Fatwa MUI Terbaru, Haramkan Beli Produk yang Mendukung Agresi Israel

Serangan mematikan Israel dengan senjata canggih dan tank-tank yang terus merangsek masuk ke pemukiman warga Palestina sebagiannya dibiayai oleh pajak yang didapatkan dari berbagai produk yang terkait langsung maupun yang terafiliasi dengan Israel.

Sehingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat satu fatwa yang menyatakan wajib mendukung Palestina dan Haram mendukung Israel termasuk dengan sengaja atau secara tidak langsung membeli produk yang terafiliasi dengan Israel.

Dilansir dari laman republika.co.id Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina yang mewajibkan dukungan bagi negeri para nabi itu. Berdasarkan fatwa tersebut, mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina hukumnya wajib, sementara mendukung Israel hukumnya haram. MUI juga menegaskan, Muslim diharamkan membeli produk dari produsen yang secara nyata terafiliasi dan mendukung agresi Israel ke Palestina.

Kiai  Niam  menegaskan bahwa fatwa tersebut merupakan bentuk komitmen dukungan kepada perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina dan perlawanan terhadap agresi Israel serta upaya pemunahan kemanusiaan.”Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram,” kata Niam saat menyampaikan hasil fatwa MUI di Jakarta, Jumat (10/11/2023).

Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel, hukumnya haram

Dia mengimbau umat Islam untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi ataupun menggunakan produk Israel dan yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan. “Dukungan terhadap kemerdekaan Palestina saat ini hukumnya wajib. Maka kita tidak boleh mendukung pihak yang memerangi Palestina, termasuk penggunaan produk yang hasilnya secara nyata menyokong tindakan pembunuhan warga Palestina.” ujar dia.

Kiai Niam mengatakan, dukungan terhadap Palestina termasuk dengan mendistribusikan zakat, infak, dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina. Ia menjelaskan, pada dasarnya dana zakat harus didistribusikan kepada mustahik yang berada di sekitar muzaki. Dalam hal keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak, maka dana zakat boleh didistribusikan ke mustahik yang berada di tempat yang lebih jauh, seperti untuk perjuangan Palestina.

MUI juga merekomendasikan, umat Islam diimbau untuk mendukung perjuangan Palestina, seperti gerakan menggalang dana kemanusiaan dan perjuangan, mendoakan untuk kemenangan, membaca qunut nazilah, mendoakan para syuhada, dan melakukan shalat Gaib bagi umat Islam Palestina yang wafat.

Lebih lanjut, MUI pun merekomendasikan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina. Contohnya, ujar dia, melalui jalur diplomasi di PBB untuk menghentikan perang dan sanksi pada Israel, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi negara-negara OKI untuk menekan Israel menghentikan agresi. “Merekomendasikan, umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme,” ujar Kiai Niam.

Fatwa MUI tersebut mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni 8 November 2023, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, dan mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Boikot Unilever

Salah satu brand yang memiliki banyak konsumen di Indonesia adalah Unilever. Perusahaan ini menyediakan beragam produk kebutuhan rumah tangga dengan berbagai merek yang sudah familiar bagi keluarga Indonesia, dari sabun Lifebuoy, Kecap Bango, Es Krim Walls, Paddle Pop, Clear, Sunsilk, hingga Zwitsal.

Gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) atau Boikot, Divestasi, Sanksi merupakan  gerakan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dipimpin Palestina. BDS mengajak untuk memboikot perusahaan Israel dan internasional yang terlibat dalam tindakan pelanggaran hak-hak Palestina. Salah satunya adalah perusahaan multinasional penyedia produk rumah tangga, termasuk makanan dan minuman, seperti Unilever.

Unilever masuk dalam daftar boikot yang tersebar di berbagai platform media sosial, termasuk di Indonesia. Masyarakat yang gencar mengampanyekan aksi boikot terhadap produk Unilever karena dianggap cenderung mendukung Israel dan secara tak langsung turut berpartisipasi dalam serangan di Gaza selama ini.

Akibat aksi boikot BDS, saham Unilever sempat turun di harga 46,26 dolar AS pada akhir Oktober lalu, tapi kemudian menguat hingga akhirnya ditutup di level 47,67 dolar AS pada akhir sesi perdagangan Kamis pekan lalu. Namun, bila dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, saham Unilever memang cenderung terus menurun sejak pertengahan tahun.

Jika dirunut kembali, dukungan Unilever kepada Israel sangat jelas ketika salah satu anak perusahaan Unilever Ben & Jerry’s pada 2021 memutuskan untuk berhenti menjual es krimnya di wilayah Palestina yang diduduki Israel, dengan alasan etis. Namun, ternyata keputusan itu membuat Israel marah besar dan menganggap Unilever pro Palestina, akhirnya CEO Unilever Alan Jope membuat pernyataan bahwa perusahaan tetap berkomitmen penuh untuk bisnisnya di Israel dan menginvestasikan sekitar 306 juta dolar AS di negara tersebut dalam dekade terakhir.

Alan bahkan menyebut bahwa keputusan Ben & Jerry’s adalah keputusan independen yang dibuat oleh dewan direksi merek es krim tersebut yang memiliki otonomi lebih besar daripada anak perusahaan lainnya. Diketahui, Ben & Jerry’s sudah beroperasi di Israel sejak 1987. Unilever pun mengalihkan distribusi es krim Ben & Jerry dari tangan American Quality Products (AQP), distributor resminya di Israel, ke distributor lokal yang menjual es krim Ben & Jerry dengan merek bahasa Ibrani dan Arab.

Sebelumnya, pada 2020 lalu, Unilever juga membuat kontroversi besar dengan menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBTQ+. Unilever juga membuka kesempatan bisnis bagi LGBTQ+ sebagai bagian dari koalisi global. Selain itu, Unilever meminta Stonewall, lembaga amal untuk LGBT, mengaudit kebijakan dan tolok ukur bagaimana Unilever melanjutkan aksi ini.

“Kami berkomitmen untuk membuat rekan LGBTQ+ bangga karena kami bersama mereka. Karena itu, kami mengambil aksi dengan menandatangani Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja,” kata Unilever pada Juni 2020 lalu,” tulis Unilever.

ISLAMKAFFAH

Membaca Fatwa MUI tentang Dukungan terhadap Palestina dan Boikot Produk Israel

Pada 8 November 2023, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina sebagai respons terhadap konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Fatwa ini, dengan empat poin utama, menghadirkan pandangan yang tegas terkait agresi yang dianggap dilakukan oleh Israel.

Salah satu poin krusial dalam fatwa ini adalah haramnya mendukung agresi Israel, yang membawa implikasi bahwa umat Islam di Indonesia diharamkan untuk membeli atau menggunakan produk yang dapat diidentifikasi sebagai pendukung agresi militer Israel. Langkah ini, yang secara eksplisit menghubungkan konflik Palestina-Israel dengan keputusan konsumsi umat Islam, menandakan upaya MUI untuk memberikan dampak ekonomi dan menunjukkan solidaritas internasional terhadap rakyat Palestina.

Dalam fatwa tersebut dirujuk pendapat Sayyid Ramadhan al-Buthi dalam fatwanya : “Wajib ain untuk memboikot makanan dan produk dagang Amerika dan Israel, karena ini termasuk jihad yang mudah dilakukan bagi setiap orang Islam untuk menghadapi agresi dari Israel.”

Fatwa ini juga memberikan panduan mengenai distribusi zakat, infaq, dan sedekah untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan tidak hanya diukur dalam bentuk politik dan ekonomi, tetapi juga melalui kepedulian kemanusiaan yang diwujudkan melalui kontribusi finansial.

Dalam fatwa tersebut didasarkan pada salah satu hadist : Dari Abdullah bin Umar r.a. berkata : Rasulullah saw. bersabda: Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim, tidak menganiyayanya dan tidak akan dibiarkan dianiaya orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari qiyamat, dan siapa yang menutupi aurat seorang muslim maka Allah akan menutupinya di hari qiyamat. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Di samping itu, poin hukum haramnya mendukung agresi Israel menegaskan bahwa dukungan terhadap penjajahan dan zionisme dianggap sebagai pelanggaran hukum dalam pandangan MUI. Ini menciptakan dasar hukum yang kuat untuk menegakkan fatwa dan memperingatkan umat Islam tentang dampak negatif dari keterlibatan dengan pihak yang mendukung Israel.

Rekomendasi yang disampaikan oleh MUI juga menciptakan landasan yang kuat untuk tindakan nyata. Umat Islam diimbau untuk mengambil langkah-langkah konkret, mulai dari menggalang dana kemanusiaan hingga mendoakan kemenangan dan melibatkan diri dalam shalat ghaib untuk para syuhada Palestina. Selain itu, pemerintah juga diingatkan untuk mengambil peran aktif dalam membantu perjuangan Palestina melalui langkah-langkah diplomatik, bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi dengan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Khususnya, imbauan untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel menunjukkan bahwa MUI memandang konflik Palestina-Israel sebagai isu yang relevan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Langkah ini dapat dianggap sebagai bentuk perlawanan tanpa kekerasan yang dapat memengaruhi secara langsung kebijakan ekonomi dan politik.

Secara keseluruhan, fatwa MUI menggambarkan ketegasan dan kejelasan pandangan terhadap konflik Palestina-Israel. Dengan memberikan pedoman hukum dan rekomendasi nyata, MUI memperkuat posisinya sebagai lembaga otoritatif dalam memberikan panduan moral dan etika kepada umat Islam di Indonesia. Melalui fatwa ini, MUI tidak hanya mengecam agresi Israel tetapi juga mengajak umat Islam untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

Isi Fatwa MUI tentang Dukungan terhadap Palestina

Hukum dan Ketentuan Fatwa

  1. Wajib Mendukung Perjuangan Palestina: Fatwa menggariskan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel adalah kewajiban. Ini mencerminkan sikap tegas MUI terhadap apa yang mereka lihat sebagai tindakan agresi oleh Israel.
  2. Dukungan Melalui Zakat, Infaq, dan Sedekah: Fatwa mencakup dukungan finansial dengan mendistribusikan zakat, infaq, dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina. Dalam konteks ini, dana zakat diizinkan untuk didistribusikan ke tempat yang lebih jauh, termasuk untuk perjuangan Palestina, dalam keadaan darurat atau kebutuhan mendesak.
  3. Haram Mendukung Agresi Israel: Fatwa dengan tegas menyatakan bahwa mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel, baik langsung maupun tidak langsung, hukumnya haram.

Rekomendasi dan Imbauan

  1. Dukungan Umat Islam: Umat Islam diimbau untuk mendukung perjuangan Palestina dengan berbagai cara, termasuk menggalang dana kemanusiaan, mendoakan kemenangan, dan melakukan shalat ghaib untuk para syuhada Palestina.
  2. Langkah Pemerintah: Rekomendasi mencakup imbauan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas, termasuk melalui jalur diplomasi di PBB, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk menekan Israel menghentikan agresi.
  3. Menghindari Transaksi dan Produk Terafiliasi dengan Israel: Umat Islam diimbau untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme. Hal ini sejalan dengan tujuan fatwa untuk memberikan dampak ekonomi dan menunjukkan solidaritas internasional terhadap Palestina.

Download Fatwa MUI tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina di link bawah ini :

Fatwa MUI tentang

ISLAMKAFFAH

Umar bin Khattab pun Mengakui Kengerian Menghadapi Kematian

Setiap manusia akan mengalami kematian.

Peristiwa dahsyat yang akan dialami oleh setiap manusia adalah kematian. Yakni saat berpisahnya roh dari jasad. Tak ada satupun orang yang dapat membantu dari kengeringan yang dihadapi oleh orang-orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Tak satupun orang yang dapat mencegah malaikat maut menjalankan tugasnya mencabut roh. 

Bahkan sosok Umar bin Khattab yang terkenal dengan keberanian dan kesatrianya mengakui tentang kengerian saat roh dicabut dari jasad. 

Ketika Umar bin Khattab di penghujung hayatnya, pasca dirinya ditikam saat memimpin sholat Shubuh oleh Abu Lu’lu’ah Fairuz seorang hamba sahaya Majusi milik al-Mughirah bin Syu’bah, Umar didatangi seorang pria. Kepada pria itu, Umar bin Khattab mengatakan tentang kengerian kematian. Bahwa andai kengerian kematian itu dapat ditebus oleh seluruh isi dunia, pasti akan dilakukan Umar bin Khattab. 

ولما طعن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال له رجل إني لأرجو أن لا يمس جلدك النار فنظر إليه ثم قال إن من غررتموه لمغرور والله لو أن لي ما على الأرض لافتديت به من هول المطلع. 

Ketika sahabat Umar bin Khattab ditikam (oleh Abu Lu’lu’ah Fairuz) , seorang lelaki berkata padanya, sungguh aku berharap bahwa api neraka tidak akan menyentuh kulitmu, maka Umar memandangi ke lelaki itu, kemudian Umar bin Khattab berkata: Sungguh orang yang membuatmu terpedaya adalah orang yang rugi, Demi Allah andai aku memiliki dunia, aku akan menebus dari semua kengerian kematian. (Lihat Imam Qurthubi dalam kitab at Tadzkirah halaman 299 yang diterbitkan Maktabah Darul Minhaj).

IHRAM

Menilai dan Melihat Orang Lain dari Yang Tampak

Agama Islam mengajarkan kepada umatnya dalam bermuamalah dengan orang lain agar melihat berdasarkan dari yang zahir (tampak) saja. Apa yang ada di hati seseorang, kita tidak ada beban dan kewajiban untuk mencari tahu. Hal ini bertujuan agar timbul kedamaian dan ketenangan hati bagi kaum muslimin.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,

فَمَنۡ أَظۡهَرَ لَنا خَيۡرًا أَمَّنَّاهُ وقَرَّبۡنَاهُ وَلَيۡسَ لَنَا مِنۡ سَرِيرَتِهِ شَيۡءٌ ، اَللهُ يُحاسِبُهُ في سَرِيرَتِهِ

“Barangsiapa yang menampakkan perbuatan baik kepada kami, maka kami berikan keamanan dan kami dekatkan kedudukannya kepada kami, sedangkan kami tidak mempersoalkan sedikit pun tentang hatinya. Allahlah yang akan menghisab isi hatinya itu.” (Riwayat Bukhari, terdapat dalam kitab Riyadhus Shalihin Bab 49)

Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat berinteraksi dengan orang-orang munafik. Kebanyakan orang-orang munafik zaman dahulu tidak diketahui, hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beberapa sahabat (semisal Huzaifah) yang mengetahuinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat pun juga berinteraksi dan bermuamalah dengan mereka.

Ada beberapa kisah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat orang lain dari yang nampak saja.

Kisah Usamah bin Zaid ditegur Nabi

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutus kami ke al-Huraqah, salah satu daerah Juhainah. Lalu saat pagi hari kami menyerang mereka hingga dapat mengalahkannya, setelah itu aku dan seorang laki-laki Anshar bertemu dengan seorang laki-laki dari mereka.

 فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَكَفَّ عَنْهُ الْأَنْصَارِيَّ وَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ قَالَ فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِي يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا قَالَ فَقَالَ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ

Ketika kami mendekatinya, maka dia mengucapkan, ‘LA ILAHA ILLALLAH.’ Maka, laki-laki Anshar itu menahan diri untuk tidak membunuhnya, sedangkan aku menusuknya dengan tombakku, hingga aku membunuhnya.”

Usamah berkata, “Ketika kami sampai, maka peristiwa itu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Usamah, apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan, ‘LA ILAHA ILLALLAH?’”

Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengucapkan hal tersebut hanya sebagai tameng (takut terhadap pedang).”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan kalimat tersebut?” (dalam riwayat lain: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkannya karena takut senjata atau tidak?”)

Usamah berkata, “Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengulanginya hingga aku berandai-andai bahwa aku baru masuk Islam pada saat itu (agar terhapuskan kesalahannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan, dalam medan perang pun kita hanya diperintahkan untuk menghukumi seseorang dari yang tampak tanpa harus mengetahui apa isi hatinya.

Kisah orang yang protes kepada Nabi

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu perihal kisah orang yang menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak adil dan berkata,

اتَّقِ اللَّهَ يَا مُحَمَّدُ

“Wahai Muhammad, bertakwalah kamu kepada Allah!” 

Yaitu, tatkala harta yang dikirim oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Yaman dibagi-bagikan kepada orang-orang yang hatinya lemah (mualaf: yang hatinya lunak, belum kokoh berislam).

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

إِنَّمَا أَتَأَلَّفُهُمْ

“Aku hanya ingin melunakkan hati mereka.”

Khalid bin Walid berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah saya memotong lehernya (orang yang mencela Nabi tadi)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

لَا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي

Jangan, bisa jadi ia mengerjakan salat.

Khalid berkata, Berapa banyak orang yang salat berkata dengan lisannya yang tidak sesuai dengan hatinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam besabda,

إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ

“Aku tidak diperintah untuk melubangi (melihat) hati seseorang.” (HR. Bukhari no. 4004, Muslim no. 1762, Abu Dawud no. 4136)

Baca juga: Bimbingan Islam dalam Menyikapi Kesalahan Orang Lain

Nabi menerima uzur orang yang tertinggal perang tabuk

Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

جَاءَهُ المُخَلَّفُونَ، فَطَفِقُوا يَعْتَذِرُونَ إِلَيْهِ وَيَحْلِفُونَ لَهُ، وَكَانُوا بِضْعَةً وَثَمَانِينَ رَجُلًا، فَقَبِلَ مِنْهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلاَنِيَتَهُمْ، وَبَايَعَهُمْ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمْ، وَوَكَلَ سَرَائِرَهُمْ إِلَى اللَّهِ

“… Beberapa orang sahabat (sebagian besar adalah orang munafik, penj.) yang tidak sempat ikut serta bertempur bersama kaum muslimin datang seraya menyampaikan berbagai alasan (dusta) kepada beliau dengan bersumpah. Diperkirakan mereka yang tidak turut serta bertempur itu sekitar delapan puluh orang lebih. Ternyata Rasulullah menerima berbagai alasan-alasan mereka yang tidak ikut serta berperang, membaiat mereka, memohon ampun untuk mereka, dan menyerahkan apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka kepada Allah…” (HR. Bukhari)

Contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari

Ketika ada seseorang meminta-minta (pengemis) datang kepada kita. Ia mengatakan sedang butuh dan terlilit utang, kemudian meminta sejumlah uang. Maka, berikanlah sedekah kepadanya semampu kita tanpa harus berprasangka ia seorang penipu atau hanya beralasan demikian. Jika ia memang menipu, maka tidak akan mengurangi pahala kita. Urusan hisab adalah urusan Dia dengan Allah.

Kasus yang lain semisal ketika belajar kelompok atau menjadi suatu panitia kegiatan. Ada teman yang terlambat hadir dengan alasan tertentu. Maka, apa yang ia ucapkan kita terima dahulu tanpa perlu menduga-duga. Perkara ia berdusta itu urusannya dengan Allah. Demikian juga dalam hubungan antara suami dan istri. Maka, tidak sepantasnya kita menduga-duga isi hati orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam besabda,

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

Berhati-hatilah dari prasangka (buruk), karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta. (HR. Bukhari dan Muslim).

Klarifikasi (tabayyun): Jangan menjadi penyebab prasangka bagi orang lain

Shafiyyah (istri Nabi) pernah mengunjungi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beriktikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan berbincang-bincang dengan beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengantarkan Shafiyyah pulang ke rumah. Ketika itu mereka bertemu dengan dua orang sahabat Anshar di jalan. Mereka berdua memandang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (dengan penuh curiga). Kemudian mereka melewati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Shafiyyah, untuk menghilangkan kecurigaan mereka. Beliau pun berkata, “Sini, ini adalah istriku Shafiyyah binti Huyay.”

Mereka berdua pun mengatakan, “Subhanallah, wahai Rasulullah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ ، وَإِنِّى خَشِيتُ أَنْ يُلْقِىَ فِى أَنْفُسِكُمَا شَيْئًا

Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia melalui pembuluh darahnya. Aku benar-benar khawatir ada sesuatu prasangka jelek yang ada dalam diri kalian berdua. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, selain kita dilarang berprasangka kepada orang lain, di sisi lainnya sebisa mungkin kita juga tidak boleh memancing dan membuat orang lain timbul prasangka kepada kita.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89056-menilai-dan-melihat-orang-lain-dari-yang-tampak.html

Zionisme Talmudian adalah Musuh Kemanusiaan

Memilih bertahan dan melawan adalah jalan juang satu-satunya, bukan hanya mempertahankan tanah air Palestina semata, tapi ada Masjid Suci Al Aqsha, dan juga menghilangkan musuh kemanusiaan agar tidak merusak dunia

Oleh: Muhammad Syafii Kudo

“Masyarakat goyim adalah segerombolan domba dan kita adalah serigala mereka. Anda tahu apa yang terjadi ketika serigala-serigala mendatangi gerombolan domba tersebut?” (Protokol Zionis No. 11, Pasal 4)

SIAPAKAH Goyim (Gentile)? Tentu saja orang Non Yahudi. Dalam protokol Zionis No. 15 pasal 8 disebutkan bahwa orang-orang Non Yahudi (Goyim) adalah sapi perahan.

”...bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang serius, jangan pernah berhenti kapan saja dan menghitung para korban yang berjatuhan demi tujuan tersebut .... Kita belum pernah menghitung para korban cikal bakal sapi goyim ini, walau kita telah banyak mengorbankan orang kita sendiri. Tapi untuk itu, kita sekarang sudah memberikan mereka suatu tempat di dunia yang tidak pernah mereka impikan sebelumnya. Jumlah para korban dari pihak kita yang secara perbandingan kecil telah menyelamatkan kebangsaan kita dari kehancuran.” (We Are Wolves; Terjemah Lengkap 24 Pasal Protocol of Zion, Pustaka Nauka: Jakarta, tahun 2002, hal 105).

Jika menilik pernyataan di atas maka tidak heran jika ada pernyataan dari beberapa petinggi Zionis dalam agresi terhadap rakyat Gaza yang begitu menabrak batasan kemanusiaan serta melanggar aturan perang yang terikat peraturan Internasional.

Seperti yang diucapkan oleh Menteri Pertahanan ‘Israel’, Yoav Gallant yang menghina pejuang Hamas dengan menyebut mereka sebagai binatang. Oleh karena itu, Zionis ‘Israel’ merasa perlu untuk melakukan tindakan yang sesuai untuk melawan binatang.

“Kita sedang melawan binatang, maka kita bertindak yang sesuai saat melawan binatang,” katanya dikutip dari Al Arabiya, Senin (9/10/2023).

Pernyataan fasis dan rasis itu kemudian ditindaklanjuti dengan memutus pasokan listrik, air, gas, distribusi makanan dan bahkan belakangan jaringan internet.

Ini selayaknya hukuman kolektif bagi penduduk Gaza, meskipun dalam aturan perang internasional tidak boleh ada penyerangan terhadap warga sipil, fasilitas umum dan apapun yang tidak ada kaitannya dengan musuh yang dihadapi.

Namun semua itu dilanggar oleh kolonial Zionis yang ironisnya didukung penuh oleh negara “tutor” demokrasi dan HAM dunia, Amerika Serikat, yang merupakan jongos paling setia.

Apakah tindakan superior rasisme Zionis itu terbentuk di ruang hampa belaka tanpa ada landasan yang melatarbelakanginya? Sayangnya tidak. Di dalam Genesis disebutkan:

“Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman : ‘Kepada keturunanmulah Aku berikan negeri ini, mulai dari sungai (Nil) Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.” (Genesis, 15:18).

Landasan teologis (yang dibajak) inilah yang membuat kaum Zionis sangat militan dan konsisten selama ini dalam mewujudkan cita-cita besarnya yakni mendirikan Negara ‘Israel’ Raya, sebuah negara untuk kaum Yahudi yang mana pendirian negara tersebut mereka anggap sebagai mandat dari Tuhan kepada mereka yang merasa sebagai Bangsa Pilihan Tuhan di muka bumi.

Cita-cita besar itu mereka tuangkan ke dalam nilai filosofi desain bendera kebangsaan mereka. Mengutip Intisari Online, perkembangan awal bendera ‘Israel’ merupakan bagian dari kemunculan Zionisme di akhir abad ke-19.

Jacob Askowith dan putranya Charles merancang “bendera Yehuda,” yang dipajang pada tanggal 20 Juli 1891, di aula B’nai Zion Educational Society di Boston, Massachusetts, AS.

Berdasarkan ṭallit tradisional, atau syal doa Yahudi , bendera itu berwarna putih dengan garis-garis biru sempit di dekat tepinya dan di tengahnya terdapat Perisai Daud berujung enam dengan kata Makabe dalam huruf-huruf biru.

Isaac Harris dari Boston mempresentasikan gagasan bendera ini pada tahun 1897 kepada Kongres Zionis internasional pertama, dan yang lainnya, termasuk David Wolfsohn, muncul dengan desain serupa.

Variasi digunakan oleh gerakan Zionis yakni Grup Brigade Yahudi tentara Inggris selama Perang Dunia II. Dan pada 29 November 1947, ketika orang-orang Yahudi ‘Israel’ turun ke jalan untuk merayakan resolusi pembagian Perserikatan Bangsa-Bangsa  (PBB), mereka mengibarkan bendera WZO dan menggunakannya sebagai simbol pemersatu.

Bendera Zionis akhirnya dipajang di Palestina dan dikibarkan ketika ‘Israel’ memproklamasikan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948. Pada 12 November tahun 1948, sebuah undang-undang yang diadopsi oleh Knesset, parlemen ‘Israel’, mulai berlaku mengakui spanduk Zionis sebagai bendera nasional resmi. (intisari.grid.id).

Jika menilik penjelasan beberapa sumber yang “netral” disebutkan bahwa warna putih di bendera Zionis itu sebagai perlambang dari lambang cahaya, kejujuran, kesucian dan kedamaian.

Sedangkan warna biru ditafsirkan sebagai lambang kepercayaan, kesetiaan, hikmat, keyakinan diri, kepandaian, iman, kebenaran, dan langit/surga.

Namun bagi mereka yang selama ini mengikuti sepak terjang gerakan Zionis Internasional, tentu tahu bahwa tafsiran dari bendera Zionis tidaklah sesederhana itu.

Bendera ‘Israel’ sebenarnya adalah simbolisasi rencana besar yang akan diwujudkan dengan segala cara oleh Zionis. Bintang David terletak persis di tengah, diapit garis biru di atas dan di bagian bawah bendera.

Bintang David mengisyaratkan sebagai tanah untuk ‘Israel’ Raya. Garis biru di bagian atas bendera adalah simbolisasi sungai Eufrat yang berujung di bagian Barat kota Kufah, Iraq dan berakhir di pantai Teluk Persia.

Sementara garis biru di bagian bawah menggambarkan Sungai Nil yang berada di Mesir.  Jadi bukan hanya Palestina yang akan menjadi sasaran negara Yahudi ini tapi juga sebagian besar negara-negara Arab di Timur Tengah.

Inilah sebabnya melalui Amerika Serikat, ‘Israel’ sering ngotot dan berteriak untuk mewujudkan The New Map of Middle East (Peta Baru Timur Tengah). Mereka akan sekuat tenaga mewujudkan wajah baru wilayah dunia Islam dan akan mengubah peta Timur Tengah.

Itu pula yang membuat salah seorang juru bicara Hamas di Gaza, Mahmud Zahar, pada tahun 2006 silam mengeluarkan statemen dan melakukan penolakan pada bendera ‘Israel’.

Selepas memenangkan pemilihan umum di Palestina, Hamas segera menandaskan sikapnya. Tidak saja menolak ‘Israel’, tetapi juga sampai tuntutan-tuntutan detail seperti desakan bagi ‘Israel’ untuk mengubah bendera mereka.

Menurut Hamas, dua garis biru pada bendera ‘Israel’ adalah simbol penjajahan.  Dengan dua garis biru itu ‘Israel’ menarik dan membentangkan wilayah penjajahannya dari sungai Eufrat sampai sungai Nil. (Herry Nurdi, Membongkar Rencana ‘Israel’ Raya, 2009).

Peta Baru Timur Tengah (The New Map Of Middle East) inilah salah satu yang membuat HAMAS memutuskan melakukan serangan (amaliyah jihadiyah) pada 07 Oktober 2023 selain sebagai bentuk perlawanan terhadap blokade penjajah Zionis selama 16 tahun.

Belakangan ditambah dengan makin kurang ajarnya Zionis dalam menodai kesucian Masjidil Aqsha dan membunuhi warga Palestina serta penggusuran paksa pemukiman warga Palestina untuk dijadikan pemukiman bagi warga Zionis ‘Israel’.

Sebelumnya diberitakan bahwa Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu dengan jumawa memamerkan peta “Timur Tengah Baru” saat berpidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Jumat (22/9/2023).

Netanyahu menunjukkan peta berjudul “New Middle East” saat sedang membahas soal isu normalisasi dengan Arab Saudi. Dia mengatakan selama puluhan tahun ‘Israel’ dikelilingi dunia Arab yang bermusuhan. 

Namun kini Netanyahu menyatakan bahwa  ‘Israel’, yang dibantu Amerika Serikat, telah berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Sudan, hingga Bahrain.

Menurutnya jika terjadi perdamaian antara Arab Saudi dan ‘Israel’ maka akan membawa kemungkinan kemakmuran dan perdamaian ke seluruh planet ini. Seluruh Timur Tengah juga akan berubah.

Ia juga menggambarkan jalur yang dianggap akan bermanfaat jika ‘Israel’ menjalin hubungan dengan Saudi. Netanyahu menandai jalur tersebut dengan spidol merah dari Asia hingga ‘Israel’.

Peta Baru Timur Tengah paparan Netanyahu tanpa pencantuman nama Palestina itu jelas merupakan manifestasi dari goal utama ‘Israel’ Raya yang berencana menguasai seluruh Timur Tengah.

Mengapa Timur Tengah sangat penting bagi Zionis ‘Israel’? Sebab menurut Prof. Karl Ernst Haushofer, seorang Pakar Geopolitik berdarah Yahudi Jerman, ”Barangsiapa menguasai Timur Tengah, maka ia menguasai dunia. Dan barangsiapa yang menguasai Palestina, maka Ia telah menguasai jantung dunia.”

Maka pernyataan seorang pendakwah salafi yang menyuruh penduduk Gaza agar hijrah adalah sebuah pernyataan yang agaknya ada kemiripan dengan kemauan Zionis ‘Israel’. Karena dengan mengosongkan Gaza maka tinggal selangkah lagi seluruh Palestina menjadi jajahannya sebab hanya Gaza lah yang selama ini jadi batu sandungan Zionis untuk mewujudkan Peta Baru Timur Tengah nya.

Maka memilih bertahan dan melawan adalah jalan juang satu-satunya, bukan melulu untuk mempertahankan tanah air namun juga untuk mempertahankan identitas bangsa Arab Palestina yang selama ini ditunjuk sebagai penjaga Masjid Suci Al Aqsha.

Dan Zionis ‘Israel’ paham betul karakter penduduk Gaza yang tangguh itu, sehingga tanpa membuang waktu semua fasilitas umum mereka musnahkan, mulai dari gedung sekolah, rumah sakit, Masjid, Gereja tua, hingga yang terbaru mereka jatuhkan 60 ton bom ke atas kamp pengungsian terbesar di Gaza, Jabaliya,  yang menewaskan hampir 200 an orang.

Semua ini adalah bentuk kejahatan perang menurut Hukum Humaniter Internasional karena Zionis ‘Israel’ melakukan Indiscriminate Bombardment yang merujuk pada serangan tanpa pandang bulu. Dan ini membuktikan bahwa Zionis ‘Israel’ tidak kenal bahasa kemanusiaan.

Ini sekaligus jawaban bagi sebuah tulisan di sebuah portal daring yang bertajuk “Simalakama di Jalur Gaza” yang ditulis oleh seorang kolumnis yang intinya mengangkat pembahasan sebuah pilihan yang sulit (simalakama) bagi warga Gaza bahwa saat mereka diam saja akan dibunuhi oleh Zionis namun saat melawan akan otomatis dicap sebagai pejuangme oleh Dunia Barat.

”Kemanusiaan dan perdamaian dunia harus dijadikan supremasi serta ruh dalam formula sistem hukum internasional, termasuk dalam mengambil kebijakan bagi dua bangsa ini. Untuk jangka pendek, gencatan senjata harus disegerakan guna mengedepankan jeda kemanusiaan,” tulisnya di laman detik.com.

Pendapat kolumnis itu adalah sebuah harapan indah yang tentunya dikehendaki oleh seluruh pecinta kemanusiaan dan perdamaian. Namun harapan indah itu nyatanya selama ini hanya menjadi bunga kertas belaka sebab Zionis tidak pernah mengenal bahasa kemanusiaan.*

Penulis peminat masalah sejarah

HIDAYATULLAH

Benarkah Allah Menjadikan Yahudi Sebagai Bangsa Unggul?

Benarkah Allah menjadikan Yahudi sebagai bangsa unggul? Salah satu mitos di obrolan pinggir jalan terkait konflik Israel-Palestina ialah tentang keunggulan umat Yahudi atas seluruh penduduk bumi sepanjang masa. Obrolan itu memperkatakan tentang nenek moyang mereka yang menyantap hidangan dari langit berupa manna (sejenis madu) dan salwa (sejenis burung puyuh) di zaman Nabi Musa As. 

Efek turunan dari menyantap makanan itulah yang menurut mitos ini, membuat kecerdasan umat Yahudi berada di atas rata-rata seluruh penduduk bumi. Einstein, Oppenheimer, Bill Gates, dan Mark Zuckerberg, yang masing-masing beragama Yahudi dan menjadi lakon kunci bagi perkembangan dunia modern, menjadi tiang penyangga argumen dalam obrolan itu.

Saking asiknya, obrolan itu terkadang sampai meramalkan kehendak Tuhan tentang konflik Israel-Palestina yang akan berterusan hingga akhir zaman, sejalan dengan keunggulan umat Yahudi yang akan terus mengontrol dunia. Keduanya merupakan kehendak murni Allah Swt. Hanya kehendak Allah pula yang akan mengakhirinya dengan pengutusan Imam Mahdi.

Tentu saja tidak banyak orang yang menganggap serius mitos dalam obrolan itu. Meskipun para penutur obrolan itu mendasarkan topik obrolan mereka kepada beberapa ayat dalam al-Qur’an, tetapi para penutur dalam obrolan itu belum tentu yakin dengan topik yang sedang mereka obrolkan—walaupun mereka sadar.

Namun begitu benarkah Allah menjadikan Yahudi sebagai bangsa unggul? Lebih unggul dibandingkan siapa? Dan keunggulan seperti apa yang Allah Swt berikan kepada umat Yahudi?

Al-Qur’an Membicarakan Keunggulan Umat Yahudi

Setidaknya ada tiga ayat dalam al-Qur’an yang membicarakan keunggulan umat Yahudi. Yang pertama dan yang paling populer adalah ayat 47 dan 122 Surat al-Baqarah, Allah Swt. berfirman:

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan Aku telah mengunggulkan kalian dari semua umat yang lain di alam”. (Q.S. al-Baqarah: 47 & 122)

Ayat kedua terdapat dalam surat ad-Dukhan ayat 32, Allah Swt. berfirman:

وَلَقَدِ اخْتَرْنٰهُمْ عَلٰى عِلْمٍ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ ۚ 

“Dan sungguh, Kami pilih mereka (Bani Israil) dengan ilmu (Kami) di atas semua bangsa (pada masa itu)”. (Q.S. ad-Dukhan: 32)

Ayat ketiga terdapat dalam surat al-Maidah ayat 20, Allah Swt. berfirman:

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ جَعَلَ فِيْكُمْ اَنْۢبِيَاۤءَ وَجَعَلَكُمْ مُّلُوْكًاۙ وَّاٰتٰىكُمْ مَّا لَمْ يُؤْتِ اَحَدًا مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain.” (Q.S. al-Maidah: 20)

Salah satu yang menjadi topik dalam ketiga ayat ini memang tentang keunggulan yang Allah berikan kepada umat Yahudi, khususnya Bani Israil. Penyebutan secara spesifik itu perlu menjadi perhatian, ketiga ayat ini secara spesifik menyebutkan tentang keunggulan yang diberikan kepada Bani Israil, bukan umat Yahudi secara umum. 

Yahudi telah menjadi sebuah agama yang terbuka untuk dianut oleh siapapun, sama halnya dengan Islam, Kristen, dan Hindu. Sementara Bani Israil merupakan sebutan untuk golongan umat dari garis keturunan tertentu.

Para ulama tafsir sepakat, sebagaimana dikutip Imam Fakhr al-Din al-Razi, bahwa Israil adalah Nabi Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim As. Maka Bani Israil adalah anak cucu keturunan Nabi Ya’kub As. Lebih lanjut Imam Fakhr al-Din al-Razi menuliskan dalam tafsirnya, tafsir al-Kabir, bahwa Bani Israil yang disebut secara spesifik dalam ayat 47 dan 122 surat al-Baqarah ialah umat Yahudi keturunan Nabi Ya’qub yang ada di Madinah pada masa Rasulullah Saw. (Lihat Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, vol. III, halaman 21)

Unggul daripada Siapa?

Kemudian para ulama tafsir berbeda pendapat tentang atas siapa keunggulan Bani Israil itu? Yang menjadi dasar perdebatan ialah kata al-‘alamin  yang bermakna seluruh alam. Ada ulama tafsir yang mengatakan bahwa keunggulan Bani Israil itu atas seluruh penduduk alam. Meskipun maksudnya keunggulan dalam aspek tertentu, bukan keunggulan dalam seluruh aspek.

Dasarnya ialah soal tata bahasa, lafaz al-‘alamin (seluruh alam) yang terdapat dalam ketiga ayat ini memakai lafaz umum. Kemudian lafaz fadhaltukum (aku telah mengunggulkan kalian) yang terdapat dalam ayat surat al-Baqarah memakai lafaz mutlak. Sesuai ketentuan tata bahasa; ketika satu lafaz mutlak dan lafaz yang lain umum maka masing-masing lafaz berdiri sendiri dengan kandungan maknanya. 

Namun menurut Ibnu Katsir, penafsiran ini lemah dan perlu ditinjau ulang. (Lihat Ibn al-Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, vol. I, halaman 255 dan Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, vol. III, halaman 56).

Ulama tafsir lain mengatakan bahwa keunggulan Bani Israil itu hanya atas mayoritas penduduk alam, bukan semua penduduk alam. Namun penafsiran ini juga lemah menurut Imam fakhr al-Din al-Razi. Sebabnya penafsiran ini menentang kaidah bahasa, secara nyata al-Qur’an menyebutkan lafaz al-‘alamin (seluruh alam) secara umum. (Lihat Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, vol. III, halaman 55).

Penafsiran yang menjadi pilihan para ulama tafsir adalah penafsiran yang diterima dari riwayat Abu ‘Aliyah (w. 90 H). Penafsiran ini mengatakan bahwa keunggulan umat Yahudi itu adalah atas seluruh penduduk alam yang ada pada zaman mereka, yaitu sebelum zaman Nabi Muhammad Saw. Sementara maksud lafaz al-‘alamin (seluruh alam) dalam ayat di atas adalah seluruh penduduk alam pada masa itu, bukan seluruh alam sepanjang masa.

Dasarnya ialah sesuatu akan bernama alam ketika telah ada, begitu ketentuan dalam ilmu logika (mantiq). Ayat ini berbicara tentang kisah masa lalu. Pembicaraan itu juga menggunakan lafaz dengan keterangan masa lalu (fi’il madhi). Seperti ayat 47 dan 122 surat al-Baqarah memakai lafaz fadhaltukum (aku telah mengunggulkanmu)

. Sehingga maksud seluruh alam pada ayat tersebut ialah seluruh alam yang telah ada pada masa itu, tidak termasuk alam yang belum ada seperti Nabi Muhammad dan umat Islam. (Lihat Ibn al-Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, vol. I, halaman 255 atau Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, vol. III, halaman 55-56).

Apa Keunggulan Bani Israil?

Keunggulan yang Allah berikan kepada Bani Israil di masa lampau itu ialah keunggulan dari tiga aspek; Allah memberi mereka raja dari kalangan mereka, Allah mengutus rasul dari kalangan mereka, dan Allah menurunkan kitab sebagai pedoman untuk mereka. Allah tidak pernah memberikan ketiga hal itu kepada umat lain pada zaman mereka itu. 

Ayat-ayat tersebut bertujuan mengingatkan mereka tentang anugerah Allah kepada nenek moyang mereka di masa lampau. (Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, vol. III, halaman 56 dan al-Khazen, Lubab al-Takwil fi Ma’ani al-Tanzil, vol. 1, halaman 43)

Maka keunggulan yang dimaksud bukan keunggulan dalam hal kecerdasan. Juga tidak ada kaitan keunggulan itu dengan pernah memakan hidangan dari langit. Karena Bani Israil, nenek moyang sebagian umat Yahudi, bukan satu-satunya umat yang pernah memakan hidangan dari langit. Setelah mereka juga ada kaum Hawariyyun, umat Nabi Isa As. 

Sebagaimana Firman Allah Swt. yang menceritakan tentang permintaan mereka kepada Nabi Isa As. dan jawaban Allah Swt. dalam ayat 112 dan 115 Surat al-Maidah:

إِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيعُ رَبُّكَ أَنْ يُنَزِّلَ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِّنَ السَّمَاءِ قَالَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa yang setia berkata, “Wahai Isa putra Maryam! Bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?” Isa menjawab, “Bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman” (Q.S. al-Maidah: 112)

قَالَ ٱللَّهُ إِنِّى مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ ۖ فَمَن يَكْفُرْ بَعْدُ مِنكُمْ فَإِنِّىٓ أُعَذِّبُهُۥ عَذَابًا لَّآ أُعَذِّبُهُۥٓ أَحَدًا مِّنَ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia”. (Q.S. al-Maidah: 115)

Juga tidak ada kaitan keunggulan Bani Israil di masa lampau itu dengan umat Yahudi sekarang, apalagi dengan sosok seperti Bill Gates atau Mark Zuckerberg. Juga tidak ada kaitannya dengan konflik Israel-Palestina yang murni soal kolonialisme. Lebih tidak ada kaitannya lagi dengan tugas Imam Mahdi yang akan turun di akhir zaman. Mengait-ngaitkan semua itu murni pekerjaan obrolan pinggir jalan.

Demikian penjelasan terkait benarkah Allah menjadikan Yahudi sebagai bangsa yang unggul? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Apakah Benar Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga?

Sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan muslim dewasa ini bahwa Nabi Adam as. dan Ibu Hawa diturunkan dari surga karena kedapatan memakan buah keabadian (khuldi) yang dilarang Allah swt. Keduanya terperangkap bujuk rayu Iblis yang terlebih dahulu diusir karena enggan bersujud kepada Nabi Adam as. Lantas apakah benar Nabi Adam dikeluarkan dari surga?

Sebelum memulai ini, terkait persoalan apakah benar Nabi Adam dikeluarkan dari surga? Jadi dalam literatur Islam, ada ulama yang berbeda pendapat, yakni fakhruddin Al-Razy.  Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran Q.S. al-Baqarah [2]: 35 dalam Kitab Mafatih al-Ghayb (Juz III, hal. 3-4, Dar al-Fikr, 1981 M) karya Fahruddin al-Razi (w. 604 H),

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

“Kami berfirman, ‘Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini,sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!’”

Dalam penafsirannya, Fahruddin al-Razi merangkum perbedaan pendapat ulama tafsir mengenai apakah yang dimaksud “al-jannah” dalam ayat ini adalah surga yang kelak ditinggali orang-orang pilihan Allah selepas Hari Kiamat, atau justru “aljannah” yang dimaksud adalah taman atau kebun yang terletak di Bumi. 

Perbedaan penafsiran “al-jannah” dalam ayat ini terjadi karena kata tersebut bersifat ambigu atau multitafsir. Menurut Kamus Mu’jam al-Wasith, kata “al-jannah” mempunyai setidaknya tiga arti: taman yang di dalamnya ada pohon kurma dan pepohonan lain; kebun (yang terdapat tanaman seperti jeruk, pisang, semangka dll.); dan tempat penuh kenikmatan di akhirat kelak.

Abu al-Qasim al-Balkhi (w.319 H) dan Abu Muslim al-Ashfahani (w.322 H) berpendapat bahwa “al-jannah” tempat tinggal Nabi Adam dan Ibu Hawa berada di Bumi. Setidaknya ada tujuh dalil yang mendasari pendapat tersebut:

Pertama, dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 36, dijelaskan bahwa Nabi Adam as. dan Ibu Hawa diusir dari “al-jannah” dengan diksi “ihbithu,”

فَاَزَلَّهُمَا الشَّيْطٰنُ عَنْهَا فَاَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيْهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوْا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚ وَلَكُمْ فِى الْاَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَّمَتَاعٌ اِلٰى حِيْنٍ

Lafal tersebut jamak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan padanan “Turunlah Kamu!” seperti halnya apa yang disebutkan oleh terjemahan Al-Qur’an versi Kementerian Agama Republik Indonesia. 

Menurut kedua tokoh Mu’tazilah ini, ihbithu dalam ayat ini senada dengan ihbithu dalam Q.S. al-Baqarah (2): 61 yang berarti “pergilah!”

اِهْبِطُوْا مِصْرًا فَاِنَّ لَكُمْ مَّا سَاَلْتُمْ

“…Pergilah ke sebuah kota pasti Kau akan memperoleh apa yang kamu minta! …”

Hal ini menunjukkan bahwa “al-jannah” yang dimaksud ayat ini adalah ”al-jannah” yang berada di Bumi karena ihbithu bisa berarti pergi dari satu tempat ke tempat yang lain.

Kedua, jikalau Nabi Adam as. berada di surga yang dijanjikan untuk orang-orang beriman di akhirat kelak, mengapa Iblis mampu masuk dan menggodanya dan istrinya untuk memakan buah keabadian dengan iming-iming keabadian sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. Thaha (20): 120 dan Q.S.al-A’raf (7): 20.

Ketiga, nikmat surga abadi dan penghuninya takkan dikeluarkan dari dalamnya sedangkan Nabi Adam as. dan Ibu Hawa dikeluarkan dari “al-jannah” Hal ini makin menguatkan indikasi bahwa Nabi Adam as. dan Ibu Hawa, setelah diciptakan, tinggal di “al-jannah” yang bukan surga tempat tinggal orang-orang beriman setelah Hari Kiamat.

Nikmat surga kekal dan abadi sebagaimana yang dijelaskan Q.S. al-Ra’d (13): 35 dan Q.S. Hud (11): 108,

Adapun orang-orang yang berbahagia, maka (ia berada) di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama masih ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain) sebagai karunia yang tidak putus-putusnya.”

“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa (ialah seperti taman), mengalir di bawahnya sungai-sungai; senantiasa berbuah dan teduh.”

Orang yang telah masuk surga tidak akan keluar darinya sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. al-Hijr (15): 48, 

Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan tidak akan dikeluarkan dari dalamnya.”

Keempat, mustahil bagi Allah memberi ganjaran surga kepada makhluknya tanpa makhluk tersebut berbuat kebijakan terlebih dahulu. Alasan ini sangat berkaitan dengan paham Muktazilah yang dianut kedua tokoh di atas. Menurut Muktazilah, Allah harus adil dalam menghakimi makhluknya: siapa yang beramal baik, maka surga baginya; siapa yang beramal buruk neraka baginya.

Kelima, Nabi Adam as. diciptakan dari tanah di Bumi sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Hijr (15): 26,

“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang dibentuk.”

Tidak ada penjelasan dari teks-teks suci bahwa Nabi Adam as. diangkat ke surga sementara kisah ia diusir dari surga diceritakan dengan salah satu bagiannya berisi perintah “ihbithu” yang bisa berarti pindah dari satu tempat ke tempat lain di bumi.

Aneh rasanya jika pun “ihbithu” berarti “turunlah” karena Allah menceritakan turunnya Nabi Adam dari surga, namun tidak menceritakan bagaimana ia dinaikkan ke surga setelah diciptakan. Sedangkan, kenaikan ke surga dari Bumi sudah pasti lebih istimewa daripada penurunan dari surga ke Bumi.

 Tokoh Muktazilah lain yakni Abu ‘Ali al-Jubbai (w.303 H) berpendapat bahwa makna “ihbithu” dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 35 adalah “turunlah!” yang mengandung makna pengusiran dari Langit ke-7 menuju Langit ke-1. Tidak sampai di situ, al-Jubbai berpendapat bahwa Nabi Adam as. dan Ibu Hawa diusir kembali dari Langit ke-1 menuju Bumi. Pengusiran ini dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 38,

قُلْنَا اهْبِطُوْا مِنْهَا جَمِيْعًا ۚ فَاِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Kami berfirman, ‘Turunlah kamu semua darinya! Lalu, jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.’”

Menurut mayoritas ahli tafsir Sunni, “al-jannah” dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 35 adalah surga tempat hamba-hamba yang diridhai Allah swt. mendapat ganjaran mereka.  Hal ini berdasarkan pemahaman mereka bahwa alif-lam dalam “al-jannah” ini tidak menunjukkan keumuman kata karena tidak mungkin menempati semua tempat yang diasosiasikan sebagai “al-jannah.” 

Oleh karena itu, makna al-jannah dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 35 diasosiasikan kepada pengertian “jannah” yang sudah akrab di telinga pembaca Al-Qur’an secara luas, yakni surga. Pendapat keempat menyimpulkan bahwa karena pendapat-pendapat yang berbasis teks (naqliyyah) bersifat lemah dan saling berlawanan, seyogyanya langkah untuk bertawaqquf diambil.

Demikian penjelasan terkait pertanyaan apakah benar Nabi Adam dikeluarkan dari Surga? Se Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Ingin Mendapat Keturunan yang Baik, Baca Doa Ini

Doa ini bersumber langsung dari Alquran.

Untuk mendapatkan keturunan yang baik, orang tua hendaknya membaca doa sebelum anak tersebut lahir ke dunia. Doa ini bersumber langsung dari Alquran, yang dibaca oleh Nabi Zakaria Alaihissalam. 

Berikut doa agar mendapatkan keturunan yang baik:

رَبِّ هَبۡ لِىۡ مِنۡ لَّدُنۡكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً‌ ‌ ۚ اِنَّكَ سَمِيۡعُ الدُّعَآءِ

Rabbi hab lii mil ladunka zurriyyatan taiyibatan innaka samii’ud du’aaa’

“Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” (QS. Ali Imran ayat 38)

IHRAM

Pahala untuk Seorang Istri yang Bersedekah dari Harta Suami

Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ، كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ، وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ، وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ، لاَ يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا

Jika seorang wanita bersedekah dari makanan yang ada di rumah (suami)-nya, tanpa menimbulkan mafsadah (kerusakan atau kerugian), maka baginya pahala atas apa yang diinfakkan. Dan suaminya mendapatkan pahala atas apa yang diusahakannya. Demikian juga bagi seorang penjaga harta/bendahara (akan mendapatkan pahala) dengan tidak dikurangi sedikit pun pahala masing-masing dari mereka.” (HR. Bukhari no. 1425 dan Muslim no. 1024)

Kandungan hadis

Kandungan pertama, hadis di atas merupakan dalil bahwa seorang istri boleh bersedekah dari makanan yang ada di rumah suaminya, meskipun dia tidak meminta izin kepada suami terlebih dahulu. Hal ini karena ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang memberikan penjelasan. Jika izin suami adalah syarat, maka tentu akan dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika itu juga.

Inilah yang dipahami oleh para ulama mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyyah. Adapun menurut pendapat ulama Hambali, hal itu berlaku untuk harta yang nilainya kecil yang secara adat kebiasaan masyarakat, pasti diizinkan kalau hendak disedekahkan. Misalnya, roti, kelebihan makanan yang dimasak pada hari itu, buah-buahan, atau semisalnya yang menurut budaya masyarakat setempat, sang suami pasti rida dan mengizinkannya. Sehingga seorang istri akan mendapat rida dan izin suami, meskipun tidak meminta izin secara langsung.

Sedekah tersebut dipersyaratkan, “tanpa menimbulkan mafsadah (kerusakan atau kerugian)”. Yaitu, sedekah tersebut sifatnya tidak berlebih-lebihan dan boros. Misalnya, mensedekahkan harta milik suami yang secara adat kebiasaan itu tidak biasa disedekahkan tanpa izin dan sepengetahuan suami. Maka, hal ini tidaklah diperbolehkan karena bisa mencegah dan menghalangi sang suami dari menunaikan kewajiban memberi nafkah kepada istri dan kerabat lain yang wajib dia nafkahi.

Sehingga dalam hadis tersebut dicontohkan makanan. Karena memang pada umumnya, jika yang disedekahkan adalah makanan, maka sang suami akan rida dan mengizinkan. Berbeda halnya jika yang akan disedekahkan adalah uang atau perhiasan. Jika istri ingin menyedekahkan uang dan perhiasan, maka harus mendapatkan izin yang tegas dari sang suami.

Kandungan kedua, zahir hadis tersebut menunjukkan bahwa jika seorang istri menyedekahkan makanan yang ada di rumahnya, maka dia mendapatkan pahala yang sempurna, sebagaimana sang suami juga akan mendapatkan pahala yang sempurna. Karena mereka yang berserikat dalam ketaatan, tentu akan berserikat pula dalam mendapatkan pahala. Seorang suami mendapatkan pahala sesuai dengan amal (pekerjaan) yang diusahakannya, sedangkan sang istri juga mendapatkan pahala sesuai dengan amal sedekahnya. Demikian pula seorang penjaga harta (bendahara). Masing-masing mereka tidaklah saling bersaing satu sama lain, karena pahala dan keutamaan dari Allah sangatlah besar.

Akan tetapi, terdapat hadis lain yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ كَسْبِ زَوْجِهَا، عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ، فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِهِ

Jika seorang istri bersedekah dari harta hasil usaha suaminya tanpa perintah sang suami, maka sang istri mendapatkan separuh pahala.” (HR. Bukhari no. 2066 dan Muslim no. 1026)

Hadis ini menunjukkan bahwa sang istri hanya mendapatkan separuh pahala. Sehingga dua hadis ini dikompromikan dengan penjelasan berikut ini:

Jika seorang istri menyedekahkan harta suami dengan izin dan sepengetahuan suami, maka dia akan mendapatkan pahala yang sempurna. Hadis yang diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dibawa ke makna tersebut. Akan tetapi, apabila seorang istri menyedekahkan tanpa izin atau tanpa sepengetahuan sang suami, maka sang istri hanya mendapatkan separuh pahala.

Bahkan, jika seorang istri mengetahui bahwa sang suami tidak akan mengizinkannya atau bahkan melarang, maka dia tidak boleh bersedekah. Jika tetap bersedekah dalam kondisi seperti itu, dia tidak mendapatkan pahala, dan bahkan mendapatkan dosa. Hal ini karena hal itu sama saja dengan perbuatan menyedekahkan harta yang bukan miliknya tanpa izin sang pemilik harta. Wallahu Ta’ala a’lam.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89054-pahala-untuk-seorang-istri-yang-bersedekah-dari-harta-suami.html

Saat Musibah Menimpa Saudara Kita

Ketakwaan merupakan salah satu kunci di dalam menghadapi ujian dan cobaan. Allah Ta’ala berfirman,

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu (yaitu dari orang-orang Yahudi dan Nasrani) dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.(QS. Ali Imran: 186)

Di dalam kitab Tafsir Al-Muyassar, terbitan Kementrian Agama Saudi Arabia disebutkan,

“Dan apabila kalian mau bersabar (wahai kaum mukminin), menghadapi itu semua, dan bertakwa kepada Allah dengan konsisten untuk taat kepada-Nya dan menjauhi maksiat-maksiat kepada-Nya, maka sesungguhnya itu termasuk sikap-sikap yang patut dibulatkan tekad untuk dilakukan dan berlomba-lomba di dalamnya.”

Ujian dan cobaan yang menimpa negeri-negeri kaum muslimin merupakan bukti akan kebenaran firman Allah Ta’ala dan risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Jauh-jauh hari sebelum semua itu terjadi, Allah Ta’ala telah mengabarkan,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS. Al-Baqarah: 155)

Di dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala juga menyebutkan bahwa ujian dan musibah yang menimpa kaum muslimin, itu adalah kebahagiaan bagi orang-orang yang bisa bersabar, tidak menghujat, dan menerima keputusan serta takdir Allah Ta’ala yang telah dituliskan untuknya.

Mengapa? Karena kesabaran merupakan pertanda bahwa dirinya termasuk orang yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala serta merupakan ciri khas orang yang bertakwa kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Dan, orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Belum lagi, orang-orang yang mampu bersabar ketika ujian itu datang, maka Allah siapkan pahala yang tidak terbatas kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman,

إنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Di dalam setiap ujian dan cobaan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita dan saudara-saudara kita, pasti ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik dan kita ambil, di antaranya:

Yang pertama,

Saat sebuah musibah menimpa, maka itu adalah waktu yang tepat untuk seseorang bertobat, kembali kepada Allah Ta’ala, melakukan amal-amal saleh dan menjauhkan diri dari dosa dan kemaksiatan. Sungguh, tidaklah sebuah musibah itu menimpa, kecuali karena perbuatan dosa. Dan tidaklah ia diangkat, kecuali karena tobat dan kembalinya seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an mengajak diskusi para sahabat yang mendapatkan musibah kekalahan di perang Uhud,

أَوَلَمَّآ أَصَٰبَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنفُسِكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata, ‘Darimana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imran: 165)

Sudah menjadi kewajiban kita untuk mengintrospeksi diri kita masing-masing. Jangan-jangan ujian dan cobaan yang datang silih berganti kepada kita dan saudara kita ini adalah akibat dari perbuatan dosa dan ulah kita sendiri. Mari bersama-sama bertobat kepada Allah Ta’ala, meminta ampun kepada-Nya serta beramal saleh dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan beramal serta mendoakan saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah.

Yang kedua,

Allah mampu untuk langsung membinasakan orang-orang kafir tersebut, akan tetapi tidak Allah lakukan. Hal ini Allah takdirkan untuk dijadikan ujian bagi kaum mukminin. Allah Ta’ala berfirman,

ذٰلِكَ ۛ وَلَوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلٰكِنْ لِّيَبْلُوَا۟ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَلَنْ يُّضِلَّ اَعْمَالَهُمْ

“Demikianlah, dan sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lain. Dan orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak menyia-nyiakan amal mereka.” (QS. Muhammad: 4)

Seandainya Allah menghendaki, niscaya Allah akan memenangkan orang-orang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir tanpa melalui peperangan. Akan tetapi, Allah hendak menguji kita dengan mensyariatkan jihad sebagai jalan menolong agama-Nya.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kesabaran dan ketakwaan kepada kita dan saudara-saudara kita di Palestina, memberikan juga kemenangan dan keamanan kepada mereka di dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Ketahuilah bahwa kaum mukminin itu satu kesatuan. Mereka itu layaknya tubuh yang satu. Jika ada satu anggota tubuh yang merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya pun ikut merasakannya juga. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)

Allah Ta’ala juga berfirman di dalam Al-Qur’an,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Demikian juga firman-Nya di dalam surah At-Taubah ayat yang ke-71,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat. (HR. Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)

Oleh karena itu, mari kita doakan saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, Lebanon, dan di tempat-tempat lainnya yang sedang dalam kesempitan dan kesedihan. Semoga Allah Ta’ala mengangkat ujian, rasa sedih, dan kesusahan yang sedang mereka hadapi. Rutinlah dan biasakanlah untuk mendoakan mereka dalam setiap kesempatan yang ada, terutama di waktu-waktu di mana doa di dalamnya mustajab.

Jangan pernah berputus asa, bosan, dan sungkan dalam mendoakan mereka. Sungguh manusia yang paling lemah adalah yang paling lemah dan bermalas-malasan di dalam berdoa. Padahal Allah Ta’ala telah mengatakan tentang diri-Nya,

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat. (QS. An-Naml: 62)

Betapa banyak musibah, rasa susah, dan kesedihan yang Allah hapus berkat doa-doa yang dipanjatkan. Dan betapa banyak juga doa-doa menjadi penyebab datangnya rahmat dan rezeki dari Allah Ta’ala.

Jangan lupa untuk membantu saudara-saudara kita semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan mereka. Berikan sumbangan dan bantuan kepada mereka. Penuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Karena Allah Ta’ala berfirman,

هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم

“Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu, di antara kamu ada orang yang kikir. Dan barangsiapa kikir, maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan (karunia-Nya). Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu (ini).”  (QS. Muhammad: 38)

Semoga Allah Ta’ala memberikan pertolongannya kepada kaum muslimin. Semoga Allah Ta’ala menghancurkan dan memporak-porandakan musuh-musuh Islam yang berusaha menghalangi kaum muslimin dari melakukan ketaatan, merampas hak-hak mereka, dan bahkan membunuh anak-anak mereka.

Ya Allah, berilah kami dan saudara-saudara kami kesabaran dan ketakwaan di dalam menghadapi musibah yang sedang kami hadapai ini. Berilah kami jalan keluar dan kemudahan atas setiap permasalahan yang sedang kami hadapi

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89087-saat-musibah-menimpa-saudara-kita.html