Yuk, Nikah di Bulan Syawal!

SETELAH bulan suci Ramadan ada bulan Syawal, di mana masyarakat sudah mengenal sunah puasa 6 hari di bulan Syawal. Akan tetapi ada juga sunah lainnya di bulan Syawal yaitu anjuran menikah di bulan Syawal. Bagi yang sudah dimudahkan oleh Allah, bisa melaksanakan sunah ini.

Dalil sunnah menikah di bulan Syawal, Aisyah radiallahu anha istri Nabi shallallahu alaihi wasallam menceritakan,

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal” (HR Muslim).

Sebab Nabi Shalallahu alaihi Wassalam menikahi Aisyah di bulan Syawwal adalah untuk menepis anggapan bahwa menikah di bulan Syawal adalah kesialan dan tidak membawa berkah. Ini adalah keyakinan dan aqidah Arab Jahiliyah. Ini tidak benar, karena yang menentukan beruntung atau rugi hanya Allah Taala.

Bulan Syawal dianggap bulan sial menikah karena anggapan di bulan Syawal unta betina yang mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha). Ini adalah tanda unta betina tidak mau dan enggan untuk menikah, sebagai tanda juga menolak unta jantan yang mendekat. Maka para wanita juga menolak untuk dinikahi dan para walipun enggan menikahkan putri mereka.

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ied (bulan Syawwal termasuk di antara ied fitri dan idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 3/253).

Imam An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (ulama syafiiyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadits ini.

Dan Aisyah Radiyallahu anhaa ketika menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal.

Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya. Ini termasuk peninggalan jahiliyyah yang ber-tathayyur (menganggap sial) hal itu, dikarenakan penamaan syawal dari kata al-isyalah dan ar-rafu (menghilangkan/mengangkat).” (yang bermakna ketidakberuntungan menurut mereka)” (Syarh Shahih Muslim 9/209).

Demikian, semoga bermanfaat. [dr. Raehanul Bahraen]

 

INILAH MOZAIK

Bulan Syawal, Bulan Pembuktian Takwa, Apa Artinya?

TERDAPAT banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

5. Bulan Nikah

Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Ta’ala menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin.

Maka sejak itulah kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal. Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari istri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”.

Selain dengan Siti Aisyah, Rasulullah juga menikahi Ummu Salamah pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadis tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

6. Bulan peningkatan

Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Kata Syawal, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil latihan selama bulan Ramadan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Naudzubillah.

7. Bulan pembuktian takwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadan berlalu, pada bulan Syawal merupakan bulan pembuktian berhasil atau tidaknya ibadah Ramadan, terutama ibadah puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang muslim akan menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadan. Wallahu alam. [abatasa]

 

INILAH MOZAIK

Bulan Syawal, Bulan Silaturahmi

TERDAPAT banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

1. Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.

Tibanya bulan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berhasil menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. la merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari peperangan menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

2. Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal adalah Hari Raya Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak selama satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran hingga menjelang salat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam melaksanakan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih.

“Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah la memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS al-Baqarah: 185).

3. Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, halal bi halal. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

4. Puasa Satu Tahun

Amaliah yang ditentukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadan.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah).

Dalam hadis yang lain disebutkan “Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun.” (HR An-Nasai dan Ibnu Majah). [bersambung]

 

INILAH MOZAIK

Puasa Syawal Boleh Hari Jumat, Asal…

HARUSKAH puasa Syawal dilakukan secara berurutan dari tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal? Atau boleh dilakukan di hari lain dan tidak berurutan? Bagaimana jika hari Jumat?

Puasa syawal adalah amal sunah muakkadah. Sebuah amal sunah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan di bulan Syawal. Setelah seseorang berpuasa di bulan Ramadan kemudian melakukan puasa Syawal, ia diganjar seperti puasa setahun penuh.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun” (HR. Muslim)

Bagaimana pelaksanaan puasa Syawal, apakah harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak berurutan?

Sayyid Sabiq menjelaskan di dalam Fiqih Sunah bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua.

Menurut mazhab Syafii dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal.

Jadi, tidak ada mazhab yang tidak memperbolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal.

Namun, hendaknya tidak berpuasa khusus di hari Jumat tanpa mengiringinya dengan puasa di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Para ulama menjelaskan bahwa dengan adanya larangan itu, puasa di hari Jumat tanpa mengiringinya dengan puasa di hari Kamis atau Sabtu hukumnya makruh. Wallahu alam bish shawab. [Bersamadakwah]

 

INILAHcom

Apa yang Perlu Ditingkatkan Setelah Ramadhan?

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

 

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dan Ramadhan pun berlalu. Tidak ada perjumpaan terindah kecuali berjumpa dengan Ramadhan. Sekaligus tidak ada perpisahan yang mengharukan terselip kesedihan kecuali berpisah dengan Ramadhan.

Disebut perjumpaan terindah karena di bulan ini banyak di antara kaum Muslimin mendadak saleh dan berwajah taat. Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah berhasil mendidik mereka menjadi pribadi elok, gampang beringsut untuk berbuat baik.

Dan disebut perpisahan yang mengharukan karena Ramadhan yang setahun sekali datangnya ini belum tentu kita adalah yang akan menemuinya lagi. Syawal sebagai bulan setelahnya, apakah bisa melesatkan minimal mengamankan dan melestarikan semua amal kebaikan Ramadhan yang indah itu.

Nah, kita bersedih karena khawatir diri kita tidak bisa meneruskannya apalagi meningkatkannya, sebagaimana yang diminta dengan kehadiran Syawal sebagai syahrut tarqiyah (bulan peningkatan).

Apa yang perlu kita tingkatkan? Pertanyaan ini menarik, sebab banyak kita tidak menyadari Ramadhan itu sebenarnya prosesi awal dari 11 bulan berikutnya. Bagaimana Allah menguji kita, apakah kebiasaan tilawah minimal sehari satu juz dapat bertahan. Bahkan seharusnya dilebihkan.

Perlunya melebihkan karena pahalanya tidak digandakan lagi sebagaimana di bulan Ramadhan sementara sebagai bekal untuk menghalau godaan maksiat dan berdosa sedikit. Bukankah setelah Ramadhan pintu maksiat dan dosa semakin terbuka, disebabkan setan telah terlepas dari belenggunya?

Untuk itulah kita perlu melebihkan bacaan tilawah Alquran. Ketika Ramadhan kita sibuk tadarus Alquran, tiada hari tanpa membaca firman Allah. Itu mengapa hati kita selalu tenang selama menjalani sakralitas ibadah shaum. Sebab, kalimat Alquran mengendap kuat di hati kita.

Berikutnya tentu tarqiyatul ‘ibadah, peningkatan ibadah khususnya amal sunah.  Kalau amal wajib sudah pasti, tidak boleh sedikit pun terpikir untuk meninggalkannya. Yang sunah harus menjadi kecintaan sebagaimana cintaya kita dengan Tarawih, shalat berjamaah selalu di masjid dan tepat waktu, sedekah atau berbagi takjil, iktikaf, dan lain sebagainya.

Dari kecintaan itu tumbuh semangat untuk menghidupkannya, di mana pun, kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun. Harusnya semua amal sunah itu kita teruskan dan tingkatkan.

Tarqiyatul akhlaq, peningkatan akhlak dan kepribadiaan adalah hal yang juga harus kita teruskan di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Selama Ramadhan kita melatih lidah kita untuk berpuasa dari amarah, ucapan kotor, dusta, fitnah, gibah, sifat dengki, dan berkata kasar. Proses itu berujung terciptanya manusia saleh yang berakhlak mulia seperti yang dicontohan Rasulullah SAW.

Sebagai pihak yang kedatangan tamu Syawal harusnya kita meneruskan dan berikhtiar kuat untuk meningkatkan kualitas kepribadian itu, demi terbukanya tabir kebaikan yang Allah janjikan kepada siapa pun yang berakhlak mulia. Sebuah maqalah Arab menyebutkan, maa syarafal makhluq illa bihusnil khuluq, tidak ada kemuliaan seorang makhluk kecuali pada kemuliaan akhlak.

Walhasil, setelah Ramadhan benar-benar berlalu renungi firman-Nya dalam surah al-Insyirah [94], ayat 7, fa idza faraghta fanshab, jika engkau sudah selesai dengan satu urusan, kembalilah tegak (untuk meneruskan dan beramal lain). Dari tarbiyah kita menuju tarqiyah. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online