Keistimewaan Nabi Muhammad, Terlahir dalam Keadaan Sudah Terkhitan

Tidak disangsikan lagi bahwa Nabi Muhammad merupakan makhluk paling mulia di sisi Allah. Beliau diberi banyak kemuliaan dan keistimewaan oleh Allah, baik sebelum lahir, setelah lahir dan setelah wafatnya. Di antara keistimewaan yang diberikan oleh Allah adalah beliau terlahir dalam keadaan sudah terkhitan.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Thabarani dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;

مِنْ كَرَامَتِيْ عَلَى اللهِ أَنْ وُلِدْتُ مَخْتُوْنًا وَلَمْ يَرَ أَحَدٌ سَوْأَتِيْ

Termasuk bagian kemuliaan dari Allah yang dianugerahkan kepadaku, aku dilahirkan dalam keadaan telah dikhitan, dan tidak seorang pun melihat auratku.

Hadis ini dijadikan hujjah oleh sebagian ulama bahwa Nabi Saw terlahir dalam keadaan sudah terkhitan. Bahkan dalam kitab I’anatut Thalibin, Syaikh Abu Bakr Syatha mengamini riwayat mengenai kelahiran Nabi Saw yang sudah terkhitan ini. Beliau berkata;

روي أن نبينا صلى الله عليه وسلم ولد مختونا كثلاثة عشر نبيا

Diriwayatkan bahwa Nabi kita Muhammad Saw dilahirkan dalam keadaan terkhitan, sebagaimana tiga belas nabi lainnya.

Selain Nabi Saw, menurut Syaikh Sulaiman Al-Bujairimi, terdapat beberapa nabi yang dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan. Beliau mengatakan bahwa secara keseluruhan, ada 15 nabi yang dilahirkan dalam keadaan terkhitan, sebagaimana beliau sebutkan dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib berikut;

وولد من الأنبياء مختوناً خمسة عشر نبياً : آدم ، وشيث ، ونوح ، وهود ، وصالح ولوط ، وشعيب ويوسف وموسى وسليمان وزكريا ، ويحيى وعيسى وحنظلة بن صفوان نبي أصحاب الرس ونبينا محمد

Lima belas orang nabi dari kalangan para nabi dilahirkan dalam keadaan terkhitan, yaitu Nabi Adam, Nabi Syits Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shaleh, Nabi Luth, Nabi Syu’aib, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Zakariya, Nabi Yahya, Nabi Isa, Nabi Handzalah bin Shafwan, dan Nabi Muhammad Saw.

BINCANGSYARIAH



Ulama: Jangan Contoh Tokoh Selain Nabi Muhammad

Pembina Pondok Pesantren Babussalam Pekanbaru Syekh H Ismail Royan meminta masyarakat agar tidak mencari teladan hidup selain Nabi Muhammad SAW. Sebab, Nabi Muhammad telah mencontohkan dengan baik segala sisi kehidupan.

“Semua contoh telah ada mulai dari beliau (Nabi Muhammad SAW) remaja, bekerja, berkeluarga atau memimpin masyarakat hingga memimpin negeri yang cukup luas, ” tutur Syekh H Ismail Royan usai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di pelataran Pondok Pesantren Babussalam Pekanbaru, Senin (20/11) malam.

Dia mengatakan keteladanan Nabi Muhammad itu berlaku hingga akhir jaman karena selalu sesuai dengan kondisi yang ada. Pemimpin Yayasan Syekh Abdul Wahab Rokan ini berharap generasi muda saat ini tidak melupakan sejarah Nabi Muhammad SAW.

“Jangan cari contoh lain selain dari Nabi Muhammad,” ujarnya.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Babussalam itu sendiri dihadiri ratusan orang, baik para santri maupun warga sekitar. Bahkan hadir pula sesepuh Tuan Guru Babussalam Syekh H Hasyim Al Syarwani, Gubernur Riau terpilih Syamsuar, dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad itu dilakukan dengan cara zikir bersama serta mendengarkan kajian Ustadz Zulhendri di pelataran pondok. Pondok Pesantren Babussalam sendiri berdiri di dalam lahan seluas sekitar 10 hektare dan diresmikan pada 1985 oleh Imam Munandar, Gubernur Riau saat itu.

Rasulullah Sang Majikan Teladan

DALAM catatan sirah, Rasulullah ﷺ memiliki beberapa pembantu. Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam “Zādu al-Ma’ād” (1/113), menyebutkan beberapa pembantu nabi ﷺ di antaranya: Anas bin Malik (bagian melayani kebutuhan Rasulullah ﷺ), Abdullah bin Mas`ud (bagian pembawa sandal dan siwaknya), `Uqbah bin `Āmir al-Juhani (bagian pemandu keledainya), Asla` bin Syuraik (bagian urusan safari), Bilal (sebagai Mu`adzin), Sa`ad maula Abu Bakar, Abu Dzar al-Ghifari, Aiman bin `Ubaid (bagian menyiapkan tempat bersuci dan yang berkaitan dengannya).

Bagi yang membaca lembaran hayat Nabi, interaksi beliau bersama pembantu sangat mengesankan. Sebagai contoh, simak baik-baik pernyataan `Aisyah berikut ini, “Rasulullah tak pernah memukul sesuatu pun dengan tangannya, baik itu perempuan, maupun pembantu, melainkan dalam jihad (perang) di jalan Allah .” (HR. Muslim).

Sebuah kesaksian luar biasa yang menggambarkan kelembutan dan kasih sayang rasul ﷺ kepada pelayannya.

Sebagai tuan dari pembantunya, beliau ﷺ mengingatkan dengan cara yang baik dan tak pernah membentak.

Ini bisa dilihat dari kesaksian Anas bin Malik, “Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling indah budi pekertinya. Pada suatu hari beliau ﷺ menyuruh Anas untuk suatu keperluan. Ia pun menjawab: “Demi Allah, aku tidak mau pergi (seolah-olah Anas tidak mau melakukan perintah Rasulullah ﷺ, namun hal itu terjadi karena beliau masih kecil), akan tetapi dalam hatiku aku bertekad akan pergi untuk melaksanakan perintah Nabi kepadaku.”

Lalu akhirnya Anas pun pergi, hingga melewati beberapa anak yang sedang bermain-main di pasar. Tiba-tiba Rasulullah ﷺ memegang tengkuknya (leher bagian belakang) dari belakang.

Anas bercerita: “Lalu aku menengok ke arah beliau, dan beliau tersenyum.” Lalu kata beliau: ‘ Wahai, Anas kecil! Sudahkah engkau melaksanakan apa yang aku perintahkan?’ “Ya, saya akan pergi untuk melaksanakannya ya Rasulullah..” Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Allah, selama sembilan tahun aku membantu Rasulullah ﷺ, aku tidak pernah mengetahui beliau menegurku atas apa yang aku kerjakan dengan ucapan: “Mengapa kamu melakukan begini dan begitu.” ataupun terhadap apa yang tidak aku kerjakan, dengan perkataan: “Kenapa tidak kamu lakukan begini dan begini.” (HR. Muslim).

Interaksi luhur dengan pembantu juga bisa dilihat dalam nasihat beliau berikut yang ditujukan kepada Abu Dzar al-Ghifari, “Saudara-saudara kalian adalah budak dan pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah tangan (kekuasaan) kalian. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah tangannya (kekuasaannya), hendaklah ia memberinya makanan dari apa-apa yang dia makan, memberinya pakaian dari jenis pakaian apa yang dia pakai, dan janganlah kalian membebani (memberi tugas) mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.”(HR. Bukhari).

Pada hadits itu dijelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan agar pelayan diperlakukan sama dengan majikannya. Sehingga, tidak ada yang namanya diskriminasi atau merendahkan profesi pembantu. Mereka –seperti halnya manusia lainnya- memiliki hak untuk memakai pakaian dan makanan yang layak.

Di samping itu, yang tak kalah penting adalah jangan membebaninya tugas di luar kemampuannya. Bahkan, terkait masalah gaji, beliau juga pernah mengingatkan:

أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Artinya, jangan sampai menyepelekan hak dari pesuruh, pembantu atau pekerja. Bila perlu, gaji segera diberikan sebelum keringatnya kering.

Lebih dari itu, Anas menceritakan, saat pembantu nabi ﷺ (anak Yahudi) sedang sakit, dengan cepat beliau ﷺ membesuknya. Beliau juga mendakwahkan Islam padanya. Dengan suka hati –di samping dukungan orang tuanya-, akhirnya pelayan tersebut masuk Islam. Demikianlah akhlak dan interaksi Nabi dengan para pembantunya (HR. Bukhari).

Sebagai tuan atau majikan, beliau mampu menunjukkan tauladan terbaik, sehingga menimbulkan kesan mendalam bagi pembantu-pembantunya sebagaimana Anas bin Malik dan lainnya. Maha Benar Allah yang berfirman dalam Kitab SuciNya:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ٤

“Dan sesungguhnya kamu(Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Qs. Al-Qalam: 4).

Dengan akhlak luhur, beliau sukses menjadi majikan teladan yang patut diteladani oleh semua manusia.*/Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH

Ketika Rasulullah Menjahit Pakaian dan Perbaiki Sandal

Sikap Teladan Rasululah sallallahu alaihi wasallam di kehidupan sehari-hrinya.
Rasulullah sallalllahu alaihi wasallam adalah utusan Allah subahanhau wa ta’ala yang diberikan tugas yang berat, yaitu menegakkan Islam di dunia ini. disamping beliau adalah seorang Rasul, Rasulullah juga memiliki sikap dan akhlak yang sempurna yang membuat takjub dan pantas untuk diteladani.

Walaupun begitu, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah seorang manusia. Memiliki tugas yang berat, Rasulullah tidak pernah melupakan perannya dalam keluarga. Beliau membantu istri-istrinya dalam rumah tangga, beliau juga bersosialisasi denga lingkungan sekitar.

Dari sikap teladannya ini mengajarkan kaum Muslim agar semua pekerjaan yang ada di dunia  tidaak boleh menghalangi dirinya melakukan pekerjaan kecl yang sangat bernilai dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Dalam buku Teladan Rasulullah yang ditulis oleh Dr. Ahmad Hatta, disebutkan beberapa sikap teladan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang menjadi sunnah dan mendatangkan pahala bila dikerjakan, di antaranya:

1. Melakukan pekerjaan rumah.

Aisyah meriwayatkan, “Aku pernah ditanya tentang apa yang telah diperbuat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam di rumhnya.” Aisyah menjawab, “Rasulullah senantiasa melakukan pekerjaan rumah tangga (membantu urusan rumah tangga). apabila waktu shalat tiba, maka beliau pun keluar untuk shalat.”(HR. Bukhari)

2. Menjahit pakaian dan memperbaiki sandal.

Aisyah meriwayatkan, bahwa ia ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah di rumahnya. ‘Aisyah menjawab. “Beliau menjahit pakaiannya dan memperbaiki sandalnya sendiri.”
Aisyah menambahkan, “Beliau juga senantiasa mengerjakan apa yang dikerjakan para lelaki di rumah mereka.”(HR. Ahmad)

3. Mengunjungi Anak Kecil Yang Sakit.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu meriwayatkan, “Dahulu ada seorang anak laki-laki Yahudi yang senantiasa melayani Rasulullah sallallhu alaihi wasallam kemudian ia pun sakit. Lalu Rasulullah pun datang menjenguknya kemudia duduk disebelah kepalanya dan bersabda kepadanya, ‘Masuk Islamlah’ Anak Yahudi itu melihat kea rah bapaknya sementara bapaknya itu berada di sisinya. Lalu, bapaknya berkata kepadanya, ‘Patuhilah Abu al Qasim (Rasulullah sallallahu alaihi wasallam)’. Akhirnya anak Yahudi itu pun masuk Islam. kemudian, Rasulullah keluar seraya bersabda, ‘Segala puji bagi Allag yang telah menyelamatkanya dari api neraka.” (HR. Bukhari)

 

REPUBLIKA

Teladan Rasulullah Mempersatukan Umat

Peringatan Maulid Nabi tahun ini jatuh pada Jumat (1/12) besok. Maulid Nabi merupakan momentum untuk mempererat ikatan persaudaraan umat Islam, sehingga tercipta persatuan yang kokoh dan harmonis di tengah masyarakat.

Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Prof Muhammadiyah Amin mengatakan bahwa dalam rangka memperingati Maulid Nabi, umat Islam harus meneladani cara Nabi Muhammad mempersatuan umat yang berbeda keyakinan saat berhijrah ke Madinah.
“Jadi pertama bahwa Nabi Muhammad menyatukan umat yang berbeda. Jadi jangankan sesama umat Islam tapi umat yang berbeda keyakinan saja bisa disatukan,” ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (30/11).
Ia mengatakan, Nabi Muhammad pernah menyatukan antara suku Suku Aus dan Khazraj yang telah bermusuhan sejak zaman jahiliyah. Ketika Nabi berhijrah dari Makkah ke Madinah, permusuhan di antara mereka pun berhenti karena Rasulullah telah mendamaikannya.
“Waktu hijrah dari Makkah ke Madinah bisa menyatukan antara kaum yang berbeda-beda itu. Di kalangan umat sendiri juga harus bisa mempersatukan umat. Karena itu, kami berharap bahwa yang perlu diteladani dari nabi itu meningkatkan kesatuan dan persatuan umat,” kata Muhammadiyah.
Islam sendiri menyatakan bahwa seluruh kaum Muslimin adalah bersaudara sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 10, yang artinya “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”.
Saat hijrah ke Madinah, Rasulullah berhasil mempersatukan umat muslim menjadi bersaudara dan Rasulullah membuat perjanjian dengan kaum Yahudi untuk bersahabat. Saling tolong menolong terutama bila ada serangan musuh di Madinah dan mereka harus sama-sama memperhatikan negeri.
Selain itu kaum Nasrani juga merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadah menurut kepercayaan mereka. Itulah salah satu perjanjian yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.

Memaafkan, Akhlak Mulia Rasulullah

Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya.  Abdullah al-Jadali berkata, ”Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, ‘Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.” (HR Tirmidzi; hadis sahih).

Umat Islam diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. Rasulullah SAW  bersabda, ”Orang yang hebat bukanlah orang yang menang dalam pergulatan. Sesungguhnya orang yang hebat adalah orang yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah.  Memaafkan  dan mengampuni juga merupakan perbuatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada umatnya.

Dalam surah al-A’raaf ayat 199, Allah SWT berfirman, ”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”  Pada surah al-Hijr ayat 85, Allah SWT kembali berfirman, ”Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memaafkan orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyakiti dan mendustakan beliau.  Sebab, Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berbuat kebajikan dan memaafkan. ”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS: asy-Syuura; 43).

Menurut Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia. ”Jika orang lain mencerca kita, sebaiknya kita membalasnya dengan memberi maaf dan perkataan yang baik,” ungkap Syekh al-Mishri.

Begitu juga ketika seorang berbuat jahat kepada kita, papar Syekh al-Mishri, seharusnya kita membalas dengan berbuat baik kepadanya.  Menurut dia, Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan kepada kita selama memiliki sifat memaafkan dan kebaikan. Memaafkan adalah ciri orang-orang yang baik.

Allah SWT berfirman dalam surat  asy-Syuraa ayat 40, ”Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah…” Semoga kita menjadi insan yang bisa  dan selalu ikhlas memaafkan kesalahan orang lain. n sumber:  Syarah Riyadgus Shalihin karya Syekh Salim bin Ied al-Hilali dan Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW karya Syekh Mahmud al-Mishri. 

 

sumber:Republika Online  

Nabi Muhammad: Mulia dalam Segalanya

SETIAP yang dipuji sesungguhnya masih memiliki celah untuk dihina, kecuali keterpujian Nabi Muhammad SAW. Keterpujian Rasulullah adalah keterpujian yang sempurna. Karena itulah Allah menyebutkan dalam QS Al-Qalam ayat 4: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah pemilik kepribadian yang agung.”

Tak mungkin seseorang memiliki ruang untuk menghinanya kecuali jiwa orang itu adalah jiwa terhina. Benar sekali harapan sang kakek saat memberi nama cucunya dengan nama Muhammad (yang terpuji) agar beliau menjadi manusia terpuji di langit dan di bumi.

Kesempurnaan jasmani Nabi Muhammad diungkapkan panjang lebar dalam beberapa kitab yang menjelaskan ciri-ciri dan karakter Rasulullah. Ada kitab al-syifa yang ditulis yekh Fudlail bin Iyadl, ada pula kitab Syamaail al-Nabi yang ditulis A-Tirmidzi, serta banyak kitab yang lain.Tak satupun menyebut ada cacat pada tubuh beliau, semuanya memuji kesempurnaannya. Tentang kepribadian beliau pun demikian, semuanya menggambarkan puncak kemanusiaan yang harus diteladani oleh semua manusia.

Nabi Muhammad dilahirkan 50 hari setelah tahun gajah, yakni 50 hari dari saat Abrahah berkehendak menghancurkan kabah, sebuah peristiwa yang menggemparkan dunia karena akan merusak penyangga utama peradaban atas nama iri hati dan dengki plus kebencian.

Nabi Muhammad dilahirkan 500 tahun setelah Nabi Isa, saat dunia diselimuti kegelapan. Apa yang dilakukan Abrahah dan tentaranyaitu sesungguhnya adalah salah satu bentuk dari kegelapan iu sendiri,kegelapan hati yang lama yang disinari hidayah. Maka lahirlah Rasulullah pada waktu fajar.

Beberapa sejarawan mengomentari saat kelahiran nabi Nabi bahwa ada pelajaran penting di sana, yakni ketika kegelapan telah mencapai titik paling pekat, kebrutalan telah sangat menyengat dan musibah serta derita terus meningkat menujutitik kulminasinya maka saat itulah akan hadir fajar baru kehidupan. Allah tak akan pernah membiarkan semua hal terjadi melampaui batas, semua akan menuju titik ekuilibrium.

Masa kegelapan yang disematkan pada masa sebelum diutusnya Rasulullah, lazim dikenal dengan istilah masa jahiliah yang makna bahasanya adalah masa kebodohan. Untuk mengetahui makna sesungguhnya, ada baiknya kita membuka al-Quran untuk melihat penggunaan kata jahiliyah lengkap dengan konteksnya. Ada empat kali al-Quran menyebut kata jahiliyah ini, keempatnya seakan menjadi karakter utama masyarakat jahiliah pada waktu itu.

Perhatikan kata dhann al-jaahiliyyah (prasangka atau gaya pikir jahiliah dalam QS Ali Imran ayat 154: Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.”

Masyarakat jahiliyah berkeyakinan bahwa hidup ini berjalan dengan sendiri dengan pengaturan manusia tanpa ada grand design dari Allah. Sungguh keyakinan seperti ini adalah keyakinan fatal yang akan mengantarkan pada kebuasan dan kerakusan tak berujung.

Perhatikan pula kata hukm al-jaahiliyyah (hukum jahiliyyah) dalam QS Al-Maidah ayat 50: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” Ayat ini memberi kesan kuat bahwa masyarakat jahiliah adalah masyarakat yang menjauh dan menolak hukum-hukum Allah. Kalau saja mereka yakin bahwa yang menciptakan dan mengatur dunia ini adalah Allah, maka mereka tak akan memiliki alasan apapun untuk menolak prinsip dan auturan hidup yang ditetapkan Allah.

Setelah itu, perhatikan pula penggunaan kata tabarruj al-jaahiliyyah (berhias cara jahiliyyah) dalam QS Al-Ahzab ayat 33: “dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Berhias diri dengan cara tak tepat, di saat tak tepat dan untuk peruntukan yang tak tepat adalah cara berhias masyarakat jahiliyah. Ternyata,masalah pakaian menjadi urusan penting. Masyarakat bisa rusak karena masalah berhias model jahiliyah ini.

Lalu, yang terakhir, perhatikanlah kata hamiyyah al-jaahiliyyah (kesombongan jahiliyah) yang disebutkan dalam QS Al-Fath ayat 26: “Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Kesombongan jahiliyah adalah kesombongan penuh fantasi kesukuan.Yang dibela bukan kebenaran melainkan kesukuannya, kebanggaan yang dilengkapi oleh kesombongan atau arogansi.

Rasulullah lahir dan diutus untuk mengubah karakter jahiliyyah tersebut di atas. Rasulullah sukses mengantarkan dunia Arab bahkan , pada tahapan berikutnya, seluruh dunia menuju masyarakat yang berperadaban. Senjata andalan Rasulullah adalah kemuliaan diri, karakter diri yang dipenuhi sifat-sifat terpuji. Hal ini menjadi kaidah penting dalam kepemimpinan menurut Islam bahwa kesuksesan kepemimpinan sangat kuat berdiri di atas kepribadian pemimpinnya.

Orang yang banyak cacat kepribadian, seperti sombong, arogan, pemarah, penyiksa dan tidak adil janganlah dipilih menjadi pemimpin. Memilihnya berarti telah mendukung berputarnya arah kehidupan kembali ke arah zaman jahiliyyah. Bahwa memang tidak ada manusia yang sempurna sesempurna Rasulullah adalah fakta, namun hilangnya nilai-nilai utama dalan seseorang sudah cukup untuk menjadialasan menghapuskan namanya dari daftar calon pemimpin. Nilai-nilai utama itu adalah tauhid dan akhlak.

Sebagai muslim yang baik, janganlah lupa merenungkan dan berpegang pada QS Al-Ahzab ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Lengkapi pula dengan perenungan makna QS Ali Imran ayat 164: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Untuk tidak kembali ke zaman jahiliyyah, zaman kesesatan, sungguh diperlukan hadirnya manusia-manusia yang senantiasa meneladani kepribadian Rasulullah Muhammad SAW dalam kehidupan kita di zaman modern ini untuk menjadi teladan, panutan, pimpinan yang menunjukkan dan mengantarkan pada jalan kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan hakiki bukanlah kebahagian tubuh saja, melainkan kebahagiaan batin. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2347683/nabi-muhammad-mulia-dalam-segalanya#sthash.C6XIeQA5.dpuf

Pernahkah Rasulullah Marah kepada Istri-istrinya?

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada suri tauladan bagi Umat Islam dalam hal apa pun, khususnya dalam masalah rumah tangga. Kita pun sering membaca begitu banyak artikel yang mengisahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sosok yang sangat baik hati terhadap istrinya.

Bahkan, seolah hampir-hampir Rasulullah tak pernah marah kepada istri-istrinya. Sebab selalu digambarkan dengan hal-hal perilaku indah Rasulullah, seperti; makanan tak enak tetap memuji, tak dibukakan pintu rumah tidur di luar, istri cemburu hingga memecahkan piring Rasulullah yang memungutnya dan lain-lain.

Contoh-contoh itu adalah contoh yang baik. Namun, jangan disalahpahami seolah, “salah jika suami marah” sehingga membuat para istri “ngelunjak” dan berbuat semaunya.

Padahal, adakalanya Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa sallam bersikap tegas terhadap para istrinya. Perhatikan, dalam hadits yang dikeluarkan Al-Imam Muslim rahimahullahu dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia mengisahkan:

دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ النَّاسَ جُلُوسًا بِبَابِهِ لَمْ يُؤْذَنْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ قَالَ فَأُذِنَ لِأَبِي بَكْرٍ فَدَخَلَ ثُمَّ أَقْبَلَ عُمَرُ فَاسْتَأْذَنَ فَأُذِنَ لَهُ فَوَجَدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا حَوْلَهُ نِسَاؤُهُ وَاجِمًا سَاكِتًا قَالَ فَقَالَ لَأَقُولَنَّ شَيْئًا أُضْحِكُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ رَأَيْتَ بِنْتَ خَارِجَةَ سَأَلَتْنِي النَّفَقَةَ فَقُمْتُ إِلَيْهَا فَوَجَأْتُ عُنُقَهَا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ هُنَّ حَوْلِي كَمَا تَرَى يَسْأَلْنَنِي النَّفَقَةَ فَقَامَ أَبُو بَكْرٍ إِلَى عَائِشَةَ يَجَأُ عُنُقَهَا فَقَامَ عُمَرُ إِلَى حَفْصَةَ يَجَأُ عُنُقَهَا كِلَاهُمَا يَقُولُ تَسْأَلْنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَيْسَ عِنْدَهُ فَقُلْنَ وَاللَّهِ لَا نَسْأَلُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا أَبَدًا لَيْسَ عِنْدَهُ ثُمَّ اعْتَزَلَهُنَّ شَهْرًا أَوْ تِسْعًا وَعِشْرِينَ ثُمَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِ هَذِهِ الْآيَةُ { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ حَتَّى بَلَغَ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا } قَالَ فَبَدَأَ بِعَائِشَةَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَعْرِضَ عَلَيْكِ أَمْرًا أُحِبُّ أَنْ لَا تَعْجَلِي فِيهِ حَتَّى تَسْتَشِيرِي أَبَوَيْكِ قَالَتْ وَمَا هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَتَلَا عَلَيْهَا الْآيَةَ قَالَتْ أَفِيكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَسْتَشِيرُ أَبَوَيَّ بَلْ أَخْتَارُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ وَأَسْأَلُكَ أَنْ لَا تُخْبِرَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِكَ بِالَّذِي قُلْتُ قَالَ لَا تَسْأَلُنِي امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ إِلَّا أَخْبَرْتُهَا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

Suatu ketika Abu Bakar pernah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memasuki rumah beliau dan dia mendapati beberapa orang sedang duduk di depan pintu rumah beliau dan tidak satu pun dari mereka yang diizinkan masuk.

Dia berkata: Lalu Abu Bakar pun diizinkan masuk, maka dia pun masuk ke rumah beliau.

Setelah itu Umar datang dan meminta izin, dan dia pun diizinkan masuk.

Di dalam rumah Umar mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk, dan di sekeliling beliau nampak isteri-isteri beliau sedang terdiam dan bersedih.

Ia berkata: Lalu Umar berkata; Sungguh saya akan mengucapkan satu perkataan yang dapat membuat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa.

Dia berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau melihat anak perempuan Khorijah meminta nafkah (berlebihan) kepadaku niscaya akan saya hadapi dia dan saya pukul tengkuknya.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tertawa seraya berkata: Mereka semua ada di sekelilingku, seperti yang kau lihat mereka semua sedang meminta nafkah (lebih) dariku. Maka Abu Bakar pun segera berdiri menghampiri ‘Aisyah dan memukulnya.

Demikian juga dengan Umar, dia berdiri menghampiri Hafshah dan memukulnya.

Lantas keduanya berkata: Mengapa kalian meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuatu yang tidak dimilikinya?

Lalu keduanya menjawab: Demi Allah, kami tidak akan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuatu yang tidak dimilikinya.

Lalu beliau ber’uzlah dari mereka selama sebulan atau selama dua puluh sembilan hari. Kemudian turunlah ayat: “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu… (Lihat QS. Al-Ahzab: 28-29)[1] -sampai Firman-Nya- …Bagi orang-orang yang baik di antara kalian pahala yang besar”.

Dia berkata: Beliau memulainya dari ‘Aisyah, beliau berkata kepadanya: “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya saya hendak menawarkan suatu perkara kepadamu, dan saya harap kamu tidak tergesa-gesa dalam memutuskannya hingga kamu meminta persetujuan dari kedua orang tuamu.”

Aisyah berkata: Apa itu wahai Rasulullah? Maka beliau pun membacakan ayat tersebut di atas kepadanya.

Aisyah berkata: Apakah terhadap anda, saya mesti meminta persetujuan kepada orang tuaku?! Tidak, bahkan saya lebih memilih Allah, Rasul-Nya dan Hari Akhir, dan saya mohon kepada anda untuk tidak memberitahukan pernyataanku ini kepada isteri-isterimu yang lain.

Beliau menjawab: “Tidaklah salah seorang di antara mereka meminta hal itu kepadaku kecuali saya pasti memberitahukan hal ini kepadanya. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan orang memudahkan urusan”.[HR. Muslim: 2703]

Pelajaran yang bisa dipetik, adakalanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap lembut dan mengalah kepada para istrinya. Namun, di sisi lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bisa bersikap tegas. Beliau “memboikot” para istri dengan tidak mendatanginya selama satu bulan.

Bahkan, pada puncaknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan dua pilihan; diceraikan dengan cara yang baik atau memilih Allah dan RasulNya, dalam merajut mahligai rumah tangga. Tujuannya, tak lain, agar memberikan efek jera sekaligus mendidik mereka.

Maka, wahai para istri, bersikaplah yang baik terhadap suami kalian. Sungguh, neraka dan surgamu ada padanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”[HR. Ahmad 4/341]. Wallahu a’lam bishshawab. [AW]

________________

[1] يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab: 28-29)

 

sumber: Panji Mas

Wafatnya Rasulullah

Rasulullah ﷺ kembali dari haji wada’ setelah Allah ﷻ menurunkan firman-Nya,

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ. وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا.

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS:An-Nashr | Ayat: 1-3).

Setelah itu, Rasulullah ﷺ mulai mengucapkan kalimat dan melakukan sesuatu yang menyiratkan perpisahan. Beliau ﷺ bersabda pada haji wada’

لتأخذوا عني مناسككم لعلي لا ألقاكم بعد عامي هذا

“Pelajarilah dariku tata cara haji kalian, bisa jadi aku tidak berjumpa lagi dengan kalian setelah tahun ini.” (HR. al-Bukhari, 4430).

Kemudian di Madinah, beliau berziarah ke makam baqi’, mendoakan keluarganya. Juga menziarahi dan mendoakan syuhada Perang Uhud. Beliau juga berkhotbah di hadapan para sahabatnya, berucap pesan seorang yang hendak wafat kepada yang hidup.

Pada akhir bulan Shafar tahun 11 H, Nabi ﷺ mulai mengeluhkan sakit kepala. Beliau merasakan sakit yang berat. Sepanjang hari-hari sakitnya beliau banyak berwasiat, di antaranya:

Pertama: Beliau ﷺ mewasiatkan agar orang-orang musyrik dikeluarkan dari Jazirah Arab (HR. al-Bukhari, Fathul Bari, 8/132 No. 4431).

Kedua: Berpesan untuk berpegang teguh dengan Alquran.

Ketiga: Pasukan Usamah bin Zaid hendaknya tetap diberangkatkan memerangi Romawi.

Keempat: Berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang Anshar.

Kelima: Berwasiat agar menjaga shalat dan berbuat baik kepada para budak.

Beliau ﷺ mengecam dan melaknat orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid. Lalu beliau melarang kubur beliau dijadikan berhala yang disembah.

Di antara pesan beliau ﷺ adalah agar orang-orang Yahudi dikeluarkan dari Jazirah Arab. Sebagaimana termaktub dalam Musnad Imam Ahmad, 1/195.

Beliau ﷺ berpesan kepada umatnya tentang dunia. Janganlah berlomba-lomba mengejar dunia. Agar dunia tidak membuat umatnya binasa sebagaiman umat-umat sebelumnya binasa karena dunia.

Dalam keadaan sakit berat, beliau tetap menjaga adab terhadap istri-istrinya, dan adil terhadap mereka. Nabi ﷺ meminta izin pada istri-istrinya untuk dirawat di rumah Aisyah. Mereka pun mengizinkannya.

Karena sakit yang kian terasa berat, Nabi ﷺ memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami masyarakat. Abu Bakar pun menjadi imam shalat selama beberapa hari di masa hidup Rasulullah ﷺ.

Sehari sebelum wafat, beliau bersedekah beberapa dinar. Lalu bersabda,

لا نورث، ما تركناه صدقة

“Kami (para nabi) tidak mewariskan. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.” (HR. al-Bukhari dalamFathul Bari, 12/8 No. 6730).

Pada hari senin, bulan Rabiul Awal tahun 11 H, Nabi ﷺ wafat. Hari itu adalah waktu dhuha yang penuh kesedihan. Wafatnya manusia sayyid anaknya Adam. Bumi kehilangan orang yang paling mulia yang pernah menginjakkan kaki di atasnya.

Aisyah bercerita, “Ketika kepala beliau terbaring, tidur di atas pahaku, beliau pingsan. Kemudian (saat tersadar) mengarahkan pandangannya ke atas, seraya berucap, ‘Allahumma ar-rafiq al-a’la’.” (HR. al-Bukhari dalam Fathul Bari, 8/150 No. 4463).

Beliau memilih perjumpaan dengan Allah ﷻ di akhirat. Beliau ﷺ wafat setelah menyempurnakan risalah dan menyampaikan amanah.

Berita di pagi duka itu menyebar di antara para sahabat. Dunia terasa gelap bagi mereka. mereka bersedih karena berpisah dengan al-Kholil al-Musthafa. Hati-hati mereka bergoncang. Tak percaya bahwa kekasih mereka telah tiada. Hingga di antara mereka menyanggahnya. Umar angkat bicara, “Rasulullah ﷺ tidak wafat. Beliau tidak akan pergi hingga Allah memerangi orang-orang munafik.” (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 8/146).

Abu Bakar hadir, “Duduklah Umar”, perintah Abu Bakar pada Umar. Namun Umar menolak duduk. Orang-orang mulai mengalihkan diri dari Umar menuju Abu Bakar. Kata Abu Bakar, “Amma ba’du… siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad ﷺ, maka Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan wafat. Kemudian ia membacakan firman Allah,

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS:Ali Imran | Ayat: 144).

Mendengar ayat yang dibacakan Abu Bakar, orang-orang seakan merasakan ayat itu baru turun hari itu. Mereka begitu larut dalam kesedihan. Mereka merasakan kosong. Bagaimana tidak, mereka ditinggal orang yang paling mereka cintai. Orang yang mereka rindu untuk berjumpa setiap hari. Orang yang lebih mereka cintai dari ayah, ibu, anak, dan semua manusia. Mereka lupa akan ayat itu. Dan mereka diingatkan oleh Abu Bakar, seorang yang paling kuat hatinya di antara mereka.

Penutup

Para ulama sepakat bahwa Nabi ﷺ wafat pada hari sendin tahun 11 H. Namun berbeda pendapat tentang tanggal wafatnya Nabi ﷺ. Mayoritasnya berpendapat tanggal 12 Rabiul Awal. Sebagian menyatakan tanggal 12 tidak tepat, karena haji wada’ terjadi pada hari Jumat. Melihat urut hari sejak itu, maka tanggal 12 Rabiul Awal tidak tepat jika dikatakan hari senin.

Perbedaan pendapat ulama juga terjadi pada tanggal kelahiran beliau ﷺ. Bahkan perbedaannya lebih banyak: antara tanggal 2 Rabi’ul Awal, tanggal 8, 10, 12, 17 Rabiul Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan Rabi’ul Awal. Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman Al Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya disimpulkan bahwa hari senin pagi yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan atau bertepatan dengan 20 atau 22 april tahun 571, hari senin tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal. Allahu a’lam.

 

 

Sumber:
– az-Zaid, Zaid bin Abdulkarim. 1424. Fiqh as-Sirah. Riyadh: Dar at-Tadmuriyah.

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel KisahMuslim.com

Cerita lucu budak cilik Anas ibn Malik disuruh Nabi malah pergi main

Nabi selalu menghormati dan tidak membebani para budaknya, termasuk budak kecil Anas ibn Malik. Ada cerita lucu, saat Rasulullah memerintahkan Anas untuk keperluan.

Anas ibn Malik yang masih kecil dan suka bermain semula semangat diperintah Rasulullah. Namun saat dirinya mendapati anak-anak seusianya bermain, Anas tergiur bergabung dan melupakan perintah Nabi.

“Ketika dia asyik bermain, tiba-tiba ada orang yang menarik bajunya dai belakang. Anas berkata aku menoleh dan ternyata yang menarik bajuku Rasulullah,” dikutip Nizar Abazhah dalan Bilik-Bilik Cinta Muhammad, Kamis (9/7).

Sambil tersenyum, Rasulullah berkata, “Anas, pergi lah ke tempat yang kuperintahkan,”. Kendati demikian, Rasulullah tidak pelit berdoa untuk Anas meski Anas sering bandel. Ibunda Anas meminta,”Doakan lah pelayan kecilmu Anas,”.

Kemudian Rasulullah meminta kepada Allah agar diberi rezeki dan keberkahan, serta dipanjangkan umurnya dan dimasukkan ke surga. Anas adalah salah satu budak yang paling lama ikut Rasulullah sampai-sampai Anas dianggap sebagai orang yang paling mirip Rasulullah dalam ibadah.

Abu Hurairah pernah berkata, “Tak seorang orang yang salatnya mirip dengan Rasulullah kecuali putra Ummu Salamah (Anas ibn Malik),”. Al-Taratib al-Idariyah juga menyebut Anas adalah tempat meminta izin jika hendak bertemu Rasulullah.

 

sumber: Merdeka