Perlindungan Hak Lansia Merupakan Inti Budaya Islam

Seruan penguatan perlindungan HAM lansia digaungkan di Qatar.

Seruan penguatan perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi generasi lanjut tengah digaungkan di Qatar. Ketua Komite Nasional Hak Asasi Manusia (NHRC) dan Ketua Aliansi Global Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional (GANHRI) Maryam binti Abdullah Al Attiyah, menyebut hal ini masuk dalam kerangka peningkatan kesadaran akan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR).

Dalam kesempatan Hari Lansia Internasional (IDOP), ia menyebut hal ini adalah kesempatan untuk meninjau praktik pemerintah dan lembaga, guna meningkatkan integrasi pendekatan yang mencakup HAM sepanjang hidup.

Di sisi lain, momen ini penting memastikan partisipasi yang efektif dan bermakna dari semua mitra, termasuk lembaga HAM nasional, masyarakat sipil dan lansia itu sendiri, serta berupaya memperkuat solidaritas dan kemitraan antar generasi.

Al Attiyah menjelaskan IDOP tahun ini berfokus pada peran khusus para lansia, pentingnya mereka menikmati hak-haknya dan mengatasi pelanggaran terhadap mereka, dengan memenuhi janji-janji UDHR. Melindungi HAM secara umum dan hak-hak orang lanjut usia pada khususnya, adalah salah satu aspek inti dari budaya Islam dan Arab.

Dilansir di Gulf Times, Rabu (4/10/2023), IDOP juga disebut sebagai peluang bagi pemerintah untuk bekerja sama dengan mitranya, mempromosikan prinsip-prinsip kemandirian, kepedulian, aktualisasi diri dan martabat, serta mengintegrasikan lansia ke dalam masyarakat.

Negara harus memastikan kesejahteraan dan mendapatkan manfaat dari kontribusi besar mereka, semuanya dalam lingkup kerangka keyakinan terhadap HAM dan martabat serta nilai individu. Hal ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kemajuan sosial dan meningkatkan taraf hidup kelompok rentan termasuk lansia.

Al Attiyah juga menyerukan untuk mengambil manfaat dari pengalaman global yang positif, dengan melakukan pertukaran dan belajar dari pengalaman tersebut, dengan cara yang sesuai dengan budaya masyarakat di seluruh dunia.

Dia lantas mencatat upaya yang telah dilakukan oleh Qatar, baik dalam undang-undang dan prosedur untuk mendukung dan mempromosikan hak-hak orang lanjut usia. Utamanya ia menyoroti perihal kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan keamanan ekonomi mereka.

Al Attiyah menyoroti peran Kementerian Pembangunan Sosial dan Keluarga (MSDF), yang berupaya menciptakan banyak layanan elektronik yang memfasilitasi layanan tanpa kehadiran langsung.

Dia memuji peluncuran platform Istamer oleh Kementerian Tenaga Kerja, untuk mempekerjakan pensiunan Qatar di sektor swasta. Langkah ini disebut berdasarkan komitmennya untuk berinvestasi pada keahlian yang berharga, sekaligus meningkatkan kehadiran kader nasional yang berkualitas.

Untuk diketahui, Istamer memperbolehkan pensiunan warga sipil atau militer bekerja di sektor swasta tanpa mempengaruhi pensiunnya. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor (1) Tahun 2022 tentang Jaminan Sosial dan Undang-Undang Nomor (2) Tahun 2022 tentang Pensiun Militer, dalam langkah yang menjamin keamanan ekonomi bagi lansia dan meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.

“Kedua UU tersebut memastikan peningkatan pensiun, dengan memastikan dana pensiun minimum untuk semua pensiunan Qatar di negara tersebut sejak tanggal penerbitan tidak kurang dari 15,000 riyal, dengan tambahan tunjangan perumahan khusus sebesar 4,000 riyal,” kata dia.

Terakhir, Al Attiyah menyerukan kelanjutan upaya ini terhadap orang-orang yang telah berbuat banyak untuk negara. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah penduduk berusia 65 tahun atau lebih di seluruh dunia diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat.

Dari angka 761 juta pada tahun 2021, jumlahnya menjadi 1,6 miliar pada tahun 2050, yang mana jumlah penduduk berusia 80 tahun ke atas tumbuh lebih cepat lagi.

IHRAM

Temui Jamaah Haji Demensia, Dampingi, dan Ajaklah Bicara

Pemerintah menyiapkan pelayanan khusus untuk lansia.

Oleh Agung Sasongko dari Makkah, Arab Saudi

Marsini, 78 tahun, berulang kali menuju pintu keluar hotel tempat dia menginap. Dia lihat pintu tersebut, lalu kembali lagi duduk di tempatnya semula. Karena ekspresinya yang bingung, petugas mendekat dan bertanya. “Ibu mau ke mana?” kata salah seorang petugas.

“Ibu mau pulang, mau mandi, besok berangkat haji,” kata Marsini, jamaah asal Grobogan, Jawa Tengah.

Lain lagi cerita Yul bin Yunus, 65 tahun, jamaah haji asal Jakarta Timur. Ia baru tiba Sabtu (3/6/2023) pagi. Ia menginap di Royal Madinah, yang berjarak hanya 500 meter dari Masjid Nabawi. Ia ditemukan petugas setelah berputar-putar di sekitar hotel tempatnya menginap dengan mimik wajah bingung. 

“Saya mau pulang ke rumah,” kata dia.

“Ini di mana, ya, Mas?” kata di ke petugas.

Beruntung, Yul membawa kartu merah putih yang memudahkan petugas mengidentifkasi dari mana asal jamaah dan lokasi tempat mereka menginap. “Bapak rumahnya (penginapannya) di depan Pak,” kata petugas.

Kasus Marsini dan Yul banyak dialami jamaah haji lansia. Secara fisik keduanya terlihat sehat dan bugar. Yul misalnya dengan cuaca yang cukup terik dan menyengat tanpa topi dan hanya mengenakan seragam batik beralas kaki sendal jepit berputar beberapa kali. Ini tandanya secara fisik kemungkinan tidak ada kendala.

Namun, kasus keduanya menyiratkan ada potensi disorientasi dan demensia. Hal umum yang jamak dialami usia 65 tahun ke atas. Kasi Kesehatan Daerah Kerja Madinah, Tahsin Al Farizi, membenarkan adanya kasus tersebut. Menurut dia, banyak faktor yang memengaruhi, misalnya kurang istirahat, asupan cairan yang kurang, dan perbedaan geografis.

Faktor lainnya, kata dia, perbedaan geografis karena perjalanan dengan durasi panjang, yakni 9 hingga 12 jam Ditambah kondisi fisik jamaah yang lelah ini memberikan dampak kepada jamaah. “Karenanya penting bagi petugas untuk memperhatikan secara detail kondisi jamaahnya. Ini berkaitan dengan penanganan lanjutan,” kata dia.

Kepala Bidang Kesehatan Panitia Pernyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi dr Imran mengungkapkan, penanganan jamaah haji yang alami demensia bisa dilakukan dengan mengajak yang bersangkutan bercerita untuk mengembalikan ingatannya. Paling tidak ingatan di kampung, lalu tujuannya dari Tanah Air ke Tanah suci.

Selanjutnya, kata dia, jamaah tersebut diberi minum untuk mengembalikan cairan tubuhnya. Selanjutnya, penderita demensia, menurut dokter Imran, perlu didampingi karena ia bisa kembali lupa ingatan. “Pendampingnya itu yang akan selalu mengingatkan, me-recall selalu memorinya. Tidak masalah, kalau misalnya (pendampingnya) tetangga, atau orang dikenal saat di asrama haji udah kenal itu bisa,” kata dokter Imran.

Soal ini, Menko Pembangunan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dalam kunjungannya ke Madinah, Sabtu (3/6/2023) juga menyinggung masalah tersebut. Muhadjir mengapresiasi jamaah yang bersedia dan sukarela mendampingi jamaah lansia meski bukan keluarganya. Muhadjir pun mengusulkan agar Kementerian Agama memberikan insentif kepada mereka yang sukarela mendampingi dan memberikan layanan kepada jamaah lansia, utamanya yang berasal dari satu daerah.

“Kemarin saya lihat ada 4-5 orang lansia yang didampingi oleh jamaah. Itu saya kira bagus, mungkin nanti perlu dikembangkan juga oleh penyelenggaraan haji ini untuk memberikan semacam insentif, apalah gitu, untuk mereka yang bersedia menjadi pendamping,” kata dia.

Diakui Muhadjir, perlu kerja keras semua pihak untuk memberikan prioritas kepada jamaah. Hal itu bisa dimulai dengan hal sederhana semisal mendahulukan pada lansia menaiki lift. “Yang muda-muda naik tangga walaupun gedung delapan lantai,” kata dia.

Dari pantauan Republika, sejumlah imbauan berupa stiker banyak ditempel di seluruh hotel tempat jamaah menginap. Stiker-stiker ini memang dimaksudkan agar jamaah yang non-lansia dan petugas untuk tidak lupa ada prioritas yang harus didahulukan.  Stiker tersebut banyak berisi simbol-simbol kepedulian terhadap lansia. Seperti kursi roda. Juga ada tulisan seperti “Sayangi lansia” dan “Peduli Lansia”

Seperti diketahui, jumlah jamaah lansia dari Indonesia mencapai 60 ribu lebih. Kementerian Agama menyiapkan layanan khusus untuk jamaah haji Indonesia yang terkategori lansia. 

IHRAM

Kiat Jaga Kebugaran Tubuh untuk Lansia

Calon jamaah haji lansia diimbau menjaga kebugaran tubuh menjelang keberangkatan haji.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengimbau calon jamaah haji lansia untuk menjaga kebugaran tubuh menjelang keberangkatan haji pada 24 Mei 2023.

Kepala Dinkes Kepri Mohammad Bisri mengatakan, dalam pelaksanaan manasik haji yang dilakukan di tingkat kota dan kecamatan telah disampaikan kiat-kiat atau tips menjaga daya tahan tubuh saat menjalan ibadah di Tanah Suci.

“Jamaah harus ikuti instruksi yang telah disampaikan dalam manasik haji. Apa saja yang harus dilakukan dan menjaga kesehatannya. Perlu menjaga kesehatan agar selalu bugar saat pelaksanaan haji,” kata Bisri saat dihubungi di Batam, Kamis.

Ia menyampaikan untuk tetap menjaga kebugaran tubuh pada saat menjalankan ibadah haji, lansia juga harus dalam pengawasan tim medis selama di Tanah Suci.

“Kalau yang harus minum obat, ya harus teratur minumnya, ikuti arahan dokter. Jadi ambil jalan tengahnya, yang penting jamaah lansia itu dalam pengawasan dan terkontrol kondisi kesehatannya. Lansia itu risiko dari sisi sakit,” kata dia.

Lebih lanjut, Bisri memastikan sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci, jamaah calon haji akan dilakukan pengecekan kesehatan secara berkala. “Semua jamaah diperiksa kesehatannya sebelum berangkat, makanya di dalam kloter ada nakes yang mengawal mereka,” ujar dia.

Kata Bisri, jika dari hasil pemeriksaan yang menyatakan kemampuan fisik calon haji lansia tidak diperbolehkan berangkat karena alasan medis, calon haji yang bersangkutan tidak akan diberangkatkan.

“Begitu juga sebaliknya, walaupun tua tidak bisa jalan tapi fisiknya kuat dan sehat tetap boleh berangkat. Walaupun dia di kursi roda, yang penting jantungnya terkontrol, misalnya kena sakit kencing manis, tapi terkontrol juga tidak apa, yang dipastikan itu,” ujar dia.

sumber : Antara

Kemenag Libatkan UI Susun Mitigasi Layanan Jamaah Haji Lansia

Dalam pelaksanaan ibadah haji 1444 H/2023 M, jumlah jamaah lanjut usia (lansia) Indonesia lebih dari 64 ribu orang. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan pada penyelenggaraan haji di tahun-tahun sebelumnya.

Untuk memaksimalkan layanan, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) menyusun skema mitigasi layanan jamaah haji lansia. Penyusunan ini melibatkan peneliti sekaligus Executive Secretary Centre for Ageing Studies (CAS) Universitas Indonesia Vita Priantina Dewi.

Vita menyampaikan layanan ramah jamaah haji lansia bisa dilakukan mengacu pada buku Global Age-friendly Cities: A Guide (Kota Ramah Lansia Dunia: Sebuah Pedoman). Buku ini diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada 2007.

“Untuk merumuskan layanan ramah jamaah haji lansia, kami mengacu pada buku yang kami anggap masih sangat relevan untuk digunakan saat ini. Di dalamnya dibahas secara mendalam bagaimana seharusnya kita memperlakukan lansia dan membangun hubungan yang baik dengan mereka,” kata Vita dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Kamis (16/3/2023).

Ia menyebut konsep layanan yang ramah lansia dapat dianalogikan dengan sebuah kota yang ramah usia. Kota yang ramah usia ini diartikan sebagai sebuah kota atau kawasan, yang mengakomodir semua fasilitas dan layanan untuk dapat diakses dan melibatkan berbagai kebutuhan dan kapasitas lanjut usia.

Vita lalu mengusulkan desain pelayanan jamaah haji yang ramah lansia berdasarkan pada enam dimensi dengan mengacu pada Aging in Place Technology Watch Tahun 2010. Usulan ini, antara lain sebagai berikut.

Desain pelayanan haji ramah lansia

1. Hotel atau asrama haji. Sebagai penginapan jamaah haji, diusahakan dapat mengakomodir aktivitas lansia dengan menyediakan ruang terbuka, jalan yang melandai, serta akses evakuasi yang mudah;

2. Komunikasi dan informasi. Membangun komunikasi yang efektif dengan lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi penglihatan;

3. Keamanan dan keselamatan. Menyediakan keamanan umum dan pelayanan gawat darurat bagi lansia, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan;

4. Kesehatan dan kesejahteraan. Pendampingan jamaah haji lansia baik untuk aspek kesehatan, mental maupun spiritual. Contohnya, dengan menyediakan makanan yang baik serta menghadirkan perawat, ahli gizi, dokter spesialis geriatri, dokter gigi, psikolog dan visitasi oleh ketua kloter dan petugas;

5. Fasilitas dan program pelibatan jamaah haji. Yang dimaksud adalah membangun kedekatan dengan menghadirkan program yang melibatkan jamaah haji lansia secara langsung; dan

6. Transportasi. Menyediakan aksesibilitas yang ramah lansia pada sarana transportasi beserta fasilitas di dalamnya.

Sekretaris Ditjen PHU Ahmad Abdullah mengatakan tahun ini jamaah haji lansia yang akan diberangkatkan mencapai 30 persen dari total kuota Indonesia. “Dalam situasi dan kondisi pascapandemi ini, terdapat akumulasi jamaah haji lansia yang pada tahun ini sudah waktunya untuk berangkat. Jadi ini adalah bagian dari pelayanan masyarakat yang harus menjadi perhatian kita bersama, agar permasalahan terkait layanan ini bisa segera kita tuntaskan,” ujar Abdullah.

IHRAM