhadap Gaza pada tahun 2014. Mereka ini dikenal keberanianya menghadapi pasukan khusus Zionis dari Brigade “Golani” katanya dikutip Palestine Information Centre (PIC), Ahad (13/11/2023).

Al-Duwairi mengatakan, bahwa pasukan Al-Qassam dan faksi perjuangan pembebasan Palestina lainnya di Jalur Gaza masih kompak dalam menjalankan peran mereka dengan sangat baik setelah 15 hari perang darat yang dilancarkan penjajah, meskipun ada rasa sakit, kehancuran dan pengepungan.

Dia menekankan bahwa kelompok perlawanan terlihat baik-baik saja dan memiliki banyak keunggulan di lapangan. Ia menambahkan bahwa tentara penjajah dan para pemimpinnya tidak akan mampu mengalahkan atau melenyapkan Hamas sebagaimana bualan mereka.

Struktur Brigade Qassam

Al-Duwairi mencontohkan, organisasi Brigade Al-Qassam didasarkan pada brigade dan batalion, dan pembangunan batalion tersebut bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lain. Ia mencontohkan, Pasukan Al-Qassam dibangun atas dasar geografis, seperti Jalur Gaza, yang dibagi menjadi beberapa wilayah dan masing-masing wilayah dialokasikan satu batalion dan kadang-kadang satu brigade.

“Meski hal ini tidak konsisten dengan standar global, karena standar ini bersifat spesifik, hanya ada di Gaza,” ujarnya.

Menurutnya, ada 12 batalion Al-Qassam, terlepas dari jumlah dan komponennya – menurut Al-Duwairi – yang mengatakan bahwa beberapa dari mereka terlibat dalam perang total dan menentukan dengan pasukan penjajah yang menyerang dari utara dan selatan, dan satu lagi sebagian terlibat dalam bentrokan parsial.

Menurut pantauan Duwairi, brigade yang telah terlibat penuh sejak 15 hari operasi darat adalah: Batalion Pantai, Batalion Tal al-Hawa, Batalion Jabalia-Beit Lahia Barat, dan Batalion Beit Hanoun.

Menurut Al-Duwairi, brigade-brigade ini setara dengan 35% dari total pasukan Al-Qassam, yang mereka semua terlihat masih kompak, menjaga komando dan kendali, dan mencegah pasukan pendudukan mencapai keberhasilan.

Adapun brigade keterlibatan parsial, menurut pakar militer itu adalah: Brigade Syekh Radwan, Brigade Zaytoun, Brigade Jabalia, dan Brigade Beit Lahia, sebagaimana ia tunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan tempur yang tinggi dan 30 hingga 50% dari kekuatan mereka digunakan untuk melawan tentara penjajah yang didukung peralatan canggih mayoritas negara Barat.

Al-Duwairi mencontohkan, terdapat pasukan cadangan strategis di Brigade Al-Qassam yang diwakili oleh: Brigade Rafah, Brigade Khan Yunis, dan Brigade Al-Wusta, yang terbagi menjadi Deir Al-Balah, Al-Nuseirat, Al-Bureij, dan Al-Maghazi.

Dia mencatat bahwa brigade-brigade ini merupakan 30% dari total kekuatan Brigade Al-Qassam, yang konsisten dengan konsep militer bahwa pasukan cadangan harus berjumlah 30% dari total.*

HIDAYATULLAH

Konflik Israel-Palestina; Begini Aturan Perang dalam Islam

Ribuan nyawa melayang di Palestina akibat serangan Israel yang membombardir kita tersebut. Anak meratapi ibu yang meninggal, ibu menangisi anaknya yang telah tiada, dan berbagai kepiluan lain. Sungguh, suatu tragedi kemanusiaan yang biadab membunuh mereka yang tak berdosa.

Perang memang selalu ada sepanjang sejarah kehidupan manusia di bumi. Termasuk Rasulullah sendiri sering terlibat dalam serangkaian peperangan. Bedanya, agama Islam memerintahkan untuk berperang hanya apabila dimusuhi dan diperangi karena agama dan demi mempertahankan tanah air.

Namun di dunia ini, perang sering terjadi karena faktor politik, ego, dan ambisi duniawi yang lain; ambisi, ketamakan, keangkuhan, dan keangkaramurkaan. Disinilah manusia bisa melebihi setan dan iblis, kejam dan buas.

Seperti yang terjadi saat ini di tanah Palestina. Genosida dan pembantaian ribuan rakyat sipil yang tak berdosa. Sebuah pertikaian yang mengenyampingkan kode-kode etik dalam peperangan. Tidak ada yang mampu mencegah pembantaian yang menciderai kemanusiaan tersebut. PBB sekalipun hanya nama belaka sebagai kiblat perdamaian dunia.

Membaca Kembali Aturan Perang dalam Islam

Sekalipun Islam membenarkan perang dalam konteks tertentu sebagaimana dijelaskan di atas, namun demikian sekalipun dalam kondisi peperangan sekalipun tetap ada aturan-aturan yang harus dipatuhi.

Ibnul Arabi dalam Ahkamul Qur’an ketika menafsirkan surat al Baqarah ayat 190, menjelaskan, orang yang boleh dibunuh hanya mereka yang ikut berperang saja. Pendapat ini sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama ahli tafsir.

Dalam konteks abad modern saat ini, maka warga sipil tidak boleh dibunuh. Begitu pula perempuan, anak-anak dan para pendeta atau tokoh agama yang tidak terlibat dalam peperangan.

Hal ini menunjukkan betapa kuatnya Islam dalam menghargai nyawa dan jiwa manusia. Islam hanya membolehkan membunuh laki-laki dewasa yang menjadi tentara dalam peperangan. Selain mereka harus dilindungi. Dengan kata lain, membunuh anak-anak dan perempuan serta mereka yang tidak terlibat dalam peperangan adalah dosa besar.

Jauh-jauh hari Nabi telah mengingatkan etika dalam peperangan. Salah satunya, beliau bersabda: “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad tidak akan mencium bau surga.”. (HR. Bukhari).

Term kafir mu’ahad maknanya adalah orang kafir yang bersedia hidup damai dengan umat Islam dalam suatu perjanjian gencatan senjata. Demikian pula kafir dzimmi, mereka tidak boleh diperangi selama bersedia hidup damai. Jelas, hal ini menunjukkan tingginya agama Islam membela kemanusiaan. Membunuh mereka yang tidak terlibat dalam perang diancam dengan hukuman berat, tidak akan mencium bau surga alias diceburkan ke neraka.

Ironisnya, zaman modern dengan senjata yang canggih melupakan aturan-aturan tersebut. Apalagi yang kita saksikan saat ini di tanah Palestina. Lebih 8000 orang tak berdosa meregang nyawa akibat serangan brutal Israel ke Jalur Gaza dan Palestina secara umum. Begitu mengerikan kebiadaban Israel, melampaui kekejaman setan dan iblis sekalipun.

ISLAMKAFFAH

2 Arti Silaturahmi Menurut Imam Al-Qurthubi

Silaturahmi tidak memiliki makna tunggal, yang berarti kunjungan dan pertemuan saja. Akan tetapi silaturahmi dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan tingkat kemampuan, dan tuntutan kondisi di lapangan. Lantas apa arti silaturrahmi dalam Islam? Untuk menjawab itu, berikut 2 arti silaturahmi menurut Imam Al-Qurthubi. 

Syekh Muhammad bin Ahmad al-Saffarini dalam karyanya Ghidha ul Albabi Bi Sharh Mandhumatil Aadabi Juz 1, halaman 356, mengutip pernyataan Imam Al-Qurthubi tentang 2 arti  silaturahmi. Adapun kutipannya sebagai berikut:

قال القرطبي: الرحم التي توصل عامة وخاصة، فالعامة رحم الدين وتجب مواصلتها بالتواد والتناصح والعدل والإنصاف والقيام بالحقوق الواجبة والمستحبة  

Artinya: Imam Al-Qurthubi berkata, hubungan kasih sayang yang bisa menyambung tali persaudaraan ada dua, yaitu, kasih sayang secara umum maupun secara khusus. Adapun kasih sayang secara umum itu kasih sayang yang disebabkan oleh hubungan agama, maka  menyambungnya dengan cara saling mengasihi, saling menasehati, berbuat adil, mengakui kesalahan, memenuhi hak-hak yang bersifat wajib maupun sunnah. 

وأما الرحم الخاصة فتزيد النفقة على القريب، وتفقد أحوالهم، والتغافل عن زلاتهم، وتتفاوت مراتب استحقاقهم في ذلك كما في الحديث والأقرب فالأقرب 

Adapun kasih sayang yang bersifat khusus adalah menambah dengan memberikan nafkah kepada keluarga dekat, memperhatikan kondisi mereka, berusaha melupakan kesalahan mereka, dan hal itu tingkatnya berbeda-beda dalam pemenuhannya sebagaimana dijelaskan dalam hadis, jadi yang didahulukan adalah kerabat yang hubungan kekerabatannya paling dekat kemudian kerabat yang selanjutnya.

Menurut penuturan Imam Al-Qurthubi di atas, tali silaturahmi itu ada dua, yaitu, umum dan khusus. Dan untuk merealisasikan keduanya, kita harus mempererat tali persaudaraan, dan menjunjung tinggi solidaritas antar sesama. 

Silaturahmi yang bersifat umum, yaitu, hubungan yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Hubungan keagamaan dapat mempererat tali silaturahmi, karena agama mengajarkan untuk saling mengasihi dan menyayangi. Orang yang mendalami agama pasti mempunyai rasa kasih sayang yang tinggi, ia tidak angkuh dan congkak, ia suka menolong atau membantu orang lain.

Agama Islam menganjurkan untuk saling menasehati, berlaku adil dan tidak pilih kasih dalam memutuskan suatu perkara. Berani mengakui kesalahan, tekun atau istiqamah dalam menjalankan kewajiban.

Adapun silaturahmi yang bersifat khusus, yaitu, berkaitan dengan materi. Seperti memberi nafkah kepada keluarga. Orang yang sudah berkeluarga (menikah) diwajibkan baginya untuk menafkahi Istri dan anaknya. Dan wajib baginya memperhatikan kondisi famili terdekatnya, Dan memaafkan kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat.

Demikian arti silaturahmi dalam Islam dan dalam pandangan Imam Qurthubi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bissawab.

BINCANG SYARIAH

Travel Umroh Belum Sertifikasi Izin Operasional Terancam Dibekukan

PPIU wajib disertifikasi setiap lima tahun sekali.

Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) wajib melakukan sertifikasi. Apabila tidak sertifikasi, maka izin operasional terancam dibekukan.

“PPIU yang tidak tersertifikasi atau tidak melakukan sertifikasi ulang sampai dengan masa berlaku sertifikat berakhir, izin operasionalnya akan dibekukan,” ujar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin di Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Kewajiban PPIU melakukan sertifikasi tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1251 tahun 2021, yang pada Diktum Keempat menetapkan PPIU wajib sertifikasi paling lama dua tahun sejak izin diterbitkan atau sejak KMA 1251 terbit pada 1 Desember 2021.

Selanjutnya, kata dia, PPIU yang telah tersertifikasi mengikuti siklus sertifikasi lima tahun sekali. “Jadi, setelah sertifikasi yang pertama kali, maka PPIU wajib disertifikasi setiap lima tahun sekali,” katanya.

Menurutnya, sertifikasi dilakukan untuk menilai kinerja dan kualitas pelayanan PPIU. Sejak 2020, sertifikasi PPIU dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Umrah dan Haji Khusus (UHK).

Sampai saat ini, kata dia, terdata ada 681 PPIU yang harus sertifikasi untuk pertama kali sampai dengan 30 November 2023. Dari jumlah itu, baru 243 PPIU yang sudah melakukan proses pengajuan sertifikasi. Selain itu, terdapat 71 PPIU yang sudah saatnya sertifikasi karena sudah masuk siklus lima tahunan.

“Kami masih menunggu 438 (yang belum sertifikasi) sampai dengan 30 November 2023,” kata Nur Arifin.

Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina PPIU Kemenag Sutikno mengatakan jika izin dibekukan, maka selama masa pembekuan izin operasional PPIU tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha.

“PPIU yang dalam status pembekuan izin operasional diberikan waktu selama enam bulan untuk mendapatkan sertifikat baru. Masa berlaku sertifikat baru merujuk pada tanggal dan bulan izin operasional. Status pembekuan izin operasional berakhir setelah PPIU mendapatkan sertifikat baru,” kata Sutikno.

Ia menjelaskan izin operasional PPIU dicabut apabila tidak mendapatkan sertifikat baru dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak tanggal sertifikat lama berakhir. Untuk menghindari hal itu, Kemenag akan terus mengingatkan PPIU agar segera melakukan sertifikasi.

“Kami akan terus lakukan sosialisasi dengan para PPIU serta berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Provinsi untuk mengingatkan para PPIU,” katanya.

IHRAM

Jangan Jadikan Pekerjaanmu Hanya sebagai Rutinitas Harian Semata

Islam memerintahkan kita untuk menjemput rezeki dan mencari nafkah di atas muka bumi ini. Tujuannya agar rezeki tersebut bisa mencukupi diri kita sendiri dan orang-orang yang berada di bawah tanggungan kita tanpa perlu meminta belas kasihan orang lain. Allah Ta’ala berfirman mengabarkan hikmah diciptakannya siang dan malam,

وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.(QS. Al-Qasas: 73)

Allah Ta’ala juga berfirman,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)

Ibnu Katsir rahimahullah saat menafsirkan ayat di atas mengatakan,

“Maka, bepergianlah ke manapun kamu mau dari wilayahnya. Dan telusuri serta pulang pergilah ke setiap sudutnya untuk mencari segala macam keuntungan dan perdagangan. Dan ketahuilah bahwa usahamu tidak akan membawa manfaat apa pun kepadamu kecuali jika Allah memudahkannya untukmu. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, ‘Dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.’ (QS. Al-Mulk: 15) Berusaha mencari jalan rezeki sama sekali tidak bertentangan dengan rasa tawakal yang harus kita yakini.” (Tafsir Al-Quran Al-Adzim, 8: 179)

Di surah yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا

“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (QS. Hud: 61)

Di dalam Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah disebutkan,

“Dia menciptakan kalian dari tanah dan mengilhami kalian untuk memakmurkan bumi dengan bercocok tanam, dan menyiapkan kalian cara-cara mendapat penghidupan di bumi. Kalian memahat gunung-gunungnya, mendirikan bangunan di tanahnya yang lapang, menikmati rezekinya, dan mengeluarkan harta bendanya.”

Mencari penghasilan dan pekerjaan di muka bumi merupakan salah satu keistimewaan yang Allah Ta’ala berikan kepada manusia. Bekerja, mengelola sumber daya alam adalah amanah yang Allah Ta’ala bebankan kepada hamba-hamba-Nya.

Anjuran dan motivasi bekerja di dalam Al-Qur’an

Di dalam surah Al-Jumu’ah Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Para ahli tafsir manafsirkan “karunia” di dalam ayat ini dengan “mencari penghasilan dan berdagang”. Ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk tidak lupa bekerja dan mencari nafkah setelah sebelumnya kita juga diperintahkan untuk beribadah.

Di dalam surah Al-Qasas, Allah Ta’ala juga berfirman,

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasas: 77)

Bekerja lalu menikmati hasil jerih payah dari upaya kita merupakan salah satu perkara yang Allah Ta’ala perintahkan untuk tidak kita lupakan. Dengan bekerja dan memiliki penghasilan (sebagaimana disebutkan di dalam ayat), maka kita juga akan lebih mudah berbuat baik kepada orang lain.

Anjuran dan motivasi bekerja di dalam hadis

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memotivasi dan mendorong kita untuk bekerja, berusaha, dan mencari nafkah dengan berbagai macam motivasi dan ajakan. Di antaranya beliau bersabda,

ما أكَلَ أحَدٌ طَعامًا قَطُّ، خَيْرًا مِن أنْ يَأْكُلَ مِن عَمَلِ يَدِهِ، وإنَّ نَبِيَّ اللَّهِ داوُدَ عليه السَّلامُ، كانَ يَأْكُلُ مِن عَمَلِ يَدِهِ

”Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari memakan makanan hasil kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud ‘alaihissalam dahulu makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari no. 2072)

Di hadis yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَيَأْتِيَ بحُزْمَةِ الحَطَبِ علَى ظَهْرِهِ، فَيَبِيعَهَا، فَيَكُفَّ اللَّهُ بهَا وجْهَهُ خَيْرٌ له مِن أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak.” (HR. Bukhari no. 1471)

Dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan kepada kita bahwa bekerja, apapun jenisnya, lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain dan menjatuhkan kehormatan diri kita. Dan betapa pun berat dan kerasnya pekerjaan tersebut, itu lebih baik daripada menghinakan diri untuk meminta-minta. Pada saat terdesak sekalipun, mencari nafkah harus diutamakan daripada meminta-minta, meskipun pekerjaan yang dijalaninya tersebut keras dan melelahkan.

Memperbaiki niat dalam bekerja

Di dalam surah Al-Muzammil, Allah Ta’ala menyamakan kedudukan orang-orang yang keluar untuk mencari nafkah dengan mereka yang keluar untuk berjihad di jalan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَىٰ ۙ وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِى ٱلْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ ۙ وَءَاخَرُونَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ

“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20)

Imam Al-Qurtubi rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan,

“Dalam ayat ini Allah Ta’ala menyamakan derajat orang-orang yang berperang dan orang-orang yang mencari nafkah halal untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, dan untuk berbuat kebaikan dan keutamaan. Maka, ini adalah dalil bahwa mencari nafkah (yang halal) itu sama kedudukannya dengan jihad, karena Allah Ta’ala menyebutkannya bersamaan dengan penyebutan jihad di jalan Allah Ta’ala.” (Tafsir Al-Qurthubi, 19: 55).

Banyaknya dalil-dalil yang memerintahkan kita untuk bekerja dan mencari nafkah juga mengisyaratkan bahwa rutinitas tersebut dapat menjadi ibadah dan bernilai pahala di sisi Allah Ta’ala. Yaitu, apabila disertai niat ikhlas karena mengharap wajah Allah Ta’ala. Sebagaimana hal ini pernah disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

“Sungguh, tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun suapan makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).

Belum lagi, menafkahi keluarga dan orang yang berada di bawah tanggungan kita merupakan salah satu bentuk sedekah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Harta yang engkau keluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau berikan kepada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau berikan kepada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau berikan kepada pembantumu, itu juga termasuk sedekah.” (HR. An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 9185 dan Ahmad no. 17179)

Di hadis yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ

“Wajib bagi setiap muslim bersedekah.”

Kemudian para sahabat bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana kalau ada yang tidak sanggup?”

Beliau menjawab,

يَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَلْيَعْمَلْ بِالْمَعْرُوفِ وَلْيُمْسِكْ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا لَهُ صَدَقَةٌ

Dia bekerja dengan tangannya sehingga bermanfaat bagi dirinya, lalu dia bersedekah.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab, “Dia membantu orang yang sangat memerlukan bantuan.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia berbuat kebaikan (ma’ruf) dan menahan diri dari keburukan karena yang demikian itu berarti sedekah baginya.” (HR. Bukhari no. 1445)

Ingatlah juga, bahwa siapa pun yang menelantarkan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya dan tidak mau menafkahi mereka, maka akan mendapatkan dosa karena perbuatannya tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَفَى بالمَرْءِ إثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ

Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa apabila menahan makanan (nafkah, upah dan lain sebagainya) dari orang yang menjadi tanggungannya. (HR. Muslim no. 996)

Kesimpulan

Sungguh, meskipun di mata kita bekerja itu hanya rutinitas harian semata, di mata Allah Ta’ala akan bernilai ibadah jika diniatkan sebagai ibadah, mencari pahala, dan memenuhi hak-hak orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab kita.

Dengan niat yang benar, sebuah rutinitas dan aktifitas akan berubah nilainya di sisi Allah Ta’ala. Sungguh benar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai niatnya.(HR. Bukhari no. 1)

Saat berangkat kerja, sertakan niat untuk mengharap rida dan wajah Allah Ta’ala, berusahalah untuk mencari penghasilan dan nafkah keluarga dari yang halal, hindarkan diri dari sesuatu yang masih abu-abu dan kita ragu tentang hukumnya. Sebagaimana ibadah lainnya tidak akan Allah terima, kecuali dengan mengikuti pedoman-Nya dan ajaran Nabi-Nya. Begitu pula dengan bekerja, tidak akan mendapatkan keberkahan dan bernilai pahala, kecuali jika sudah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563)

Wallahu A’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89760-jangan-jadikan-pekerjaanmu-hanya-sebagai-rutinitas-harian-semata.html

Umat Islam Wajib Berjihad Melawan Israel ! Begini Caranya

Jihad berperang melawan orang kafir yang mengancam kehidupan orang Islam hukumnya wajib. Dalam konteks umat Islam dalam kondisi terancam dan mendapat serangan dari pihak musuh, Allah memerintahkan melalui firman Allah swt:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ

Artinya: “Diwajibkan atas kalian berperang” (QS. Al Baqarah: 216)

begitu juga ayat 89 surat an Nisa’:

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ

Artiya: “Bunuhlah mereka di mana kalian menjumpainya” (QS. An Nisa’: 89)

atau surat At Taubah ayat 5:

فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ

Artinya: “Bunuhlah orang-orang musyrik di mana kalian menjumpainya” (QS. At Taubah: 5)

ulama’ sepekat ayat-ayat tersebut adalah dalil kewajiban berjihad perang melawan orang-orang kafir dalam konteks kondisi perang. Tentang sejauhmana kewajiban berjihad tersebut ulama’ membedakan kondisi orang kafir.

Jika orang kafir berada di negerinya, sementara orang Islam butuh untuk menyerang ke negaranya, maka hukumnya fardhu kifayah. Seandainya sudah ada yang melakukan penyerangan tersebut, maka kewajiban bagi umat Islam lainnya sudah gugur. Namun jika orang kafir yang menyerang negara berpendudukan Islam, maka wajib bagi seluruh umat Islam untuk berperang melawannya sebagaimana fatwa jihad yang pernah dikeluarkan oleh KH Hasyim Asya’ri melalui Resolusi Jihad.

Pertanyaannya, bagaimana dengan umat Islam lainnya yang berada di negara berbeda?

Syaikh al Bajuri di dalam kitabnya menjelaskan ketika suatu negara umat Islam diserang orang kafir, maka wajib bagi umat Islam lainnya melakukan jihad melawan kafir tersebut. Sebagaimana terjadi pada Palestina yang dibantai dan didzolimi oleh Zionis Israel. Hanya saja, kewajiban ini berbeda antara negara yang jauh dengan negara yang dekat.

Syaikh al Bajuri menegaskan, untuk negara yang dekat yang tidak sampai jarak boleh mengqashar shalat, maka wajib ain melawan kafir yang menyerang suatu negara berpenduduk Islam. Begitu juga bagi penduduk yang jauh dari negara yang diserang dan mereka membutuhkan bantuanya, maka juga wajib ain.

Sementara jika penduduk Islam lainnya jauh dari negara tersebut, maka hukumnya fardhu kifayah.

وَعَلَى مَنْ كَانَ بِمَسَافَةِ الْقَصْرِ إِنِ احْتَاجُوْا إِلَيْهِمْ بِقَدْرِ الْكِفَايَةِ لِإنْقَاذِهِمْ مِنَ الْهَلْكَةِ فَيَصِيْرُ فَرْضَ عَيْنٍ فِي حَقِّ مَنْ قَرُبَ وَفَرْضَ كِفَايَةٍ فِي حَقِّ مَنْ بَعُدَ

Artinya: “Begitu juga wajib bagi orang yang berada di jarak qashar jika mereka membutuhkannya seukuran kebutuhannya untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran. Maka jihad menjadi fardu ain bagi orang yang dekat dan fardu kifayah bagi yang jauh”

Melihat kontek perselisihan Palestina-Israel, maka seluruh umat Islam di belahan dunia wajib melakukan jihad melawan Israel demi menyelamatkan keberlangsungan hidup umat Islam di Palestina.

Apakah berjihad harus dengan senjata ?

Yang wajib bagi umat Islam adalah berjihad, bukan harus mengangkat senjata. Berjihad tidak pasti harus menggunakan senjata, tapi bisa saja dengan harta, medis, atau pelayanan dan sebagainya. Rasulullah saw bersabda:

جَاهِدُوْا بِأَيْدِيْكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ

Artinya: “Berjihadlah kalian dengan tangan-tangan kalian, lidah kalian dan harta-harta kalian” (HR. An Nasa’i dan lainnya)

Hadits di atas menunjukkan bahwa berjihad tidak harus dengan senjata, tetapi dengan apa yang bisa dilakukannya. Manakala seseorang tidak mampu melakukan jihad karena faktor-faktor tertentu, maka jihad hukumnya tidak wajib.

Boikot merupakan salah satu jihad yang dapat dilakukan oleh orang-orang muslim saat ini, dan bisa dilakukan siapa pun. Karena sulit melakukan jihad dengan senjata melihat faktor-faktor lain yang bisa menimbulkan dharar yang lebih besar bagi umat Islam sendiri daripada ancaman hancurnya Palestina sebab serangan Israel. Sehingga jihad dengan memboikot produk-produk Israel begitu juga sekutunya menjadi fardu ain bagi setiap umat Islam. Karena boikot dapat melemahkan perekonomian Israel dan kerugian finansial yang cukup besar.

ISLAMKAFFAH

Karakteristik Fundamental Al-Quran

Bagi orang yang beriman, Al-Qur’an merupakan sebuah pedoman fundamental yang menjadi rujukan dan landasan prinsip dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an merupakan kalamullah yang dengan keagungannya dikhususkan untuk disampaikan kepada umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang alam tidak sanggup memikulnya.

Allah Ta’ala berfirman,

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلࣲ لَّرَأَیۡتَهُۥ خَـٰشِعࣰا مُّتَصَدِّعࣰا مِّنۡ خَشۡیَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَـٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ یَتَفَكَّرُونَ

Sekiranya Kami turunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (QS. Al-Hasyr: 21)

Namun, di antara jutaan umat manusia yang meyakini kemuliaan dan keutamaan kitab suci ini, tetap saja ada yang berperilaku menyimpang terhadapnya. Mulai dari bersikap enggan untuk membaca dan mentadaburinya, tidak beriman kepadanya, bahkan ada yang dengan sengaja mengubah isi dan maknanya, serta ada pula yang tega membakarnya. Wal’iyadzu billah.

Mungkin, saat ini, kita khususnya yang membaca artikel ini, tidak termasuk dalam golongan orang-orang menyimpang tersebut, insyaAllah. Akan tetapi, adakah yang menjamin bahwa orang-orang di sekitar kita khususnya mereka orang-orang yang kita sayangi (orang tua, keluarga, anak/keturunan, dan kerabat) terbebas dari perilaku menyimpang ini?

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk terlebih dahulu menanamkan keimanan dan pemahaman yang kokoh pada diri kita tentang Al-Qur’an. Mudah-mudahan, dengan keimanan dan pemahaman tersebut, dapat menjadikan kita mampu untuk memberikan kebenaran tentang Al-Qur’an kepada orang banyak khususnya orang-orang terdekat kita.

Saudaraku, banyak dalil yang menyebutkan keutamaan dan keagungan Al-Qur’an baik secara aqli maupun naqli. Namun, dalam kesempatan kali ini, kami ingin menguraikan satu dalil naqli tentang Al-Qur’an yang sangat fundamental untuk dapat diimani, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan kita.

Dalil yang sering kita lantunkan tatkala memulai membaca dan mentadaburi lembar demi lembar permulaan ayat Al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman,

الٓمٓ ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Alif Lam Mim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 1 – 2)

Saudaraku, melalui ayat di atas, Allah Ta’ala menegaskan 2 karakteristik Al-Qur’an yang sangat penting untuk kita pahami, yaitu: tidak ada keraguan dan petunjuk bagi orang-orang bertakwa.

Tidak ada keraguan di dalamnya

Di antara tanda keimanan seseorang adalah ia meyakini adanya kitab kalamullah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul shalawatullah ‘alaihim. Dalam hal ini, Al-Qur’an sebagai kita suci umat Islam yang menjadi pelengkap kitab suci sebelumnya.

Iman terhadap Al-Qur’an merupakan perkara yang wajib bagi seorang muslim. Seseorang dikatakan beriman, hanya apabila ia meyakini 6 (enam) rukun iman yang menjadi syarat wajib dari amalan hati yang harus dipenuhi.

Sebuah potongan hadis Jibril yang merupakan lanjutan dari hadis Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab pertanyaan malaikat Jibril ‘alaihissalam tentang Iman.

قَالَ : صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيْمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Orang itu (Jibril) berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim, no. 8)

Tidak mengimani Al-Qur’an, artinya tidak percaya terhadap isi kandungannya. Padahal, Al-Qur’an dan semua kandungannya selalu berada dalam penjagaan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr :9)

Akhirnya, seseorang yang tidak mengimani isi kandungan Al-Qur’an akan dianggap sebagai orang yang tidak beriman karena telah gugur daripadanya salah satu rukun iman yang enam. Iman adalah kemantapan hati dalam meyakini sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Meskipun telah banyak bukti nyata tentang kebenaran Al-Qur’an khususnya yang berkaitan dengan saintifik seperti ilmu tentang astronomi, biologi, fisika, dan berbagai disiplin ilmu.

Namun, masih ada manusia yang masih mempertanyakan keautentikan Al-Qur’an. Mereka masih beralasan bahwa dalil-dalil naqli belum cukup untuk memantapkan hati mereka terhadap Al-Qur’an. Padahal, tidak sulit bagi Allah Ta’ala untuk membuktikan semuanya hingga mereka beriman. Sebagaimana permohonan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada Rabbnya,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي

Dan ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Rabbku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati.’ Allah berfirman, ‘Apakah kamu belum percaya?’ Ibrahim menjawab, ’Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah teguh hati saya.’ “ (QS. Al-Baqarah : 260)

Tetapi, kenapa mereka beranggapan bahwa mereka masih butuh bukti dari Allah agar memantapkan hati mereka? Saudaraku, inilah amalan hati yang dinamakan iman terhadap hal yang gaib. Mengimani sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh pancaindra bukan berarti hal yang diimani tersebut tidak ada. Tetapi justru karena keterbatasan yang ada pada fisik manusia untuk mencapai pembuktian tersebut secara materil.

Oleh karenanya, firman Allah Ta’ala (yang menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya) ini adalah perkara pokok yang wajib kita imani dengan cara melaksanakan seluruh perintah dan larangan Allah yang terkandung di dalamnya, serta mengambil ibrah dari setiap kisah yang tertera di dalamnya dengan haqqul yaqin.

Petunjuk bagi orang-orang bertakwa

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa di antara cara beriman terhadap Al-Qur’an adalah dengan cara melaksanakan seluruh perintah dan larangan Allah yang terkandung di dalamnya. Maka, orang yang benar-benar komitmen dengan keimanan terhadap Al-Qur’an inilah yang disebut sebagai orang-orang yang bertakwa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالقُرْاَنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

Al-Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim no. 223)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Syarh Arba’in An-Nawawiyyah berkata, ”Al-Qur’an itu bisa menjadi pembelamu, jika engkau melaksanakan nasihat terhadap Al-Qur’an.”

Saudaraku, sadarilah bahwa Al-Qur’an tidak hanya sekadar panduan, tetapi juga merupakan sumber petunjuk spiritual dan moral bagi individu yang memiliki takwa. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِینَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِیَتۡ عَلَیۡهِمۡ ءَایَـٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِیمَـٰنࣰا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ یَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetar hatinya. Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya. Dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal: 2)

Marilah kita renungkan sejenak. Pernahkah hati kita tergugah tatkala mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an karena memahami makna ayat yang sedang kita dengarkan? Atau lebih sederhana lagi, berapa kali dalam sehari kita mengkhususkan waktu untuk ber-taqarrub dengan Allah melalui Al-Qur’an (membaca dan mentadaburinya)?

Padahal, Al-Qur’an merupakan bagian dari sebab seseorang mendapatkan ketinggian derajat di surga, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُهَا

“Dikatakan kepada shahibul Qur’an (di akhirat), “Bacalah Al-Qur’an dan naiklah ke surga serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagaimana engkau tartilkan sewaktu di dunia. Sesungguhnya kedudukan dan tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Imam Tirmidzi, Abu Dawud, dari Abdillah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma)

Menyadari betapa agungnya kitab suci Al-Qur’an ini, orang-orang yang memiliki ketakwaan pada dirinya pasti akan menjadikannya petunjuk untuk menggapai keridaan Allah Ta’ala berupa surga dan perjumpaan dengan-Nya. Karena, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’alapetunjuk bagi orang yang bertakwa.“, Al-Quran hanya akan menjadi wasilah bagi orang yang konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Semoga kita senantiasa mendapatkan karunia jalan keridaan Allah Ta’ala berupa keimanan dan ketakwaan sehingga memperoleh keistikamahan untuk selalu menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat. Allahumma amin.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89701-karakteristik-fundamental-al-quran.html

Zionis: Dari Bukit ke Gerakan Ekstrem

Shion atau Zion, adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem

KATA ini membuat darah mendidih, entah kenapa. Setiap mendengar Zionis, ada amarah yang memuncak.

Saya coba mencari tahu dari berbagai mu’jam (kamus) berbahasa Arab, apa sih makna Zionis?

Dalam bahasa Arab, kata Zionis adalah shihyauniyah. Ia berasal dari kata “Shion”, yang  berasal dari bahasa Suryani ܨܶܗܝܽܘܢ صِهيَون sebuah nama yang merujuk pada suatu tempat di Yerusalem (Baitul Maqdis).

Ada juga yang menyebutkan dari bahasa Ibrani. Shion atau Zion, adalah nama bukit yang berada di Yerusalem.  Shion (Arab/Ibrani) atau Zion (Latin), adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem.

Mengapa nama bukit ini yang digunakan? Banyak sekali pendapat dalam hal ini, ada yang berpendapat karena zion (bukit) itu tempat suci.

Zionisme merupakan gerakan politik ekstrem yang bermaksud mendirikan negara Yahudi di Palestina, dan ini sudah terjadi. Dan Zionis ingin menguasai dunia secara keseluruhan.

Salah satu tujuan utama gerakan ini adalah membangun Bait Suci Salomo di Yerusalem untuk mendirikan kerajaan Yahudi di sana, serta mendorong imigrasi Yahudi ke Palestina dan pembelian tanah untuk mendirikan pemukiman-pemukiman Yahudi, ini sudah terjadi.

Bisa dilihat di peta, betapa gerakan esktrem ini terus menggerus Palestina. Apalagi hari ini, ada pembunuhan massal di Gaza.

Sejarah gagasan ini sangat kuno dan muncul terutama di Babel, di mana ia diwujudkan dalam janji tuhan yang mereka yakini, dan untuk mempertahankan identitas Yahudi sebagai etnis yang terpisah.

Gerakan ini diorganisir sebagai entitas semi-militer yang sulit diintegrasikan dengan budaya lain. Betapa, negara yang baru lahir sudah memiliki persenjataan lengkap, dan kemungkinan mereka juga mempunyai nuklir, tapi, masih malu-malu mengakui.

Dalam Al-Aukan, bahwa Alkitab dan Talmud adalah dua sumber utama yang membentuk gerakan ini sepanjang sejarah. Gerakan ini bergantung pada konsep-konsep agama dan ras yang tertutup serta berbagai periode sejarah untuk membentuk visinya.

Gerakan ini tidak pernah enggan untuk mengungkapkan kebenciannya dan konspirasinya terhadap umat manusia secara terang-terangan. Dari ini, kita dapat memahami bahwa Zionisme adalah gerakan dengan akar yang dalam dan pengaruh sejarah yang rumit, dengan dampak besar pada sejarah dan situasi di Timur-Tengah.

Istilah “Zionis” digunakan untuk merujuk kepada para pendukung gerakan ini, yang bertujuan untuk membangun dan mempertahankan negara Yahudi di tanah ‘‘Israel’’. Nama “Zionis” digunakan untuk menggambarkan keyakinan dan tujuan gerakan politik-kebangsaan ini, yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan dan pemulihan nasional Yahudi.

Sampai kapan gerakan ini selesai? Sampai tidak terbatas.

Dan sudah sangat jelas, bahwa mereka datang untuk sebuah penjajahan, membangun negara di atas tanah negara orang. Kalau membangun negara, pastilah mereka merebut sebuah negara yang pernah hadir di muka bumi, yaitu Palestina.

Jadi sebenarnya mereka merampas dan menjajah.*/ Dr Halimi Zuhdy

HIDAYATULLAH

4 Amalan Pelancar Rezeki, Nomor 2 Bisa Dilakukan Kapan Saja

Dalam Islam, rezeki merupakan sebuah kenikmatan, keberkahan, serta karunia yang diberikan Allah SWT pada semua makhluk-Nya.

Selain itu dalam Islam, rezeki terbagi menjadi dua yakni rezeki umum dan rezeki khusus. Rezeki umum berupa harta, kesehatan, kendaraan, dan lain sebagainya yang berbentuk benda.

Sedangkan rezeki khusus merupakan segala hal yang bermanfaat dalam menegakkan keimanan serta ketakwaan seseorang misalnya ilmu, amal shalih, atau rezeki yang halal dan penuh berkah yang membuat seseorang bisa lebih taat kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.

Berbicara mengenai rezeki, dalam Islam sendiri terdapat banyak amalan yang bisa melancarkan rezeki. Berikut ini 4 amalan pelancar rezeki yang wajib diketahui umat muslim.

  1. Qiyamul Lail atau Shalat Malam

Amalan pelancar rezeki yang pertama adalah qiyamul lain atau shalat malam. Shalat sunnah yang satu ini dipercaya mampu membuka pintu rezeki.

Selain itu, shalat malam juga merupakan salah satu ibadah yang paling disukai Allah SWT dan amalan yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw.

Maka tidak heran jika qiyamul lail menjadi salah satu media yang mustajab untuk menghantarkan doa-doa kita kepada Allah SWT, salah satunya adalah rezeki.

“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman: ‘Barang siapa yang menyeru-Ku, akan aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, aku perkenankan permintaannya. Dan barang siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, aku ampuni dia,” (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Banyak Beristighfar

Amalan pelancar rezeki yang selanjutnya adalah banyak beristigfar. Kebanyakan umat muslim hanya mengetahui jika istighfar merupakan amalan penghapus dosa.

Namun siapa sangka, jika amalan yang bisa dibaca kapan saja dan di mana saja ini ternyata bisa membuka pintu rezeki. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam hadist berikut ini.

“Barangsiapa yang melazimkan (membiasakan) membaca istighfar, Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesusahan, dan solusi dari setiap kesempitan, dan memberikan kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka,” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, & Al-Hakim).

  1. Bersedekah

Selain kedua amalan di atas, bersedekah juga merupakan salah satu amalan pelancar rezeki. Bagi sebagian orang, mungkin merasa sayang untuk mengeluarkan atau membagikan sebagian rezekinya kepada yang membutuhkan.

Namun siapa sangka alih-alih membuat miskin, justru kegiatan tersebut bisa melancarkan rezeki kita. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al Hadid ayat 18.

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. Al Hadid: 18)

Selain itu, ada juga hadist mengenai keutamaan sedekah yang bisa melancarkan rezeki seseorang.

Seperti sabda Rasulullah: “Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah.” (HR. Al-Baihaqi).

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu juga mengatakan “Pancing rezekimu dengan sedekah.” Siapa yang banyak memberi maka ia juga akan banyak menerima.

  1. Berdzikir di Waktu Pagi dan Petang

Adapun amalan pelancar rezeki yang terakhir adalah berdzikir di waktu pagi dan petang. Disebutkan dalam Shahih Muslim, Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah pernah menghadiri suatu pertemuan dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda,

“Tiada sekali-kali suatu kaum duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah SWT melainkan para malaikat mengerumuni mereka, dan rahmat meliputi mereka serta ketenangan diturunkan kepada mereka, dan Allah SWT menyebut-nyebut mereka di kalangan para malaikat yang dekat di sisi-Nya.”

Selain itu, perintah berdzikir di waktu pagi dan petang juga dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana QS. Al-Ahzab ayat 42 sampai 43 :

“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab ayat 42 sampai 43).

Itulah 4 amalan pelancar rezeki yang wajib diketahui umat muslim, nomor 2 bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Wallahu a’lam bhissawab.

ISLAMKAFFAH

Menag Usulkan Biaya Haji 2024 Rp 105 Juta Per Jamaah

Usulan biaya haji 2024 per jamaah Rp 105 juta.

Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan usulan rata-rata Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) per jamaah pada tahun depan sebesar Rp105.095.032,34. Anggaran tersebut nantinya akan dibagi dalam dua komponen, yaitu komponen yang dibebankan langsung kepada Jemaah Haji (Bipih/Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dan komponen yang dibebankan kepada dana nilai manfaat (optimalisasi).

“Untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jamaah Rp105.095.032,” ujar Yaqut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Senin (13/11/2023).

Angka usulan BPIH tersebut lebih besar dari penetapan tahun sebelumnya sebesar Rp 90.050.637,26 per jamaah haji. Namun untuk formulasi Bipih dan nilai manfaat untuk penyelenggaraan 1445H/2024M belum diputuskan.

Dalam menyusun usulan BPIH, kata Yaqut, pemerintah menggunakan asumsi nilai tukar kurs dollar terhadap rupiah sebesar Rp16 ribu. Sedangkan asumsi nilai tukar SAR terhadap rupiah sebesar Rp 4.266. 

“Pemerintah mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH, sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat terlaksana dengan baik, dengan biaya yang wajar,” ucap dia.

Yaqut menuturkan, BPIH digunakan untuk membiayai beberapa komponen, di antaranya biaya penerbangan, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan di embarkasi, debarkasi, imigrasi, layanan Armuzna (Arafah-Muzdalifah-Mina), premi asuransi, pelindungan, dokumen perjalanan, living cost, dan pembinaan jemaah haji. 

“Komponen biaya penerbangan haji disusun per embarkasi dengan memperhatikan jarak dari masing-masing embarkasi ke Arab Saudi,” kata Yaqut.

Dalam rapat kerja tersebut, Kemenag dan DPR juga sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) BPIH tahun 1445 H/2024 M. Kesepakatan ini menjadi keputusan Rapat Kerja yang dipimpin Ketua Komisi VIII Ashabul Kahfi tersebut. Panja BPIH 1445 H/2024 M nantinya akan diketuai Moekhlas Sidik.

“Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama bersepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) tentang BPIH tahun 1445 H/2024 M serta secepatnya dapat memulai pembahasan mengenai asumsi dasar dan komponen BPIH,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, sebelum menutup rapat kerja.

IHRAM