Shalat Sunat Rawatib, Apa Saja Keutamaan dan Jenisnya?

Shalat sunat rawatib tak pernah ditinggalkan Rasulullah.

Selain melaksanakan shalat fardhu, umat Muslim sebaiknya juga melaksanakan shalat sunat rawatib guna meningkatkan amalannya. 

Yakni shalat yang dikerjakan sebelum ataupun sesudah shalat fardhu (shalat lima waktu).

Nabi Muhammad SAW diketahui selalu melaksanakan shalat sunah rawatib ini. Sejumlah hadis juga menyebutkan keutamaan shalat sunat rawatib.

Imam Muslim meriwayatkan hadis yang mengatakan bahwa, Ummu Habibah RA berkata: ‘Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang shalat 12 rakaat di dalam sehari semalam maka dibangunkan baginya sebuah rumah di dalam surga.” (HR Muslim no 728). 

Dalam hadis riwayat Muslim nomor 725, juga disebutkan keutamaan shalat sunat rawatib. Rasulullah bahkan menyebut bahwa, dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya dan dua rakaat sebelum shubuh lebih dia cintai daripada dunia seisinya.

Begitupun shalat sunat rawatib sebelum Zhuhur. Nabi Muhammad bersabda, sebagaimana tercantum dalam hadis at-Tirmidzi Nomor 428, “Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum zhuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan api neraka.

Adapun shalat sunat rawatib terbagi dalam dua jenis. Yakni yang dikerjakan sebelum shalat fardhu disebut qabliyah dan yang dilaksanakan sesudah shalat fadhu disebut ba’diyah.

Sedangkan berdasarkan anjuran untuk melaksanakannya, shalat sunat ini juga dibagi menjadi dua. Yakni, shalat rawatib muakkad atau sangat dianjurkan dan ghairu muakkad atau tidak terlalu ditekankan untuk dilaksanakan.

Untuk shalat rawatib muakkad, sebagaimana tertulis dalam hadist riwayat at-Tirmidzi nomor 414, berikut jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya:

  1. 2 rakaat sebelum shalat Shubuh
  2. 4 rakaat sebelum shalat Zhuhur
  3. 2 rakaat sesudah shalat Zhuhur
  4. 2 rakaat sesudah shalat Maghrib
  5. 2 rakaat sesudah shalat Isya

Sedangkan untuk shalat sunat rawatib yang ghairu muakkad, berikut jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya: 

  1. 2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar (dikerjakan dua kali salam jika 4 rakaat)
  2. 2 rakaat sebelum shalat Maghrib
  3. 2 rakaat sebelum shalat Isya

Syekh Muhammad bin Utsaimin berkata: “Shalat sunat rawatib terdapat di dalamnya salam. Seseorang yang shalat rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya Nabi bersabda: Shalat (sunah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam.” (Majmu’ Fatawa, al-Utsaimin 14/288).

Adapun waktu pelaksanaan shalat sunat rawatib ini dijelaskan hadis riwayat al-Mughni 2/554, yang berbunyi sebagai berikut. 

Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunah rawatib qabliyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu shalat fardhu hingga shalat fardhu dikerjakan, dan shalat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya shalat fardhu hingga berakhirnya waktu shalat fardhu tersebut”.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ini Bacaan Zikir yang Menjadi Tanaman Surga

ADA bacaan dzikir yang ringan yang menjadi tanaman di surga. Apa itu?

Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan, SUBHANALLOH WA BIHAMDIH (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya), maka ditanamkan untuknya satu pohon kurma di surga.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3464. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly menyatakan bahwa hadits ini shahih dengan syawahidnya, yaitu penguatnya]

Ibnu Masud radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku bertemu Ibrahim pada malam aku diperjalankan (Isra Miraj). Ibrahim berkata, Wahai Muhammad, bacakan salam dariku untuk umatmu dan kabarkan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya harum, airnya segar, tanahnya luas/ lapang, dan tanamannya adalah SUBHANALLOH WALHAMDULILLAH WA LAA ILAHA ILLALLOH WALLOHU AKBAR (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Mahabesar).” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3462. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly menyatakan bahwa hadits ini hasan dengan syawahidnya, yaitu penguatnya]

Faedah Hadits:
– Berdzikir kepada Allah sebab masuk surga.
– Semakin banyak seseorang berdzikir kepada Allah, semakin banyak ia menanam tanaman di surga.
– Sifat surga adalah tanahnya harum, airnya segar, sedangkan tanamannya adalah kalimat thoyyibah yaitu dzikrullah.
– Hadits ini mendorong kita untuk memperbanyak dzikir agar semakin banyak tanaman di surga.
– Adanya mukjizat isra miraj.
– Keutamaan umat Islam sampai Nabi Ibrahim pun menyampaikan salam untuk umat ini.

[Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:462-463.]

INILAH MOZAIK

Doa Taubat Nabi Adam Saat Diusir dari Surga

Nabi Adam ‘alaihis salam pernah melanggar perintah Allah SWT sehingga diusir dari surga. Ia pun melakukan taubat agar diampuni oleh Allah SWT. Nah seperti apa doa nabi Adam ketika itu?

Saat berada di surga, Allah melarang Adam dan Hawa memakan buah khuldi. Namun atas bujuk rayu setan keduanya kemudian memakan buah khuldi. Mereka pun diusir dari surga dan diturunkan ke bumi.

Sesampai di bumi Nabi Adam dan Hawa mengakui kesalahan dan bertaubat. Nabi Adam ‘alaihis salam mendatangi Ka’bah, sholat dua rakaat, dan berdoa di multazam.

Maksud doanya, Nabi Adam mengakui kesalahannya dan meminta ampun agar tidak menjadi orang yang merugi. Doa Nabi Adam tersebut ditulis oleh Allah SWT dalam Quran Surat Al Araf ayat 23 yang berbunyi

Arab: قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ

Artinya: Ya Tuhan kami, kami telah dzalimkan diri kami sendiri, Jika Engkau tidak mengampuni kami dan Engkau rahmatkan kami, tentu lah kami menjadi orang yang rugi.

Nah, doa Nabi Adam ini bisa dipanjatkan untuk taubat ya!
(pay/erd)

DETIK

Bandingkan Musibahmu dengan yang Lebih Berat

BANYAK sekali pesan masuk yang belum saya jawab. Walaupun banyak, warna dari pesan itu, baik yang lewat WA, Messenger, SMS dan lainnya, adalah bermuara pada satu hal saja, yakni keluhan atas musibah dan derita yang dialaminya. Ada yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan keluarga, ini yang paling banyak, dan ada pula yang berkaitan dengan masalah sosial politik serta ada pula yang bersentuhan dengan dunia hati.

Tulisan kali ini adalah jawaban saya untuk semua pesan itu. Versi singkat jawaban saya: “Tetaplah bersyukur karena Anda masih lebih mujur ketimbang orang yang musibah atau ujiannya lebih besar dibandingkan dengan yang Anda alami.” Versi sedang dari jawaban saya: “Cobalah dengarkan berita yang bertebaran di sekeliling kita tentang orang yang terpuruk bisnisnya sampai berutang bermiliar-miliar, tentang orang yang ditinggal mati seluruh keluarganya karena bencana, tentang orang yang sakit seluruh badannya sekaligus sakit hatinya karena ditinggal orang yang dicinta. Lalu cobalah menghitung diri, jangan-jangan kita memang tengah jauh dari Tuhan atau bahkan telah lama memusuhiNya sehingga pantas mendapat teguran. Renungkanlah.”

Jawaban saya dalam versi yang agak panjang adalah bahwa sesungguhnya musibah kita itu tidak ada seberapanya dibandingkan dengan musibah atau ujian yang dijalani para manusia pilihan, mulai dari para Rasul, para Nabi sampai para ulama nan shalih. Beliau diuji bukan karena kesalahan mereka, namun sebagai cermin dan tauladan bagi kita semua bahwa kadang musibah adalah salah satu cara Allah menjadikan hambaNya sebagai manusia pilihan. Jangan-jangan, musibah yang menimpa kitapun adalah cara Allah untuk mengangkat derajat kita. Tetaplah bersyukur.

Bagi yang sedang sakit, bacalah kisah Nabi Ayyub yang berpenyakit sangat parah, yang dalam beberapa kisah tafsir disebutkan sebagai tertimpa segala jenis penyakit selain penyakit hati. Bagi yang sedang terusir dari kampung halaman, bacalah kisah Nabi Musa yang harus pergi dan tetap dikejar serta diancam bunuh. Bagi yang dihina dan dicaci serta diberitakan tak benar, cobalah membaca kisah Nabi Muhammad yang tetap sabar di tengah gempuran hal tak nyaman dalam masa panjang.

Bagi yang sedang dijauhi banyak orang dan dianggap sebagai orang gila dan tak normal, bacalah kisah Nabi Nuh yang dijauhi kaumnya dan bahkan dikhianati istri dan anaknya. Bagi yang sedang diberi ujian sebagai korban fitnah, iri hati dan dengki, mengapa tak membaca kisah Nabi Yusuf yang dikukuhkan Allah sebagai kisah terindah. Lalu, bandingkanlah musibah kita dengan manusia-manusia pilihan itu. Masihkan akan mengeluh? Bersyukurlah.

Dunia adalah ladang ujian, jika kita lulus maka kelak kita akan mendapatkan anugerah besar. Sebagai ladang ujian, selalu saja ada yang tak nyaman. Kenyamanan abadi adalah nanti, mulai saat kita injakkan sebelah kaki kita di taman surga. Kini, bersabarlah dan tetaplah bersyukur karena Allah sangat senang dan sayang pada hambaNya yang senantiasa bersabar dan bersyukur. Selalulah melihat segala yang terjadi dari sisi positifnya.

Seorang pemikir cerdas berwajah jelek sangat bersyukur sekali mendapatkan istri cantik walaupun bodoh. Bukan bodohnya yang dibacanya, namun cantiknya. Pun istrinya, melihat cerdasnya dan bukan jeleknya. Mereka berdua bersyukur dan berbahagia menikmati takdir, sambil berharap anaknya kelak cantik atau ganteng nurun wajah ibunya serta cerdas pandai nurun otak bapaknya. Sungguh adalah cara bersyukur yang baik.

Lahirlah anak yang ditunggu-tunggunya yang saat tumbuh besar nyata sekali bahwa anak itu adalah keturunan sepasang suam istri itu; wajahnya jelek nurun dari bapaknya dan otaknya bodoh seperti ibunya. Walau berbeda dengan yang diharapkannya, apakah sepasang suami istri itu sedih menangis? Ternyata tidak. Keduanya tertawa dan bersyukur bahagia. Tahukah, mengapa? Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

Penyakit ‘Ain Melalui Foto dan Video

Hendaknya kita berhati-hati men-share foto atau video kita, keluarga kita atau anak kita di sosial media, karena penyakit ‘ain bisa terjadi melalui foto ataupun video. Meskipun tidak pasti setiap foto yang di-share terkena ‘ain tetapi lebih baik kita berhati-hati, karena sosial media akan dilihat oleh banyak orang.

Penyakit ‘ain adalah penyakit baik pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki ataupun takjub/kagum, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.

Ibnul Atsir rahimahullah berkata,

ﻳﻘﺎﻝ: ﺃﺻَﺎﺑَﺖ ﻓُﻼﻧﺎً ﻋﻴْﻦٌ ﺇﺫﺍ ﻧَﻈﺮ ﺇﻟﻴﻪ ﻋَﺪُﻭّ ﺃﻭ ﺣَﺴُﻮﺩ ﻓﺄﺛَّﺮﺕْ ﻓﻴﻪ ﻓﻤَﺮِﺽ ﺑِﺴَﺒﺒﻬﺎ

Dikatakan bahwa Fulan terkena ‘ Ain , yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya jatuh sakit” 1.

Sekilas ini terkesan mengada-ada atau sulit diterima oleh akal, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa ‘ain adalah nyata dan ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺣﻖُُّ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺷﻲﺀ ﺳﺎﺑﻖ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻟﺴﺒﻘﺘﻪ ﺍﻟﻌﻴﻦ

Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya” 2.

Contoh kasus:

  • Foto anak yang lucu dan imut diposting di sosial media, kemudian bisa saja terkena ‘ain. Anak tersebut tiba-tiba sakit, nangis terus dan tidak berhenti, padahal sudah diperiksakan ke dokter dan tidak ada penyakit.
  • Bisa juga gejalanya tiba-tiba tidak mau menyusui sehingga kurus kering tanpa ada sebab penyakit.

Hal ini terjadi karena ada pandangan hasad kepada gambar itu atau pandangan takjub dan PENTING diketahui bahwa penyakit ‘ain bisa muncul meskipun mata pelakunya tidak berniat membahayakannya (ia takjub dan kagum).

Penyakit ‘ain bisa melalui gambar atau video

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

ﻭﻧﻔﺲ ﺍﻟﻌﺎﺋﻦ ﻻ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺗﺄﺛﻴﺮﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ ، ﺑﻞ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﻋﻤﻰ ﻓﻴﻮﺻﻒ ﻟﻪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻓﺘﺆﺛﺮ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﻩ ، ﻭﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺎﺋﻨﻴﻦ ﻳﺆﺛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﺑﺎﻟﻮﺻﻒ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺭﺅﻳﺔ

”Jiwa orang yang menjadi penyebab ‘ain bisa saja menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, jiwanya bisa menimbulkan penyakit ‘ain, meskipun dia tidak melihatnya. Ada banyak penyebab ‘ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ‘ain, hanya dengan cerita saja tanpa melihat langsung”3.

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan,

ﻭﺑﻬﺬﺍ ﻳﺘﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺎﺋﻦ ﻗﺪ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺻﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﺨﺺ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺃﻭ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻠﻔﺎﺯ ، ﻭﻗﺪ ﻳﺴﻤﻊ ﺃﻭﺻﺎﻓﻪ ﻓﻴﺼﻴﺒﻪ ﺑﻌﻴﻨﻪ ، ﻧﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺴﻼﻣﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ

“Oleh karena itu, jelaslah bahwa penyebab ‘ain bisa jadi ketika melihat gambar seseorang atau melalui televisi, atau terkadang hanya mendengar ciri-cirinya, kemudian orang itu terkena ‘ain. Kita memohon keselamatan dan kesehatan kepada Allah.” 4.

Demikian semoga bermanfaat.

***

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/28858-penyakit-ain-melalui-foto-dan-video.html

Makan Berlebihan Sumber Utama Penyakit

Di zaman modern ini, pola makan bisa jadi tidak terkendali. Banyaknya makanan dan minuman siap saji dengan kalori dan gula yang tinggi menyebabkan munculnya penyakit. Kemudahan mendapatkan makanan dan minuman siap saji, jajan dan kue sebagai cemilan setiap saat juga menjadi pola hidup zaman modern. Tentunya manusia yang sangat minim bergerak karena dimanjakan oleh teknologi juga mendukung berbagai penyakit muncul dengan mudah.

Dalam ajaran Islam yang mulia, manusia diperintahkan oleh Allah agar makan secukupnya saja dan tidak berlebihan.

Allah berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,

قال بعض السلف : جمع الله الطب كله في نصف آية : ( وكلوا واشربوا ولا تسرفوا )

“Sebagian salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.” [1]

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa perut manusia adalah wadah yang paling buruk yang selalu diisi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas” [2]

Maksudnya, perut yang penuh dengan makanan bisa merusak tubuh. Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury menjelaskan,

ﻭﺍﻣﺘﻼﺅﻩ ﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺪﻧﻴا

“Penuhnya perut (dengan makanan) bisa menyebabkan kerusakan agama dan dunia (tubuhnya)” [3]

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.” [4]

Jika sampai full kekenyangan yang membuat tubuh malas dan terlalu sering kekenyangan, maka hukumnya bisa menjadi haram. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,

وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat perut penuh dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Hukumnya dapat berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, pent).” [5]

Demikian semoga bermanfaat

@ Kereta Api perjalanan Cileungsi – Yogyakarta

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/35855-makan-berlebihan-sumber-utama-penyakit.html

Hukum Berbicara Ketika Makan

Berbicara ketika makan ternyata hal yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Sehingga ini bukan adab yang tercela sebagaimana disangka oleh sebagian orang yang terpengaruh budaya orang barat. Bahkan berbicara ketika makan adalah adab yang mulia karena menimbulkan kebahagiaan bagi orang-orang yang makan. Hal ini bisa disimak dalam beberapa hadits berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata:

أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بِلَحْمٍ ، فَرُفِعَ إِلَيْهِ الذِّرَاعُ ، وَكَانَتْ تُعْجِبُهُ ، فَنَهَسَ مِنْهَا نَهْسَةً فَقَالَ : أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ …

“Suatu hari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dihidangkan makanan berupa daging, kemudian disuguhkan daging paha untuk beliau. Dan beliau sangat menyukainya. Maka beliau pun menyantapnya. Kemudian beliau bersabda: ‘Aku adalah pemimpin manusia di hari kiamat…’” (HR. Bukhari no.3340, Muslim no.194).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدُمَ ، فَقَالُوا: مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ . فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ: ( نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ ، نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ )

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meminta ‘udm (lauk; makanan pendamping makanan pokok) kepada istrinya. Maka para istrinya menjawab: kita tidak punya apa-apa selain cuka. Maka Nabi pun meminta dibawakan cuka tersebut dan makan dengan cuka itu. Kemudian beliau bersabda: udm yang paling nikmat adalah cuka.. udm yang paling nikmat adalah cuka.. “ (HR. Muslim no. 2052).

Dari Abu ‘Usaib radhiallahu’anhu, maula Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Hadits yang panjang, disebutkan di dalamnya:

فأكل رسولُ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ – وأصحابُه، ثم دعا بماءٍ باردٍ فشرب، فقال : لتُسألُنَّ عن هذا النعيمِ يومَ القيامةِ، قال : فأخذ عمرُ العذقَ، فضرب به الأرضَ حتى تناثر البُسرُ قبلَ رسولِ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ -، ثم قال : يا رسولَ اللهِ ! إنا لمسؤولونَ عن هذا يومَ القيامةِ ؟ ! قال : نعم

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya makan, kemudian beliau meminta dibawakan air lalu meminumnya. Beliau lalu bersabda: sungguh nikmat ini akan ditanyakan di hari kiamat. Kemudian Umar bin Khathab mengambil tandan kurma dan memukulkannya ke tanah hingga berjatuhanlah kurma-kurma muda di belakang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Kemudian Umar bertanya: wahai Rasulullah, apakah kita akan ditanya tentang nikmat (kurma) ini di hari kiamat? Nabi menjawab: iya…” (HR. As Suyuthi dalam Al Budur As Safirah [195], ashl hadits ini dalam Shahih Muslim [2038] dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu’anhu).

Dalam hadits-hadits di atas dan juga hadits-hadits lainnya, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam saling berbicara ketika makan. Menunjukkan hal ini diperbolehkan. Bahkan dianjurkan jika dapat mencairkan suasana dan menyenangkan orang-orang yang makan bersama. Al Imam An Nawawi mengatakan:

وَفِيهِ اِسْتِحْبَاب الْحَدِيث عَلَى الْأَكْل تَأْنِيسًا لِلْآكِلِينَ

“Dalam hadits ini (yaitu hadits Jabir) terdapat anjuran untuk mengobrol ketika makan untuk menyenangkan orang-orang yang makan bersama” (Syarah Shahih Muslim, 7/14).

Maka tidak tepat adab makan ala barat (dan orang-orang yang meniru mereka) yang melarang berbicara ketika makan.

Walaupun demikian, hendaknya tetap menjaga adab ketika berbicara ketika makan, tidak sampai melebihi batas. Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan:

الكلام على الطعام كالكلام على غير الطعام ؛ حسنه حسن ، وقبيحه قبيح

“Berbicara ketika makan, hukumnya seperti berbicara di luar makan. Jika pembicaraannya baik, maka baik. Jika pembicaraannya buruk, maka buruk” (Silsilah Huda wan Nuur, 1/15).

Wallahu a’lam.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/47974-hukum-berbicara-ketika-makan.html

Budaya Suap: Tradisi Mendarah Daging Bangsa Yahudi

Tahukah kita, bahwa budaya memberi suap dan uang sogok adalah budaya dan tradisi yang mengakar kuat (mendarah daging) di kalangan bangsa Yahudi? Allah Ta’ala berfirman,

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu (orang-orang Yahudi) adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan ‘as-suht’ (QS. Al-Maidah [5]: 42).

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ([as-suht] السحت)  adalah harta haram, yaitu risywah (uang suap atau uang sogok) (Tafsir Jalalain, 1/144).

Ibnu Katsir rahimahullah juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ([as-suht] السحت)  adalah harta haram, yaitu risywah, sebagaimana penjelasan shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu (Tafsir Ibnu Katsir, 3/106).

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata tentang ayat di atas,

كَانَ الْحَاكِمُ مِنْهُمْ إِذَا أَتَاهُ أَحَدٌ بِرُشْوَةٍ جَعَلَهَا فِي كُمِّهِ فَيُرِيهَا إِيَّاهُ وَيَتَكَلَّمُ بِحَاجَتِهِ فَيَسْمَعُ مِنْهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَى خَصْمِهِ، فَيَسْمَعُ الْكَذِبَ وَيَأْكُلُ الرُّشْوَةَ. وَعَنْهُ أَيْضًا قَالَ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الْحَكَمِ إِذَا رَشَوْتَهُ لِيُحِقَّ لَكَ بَاطِلًا أَوْ يُبْطِلَ عَنْكَ حَقًّا

Para hakim dari kalangan bangsa Yahudi dulu, jika mereka didatangi seseorang (salah satu pihak yang memiliki perkara atau bersengketa, pen.) dengan membawa uang suap yang disembunyikan di balik lengan bajunya untuk kemudian diperlihatkan (uang suap tersebut) kepada sang hakim, maka orang yang membawa uang suap itu lalu menyampaikan keperluannya (yaitu, menyampaikan tuntutannya). Hakim (yang sudah disuap tersebut, pen.) hanya mendengarkan perkataan orang yang memberi suap dan tidak melihat kepada kasus yang mereka tangani (artinya, tidak memperhatikan lagi pihak lawan yang tidak membawa suap). Mereka suka mendengar perkataan dusta dan memakan uang suap.” Beliau rahimahullah juga berkata,”Yang demikian itu hanyalah dalam masalah hukum. Mereka disuap untuk mengubah yang salah menjadi benar, atau mengubah yang benar menjadi salah” (Tafsir Al-Baghawi, 3/58).

Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa [4]: 60).

Di dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan sebab turunnya ayat di atas. Al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Asy-Sya’bi yang mengatakan,

كان بين رجل من المنافقين ورجل من اليهود خصومة، فدعا اليهودي المنافق إلى النبي صلى الله عليه وسلم، لأنه علم أنه لا يقبل الرشوة. ودعا المنافق اليهودي إلى حكامهم، لأنه علم أنهم يأخذون الرشوة في أحكامهم، فلما اختلفا اجتمعا على أن يحكما كاهنا في جهينة

“Terjadi sengketa antara seorang Yahudi dan seorang munafik (orang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Maka orang Yahudi mengajak orang munafik untuk mendatangi Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam (untuk memutuskan sengketa di antara mereka, pen.) karena dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tidak menerima uang suap. Sedangkan orang munafik tadi mengajak si Yahudi untuk mendatangi hakim dari kalangan bangsa Yahudi, karena dia tahu bahwa hakim dari kalangan Yahudi bisa disuap ketika membuat putusan. Ketika mereka berbeda pendapat (siapa yang didatangi), akhirnya mereka bersepakat untuk mendatangi seorang dukun di daerah Juhainah”  (Tafsir Al-Qurthubi, 5/623).

Allah pun lalu menurunkan ayat di atas untuk mencela keduanya: (1) “Orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu” adalah orang munafik; dan (2) “dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu” adalah orang Yahudi.

Al-Qurthubi juga menyebutkan jalur riwayat dari Adh-Dhahak yang menjelaskan bahwa thaghut (dukun) yang didatangi oleh orang Yahudi dan orang munafik tadi adalah Ka’ab bin Al-Asyraf (Tafsir Al-Qurthubi, 5/623). Di dalam Tafsir Jalalain juga disebutkan bahwa keduanya kemudian mendatangi Ka’ab bin Al-Asyraf  (Tafsir Jalalain, 1/144).

Demikianlah, budaya sogok-menyogok dalam membuat putusan hukum, ternyata budaya warisan turun-temurun dari bangsa Yahudi. Kita mencela dan melaknat orang-orang Yahudi, namun justru kita sendiri (mungkin) mengikuti budaya mereka, tanpa kita sadari. Wallahu a’lam.

***

Selesai disusun di malam hari, Masjid Nasuha ISR Rotterdam, 17 Shafar 1436

Yang selalu mengharap ampunan Rabb-nya,

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24040-budaya-suap-tradisi-mendarah-daging-bangsa-yahudi.html

Rincian Hukum Tepuk Tangan

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur setiap sendi kehidupan manusia. Urusan yang besar maupun yang kecil, kita temukan bimbingan Islam di dalamnya. Dalam tulisan singkat ini, kami akan membahas masalah rincian hukum tepuk tangan.

Ibadah Orang-Orang Musyrik Jahiliyyah dengan Bertepuk Tangan

Tepuk tangan merupakan salah tata cara ibadah orang-orang musyrik jajiliyyah. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

“Sembahyang mereka di sekitar baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al-Anfaal [8]: 35)

Ibadah orang-orang musyrik di baitullah, berupa siulan dan tepuk tangan, mereka sebut dengan istilah “shalat” untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Inilah hasil dari tipu daya setan atas mereka, yang menghias-hiasi perbuatan yang mereka lakukan sehingga tampak sebagai sebuah kebaikan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Padahal, setiap ibadah haruslah berdasarkan tuntunan dari syariat, bukan hasil kreativitas dan olah pikir inovasi manusia. [1]

Rincian Hukum Tepuk Tangan 

Berdasarkan ayat di atas, sebagian ulama mengatakan bahwa hukum tepuk tangan itu haram secara mutlak, karena mengandung unsur menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang musyrik. 

Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,

“Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan haramnya dua perkara ini, yaitu siulan dan tepuk tangan, meskipun seseorang tidak memaksudkannya dalam rangka ibadah. Hal ini karena perbuatan tersebut merupakan bentuk tasyabbuh dengan orang-orang musyrik.” [2]

Tepuk tangan hanya dibolehkan untuk kaum wanita, itu pun hanya jika ada hajat (kebutuhan). Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,

“Tepuk tangan hanyalah dibolehkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk wanita secara khusus ketika ada hajat. Misalnya, mengingatkan imam ketika lupa dalam shalat. Hal ini karena dalam suara wanita -dalam kondisi ada kaum laki-laki- termasuk fitnah. Tidak boleh bagi kaum laki-laki untuk tasyabbuh dengan orang kafir, demikian pula dengan kaum wanita, dalam masalah tepuk tangan. 

Jika tepuk tangan bagi laki-laki itu tidak diperbolehkan meskipun ada hajat, yaitu mengingatkan imam jika lupa dalam shalat (karena kaum laki-laki hanyalah mengingatkan imam dengan mengucapkan tasbih), maka lebih-lebih lagi tidak boleh tepuk tangan jika tidak ada kebutuhan. Sehingga penjelasan ini adalah bantahan untuk kaum laki-laki yang bertepuk tangan dalam pertemuan-pertemuan, karena tasyabbuh dengan orang-orang kafir.” [3]

Diperbolehkannya tepuk tangan bagi wanita ketika shalat adalah berdasarkan hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ، وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

“Ucapan tasbih hanyalah buat laki-laki, sedangkan bertepuk tangan buat wanita.” (HR. Bukhari no. 1203 dan Muslim no. 422)

Dari sahabat Sahal bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِي رَأَيْتُكُمْ أَكْثَرْتُمُ التَّصْفِيقَ، مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ، فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ التُفِتَ إِلَيْهِ، وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

“Mengapa kalian tadi banyak bertepuk tangan? Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepuk tangan itu untuk wanita.” (HR. Bukhari no. 684 dan Muslim no. 421)

Akan tetapi, pendapat yang lebih tepat adalah memberikan rincian terkait dengan hukum tepuk tangan, tidak mutlak haram untuk kaum laki-laki sebagaimana penjelasan di atas. Oleh karena itu, yang lebih tepat adalah memberikan rincian sebagai berikut. Rincian ini diberikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam syarh beliau untuk kitab Iqtidha’ Shirathal Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Tepuk Tangan dalam Rangka Ibadah

Jika dalam rangka ibadah, maka haram, karena termasuk bid’ah. Contoh menjadikan tepuk tangan sebagai bagian dari ibadah adalah yang kita jumpai dari para pengikut thariqat shufiyyah yang bertepuk tangan ketika mereka mengamalkan dzikir-dzikir kepada Allah Ta’ala.

Tepuk Tangan dalam Rangka Bersenang-Senang

Menjadikan tepuk tangan sebagai bagian dari permainan dan senang-senang. Perbuatan semacam ini menyelisihi (merusak) muru’ah (nama baik atau kehormatan) seseorang. Termasuk dalam masalah ini adalah budaya tepuk tangan wanita di sebagian bangsa Arab setelah akad nikah. Namun ada catatan bahwa standar muru’ah itu berbeda-beda seiring dengan perbedaan negeri, jaman, dan status (kedudukan) seseorang. Sebagaimana pada jaman dahulu, makan di warung pinggir jalan merupakan perbuatan yang dinilai menodai muru’ah seorang penuntut ilmu (thalibul ‘ilmi).

Oleh karena itu, jika tepuk tangan dalam permainan itu tidak merusak muru’ah seseorang di suatu jaman atau negeri tertentu, maka hal ini tidak mengapa. Namun jika dinilai merusak atau menodai muru’ah, maka selayaknya tidak dilakukan. Misalnya, seorang thalibul ‘ilmi yang bermain dengan loncat-loncat dan tepuk tangan, bisa jadi hal itu menodai muru’ah-nya sebagai seorang thalibul ‘ilmi.

Tepuk Tangan yang Menyelisihi Syariat

Tepuk tangan yang menyelisihi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Misalnya, seorang laki-laki yang tepuk tangan untuk mengingatkan imam dalam shalat. Maka hal ini terlarang karena menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tepuk Tangan dalam Rangka Menyemangati

Jika dalam rangka menyemangati dan memberikan motivasi (agar makin semangat dalam suatu perlombaan), maka tidak masalah (boleh). Demikian juga untuk menunjukkan sikap setuju dengan orasi yang dia dengar.

Tepuk tangan dengan tujuan semacam ini satu hal yang dibenci oleh sebagian ulama. Karena asal muasalnya adalah budaya yang diimpor dari luar kaum muslimin. Sehingga sepatutnya tidak dilakukan, namun kita tidak berani mengatakan hukumnya makruh ataupun haram karena hukum syar’i itu dibangun di atas dalil.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang tepuk tangan untuk memberikan semangat bagi anak-anak sekolah dan selain mereka, apakah hal itu termasuk dalam tepuk tangan yang tercela?

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah kemudian menjawab,

لا بأس في التصفيق في هذه المناسبات للتشجيع . والتصْدِية المذكورة في الآية (وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً) تتعلق بالعبادة فهي محرمة ممنوعة فيها أما ما يقع في الحفلات فليس من هذا الباب كما ظهر لنا .

“Tidak masalah dengan tepuk tangan dalam kondisi ini untuk memberikan semangat (motivasi). Adapun tepuk tangan yang disebutkan dalam ayat (yang artinya), “Sembahyang mereka di sekitar baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan” (QS. Al-Anfaal [8]: 35), maka hal itu berkaitan dengan (menjadikannya sebagai) ibadah. Dalam kondisi tersebut (dijadikan sebagai ibadah), maka haram dan terlarang. Adapun tepuk tangan yang terjadi dalam perkumpulan-perkumpulan, maka tidak termasuk dalam bab ini (ibadah) sebagaimana yang tampak dalam pandangan kami.” [4]

Terkait dengan masalah tasyabbuh, sesuatu yang telah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan selain mereka, hal itu berarti tidak lagi menjadi ciri khas orang-orang kafir. Sehingga tidak tepat kalau dinilai tasyabbuh dengan mereka. [5]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51701-rincian-hukum-tepuk-tangan.html

Menjalankan Hal yang Disukai Allah

Allah menciptakan seluruh manusia di bumi, sekaligus mengurusnya setiap saat.

Allah menciptakan seluruh manusia di bumi, sekaligus mengurusnya setiap saat. Maka, sudah sepantasnya setiap Muslim mencintai Allah kapan pun dan di ma na pun.

KH Abdullah Gymnastiar mengatakan, Allah pun lebih menyayangi kita dibandingkan lainnya. “Orang tua sayang pada kita, tapi tidak sebanding dengan sayang nya Allah pada ciptaan-Nya,” ujar pria yang akrab disapa Aa Gym tersebut dalam Kajian al-Hikam di Masjid Alatief, Melawai, Jakarta, pada belum lama ini.

Ia menjelaskan, kasih sayang manusia ibarat seratus dibagi seluruh mahluk di Bumi. Sedangkan, kasih sayang Allah tidak ter nilai serta mulia. Dia yang menginginkan semua ciptaan-Nya mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat sehingga memberikan risalah Islam agar manusia senantiasa selamat dan bisa kembali ke surga.

Ia menjelaskan, kasih sayang manusia ibarat seratus dibagi seluruh mahluk di Bumi. Sedangkan, kasih sayang Allah tidak ter nilai serta mulia. Dia yang menginginkan semua ciptaan-Nya mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat sehingga memberikan risalah Islam agar manusia senantiasa selamat dan bisa kembali ke surga.

Seperti diketahui, nenek moyang manusia, yaitu Nabi Adam AS dan Siti Hawa merupakan ahli surga. “Hanya saja, di akhirat ada dua tempat, surga dan neraka. Maka, kalau mendengar perintah Allah jangan ragu, yakinlah itu jalan kemuliaan, jalan kebahagiaan, serta keselamatan dunia akhirat,” kata Aa Gym.

Jika Allah melarang sesuatu dan tetap kita lakukan, niscaya hidup kita tidak ba hagia dan celaka. Itulah kenapa, kata dia, penting belajar agama lebih dalam, supaya tahu mana yang Allah sukai dan tidak sukai. Bila Allah menyukai sebuah perka ra, maka Dia memerintahkannya. Sebalik nya, Allah melarang hal yang tidak disu kai-Nya.

“Yang Allah suka, tapi nafsu tidak suka. Sebaliknya juga yang Allah tidak suka nafsu suka. Celakanya, kita lebih nurut pada nafsu, jadilah kita sengsara dan hina. Kita harus paham betul pola ini. Cari tahu apa yang Allah suka, lalu lakukan dengan ikhlas, insya Allah bahagia,” tutur Aa Gym.

Namun, lanjut dia, terkadang manusia enggan mencari tahu apa yang Allah sukai dengan alasan memiliki banyak persoalan hidup. Padahal, persoalan merupakan ba gi an dari karunia manusia. Tanpa masalah, kehidupan manusia tidak bernilai. “Jadi, bukan persoalan hidupnya yang berbahaya, tapi salah menyikapi persoalan itu yang berbahaya. Ibaratnya, tidak ada soal ujian yang bahaya karena orang tidak lulus ujian bukan karena soalnya, tapi karena salah jawabannya,” tutur dia.

Pendiri Pesantren Darut Tauhid ini menegaskan, jangan terpedaya oleh nafsu. Lawan nafsu lewat ibadah yang tidak pernah putus. Misalnya pada suatu malam, hawa nafsu menginginkan kita tidur, sementara Allah suka bila kita bangun untuk shalat Tahajud. Maka niatkan, Allah tahu kalau hati kita mau shalat Tahajud sehingga kita bisa bangun di sepertiga malam terakhir. “Contoh, saat shalat Tahajud kita inginnya membaca surat-surat pendek. Jadi, saat ingin membaca surah al-Ashr ganti ke luarin dengan surah al-A’la. Nggak bisa kita selalu mengikuti nafsu,” kata Aa Gym.

Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka? Para sahabat berkata ‘Mau wahai Rasulullah!’ Beliau menjawab: Yaitu orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.”

Aa Gym menjelaskan, Hayyin adalah orang yang memiliki ketenangan juga keteduhan lahir maupun batin. “Orangnya ajeg, tidak labil, tidak gampang marah, ti dak temperamental, tidak celetak-celetuk. Semua tindakannya terkendali dan penuh pertimbangan sehingga lahir keteduhan,” ujar dia.

Sikap orang Hayyin, lanjutnya, mem buat kita ingat pada Allah. Meski tidak ba nyak bicara, setiap yang keluar dari mulutnya benar, tidak berdusta, tidak zalim, ti dak kotor, serta tidak sia-sia.

Berikutnya, Layyin adalah orang yang lembut dan santun. Lalu, Qarib, yakni ramah sekaligus menyenangkan diajak bicara. Terakhir Sahl, yaitu orang yang tidak mempersulit sesuatu. “Harus punya empat ini karena dijamin haram disentuh api neraka. Yakinlah semua terjamin sama Allah,” kata Aa Gym. 

KHAZANAH REPUBLIKA